View
17
Download
4
Category
Preview:
DESCRIPTION
jinij
Citation preview
REFERAT
Pengobatan Epilepsi
Oleh
Ramdhan Gautama
06.55351.00294.09
Pembimbing
dr. Yetti O. Hutahaean, Sp. S
Laboratorium / SMF Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2011
DAFTAR ISI
Pendahuluan .................................................................................................................................... 3
Isi
Monitoring terapi OAE ................................................................................................. 4
Memulai terapi OAE ..................................................................................................... 4
Kombinasi OAE ............................................................................................................... 5
Pembagian OAE .............................................................................................................. 5
Withdrawl OAE ............................................................................................................... 10
Tapering OAE ................................................................................................................... 10
Daftar Pustaka ................................................................................................................................ 13
BAB I
PENDAHULUAN
Pengobatan epilepsi bertujuan untuk mengendalikan serangan epilepsi, dengan
cara pemberian obat anti-epilepsi (OAE) yang tepat, dalam dosis yang memadai, tanpa
menimbulkan efek samping atau gejala-gejala toksik serta tanpa mengurangi prestasi
penderita. Namun demikian perlu diketahui, bahwa penanganan epilepsi tidak mudah
dan sering tidak member hasil yang memusakan. Bahkan pengobatan epilepsi dengan
obat-obat antiepilepsi termasuk salah satu yang paling sukar di bidang kedokteran
( Maher, 2002 cit Lahdjie, 2010).
Tujuan optimal pengobatan adalah menyembuhkan atau paling tidak membatasi
gejala-gejala dan mengurangi efek samping pengobatan. Pada sindrom epileptik atau
penyakit epilepsi, bila kelainan struktural, metabolik, atau endokrin yang dapat
disembuhkan tidak dijumpai, maka tujuan pengobatan adalah memperbaiki kualitas
hidup penderita dengan menghilangkan atau mengurangi frekuensi tanpa menimbulkan
efek samping yang tidak dikehendaki (Harsono, 2005 cit Lahdjie, 2010).
BAB II
ISI
Obat anti epilepsi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu OAE generasi lama dan
generasi baru. OAE diperkirakan dapat mengontrol kejang pada 75% penderita. Prinsip
terapi OAE adalah untuk mendapatkan efek pengendalian kejang yang semaksimal
mungkin dengan efek samping yang minimal atau bahkan tanpa munculnya efek
samping (WHO, 2006 cit Lahdjie, 2010).
Pengobatan untuk epilepsi bersifat jangka panjang, didasarkan atas pemberian
OAE yang sebenarnya memiliki potensial toksik. Dengan demikian, setiap kali
memutuskan untuk memberikan OAE kepada penderita epilepsi, hal-hal berikut ini
harus diperhatikan ialah risk-benefit ratio yang harus selalu dievaluasi terus-menerus,
penggunaan OAE harus sehemat mungkin dan sedapat mungkin dalam jangka waktu
yang lebih pendek, dan memilih obat yang paling spesifik untuk jenis bangkitan yang
akan diobati (Harsono, 2007 cit Lahdjie, 2010).
Monitoring terapi OAE
Pemantauan kadar OAE dalam serum harus dilakukan dengan manfaat untuk
mengevaluasi kepatuhan penderita minum obat, menilai faktor farmakokinetika dan
farmakodinamika, yang mungkin dapat memberi sumbangan dalam hal terjadinya
kegagalan terapi, untuk mengidentifikasi kadar obat yang efektif, dengan demikian
dapat mengenali perubahan-perubahan di kemudian hari yang mungkin berupa
munculnya serangan ulang atau efek samping, untuk menentukan obat apa yang
bertanggung jawab atas munculnya efek toksik apabila dipergunakan obat lebih dari
satu macam. Pada kenyataannya hal ini sulit dilakukan dikarenakan fasilitas
laboratorium, dan mahalnya biaya pemeriksaan. Meskipun pada dasarnya pemeriksaan
kadar OAE sangat dianjurkan ( Harsono, 2005 cit Lahdjie, 2010).
Memulai terapi OAE
Dalam strategi pengobatan epilepsi, untuk mencapai hasil terapi yang optimal
perlu diperhatikan ialah pengobatan awal harus dimulai dengan obat tunggal. Obat
perlu dimulai dengan dosis kecil dan dinaikkan secara bertahap sampai efek terapi
tercapai atau timbul efek samping yang tidak dapat ditoleransi lagi oleh pasien. Interval
penyesuaian dosis tergantung dari obat yang digunakan. Sebelum penggunaan obat
kedua sebagai pengganti, bila fasilitas laboratorium memungkinkan, sebaiknya kadar
obat dalam plasma diukur. Bila obat telah melebihi kadar terapi sedangkan efek terapi
belum tercapai atau efek toksik telah muncul maka penggunaan obat pengganti
merupakan keharusan. Obat pertama harus diturunkan secara bertahap untuk
menghindarkan status epileptikus. Bilamana dianggap perlu terapi kombinasi masih
dibenarkan (Utama,et al, 2007 cit Lahdjie, 2010).
Kombinasi terapi OAE
Kombinasi OAE dipakai apabila monoterapi telah dicoba. Apabila kombinasi dua
macam obat lini pertama tidak menolong, obat yang mempunyai efek lebih besar dan
efek samping lebih kecil tetap diteruskan, sementara obat yang lain diganti dengan obat
dari kelompok lini kedua. Apabila obat lini kedua tersebut efektif, dipertimbangkan
untuk menarik obat pertama. Sebaliknya, obat lini kedua tersebut harus dihentikan
apabila ternyata tidak juga efektif. Apabila upaya tersebut di atas gagal, kasus tersebut
mungkin tergolong dalam epilepsi refrakter, kasus epilepsi yang sulit disembuhkan.
Berbagai obat OAE dapat terus dicoba pada kasus itu, atau dipertimbangkan untuk
tindakan bedah.
Penggantian OAE pertama dilakukan jika serangan terjadi kembali meskipun
OAE pertama sudah diberikan dengan dosis maksimal yang dapat ditoleransi, maka
obat antiepilepsi kedua harus segera dipilih dan jika terjadi reaksi obat pertama baik
efek samping, reaksi alergi ataupun efek merugikan lainnya yang tidak dapat ditoleransi
pasien.
Terapi dengan obat yang kedua harus dimulai dengan gambaran sebagai berikut:
pertama, dosis dari obat kedua harus dititrasi sampai pada rentang dosis yang
direkomendasikan. Obat yang pertama harus diturunkan secara bertahap selama 1-3
minggu. Setelah obat yang pertama diturunkan, dosis obat kedua (monoterapi) harus
dinaikkan sampai serangan terkontrol atau dengan efek samping yang minimal. Proses
ini harus dilanjutkan sampai monoterapi dengan dua atau tiga obat primer gagal.
Setelah proses tersebut dilakukan baru politerapi dipertimbangkan (Wibowo, dkk, 2008
cit Lahdjie, 2010).
Pembagian OAE
Mekanisme kerja obat antiepilepsi sendiri menghambat proses inisiasi dan
penyebaran kejang. Meskipun pada umumnya obat anti epilepsi lebih cendrung bersifat
membatasi proses penyebaran kejang dibandingkan proses inisiasi (letupan potensial
aksi frekuensi tinggi yang melibatkan peranan kanal ion Ca++ dan Na+ serta
hiperpolarisasi yang dimediasi oleh reseptor GABA atau kanal ion K+). Dengan demikian
secara umum ada dua mekanisme kerja yaitu peningkatan inhibisi (GABA nergik) dan
penurunan eksitasi yang kemudian memodifikasi konduksi ion: Na+, Ca+, K+, dan Cl- atau
aktifitas neurotransmitor (Utama,et al, 2007 cit Lahdjie, 2010).
Obat-obat anti epilepsi lini pertama antara lain:
a) Fenitoin : Fenitoin merupakan obat antiepilepsi non sedatif tertua yang
dikenal dengan difenilhidantoin (DPH). Mekanisme kerjanya menghambat
kanal Na+. Biasanya digunakan untuk kejang parsial dan tonik-klonik umum,
dan pada akhir-akhir ini efektif terhadap serangan primer atau sekunder.
Efek Samping : nistagmus, kehilangan kemampuan ekstraokular yang
mengikuti gerakan mata, diplopia, hiperplasia ginggiva dan hirsutisme, kulit
dan muka menjadi kasar,osteomalasia, megaloblastik anemia (Katzung, 2008
cit Lahdjie, 2010).
Dosis : untuk dewasa dimulai dengan 100-200 mg/hari, dan untuk anak
dimulai dengan 5 mg/kg. Dosis pemeliharaan untuk dewasa adalah 100-300
mg-hari dan untuk anak-anak adalah 4-8 mg/kg. Obat dapat diberikan 1-2
kali/hari. Kadar obat efektif dalam serum berkisar antara 40-80 umol/L
(Shorvon, 2000; Rho dan Sankar, 1999 cit Lahdjie, 2010).
b) Fenobarbital : Obat epilepsi yang paling aman. Mekanisme kerja potensiasi
efek GABA pada GABA reseptor, banyak digunakan kejang pada bayi, tonik-
klonik umum (termasuk mioklonus dan lena) bangkitan parsial.
Efek Samping : (pada anak) terjadi aktivitas hiperkinetik paradoks, sedasi,
nistagmus,ataxia, megaloblastik anemia (Katzung, 2008 cit Lahdjie, 2010).
Dosis : Untuk dewasa diawali dengan 30 mg/hari, dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 30-180 mg/hari. Untuk anak, dosis pemeliharaan adalah 3-8
mg/hari dan untuk neonatus berkisar antara 3-4 mg/hari. Obat diberikan 1-2
kali/hari. Kadar efektif dalam serum berkisar antara 40-170 umol/L
(Shorvon, 2000; Rho dan Sankar, 1999; Rogawski dan Porter, 1990 cit
Lahdjie, 2010).
c) Karbamazepin : Pada awalnya dipasarkan untuk pengobatan neuralgia
trigeminal kini dapat digunakan untuk mengobati bangkitan parsial dan jenis
tertentu bangkitan umum. Mekanisme kerjanya menghambat kanal Na+
(Katzung, 2008 cit Lahdjie, 2010).
Efek Samping : Efek samping kardiovaskular paling sering terjadi pada
pendeita lanjut usia (lansia), efek samping dermatologik berupa ruam ringan
(sekitar 3%). sampai dermatitis eksfoliativa, nekrolisis epidermal toksika,
systemic lupus erythematosus, dan sindrom Steven-Johnson (Greist, 1999;
Foldvary dan Wyllie, 1999 cit Lahdjie, 2010).
Dosis : Dosis awal adalah 100 mg, diberikan pada malam hari. Dosis
pemeliharaan adalah antara 400-1600 mg/hari, dengan dosis maksimum
2400 mg/hari. Dosis pemeliharaan untuk anak adalah umur < 1 tahun 100-
2000 mg; 1-5 tahun 200-400 mg; 5-10 tahun 400-600 mg; dan 10-15 tahun
600-1000 mg. Untuk anak-anak dapat dipakai dosis sebagai berikut, 10-40
mg/kg/hari. Dosis pemeliharaan individual secara optimal akan ditentukan
oleh reaksi klinis; dengan demikian perkembangan klinis harus diperhatikan
secara teliti (Greist, 1999; Foldvary dan Wyllie, 1999 cit Lahdjie, 2010).
d) Klonazepam : Mekanisme kerja klonazepam pada GABA resptor . Biasanya
digunakan untuk absence, antiepilepsi yang paling kuat (Katzung,2008).
Dapat pula pilihan untuk mioklonus, dan sering digunakan pula untuk
epilepsi umum maupun epilepsi parsial (Harsono, 2007 cit Lahdjie, 2010).
Efek Samping : drowsy, letargy, inkoordinasi otot, dysatria, dizziness, agresif,
hiperaktif, iritable (Katzung, 2008 cit Lahdjie, 2010).
Dosis : Dosis awal adalah 0,25 mg/hari. Dosis pemeliharaan antara 0,5- 4 mg
(dewasa), 1 mg (anak di bawah 1 tahun), 1-2 mg (anak 1-5 tahun), 1-3 mg
(anak 5-12 tahun). Dosis yang lebih tinggi dapat diberikan, bergantung pada
keadaan klinis penderita. Klonazepam dapat diberikan sekali sehari atau dua
kali sehari (Shorvon, 2000; Rho dan Sankar, 1999; Rogawski dan Porter,
1990 cit Lahdjie, 2010).
e) Asam valproat : mekanisme kerjanya meliputi menghambat kanal Na,
menghambat kanal Ca, Menurunkan metabolisme GABA di Gabaergik neuron.
Digunakan untuk absence, kejang tonik-klonik (Katzung, 2008). Valproat
digunakan untuk mioklonus dan lena, sebagai drug of choice, dan juga untuk
bangkitan parsial, sindrom Lennox-Gastaut, sindrom epilepsi pada anak, dan
kejang demam (Harsono, 2007 cit Lahdjie, 2010).
Efek Samping : mual, muntah, rasa terbakar di ulu hati, tremor halus pada
dosis tinggi, efek teratogenik pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat ini
( Katzung, 2008 cit Lahdjie, 2010).
Dosis : Dosis awal adalah 400-500 mg/hari (dewasa), 20 mg/kg BB (anak <
20 kg), 40 mg/kg (anak > 20 kg). Dosis pemeliharaan adalah sebagai berikut:
500-2500 mg/hari (dewasa), 20-40 mg/kg/hari (anak, 20 kg), 20-30
mg/kg/hari (anak > 20 kg). Untuk anak tidak dianjurkan bentuk slow-
release. Obat dapat diberikan 2-3 kali/hari (Shorvon, 2000; Rho dan Sankar,
1999; Rogawski dan Porter, 1990 cit Lahdjie, 2010).
Obat-obat anti epilepsi lini kedua antara lain:
a) Felbamat : Felbamat sempat ditarik dari pasaran di AS karena efek anemia
aplastik. Digunakan pada pasien kejang parsial (Katzung, 2008 cit Lahdjie,
2010).
Efek Samping : insomnia, mual, penurunan nafsu makan, penurunan berat
badan, lelah, ataksia, letargi, dan dizziness. Data klinik menunjukkan bahwa
pemberian felbamat dihentikan pada 12% penderita epilepsi dewasa karena
efek samping tersebut.
Dosis : Dosis awal adalah 1200 mg/hari (dewasa) dengan dosis terbagi 3
atau 4 dan kemudian dapat dinaikkan menjadi 2400-3600 mg/hari dalam
waktu satu minggu. Dosis pada anak adalah 15 mg/kg/hari. Dosis
pemeliharaan antara 1200-3600 mg/hari (dewasa) dan 45-80 mg/kg/hari
(anak) (Shorvon, 2000; Marson, dkk, 1996; Patsalon, 1993 cit Lahdjie, 2010).
b) Gabapentin : Gabapentin analog dengan GABA. Mekanisme kerjanya GABA
agonis sentral. Digunakan pada pasien kejang parsial dan kejang umum tonik
klonik dalam dosis tinggi (Katzung,2008). Tidak boleh digunakan pada anak
berusia kurang dari 12 tahun dan pada pasien yang memiliki gangguan fungsi
ginjal.
Efek Samping : Ataksia, pusing, sakit kepala, somnolen, tremor (Utama,et al,
2007 cit Lahdjie, 2010).
Dosis : Dosis awal adalah 300 mg/hari, dosis pemeliharaan 900-4800
mg/hari. Gabapentin dapat diberikan 2-3 kali/ hari. Dosis untuk anak adalah
15-30 mg/kg/hari. Dosis pemeliharaan invidual optimal ditentukan oleh
perkembangan klinis, dosis awal yang rendah dapat mengurangi
kemungkinan ataksia atau rasa mengantuk (Taylor, dkk, 1998 cit Lahdjie,
2010).
c) Lamotrigin : Mekanisme kerjanya melalui menghambat kanal Na+, Ca+ dan
mencegah pelepasan neurotransmiter glutamat dan aspartat. Digunakan
pada pasien bangkitan parsial, bangkitan lena dan mioklonik.
Efek Samping : Kulit kemerahan (bila kombinasi dengan valproat), pusing,
sakit kepala, diplopia dan somnolen, tidak boleh digunakan pada anak
berusia kurang dari 12 tahun (Utama,et al, 2007 cit Lahdjie, 2010).
Dosis : Dosis awal adalah 12,5-25 mg/hari; dosis pemeliharaan antara 100-
200 mg, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan valproat, 200-
400 mg bila dikombinasi dengan obat yang menginduksi enzim. Lamotrigin
diberikan 2 kali sehari. Di samping itu, ada yang menyarankan bahwa bila
lamotrigin dikombinasikan dengan valproat maka dosisnya adalah 25
mg/hari selama 2 minggu kemudian 50 mg/hari selama 2 minggu, akhirnya
dinaikkan secara bertahap sampai 150 mg dua kali sehari. Bila
dikombinasikan dengan karbamazepin, fenitoin, fenobarbital atau pirimidon
maka dosis awal lamotrigin adalah 50 mg dua kali sehari, kemudian
dinaikkan sampai 100-200 dua kali sehari. Pada anak, bila dikombinasikan
dengan valproat maka dosis awalnya adalah 0,5 mg/kg/hari dan dosis
pemeliharaan adalah 1-5 mg/kg/hari. Bila dikombinasikan dengan
karbamazepin, fenitoin, fenobarbital, atau pirinidon, maka dosis awalnya
adalah 2 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan antara 5-15 mg/kg/hari.
Sementara itu, dosis pemeliharaan individual akan ditentukan oleh
perkembangan klinis penderita (Shorvon, 2000; Walker dan Sanders, 1996
cit Lahdjie, 2010).
d) Okskarbazepin : Obat yang masih berhubungan dekat dengan karbamazepin
dan digunakan untuk tipe kejang yang sama (Katzung, 2008 cit Lahdjie,
2010).
Efek Samping : Mirip dengan efek samping pada karbamazepin walaupun
frekuensi dan beratnya efek samping lebih rendah. Efek samping yang terkait
dengan dosis meliputi rasa lelah, nyeri kepala, dizziness, ataksia, peningkatan
berat badan, alopesia, nausea, dan gangguan gastro-intestinal (Shorvon, 2000
cit Lahdjie, 2010).
Dosis : Dosis awal adalah 600 mg/hari. Tingkat titrasi adalah 600
mg/minggu. Dosis pemeliharaan yang biasa diberikan adalah 900-2400
mg/hari. Obat ini diberikan 2 kali/hari (Shorvon, 2000 cit Lahdjie, 2010).
e) Topiramat : Topiramat lebih dipilih untuk menolong penderita epilepsi yang
termasuk kualifikasi “berat” termasuk sindrom Lennox-Gastaut (Buck, 2001;
Kellet, dkk, 1999 cit Lahdjie, 2010).
Efek Samping : Meliputi ataksia, gangguan konsentrasi, bingung, dizziness,
rasa lelah, parastesia ekstremitas, mengantuk, gangguan memori, depresi,
agitasi dan kelambanan bicara (Shorvon, 2000; Buck, 2001; Kellet, dkk, 1999
cit Lahdjie, 2010).
Dosis : Dosis awal adalah 25-50 mg/hari (dewasa), 0,5-1 mg/kg/hari (anak).
Dosis pemeliharaannya adalah 200-600 mg/hari (dewasa). dan 9-11
mg/kg/hari (anak). OAE ini diberikan 2 kali/hari (Shorvon, 2000 cit Lahdjie,
2010).
Withdrawl OAE
Penghentian pengobatan epilepsi dapat dilakukan apabila penderita bebas dari
serangan dalam jangka waktu tertentu, konsep penghentian obat minimal 2 tahun
terbebas serangan pada umumnya dapat diterima oleh kalangan praktisi, penghentian
obatpun dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan keadaan klinis penderita
(Harsono, 2005). Dan konsep ini juga dapat menggambarkan kesembuhan adalah bebas
serangan (remisi terminal) setelah melakukan pengobatan OAE minimal 2 tahun
(Gilliam, 2001 cit Lahdjie, 2010).
Sekitar 70% anak-anak dan 60% dewasa yang epilepsinya terkontrol dengan
OAE dapat menghentikan pengobatan. Penghentian pengobatan dapat dilakukan jika
memenuhi syarat:
1. bebas kejang selama 2-5 tahun dengan penggunaan OAE (rata-rata 3,5 tahun)
2. hanya memiliki satu tipe kejang epilepsi parsial (parsial sederhana atau
kompleks parsial atau kejang umum sekunder tonik-klonik) atau satu tipe kejang
umum primer tonik-klonik
3. pemeriksaan neurologis normal atau normal IQ
4. rekaman EEG normal (Gilroy, 2000 cit Lahdjie, 2010).
Penghentian pengobatan OAE harus selalu dipertimbangkan, karena OAE
mempunyai resiko timbulnya efek samping seperti dizziness, fatique, dan kesulitan
membangkitkan memori. Juga adanya efek teratogenik bagi maternal yang
mendapatkan OAE meski belum diketahui mekanismenya. Pertimbangan biaya yang
terus meningkat perlu dipertimbangkan untuk kontinuitas pengobatan epilepsi. Serta
efek psikologis penderita yang kadang masih merasa kondisi tubuhnya harus
bergantung terhadap OAE (Britton, 2002).
Tapering OAE
Dalam tapering OAE dikenal 2 cara yang digunakan, yaitu :
1. Rapid tapering
- Dilakukan selama 6 minggu dengan penurunan dosis OAE 25% setiap 2
mingggu.
- Dilakukan selama 1 bulan dengan penurunan dosis OAE 25% setiap 10 hari.
2. Slow tapering
- Dilakukan selama 9 bulan dengan penurunan dosis OAE 25% setiap 3 bulan.
- Dilakukan selama 6 bulan dengan penurunan dosis OAE 25% setiap 2 bulan
(Mathew, 2008).
Dalam berbagai penelitian, tapering OAE dilakukan ketika penderita telah
mencapai target bebas bangkitan. Dan cara melakukan tapering yang umum digunakan
adalah dengan membagi periode tapering ke dalam 3 rentang waktu yang seimbang,
yaitu setiap 2 minggu untuk kelompok periode tapering 6 minggu dan setiap 3 bulan
untuk kelompok periode tapering 9 bulan. Dimana dosis OAE yang digunakan selama
tapering diseduaikan dengan sediaan yang ada di pasaran. Jika penderita mendapatkan
dua atau lebih OAE, maka obat ditapering dengan rentang waktu yang sama untuk
setiap jenis obat. Namun apabila didapatkan OAE golongan barbiturat, maka golongan
tersebut merupakan yang terakhir ditapering (Tennison, 2011).
Tapering OAE sebaiknya dilakukan di rentang waktu yang sesuai dan nyaman
bagi penderita, keluarga, jadwal sekolah, dan juga dokter yang menangani. Perkiraan
waktu untuk melakukan tapering adalah :
- Lebih baik dilakukan pada saat liburan sekolah agar orang tua mudah
memberikan pengawasan.
- Sebelum penderita belajar mengemudi agar mendapatkan waktu bebas obat
yang signifikan.
- Dilakukan saat musim panas jika pemicu bangkitan adalah cuaca musim
dingin (Smith,2006).
Dan tidak dilakukan pada saat penderita merencanakan perjalanan lintas
wilayah, sedang mendapatkan stresor fisik atau emosional yang tinggi, sedang dalam
perayaan hari besar, ketika penderita sedang beraktifitas diluar lingkungan rumah, atau
dokter yang menangani sedang tidak ada di tempat untuk melakukan evaluasi. Keluarga
juga dipersiapkan dan dijelaskan mengenai tapering OAE dan kemungkinan
keberhasilannya. Serta dapat mengupayakan penanganan awal bila penderita kembali
mendapatkan bangkitan (Smith, 2006). Selain itu keluarga penderita juga harus
mendapatkan penjelasan untuk tetap memiliki beberapa dosis OAE untuk persiapan
selama 6 bulan pertama pasca pemberhentian OAE serta mengetahui dengan jelas tipe
epilepsi penderita yang bersangkutan untuk memudahkan penggalian informasi jika
terjadi rekurensi (Camfield, 2005).
Angka remisi pada anak-anak yang mendapatkan tapering OAE hingga lepas dari
pengobatan adalah 50% bebas bangkitan selama 6 bulan dengan probabilitas 66-96%
pada tahun pertama dan 61-91% pada dua tahun. Sehingga tetap direkomendasikan
untuk melakukan pengawasan terhadap penderita pada aktifitas tertentu seperti
berenang. Penghentian OAE melaui tapering merupakan hal yang baik untuk
direncanakan terhadap penderita epilepsi meski sering menimbulkan kekhawatiran
bagi penderita sendiri maupun keluarga, dan umumnya mempunyai angka keberhasilan
yang lebih tinggi pada epilepsi idiopatik. Prinsip terbaik tapering adalah menurunkan
minimal selama 6 bulan untuk setiap jenis OAE (Smith, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Britton, Jeffrey W. 2002. Antiepileptic drug withdrawl : literatur review. Mayo Clin Proc 77: 1378-1338.
Camfield, Peter R. Et al,. 2005. Antiepileptic drugs in chilhood epilepsy in Current Management in Child Neurology, Third Edition . Bernard L. Maria, BC Decker Inc : 148–150
Lahdjie, Nur Azizah. 2010. Hubungan kepatuhan pengobatan terhadap kegagalan pengobatan epilepsi setelah 2 tahun pada pasien epilepsi di poli saraf RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. Samarinda.
Mathew, Joseph L. 2008. Tapering of anticonvulsant therapy in children. EVIDENCE THAT IS UNDERSTANDABLE, RELEVANT, EXTENDIBLE, CURRENT, AND APPRAISED (under IAP- RCPCH Collaboration). Indian Pediatrics volume 45 : 845-848
Smith, Robert L. 2006. Withdrawing antiepileptic drugs from seizure-free children. Australian Presciber volume 29 no 1 : 20.
Tennison, Michael et al,. 2011. Discontinuitating antiepileptic drugs in children with epilepsy, a comparison of a six-week and a nine-month taper period. The New England Journal of Medicine volume 330 no 220.
Recommended