View
213
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
gffgfh
Citation preview
ABSTRAK
Sistem saraf adalah suatu sistem tubuh yang merupakan adaptasi tubuh terhadap rangsangan
yang diterima dari luar tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui fisiologi sistem
saraf pada katak. Penelitian ini dilaksanakan pada hari Senin, 6 Desember 2010 yang
bertempat di Laboratorium Fisiologi FMIPA UNJ. Pada pengamatan gerak refleks pada katak
diperoleh hasil yakni medulla spinalis merupakan pusat gerak refleks katak, karena saat
medulla spinalis dirusak maka katak tidak dapat memberikan respon terhadap rangsangan
yang diberikan. Sedangkan pada pengamatan biolistrik pada katak diperoleh hasil berupa arus
listrik yang dapat menghasilkan potensial aksi yang kemudian berakibat pada respon terhadap
impuls. Ketika saraf diblokir dengan menggunakan alkohol 70% maka alkohol berdifusi
kedalam akson saraf dan bercampur dengan cairan intraseluler didalam sel saraf yang
mengandung ion – ion negatif- positif dan mengganggu proses perambatan sehingga impuls
yang merambat dalam akson harus “bekerja keras” untuk melewatinya.
Kata Kunci : Biolistrik, Gerak Refleks, Katak, Medula Spinalis, Saraf
A. PENDAHULUAN
Pemberian nama otot rangka disebabkan karena otot ini menempel pada system
rangka (Seeley, 2002). Berdasarkan Tobin (2005), otot terdiri atas bundel-bundel sel otot.
Setiap bundel berada di dalam lembaran jaringan ikat yang membawa pembuluh darah dan
saraf yang mensuplai kebutuhan otot tersebut. Di setiap ujung otot, lapisan luar dan dalam
dari jaringan ikat bersatu menjadi tendon yang biasanya menempel pada tulang.
Otot rangka memiliki empat karakteristik fungsional sebagai berikut:
1. kontraktilitas; kemampuan untuk memendek karena adanya gaya
2. eksitabilitas; kapasitas otot untuk merespon sebuah rangsang
3. ekstensibilitas; kemampuan otot untuk memanjang
4. elastisitas; kemampuan otot untuk kembali ke panjang normal setelah mengalami
pemanjangan. (Seeley, 2002). Reflek gerak pada ektremitas (tungkai) berpusat di sumsum
tulang belakang. Jalannya impuls pada gerak reflek menurut Bell dan Magendie adalah :
reseptor–saraf sensoris (melalui lengkung dorsal)–medulla spinalis–saraf motoris (melalui
lengkung ventral)–efektor.
Potensial aksi merupakan depolarisasi dan repolarisasi membran sel yang terjadi
secara cepat (Seeley, 2002). Pada sel otot (serabut-serabut otot), potensial aksi menyebabkan
otot berkontraksi (Seeley, 2002). Berdasarkan Campbell (2004), sebuah potensial aksi
tunggal akan menghasilkan peningkatan tegangan otot yang berlangsung sekitar 100 milidetik
atau kurang yang disebut sebuah kontraksi tunggal. Jika potensial aksi kedua tiba sebelum
respon terhadap potensial aksi pertama selesai, tegangan tersebut akan menjumlahkan dan
menghasilkan respon yang lebih besar. Jika otot menerima suatu rentetan potensial aksi yang
saling tumpang tindih, maka akan terjadi sumasi yang lebih besar lagi dengan tingkat
tegangan yang bergantung pada laju perangsangan. Jika laju perangsangan cukup cepat,
sentakan tersebut akan lepas menjadi kontraksi yang halus dan bertahan lama yang disebut
tetanus.
Pada saat sel saraf dalam keadaan istirahat (reseptor tidak dirangsang), membran sel
dalam keadaan impermeable terhadap ion. Jika sel saraf dirangsang, maka saluran ion akan
terbuka. Ion natrium akan masuk ke dalam sel dan ion kalium bersama ion Cl akan keluar
dari dalam sel. Muatan ion di dalam sel menjadi lebih positif dan muatan ion di dalam sel
menjadi lebih negatif. Keadaan ini disebut depolarisasi. Membran sel dalam keadaan
permeable terhadap ion. Perjalanan impuls saraf dapat diblokir oleh rangsang dingin, panas,
atau tekanan pada serabut saraf. Pemblokiran yang sempurna dicapai dengan memberikan zat
anastetik.
B. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada hari selasa, tanggal 1 Desember 2015 di laboratorium
fisiologi FMIPA UNJ. Alat-alat yang digunakan antara lain : papan bedah, pinset, jarum, tali,
batre (kotak), kabel dengan ukuran kecil, Bahan-bahan yang digunakan antara lain : cuka,
ringer,air ledeng, alkohol 70 %, dan katak.
• Pengamatan Gerak Refleks Pada katak
- Melihat sikap katak ketika katak dalam keadaan terlentang, dicubit dengan pinset,
mencelup kaki kanan di air cuka dan air ledeng.
- Menusuk otak katak bagian depan dengan jarum pentul
- Melihat sikap katak ketika katak dalam keadaan, terlentang, dicubit dengan pinset,
mencelup kaki kanan di air cuka dan air ledeng.
- Bedah katak dan keluarkan seluruh organ katak sehingga terlihat tulang belakang
katak dan sumsum tulangnya
- Memberi perangsangan listrik dengan menghubungkan pada kutub positif dan negatif
baterai pada dua saraf yang berbeda, yaitu saraf tungkai depan dan tungkai belakang.
Mengamati apa yang teradi dan catat hasilnya
- Kemudian melakukan pemblokiran pada serabut saraf dengan memberikan alkohol
70%. Amati apa ang terjadi dan catat hasilnya
I HASIL GERAK REFLEKS PADA KATAK
Sikap Tubuh Katak Normal Spinal
Terlentang Membalikkan
tubuh secara
cepat
Berusaha membalikkan
badan, tetapi gerakan
sangat lambat
Cubit kaki dengan
pinset
Terkejut,
menggerakkan
kaki, segera
Respon sangat lambat
melompat
Celup kaki kanan di
air asam / cuka
Menolak, kaki
naik secara
cepat
Kaki naik ke atas /
menolak secara lambat
Celup kaki kiri di
air ledeng/ aquades
Kaki
menyelam di
dalam air
Kaki ikut menyelam ke
dalam air
II Hasil biolistrik
A. Kecepatan impuls di Saraf perut
Aliran listrik saja Aliran listrik saja Alkohol 70%
0,51 detik 0,37 detik 0,41 detik
B. Kecepatan impuls di saraf paha
Aliran listrik saja Aliran listrik saja Alkohol 70%
0,46 detik 0,17detik 0,21 detik
PEMBAHASAN
1. GERAK REFLEKS PADA KATAK
a. Posisi tubuh
Dalam keadaan normal, sebelum otak katak dan sumsum tulang belakang
dirusak posisi katak yang tertelungkup, menunjukkan posisi tubuh katak dengan
kepala yang tegak, posisi tubuh sempurna dan terkadang melompat-lompat. Pada
saat tubuh di balikkan atau dalam posisi terlentang, katak segera membalikkan
tubuhnya dengan cepat. Hal ini terjadi karena, katak mash dalam keadaan normal
yaitu masih memiliki alat keseimbangan dan sumsum tulang belakang. Pada
perlakuan kedua setelah otak katak dirusak dengan cara ditusuk, posisi tubuh
katak menelungkup dengan posisi kepala menunduk ke bawah dan badan
berputar-putar dengan posisi perut yang menempel ke bawah. Ketika tubuh katak
dibalikkan atau dalam posisi terlentang, katak berusaha membalikkan tubuhnya,
namun gerakannya lambat. Hal ini terjadi, karena telah terputusnya hubungan
antara labirin (sebagai alat keseimbangan) dan sunsum tulang belakang, sehingga
reflek koreksi sikap sudah hilang (Central Nervous System) hanya tinggal medulla
spinalisnya saja. Pada perlakuan ketiga, medulla spinalis katak dirusak,
menunjukkan posisi tubuh katak menjadi menelungkup dengan berbaring lemah
diatas papan bedah, dengan posisi kepala menunduk ke bawah, dan badan/ perut
menempel di atas papan bedah. Saat dibalikkan atau dalam posisi terlentang,
katak tidak melakukan reaksi apapun. Hal ini terjadi karena, katak sudah benar-
benar tidak memiliki sistem saraf pusat, sehingga katak sudah tidak dapat
mengkoordinasikan tubuhnya lagi (Sherwood, 2001).
b. Refleks saat dicubit dengan pinset secara pelan
Dalam keadaan normal, sebelum otak dan sumsum tulang belakang dirusak,
reaksi katak saat tungkai belakangnya dicubit perlahan dengan pinset, terjadi gerak
refleks sangat cepat atau terkejut, dan melompat untuk menghindari cubitan. Hal ini
terjadi karena katak masih memiliki alat keseimbangan dan sumsum tulang belakang,
sehingga katak masih dapat melakukan gerak refleks. Pada perlakuan kedua setelah
otak katak dirusak dengan cara ditusuk, reaksi katak saat dicubit tungkai belakangnya
secara perlahan dengan menggunakan pinset yaitu terjadi gerak refleks secara lambat.
Hal ini dikarenakan pusat gerak refleks adalah medulla spinalis bukan otak, jadi katak
masih bisa melakukan gerak refleks. Pada perlakuan ketiga, medulla spinalis katak
juga dirusak. Saat dicubit perlahan katak tidak menimbulkan refleks apapun. Medulla
spinalis yang telah mati membuat katak tidak dapat memberikan gerak respon karena
koordinasinya sudah terputus. Refleks merupakan respon bawah sadar terhadap
adanya suatu stimulus internal ataupun eksternal untuk mempertahankan keadaan
seimbang dari tubuh. Jalannya impuls pada gerak refleks menurut Bell dan Magendie
adalah: reseptor – saraf sensoris (melalui lengkung dorsal) – medulla spinalis – saraf
motoris (melalui lengkung ventral) – efektor (Sherwood, 2001).
c. Refleks saat diberi larutan asam cuka
Dalam keadaan normal, sebelum otak dan sumsum tulang belakang dirusak,
saat kaki kanan katak dicelupkan ke dalam air asam/ cuka, terjadi refleks kaki katak
menolak ketika tersentuh air tersebut, dan pergerakan kaki katak naik ke atas sangat
cepat. Hal ini disebabkan karena, katak masih memiliki alat keseimbangan dan
sumsum tulang belakang sebagai pusat saraf, sehingga terjadi refleks yang sangat
cepat. Pada percobaan kedua, setelah bagian otak katak dirusak sehingga hanya
mempunyai sumsum tulang belakang sebagai pusat saraf. Kemudian kaki kanan
katak dicelupkan ke dalam larutan asam cuka, maka terjadi reflek pada katak dengan
menimbulkan tanggapan berupa gerakan kaki secara lambat. Hal ini menunjukkan
bahwa katak tersebut mengalami gerak reflek yang berpusat di sumsum tulang
belakang, sehingga walaupun otak katak telah dirusak, tetapi, katak tersebut masih
dapat melakukan gerak reflek. Jalannya impuls pada gerak reflek menurut Bell dan
Magendie adalah: reseptor - saraf sensoris (melalui lengkung dorsal) – medulla
spinalis (sumsum tulang belakang) – saraf motoris (melalui lengkung ventral) –
efektor. Saraf-saraf spinalis berkaitan dengan tiap-tiap sisi korda spinalis melalui akar
dorsal dan akar ventral . Serat-serat aferen membawa sinyal datang masuk ke korda
spinalis melalui akar dorsal sedangkan serat-serat eferen membawa sinyal
meninggalkan korda melalui akar ventral. Akar ventral dan dorsal di setiap tingkat
menyatu membentuk sebuah saraf spinalis yang keluar dari kolumna vertebralis .
Refleks pada katak yang dicelupkan ke dalam larutan asam cuka lebih cepat dari
rangsangan yang lain karena pada rangsangan cubit dan jepit keras bersifat
rangsangan lokal sehingga hanya sel saraf perifer saja yang dirangsang. Sedangkan
rangsangan pada larutan cuka bersifat difusi dan mengenai seluruh bagian tubuh katak
tersebut sehingga menimbulkan kontraksi dari otot rangka. Larutan asam cuka dalam
air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+
dan CH3COO-. Asam cuka encer (CH3COOH) menginduksi mitokondria yang
terdapat di otot rangka untuk menghasilkan Ca2+. Peningkatan konsentrasi Ca2+ di
otot rangka digunakan untuk kontraksi otot polos. Pada percobaan ketiga dimana
medulla spinalisnya dirusak dan kemudian diberi perlakuan dengan mencelupkan kaki
kanan katak ke dalam larutan asam cuka, maka katak tersebut tidak merespon. Hal ini
terjadi karena medulla spinalis yang merupakan pusat saraf juga telah dirusak maka
secara langsung tidak akan terjadi gerakan reflek. Rusaknya medulla spinalis
menyebabkan impuls terhambat karena seluruh sarafnya yang seharusnya dapat
menghantarkan impuls telah rusak (Sherwood, 2001).
d. Refleks saat diberi air ledeng
Dalam kedaan normal, sebelum otak dan sumsum tulang belakang katak
dirusak, dan kaki kiri katak dicelupkan ke dalam air ledeng, kaki katak tidak
melakukan gerak refleks untuk menghindari air atau kaki ikut menyelam di dalam air
ledeng. Sedangkan pada percobaan kedua, setelah otak katak dirusak, sehingga hanya
memiliki sumsum tulang belakang sebagai pusat saraf, tidak terjadi gerak refleks pada
kaki katak seperti di air cuka atau kaki katak ikut menyelam di dalam air ledeng. Dan
pada percobaan ketiga, setelah medulla spinalis katak juga dirusak dan kaki kiri katak
dicelupkan kedalam air ledeng, katak tersebut tidak memberi respon atau katak sudah
mati. Hal ini terjadi, karena medulla spinalis yang merupakan pusat saraf juga telah
rusak maka secara langsung tidak akan terjadi gerakan reflek yang menyebabkan
impuls terhambat karena, seluruh sarafnya yang seharusnya dapat menghantarkan
impuls telah rusak dan koordinasinya telah terputus (Sherwood, 2001).
2. Hasil biolistrik
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh data bahwa saat bagian positif (+) dan negatif
(-) baterai disentuhkan pada Nerve Sciatic / Brachialis tungkai atas dan bawah katak
respon yang ditunjukkan adalah bergerak dengan cepat ke arah dalam dan pada Nerve
gastrocnemius tungkai bawah bergerak ke arah luar. Pergerakan tersebut disebut
sebagai biolistrik, listrik yang dihasilkan adalah bentuk dari reaksi ion positif (kation)
dan ion negatif (anion) dari baterai dan membran di dalam tubuh katak. Menurut Budi
Jatmiko (2004), dua jenis muatan yang menyebabkan adanya arus listrik adalah
muatan positif dan muatan negatif, sedangkan menurut Campbell, (2004), membran
plasma mengandung cairan intraseluler dan ekstraseluler yang mengandung berbagai
zat terlarut yang meliputi beragam zat yang bermuatan listrik (ion), di dalam sel
kation (ion positif) adalah K+ meskipun terdapat Na+ dan juga terdapat anion utama
yakni protein, asam amino, sulfat, fosfat , contohnya adalah Cl- . Pada saat sel saraf
(Nerve Sciatic / Brachialis) dirangsang dengan aliran energi dari baterai saluran ion
akan terbuka dan terjadi depolarisasi dengan melibatkan Na+ , K+ dan Cl- , ion
Natrium akan masuk kedalam sel sedangkan kalium dan klorida akan keluar dari sel,
sehingga muatan ion didalam sel menjadi lebih negatif dan di luar sel menjadi lebih
positif, perbedaan muatan ini akan membentuk potensial aksi dan potensial aksi yang
merambat ini disebut sebagai impuls. Impuls merambat sepanjang akson nerve sciatic
dan brachialis dan impuls tersebut akhirnya tiba pada neurit yang berhubungan
dengan otot, sehingga tungkai atas dan bawah katak bergerak, gerakan ke arah dalam
disebabkan karena adaptasi katak yang bergerak menggunakan tungkai atas dengan
posisi agak kedalam, sehingga respon yang dihasilkanpun demikian. Demikian pada
nerve gastrocnemius, perambatan impuls menuju hanya pada saraf yang mempersarafi
bagian nerve gastrocnemius, sehingga hanya bagian tungkai bawah yang bergerak
sedangkan tungkai atas tidak, arah keluar menunjukkan adaptasi katak yang
menggunakan tungkai bawah untuk meloncat, sehingga saat dirangsang arah
pergerakannya ke arah luar (pergerakan meloncat adalah pergerakan ke arah luar).
Perlakuan selanjutnya adalah pemblokiran dengan alkohol 70%, seluruh pergerakan
pada nerve sciatic, brachialis dan gastrocnemius menjadi lebih lambat (meskipun
kami tidak mengukur tepat berapa waktunya). Saat listrik merangsang potensial
membran kemudian terjadi depolarisasi lalu terjadi potensial aksi, impuls merambat
sepanjang akson nerve tersebut dan berusaha menyampaikan sinyal menuju otot atau
indera yang akan berubah menjadi respon, tetapi karena adanya alkohol, impuls
bergerak menjadi lebih lambat, sehingga penyampaian sinyal menuju efektor menjadi
lebih lambat dan respon yang dihasilkanpun demikian, itu sebabnya pergerakan
tungkai atas dan bawah menjadi lebih lambat dari sebelum diberi alkohol 70%.
Alkohol adalah senyawa kimia yang kurang bersifat polar. Alkohol yang berdifusi
kedalam akson saraf akan bercampur dengan cairan intraseluler didalam sel saraf
yang mengandung ion – ion negatif- positif dan mengganggu proses perambatan
sehingga impuls yang merambat dalam akson harus “bekerja keras” untuk
melewatinya.
A. KESIMPULAN
1. Pusat gerak refleks pada katak adalah medulla spinalis.
2. Saat medulla spinalis dirusak, katak tidak dapat lagi merespon rangsangan yang
diberikan karena tidak ada lagi pusat gerak refleks.
3. Arus listrik dapat menghasilkan potensial aksi pada saraf sehingga terjadi depolarisasi
ion-ion dan menyebabkan katak merespon impuls dari arus listrik tersebut.
Blokir alkohol 70% terhadap saraf katak dapat memperlambat penghantaran impuls
akibat sifat alkohol yang kurang polar yang kemudian berdifusi ke dalam akson saraf
dan bercampur dengan cairan intraseluler di dalam sel saraf.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A., Jane B. Reece dan Lawrence G. Mitchell. 2004. Biologi Edisi
Kelima Jilid 3. Jakarta:Penerbit Erlangga.
Ganong, W. F. 2008. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Guyton and Hall. 2002. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC Penerbit Buku
Kedokteran
Jatmiko, Budi. 2004. Listrik Statis. Modul Pembelajaran Fisika. Jakarta: Depdiknas
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Seeley, R.R., T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology
fourth edition. McGraw-Hill Companies.
Soewolo, dkk. 2005. Fisiologi Manusia. Malang:Universitas Malang Press.
Recommended