Upload
vallen-hoven
View
1.975
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama dan cara hidup berdasarkan syari’at Allah yang
terkandung dalam kitab Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Setiap orang yang
mengintegrasikan dirinya kepada Islam wajib membentuk seluruh hidup dan
kehidupannya berdasarkan syari’at yang termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Hal tersebut sebagaimana diungkap oleh Yusuf Qardhawi, syari’at Ilahi yang tertuang
dalam Al-Qur’an dan Sunnah merupakan dua pilar kekuatan masyarakat Islam dan
agama Islam merupakan suatu cara hidup dan tata sosial yang memiliki hubungan
integral, utuh menyeluruh dengan kehidupan idealnya Islam ini tergambar dalam
dinamika hukum Islam yang merupakan suatu hukum yang serba mencakup.
Prinsip menurut pengertian bahasa adalah permulaan, tempat pemberangkatan,
titik tolak atau al-mabda atau kebenaran yang menjadi pokor dasar berpikir/bertindak.
Pengertian hukum Islam dikemukakan Hasbi Ash-Shidieqy sebagai koleksi daya
upaya para fuqaha dala menerapkan syari’at Islam sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Jadi yang yang dimaksud dengan prinsip hukum Islam adalah prinsip
yang membentuk hukum Islam dari setiap cabang – cabangnya.
Perbuatan masyarakat islam yang terdapat dalam perbuatan pidana, perdata yang
mekiputi perkawinan, muamalah, perkawinan diatur dalam setiap hukum yang
meliputi asas itu sendiri. Sesuatu hal yang paling mendasar dari tiap hukum tercantum
dari asas itu sendiri, sehingga kita perllu mengetahui pengertian asas itu terlebih
dahulu agar diketahui kejelasnnya.
1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa saja prinsip-prinsip dalam hukum islam ?
b. Apa saja asas-asas dalam hukum islam ?
c. Apa tujuan hukum islam?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam hukum islam
b. Untuk mengetahui asas-asas dalam hukum islam
c. Untuk mengetahui tujuan dari hukum islam
2
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Prinsip-prinsip dalam hukum islam
Prinsip menurut bahasa ialah permulaan; tempat pemberangkatan; titik tolak;
atau al;mabda’. Sedangkan dalam Syari‟at Islam adalah pedoman hidup yang
ditetapkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan Al-
Qur’an dan Sunnah. Hasbi Ash-Shiddiqie mendefinisikan hukum secara lughawi
adalah ‘menetapkan sesuatu atas sesuatu’. Sebagaimana hukum-hukum yang lain,
hukum Islam memiliki prinsip-prinsip dan asas-asas sebagai tiang pokok, kuat
atau lemahnya sebuah undang-undang, mudah atau sukarnya, ditolak atau
diterimanya oleh masyarakat, tergantung kepada asas dan tiang pokoknya.
Adapun secara terminologi Prinsip adalah kebeneran universal yang inheren
didalam hukum Islam dan menjadi titik tolak pembinaannya; prinsip yang
membentuk hukum dan setiap cabang-cabangnya. Prinsip hukum Islam meliputi
prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum ialah prinsip keseluruhan hukum
Islam yang bersifat universal. Adapun prinsip-prinsip khusus ialah prinsip-prinsip
setiap cabang hukum Islam.
Prinsip-prinsip hukum Islam menurut Juhaya S. Praja sebagai berikut :
1. Prinsip Tauhid
Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa
semua manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid
yang dinyatakan dalam kalimat La’ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah).
Prinsip ini ditarik dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64.
Berdasarkan atas prinsip tauhid ini, maka pelaksanaan hukum Islam
merupakan ibadah. Dalam arti perhambaan manusia dan penyerahan dirinya
kepada Allah sebagai manipestasikesyukuran kepada-Nya. Dengan demikian tidak
3
boleh terjadi setiap mentuhankan sesama manusia dan atau sesama makhluk
lainnya. Pelaksanaan hukum Islam adalah ibadah dan penyerahan diri manusia
kepada keseluruhan kehendak-Nya.
Prinsip tauhid inipun menghendaki dan memposisikan untuk menetapkan
hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah (Al-Qur’an dan As-Sunah).
Barang siapa yang tidak menghukumi dengan hukum Allah, maka orang tersebut
dapat dikateegorikan kedalam kelompok orang-orang yang kafir, dzalim dan fasiq
(Q.S. ke 5 Al-Maidah : 44, 45 dan 47).
Dari prinsip umum tauhid ini, maka lahirlah prinsip khusus yang merupakan
kelanjutan dari prinsip tauhid ini, umpamanya yang berlaku dalam fiqih ibadah
sebagai berikut :
a. Prinsip Pertama : Berhubungan langsung dengan Allah tanpa perantara,
artinya bahwa tak seorang pun manusia dapat menjadikan dirinya
sebagai zat yang wajib di sembah.
b. Prinsip Kedua : Beban hukum (takli’f) ditujukan untuk memelihara
akidah dan iman, penyucian jiwa (tajkiyat al-nafs) dan pembentukan
pribadi yang luhur, Artinya hamba Allah dibebani ibadah sebagai
bentuk/aktualisasi dari rasa syukur atas nikmat Allah.
Berdasarkan prinsip tauhid ini melahirkan azas hukum Ibadah, yaitu Azas
kemudahan/meniadakan kesulitan. Dari azas hukum tersebut terumuskan kaidah-
kaidah hukum ibadah sebagai berikut :
a. Al-ashlu fii al-ibadati tuqifu wal ittiba’, yaitu pada pokoknya ibadah itu
tidak wajib dilaksanakan, dan pelaksanaan ibadah itu hanya mengikuti
apa saja yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya
b. Al-masaqqah tujlibu at-taysiir, yaitu kesulitan dalam melaksanakan
ibadah akan mendatangkan kemudahan
4
2. Prinsip Keadilan
Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mi’za’n (keseimbangan/
moderasi). Kata keadilan dalam al-Qur’an kadang diekuifalensikan dengan al-qist.
Al-mizan yang berarti keadilan di dalam Al-Qur’an terdapat dalam QS. Al-Syura:
17 dan Al-Hadid: 25.
Term keadilan pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau
kebijaksanaan raja. Akan tetapi, keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai
aspek. Prinsip keadilan ketika dimaknai sebagai prinsip moderasi, menurut
Wahbah Az-Zuhaili bahwa perintah Allah ditujukan bukan karena esensinya, seba
Allah tidak mendapat keuntungan dari ketaatan dan tidak pula mendapatkan
kemadaratan dari perbuatan maksiat manusia. Namun ketaatan tersebut hanyalah
sebagai jalan untuk memperluas prilaku dan cara pendidikan yang dapat
membawa kebaikan bagi individu dan masyarakat.
Penggunaan term “adil/keadilan” dalam Al-Quran diantaranya sebagai
berikut :
1. QS. Al-Maidah: 8, Manusia yang memiliki kecenderungan mengikuti
hawa nafsu, adanya kecintan dan kebencian memungkinkan manusia
tidak bertindak adil dan mendahulukan kebatilan daripada kebenaran
(dalam bersaksi);
2. QS. Al-An’am: 152, Perintah kepada manusia agar berlaku adil dalam
segala hal terutama kepada mereka yang mempunyai kekuasaan atau
yang berhubungan dengan kekuasaan dan dalam
bermuamalah/berdagang;
3. QS. An-Nisa: 128, Kemestian berlaku adil kepada sesama isteri;
4. QS. Al-Hujrat: 9, Keadilan sesama muslim;
5. QS. Al-An’am: 52, Keadilan yang berarti keseimbangan antara
kewajiban yang harus dipenuhi manusia (mukalaf) dengan kemampuan
manusia untuk menunaikan kewajiban tersebut.
5
Dari prinsip keadilan ini lahir kaidah yang menyatakan hukum Islam dalam
praktiknya dapat berbuat sesuai dengan ruang dan waktu, yakni suatu kaidah yang
menyatakan elastisitas hukum Islam dan kemudahan dalam melaksanakannya
sebagai kelanjutan dari prinsip keadilan, yaitu :
Artinya : Perkara-perkara dalam hukum Islam apabila telah menyempit maka
menjadi luas; apabila perkara-perkara itu telah meluas maka kembali menyempit.
Dari kedua teori ini dikembangkan menjadi pernyataan sebagai berikut :
1. Pernyataan Pertama : Allah tidaklah berbuat sesuatu tanpa hikmah dan
tujuan” perbuatan tanpa tujuan dan hikmah adalah sia-sia
2. Pernyataan Kedua : Segala sesuatu dan perbuatan itu mempunyai nilai
subjektif sehingga dalam perbuatan baik terdapat sifat-sifat yang menjadi
perbuatan baik. Demikian halnya dalam perbuatan buruk. Sifat-sifat itu
dapat diketahui oleh akal sehingga masalah baik dan buruk adalah
masalah akal.
3. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar
Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk menuju
tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki dan ridloi Allah dalam filsafat
hukum Barat diartikan sebagai fungsi social engineering hukum. Prinsip Amar
Makruf Nahi Mungkar didasarkan pada QS. Al-Imran : 110, pengkategorian Amar
Makruf Nahi Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan akal.
4. Prinsip Kebebasan/ Kemerdekaan
Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum
Islam disiarkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan,
demontrasi, argumentasi. Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah
kebebasan dl arti luasyg mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individu
maupun kebebasan komunal. Keberagama dalam Islam dijamin berdasarkan
prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Al-Baqarah : 256 dan Al-Kafirun:
5)
5. Prinsip Persamaan/Egalite
6
Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam Konstitusi Madinah (al-
Shahifah), yakni prinsip Islam menentang perbudakan dan penghisapan darah
manusia atas manusia. Prinsip persamaan ini merupakan bagian penting dalam
pembinaan dan pengembangan hukum Islam dalam menggerakkan dan
mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi sosial seperti
komunis.
6. Prinsip At-Ta’awun
Prinsip ini memiliki makna saling membantu antar sesama manusia yang
diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan
ketakwaan.
7. Prinsip Toleransi
Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin
tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan ummatnya tegasnya toleransi hanya dapat
diterima apabila tidak merugikan agama Islam.
Wahbah Az-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi tersebut pada tataran
penerapan ketentuan Al-Qur’an dan Hadits yang menghindari kesempitan dan
kesulitan, sehingga seseorang tidak mempunyai alasan dan jalan untuk
meninggalkan syari‟at ketentuan hukum Islam. Dan lingkup toleransi tersebut
tidak hanya pada persoalan ibadah saja tetapi mencakup seluruh ketentuan hukum
Islam, baik muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan lain
sebagainya.
2.2 Asas-asas dalam hukum islam
Asas berasal dari kta asasun yang artinya dasar, basis, pondasi. Secara
terminologi asas adalah landasan berpikir yang sangat mendasar. Jika
dihubungkan dengan hukum, asas adalah kebenaran yang digunakan sebagai
tumpuan berpikir dan alasan berpendapat, terutama dalam penegakan dan
pelaksanaan hukum. Asas hukum berfungsi sebagai rujukan untuk mengembalikan
segala masalah yang berkenaan dengan hukum.
7
Asas – Asas Umum Hukum Islam
a. Asas keadilan
Dalam Al-Qur’an, kata ini disebut 1000 kali. Keadilan pada umumnya
berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijakan pemerintah. Konsep
keadilan meliputi berbagai hubungan, misalanya : hubungan individu
dengan dirinya sendiri, hubungan antara individu dan yang berpekara serta
hubungan-hubungan dengan berbagai pihak yang terkait. Keadilan dalam
Hukum Islam berarti keseimbangan antara kewajiban dan harus dipenuhi
oleh manusia dengan kemammpuan manusia untuk menuanaikan
kewajiban itu.
Etika keadilan : berlaku adil dalam menjatuhi hukuman, menjauhi suap
dan hadiah, keburukan tyergesa-gesa dalam menjatuhi hukuman,
keputusan hukum bersandar pada apa yang nampak, kewajiban
menggunakan hukum agama.
b. Asas Kepastian Hukum
Dalam syariat Islam pada dasarnya semua perbuatan dan perkara
diperbolehkan. Jadi selama belum ada nas yang melarang, maka tidak ada
tuntutan ataupun hukuman atas pelakunya. Dasar hukumnya asas ini ialah
QS Al Isro’ 15 ;
“…. Dan kami tidak akan menyiksa sebelum kami mengutus seorang
rasul.”
c. Asas Kemanfatan
8
Asas kemanfaatan adalah asas yang mengiringi keadilan dan kepastian
hukum tersebut diatas. Dalam melaksanakan asas keadilan dan kepastiann
hukum hendaknya memperhatikan manfaat bagi terpidana atau masyarakat
umum. Contoh hukuman mati, ketika dalam pertimbangan hukuman mati
lebih bermanfaat bagi masyarakat, misal efek jera, maka hukuman itu
dijatuhkan. Jika hukuman itu bermanfaat bagi terpidana, maka hukuman
mati itu dapat diganti dgengan denda.
Asas – Asas Hukum Pidana Islam
a. Asas Legalitas
Asas legalitas maksudnya tidak ada hukum bagi tindakan manusia
sebelum ada aturan. Asas legalitas ini mengenal ini juga asas teritorial dan
non teritorial. Asas teritorial menyatakan bahwa hukum pidana Islam
hanya berlaku di wilayah di mana hukum Islam diberlakukan.
b. Tidak Berlaku Surut
Hukum Pidana Islam tidak menganut sistem berlaku surut sebelum
adanya nas yang melarang perbuatan maka tindakan seorang tidak bisa
dianggap suatu jarimah, sehingga ia tidak dapat dijatuhi hukuman. Dasar
hukum dari asas ini ialah bahwasannya Allah SWT mengampuni perbuatan
yang telah lalu,
“ Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, Jika mereka berhenti
(dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang
dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi
sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah teradap)
orang-orang dahulu.” (QS. Al Anfal: 38)
9
Tetapi ada pengecualian tidak berlaku surut, karena pada jarimah-
jarimah yang berat dan sangat berbahaya apabila tidak diterapkan berlaku
surut. seperti halnya; jarimah qozf, jarimah hirabah (perampokan,
terorisme). Jika kedua jarimah berlaku hukum tidak berlaku surut, maka
banyak kekacauan dan fitnah pada masyarakat.
c. Bersifat Pribadi
Dalam syariah Islam hukuman dapat dijatuhkan hanya kepada orang
yang melakukan perbuatan jinayah dan orang lain ataupun kerabatnya
tidak dapat menggantikan hukuman pelaku jinayah. Al quran telah
menjelaskan dalam QS Al An’am 164 :
“ Katakanlah, apakah Aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal
dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat
dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan
seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian
kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu
apa yang kamu perselisihkan.”
d. Hukum Bersifat Umum
Hukuman harus berlaku umum maksudnya setiap orang itu sama
dihadapan hukum (equal before the law) walaupun budak, tuan, kaya,
miskin, pria, wanita, tua, muda, suku berbeda. Contoh ketika masa
Rasulullah ada seorang wanita yang didakwa mencuri, kemudian
keluarganya meminta Rasulullah membebaskan dari hukuman. Rasulullah
dengan tegas menolak perantaraan itu dengan menyatakan “Seandainya
Fatimah Binti Muhammad mencuri, ikatan keluarganya tidak dapat
menyelamatkannya dari hukuman hadd”.
e. Hukuman Tidak Sah Karena Keraguan
10
Keraguan di sini berarti segala yang kelihatan seperti sesuatu yang
terbukti, padahal dalam kenyataannya tidak terbukti. Atau segala hal yang
menurut hukum yang mungkin secara konkrit muncul, padahal tidak ada
ketentuan untuk itu dan tidak ada dalam kenyataan itu sendiri. Putusan
untuk menjatuhkan hukuman harus dilakukan dengan keyakinan, tanpa
adanya keraguan. Sebuah hadis menerangkan “hindarkan hudud dalam
keadaan ragu, lebih baik salah dalam membebaskan daripada salah dalam
menghukum”.
Seperti halnya kasus yang dicontohkan Abdul Qodir Audah dalam
kasus pencurian, misalnya kecurigaan mengenai kepemilikan dalam
pencurian harta bersama. Jika seorang mencuri sesuatu yang dia miliki
bersama orang lain, hukuman hadd bagi pencuri menjadi tidak valid,
karena dalam kasus harta itu tidak secara khusus dimiliki orang, tetapi
melibatkan persangkaan adanya kepemilikan juga dari pelaku perbuatan
itu.
Asas – Asas Muamalat Islam
a. Asas Taba, Dulul Mana’fi’
Asas taba, dulul mana’fi’ berarti bahwa segala bentuk kegitan muamalat
harus memberikan keuntungan dan manfaat bersama bagi pihak-pihak yang
terlibat. Asas ini merupakan kelanjutan dari prinsip atta’awun sehingga asas
ini bertujuan menciptakan kerjasama antar individu atau pihak-pihak dalam
masyarakat dalam rangka saling memenuhi keperluanya masing-masing
dalam rangka kesejahteraaan bersama.
b. Asas Pemerataan
Asas pemerataan adalah penerapan prinsip keadilan dalam bidang
muamalat yang menjhendaki agar harta tidak diuasai oleh segelintir orang
sehingga harta itu harus terdistribusikan secara merata di antara masyarakat,
baik kaya maupun miskin. Oleh karena itu dibuat hukum zakat, shodaqoh,
11
infaq, dsb. Selain itu Islam juga menghalalkan bentuk-bentuk pemindahan
pemilikan harta dengan cara yang sah seperti jual beli, sewa menyewa dsb.
c. Asas Suka Sama Suka
Asas ini menyatakan bahwa segala jenis bentuk muamalat antar
individu atau antar pihak harus berdasarkan kerelaan masing-masing.
Kerelaan disiini dapat berarti kerelaan melakukan suatu bentuk muamalat,
maupun kerelaan dalam menerima atau menyerahkan harta yang dijadikan
obyek perikatan dan bentuk muamalat lainya.
d. Asas Adamul Gurur
Asas adamul gurur berarti bahwa setiap bentuk muamalat tidak boleh
ada gurur, yaitu tipu daya atau sesuatu yang menyebabkan salah satu pihak
merasa dirugikan oleh pihak lainya sehingga mengakibatkan hilangnya
unsur kerelaan salah satu pihak dalam melakukan suatu transaksi atau
perikatan.
e. Asas Al-Birri Wa Al-Taqwa
Asas ini menekankan bentuk muamalat yang termasuk dalam kategori
suka sama suka ialah sepanjang bentuk muamlat dan pertukaran manfaat
itu dalam rangka pelaksanaan saling menolong antar sesama manusia
untuk al-birr wa taqwa, yakin kebajikan dan ketqwaan dalam berbagai
bentuknya.
f. Asas Musyarokah
Asas musyarakah, yakni kerjasama antar pihak yang saling
menguntungkan bukan saja bagi pihak yang terlibat melainkan juga bagi
keseluruhan masyarakat manusia.
Asas – Asas Kewarisan Islam
12
a. Asas Ijbari
Asas ijbari secara harfiah berarti memaksa. Unsur memaksa dalam
hukum waris ini karena kaum muslimin terikat untuk taat kepada hukum
allah sebagai konsekwensi logis dari pengakuannya kepada ke-Esaan Allah
SWT dan Kerasulan Muhammad.
b. Asas Individual
Asas ini menyatakan bahwa harta warisan dapat dibagi-bagikan pada
masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Dalam
pelaksanaanya seluruh harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang
kemudian dibagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya menurut
kadar bagian masing-masing.
c. Asas Bilateral
Seseorang menerima hak kewarisan kedua belah pihak yaitu pihak
kerabat keturunan laki-laki dan dari pihak perempuan.
d. Asas Keadilan Yang Berimbang
Asas keadilan atau keseimbangan disni mengandung arti bahwa harus
senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban; antara hak
yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus ditunaikanya.
Dalam hukum kewarisan Islam, harta peninggalan yang diterima ahli
waris dari pewaris merupakan kelanjutan tanggung jawab pewaris
terhadap keluarganya.
e. Asas Akibat Kematian
Kewarisan terjadi jikalau ada pihak yang meninggal dunia. Jika
peralihan harta sebelum kematian, berarti bukan kewarisan.
Asas – Asas Hukum Perkawinan Islam
a. Asas Kesukarelaan
13
Kesukarelaan berarti saling menerima baik kekurangan maupun
kelebihan antara kedua calon. Kesukarelaan itu tidak harus terdpat
diantara kedua calon suami isteri, tetapi juga diantara kedua orang tua
kedua belah pihak. Kesukarelaan orang tua yang menjadi wali seorang
wanita, merupakan sendi asasi perkawinan Islam.
b. Asas Persetujuan Kedua Belah Pihak
Tidak boleh ada permaksaan dalam melangsungkan sebuah
pernikahan. Persetujuan seorang gadis untuk dinikahkan dengan seorang
pemuda, misalnya harus diminta dulu oleh wali atau orang tuanya.
c. Asas Kebebasan Memilih Pasangan
Seorang laki-laki dan perwmpuan berhak untuk memilih calon
pasangannya. Ketika terjadi suatu pemaksaan dalam sebuah pernikahan,
ada pilihan untuk meneruskan pernikahan itu atau tidak.
d. Asas Kemitraan Suami Isteri
Kedudukan seorang suami dan isteri dalam beberapa hal sama dan
dalam hal lain berbeda; suami menjadi kepala keluarga, istri penanggung
jawab masalah rumah tangga.
e. Untuk Selama-lamanya.
Perkawinan dilaksanakan untuk melangsungkan keturunan dan
membina cinta serta kasih sayang serlamanya. Oleh karena itu perkawinan
mut’ah dilarang, karena tidam sesuai dengan tujuan pernikahan.
f. Monogami Terbuka
Perkawinan di dalam Islam bersifat monogami. Karena beberapa hal
seorang suami dapat menikah lagi, atas persetuuan isterinya.
14
2.3 Tujuan Hukum Islam
Adapun tujuan hukum Islam secara umum adalah untuk mencegah
kerusakan pada manusia dan mendatangkan kemaslahatan bagi mereka,
mengarahkan mereka pada kebenaran untuk mencapai kebahagiaan hidup
manusia di dunia dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil segala yang
bermanfaat, dan mencegah atau menolak yang mudharat, yakni yang tidak
berguna bagi hidup dan kehidupan manusia. Abu Ishaq al-Satibi merumuskan
lima tujuan hukum Islam, yakni
(1) memelihara (agama),
(2) jiwa,
(3) akal,
(4) keturunan,
(5) harta yang disebut maqashid al-khamsah.
Kelima tujuan ini kemudian disepakati oleh para ahli hokum Islam. Agar dapat
dipahami dengan baik dan benar, masing-masing tujuan hokum Islam tersebut
dapat dijelaskan satu per satu :
1. Memelihara Agama
Agama adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap manusia supaya
martabatnya dapat terangkat lebih tinggi dari martabat makhluk lain, dan
memenuhi hajat jiwanya. Beragama merupakan kebutuhan manusia yang harus
dipenuhi, karena agamalah yang dapat menyentuh nurani manusia. Agama Islam
harus terpelihara dari ancaman orang-orang yang akan merusak akidah, syari’ah
dan akhlak, atau mencampur adukkan ajaran agama Islam dengan paham atau
aliran yang bathil. Agama Islam memberi perlindungan kepada pemeluk agama
lain untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya. Agama Islam tidak
memaksakan pemeluk agama lain meninggalkan agamanya untuk memeluk
agama Islam. Hal ini dengan jelas disebutkan dalam QS. 2 (Al-Baqarah) : 256.
2. Memelihara Jiwa
15
Menurut hukum Islam, jiwa itu harus dilindungi. Untuk itu hokum Islam
wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan hidupnya.
Hukum Islam melarang pembunuhan sebagai upaya menghilangkan jiwa
manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk
mempertahankan kemaslahatan hidupnya.
3. Memelihara Akal
Menurut hukum Islam, seseorang wajib memelihara akalnya, karena akal
mempunyai peranan sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia.
Dengan akal manusia dapat memahami wahyu Allah, baik yang terdapat dalam
kitab suci Al Qur’an maupun wahyu Allah yang terdapat dalam alam (ayat-ayat
kauniyah). Dengan akalnya, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Seseorang tidak akan mampu menjalankan hukum Islam dengan
baik dan benar tanpa mempergunakan akal yang sehat. Oleh karena itu
pemeliharaan akal merupakan salah satu tujuan hukum Islam. Untuk itu hukum
Islam melarang seseorang meminum minuman yang memabukkan yang disebut
dengan istilah khamar, dan member hukuman pada perbuatan orang yang
merusak akal. Larangan minum khamar ini dengan jelas disebutkan dalam QS. 5
(Al-Maidah): 90.
4. Memelihara Keturunan
Dalam hukum Islam, memelihara keturunan adalah hal yang sangat
penting. Oleh karena itu dalam hokum Islam untuk meneruskan keturunan harus
melalui perkawinan yang syah menurut ketentuan-ketentuan yang ada dalam Al
Qur’an dan al-Sunnah dan dilarang melakukan perbuatan zina. Hukum
kekeluargaan dan hokum kewarisan Islam yang ada dalam Al Qur’an merupakan
hokum yang erat kaitannya dengan pemurnian keturunan dan pemeliharaan
keturunan. Dalam Al Qur’an, hokum-hukum yang berkenaan dengan masalah
perkawinan dan kewarisan disebutkan secara tegas dan rinci, seperti larangan-
larangan perkawinan yang terdapat dalam QS. 4 (Al-Nisa’) : 23. Sedangkan
larangan berzina, disebutkan dalam QS. 17 (Al-Isra’) : 32
.
5. Memelihara Harta
16
Menurut hukum Islam, harta merupakan pemberian Allah kepada
manusia untuk melangsungkan hidup dan kehidupannya. Untuk itu manusia
sebagai khalifah Allah di muka bumi (makhluk yang diberi amanah Allah untuk
mengelola alam ini sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya) dilindungi
haknya untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal, artinya syah
menurut hokum dan benar menurut ukuran moral. Pada prinsipnya, hokum Islam
tidak mengakui hak milik seseorang atas sesuatu benda secara mutlak.
Kepemilikan atas suatu benda secara mutlak hanya pada Allah, namun karena
diperlukan adanya kepastian hokum dalam masyarakat, untuk menjamin
kedamaian dalam kehidupan bersama, maka hak milik sesorang atas suatu benda
diakui dengan pengertian, bahwa hak milik itu harus diperoleh secara halal dan
berfungsi sosial (Anwar Haryono, 1968 : 140).
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Dalam perbahasan diatas terdapat tujuh prinsip-prinsip dalam hukum
islam, antara lain : (1) Prinsip Tauhid (2) Prinsip Keadilan (3) Prinsip
Amar Makruf Nahi Mungkar (4) Prinsip Kebebasan (5) Prinsip Persamaan
(6) Prinsip At-Ta’awun (7) Prinsip Toleransi.
2. Islam adalah agama yang universal yang mengatur segala perilaku
masyarakatnya secara khusus, adapun asa hukum dalam hukum islam
meliputi asas yang umum yakni asas keadilan, asa kepastian hukum, asas
kemanfaatan. Asas keadilan adalah asas yang paling pokok atau titik tolak,
proses dan sasaran hukum islam. Asas kepastian hukum adalah hukuman
tidak dapat dijatuhkan atas suatu perbuatan kecuali ada peraturan yang
telah mengatur, asas kemanfaatan, dalam melakukan keadilan dan
kepastian hukum hendaknya kelihat kemanfaatan bagi perlaku itu sendiri
ataupun masyarakat lain. Asas umum dalam islam diperinci dengan
kekhususannya dalam bidang-bidamg tersendiri yaitu dalam bidang hukum
pidana, bidang hukum muamalat, bidang hukum pernikahan.
3. Tujuan hukum islam sendiri terdapat beberapa, antara lain : (1)
Memelihara agama (2) memelihara jiwa (3) memelihara akal (4)
memelihara keturunan (5) memelihara kekayaan.
3.2 Saran
Harapan saya dalam kesempatan ini agar penerapan prinsip serta asas
hukum islam dapat diterapkan dengan baik
18
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
H. Mohammad Daud Ali, 1993, Hukum Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Website:
M.A . Asas, ciri dan implementasi hukum islam..
https://muhammadapryadi.wordpress.com/tentang-ilmu-hukum/hukum-islam-
asas-ciri-implementasi/ diakses 10 desember 2015
Cheche, Wardha. Prinsip-prinsip Hukum Islam.
http://wardahcheche.blogspot.co.id/2014/04/prinsip-prinsip-hukum-islam.html
diakses 10 desember 2015
19