16
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada era tahun 1996 hingga tahun 1997, ada salah satu kasus pencemaran lingkungan yang menyita perhatian publik. Kasus ini mencuat bukan hanya karena rusaknya biota laut diduga akibat pencemaran, tetapi juga terjadinya kematian warga yang kuat dugaan penyebabnya adalah pencemaran lingkungan oleh perusahaan yang sama di teluk Buyat. Adalah PT. Newmont Minahasa Raya (NMR), yang merupakan anak perusahaan dari Newmont Gold Company (NGC), sebuah perusahaan multi nasional yang bermarkas di Denver, Colorado, Amerika Serikat. Perusahaan ini adalah produsen emas terbesar kelima didunia, dimana proyeknya tak hanya ada di Indonesia tetapi juga di Kazakhtan, Uzbekistan, Peru, Brazilia, Myanmar, dan sejumlah wilayah lainnya. Di Indonesia, NGC beroperasi melalui anak perusahaannya PT. NMR yang menandatangani kontrak dengan pemerintah RI pada tanggal 6 November 1986 untuk mengolah emas dan mineral lain dengan luas wilayah 527.448 hektar untuk masa pengolahan 30 tahun terhitung mulai 2 desember 1986 dan tahap produksinya diawali pada Juli 1995, sementara pengolahan bijih dilakukan mulai Maret 1996. Pada tahap eksplorasi tepatnya tahun 1988, PT.NMR menemukan deposit emas dimana kegiata penambangannya akan dilakukan dilahan seluas 26.805,30 hekatar yakni di Messel, Ratatotok kecamatan Ratatotok Kabupaten Minahasa yang berjarak 65 mil barat daya Manado. Petaka pun terjadi pada tahun 1996-1997. Dalam proses produksinya, PT. NMR setiap harinya membuang 2000-5000 kubik ton limbah ke perairan teluk Buyat. Pembuangan ini mulai dilakukan pada Maret 1996. Empat bulan pasca pembuangan limbah, tepatnya Juli 1996 nelayan mendapati puluhan bangkai ikan mati mengapung dan terdampar di pantai. Ironisnya, kejadian ini berlangsung hingga Oktober 1996. Sempat mereda, kasus kematian ikan secara misterius ini kembali berulang pada Juli 1997. Merasa penasaran dengan penyebab matinya ikan, LSM dan nelayan membawa bangkai ikan ke laboratorium Universitas sam Ratulangi Manado dan Laboratorium Balai Kesehatan Manado. Sayangnya, kedua tempat

Uas perkembangan teori hukum soal strict liability

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Uas perkembangan teori hukum soal strict liability

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pada era tahun 1996 hingga tahun 1997, ada salah satu kasus pencemaran

lingkungan yang menyita perhatian publik. Kasus ini mencuat bukan hanya karena

rusaknya biota laut diduga akibat pencemaran, tetapi juga terjadinya kematian warga

yang kuat dugaan penyebabnya adalah pencemaran lingkungan oleh perusahaan yang

sama di teluk Buyat. Adalah PT. Newmont Minahasa Raya (NMR), yang merupakan

anak perusahaan dari Newmont Gold Company (NGC), sebuah perusahaan multi

nasional yang bermarkas di Denver, Colorado, Amerika Serikat. Perusahaan ini

adalah produsen emas terbesar kelima didunia, dimana proyeknya tak hanya ada di

Indonesia tetapi juga di Kazakhtan, Uzbekistan, Peru, Brazilia, Myanmar, dan

sejumlah wilayah lainnya.

Di Indonesia, NGC beroperasi melalui anak perusahaannya PT. NMR yang

menandatangani kontrak dengan pemerintah RI pada tanggal 6 November 1986 untuk

mengolah emas dan mineral lain dengan luas wilayah 527.448 hektar untuk masa

pengolahan 30 tahun terhitung mulai 2 desember 1986 dan tahap produksinya diawali

pada Juli 1995, sementara pengolahan bijih dilakukan mulai Maret 1996. Pada tahap

eksplorasi tepatnya tahun 1988, PT.NMR menemukan deposit emas dimana kegiata

penambangannya akan dilakukan dilahan seluas 26.805,30 hekatar yakni di Messel,

Ratatotok kecamatan Ratatotok Kabupaten Minahasa yang berjarak 65 mil barat daya

Manado.

Petaka pun terjadi pada tahun 1996-1997. Dalam proses produksinya, PT.

NMR setiap harinya membuang 2000-5000 kubik ton limbah ke perairan teluk

Buyat. Pembuangan ini mulai dilakukan pada Maret 1996. Empat bulan pasca

pembuangan limbah, tepatnya Juli 1996 nelayan mendapati puluhan bangkai ikan

mati mengapung dan terdampar di pantai. Ironisnya, kejadian ini berlangsung hingga

Oktober 1996. Sempat mereda, kasus kematian ikan secara misterius ini kembali

berulang pada Juli 1997. Merasa penasaran dengan penyebab matinya ikan, LSM

dan nelayan membawa bangkai ikan ke laboratorium Universitas sam Ratulangi

Manado dan Laboratorium Balai Kesehatan Manado. Sayangnya, kedua tempat

Page 2: Uas perkembangan teori hukum soal strict liability

2

tersebut menolak meneliti bangkai ikan yang mati tanpa alasan yang jelas. Akibatnya,

PT. NMR yang dituding bertanggungjawab berjanji membawanya ke Bogor dan

Australia untuk diteliti lebih lanjut. Namun janji itu tinggal janji belaka. Entah benar

diteliti atau tidak, pada kenyataannya warga tidak pernah mendapat jawaban

kematian mendadak ikan yang ada di teluk Buyat.

Hal mencengangkan terjadi pada tahun 2004 ketika Yayasan Suara Nurani

dengan dr. Jane Pangemanan,Msi bersama dengan delapan mahasiswa Pasca Sarjana

Kedokteran jurusan Kesehatan Masyarakat melalui Program Perempuan emlakukan

kegiatan pengobatan gratis bagi warga di Buyat Pante (Lakban) Ratatotok Timur

Kab. Minahasa Selatan. Dalam kegiatan ini, sebanyak 93 orang mengalami keluhan

sakit kepala, batuk, beringus, demam, gangguan daya ingat, sakit perut, sakit maag,

sesak nafas, gatal-gatal,dll. Dari data yang didapat ketika melakukan program

tersebut, tim mendapati bahwa warga Buyat Pante positif mengalami keracunan

logam berat. Hasil program pengobatan ini memperkuat penelitian yang sebelumnya

telah dilakukan oleh Ir. Markus Lasut Msc pada Februari 2004. Dalam penelitiannya,

Markus mengambil sampel rambut dari 25 orang warga Buyat. Hasilnya pun

mencengangkan karena warga terkontaminasi merkuri di dalam tubuh mereka.

Menanggapi kasus ini, pemerintah sempat meminta kerugian sebesar 124 juta

dollar Amerika Serikat, namun nominal ini ditolak oleh PT. NMR karena mereka

hanya menyanggupi pembayaran sebesar 30 juta dollar Amerika Serikat dan

menyelesaikan kasus ini melalui jalur non litigasi sebagai jalan keluar yang tepat.

Namun hal ini ternyata tidak memuaskan warga. Tahun 2005, kasus ini masuk ke

ranah pidana dan diputuskan Mahkamah Agung untuk bisa diadili di Pengadilan

Negeri Manado. Sidang kasus pidana pencemaran teluk Buyat oleh PT. NMR

menyita perhatian karena sidang berlangsung selama dua tahun hingga tahun 2007.

Menariknya, putusan hakim dalam kasus ini, membebaskan terdakwa PT NMR dan

Richard Bruce Ness selaku Presiden Direktur PT. NMR.

Kasus ini mengecewakan banyak pihak termasuk warga, karena semestinya

PT. NMR dan Presiden Direkturnya dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas

pencemaran yang terjadi di Teluk Buyat. Namun ternyata kedua terdakwa divonis

bebas murni dan dipulihkan haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta

martabatnya. Sementara biaya perkara selama dua tahun ini, dibebankan kepada

negara selaku penggugat.

Page 3: Uas perkembangan teori hukum soal strict liability

3

1.2 RUMUSAN PERMASALAHAN

Dari latar belakang yang disampaikan, terkait mengenai pencemaran yang

diduga dilakuakn PT. NMR di teluk Buyat yang menyebabkan rusaknya biota laut

dan mengkontaminasi warga, penulis merumuskan dua permasalahan yang akan

dibahas dalam makalah ini. Permasalahan tersebut adalah :

Bagaimana penerapan asas strict liability dalam Hukum Pidana pada kasus

pencemaran teluk Buyat ?

Apakah penyelesaian non penal dalam bentuk ganti rugi yang dibayarkan

sesuai dengan aturan yang berlaku dalam kaitannya dengan

pertanggungjawaban korporasi?

Bagaimana pula pemidanaan yang dilakukan terhadap korporasi pelanggar

peraturan kaitannya dengan badan hukum sebagai subjek hukum dan atasan

sebagai pemegang tanggung jawab operasional?

Page 4: Uas perkembangan teori hukum soal strict liability

4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KASUS TELUK BUYAT

Penambangan yang dilakukan PT. NMR dinilai telah merusak perairan Teluk

Buyat akibat buangan 2000 ton tailing setiap harinya. Kerusakan yang terjadi tidak

hanya pada biota laut dengan banyaknya ikan yang mati tetapi juga pada warga yang

kondisi kesehatannya terganggu. Adalah bayi Andini, bayi yang diduga tewas akibat

keracunan logam berat dari perairan teluk Buyat1.

Selama beroperasi dalam kurun waktu delapan tahun, PT. NMR telah

membuang 5,5 juta ton merkuri dan arsenic ke teluk Buyat. Atas dugaan ini,

Newmont membantah tetapi mengakui melepas 17 ton merkuri ke udara dan 16 ton

ke air selama lima tahun. Jumlah ini merupakan nilai yang jauh dibawah standart.

Pada tahun 1997 perusahaan ini memasang alat pengolah biji tambang yang

mengandung merkuri tinggi. Alat ini diguakan untuk menarik emas yang terbungkus

mineral lainnya. Proses ekstraksi emas pada badan bijih yang ditambang

menghasilkan limbah halus atau tailing. Metode ini menggunakan senyawa sianida.

Dimana pada prosesnya sejumlah logam berat ikut terangkat diantaranya Hg

(Merkuri), Ar (Arsen), Cd (Cadmium), timah dan emas. Dari ekstraksi tersebut,

emas diambil tetapi logam berat lainnya dialirkan menjadi limbah halus melalui pipa

tailing ke Teluk Buyat.

Pada bulan Juli 1998, pipa limbah PT. NMR mengalami kebocoran. Pihak

perusahaan membenarkan bocornya pipa limbah bawah laut pada sambungan flens

di kedalaman 10 meter yang menyebabkankerugian perusahaan hingga Rp 52 Miliar.

Akibat kebocoran ini, perusahaan tidak menjelaskan lebih lanjut dampak yang

ditimbulkan pada biota laut di perairan Buyat.

Dari penelitian sejumlah ahli, penempatan limbah tailing di Teluk Buyat

mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk bathimetri, dimana dari hasil

pengukuran ketebalan sedimen diperoleh bahwa ada tumpukan deposisi limbah di

kedalaman 80-90 meter atau di sekitar anus pipa buangan terdapat limbah setebal 10

meter. Kemiringan teluk inipun juga mengalami perubahan, dari yang awalmnya

1 Apa yang Terjadi di teluk Buyat, http://cumilebay.com, diakses pada minggu 18 Desember 2014

pukul 18.00 wib

Page 5: Uas perkembangan teori hukum soal strict liability

5

barada pada 5 derajat, pada kurun waktu 1997-1999. Kuntjoro seperti dikutip laman

setaaja menyampaiakan, jika menilik kemiringan perairan sebenarnya teluk Buyat

tidak layak dilewati pipa pembuangan limbang tailing karena sesungguhnya

kemiringan yang disyaratkan agar dapat dilewati pipa adalah 10-20 derajat2.

Pembuangan limbah di Teluk Buyat dimulai pada bulan Maret 1996, ketika

pertama kali dialirkan ke kedalaman 82 meter dan jarak 900 meter tepi pantai,

peristiwa matinya ikan terjadi. Penduduk juga mendapati bawah laut semakin keruh

dan ikan sulit didapat.

Pada perkembangannya, muncul dugaan adanya penyakit Minamata yang

merupakan penyakit akibat tercemarnya lingkungan oleh logam berat khususnya

Arsen, Merkuri, Sianida. Pencemaran lingkungan ini sifatnya bioakumulatif yang

artinya kadar logam berat akan makin meningkat pada konsumen tingkat tinggi di

rantai makanan. Gejala yang timbul adalah mual, pusing, sakit kepala hebat,

persendian sakit, lemah, kram, gemetar, bahkan yang secara fisik tampak adalah

muncul benjolan pada bagian tubuh tertentu. Gejala inilah yang dirasakan

kebanyakan warga teluk Buyat. Sayangya, hasil penelitian yang menunjukkan

kandungan merkuri dalam tubuh warga teluk Buyat baru didapat pada tahun 2004.

Kasus ini sempat diajukan ke pengadilan dengan gugatan perdata dimana

pemerintah selaku penggugat dan PT. NMR sebagai tergugat. Namun hal ini

kemudian tidak dilanjutkan dan pemerintah mencabut gugatannya.

2.2 PERADILAN PIDANA KASUS BUYAT

Akibat meninggalnya bayi Andini serta temuan mencengangkan mengenai

kontaminasi logam berat pada warga membuat PT. Newmont Minahasa Raya

digugat karena telah mencemari teluk Buyat ketika melakukan penambangan di

Sulawesi Utara. PT.NMR beserta Presiden Direkturnya Richard B. Ness ditetapkan

sebagai Tersangka dan diajukan ke Pengadilan Negeri Manado.

Persidangan kasus ini dimulai pada tanggal 5 Agustus 2005. Sebanyak 61

orang saksi serta ahli dengan rincian 34 saksi/ahli diajukan JPU dan 27 saksi/ahli

dihadirkan terdakwa. Selain saksi, JPU kasus pencemaran lingkungan ini

menghadirkan 42 alat bukti. Sementara kedua terdakwa menghadirkan 107 alat

bukti. Dalam sidang kasus pencemaran lingkungan ini, Jaksa Penuntut Umum(JPU)

2 Penyelesaian Kasus Buyat, http://setaaja.blogspot.com, diakses pada minggu 18 Desember 2014

Page 6: Uas perkembangan teori hukum soal strict liability

6

menuntut PT.NMR selaku terdakwa I dengan Pasal 41 Ayat 1 Junto Pasal 45, Pasal

46 Ayat 1, dan Pasal 47 UU No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkugan

Hidup. Kepada Terdakwa I, JPU mengajukan hukuman denda Rp. 1 miliar.

Sementara kepada terdakwa II, Richard B. Ness, JPU menuntut pidana penjara

selama 3 (tiga) tahun dan denda sebesar Rp. 500 juta dengan berdasar pada Pasal 41

ayat 1 dan Pasal 42 Ayat 2 UU No. 23 Tahun 1997. Selain itu untuk subsidernya,

Richard dituntut kurungan selama tiga bulan penjara3.

Sidang yang berlangsung sejak tahun 2005 – 2007 ini, akhirnya pada 24 April

2007, Hakim Pengadilan Negeri Manado memvonis bebas murni kedua terdakwa

karena dinilai tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana dalam dakwaan primer, dakwaan subsider, dakwaan lebih subsider, dakwaan

lebih subsider lagi dan membebaskan kedua terdakwa dari seluruh dakwaan dan

tuntutan jaksa penuntut umum. Pengadilan juga menyatakan pemulihan hak kedua

terdakwa.

Isi Putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor 284/Pid.B/2005/PN.Mnd yang

membebaskan terdakwa menggunakan hasil riset dari lembaga luar negeri termasuk

WHO, CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization).

Penelitian yang dilakukan CSIRO menguatkan penelitian yang dilakukan WHO dan

National Institute for MInamata Desease yang dikeluarkan pada 4 oktober 2004

serta laporan penelitian Tim Terpadu Pemerintah Indoonesia yang dikeluarkan pada

19 Oktober di tahun yang sama. Dari seluruh penelitian yang digunakan sebagai alat

bukti, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pencemaran di perairan Teluk Buyat4

2.3 STRICT LIABILITY

Istilah strict dalam bahasa Inggris jika diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia secara harafiah memiliki pengertian tegas, tepat, teliti dan keras.

Sehingga secara harafiah istilah strict liability bila diterjemahkan berarti :

Tanggung jawab secara tegas;

Tanggung jawab secara tepat;

Tanggung jawab secara teliti;

Tanggung jawab secara keras.

3 PT. Newmont Minahasa raya Pencemar Teluk Buyat, http://pseudorechtspraak.wordpress.com,

diakses pada minggu 18 Desember 2014 4 Penyelesaian Kasus Buyat, http://setaaja.blogspot.com, diakses pada minggu 18 Desember 2014

Page 7: Uas perkembangan teori hukum soal strict liability

7

Secara substantif, strict liability merupakan bentuk peningkatan dari liability based

on risk yang melahirkan kewajiban hukum untuk membayar ganti rugi yang

dikaitkan dengan penentuan batas tertinggi yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

Konsep strict liability berasal dari para ahli hukum Anglo-saxon (common

law countries). Konsep ini dimaksudkan untuk menanggulangi tindak pidana yang

melanggar kesejahteraan masyarakat (public welfare offences) dan umumnya

pelanggaran besar terhadap ketentuan tentang kesejahteraan masyarakat ini

dilakukan korporasi5. Lebih lanjut konsep mengenai strict liability ini dapat

dijelaskan sebagai bentuk pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability without

fault), yang dalam hal ini si pembuat sudah dapat dipidana jika ia telah melakukan

perbuatan yang dilarang sebagaimana yang telah dirumuskan dalam undang-undang,

tanpa mellihat lebih jauh sikap batin si pembuat6. Mengutip pendapat Eric Colvin

dalam buku yang sama, bahwa7 :

“It is sometimes said that absoluteliability means liability without fault and

the strict liability means that althought lack of fault is a defence, the burden is on the accused to prove its absebce”

Mengutip pendapat Mas Achmad Santosa yang dituliskan kembali oleh Muhammad

Erwin, disampaikan bahwa apabila seseorang menjalankan kegiatan yang dapat

digolongkan sebagai ultrahazardous (teramat sangat berbahaya) maka ia diwajibkan

memikul segala kerugian yang ditimbulkan walaupun ia telah bertindak dengan

sangat hati-hati (utmost care) untuk mencegah bahaya atau kerugian tersebut,

walaupun dilakukan tanpa kesengajaan8.

Tiga alasan dianutnya konsep strict liability yang disampaikan LB Curzon

dalam buku karangan Hamzah Hatrik, adalah sebagai berikut9 :

Adalah sangat menjamin dipatuhinya peraturan penting tertentu yang

diperlukan untuk kesejahteraan masyarakat;

Pembuktian adanya mens rea akan menjadi sulit untuk pelanggaran yang

berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat;

5 Mardjono Reksodiputro, Kemajuan Pembangunan Ekonomi Dan Kejahatan, Jakarta : Pusat

Pelayanan Keadilan Dan Pengabdian Hukum Universitas Indonesia, 2007, hal 110 6 Hamzah Hatrik, SH, MH, Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana

Indonesia (Strict Liability dan Vicarious Liability), Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, cetakan pertama

November 1996, hal 110 7 Ibid 8 Muhammad Erwin, SH, M.Hum, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan

Pembangunan Lingkungan Hidup, Bandung : PT. Regika Aditama, cetakan pertama Februari 2008, hal 126 9 Hamzah Hatrik, SH, MH, op Cit hal 113

Page 8: Uas perkembangan teori hukum soal strict liability

8

Tingginya tingkat bahaya sosial yang ditimbulkan oleh perbuatan yang

bersangkutan.

Alasan ini disampaikan karena memang konsep strict liability yang dianut negara

Anglo-Saxon mengajarkan adanya pertanggung jawaban tanpa kesalahan dan

ditunjukan kepada tindak pidana yang tidak membutuhkan mens rea (keadaan

batiniah yang salah)10. Curzon menyadari betapa sulitnya mendapat pembuktian

kasus tertentu sementara perbuatan pidana yang dilakukan memiliki tingkat bahaya

bagi kesejahteraan manusia. Sistem hukum ini sangat menguntungkan korban dalam

rangka untuk mengklaim pertanggung jawaban pelaku11.

Muladi seperti dikutip Hamzah Hatrik menyatakan bahwa pemidanaan

terhadap korporasi, dilakukan atas dasar kepentingan masyarakat, bukan atas dasar

kesalahan subyektif. Strict liability merupakan refleksi kecenderungan untuk

menjaga keseimbangan kepentingan sosial12. Dalam karangan yang sama, dikutip

pula pendapat Roeslan Saleh yang menyatakan dalam praktek pertanggungjawaban

pidana leyap bila ada salah satu keadaan yang memaafkan. Praktek pula yang

melahirkan aneka macam tindakan keadaan mental yang menjadi syarat peniadaan

pidana sehingga lahir kelompok kejahatan yang pengenaan pidananya cukup dengan

strict liability13.

Sejumlah kriteria pengenaan strict liability yang dituangkan dalam The

Restatement of Torts (pendapat para ahli hukum yang bersumber dari putusan

pengdilan yang kemudian dijadikan rujukan dalam putusan) adalah14 :

Mengandung atau menimbulkan tingkat resiko bahaya yang tonggi terhadap

manusia, tanah, atau harta benda bergerak (existance of a high degree of

some harm to the person, land or chattel of others)

Kemungkinan terjadinya bahaya sangat besar (likehold that harm results from

it will be great)

Ketidakmampuan meniadakan risiko dengan melakukan tindakan atau sikap

hati-hati yang layak (inability to eliminate risk by the exercise of reasonable

care)

10 Mardjono Reksodiputro, Op Cit hal 111 11 Muhammad Erwin, SH, M.Hum, Op Cit hal 126 12 Hamzah Hatrik, SH, MH, Op Cit hal 113 13 Ibid 14 Muhammad Erwin, SH, M.Hum, Op Cit 127 - 128

Page 9: Uas perkembangan teori hukum soal strict liability

9

Kegiatan yang bersangkutan bukan merupakan hal atau kegiatan yang lazim

(extent to which the activity is not a matter of common usage)

Ketidaksesuaian antara sifat kegiatan yang bersangkutan dengan lingkgan

atau tempat dimana kegiatan itu diselenggarakan (inapproprateness of

activity to the place where it is carried on)

Manfaat dari kegiatan tersebut bagi masysrakat dikalahkan oleh sifat bahaya

dari kegiatan (extent to which its value to the community is outwheighed by

its dangerous attributes)

Untuk menentukan secara konkrit apakah sebuah kegiatan termasuk dalam kategori

kegiatan sangat berbahaya sehingga tunduk pada strict liability merupakan tugas

pengadilan atau hakim15.

Jenis kegiatan yang tunduk pada asas tanggung jawab mutlak seperti disampaikan

Mas Ahmad Santosa, dalam karangan Muhammad erwin, yaitu16 :

1. Menurut Anglo Amerika

Kegiatan usaha penghasil pengolahan dan pengangkutan limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun (B3);

Penyimpanan gas yang mudah terbakar dalam jumlah besar di kawasan

perkotaan;

Instalasi nuklir;

Pengeboran minyak;

Penggunaan mesin pematok tiang besar (pile driving) yang

menimbulkan getaran luar biasa;

Limpahan air.

2. Menurut Hukum Belanda

Kegiatan pengolahan bahan berbahaya;

Kegiatan pengolahan limbah bahan berbahaya;

Kegiatan pengangkutan bahan berbahaya melalui laut, sungai, dan

darat;

Kegiatan pengeboran dan tanah yan menimbulkan ledakan.

3. Menurut The International Convention on Civil Liability for Oil Pollution

Damage (CLC)

15 Ibid 16 Ibid hal 129 - 130

Page 10: Uas perkembangan teori hukum soal strict liability

10

Kegiatan yang harus tunduk pada asas tanggung jawab mutlak adalah

pengangkutan minyak melalui laut yang menimbulkan pencemaran.

4. Menurut Council of Europe on Civil Liability for Damage Resolving from

Activities Dangerous to the Environment

Kegiatan memproduksi, mengolah, menyimpan, menggunakan,

membuang satu atau lebih bahan berbahaya atau setiap kegiatan yang

berkaitan dengan bahan berbahaya;

Kegiatan memproduksi, mengolah, menangani, menimpan,

menggunakan, menghancurkan, membuang, melepas atau kegiatan

yang berkaitan dengan satu atau lebih :

a. Organisme yang mengalami perubahan genetika yang

penggunaannya mengandung resiko bermakna terhadap manusia,

lingkungan hidup dan harta benda;

b. Mikroorganisme yang karena sifat-sifat dan kondisinya jika

dimanfaatkan emngandung tesiko bermakna terhadap manusia,

lingkungan hidup atau harta benda, misalnya mikroorganisme yang

bersifat pathogenik atau yang menghasilkan toksin;

Kegiatan pengoperasian onstalasi atau tempat pembakaran, pengolahan,

penanganan atau pendaur ulangan limbah dengan jumlah yang

menimbulkan resiko bermakna terhadap manusia, lingkungan hidup

dan harta benda, seperti :

a. Instalasi atau tempat pembuangan limbah gas cair dan padat dengan

cara pembakaran di darat atau di laut;

b. Instalasi atau tempat pengahncuran limbah gas, cair, dan padat

dengan penguraian suplai oksigen;

c. Instalasi pengolahan senyawa limbah padat, cair, dan gas dengan

tenaga panas;

d. Instalasi pengolahan limbah secara biologis, fisika, dan kimiawi

untuk tujuan daur ulang atau pembuangan;

e. Instalasi pencampuran sebelum dibawa ke tempat pembuangan

tetap;

f. Instalasi penempatan kembali sebelum dibawa ke tempat

pembuangan tetap;

Page 11: Uas perkembangan teori hukum soal strict liability

11

g. Instalasi pengolahan limbah padat, cair, dan gas untuk tujuan daur

ulang dan penggunaan kembali.

Pengoperasian tempat pembuangan limbah yang bersifat tetap

(permanent deposit if wastes).

Bahan berbahaya yang dimaksudkan adalah bahan atau zat yang memiliki

sifat yang mengandung resiko tinggi bagi manusia, lingkungan hidup, harta

benda yakni bahan atau zat yang bersifat meledak, oksidasi, sangat mudah

terbakar, mudah terbakar, dapat terbakar, sangat beracun, beracun, menderai,

korosif, iritasi, sensitisasi, karsiogenik, mutagenik, dan beracun bagi

reproduksi atau membahayakan lingkungan hidup.

Peraturan mengenai kejahatan yang dilakukan korporasi biasanya memuat

sanksi administratif namun belakangan ada kecenderungan mengaturnya pula dalam

bentuk sanksi pidana dengan menggunakan konsep ini. Terkait strict liability, sistem

hukum Indonesia yang menganut aliran civil law sebenarnya tidak mengenal ajaran

strict liability, sehingga dapat dipergunakan ajaran fait materiel yang ada di bahan

pustaka hukum Belanda17. Namun dalam perkembanganya, konsep ini mulai

dimasukkan ke dalam Undang-Undang di luar KUHP seperti misalnya Undang-

Undang No.5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Undang-

Undang No.10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Undang-Undang No.23 Tahun

1997 tentan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Kepres No. 18 tahun 1978 yang

merupakan ratifikasi dari The International Convention on Civil Liability for Oil

Pollution Damage (CLC).

Dalam kaitannya dengan kasus pencemaran di Teluk Buyat, konsep ini coba

diterapkan untuk menjerat para terdakwa yakni PT. NMR dan Presdir-nya.

Sayangnya dipengadilan, tidak dapat dibuktikan secara sah bahwa kedua terdakwa

telah melakukan kegiatan berbahaya yang berdampak luas pada masyarakat sekitar.

Apalagi penelitian yang dijadikan alat bukti untuk menunjukkan telah dilakukannya

pembuangan limbah beruba logam berat, justru berisi sebaliknya. Padahal dalam

sejumlah penelitian kualitas kesehatan masyarakat sekitar Teluk Buyat yakni di

Buyat Pate, ditemukan adanya kontaminasi logam berat dalam tubuh manusia.

Sayangnya hal in tidak dijadikan acuan hakim dalam memutus perkara ini.

17 Mardjono Reksodiputro, Op Cit hal 112

Page 12: Uas perkembangan teori hukum soal strict liability

12

2.4 KORPORASI SEBAGAI SUBJEK HUKUM PIDANA DALAM KEJAHATAN

KORPORASI

Indonesia sebagai negara hukum yang berkiblat pada ajaran civil law terdapat

sejumlah hal menarik khususnya dalam perkembangan KUHP yang merupakan

warisan dari Belanda. Kaitannya dengan kejahatan korporasi dan tangun jawab

pidanaya Pasal 59 KUHP menjadi diskusi yang patut dicermati karena ada beberapa

penafsiran yang berbeda. Selama ini selalu dikatakan bahwa beban “tugas

mengurus” suatu “kesatuan orang” atau korporasi harus berada pada pengurusnya,

dan korporasi bukan subyek tindak pidana sehingga bila pengurus tidak memenuhi

kewajiban yang merupakan beban korporasi maka mereka yang bertanggung jawab

secara pidana. Namun pada prakteknya, dua penafsiran yang berbeda, yakni18 :

Ketentuan pidana yang bersangkutan memang telah memberikan kewajiban

keada seseorang pemilik perusahaan atau pengusaha, sedangkan pemilik atau

pengusahanya adalah korporasi akan tetapi ketentuan pidana itu tidak

menyatakan bahwa pengurusnyalah yang harus bertanggung jawab;

Korporasi dapat diakui sebagai pelaku tetapi pertanggungjawaban pidananya

berada pada pengurus.

Dari dua penafsiran ini, Mardjono Reksodiputro menyatakan :

“Oleh karena itu pasal 59 KUHP harus ditafsirkan dengan ajaran kedua bahwa korporasi dapat melakukan tindak pidana, hanya saja

pertanggungjawaban pidananya dibebankan pada pengurus. Yang dapat dihapus pidananya hanya pengurus yang dapat membuktikan dirinya tidak terlibat.”

Ketika suda disepakati bersama bahwa korporasi bisa dijadikan pelaku dalam tindak

pidana dan sekaligus bertanggung jawab atas tindak pidana tersebut, maka harus ada

perubahan dalam KUHP yang sekarang ini masih digunakan di Indonesia. Karena

Belanda sebagai kiblat hukum Indonesia sudah emlakukan perubahan pasal

mengenai subjek hukum pidana. Mardjono Reksodiputro dalam tulisannya

menyatakan19 :

“dalam tahun 1976 Belanda melangkah lebih jauh lagi dan merubah sama sekali pasal 51 mereka sehingga pasal yang bari menyatakan dengan tegas

bahwa dalam hukum pidana umum (KUHP) Belanda, tindak pidana

18 Ibid hal 99 19 Ibid hal 100-106

Page 13: Uas perkembangan teori hukum soal strict liability

13

dilakukan oleh manusia (natuurlijken personen) dan badan hukum (rechtpersonen)...kebijaksanaan dalam penegakan hukum pidana (politik

kriminal;criminal policy) untuk menuntut pertanggungjawaban korporasi memerlukan perkembangan ilmu hukum pidana yang lebih maju dari

sekarang”.

Dengan demikian, perlu adanya revisi dalam KUHP Indonesia agar aturan mengenai

korporasi sebagai subjek hukum memiliki cantolan kuat yang termaktub dalam

KUHP. Ini makin menguatkan Undang-Undang di luar KUHP untuk menjerat

korporasi sebagai pelaku tindak pidana.

Kaitannya dengan dua penafsiran yang disampaikan sebelumnya, muncul dua

pertanyaan terkait pertanggungjawaban yang mesti segera dijawab, yakni20 :

Tentang perbuatan pengurus (atau orang lain) yang harus dikonstruksikan

sebagai perbuatan korporasi

Tentang kesalahan pada korporasi

Terkait dua pertanyaan ini, Mardjono merujuk bahan pustaka dari Inggris dimana

penegakan hukum menggunakan “asas identifikasi” yang mempersamakan perbuatan

pengurus atau pegawai suatu korporasi sebagai perbautan korporasi itu sendiri.

karena perbuatan korporasi selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia, maka

pelimpahan pertanggungjawaban dai perbuatan manusia ini menajdi perbuatan

korporasi dapat dilakukan apabila perbuatan tersebut dalam lalu lintas bermasyarakat

berlaku sebagai perbuatan korporasi yang bersangkutan.

Kaitannya dengan kasus Teluk Buyat, penuntut umum menggunakan

Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang didalamnya sudah

menggunakan konsep strict liability sehingga memungkinkan korporasi beserta

pengurusnya untuk bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan dari tindakan

yang telah dilakukan. Dugaan tindakan penceraman yang terjadi akibat libah

PT.NMR membuat pertanggungjawaban bisa dimintakan kepada PT.NMR sebagai

subjek hukum pidana karena tindakan pembuangan limbah dinilai sebagai tindakan

korporasi. Hal ini yang menurut Mardjono Reksodiputro dalam pustaka hukum

pidana dikenal sebagai pelaku fungsional (fungsionale dader). Sementara Presiden

Direkturnya sebagai penanggung jawab perusahaan merupakan subjek hukum yang

secara langsung kepadanya dapat dimintakan tanggung jawab karena dia adalah

manusia (natuurlijken personen).

20 Ibid

Page 14: Uas perkembangan teori hukum soal strict liability

14

BAB III

KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

Kasus Teluk Buyat merupakan salah satu kasus lingkungan yang kemudian

dibawa ke ranah pidana karena ada dugaan terjadi kejahatan korporasi yang

menyebabkan ancaman bagi warga sekitar Teluk Buyat akibat pembuangan limbah

yang dilakukan PT. NMR dalam bentuk tailing. Ada kejadian menarik yakni matinya

ikan tiba-tiba di perairan ini, perubahan kemiringan dasar perairan, dan temuan kadar

merkuri dalam rambut warga Buyat Pate yang tampaknya dalam sidang tidak

menunjukkan terjadinya pencemaran akibat pembuanagn limbah oleh PT.NMR.

Meksipun setelah melalui perjalanan panjang akhirnya baik terdakwa I dalam

hal ini PT. NMR dan terdakwa II yakni Presdir PT.NMR divonis bebas murni, tetapi

ada beberapa hal yang patut dijadikan catatan dalam perkembangan hukum pidana di

Indonesia. Dimana dalam kasus ini digunakan aturan mengenai pengelolaan

lingkungan hidup yang didalamnya mulai mengadopsi konsep strict liability untuk

menjerat pelaki yang dinilai membahayakan masyarakat luas. Selain itu, korporasi

juga bisa dijadikan subjek hukum yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana

dengan meminjam konsep hukum perdata. Ini merupakan kemajuan hukum di

Indonesia yang patut diapresiasi meskipun dalam penerapannya masih terjadi

inkonsistensi kebijakan, ambivalensi kelembagaan, serta kendala di tubuh aparat

penegak hukum21. Walaupun pada dasarnya prinsip ini tidak ada dalam hukum

pidana Indonesia, namun ada padanan yang bisa digunakan sehingga tidak terjadi

penyimpangan dalam hukum itu sendiri.

Terkait dengan rumusan permasalahan22, dalam kasus teluk Buyat konsep

strict liability sudah digunakan dalam peradilan pidana yang dalam hal ini nampak

pada penggunaan UU No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaa Lingkungan Hidup.

Penyelesaian non penal yakni dengan memberikan ganti rugi kepada pemerintah

sebesar 30 Juta Dollar Amerika Serikat dari sisi hukum perdata sudah memenuhi

aturan, dimana PT. NMR sebagai pelaku pencemaran memberikan kompensasi

21 Muhammad Erwin, SH, M.Hum, Op Cit hal 120 22 Lihat Bab I pada Rumusan Permasalahan

Page 15: Uas perkembangan teori hukum soal strict liability

15

kepada pemerintah terkait dugaan pencemaran yang terjadi di Teluk Buyat. Ini

dilakukan karena ada gugatan dari pemerintah secara perdata, yang kemudian

diselesaikan denagn negosiasi antara pihak terkait. Ketidakadilan yang dirasakan

warga Teluk Buyat, memunculkan gugatan melalui jalur pidana di Pengadilan

Negeri Manado. Dengan menggunakan asas strict liability, PT.NMR dan Presdirnya

diajukan ke peradilan pidana, walaupun akhirnya keduanya bebas murni.

Sementara pemidanaan korporasi dalam kaitannya korporasi sebagai subjek

hukum sudah dijelaskan bahwa hukum pidana mengalami kemajuan dengan

meminjam konsep hukum perdata mengenai pelaku fungsional.

3.2 SARAN

Untuk dapat menguatkan konsep strict liability dan korporasi sebagai subjek

hukum pidana, diperlukan adanya perubahan dalam KUHP seperti yang telah

dilakukan oleh Belanda pada KUHP-nya. Kesegeraan perubahan ini dimaksudkan

guna menguatkan Undang-Undang di luar KUHP yang menggunakan konsep ini,

terutama kaitannya dalam menjerat korporasi yang telah mengancam atau bahkan

telah merugikan masyarakat luas.

Page 16: Uas perkembangan teori hukum soal strict liability

16

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah Hatrik, SH, MH, Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia

(Strict Liability dan Vicarious Liability), Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, cetakan

pertama November 1996

Mardjono Reksodiputro, Kemajuan Pembangunan Ekonomi Dan Kejahatan, Jakarta : Pusat

Pelayanan Keadilan Dan Pengabdian Hukum Universitas Indonesia, 2007

Muhammad Erwin, SH, M.Hum, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan

Pembangunan Lingkungan Hidup, Bandung : PT. Regika Aditama, cetakan pertama

Februari 2008

Apa yang Terjadi di teluk Buyat, http://cumilebay.com, diakses pada minggu 18 Desember 2014

Penyelesaian Kasus Buyat, http://setaaja.blogspot.com, diakses pada minggu 18 Desember 2014

PT. Newmont Minahasa raya Pencemar Teluk Buyat, http://pseudorechtspraak.wordpress.com,

diakses pada minggu 18 Desember 2014

Penyelesaian Kasus Buyat, http://setaaja.blogspot.com, diakses pada minggu 18 Desember 2014

Pemerintah Minta Dukungan Untuk Melawan Newmont, http://tempo.co, diakses pada minggu

18 Desember 2014

Persoalan Perdamaian Pemerintah – Newmont, http://tempo.co, diakses pada minggu 18

Desember 2014

Eks Warga Buyat Long March 300 Kilometer ke Manado, http://tempo.co, diakses pada minggu

18 Desember 2014

Walhi Akan Sampaikan Sikap Soal Putusan Bebas Newmont, , http://tempo.co, diakses pada

minggu 18 Desember 2014