View
17
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pediculus humanus var. capitis
2.1.1 Taksonomi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Anoplura
Familia : Pediculidae
Genus : Pediculus
Spesies : Pediculus humanus var. capitis
(Prianto, et al., 2015)
Gambar 2.1
Pediculus humanus var.capitis
(CDC,2017)
7
2.1.2 Morfologi
A. Stadium Telur
Telur Pediculus humanus var.capitis sering sulit dibedakan dengan
ketombe atau tetesan semprotan rambut. Telur ini dikeluarkan oleh kutu
betina dan biasanya ditempelkan pada pangkal batang rambut
mendekati kulit kepala dengan jarak sekitar 6 mm dari kulit kepala.
Bentuk telur oval, berukuran 0,8 mm x 0,3 mm, dan memiliki warna
kuning ke putih.Terdapat operculum serta perekat untuk merekat pada
rambut. Telur Pediculus humanus var.capitis membutuhkan waktu
sekitar 6-9 hari untuk menetas menjadi nympha (CDC, 2019)
Gambar 2.2
Telur Pediculus humanus var.capitis
B. Stadium Nympha
Pediculus humanus var.capitis membutuhkan waktu rata-rata 8 hari
untuk bertelur sampai menetas dan menjadi nimfa. Laporan terbaru
menunjukkan bahwa interval ini mencapai 13 hari di 1,2% dari sampel
yang diperiksa. Variasi mungkin disebabkan oleh perbedaan kepadatan
rambut, suhu, dan kelembaban pada bagian kulit kepala yang
(CDC,2017)
8
berbeda.Nimfa bersifat mobile, meskipun mereka bergerak secara
signifikan lebih lambat daripada kutu dewasa (Meister & Ochsendorf,
2016).
C. Stadium Dewasa
Tubuh dibagi menjadi kepala, thorax, dan abdomen. Segmentasi thorax
tidak tampak jelas. Bagian kepala memiliki sepasang antena, mata tidak
tampak jelas terletak di bagian belakang kepala, dan pada bagian
mulutnya terdiri dari sucking mouth yang fleksibel, haustellum untuk
menghisap, dan gigi untuk memegang kulit host. Bagian thorax tidak
bersayap, mempunyai tiga pasang kaki yang disesuaikan untuk
memegang dan merangkak di rambut host. Stadium dewasa pipih dorso
ventral, dewasa betina berukuran 3-4 mm, ujung posterior abdomen
bifurcation sedangkan pada jantan tidak terdapat bifurcation tetapi
memiliki aedeagus. Kedua kulit baik jantan dan betina halus dan keras,
serta berwarna putih atau abu-abu. (Soebaktiningsih, 2017).
9
2.1.3 Siklus Hidup
Gambar 2.3
Siklus hidup Pediculus humanus var.capitis
Pediculus humanus var.capitis betina dapat bertelur mencapai 200-300 butir
sepanjang hidupnya (Soebaktiningsih, 2017). Telur Pediculus humanus
var.capitis diletakkan oleh betina dewasa di pangkal batang rambut terdekat
kulit kepala.Betina dewasa mengeluarkan zat seperti lem dari organ
reproduksinya,untuk menempelkan setiap telur. Lem ini dengan cepat
mengeras menjadi "selubung nit" yang menutupi batang rambut dan seluruh
telur kecuali untuk operculum, sebuah topi tempat embrio bernapas. Telur
menetas keluar larva melalui operculum bentuknya mirip dengan stadium
dewasa hanya lebih kecil dan genetalianya belum matur, kemudian menjadi
nimfa setelah berganti kulit tiga kali menjadi bentuk dewasa jantan atau
betina (Soebaktiningsih, 2017).
(CDC,2017)
10
2.1.4 Kepentingan Medis
1. Menyebabkan Pedikulosis Kapitis
Infestasi paling sering dari Pediculus humanus var.capitis adalah
pedikulosis kapitis. Gejala utama yang terjadi yaitu pruritus atau rasa
gatal, terutama di daerah oksipital dan retroauricular pada kepala. Rasa
gatal ini disebabkan oleh saliva dan fesesnya. Kebiasaan menggaruk
berulang-ulang oleh individu yang terkena menyebabkan hilangnya
integritas kulit dengan infeksi bakteri sekunder. Tinja yang dikeluarkan
dapat menimbulkan respons peradangan akibat dari goresan yang
ditimbulkan dari garukan (Cummings, et al., 2018)
2. Menyebabkan vagabond disease
Rasa gatal yang berlebihan akan menyebabkan goresan dan
berakhir dengan timbulnya luka dan bisa juga menyebablan infeksi
bakteri sekunder pada kulit. Individu yang mengalami hal tersebut dan
dalam kondisi yang lama maka area kulit yang digigit menjadi tebal dan
gelap. Kondisi yang seperti ini disebut vagabond disease (CDC,2019).
3. Mengakibatkan louse-borne diaseses
Pediculus humanus var.capitis merupakan vektor penyakit
epidemic typhus yang disebabkan oleh bakteri Rickettsia prowazeki,
trench fever yang disebabkan oleh bakteri Bartonella quintana, dan
relapsing fever yang disebabkan oleh Borellia recurrentis
(Soebaktiningsih, 2017). Hal ini di dukung dengan penelitian yang
dilakukan oleh Fadime, et al pada tahun 2017 di Turki bagian tenggara
11
tentang uji PCR real-time pada Pediculus humanus var.capitis untuk
menemukan bakteri-bakteri tersebut.
Tabel 2.1 Hasil Uji PCR Real-time pada Pediculus humanus
var.capitis
2.1.5 Tatalaksana Pedikulosis Kapitis
Tatalaksana untuk pedikulosis kapitis dapat dilakukan dengan
menggunakan dua metode yang mencakup metode fisik maupun kimiawi.
Metode secara kimiawi, yaitu penggunaan insektisida atau pedikulosida,
topikal. Pedikulosida topikal adalah pengobatan yang paling efektif untuk
pedikulosis kapitis dan secara luas telah dipakai diseluruh dunia.Namun,
pengobatan dengan pedikulosida topikal belum ada yang dapat membunuh
100% telur kutu. Oleh karena itu dibutuhkan pengobatan yang berulang
yaitu sekitar 7-10 hari untuk membunuh kutu yang baru menetas. Berikut
macam-macam obat pedikulosida topikal dan oral yang digunakan untuk
mengobati pedikulosis kapitis adalah:
1. Piretrin
Piretrin adalah ester alami dari asam krisan. Dalam kombinasi
dengan piperonil butoksida, ini tersedia dalam bentuk cairan, gel,
(Eroglu, et al., 2017)
12
minyak, semprotan aerosol, busa, dan sampo. Piretrin efektif
melawan kutu, nyamuk, dan lalat rumah dengan bersifat
neurotoksin. Cara pemakaian obat ini dengan dioleskan pada rambut
dan kulit kepala dan dibiarkan selama 10 menit. Piretrin berasal dari
ekstrak krisan,oleh karena itu American Academy of Pediatrics
menyarankan bahwa individu yang sensitif terhadap krisan atau
ragweed harus menghindari pengobatan ini. Namun, rekomendasi
ini kontroversial karena uji tempel dan uji coba piretrin bersinergi
yang tersedia secara komersial gagal memperoleh respon pada
pasien alergi ragweed. Semprotan aerosol tidak boleh diresepkan
untuk pasien dengan riwayat asma (Sewon, et al., 2019).
2. Permetrin 1%
Permetrin (3-phenoxybenzyl-cis-trans-3 (2,2dichlorovingl)-2,2-
dimethyl cyclopropan-carboxilate) merupakan pedikulosida piretoid
sintesis yang bekerja dengan menghambat transpor sodium dalam
saraf hingga menyebabkan neurotoksisitas,paralisis secara
perlahan,dan akhirnya membunuh kutu. Pyrethroid merupakan
derivat sintetik piretrin yang toksisitasnya rendah, metabolisme di
hepar berlangsung sangat cepat, sehinggga tidak ditemukan
metabolitnya pada jaringan. Permetrin tersedia dalam konsentrasi
1% dan 5 %. Losion permetrin 1% merupakan terapi utama untuk
tatalaksana pedikulosis kapitis sedangkan permetrin konsentrasi 5%
biasanya digunakan pada skabies. Permetrin dapat diaplikasikan
13
dengan cara mencuci rambut terlebih dahulu dengan sampo tanpa
kondisioner dan dikeringkan menggunakan handuk. Setelah itu
aplikasikan permetrin 1% dirambut dan diamkan selama 10 menit
lalu bilas dengan air. Permetrin membunuh kutu namun tidak
membunuh telurnya. Namun, disarankan untuk mengulang
pengobatan untuk membunuh nimfa yang akan menetas. Pemakaian
berulang dapat dilakukan setelah tujuh hari atau lebih pengobatan.
Di Perancis, Inggris, dan Republik Ceko dilaporkan telah dijumpai
resistensi pedikulosis kapitis terhadap permetrin (Diamantis, et al.,
2009).
3. Permetrin 5%
Permetrin adalah satu-satunya piretoid sintesis yang memiliki
aktifitas residual selama 2 minggu setelah pengobatan tunggal
selama 10 menit. Permetrin krim di aplikasikan selama 10 menit,
namun pengobatan 8-12 jam dengan krim 5% untuk penyakit kudis
atau skabies adalah pengobatan alternatif dan lebih efektif.
(Sewon, et al., 2019). Resistensi terhadap konsentrasi tinggi juga
menjadi masalah, terutama di daerah dimana terdapat resistensi DDT
atau piretroid (Hardiyanti, et al., 2015). Akan tetapi, permetrin 5%
ternyata juga mampu membunuh pediculus humanus var.capitis.
Berdasarkan penelitian Ilhamsyah (2015), menunjukkan bahwa
walaupun secara statistik tingkat kesembuhan losio permetrin 5%
dibandingkan dengan losio heksaklorosikloheksan tidak berbeda
bermakna, namun secara klinis nilai kesembuhan yang didapat pada
14
hari ke-7 dan hari ke-14 lebih tinggi pada kelompok losio permetrin
5% dibandingkan dengan losio heksaklorosikloheksan 0.5%.
Perbedaan tingkat kesembuhan pada hari ke-14 sebesar 8,7% secara
klinis akan bermanfaat, selain itu waktu penggunaan losio permetrin
yang singkat hanya 10 menit lebih nyaman digunakan,sehingga akan
meningkatkan kepatuhan penderita pedikulosis kapitis (Yuda,2015).
Efek samping yang terjadi berupa keluhan subyektif, seperti pusing
dan gatal lebih banyak dirasakan oleh kelompok losio
heksaklorosikloheksan 0,5%,sedangkan efek samping yang
dirasakan pada kelompok losio permetrin 5% berupa rasa panas
dirasakan saat pengolesan pada kepala. Mekanisme permetrin 5%
dalam membunuh kutu rambut adalah bekerja dengan mengganggu
saluran natrium sehingga membuat depolarisasi terhambat.
Penggunaanya dapat diaplikasikan ke rambut dan didiamkan selama
semalam lalu keesokan harinya rambut di cuci dengan sampo dan
dibilas hingga bersih (Sewon, et al., 2019).
4. Malathion 0,5% atau 1%
Malathion yang memberikan efek pedikulosid dengan cara
pemberian sebanyak 0,5% atau 1%. Malathion tersedia dalam
sediaan losion dan spray. Losion malathion digunakan pada malam
hari sebelum tidur setelah rambut dicuci dengan sabun, kemudian
kepala ditutup dengan kain. Keesokan harinya (setelah 8-12 jam),
rambut dicuci lagi dengan sabun dan disisir menggunakan sisir rapat
atau sisir serit. Pengobatan dapat diulangi satu minggu kemudian
15
jika masih terdapat telur. Tujuan pengobatan ini adalah untuk
membunuh kutu dan telur. Akan tetapi, terdapat adanya efek
samping yang potensial dan juga banyak ditemukan terjadinya
resistensi Pediculus humanus var.capitis terhadap beberapa
insektisida (Hardiyanti, et al., 2015).
5. Lindane 1% atau Heksaklorosikloheksan
Heksaklorosikloheksan atau disebut juga Gamma benzen
heksaklorida merupakan hidrokarbon berklorinasi. Obat ini
mempunyai aktivitas insektisida. Obat ini secara klinis bersifat
neurotoksik pada kutu, maupun terhadap manusia. Efek neurotoksik
pada manusia terjadi apabila diabsorbsi melalui kulit dalam jangka
waktu lama dan jumlah yang berlebihan. Isomer gamma pada
heksaklorosikloheksan mempunyai efek merangsang sistem saraf
pusat. Heksaklorosikloheksan mempunyai permeabilitas yang tinggi
untuk memasuki sistem saraf pusat, karena sifatnya yang larut dalam
lemak. Heksaklorosikloheksan dimetabolisme di hepar dan dieksresi
melalui feses dan urin. Heksaklorosikloheksan merupakan
organoklorid yang dapat diberikan untuk pengobatan kutu kepala.
Pemberiannya hanya disarankan apabila tidak responsif terhadap
pengobatan lain. Obat ini dioleskan pada rambut yang kering dan
dibiarkan selama tidak lebih dari 4 menit, lalu cuci dengan bersih.
FDA menyarankan penggunaan obat ini apabila tidak memberi
respons terhadap pegobatan lini pertama yang lebih aman. Pada
tahun 2002, heksaklorosikloheksan ditarik dari pasaran karena dapat
16
mencemari lingkungan. Efektivitas heksaklorosikloheksan
dilaporkan mengalami penurunan dalam 16 tahun terakhir.
Sehubungan dengan efektifitas yang kurang dan efek samping yang
ditimbulkan, heksaklorosikloheksan digunakan sebagai terapi lini
kedua untuk pedikulosis kapitis dan hanya boleh diberikan apabila
terapi lini pertama tidak berhasil. Pemberian obat ini harus berhati-
hati pada anak-anak dan geriatri. Penyerapan heksaklorosikloheksan
akan meningkat apabila terdapat lesi kulit terbuka.
Heksaklorosikloheksan dilaporkan mempunyai efek samping berupa
toksisitas sistem saraf pusat dan peningkatan risiko kejang pada usia
kurang dari 2 tahun dan gangguan neurologi.
Heksaklorosik1oheksan termasuk dalam kategori C pada kehamilan,
dan kontraindikasi pemberian heksaklorosikloheksan adalah pada
bayi prematur,neonatus dan pada seseorang dengan riwayat kejang
(Nolan, et al., 2012).
6. Benzyl Alkohol 5%
Benzyl alkohol 5% (Ulesfia@) telah mendapatkan persetujuan FDA
pada tahun 2009 sebagai pengobatan kutu rambut untuk anak di atas
usia 6 bulan. Benzyl alcohol tidak bersifat neurotoksik dan
membunuh kutu kepala dengan cara membuatnya sesak napas atau
asfiksi . Dua penelitian terdahulu menunjukan, lebih dari 75% dari
subjek penelitian yang diobati dengan benzyl alcohol tidak lagi
didapatkan kutu setelah 14 hari pengobatan pertama. Namun, benzyl
alcohol 5% tidak bersifat ovisidal yang mana tidak bisa membasmi
17
telur kutu. Cara pemakaian obat ini dengan dioleskan pada rambut
dan kulit kepala dan dibiarkan selama 10 menit, diberikan pada hari
pertama dan hari ke-7 serta dapat diulang pada hari ke-9. Efek
samping yang mungkin ditimbulkan di antaranya pioderma,pruritus,
eritema, iritasi okular (Frankowski & Bocchini, 2012).
7. Karbaril 0,5%
Karbaril 0,5% adalah inhibitor cholinesterase yang dapat
menyebabkan paralisis di respirasi.Di Inggris dan dinegara-negara
lain,karbaril tersedia dalam bentuk lotion dan sampo 0,5%. Produk
ini tidak tersedia diAmerika Serikat dan mungkin tidak disetujui
FDA karena toksisitasnya (Sewon, et al., 2019) karbaril lebih
beracun dan bersifat karsinogenik pada pasien dan kurang
mematikan tungau.Karbaril 0,5% digunakan pada malam hari dan
didiamkan.Keesokan harinya rambut dicuci lagi dengan sabun dan
disisir menggunakan sisir rapat atau serit. Pengobatan dapat diulangi
satu minggu kemudian jika masih terdapat telur (Hardiyanti, et al.,
2015)
8. Spinosad 0,9%
Spinosad merupakan campuran alami pedikulosida tetrasiklik
makrolid. Spinosad terdiri dari spinosyn A dan spynosyn D dengan
rasio 5:1.Spinosad diturunkan dari bakteri tanah yaitu actinomycetes
Saccharopolyspora spinosa yang merupakan sisa akhir fermentasi
bakteri yang berasal dari makanan. Saccharopolyspora spinosa yang
menyebabkan eksitasi luas sistem saraf pusat serangga yang
18
mengakibatkan kelumpuhan. Spinosad dapat menjadi obat untuk
pedikulosis kapitis dengan dioleskan pertama kali pada kulit kepala,
kemudian dilanjutkan sampai ujung rambut dan didiamkan selama
10 menit kemudian dibilas.Hal tersebut dilakukan berulang selama
7 hari atau seminggu (Sewon, et al., 2019).Obat ini telah lama
digunakan sebagai pestisida dan di Amerika dikategorikan oleh
Environtment Protection Agency sebagai pestisida risiko rendah.
Spinosad bekerja dengan overstimulasi sel saraf dengan
memperpanjang impuls elektrik sepanjang sinaps seperti asetilkolin.
Paralisis bukan efek utama yang dihasilkan, namun akibat
perpanjangan hipereksitasi sistem saraf, akan menyebabkan
kelelahan neuromuskular.Obat ini tidak berbahaya untuk oral, mata
dan inhalasi. Obat ini diserap lambat melalui kulit, kontakyang lama
dapat menyebabkan iritasi. Spinosad termasuk dalam obat
kehamilan kategori B, pemberian obat ini harus hati-hati pada
neonatus, bayi, dan ibu menyusui. Pada sebuah penelitian di India
yang membandingkan efektifitas spinosad O, 9% tanpa penyisiran
dengan permetrin dan dilakukan penyisiran pada 1038 peserta.
Spinosad memberikan hasil yang lebih efektif dibandingkan
permetrin dengan hasil mencapai 84.6% untuk spinosad dan hanya
44,9% untuk permetrin (Hardiyanti, et al., 2015).
9. Ivermektin topikal
Ivermektin adalah obat antiparasit yang digunakan untuk mengobati
berbagai penyakit infestasi pada hewan dan manusia. Ivermektin
19
juga telah ditunjukkan khasiat dalam pengobatan kutu
rambut.Pengobatan dengan topikal ivermektin melalui penilaian
akhir 2 minggu setelah pengobatan tunggal menunjukkan bahwa
formulasi ini memiliki aktivitas melawan telur kutu, ivermektin
sistemik tampaknya tidak memiliki aktivitas seperti itu. Aktivitas
pengobatan topikal mungkin karena paparan langsung telur terhadap
ivermektin yang terjadi dengan aplikasi topikal. Sebuah laporan
baru-baru ini menggambarkan studi laboratorium di mana
ivermektin diterapkan pada sel telur kutu kepala. Hasilnya
menunjukkan bahwa walaupun sel telur kemudian menetas, semua
nimfa dilepaskan cepat mati. Kematian nimfa dikaitkan dengan
kelumpuhan bagian mulut yang diinduksi ivermektin..Ivermektin
topikal menunjukkan efek pedikulosid yang tinggi dalam 24 jam,
dengan sebagian besar pasien yang dirawat tetap bebas kutu melalui
penilaian akhir 2 minggu setelah pengobatan tunggal, tanpa perlu
menyisir.Ivermektin dapat diformulasikan untuk aplikasi topikal,
yang memiliki keuntungan yaitu risiko sistemik yang lebih rendah
efek samping daripada ivermektin oral (Pariser, et al., 2012). Pada
bulan Februari 2012, topikal 0,5% ivermektin (Sklice, Sanofi
Pasteur,Lyon) telah disetujui oleh FDA di Amerika Serikat sebagai
dosis tunggal, dengan cara pemberiannya 10 menit tanpa perlu
menyisir pada individu berusia 6 bulan atau lebih. Meskipun tidak
ovisidal, tampaknya mencegah nimfa bertahan hidup (Deeks, et al.,
2013).
20
10. Ivermektin Oral
Ivermektin merupakan obat oral yang telah mendapat persetujuan
FDA untuk pengobatan cacing onkoserkosis, strongilodiasis dan
juga efektif untuk pengobatan skabies. Ivermektin bekerja dengan
terikat pada kanal glutamat klorida otot invertebra dan sel saraf
sehingga menyebabkan paralisis dan kematian parasit. ObPemberian
ivermektin oral dapat dilakukan pada hari ke 1,8, dan 15 dengan
dosis (200 µg / kg) terbukti efektif untuk membunuh kutu kepala.
Efikasi yang sangat baik pada kutu dewasa meskipun lebih rendah
dari permetrin. Ivermektin ini tidak memiliki efek ovisidal, jadi telur
kutu ini tidak menetas namun bersifat pedikulosidal (Sewon, et al.,
2019). Efek samping yang terjadi berupa sakit kepala, pusing, mual,
gatal dan ruam kulit. FDA tidak menyarankan penggunaanya untuk
anak dengan berat badan di bawah 15 kg. Ivermektin merupakan
kategori C untuk ibu hamil dan keamanannya pada ibu menyusui
belum dilaporkan. Ivermektin merupakan pilihan terapi pada
infestasi yang parah.Dalam sebuah penelitian multisenter yang
terbaru, dilakukan oleh Chosidow dkk. mengevaluasi penggunaan
ivermektin oral dibandingkan ke losion malathion di 812 peserta
yang gagal merespons untuk pengobatan lini pertama, dosis
ivermektin oral 400 µg / kg diulang dalam 7 hari telah terbukti lebih
efektif menyembuhkan kutu rambut dalam 95,2% kasus
dibandingkan dengan 85% dari mereka yang diobati dengan 0,5%
malathion losion (p <0,001) . Tablet ivermektin tidak disetujui untuk
21
pengobatan kepala kutu oleh Food and Drug Administration (FDA)
tetapi telah disarankan sebagai pengobatan ketika terapi lain gagal
(Frankowski & Bocchini, 2012)
Penggunaan bahan kimiawi sebagai obat tersebut diharuskan
menggunakan resep dari dokter akibat butuh pengawasan akan efek
samping serta pemilihan obat yang tepat. Efek samping terdiri atas iritasi,
gatal, bengkak, hingga gangguan sistem saraf. Penggunaan obat juga
berbeda tergantung umur pasien. Bayi berumur dibawah 6 bulan
mempunyai tata laksana khusus. Bila terjadi infeksi sekunder oleh bakteri,
infeksi bakteri diobati terlebih dahulu dengan antibiotik, setelah infeksi
bakteri sembuh lalu dilanjutkan dengan pilihan pengobatan tersebut diatas
Metode fisik yang dapat digunakan adalah menggunakan wet combing
dengan sisir serit. Pada keadaan infeksi sekunder yang berat, sebaiknya
mencukur rambut untuk membantu agar obat topikal yang diberikan dapat
bekerja lebih baik dan tidak terhalang rambut.
22
2.1.6 Pencegahan terhadap Pedikulosis Kapitis
Terdapat dua metode pencegahan yaitu mencegah penularan
langsung dan tidak langsung. Metode pencegahan penularan kontak
langsung yaitu dengan menghindari adanya kontak langsung rambut
dengan rambut ketika bermain dan beraktivitas dirumah, sekolah,
dan dimanapun. Berikut metode pencegahan penularan tidak
langsung adalah sebagai berikut :
1. Menjaga kebersihan kulit kepala dan rambut dengan cuci rambut
minimal sekali dalam dua hari.
2. Tidak menggunakan pakaian seperti topi, scarf, jaket, kerudung,
kostum olahraga,ikat rambut secara bersamaan.
3. Tidak menggunakan sisir, sikat, dan handuk secara bersamaan.
Apabila ingin memakai sisir atau sikat dari orang yang terinfeksi
dapat melakukan desinfeksi sisir dan sikat dengan cara
direndam di air panas sekitar 130 F selama 5-10 menit.
4. Mencuci dan menjemur pakaian, perlengkapan tempat tidur,
karpet, dan barang-barang lain.
5. Menyapu dan membersihkan lantai dan perabotan lainnya
(Hardiyanti, et al., 2015).
23
2.2 Allium sativum L.
2.2.1 Taksonomi Allium sativum L.
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superrdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Liliidae
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Allium L.
Spesies : Allium sativum L.
(Anderson, 2019)
(litbang Departemen Pertanian, 2008)
Gambar 2.4
Bawang putih (Allium sativum L.)
24
2.2.2 Deskripsi Allium sativum L.
Bawang putih adalah herbal semusim berumpun yang
mempunyai ketinggian sekitar 60 cm. Memiliki batang semu berwarna
hijau dan bagian bawahnya bersiung-siung bergabung menjadi umbi
besar berwarna putih (Khairani, 2014). Bawang putih juga merupakan
bahan makanan penting di seluruh dunia, telah lama diketahui memiliki
efek antibakteri, antijamur, dan antivirus (Lee et al.,2011).
2.2.3 Kandungan Allium sativum L.
Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada bawang putih
yaitu allixin, adenosin, ajoene, flavonoid, saponin, tuberholosida,
scordinin (Sukma, 2016). Beberapa sifat allixin, flavonoid, dan
saponin yang berfungsi sebagai insektisida alami pembasmi kutu
rambut (Pediculus humanus var.capitis) yaitu:
1. Allixin
Kandungan kimia dari umbi bawang putih per 100 gram mengandung
allixin sebesar 1,5% (Untari, 2010). Allixin berperan memberi aroma
yang khas pada bawang putih dan mengandung sulfur dengan struktur
tidak jenuh yang mudah terurai. Allixin bekerja dengan cara merusak
membran sel parasit sehingga parasit tidak dapat berkembang lebih
lanjut. Allixin merupakan zat aktif yang mempunyai daya antibiotik
cukup ampuh (Hanani, 2013). Allixin juga dapat menghambat sintesis
RNA dengan cara membentuk ikatan yang sangat kuat (Akintobi et al,
2013 dalam Bayati, 2017).
25
2. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa yang berperan sebagai antioksidan yang
juga memiliki sifat sebagai racun perut (stomach poisoning), yang mana
apabila senyawa tersebut masuk dalam tubuh serangga maka akan
mengganggu organ pencernaan. Senyawa tersebut mengalami
biotransformasi menghasilkan senyawa yang larut dalam air. Proses
metabolisme tersebut membutuhkan energi, semakin banyak racun
yang masuk kedalam tubuh serangga mengakibatkan terhambatnya
metabolisme sehingga serangga kekurangan energi dan mengalami
kematian (Nisma, 2011).
3. Saponin
Saponin merupakan racun yang dapat menghancurkan butir darah atau
hemalosis pada darah (Rachman, 2015). Saponin masuk kedalam tubuh
vektor penyakit melalui dua cara yaitu melalui sistem pernafasan dan
melalui kontak fisik serta bekerja dengan cara menghambat enzim
pencernaan sehingga metabolisme vektor penyakit akan terganggu dan
mengakibatkan kematian pada vektor penyakit (Muta’ali, 2015).
Untuk mendapatkan senyawa allixin, saponin, dan flavonoid dapat
dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut etanol dan untuk
umur bawang putih yang baik saat dipanen yaitu bekisar 3,5-4 bulan
dengan proses pengeringan bersusut sampai sekitar 15% dari berat awal
atau selama 7-10 hari proses penjemuran (Khairani, 2014).
26
2.3 Cymbopogon nardus L.
2.3.1 Taksonomi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superrdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Cymbopogon
Spesies : Cymbopogon nardus L.
(Muttalib, et al., 2018)
(BPTP ACEH, 2016)
Gambar 2.5
Sereh wangi (Cymbopogon nardus L. )
27
2.3.2 Deskripsi
Tanaman sereh wangi atau Cymbopogon nardus L. berasal dari Ceylon atau
Sri Langka dengan varietas Lenabatu, namun sudah banyak dibudidayakan di Asia
dan Eropa. Sejak tahun 1900, masyarakat Eropa lebih menyukai minyak hasil
budidaya sereh wangi yang berasal dari Indonesia tepatnya dari Pulau Jawa.
Varietas sereh wangi asli dari Jawa dikenal dengan varietas Mahapengiri. Hal ini
dikarenakan kualitas minyak yang dihasilkan lebih baik.Kualitas minyak sereh
wangi ditentukan oleh karakteristik alami dari minyak tersebut dan bahan-bahan
asing yang tercampur di dalamnya. Terdapat negara lain yang sampai saat ini selalu
aktif membeli minyak sereh wangi dari Indonesia, yaitu Singapura, Jepang,
Australia, India, dan Taiwan (Sulaswatty, et al., 2019). Genus Cymbopogon telah
terinvestigasi berpotensi untuk kepentingan farmako terapi. Maka dari itu
Cymbopogon nardus L. banyak dibudiyakan di subtropikal dan tropikal area Asia,
Afrika, dan Amerika. Tanaman ini banyak ditanam untuk diambil minyaknya di
negara berkembang seperti Guatemala, Brazil, Hindia Barat, Indo Cina, Kongo,
Republik Malagasy,dan Tanzania. (Soebardjo , 2010).
Direktorat Jenderal Perkebunan menyatakan bahwa tanaman sereh wangi
tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.Namun, penghasil utamanya yaitu
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD),Jawa Barat, dan Jawa Tengah dengan
produksi lebih dari 95% dari total produksi Indonesia (Sulaswatty, et al., 2019).
Sereh wangi tumbuh dengan berumpun,memiliki akar serabut dengan
jumlah yang cukup banyak sehingga mampu menyerap unsur hara dalam tanah
cukup baik. Maka dari itu pertumbuhannya lebih cepat. Memiliki batang berwarna
28
hijau dan merah keunguan. Daun sereh wangi berbentuk pipih memanjang serta
melengkung menyerupai alang – alang dengan panjang 1 meter dan lebar 1-2 cm
pada pertumbuhan yang normal. Apabila daun diremas akan tercium aroma tajam
khas sereh wangi. Warna daun hijau muda hingga hijau kebiru – biruan. Cara
berkembang biaknya dengan anak atau akarnya yang bertunas. Penanaman
sebaiknya dilakukan dengan jarak sekitar 65 cm perbaris supaya daunnya tumbuh
subur dan lebat. Tanaman ini hidup baik di daerah yang udaranya panas maupun
basah, sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Pertumbuhan akan
optimal pada areal dengan jenis tanah alluvial yang subur pada ketinggian sampai
2.500 m dpl, beriklim lembab dengan curah hujan 1.800 – 2.500 mm per tahun
dengan distribusi yang merata sepanjang tahun. Tanaman sereh wangi dapat hidup
sampai 6 tahun, namun semakin lama produktivitasnya dapat menurun.
Perbanyakan tanaman yang paling mudah adalah dengan pemecahan rumpun
tanaman dewasa. Sereh wangi yang akan diambil minyak atsirinya dipangkas
sebelum muncul bunga, karena jika bunganya sudah muncul maka mutu minyaknya
akan lebih rendah. Panen daun sereh wangi pertama kali pada saat sudah berumur
enam bulan sejak penanaman, panen selanjutnya dapat dilakukan tiga kali setiap
tahunnya.Ketepatan waktu panen sangat berpengaruh pada jadi waktu panen
dilakukan sebaiknya pada pagi hari, pemangkasan daun jangan terlalu rendah cukup
di pangkal daun karena bagian di bawah pangkal daun tidak mengandung minyak
atsiri. (Suroso, 2018).
2.3.3 Kandungan Cymbopogon nardus L.
Komponen yang terkandung dalam Cymbopogon nardus L.adalah
citronellal (35%), geraniol (22,77%), geranial (14,54%), neral (11,21%), beta-
29
sitronelol (11,85), geranyle asetat (0,26%),elemol (0,11%),D-limonene (2,47%),
citronellol asetat (0,31%). Senyawa citronellal merupakan racun yang dapat
mengakibatkan kematian serangga karena kehilangan cairan terus-menerus atau
bersifat desiccant (CTS Silva, 2017).
Dari berbagai tanaman obat yang ada, sereh wangi (Cymbopogon nardus L.)
merupakan salah satu tanaman yang memiliki banyak manfaat. Hasil penyulingan
daun dan batang sereh wangi diperoleh minyak atsiri yang dalam dunia
perdagangan dikenal dengan nama citronellal oil. Menurut Burdock (2002)
komponen senyawa utama minyak sereh wangi ini terdiri dari citronellal,
sitronellol, dan geraniol.
Tabel 2.2
Kandungan Cymbopogon nardus L.
(De Toledo, et al., 2016)
Recommended