View
217
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laporan Keuangan
2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu
perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakam untuk
menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Dalam PSAK No. 1 (2009)
disebutkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah suatu penyajian
terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.
2.1.2 Tujuan Laporan Keuangan
Dalam PSAK No. 1 (2009) disebutkan bahwa tujuan laporan
keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan,
kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian
besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi.
Laporan keuangan menujukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas
penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam
mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi entitas
mengenai aset; liabilitas; ekuitas; pendapatan dan beban termasuk
keuntungan dan kerugian; kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik
dan kapasitasnya sebagai pemilik; dan arus kas.
11
2.1.3 Karakteristik Laporan Keuangan
Laporan keuangan memiliki karakteristik kualitatif yang membuat
informasi dalam laporan keuangan dapat berguna bagi pemakai. Berikut
adalah karakteristik tersebut menurut Kieso, Warfield, Weygant
(2011:44):
1. Dapat dipahami (understandability)
Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan harus dapat
dengan mudah dipahami oleh pemakai.
2. Relevansi (relevance)
Agar relevan, informasi akuntansi harus mampu membuat
perbedaan dalam sebuah keputusan. Jika tidak mempengaruhi
keputusan, maka informasi tersebut dikatakan tidak relevan
terhadap keputusan yang diambil. Informasi yang relevan akan
membantu pemakai membuat prediksi tentang hasil akhir dari
kejadian masa lalu, kini, dan masa depan, yaitu memiliki nilai
prediktif (predictive value). Informasi yang relevan juga membantu
pemakai menjustifikasi atau mengoreksi ekspektasi atau harapan
masa lalu; yaitu, memiliki nilai umpan balik (feedback value).
Informasi yang juga dikatakan relevan jika tersedia bagi
pengambilan keputusan sebelum informasi tersebut kehilangan
kapasitas untuk mempengaruhi keputusan yang diambil; yaitu
memiliki ketepatan waktu (timeliness).
3. Reliabilitas (realibility)
12
Informasi akuntansi dianggap handal jika:
a. Dapat diverifikasi (veriability)
Daya uji (veriability) ditunjukkan ketika pengukur-
pengukur independen, dengan menggunakan metode
pengukuran yang sama, mendapatkan hasil yang serupa.
b. Disajikan secara tepat (representational faithfulness)
Ketepatan penyajian (representational faithfulness) berarti
bahwa angka-angka dan penjelasan dalam laporan
keuangan mewakili apa yang betul-betul ada dan terjadi.
c. Bebas dari kesalahan dan bias (neutrality)
Netralitas (neutrality) berarti bahwa informasi tidak dapat
dipilih untuk kepentingan sekelompok pemakai tertentu.
Informasi yang disajikan harus faktual, benar, dan tidak
bias.
4. Komparabilitas
Informasi dari berbagai perusahaan dipandang memiliki
komparabilitas jika telah diukur dan dilaporkan dengan cara yang
sama. Informasi keuangan akan lebih berguna bagi pemakainya
apabila dapat diperbandingkan dengan informasi keuangan pada
laporan keuangan tahun sebelumnya dan laporan keuangan antar
perusahaan.
5. Konsistensi
13
Apabila sebuah entitas mengaplikasikan perlakuan akuntansi yang
sama untuk kejadian-kejadian yang serupa, dari periode ke periode,
maka entitas tersebut dianggap konsisten dalam menggunakan
standar akuntansi.
2.1.4 Komponen Laporan Keuangan
Setelah adanya konvergensi IFRS di Indonesia, terjadi perubahan
komponen laporan keuangan. Berikut adalah perubahan komponen laporan
keuangan yang lengkap.
Tabel 2.1
Perubahan Komponen Laporan Keuangan
Menurut PSAK lama Menurut PSAK baru setelah
konfergensi
1. Neraca
2. Laporan Laba Rugi
3. Laporan Perubahan Ekuitas
4. Laporan Arus Kas
5. Catatan atas Laporan Keuangan
1. Laporan Posisi Keuangan
2. Laporan Laba Rugi Komprehensif
3. Laporan Perubahan Ekuitas
4. Laporan Arus Kas
5. Catatan atas Laporan Keuangan
6. Laporan Posisi Keuangan Awal
Periode
Berikut adalah gambaran umum mengenai keenam komponen
laporan keuangan setelah adanya konfergensi IFRS. Menurut PSAK No 1
(2009), laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen
berikut ini:
14
a. Laporan posisi keuangan pada akhir periode;
Merupakan laporan yang menyediakan informasi mengenai nilai
dan jenis investasi perusahaan, kewajiban perusahaan kepada
kreditur dan ekuitas pemilik. Posisi keuangan perusahaan
dipengaruhi oleh sumber daya yang dikendalikan, struktur
keuangan, likuiditas dan solvabilitas serta kemampuan beradaptasi
dengan perubahan lingkungan. Laporan posisi keuangan
perusahaan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk menghitung
tingkat hasil pengembalian, mengevaluasi struktur modal
perusahaan dan memperhitungkan likuiditas dan fleksibilitas
keuangan perusahaan.
b. Laporan laba rugi komprehensif selama periode;
Laporan laba rugi berfungsi untuk mengukur kinerja keuangan
perusahaan antara tanggal neraca. Laporan ini mencerminkan
aktivitas operasi perusahan yang menyediakan rincian pendapatan,
beban, untung dan rugi perusahaan untuk suatu periode waktu.
Laporan laba rugi dapat digunakan untuk mengetahui indikasi
profitabilitas perusahaan.
c. Laporan perubahan ekuitas selama periode;
Laporan ini menyajikan perubahan-perubahan pada pos ekuitas.
Laporan ini bermanfaat untuk mengidentifikasi alasan perubahan
klaim pemegang ekuitas atas aktivitas perusahaan.
d. Laporan arus kas selama periode;
15
Laporan ini menyajikan dan melaporkan arus kas masuk dan arus
kas keluar bagi aktivitas operasi, investasi dan pendanaan
perusahaan secara terpisah selama suatu periode tertentu.
e. Catatan atas laporan keuangan;
Catatan atas laporan keuangan berisikan ringkasan kebijakan
akuntansi penting dan informasi penjelasan lainnya. Dalam PSAK
No. 1 (2009) dinyatakan bahwa:
“Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atas rincian jumlah yang tertera dalam neraca. Laporan laba rugi, laporan arus kas dan laoran perubahan ekuitas serta informasi tambahan seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen. Catatan atas laporan keuangan juga mencakup informasi yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan dalam PSAK serta pengungkapan-pengungkapan lain yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.”
d. Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif
Laporan posisi keuangan pada awal periode ini disajikan ketika
entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif
atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau
ketika entitas mengklasifikasikan pos-pos dalam laporan
keuangannya.
2.1.5 Pemakai Laporan Keuangan
Menurut Harahap (2010:7), pengguna laporan keuangan adalah
sebagai berikut:
1. Pemilik Perusahaan
Bagi pemilik perusahaan, laporan keuangan dimaksudkan untuk:
Menilai prestasi atau hasil yang diperoleh manajemen
16
Mengetahui hasil dividen yang akan diterima
Menilai posisi keuangan perusahaan dan pertumbuhannya
Mengetahui nilai saham dan laba per lembar saham
Sebagai dasar untuk memprediksi kondisi perusahaan di
masa mendatang
Sebagai dasar untuk mempertimbangkan, menambah, atau
mengurangi investasi.
2. Manajemen Perusahaan
Bagi manajemen perusahaan, laporan keuangan ini digunakan
untuk:
Alat untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan kepada
pemilik
Mengukur tingkat biaya dari setiap kegiatan operasi
perusahaan, divisi, bagian, atau segmen tertentu
Mengukur tingkat efisiensi dan tingkat keuntungan
perusahaan, divisi, atau segmen
Menilai hasil kerja individu yang diberi tugas dan
tanggungjawab
Menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan perlu
tidaknya diambil kebijaksanaan baru
Memenuhi ketentuan dalam undang-undang, peraturan,
anggaran dasar, pasar modal, dan lembaga regulator
3. Investor
17
Bagi investor, laporan keuangan dimaksudkan untuk:
Menilai kondisi keuangan dan hasil usaha perusahaan
Menilai kemungkinan menanamkan dana dalam perusahaan
Menilai kemungkinan menanamkan divestasi (investasi
menarik) dari perusahaan
Menjadi dasar memprediksi kondisi perusahaan di masa
mendatang
4. Kreditur dan Banker
Bagi kreditur, banker, atau supplier laporan keuangan digunakan
untuk:
Menilai kondisi keuangan dan hasil usaha perusahaan baik
jangka pendek maupun dalam jangka panjang
Menilai kualitas jaminan kredit/ investasi untuk menopang
kredit yang akan diberikan
Menilai dan memprediksi prospek keuntungan yang
mungkin diperoleh dari perusahaan atau menilai rate of
return perusahaan
Menilai kemampuan likuiditas, solvabilitas, rentabilitas
perusahaan sebagai dasar dalam pertimbangan keputusan
kredit
Menilai sejauh mana perusahaan mengikuti perjanjian
kredit yang sudah disepakati
18
5. Pemerintah dan Regulator
Bagi pemerintah atau regulator laporan keuangan dimaksudkan
untuk:
Menghitung dan menetapkan jumlah pajak yang harus
dibayar
Sebagai dasar dalam penetapan-penetapan kebijakan baru
Menilai apakah perusahaan memerlukan bantuan atau
tindakan lain
Menilai kepatuhan perusahaan terhadap aturan yang
ditetapkan
Bagi lembaga pemerintah lainnya bisa menjadi bahan
penyusunan statistik
6. Analisis, Akademisi, Pusat Data Bisnis
Bagi para analis, akademisi, dan juga lembaga-lembaga
pengumpulan data bisnis. Laporan keuangan seperti ini penting
sebagai bahan atau sumber informasi primer yang akan diolah
sehingga menghasilkan informasi yang akan bermanfaat bagi
analis, ilmu pengetahuan, dan komoditi informasi.
2.2 Laba
2.2.1 Pengertian Laba
Menurut Subramanyam (2008:408) laba (income - juga disebut
earnings atau profit) merupakan ringkasan hasil aktivitas operasi usaha
yang dinyatakan dalam istilah keuangan. Laba merupakan informasi
19
perusahaan yang paling diminati dalam pasar uang. Laba merupakan
pengukuran atas perubahan kekayaan pemengang saham (perubahan nilai)
maupun merupakan estimasi laba masa depan.
Menurut Stice, Stice, Skousen (2009:240) laba adalah
pengambilan atas investasi kepada pemilik. Hal ini mengukur nilai yang
dapat diberikan oleh entitas kepada investor dan entitas masih memiliki
kekayaan yang sama dengan awalnya.
2.2.2 Konsep Laba Menurut Konsep Akuntansi
Menurut akuntansi yang dimaksud dengan laba akuntansi itu
adalah perbedaan antara revenue yang direalisasi yang timbul dari
transaksi pada periode tertentu dihadapkan dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan pada periode tersebut. Menurut Belkaoui (2012:230), definisi
tentang laba itu mengandung lima sifat berikut:
1. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi,
yaitu timbulnya hasil dan biaya untuk mendapatkan hasil tersebut.
2. Laba akuntansi didasarkan postulat “periodik” laba itu, artinya
merupakan prestasi perusahaan itu pada periode tertentu.
3. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip revenue yang memerlukan
batasan tersendiri tentang apa yang termasuk hasil.
4. Laba akuntansi memerlukan perhitungan terhadap biaya dalam
bentuk biaya historis yang dikeluarkan perusahaan untuk
mendapatkan hasil tertentu.
20
5. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip matching artinya hasil
dikurangi biaya yang diterima/dikeluarkan dalam periode yang
sama.
2.3 Agency Theory (Teori Keagenan)
Penjelasan mengenai konsep manajemen laba menggunakan
pendekatan teori keagenan yang terkait dengan hubungan atau kontrak
diantara para anggota perusahaan, terutama hubungan atau kontrak
diantara para pemengang perusahaan, terutama hubungan antara pemilik
(principal) dengan manajemen (agent). Jensen dan Meckling (1976)
mendefinisikan hubungan keagenan sebagai sebuah kontrak antara satu
orang atau lebih pemilik (principal) yang menyewa orang lain (agent)
untuk melakukan beberapa jasa atas nama pemilik yang meliputi
pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Michelson
et al (1995) mendefinisikan keagenan sebagai suatu hubungan berdasarkan
persetujuan antara dua pihak, dimana manajemen (agent) setuju untuk
bertindak atas nama pihak lain yaitu pemilik (principal). Pemilik akan
mendelegasikan tanggungjawab kepada manajemen, dan manajemen
setuju untuk bertindak atas perintah atau wewenang yang diberikan
pemilik. Principal dan agent diasumsikan sebagai pihak-pihak yang
mempunyai rasio ekonomi dan dimotivasi oleh kepentingan pribadi.
Sehingga walau terdapat kontrak, agent tidak akan melakukan hal yang
terbaik untuk kepentingan pemilik. Hal ini disebabkan agent juga memiliki
kepentingan memaksimalkan kesejahteraannya. Informasi dalam teori
21
agensi digunakan pengambilan keputusan oleh principal dan agent, serta
mengevaluasi dan membagi hasil sesuai kontrak kerja yang telah disetujui.
Hal ini dapat memotivasi agen untuk berusaha seoptimal mungkin untuk
menyajikan laporan akuntansi sesuai harapan principal sehingga dapat
meningkatkan kepercayaan principal kepada agent (Faozi, 2002).
Dalam hubungan antara agent dan principal, akan timbul masalah
jika terjadi informasi yang asimetri (information asymetry). Scott
(2003:372) menyatakan apabila beberapa pihak yang terkait dalam
transaksi bisnis lebih memiliki informasi daripada pihak lainnya, maka
kondisi tersebut dikatakan sebagai asimetri informasi. Asimetri informasi
dapat berupa informasi yang terdistribusi dengan tidak merata diantara
agent dan principal, serta tidak mungkinnya principal untuk mengamati
secara langsung usaha yang dilakukan oleh agent. Hal ini menyebabkan
agen cenderung melakukan perilaku yang tidak semestinya (disfunctional
behaviour). Salah satu disfunctional behaviour yang dilakukan agent
adalah pemanipulasian data dalam laporan keuangan agar sesuai dengan
harapan principal meskipun laporan keuangan tersebut tidak
menggambarkan kondisi perusahaan yang sebenarnya.
2.4 Perataan Laba
2.4.1 Pengertian Perataan Laba
Perataan laba adalah salah satu hipotesis yang digunakan untuk
menjelaskan manajemen laba. Definisi income smoothing menurut
Beidelman yang dikutip Belkaoui (2012:192) adalah:
22
“Perataan laba yang dilaporkan dapat didefinisikan sebagai pengurangan atau fluktuasi yang disengaja terhadap beberapa tingkatan laba yang saat ini dianggap normal oleh perusahaan. Dalam pengertian ini, perataan laba mencerminkan suatu usaha dari manajemen perusahaan untuk menurunkan variasi yang abnormal dalam laba sejauh yang diizinkan oleh prinsip-prinsip akuntansi dan manajemen yang baik.”
Lebih lanjut lagi Koch (1981) mendefinisikan perataan laba sebagai:
“Income smoothing can be defined as means used by management to diminish the variability of a stream of reported income numbers relative to some perceived target stream by the manipulation of artificial (accounting) or real transactional variables.”
Penelitian yang dilakukan oleh Assih dan Gudono (2000)
mengungkapkan pengertian dari perataan laba sebagai berikut:
“Perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk mengurangi variabilitas laba yang dilaporkan agar mengurangi risiko pasar atas saham perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga pasar perusahaan.”
Setelah melihat pengertian perataan laba diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa perataan laba merupakan tindakan
menormalisasikan laba untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan
untuk mencapai tingkat tertentu yang diinginkan perusahaan atau dianggap
normal oleh perusahaan.
Salah satu teori yang mendasari penelitian perataan laba adalah
Teori Keagenan (agency theory). Jin dan Machfoedz (1998)
mengemukakan bahwa terjadinya praktik perataan laba dipengaruhi oleh
konflik kepentingan antara pihak internal (manajemen) dan pihak eksternal
(pemegang saham, kreditor, dan pemerintah), sehingga pihak-pihak akan
23
berusaha untuk mengoptimalkan kepentingannya terlebih dahulu.
Pertentangan yang dapat terjadi diantara pihak-pihak tersebut adalah:
1. Manajemen berkepentingan meningkatkan kesejahteraannya,
sedangkan pemegang saham berkepentingan meningkatkan
kekayaanya.
2. Manajemen berkeinginan memperoleh kredit sebesar mungkin
dengan bunga rendah, sedangkan kreditur hanya ingin memberi
kredit sesuai dengan kemampuan perusahaan.
Laporan keuangan merupakan media yang digunakan manajemen
untuk memberikan pertanggungjawaban kepada pihak eksternal, seperti
pemengang saham, kreditor, maupun pemerintah. Berkaitan dengan
laporan keuangan, investor lebih cenderung memberikan perhatiannya
terhadap laba. Bagi manajemen seringkali tidak penting untuk melaporkan
laba maksimal dan cenderung melaporkan laba yang dianggap normal bagi
perusahaan untuk beberapa periode. Dalam perataan laba, manajemen
suatu wacana jangka panjang, yaitu menggeser keuntungan saat ini dengan
kemungkinan di masa yang akan datang. Manajer melaporkan laba lebih
rendah ketika laba yang dapat direalisasikan tinggi, dan melaporkan laba
lebih tinggi ketika laba yang didapat direalisasikan lebih rendah.
2.4.2 Tipe Perataan Laba
Assih dan Gudono (2000), menggolongkan income smoothing
kedalam dua tipe, yaitu:
24
a. Perataan alami (natural smoothing), yaitu perataan laba terjadi
akibat proses menghasilkan laba.
b. Perataan laba yang disengaja (intentionally smoothing), perataan
laba yang disengaja merupakan hasil dari artificial smoothing dan
real smoothing.
Artificial smoothing muncul ketika manajemen memanipulasi
waktu pencatatan akuntansi untuk menghasilkan perataan laba. Artificial
smoothing merupakan implementasi penerapan prosedur-prosedur
akuntansi untuk memindahkan beban dan atau pendapatan dari suatu
periode ke periode lain.
Real smoothing muncul ketika manajemen melakuan tindakan
untuk mengendalikan kejadian ekonomi tertentu yang mempengaruhi laba
yang akan datang. Real smoothing mengacu pada transaksi aktual yang
dilakukan atau tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan mengenai
bagaimana pengaruh perataan laba terhadap yang dilaporkan.
2.4.3 Teknik Rekayasa Laba
Foster (1986) mengatakan bahwa unsur-unsur laporan keuangan
yang sering dipakai untuk perataan laba adalah:
1. Unsur Penjualan
a. Unsur pembuatan faktur
Misal: penjualan yang sebenarnya untuk periode yang akan
datang, pembuatan fakturnya dilakukan pada periode ini
dan dilaporkan sebagai penjualan pada periode ini.
25
b. Pembuatan pesanan atau penjualan fiktif
c. Downgrading (penurunan) produk, misalnya, dengan cara
mengklasifikasi produk yang belum rusak ke dalam
kelompok produk yang rusak dan selanjutnya dilaporkan
telah terjual dengan harga lebih rendah dari sebenarnya.
2. Unsur Biaya
a. Pemecahan faktur
Contohnya faktor untuk sebuah pembelian atau pemesanan
dipecah menjadi beberapa pembelian atau selanjutnya
dibuat beberapa faktur dengan tanggal pembelian atau
pesanan dan selanjutnya dibuat beberapa periode
akuntansi.
b. Mencatat biaya dibayar dimuka (prepayment) sebagai
biaya
Contohnya: melapor biaya advertensi dibayar dimuka
untuk tahun depan sebagai biaya advertensi tahun ini.
Wild et al. (2005) menyatakan teknik untuk merekayasa laba dapat
dilakukan degan cara:
1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi dengan
cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgement terhadap
estimasi akuntansi antara lain: estimasi tingkat piutang tak tertagih,
estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva
tidak berwujud, estimasi biaya garansi dan lain-lain, misalnya
26
dengan cara mengubah estimasi kurun waktu depresiasi aktiva
tetap menjadi lebih panjang dari yang seharusnya sehingga biaya
epresiasi menjadi lebih kecil dan dengan begitu laba akan
bertambah.
2. Mengubah metode akuntansi
Contoh: mengubah metode depresiasi aktiva tetap dari metode
straight line ke double declining. Manajer melakukan perubahan
tersebut biasanya pada titik pertemuan antara garis straight line
method dan double declining method sehingga jika manajemen
melakukan perubahan metode akuntansi tersebut maka
mengakibatkan depreciation expense menjadi lebih rendah pada
tahun berikutnya sehingga laba yang didapatkan menjadi lebih
besar.
3. Menggeser periode biaya atau pendapatan
Contoh: rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain:
1) Mempercepat/ menunda untuk promosi sampai periode
akuntansi berikutnya.
2) Mempercepat/ menunda pengeluaran untuk promosi sampai
periode akuntansi berikutnya.
3) Kerjasama dengan vendor untuk mempercepat/ menunda
pengiriman tagihan periode akuntansi berikutnya.
4) Mempercepat/ menunda pengiriman produk ke pelanggan.
27
5) Menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat
laba.
6) Mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak
tepakai.
Jika manajemen melakukan pergeseran biaya atau pergeseran
misalkan dengan cara melakukan penundaan pengeluaran untuk
periode sampai akhir periode untuk menekan biaya sehingga biaya
yang dikeluarkan berkurang atau menjadi lebih sedikit untuk tujuan
tertentu sehingga laba yang dihasilkan akan terlihat menjadi lebih
besar.
2.4.4 Metode pendeteksian Perataan Laba
Adapun metode pendeteksian perataan laba dapat dilakukan
dengan tiga cara, yaitu:
Tabel 2.2
Metode Pendeteksian Perataan Laba
No Nama Peneliti
(Tahun)
Metode Pendeteksian
1 Copeland (1968) 1. Mendapatkan informasi langsung dari
manajemen melalui interview, kuesioner,
dan pengamatan.
2. Menanyakan kepada pihak lain yang
mempunyai hubungan dengan perusahaan
(misal: akuntan publik perusahaan
bersangkutan).
3. Melakukan analisis terhadap laporan
keuangan dan atau kepada lembaga
28
pemerintah (ex-post data)
2 Imhoff (1977) Imhoff menetapkan sales sebagai variabel
independen dengan asumsi bahwa sales bukan
merupakan objek perataan. Imhoff
meregresikan income dan sales berdasarkan
waktu dan dimana:
Income = + (time) dan
Sales = + (time)
Imhoff kemudian menetapkan variabilitas
sebagai ukuran dari R2 untuk setiap regresi
tersebut diatas. Imhoff menentukan
keberadaan perilaku income smoothing
berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
a. Aliran laba yang stabil dan asosiasi yang
lemah antara sales dan income
b. Terdapat suatu aliran income yang stabil
dan aliran sales yang berubah-ubah
3 Eckel (1981) Membandingkan variabilitas laba dengan
variabilitas penjualan, dimana jika kovarian
laba (CV) lebih kecil atau kurang dari
kovarian (CV) penjualan, maka perusahaan
tersebut dikategorikan sebagai Income
smootheers (melakukan income smoothing)
CV∆� < CV∆� = income smoothers
CV∆� > CV∆� = non income smoothers
29
2.4.5 Model Eckel
Dari tiga pendekatan laba, yaitu Copeland (1968), Imhoff (1977),
dan Eckel (1981), yang paling umum dan yang paling banyak digunakan
oleh peneliti dari berbagai negara untuk mengklasifikasikan perusahaan
kedalam kelompok income smoothers (melakukan income smoothing) atau
non-income smoothers adalah model Eckel (1981). Model ini
membandingkan kovarian laba (CV∆�) dengan kovarian penjualan
(CV∆��, mana yang lebih besar. Suatu perusahaan di kategorikan sebagai
income smoothers jika kovarian laba lebih kecil dibandingkan dengan
kovarian penjualan (CV∆� < CV∆�) atau �� ���� ��� ����
� 1, dan sebaliknya
jika (CV∆� > CV∆�) maka dikategorikan sebagai non-income smoothers.
∆�merupakan perubahan laba dalam satu periode, ∆� merupakan
perubahan penjualan/ pendapatan dari satu periode. CV merupakan
koefisien variasi dari variabel, yaitu standar deviasi ∆� atau ∆�dibagi
dengan rata-rata ∆� atau ∆�. Koefisien variasi (coefficient of variation/
CV) dimaksud diatas, untuk penjualan/ pendapatan (sales/revenue) dan
laba (income), dapat dirumuskan sebagai berikut:
CVlaba = ������� ����
CVpenjualan = ������������ ���������
Keterangan:
�Laba = Standar deviasi laba dalam satu periode
30
�Penjualan = Standar deviasi penjualan/ pendapatan dalam
satu periode
x� Laba = Rata-rata laba dalam satu periode
x� Penjualan � Rata-rata penjualan/ pendapatan dalam satu periode
Penggunaan Model Eckel dalam rangka menentukan apakah suatu
perusahaan melakukan praktik income smoothing atau tidak melakukan
income smoothing dalam berbagai penelitian empiris terdahulu adalah
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut:
1. Model Eckel ini telah digunakan oleh peneliti-peneliti terdahulu,
baik diluar negeri maupun di Indonesia.
2. Laba yang digunakan dalam model Eckel ini adalah laba yang
sesungguhnya terjadi atau tidak menggunakan proyeksi laba,
sehingga laba yang digunakan dalam perhitungan ini bersifat
objektif.
3. Penjualan/ pendapatan yang digunakan adalah penjualan/
pendapatan bersih yang sesungguhnya terjadi.
Selain hal-hal tersebut diatas, Ashari dkk (1994) juga mengungkapkan
kelebihan-kelebihan model Eckel, yaitu antara lain:
1. Objektif dan didasarkan pada perhitungan statistik yang dapat
menghasilkan pemisahan yang jelas antar perusahaan perata laba
dan bukan perata laba.
31
2. Tidak tergantung pada prediksi laba, dan pembuatan model yang
diperlukan untuk penetapan laba yang diharapkan, pengujian
biaya, atau pertimbangan subjektif lainnya. Biasanya, pembuatan
model pengharapan.
2.5 Signalling Theory
Informasi merupakan unsur penting bagi invesor dan pelaku bisnis
karena informasi pada hakikatnya menyajikan keterangan, catatan atau
gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa
yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan. Informasi
yang lengkap, relevan, akurat, dan tepat waktu sangat diperlukan oleh
investor di pasar modal sebagai analisis untuk mengambil keputusan
investasi.
Menurut Jogiyanto (2010:392), informasi yang dipublikasikan
sebagai suatu pengumuman akan memberikan sinyal bagi investor dalam
pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut bernilai
positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman
tersebut diterima oleh pasar. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya
perubahan volume perdagangan saham. Pada waktu diumumkan dan
semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar
terlebih dahulu menginterpresentasikan dan menganalisis informasi
tersebut sebagai sinyal baik (good news) atau sinyal buruk (bad news). Jika
pengumuman informasi tersebut sebagai sinyal yang baik bagi investor,
maka terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham. Signalling
32
Theory menurut Gitman (2009:572): “A financing action by management
that is believed to reflect its view of the firm’s stock value.”
Akan tetapi pada hakikatnya, signalling theory ini tidak hanya
selalu berasal dari corporate action, bahkan tidak hanya ada dalam ilmu
ekonomi saja. Oleh karena itu, signalling theory yang digunakan dalam
penelitian ini lebih mengarah kepada suatu pertanda yang dapat ditangkap
oleh para inestor mengenai berbagai informasi yang relevan yang masuk
ke pasar modal. Pertanda tersebut dapat berupa positif maupun negatif.
Apabila positif maka investor akan tertarik untuk berinvestasi didalam
pasar modal tersebut, dan sebaliknya jika pertanda negatif dapat membuat
investor beralih kepada investee yang lebih menguntungkan.
2.6 Pasar Efisien
Didalam suatu pasar modal akan banyak sekali informasi yang
masuk, baik dari dalam (intern) emiten, maupun dari kondisi eksternal
emiten. Informasi dari dalam emiten misalnya adalah corporate action
(pengumuman pembagian dividen, stock-split, penerbitan laporan
keuangan, dll). Sedangkan informasi dari luar emiten, misalnya adalah
penetapan regulasi baru dari pemerintah, tingkat inflasi, nilai tukar Rupiah
terhadap mata uang asing (khususnya Dollar Amerika), harga komoditas
global seperti minyak mentah, dll. Informasi-informasi tersebut dapat
mempengaruhi harga saham emiten tersebut di bursa efek. Apabila pasar
bereaksi dengan cepat dan akurat untuk mencapi harga keseimbangan baru
33
yang sepenuhnya mencerminkan informasi yang tersedia, maka kondisi
pasar seperti ini disebut dengan pasar efisien.
Definisi pasar efisiensi menurut Beaver (1989) dalam Hartono
(2008:7) adalah hubungan antara harga-harga sekuritas dengan informasi.
Pasar efisien yang ditinjau dari sudut informasi saja disebut pasar
informasi (informationally efficient market). Sedangkan, pasar efisien yang
ditinjau dari sudut kecanggihan para pelaku pasar dalam mengambil
keputusan berdasarkan informasi yang tersedia disebut efisiensi pasar
secara keputusan (decisionally efficient market).
2.6.1 Efisiensi Bentuk Lemah (Weak Form)
Jika harga-harga dari sekuritas tercermin secara penuh (fully
reflect) terhadap informasi masa lalu. Investor tidak dapat menggunakan
informasi masa lalu tersebut untuk mendapatkan keuntungan yang tidak
normal.
2.6.2 Efisiensi Bentuk Semi Kuat (Semistrong Form)
Jika harga-harga dari sekuritas secara penuh mencerminkan (fully
reflect) semua informasi yang dipublikasikan (all publicly available
information) termasuk informasi-informasi yang berada dalam laporan
keuangan perusahaan. Menurut Hirschey (2001):
“According to the semi-strong hypotesis, anything you read in the newspaper, hear on television, or see on the internet is already reflected in stock and bond prices.”
Dalam pasar ini tidak ada investor atau grup dari investor yang
dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan untuk mendapatkan
34
keuntungan tidak normal dalam jangka waktu yang lama. Reaksi pasar
ditunjukkan dengan adanya perubahan harga dari sekuritas yang
bersangkutan. Reaksi ini dapat diukur dengan menggunakan return
sebagai nilai perubahan harga saham atau dengan menggunakan abnormal
return.
2.6.3 Efisiensi Bentuk Kuat (Strong Form)
Jika harga-harga dari sekuritas secara penuh mencerminkan (fully
reflect) semua informasi yang dipublikasikan (all publicly available
information) dan informasi-informasi privat (nonpublic information).
Dalam pasar ini tidak ada investor atau grup investor yang memperoleh
keuntungan tidak normal karena mempunyai informasi privat.
Seni pokok dalam gagasan pasar efisien adalah bahwa semua
partisipan pasar mengetahui informasi publik karena informasi yang
terkandung dalam laporan arus kas bertujuan untuk dipublikasikan. Jika
seperangkat informasi secara luas diketahui oleh partisipan pasar (publik)
pada saat yang sama, jika mereka sepakat dengan implikasi tersebut
terhadap harga saham, persaingan akan menggerakan harga pada pasar
tersebut. Ini berarti bahwa para investor hanya bisa berharap untuk
mendapatkan keuntungan atas saham yang seimbang dengan risikonya.
Sehubungan dengan informasi akuntansi, seseorang tidak bisa
mengharapkan pasar bereaksi kecuali informasi tersebut berguna.
35
2.7 Return Saham dan Abnormal Return
Return saham merupakan pendapatan yang diperoleh pemegang
saham sebagai hasil dari investasinya di suatu perusahaan setelah jangka
waktu tertentu. Return saham dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Rit = �����������
Keterangan:
Rit = Return sesungguhnya perusahaan i pada hari t
Pt = Harga saham perusahaan i pada hari t
Pt-1 = Harga saham perusahaan i pada hari t-1
Menurut Jogiyanto (2010:107) return dapat berupa return
realisasian (realized return) yang sudah terjadi yang dihitung berdasarkan
data historis atau return ekspektasian (expected return) yang belum terjadi
tetapi yang diharapkan akan terjadi dimasa mendatang. Abnormal return
(excess return) merupakan kelebihan return yang sesungguhnya terjadi
terhadap return normal. Return normal merupakan return ekspektasi atau
return yang diharapkan oleh investor. Dengan demikian abnormal return
adalah selisih antara return sesungguhnya terjadi dengan return
ekspektasi. Return ekspektasi dapat diestimasi menggunakan 3 model
yaiut: mean adjusted model, market model, dan market adjusted model.
Abnormal Return dihitung dengan menggunakan model sesuaian
pasar (Market Adjusted Model) dimana pada model ini menganggap bahwa
penduga terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return
36
indeks pasar. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan nilai return yang
diharapkan saham ke-i untuk hari ke t akan menggunakan rumus:
E(Rit) = (IHSG – IHSGt-1) / IHSGt-1
Keterangan:
E(Rit) = return yang dihrapkan saham ke-1 untuk hari ke-t
IHSGt-1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari t-1
IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari ke t
Setelah melakukan perhitungan abnormal return, lalu melakukan
penjumlahan return tidak normal hari sebelumnya di dalam periode
peristiwa untuk masing-masing sekuritas atau disebut dengan cumulative
abnormal return (CAR). Cumulative Abnormal Return diukur dengan
satuan persen yang bertujuan untuk menyetarakan saham-saham yang
diteliti.
2.8 Cumulative Abnormal Return
Cumulative Abnormal Return (CAR) atau disebut juga dengan
Akumulasi Return Tidak Normal (ARTN) yang menunjukkan reaksi pasar
terhadap laporan keuangan yang dipublikasikan. CAR ini diukur dengan
menggunakan rumus:
CARitt(t1, t2) = ∑ARit
ARit= Rit - Rmt
Keterangan:
CARitt(t1,t2) = CAR perusahaan I selama periode jendela ± 1 hari
dari tanggal publikasi laporan keuangan tahunan
37
ARit = Abnormal return perusahaan I pada hari t
Rit = Return sesungguhnya perusahaan I pada hari t
Rmt = Return pasar pada hari t
2.9 Kerangka Pemikiran
Berawal dari adanya teori keagenan (agency theory) antara
principal (pemilik) dan agent (manajemen) yang menimbulkan adanya
perbedaan kepentingan diantara keduanya. Perbedaan kepentingan terjadi
karena baik principal maupun agent bertujuan untuk memaksimumkan
kepentingannya masing-masing, sehingga hal ini menyebabkan munculnya
asimetric informasi di antara keduanya. Manajemen sebagai pengelola
perusahaan tentunya lebih banyak mengetahui mengenai kondisi
perusahaan dibandingkan dengan pemegang saham. Keberadaan asimetri
informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. Dalam akuntansi
terdapat konsep akrual. Konsep akrual ini dapat mendorong manajemen
melakukan manajemen laba (Rahmawati, 2006).
Menurut Subramanyam (2008:121) salah satu strategi dari
manajemen laba adalah perataan laba (income smoothing). Menurut
strategi ini, manajer meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan
untuk mengurangi fluktuasinya. Perataan laba juga mencakup tidak
melaporkan bagian laba pada periode yang baik dengan menciptakan
cadangan atau earning banks dan selanjutnya melaporkan earning banks
pada saat kinerja perusahaa buruk.
38
Signal Theory dalam Wahyuningsih (2007) bahwa manajemen
mempunyai informasi akurat mengenai nilai perusahaan yang tidak
diketahui oleh investor luar, sehingga jika manajemen menyampaikan
suatu informasi ke pasar makan informasi tersebut akan direspon oleh
pasar sebagai suatu sinyal adanya peristiwa tertentu yang dapat
mempengaruhi nilai perusahaan. Informasi yang disampaikan oleh
manajemen perusahaan tersebut dapat berupa laporan keuangan.
Belkaoui (2012:192) menerangkan bahwa perataan laba dapat
dipandang sebagai upaya yang sengaja dilakukan untuk menormalkan laba
dalam rangka mencapai kecenderungan tingkat laba yang diinginkan.
Untuk melakukan tindakan perataan laba, manajemen melakukan tindakan
yang dapat meningkatkan laba yang dilaporkan ketika laba itu rendah dan
menurunkan laba ketika laba tersebut relatif tinggi.
Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba
di Indonesia dilakukan oleh Beza dan Naim (1998) yang meneliti tentang
informasi yang terkandung dalam pengumuman laba atas volume
perdagangan saham menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan dalam
volume saham secara signifikan setelah pengumuman laba tahunan jika
dibandingkan dengan sebelum pengumuman laba tahunan. Kemudian
penelitian yang dilakukan oleh Subekti (2005) menyimpulkan bahwa
proksi reaksi pasar yang berbeda yaitu abnormal return dan volume
perdagangan saham hasil penelitian juga menghasilkan kondisi yang tidak
39
berbeda. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis
merumuskan gambaran kerangka pemikiran sebagai berikut:
Asimetric Information
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Perusahaan Manufaktur Terdaftar di BEI
PrincipalAgency Theory
Agent
Signal Theory
Income Smoothing
Reaksi Pasar
Publikasi Laporan Keuangan Tahunan
40
2.10 Perumusan Hipotesis
2.10.1 Hubungan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar
Informasi laba memiliki manfaat dalam menilai kinerja
manajemen, membantu mengestimasi kemampuan laba dan menaksir
risiko dalam investasi. Berhasil atau tidaknya suatu perusahaan pada
umumnya ditandai dengan kemampuan manajemen dalam memperoleh
laba. Informasi akuntansi keuangan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah informasi laba yang merupakan informasi akuntansi yang terdapat
dalam laporan keuangan suatu perusahaan.
Ukuran yang seringkali digunakan untuk menentukan sukses atau
tidaknya manajemen perusahaan adalah laba yang diperoleh perusahaan.
Berhasil atau tidaknya suatu perusahaan pada umumnya ditandai dengan
kemampuan manajemen dalam melihat kemungkinan dan kesempatan di
masa yang akan datang baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Investor tertarik pada hal yang menyangkut laba yang menjadi hak nya
yaitu seberapa banyak laba yang diinvestasikan kembali. Informasi tentang
laba atau penghasilan (income) merupakan indikator utama investor dalam
memilih perusahaan tempat mereka berinvestasi. Karena investor lebih
tertarik dengan perusahaan yang memiliki laba yang relatif stabil, maka
hal ini mendorong manajemen untuk melakukan tindakan perataan laba.
Pada penelitian terdahulu Zhemin dan Thomas (1994) yang
dalam Harahap (2004) menyatakan bahwa investor lebih menyukai laba
yang rata karena mengurangi risiko dan hasil penelitian mereka
41
menyatakan bahwa koefisien respon laba berhubungan positif dengan
perataan laba. Agustiningsih (2009) dalam penelitiannya mengenai
pengaruh income smoothing terhadap keinformatifan laba memberikan
bukti empiris bahwa perusahaan yang lebih banyak melakukan income
smoothing maka laba di masa depan tercermin dari harga sahamnya saat
ini daripada perusahaan yang lebih sedikit melakukan income smoothing.
Dwiatmini dan Nurkholis (2001) dalam penelitiannya mengenai
reaksi pasar terhadap informasi laba menemukan bahwa angka-angka
berguna bagi investor untuk memperkirakan nilai investasinnya pada
perusahaan emiten selain itu juga ditemukan terjadinya reaksi pasar
walaupun laba tersebut telah dimanipulasi. Kemudian dengan adanya
perataan laba tersebut dapat menimbulkan reaksi pasar pada saat
pengumuman laba perusahaan. Reaksi tersebut ditunjukkan dengan adanya
perubahan harga saham di pasar modal yang diukur dengan menggunakan
cummulative abnormal return. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
ukuran cummulative abnormal return karena perataan laba memiliki
kandungan informasi yang mempengaruhi pengambilan keputusan
investasi para investor. Karena itu, hipotesis yang akan diuji dalam
penelitian ini adalah perataan laba yang berpengaruh terhadap reaksi pasar.
penelitian ini dilakukan untuk meneliti pengaruh variabel X (perataan
laba) terhadap variabel Y (reaksi pasar terhadap cumulative abnormal
return saham). Maka hipotesis yang diterapkan peneliti dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
42
H0= Perataan laba tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
reaksi pasar.
Ha= Perataan laba yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap reaksi
pasar.
Recommended