10
Tugas Resume Nama : Indah Chartika Sari Nim : 0901113588 M. K : Pengkajian Strategi dan Keamanan Kelas : B PEOPLE, STATE AND FEAR SECOND EDITION: AN AGENDA FOR INTERNATIONAL SECURITY STUDIES IN THE POST COLD WAR ERA Tulisan ini merupaka resume dari tulisan Barry Buzan yang berjudul People, State and Fear Second Edition: An Agenda For International Security Studies in the Post Cold War Era. Teknologi militer sebagai sebuah variabel independen mulai menjadi faktor utama sebagai peredam akibat-akibat dari anarki keamanan. Negara dalam sebuah anarki memerlukan kekuatan militer untuk pertahanan dan untuk tujuan- tujuan keamanan secara menyeluruh dalam managemen sistem. Menurut Robert E. Osgood dalam tulisan nya yang berjudu Force, Order and Justice bahwa, “Kekuatan harus menjadi dasar politik internasional dalam sebuah anarki sebagai sebuah pilihan bagi politik domestik untuk menjalankan demokrasi”. Penyebaran instrumen-instrumen militer melalui negara-negara menimbulkan dua jenis ancaman. Pertama, persenjataan dan fakta bahwa senjata-senjata juga berada di tangan aktor-aktor lain dalam sistem internasional. Ancaman yang pertama merupakan salah satu yang berdampak kehancuran. Hal ini dikarenakan akan ada harga mahal yang harus dibayar bahkan jika senjata-senjata tersebut tidak di gunakan. Dalam kondisi seperti ini muncul

Agenda Keamanan Dunia Pasca Perang Dingin

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Agenda Keamanan Dunia Pasca Perang Dingin

Tugas Resume

Nama : Indah Chartika Sari

Nim : 0901113588

M. K : Pengkajian Strategi dan Keamanan

Kelas : B

PEOPLE, STATE AND FEAR SECOND EDITION: AN AGENDA FOR

INTERNATIONAL SECURITY STUDIES IN THE POST COLD WAR ERA

Tulisan ini merupaka resume dari tulisan Barry Buzan yang berjudul People, State and

Fear Second Edition: An Agenda For International Security Studies in the Post Cold War Era .

Teknologi militer sebagai sebuah variabel independen mulai menjadi faktor utama sebagai

peredam akibat-akibat dari anarki keamanan. Negara dalam sebuah anarki memerlukan kekuatan

militer untuk pertahanan dan untuk tujuan-tujuan keamanan secara menyeluruh dalam

managemen sistem. Menurut Robert E. Osgood dalam tulisan nya yang berjudu Force, Order

and Justice bahwa, “Kekuatan harus menjadi dasar politik internasional dalam sebuah anarki

sebagai sebuah pilihan bagi politik domestik untuk menjalankan demokrasi”.

Penyebaran instrumen-instrumen militer melalui negara-negara menimbulkan dua jenis

ancaman. Pertama, persenjataan dan fakta bahwa senjata-senjata juga berada di tangan aktor-

aktor lain dalam sistem internasional. Ancaman yang pertama merupakan salah satu yang

berdampak kehancuran. Hal ini dikarenakan akan ada harga mahal yang harus dibayar bahkan

jika senjata-senjata tersebut tidak di gunakan. Dalam kondisi seperti ini muncul dilema

pertahanan atau the defence dilemma yaitu perlawanan antara pencapaian pertahanan militer dan

keamanan nasional. Kedua, ancaman untuk menaklukkan sehingga menimbulkan dilema

kekuatan-keamanan atau the power-security dilemma. Kedua dilema ini serta hubungan antara

keduanya menunjukkan esensi dari dimensi-dimensi militer dalam permasalahan yang

menyangkut keamanan nasional.

Dilema pertahanan pertama kali muncul dari pemahaman sifat militer sebagai

pengembangan dan penyebaran melalui negara-negara, selanjutnya melalui dinamika hubungan

antar negara. Pemahaman mengenai perkembangan militer termasuk di dalamnya logika

Page 2: Agenda Keamanan Dunia Pasca Perang Dingin

teknologi dimana pemisahan dari pola-pola permusuhan antar negara-negara. Meskipun pola-

pola hubungan tersebut mempercepat perkembangan militer selama masa perang atau kompetisi

persenjataan, namun tidak secara fundamental menentukan ilmu pengetahuan, teknologi dan

organisasi yang membentuk sebuah kekuatan serta senjata-senjata yang mahal. Keterlibatan

militer dalam teknologi baru akan lebih memaksa ketika ketegangan internasional sedang tinggi.

Namun hal tersebut akan menjadi faktor keterlanjutan, operasi logika, dan secara independen

menjadi faktor yang mempertajam perselisihan dan permusuhan negar-negara dalam hubungan

internasional.

Menurut Barry Buzan potensi teknologi militer memainkan peran utam dalam memahami

lingkungan internasional yang strategis pada saat ini. Dilema pertahanan muncul dari

pertentangan-pertentangan tentang keberadaan antara pertahanan militer dan keamanan nasional.

Angkatan bersenjata pada prinsipnya dapat dibenarkan melalui kebutuhan bagi keamanan

nasional dan oleh karena itu secara politik layak untuk diasumsikan bahwa militer mungkin

memiliki hubungan yang positif dengan keamanan nasional. Meskipun begitu ada dua alasan

yang jelas dimana pertahanan dan keamanan dapat bekerja sama antara satu sama lain. Pertama,

harga dari kesepakatan pertahanan dengan objek keamanan. Kedua, resiko-resiko dari

pertahanan yang terlihat sebagai ancaman bahwa pertahanan dibentuk untuk mencegah. Dua

alasan tersebut digunakan untuk membedakan antara dilema pertahanan dimana pertahanan dan

keamanan dikaitkan dengan hambatan-hambatan, dan dibeberapa kasus dimana tindakan-

tindakan pertahanan dianggap tidak sesuai atau tidak relevan dengan keamanan.

Dilema keamanan yang lebih serius terjadi ketika persiapan militer atas nama pertahanan

tetapi berupa ancaman-ancaman untuk keselamatan suatu negara. Bentuk yang paling jelas

adalah ancaman berupa kerusakan yang tidak dapat diterima atau resiko sebagai bagian dari

sebuah kebijakan yang eksplisit termasuk hubungan dengan negara-negara lain. Salah satu

contoh yang jelas dari munculnya dilema pertahanan adalah sistem penangkalan nuklir atau

nuclear deterrence yang diasumsikan sebagai hasil dari kebijakan pertahanan secara

keseluruhan. Pertentangan serius antara pertahanan dan keamanan diajukan melalui kemunculan

penangkalan nuklir karena perkembangan teknologi yang menghasilkan senjata-senjata

penyerang dan dinilai sebagai keuntungan bagi senjata-senjata bertahan yang ada. Menurut John-

Hert dalam tulisannya yang berjudul International Politics in the Atomic Age bahwa gabungan

antara senjata misil dan nuklir berlanjut hingga abad ke-20 serta menjadi kecendrungan yang

Page 3: Agenda Keamanan Dunia Pasca Perang Dingin

dimulai melalui pesawat tempur dan bom yang dijadikan sebagai kemampuan untuk

mempertahankan wilayah territorial suatu negara terhadap serangan militer.

Ketika dua negara dipersenjatai dengan senjata nuklir, maka kecenderungan akan

mengancam yang lain sebagai musuh. Untuk membuat kondisi aman secara militer, tiap-tiap

senjata nuklir seharusnya ditujukan untuk memusnahkan kehidupan manusia. Namun banyak

dari negara-negara yang mempertimbangkan kembali akibat-akibat dari peggunaan senjata

nuklir. Pada dasarnya kebijakan penangkalan bertujuan untuk mempertahankan suatu negara

melalui sebuah strategi dengan melakukan ancaman-ancaman untuk menghancurkan atau

merusak. Meskipun begitu, ancaman untuk menghancurkan atau merusak hanya sebatas ancaman

tanpa adanya tindakan yang nyata. Hal ini disebabkan ketika pertahanan mengandalkan senjata

nuklir maka teknologi pertahanan memberikan penilaian juga terhadap bentuk kepemimpinan

suatu negara, siapa yang memimpin negara tersebut dan dapat dilihat sebagai sebuah

perkembangan.

Dilema pertahanan muncul karena perkembangan teknologi yang telah meningkatkan

kemampuan militer, seperti; tingkat ancaman kerusakan yang hanya dipahami dalam logika

militer sebagai bentuk pertahanan nasional. Ketidakpercayaan dalam kepemilikan dan

pengawasan persenjataan dimana banyak individu-individu yang memiliki senjata-senjata. Selain

itu yang juga perlu diperhatikan adalah sistem hubungan mereka yang dapat mengurangi

kontribusi terhadap pencapaian keamanan. Sejak kekuatan militer menjadi kebutuhan dalam

sistem internasional yang anarki dan sejak anarki serta peningkatan teknologi yang menjadi

faktor-faktor ketahanan, proses dilema pertahanan merupakan masalah utama bagi kebijakan

keamanan nasional untuk meramalkan masa depan.

Sebagian besar ancaman militer yang ada di dunia nyata terlihat sangat membahayakan

keamanan sebuah negara. Selain itu, militer juga terbukti sering digunakan untuk menghadapi

atau melawan bentuk-bentuk ancaman baik yang bersifat militer maupun ancaman non militer

seperti; ekonomi, politik, sosial, ideologi dan sebagainya. Faktor-faktor militer yang

mendominasi pertimbangan-pertimbangan keamanan nasional dan pertahanan nasional hingga

saat ini. Konsep dasar dari pertahanan nasional telah meluas ketika sebagian besar kepentingan-

kepentingan vital suatu negara dapat dilindungi oleh kekuatan militer. Barry Buzan juga

memaparkan pendapatnya mengenai parameter untuk mengukur kemampuan militer suatu

negara. Menurutnya, kekuatan militer tergantung pada luasnya sumber daya domestik suatu

Page 4: Agenda Keamanan Dunia Pasca Perang Dingin

negara dan dapat digunakan untuk pertahanan dimana sebagian besar dijadikani nilai-nilai

nasional dari negara yang bersangkutan.

Konsep keamanan yang kolektif secara bertahap mulai diperbaiki melalui peningkatan

pertahanan nasional selama tahun-tahun terjadinya perang karena pengalaman Perang Dunia I

secara perlahan mulai melemahkan kondisi pertahanan nasional yang berpandangan bahwa

perang merupakan instrumen kebijakan yang dapat diterima. Barry Buzan memberikan sebuah

analogi untuk menjelaskan pertahanan sebagai sikap untuk menghadapi ancaman. Menurutnya,

jika dalam perang ketakukan berperan sebagai acaman utama, maka tindakan pertahanan adalah

bentuk sikap untuk menanggapi ancaman tersebut. Meskipun demikian rasa tidak aman secara

militer tidak dapat dieliminasi sebagai sebuah masalah. Oleh karena itu, menurut Barry Buzan

hal tersebut merupakan inti dari konsep dilema pertahanan. Pengalaman Perang Dunia I telah

memberikan penilaian bahwa ketakutan akan perang sebenarnya berawal dari munculnya rasa

takut akan kekalahan dari musuh yang diterima sebagai fokus utama dalam kebijakan keamanan

nasional. Beberapa bentuk susunan strategi keamanan kolektif secara jelas ditanggapi dengan

serius ketika terjadi keraguan terhadap kemampuan sendiri atau self help untuk melakukan

pertahanan nasional dengan tujuan untuk mempertahankan dan melindungi kedaulatan territorial

suatu negara.

Ketakutan akan terjadinya perang telah menjadi bagian yang sangat dipertimbangkan

dalam hubungan internasional. Selain itu banyak perang-perang yang telah tersebar luas dalam

skala besar yang telah menjadi sejarah panjang yang terjadi dalam hubungan internasional

seperti; Perang Tiga Puluh Tahun (1618-1648) yang diakhiri dengan Perjanjian Westphalia,

Revolusi Perancis dan Perang-Perang Napoleon (1792-1815), Perang Dunia I dan Perang Dunia

II dan sebagainya. Sistem Kongres yang telah dibentuk pada tahun 1815 yang menjadi landasan

dibentuknya Liga Bangsa-Bangsa atau The League of Nations dan Perserikatan Bangsa-Bangsa

atau United Nations. Terbentuknya organisasi tersebut mengilustrasikan konsep dari pertahanan

nasional untuk keamanan yang kolektif secara keseluruhan. Meskipun begitu, menurut Barry

Buzan tidak ada dari kedua organisasi internasional tersebut yang berusaha untuk bertahan

sebagai elemen utama yang mengawasi keamanan dalam hubungan internasional.

Setelah berakhirnya Perang-Perang Napoleon, ketakutan akan terjadinya perang kembali

perlahan-lahan mulai memudar dan menghilang. Ingatan-ingatan akan penderitaan dan

kehancuran yang terjadi pada Perang-Perang Napoleon merupakan pukulan berat dan

Page 5: Agenda Keamanan Dunia Pasca Perang Dingin

menimbulkan trauma bagi masyarakat Eropa khususnya. Akhir tahun 1918 ketakutan akan

perang yang telah lama hilang, mulai muncul kembali dengan cepat dan jelas. Selain itu,

kehancuran dan kerusakan yang terjadi lebih meningkat karena kemajuan teknologi yang

menghasilkan senjata-senjata baru. Perang Dunia I mengakibatkan penderitaan dan guncangan

besar dalam masyarakat Eropa jika dibandingkan dengan guncangan-guncangan yang ketika

perang-perang yang terjadi sebelum Perang Dunia I. Ancaman-ancaman tidak hanya datang dari

revolusi struktur sosial negara dan komposisi negara saja, tetapi juga kemungkinan kehancuran

masyarakat Eropa secara menyeluruh. Melalui analisis sejarah yang dilakukan Barry Buzan, ia

menyimpulkan bahwa peran telah terbukti tidak dapat diramalkan dan tidak dapat dikontrol

prosesnya secara luas. Ditambah lagi terjadinya Perang Dunia II yang juga melebih-lebihkan

ketakutan masyarakat Eropa. Meskipun begitu, pada akhirnya ledakan yang mengejutkan yang

terjadi di wilayah Hiroshima dan Nagasaki menunjukkan bahwa kesalahan hanya terdapat pada

waktu dan bukan pada analisa.

Senjata-senjata penghancur mengurangi ide pertahanan nasional yang dinilai tidak

mungkin untuk dilakukan sejak negara mulai melakukan penghancuran melalui tindakan yang

diperlukan untuk pertahanannya. Ketika kesulitan-kesulitan yang terbentuk dalam usaha-usaha

pertahanan meningkat melalui pertambahan jangkauan kepentingan negara, khususnya

kepentingan ekonomi dan ideologi dimana sangat tidak bertanggung jawab untuk melindungi

melalui pemahaman militer. Kondisi-kondisi tersebut membentuk tuntutan untuk konsep yang

lebih luas daripada pertahanan yang hanya memikirkan tentang perlindungan bagi negara saja.

Hal inilah yang selanjutnya melahirkan konsep keamanan nasional. Strategi keamanan nasional

pada tahun 1920-an dan tahun 1930-an secara jelas membuktikan ketidakmampuan Amerika

Serikat secara menyeluruh. Sikap pasif, harapan untuk melindungi diri sendiri telah

membenarkan adanya ancaman-ancaman besar yang dibangun di kawasan Eropa dan juga Asia.

Sejak dilema pertahanan lebih kuat di Eropa daripada di Amerika Serikat, keduanya

menyadari bahwa solusi dan fokus pada kegagalan penangkalan yang dilakukan secara alami

dipandang lebih kuat di wilayah timur di sebelah Utara Atlantik. Eropa menginginkan

pertahanan yang efektif tanpa perang. Oleh karena itu, sikap yang dianggap lebih baik adalah

meningkatkan kemampuan penangkalan. Dari pandangan Eropa, salah satu kebijakan militer

massive retaliation yang dikemukakan oleh Amerika Serikat pada akhir tahun 1940-an dan awal

1950-an dinilai sangat ideal. Hal itu dikarenakan strategi tersebut dapat menekan tindakan

Page 6: Agenda Keamanan Dunia Pasca Perang Dingin

pencegahan perang dan memungkinkan masakah-masalah pertahanan diikuti dengan tindakan-

tindakan yang lebih luas.

Pendapat-pendapat yang mendukung bahwa pertahanan berkelanjutan sangat dibutuhkan

karena ancama-ancaman yang terbentuk sangat berkaitan dengan kekuatan, pendirian institusi

militer dan pembangunan industri-industri persenjataan serta melanjutkan struktur anarki yang

dikontrol oleh pusat. Ada dua bahaya utama dalam transformasi hubungan yang besar dan utama

yang dikemukakan oleh Barry Buzan sebagai akhir Perang Dingin; pertama, hal tersebut masih

terlalu berubah-ubah sebagai sebuah pola yang baru terbentuk. Kedua, kegembiraan yang

mendalam dari perkembangan-perkembangan yang mengagumkan yang telah terjadi dan dapat

menutupi salah satu kesulitan yang terlihat. Dalam waktu yang lama, tingkat perselisihan anatara

Amerika Serikat dengan Uni Soviet telah banyak mengalami penurunan. Hal tersebut didukung

oleh distribusi struktur sistem internasional dari bentuk bipolar menjadi multipolar. Menurut

Barry Buzan, pada akhirnya perubahan sistem internasional tersebut mengakibatkan dua negara

superpower tersebut mengalami penurunan menjadi negara dengan kekuatan yang besar.

Perubahan sistem internasional tersebut juga berdampak pada Negara-Negara Dunia

Ketiga dengan kejadian yang beragam. Resolusi konflik yang terjadi antara kekuatan-kekuatan

besar sangat berpengaruh terhadap pengendalian isu-isu lokal yang melahirkan konflik-konflik

baru. Hal tersebut yang membuat konflik-konflik baru bagi Negara Arab dan Israel, India dan

Pakistan atau kulit putih dan kulit hitam di Afrika Selatan. Selain itu, perlu juga diingat bahwa

pola-pola dan bentuk-bentuk intervensi multipolar di negara peri-peri oleh negara-negara besar

juga terjadi sebagai dampak dari perubahan sistem internasional yang bipolar menjadi

multipolar. Barry Buzzan berpendapat bahwa dibeberapa tempat, keamanan yang diusung oleh

Negara-Negara Dunia Ketiga dapat bertahan dari intervensi negara-negara besar. Seperti Negara-

Negara ASEAN yang memberikan bentuk kelompok negara-negara lemah yang membentuk

sebuah rezim keamanan karena mereka menyadari bahwa susunan keamanan tersebut akan

memperkuat legitimasi domestik dari rezim mereka. Konflik yang terjadi antara mereka sendiri

seperti mempertajam divisi-divisi dengan struktur-struktur domestik yang rapuh.

Jumlah Kata: 1867 Kata