View
1.210
Download
18
Category
Preview:
DESCRIPTION
Tulisan ini berbicara tentang suatu komunitas masyarakat yang menganut sebuah ajaran hamalimun yang dibawakan oleh sisingamanga raja XII. suatu kebudayaan bangsa batak yang kemudian menjadi suatu aliran kepercayaan.
Citation preview
ANDRIANSYAH
SEJARAH, AJARAN DAN PENGAMALAN KEAGAMAAN
1
PENGANTAR PENULIS
Bismillahirrahmanirrahim Asalamu'alaikum wr. wb.
Alhamdulillahi ladzii arsala rasulahu bil-hudaa wadiinil haqqiliyuzhhirahu 'alad-diini
kullihi walau karihal-nusyrikun. Allahumma shalli 'ala Nabiyi wa Sayyidul-Mursaliin
Muhammad saw. wa 'ala alihi wa shahbihi ajma'in.
Alhamdulillah, penulis dapat mempersembahkan sebuah tulisan yang berjudul
Mengenal Ugamo Malim , Sejarah, Ajaran Dan Pengamalan Keagamaan, sehingga
masyarakat atau pembaca dapat mengenal suatu agama yang dianut oleh suatu komunitas
kecil di desa Huta Tinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir.
Tulisan ini mencoba memberikan gambaran kepada kita semua bahwa masih sangat
kuatnya suatu paham keagaamaan yang timbul dari sebuah renkarnasi budaya serta kesalah
pahaman penafsiran terhadap nilai-nilai budaya yang kemudian menjadi suatu kepercayaan
yang utuh dalam lingkup sebuah agama.
Tulisan ini akan menjawab paradigma masyarakat dalam merespon hal-hal diluar
batas pemikirannya. Serta fenomena budaya yang kemudian menjelma menjadi doktrin
kepercayaan.
Penulis hanya menyajikan fakta dari sebuah penelitian ekslusif pada wilayah
komunitas keberadaan agama dimaksud.
Akhir kata penulis memohankan saran kritik dan masukan dari para pembaca untuk
menyempurnakan tulisan ini.
Billahi taufiq Wal Hidayah
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Medan, 2 Agustus 2009
Andriansyah
2
A. Latar Belakang Masalah
Ugamo Malim merupakan suatu kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
tumbuh berkembang di Sumatera Utara. Ugamo Malim menyebut Tuhan itu “Mulajadi
Nabolon”. Mulajadi Nabolon adalah Tuhan yang maha esa yang tidak bermula dan tidak
berakhir. Keberadaannya adalah kekal untuk selama-lamanya.
Secara Etimologi Ugamo Malim terdiri dari dua kata yaitu “Ugamo” dan “Malim”.
“Ugamo” berarti Agama atau kepercayaan. “Malim” mempunyai dua bagian: “Malim”
sebagai sifat dasar yang dituju, berawal dari “Haiason” dan “Parsolamon”. Yang kedua
adalah “Malim” sebagai sosok pribadi. Haiasaon diartikan kebersihan. Kebersihan fisik
dan rohani. Parsolamon diartikan membatasi diri dari menikmati dan bertindak.1
Jadi Ugamo Malim adalah suatu kumpulan orang yang melakukan aksi membentuk
hubungan dengan Penciptanya dengan nilai kesucian dan pengamalan peribadatan kepada
Mula Jadi Nabolon dengan kebersihan fisik dan rohani serta membatasi diri dari menikmati
dan bertindak kepada hal-hal yang dilarang menurut aturan dan ajaran Ugamo Malim.
Beranjak dari pembahasan tentang Ugamo Malim, perlu pendefenisian secara umum,
apa yang disebut dengan agama. Hal ini diperlukan untuk mencari keseimbangan makna adar
dalam pembahasan lebih lanjut, kita lebih memiliki sebuah landasan tentang defenisi Agama.
Agama adalah seperangkat sikap, kepercayaan dan praktek yang terkait dengan
kekuatan supra-alami. Baik itu kekiatan Tuhan, ruh, iblis, atau yang lainnya. Dalam
merumuskan gagasan tentang agama. Emile Durkheim seorang tokoh terkemuka dalam ilmu-
ilmu social, mengemukakan tiga ciri esensial yang diyakini terdapat dalam semua agama,
dahulu dan sekarang. Yaitu : (1) keyakinan terhadap adanya hal yang sacral dan profane, (2)
Ritual Peribadatan, dan (3) Komunitas penganut. Oleh karenanya, Durkheim mendefenisikan
agama sebagai “a system of shared beliefs and rituals about the sacred that bind together a
community of worshippers.2
Hampir seluruh buku teks Antropologi yang berdasarkan hasil penelitian sebagian
besar pendudul bumi ini menunjukkan bahwa fenomena adama adalah sesuatu yang
universal. Adama-agama yang ada dan pernah ada didunia, pada umumnya dapat
diklassifikasikan dari berbagai segi. Dari segi ajarannya tentang Tuhan, ada yang ber Tuhan
satu (monotheis) dan ada yang ber Tuhan banyak (polytheis). Dari segi tuntutan dalam
1 Lihat di http://parna-ind.blog.friendster.com/2008/05/parmalim-bagian-dari-budaya-batak/2 Joan Ferrante “Sociology : A Global Perspectif (Bealmont : Wadsword/Thomson learning, 2003). Hlm. 481
3
menyebarkan agama/ajaran, ada agama missionaries dan agama non missionaries. Dari segi
sumber dan asal-usul, para ahli membedakannya antara agama samawi dengan agama
duniawi dan agama alami.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya tentang Ugamo Malim, jika diselaraskan
dengan pengertian Agama secara umum dan klassifikasi dari agama, dapat dijelaskan bahwa
Ugamo Malim merupakan Agama yang ber Tuhankan satu (Mulajadi Nabolon), bersumber
pada nilai-nilai kesucian dan kebenaran dalam pencapaian kesempurnaan hidup, merupakan
suatu agama yang alami dan agama yang non missionaris.
Ugamo Malim timbul akibat resenitas akan pengaruh kepercayaan dari luar, sehingga
ingin mengembalikan kemurnian dalam beragama dan keyakinan terhadap Tuhan yang maha
esa. Awalnya, Parmalim adalah gerakan spiritual untuk mempertahankan adat istiadat dan
kepercayaan kuno yang terancam oleh agama baru yang dibawa Belanda. Gerakan ini lalu
menyebar ke tanah Batak menjadi gerakan politik atau parhudamdam yang menyatukan
orang Batak menentang Belanda.
Gerakan itu muncul sekitar tahun 1883 atau tujuh tahun sebelum kematian Si
Singamangaraja XII, dengan pelopornya Guru Somalaing. Dalam perkembangannya, gerakan
yang menempatkan Si Singamangaraja sebagai pemimpin tertinggi tersebut telah memicu
perlawanan politik dalam bentuk pertempuran-pertempuran kecil di berbagai kawasan Batak
Toba, sekaligus perlawanan teologis terhadap zending3.
Pada tahun 1895 (tujuh tahun setelah kematian Si Singmangaraja XII), Guru
Somalaing ditangkap Belanda dan kemudian dibuang ke Kalimantan pada tahun berikutnya.
Gerakan Parmalim pun mulai memudar walau tidak habis. Raja Mulia Naipospos, tokoh
spiritual, yang disebut-sebut mendapat restu dari Si Singamangaraja XII, kemudian
memegang tongkat kepemimpinan Parmalim.
Gerakan Parmalim pun kembali memusatkan diri pada spiritual dan tata cara hidup
berdasarkan adat. Tongkat kepemimpinan ini diwariskan turun-temurun dan kini dipegang
oleh Raja Marnakkok Naipospos, cucu Raja Mulia. Saat ini pusat kegiatan keberagamaan
kaum Parmalim dipusatkan di Huta Tinggi, Kecamatan Lagu Boti, Kabupaten Toba Samosir,
Sumatera Utara.
Ugamo Malim menempatkan diri pada keyakinan yang utuh dalam cerminan perilaku
diri sehari-hari, menjalankan ajaran agama atas dasar ketulusan, keikhlasan dan keyakinan
tanpa berpanduan dengan sebuah kitab suci yang disakralkan.
3 Zending : pekabaran Injil; usaha-usaha menyebarkan agama Kristen Protestan; badan-badan penyelenggara (misi) penyebaran agama Kristen Protestan. Lihat dalam kamus besar Bahasa Indonesia Online di http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
4
Ugamo Malim melembagakan diri/mendeklarasikan keberadaannya sebagai upaya
agar ajaran murni yang dibawa oleh Sisinga mangaraja tidak punah, sehingga dapat terlihat
jelas eksistensi penganut Ugamo Malim (Parmalim) dalam mepertahankan agamanya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan kepada latar belakang masalah diatas, rumusan masalh dalam penelitian
ini meliputi :
1. Bagaimana sejarah/ asal-usul, perkembangan, prinsip dan struktur Ugamo Malim?
2. Bagaimana pola dasar ajaran Ugamo Malim?
3. Bagaimana Pengamalan keagamaan terhadap ajaran Ugamo Malim?
4. Adakah korelasi antara Ugamo Malim dengan agama lain (Islam dan Kristen)
C. Tujuan Penelitian
Dari Rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui Bagaimana sejarah/ asal-usul, perkembangan, prinsip dan struktur Ugamo
Malim.
2. Mengetahui Bagaimana pola dasar ajaran Ugamo Malim.
3. Mengetahui bentuk Pengamalan keagamaan terhadap ajaran Ugamo Malim.
4. Mencari korelasi antara Ugamo Malim dengan agama lain (Islam dan Kristen).
D. Metodologi Penelitian
Disini akan dikemukakan mengenai lokasi peneitian, populasi,
sampel, metode pengumpulan data, langkah-langkah penyusunan instrumen
penelitian, dan analisis data.
A. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Huta Tinggi Kecamatan Loguboti
Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara. Pemilihan lokasi desa Huta Tinggi
dengan pertimbangan karena di tempat inilah pusat dari penganut Ugano
Malim.
B. Populasi, Sampel dan Metode Pengumpulan Data
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah umat Ugamo Malim
2. Sampel
Mengingat populasi penelitian ini banyak maka untuk efesiensi waktu,
biaya dan tenaga akan dilakukan sampling terhadap populasi yang dianggap
mewakili populasi secara keseluruhan dalam penelitian. Sampel dalam
5
penelitian ini adalah umat Ugamo Malim yang berada di Desa Huta Tinggi
Kecamatan Loguboti Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara.
3. Metode pengumpulan data
Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer atau data
lapangan. Data primer diperoleh dengan hasil observasi dengan metode
wawancara dan Tanya jawab dengan umat Ugamo Malim yang berada di
Desa Huta Tinggi Kecamatan Loguboti Kabupaten Toba Samosir Sumatera
Utara.
C. Langkah-Langkah Penyusunan Instrumen Penelitian/Kuisioner.
Menurut Arikunto penyusunan kuisioner sebagai instrumen
pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Mengadakan identifikasi variabel-variabel yang ada di rumusan judul
penelitian atau yang tertera dalam masalah penelitian;
2. Menjabarkan variabel menjadi sub atau bagian variabel;
3. Mencari indikator setiap sub atau bagian variabel;
4. Menderetkan deskriptor dari setiap indikator;
5. Merumuskan setiap deskriptor menjadi butiran-butiran ;
6. Melengkapi instrumen (pedoman atau instruksi) dan kata pengantar.
Keseluruhan rincian variabel menjadi subvariabel kemudian diteruskan
menjadi indikator dan deskriptor ini dikenal dengan kisikisi penyusunan
instrumen.4
D. Tehnik Analisis Data
Teknik yang dipakai dalam menganalisis data adala dengan metode
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas.
Istilah validitas atau kesahihan yang mengandung pengertian sejauh
mana ketepatan dan kecermatan untuk melakukan pengukuran. Menurut
pendapat Sudaryanto dalam penentuan validitas ada 3 hal penting yang
harus dipenuhi yaitu : 1) kriteria pengukuran harus relevan, 2) isi pengukuran
harus relevan, dan 3) cara pengukuran harus relevan.5
Reliabilitas atau reproduksibilitas, keterandalan, keandalan, presisi, atau ketepatan
pengukuran adalah mencakup tingkat kepercayaan data yang diperoleh dari responden karena
4 Arikunto, S. “Prosedur Penelitian”. Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 1785 Sudaryanto, “Metode dan aneka teknik analisis bahasa: pengantar penelitian wahana kebudayaan secara linguistis”, Duta Wacana University Press, 1993, hlm. 89
6
hal ini dipengaruhi oleh sikap, motivasi dan persepsi responden dalam memberikan jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
Sudaryanto mengemukakan suatu pengukuran disebut reliabel, bila memberikan nilai
yang sama atau hampir sama pada pemeriksaaan berulang-ulang.
A. Sekilas Asal Usul Ugamo Malim
Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu, Islam, dan Kristen ke tanah Batak, orang
Batak pada mulanya belum mengenal nama dan istilah “dewa-dewa”. Kepercayaan orang
Batak dahulu (kuno) adalah kepercayaan kepada arwah leluhur serta kepercayaan kepada
benda-benda mati. Benda-benda mati dipercayai memiliki tondi (roh) misalnya: gunung,
pohon, batu, dll yang kalau dianggap keramat dijadikan tempat yang sakral (tempat
sembahan).
Orang Batak percaya kepada arwah leluhur yang dapat menyebabkan beberapa
penyakit atau malapetaka kepada manusia. Penghormatan dan penyembahan dilakukan
kepada arwah leluhur akan mendatangkan keselamatan, kesejahteraan bagi orang tersebut
maupun pada keturunan. Kuasa-kuasa inilah yang paling ditakuti dalam kehidupan orang
Batak di dunia ini dan yang sangat dekat sekali dengan aktifitas manusia.
Sebelum orang Batak mengenal tokoh dewa-dewa orang India dan istilah “Debata”,
sombaon yang paling besar orang Batak (kuno) disebut “Ompu Na Bolon” (Kakek/Nenek
Yang Maha Besar). Ompu Nabolon (pada awalnya) bukan salah satu dewa atau tuhan tetapi
dia adalah yang telah dahulu dilahirkan sebagai nenek moyang orang Batak yang memiliki
kemampuan luar biasa dan juga menciptakan adat bagi manusia. Tetapi setelah masuknya
kepercayaan dan istilah luar khususnya agama Hindu; Ompu Nabolon ini dijadikan sebagai
dewa yang dipuja orang Batak kuno sebagai nenek/kakek yang memiliki kemampuan luar
biasa. Untuk menekankan bahwa “Ompu Nabolon” ini sebagai kakek/nenek yang terdahulu
dan yang pertama menciptakan adat bagi manusia, Ompu Nabolon menjadi “Mula Jadi
Nabolon” atau “Tuan Mula Jadi Nabolon”. Karena kata Tuan, Mula, Jadi berarti yang
dihormati, pertama dan yang diciptakan merupakan kata-kata asing yang belum pernah
dikenal oleh orang Batak kuno. Selanjutnya untuk menegaskan pendewaan bahwa Ompu
Nabolon atau Mula Jadi Nabolon adalah salah satu dewa terbesar orang Batak
ditambahkanlah di depan Nabolon atau Mula Jadi Nabolon itu kata ‘Debata’ yang berarti
dewa (jamak) sehingga menjadi “Debata Mula Jadi Nabolon”.
7
Parmalim sebenarnya adalah identitas pribadi, sementara kelembagaannya disebut
Ugamo Malim. Pada masyarakat kebanyakan, Parmalim sebagai identitas pribadi itu lebih
populer dari “Ugamo Malim” sebagai identitas lembaganya Berjuang bagi Parmalim bukan
hal baru, karena leluhur pendahulunya dari awal dan akhir hidupnya selalu dalam perjuangan.
Perjuangan dimulai sejak Raja Sisingamangaraja menyatakan “tolak” kolonialisme Belanda
yang dinilai merusak tatanan kehidupan masyarakat adat dan budaya
Raja Monang Naipospos adalah Pengurus Pusat Ugamo Malim, sebuah agama
kepercayaan yang lahir dari kebudayaan Batak. Agama ini merupakan peninggalan Raja
Batak Sisingamangaraja. Kini pusat agama Parmalim terbesar berada di Desa Hutatinggi, 4
kilometer dari kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara. Orang lebih
mengenalnya sebagai Parmalim Hutatinggi. Di desa ini ada rumah ibadah orang Parmalim
yang disebut Bale Pasogit.
Agama ini bisa dikatakan merupakan sebuah kepercayaan Terhadap Tuhan Yang
Maha Esa yang tumbuh dan berkembang di Tanah Air Indonesia sejak Dahulu Kala. "Tuhan
Debata Mulajadi Nabolon" adalah pencipta Manusia, Langit, Bumi dan segala isi alam
semesta yang disembah oleh "Umat Ugamo Malim" ("Parmalim").6
Awalnya, Parmalim adalah gerakan spiritual untuk mempertahankan adat istiadat dan
kepercayaan kuno yang terancam disebabkan agama baru yang dibawa oleh Belanda.
Gerakan ini lalu menyebar ke tanah Batak menjadi gerakan politik atau 'Parhudamdam' yang
menyatukan orang Batak menentang Belanda. Gerakan itu muncul sekitar tahun 1883 atau
tujuh tahun sebelum kematian Sisingamangaraja XII, dengan pelopornya Guru Somalaing
Pardede.
Menurut Profesor Dr Uli Kozok MA dari University of Hawaii, Minoa, USA,
mengatakan, Sisingamangaraja XII bukan beragama Islam, Kristen maupun Parmalin
melainkan beragama Batak Asli.
"Selama ini banyak kontroversi yang terjadi dimasyarakat tentang agama yang
dianut Sisingamangaraja XII. Ada yang mengatakan dia beragama Kristen, maupun Islam,
bahkan tidak sedikit yang menyebut dia beragama Parmalin yang menurut sebagian orang
merupakan agama aslinya orang-orang Batak". Menurut dia, Parmalin bukanlah agama asli
orang Batak. Parmalin merupakan agama kombinasi atau perpaduan dari agama Islam dan
Kristen. Ketika agama Parmalin berkembang di Tanah Batak, Sisingamangaraja XII sendiri
sudah berada di Dairi dalam pengungsian menghindari serbuan-serbuan dari tentara
6 http://id.wikipedia.org/wiki/Parmalim
8
Belanda. "Jadi agama Sisingamangaraja XII adalah Batak asli yang usianya jauh lebih tua
dari agama Parmalin," katanya.7
Dari pernyataan Prof.Dr.Uli Kozok MA dapat kita ambil suatu kesimpulan, agama
Parmalim adalah bagian dari Agama Asli Batak (agama dari Sisingamangaraja), yang
awalnya bergerak sebagai gerakan Politik atau Parhudamdam dipelopori oleh Guru
Somalaing Pardede untuk menggalang kekuatan menentang Belanda, kemudian berkembang
menjadi benteng untuk mempertahankan adat istiadat Batak yang mulai tertekan dengan
agama baru disponsori Belanda yakni Keristen. Parmalim dengan kekuatan yang mulai
berkembang menjadi suatu kepercayaan dengan sentuhan sentuhan Islam dan Keristen.
Dengan kata lain Agama Parmalim percaya kepada Tuhan yang Esa yang disebut "Debata
Mulajadi Nabolon".
Oppu Mula Jadi Nabolon dipercaya sebagai pencipta alam semesta yang tak
berwujud. Dia mengutus manusia sebagai perantaranya, yaitu Raja Sisingamangaraja, yang
juga dikenal dengan Raja Nasiak Bagi. Raja Nasiak Bagi adalah istilah untuk kesucian atau
hamalimon serta jasa-jasa sang raja hingga akhir hayat yang tetap setia mengayomi Bangsa
Batak. Dengan begitu, agama Parmalim meyakini Raja Sisingamangaraja dan utusan-
utusannya mampu mengantarkan Bangsa Batak kepada Debata atau Tuhan.
Ada 3 (tiga ) tokoh yang sangat berperan dalam Agama Parmalim yaitu: 8
1- Sisingamangaraja XII. 2- Guru Somalaing Pardede. 3-Raja Mulia Naipospos.
1- Sisingamangaraja XII: adalah tokoh yang diyakini sebagai utusan
Mulajadi Na Bolon untuk orang Batak .
2- Guru Somalaing Pardede: adalah tokoh karismatik beliau sebagai sebagai
tokoh spritual, politik ahli strategi dan beliauselalu nekad melakukan aksi
pengorganisasian Hamalimon, Oleh Karenanya Sisingamangaraja XII lebih
mempercayainya sebagai penasehat Perang. Disamping itu Guru Somalaing
Pardede memiliki wawasan dan ilmu yang luas, oleh karenanya seorang ilmuawan
dari Italy bernama Modigliano sangat mengharap bantuan Guru Somalaing
7 http://togapardede.blogspot.com/2008/12/parmalim-apakah-bagian-dari-budaya.html8 Lihat dalam http://www.parmalim.com
9
Pardede untuk mendampinginya dalam perjalanan nya keliling tapanuli hingga Asahan. Tidak
mustahil ilmu dan wawasan Guru Somalaing Pardede bertambah baik dibidang Obat-obatan,
dan spritual, perkenalan beliau membuatnya mengenal Maria ibunda Jesus dan Jesus sendiri.
Begitu juga sebelumnya beliau lebih dahulu mengenal ke spritualan Islam, menurut DR.
L.manik Guru Somalaing pernah menuntut Ilmu perang di Aceh dengan rekomindasi
Panglima- Aceh yang diperbantukan pada Sisingamangaraja. Dengan demikian kemungkinan
besar Ajaran agama Parmalim yang ditokohi Guru Somalaing Pardede
3- Raja Mulia Naipospos: Sebelum menjadi pemimpin Parmalim
Huta tinggi, Beliau adalah Raja Parbaringin bius Lagu boti.Raja
Mulia memegang teguh peranannya untuk tidak muncul sebagai
sosok perlawanan anti kolonial, sehingga lebih didekatkan kepada
Missionaris Nommensen di Sigumpar. Ini merupakan pengkaderan
secara terselubung agar tidak segera dipatahkan oleh gerakan misi
kristen dan penjajah. Dengan Sikap beliau maka Agama Parmalim
dapat eksis hingga kini.
Jadi Parmalim sebagai Agama monoteis (menurut keyakinan penganutnya) juga
mempunyai sekte-sekte Yaitu: Parmalim sekte rasulnya Guru Somalaing berkedudukan di
Balige, Parmalim sekte di Huta Tinggi, Laguboti, yang dipimpim Rasul Raja Mulia
Naipospos. Sekte dengan Rasul Guru Mangantar Manurung di Si Gaol Huta Gur-gur, Porsea.
Sekte lain yang sudah pudar adalah Agama Putih dan Agama Teka. Meskipun demikian
Sekarang Agama Parmalim yang berpusat di Huta Tinggi Laguboti adalah Agama Parmalim
yang sanagt menonjol.
B. Prinsip Ajaran Ugano Malim
Pada umumnya semua agama yang ada mempunyai prinsip yang tidak jauh berbeda
atau sama, bila dilihat dari sudut pandang pengertian agama itu sendiri, yaitu menginginkan
kebaikan, kesehjateraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Walaupun demikian, tiap agama mempunyai prinsip masing-masing di dalam
masalah ke Tuhanan, ibadah, hukum dan lainya.
Berikut prinsip-prinsip yang terdapat dalam Ugamo Malim ;9
1. Puji Syukur Kepada Tuhan
9 Hasil Wawancara dengan Opung Lamhot Simanjuntak 61 tahun (seorang Parmalim) pada hari Sabtu tanggal 23 Mei 2009 pukul 11. 25 Wib di Desa Huta Tinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir.
10
Tuhan adalah pemberi segala nikmat, yang membuat segala ketentuan apa yang akan
terjadi kepada kita. Dikala mendapat musibah, maka kita mesti bersabar. Dan ketika kita
mendapat kenikmatan maka kita bersyukur. Syukur kepada Tuhan merupakan bukti kecintaan
kita kepada Tuhan
2. Hormat Kepada Raja
Tuhan meninggikan derajat beberapa orang di tengah-tengah kita, untuk menjadi
pemimpin kita. Maka menghormati raja adalah kewajiban.
3. Kasih Sayang sesama Manusia
Kita yang diberi kehidupan oleh Tuhan dengan segala nikmatnya, haruslah saling
kasih-mengasihi sesama kita. Sehingga dalam kehidupan kita, Tuhan selalu bersama kita
dalam kebesarannya.
4. Rajin Bekerja
Tuhan memberikan kita kekuatan, memberikan kita tenaga. Untuk memnuhi
kebutuhan kita sehari-hari kita mesti giat bekerja. Karma Tuhan tidak suka melihat kita tidak
bekerja.
C. Strategi Pegembangan Ugamo Malim
Raja Sisingamangaraja dan raja Nasiakbagi menanamkan motto bagi para
pengikutnya untuk menerima perkembangan tanpa mengorbankan nilai spiritual Batak. Motto
ini dikenal dengan : Parbinotoan Naimbaru, Ngolu Naimbaru, Tondi na marsihohot.
Parbinotoan Naimbaru
Menerima perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi demi peningkatan kualitas
sumber daya manusia.
Ngolu Naimbaru
Menerima perkembangan jaman untuk meningkatkan kesejahteraan dan peradaban,
tanpa melanggar etika sosial sesuai tuntunan ajaran Ugamo Malim.
Tondi na Marsihohot
Tetap bertaqwa kepada Tuhan Debata Mulajadi Nabolon melalui ajaran
Sisingamangaraja - Raja Nasiakbagi tanpa dipengaruhi ajaran keyakinan agama lain.
Parmalim menyongsong masa depan, tak pernah surut melakukan pedoman dan ajaran yang
dianut walau mengalami banyak hambatan external dan internal. Para tokoh Parmalim
menolak mengikuti pendidikan mission kepada anak-anaknya karena harus dibaptis kristen.
Raja Mulia harus menjalankan amanah, pendidikan harus dilakukan. Anak tunggalnya Raja
11
Ungkap disekolahkan ke sekolah independent yang dikelola pendidikan Inggeris di
Tambunan yang berbasis di Singapura. Tidak diwajibkan menganut agama tertentu.
Semula Raja Ungkap dianggap para tokoh Parmalim akan menjadi lawan setelah menerima
pendidikan modern dan pergaulan dengan orang asing. Raja Mulia sebelumnya banyak
menerima hujatan dari para rekan seperjuangannya karena masalah pendidikan itu.Raja
Ungkap membuktikan sebaliknya. Walau tidak terlalu mulus, beliau mendirikan Sekolah
Parmalim (Parmalim School) tanggal 1 November 1932. Sejak itu banyak anak Parmalim
mendapatkan pendidikan.
Penganut Agama Batak tempo dulu banyak ditarik menjadi Kristen melalui
pendidikan yang dikelola mereka. Pada umumnya para Parbaringin tidak setuju dengan
pengorganisasian Ugamo Malim (Parmalim) akhirnya terlindas dengan jaman. Dengan
dibukanya sekolah Parmalim generasi baru dibangun. Inilah sejarah awal dimulainya
Parmalim baru yang lebih cerdas. Pendidikan misi Kristen tidak memberi pengaruh
pencerdasan generasi Parmalim yang ada saat itu dan sekarang.
Raja Mulia Naipospos menyerahkan tahta kepemimpinnan kepada putra tunggalnya
Raja Ungkap Naipospos pada tahun 1956. Raja Ungkap sebelumnya sudah mengalami pahit
getir penggemblengan diri dari Raja Mulia ayahandanya sendiri. Raja Ungkap adalah
generasi kedua dan pertama sekali menerima pendidikan sekolah. Beliau menguasai Bahasa
Inggeris, Belanda dan Jepang.
Beliau juga memimpin misi penguatan ajaran Ugamo Malim bagi para pemeluknya
yang berpusat di Sait Ni Huta, Uluan. Gerakan itu juga meningkat hingga mencari peluang
kehidupan yang lebih baik dengan gerakan manombang. Mereka mencari peluang kehidupan
baru di daerah Sumatera Timur – Simalungun tepatnya daerah Bah Jambi. Disana berdiri
sebuah perkampungan khusus untuk Parmalim dan disebut Kampung Malim. Sejak itu,
Parmalim menyebar dari Toba ke daerah subur Sumatera bagian Timur.Langkah itu, telah
memperkuat kesatuan (kelembagaan), kemandirian, kedamaian, dan kekuatan iman
Parmalim.
Pendidikan dan pemanfaatan peluang kehidupan, kewirausahaan bukan ajaran baru
bagi Parmalim yang sampai saat ini sudah banyak menghasilkan SDM dan berperan di
berbagai kegiatan, pemerintahan maupun swasta.
Masyarakat umum tidak dapat lagi mengenal Parmalim dalam pandangan yang kaku
seperti sosok dukun, berjambang, makan sirih, pakai tongkat, ikat kepala, pakai ulos, bau
kemenyan, ahli nujum dan lusuh. Image itu sejak lama dipraktekkan kelompok tertentu dan
menganggap Parmalim merupakan obyek yang perlu diselamatkan dan digiring kehadapan
12
Tuhan menurut cara mereka. Sampai saat ini pemahaman ini masih ada, dan sejak masa
pembentukan wujud Parmalim yang lebih maju dan mandiri itu, sebaliknya masih banyak
orang menganggap Parmalim sudah punah.
E. Pelembagaan Ugamo Malim
Ugamo diartikan suatu kumpulan orang yang melakukan aksi membentuk hubungan
dengan Penciptanya. Raja Mulia yang menerima amanah sedikit ragu atas kemampuannya,
hingga beliau ditemui oleh seorang sosok yang kumal. Beliau menagih janji untuk
melembagakan hamalimon yang disebut UGAMO MALIM. Ketika Raja Mulia hendak
mengucapkan kata pernyataannya siapa diri yang menemuinya, beliau spontan menghentikan
dan mengenalkan diri “Nasiakbagi” tidak memiliki harajaon, dan harta benda serta kampung
halaman.
Munculnya Raja Nasiakbagi semakin menguatkan keyakinan Raja Mulia Naipospos
akan pesan yang telah diamanatkan Raja Sisingamangaraja sebelumnya. Raja Nasiakbagi
menyerahkan konsep pengorganisasian dan ajaran Ugamo Malim sesuai dengan apa yang
diterimanya dari Raja Sisingamangaraja. Raja Nasiakbagi selalu menolak apabila dirinya
dianggap sosok Raja Sisingamangaraja XII ataupun penjelmaannya. Beliau selalu
mengatakan bahwa Sisingamangaraja sudah berada disisi Mulajadi Nabolon.
Penjajah dan kroninya mencurigai langkah Raja Mulia dan sosok “Nasiakbagi” dan
melakukan fitnah dan pengejaran. Raja Mulia dipenjara beberapa kali karena tidak menyebut
siapa sebenarnya yang menyebut dirinya Nasiakbagi itu. Setelah melihat pola pengajaran dan
pengorganisasian yang dilakukan Raja Mulia sudah mapan, akhirnya “Raja Nasiakbagi”
meninggalkannya.
Tantangan dan kekerasan banyak dihadapi selama mengembangkan Ugamo Malim.
Berbagai tudingan dan sebutan dilontarkan tidak dijawab. Dia memilih diam karena mereka
yang berkuasa saat itu lebih dominan diterima publik. Ada kepentingan mereka untuk
memberikan stigma buruk kepada kelompok ini agar tidak ada yang mengikuti atau bila
mungkin ditinggalkan para pengikutnya. Mereka sering dipaksa memberikan sumbangan
pembangunan gereja. Pernah mezbah persembahan Parmalim di Huta tinggi dirampas dan
dirobohkan atas perintah Raja Ihutan yang diangkat Penjajah. Pemerintah kolonial akhirnya
memberi izin kepada Kelompok Parmalim yang dipimpin Raja Mulia Naipospos untuk
mendirikan BALE PASOGIT tempat peribadatan di Hutatinggi yang dikeluarkan controleur
van Toba tahun 1921. 10
10
13
14
Ajaran kepercayaan Ugamo Batak yang diberikan lisan, antara lain :
Memuji Tuhan Debata Mulajadi Nabolon – Tuhan Yang Maha Esa, menghormati Raja,
sayang sesama manusia, rajin bekerja untuk penghidupan badan (jasmani) dan menuruti
perintah Raja.Jangan mencuri, tidak boleh membunuh dan berzinah. Jangan mengolok-olok
dan membuat fitnah pada orang lain dan jangan sesatkan orang buta. Tidak boleh mengambil
riba dari harta benda dan uang yang dipinjamkan kepada sesama.Jangan sekali-kali
memandang hina yang berpakaian buruk dan bertopi karung, sebab Raja Nasiakbagi dan
Sisingamangaraja adakalanya mencobai perhatian dari para Parmalim, datang menyamar diri
dengan pakaian yang begitu rupa.Wajiblah selalu mengucapkan dengan perkataan yang
hormat kepada bangsa laki-laki, “Amang” dan kepada bangsa perempuan
“Inang”.Memberitahukan dari hal yang bakal terjadi, dan yang bakal kejadian.
Tujuan penghayatan ajaran kepercayaan ugamo batak adalah menuntun, membimbing
hidup dan perikehidupan manusia di dunia dan memperoleh kehidupan abadi di akhirat yang
disebut “Hangoluan ni tondi di Banua Ginjang”.Patik ni Ugamo Batak adalah ajaran
kepercayaan Ugamo malim dan aturan ni Ugamo batak adalah tata upacara pelaksanaan
penghayatan dari kepercayaan Ugamo malim. Adalah suatu kewajiban untuk mengakui
kesalahan dan dosa, dan memohon keampunan dari Tuhan Yang Maha Esa serta bergiat
melaksanakan kebaikan bekal yang banyak untuk kehidupan abadi. Kepercayaan Ugamo
Malim, percaya akan adanya kehidupan dunia. Tujuan itu tersirat dalam ajaran patik dalam
bahasa abatak, disebutkan “Marpanghirimon do namangoloi jala namangulahon patik ni
Debata nadapotsa do sogot hangoluan ni Tondi asing ni ngolu ni diri on”.
Maksudnya :
“Mereka yang mematuhi dan melaksanakan Hukum Tuhan Yang Maha Esa,
mempunyai harapan kelak memperoleh kehidupan yang abadi selain dari kehidupan dunia
ini”.
A. Ajaran Tentang Ketuhanan Yang Maha Esa
Mulajadi Nabolon adalah Tauhan Yang Maha Esa yang menjadikan bumi dan langit
dengan segala isinya. Tuhan Yang Maha Esa adalah pemilik bumi dan langit semesta alam
yang senantiasa aktif mengatur semua ciptaannya. Tuhan Yang Maha Esa menciptakan
15
menusia menghuni bumi ini, dan kepada manusia telah dijadikan sumber kehidupan manusia.
Kepercayaan Ugamo Malim dan bangsa batak umumnya dalam mengucapkan nama Mulajadi
Nabolon harus diawali dengan Ompu atau Ompung. “Ompu Mulajadi Nabolon” atau
“Ompung Debata Mulajadi Nabolon”. Mulajadi Nabolon adalah “asal mula” (Mulajadi),
“Yang Maha Benar (Mabolon). Sebutan Ompu atau Ompung adalah untuk meluhurkan /
memuliakan dalam kedudukan yang “Paling tinggi derajatnya”. Dalam struktur Adat Batak,
panggilan “Ompung” diberikan kepada ayah dan ibu dari pada orangtua kita. Panggilan ini
sangat didambakan orang batak melalui keturunannya langsung. a. Kedudukan Tuhan Yang
Maha Esa
Disadari dan diyakini, bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu ada dan mutlak, bertempat di
Hebangan Panjadion (Singgasana Penciptaan) yang juga disebut Banuwa Gunjang (Tempat
Yang Maha Tinggi), dan keberadaannya kekal selama-lamanya.
Tonggo-tonggo dalam ugamo malim yang harus diucapkan setiap doa peribadatannya
mengajarkan bahwa setiap umat manusia harus bersembah sujud kepada Tuhan Yang Maha
Esa yang menjadikan bumi dan langit dengan segala isinya yang menjadikan manusia dengan
segala keberadaannya di bumi ini. Tuhan Yang Maha Esa dalam kedudukannya memberi
Rohnya kepada manusia untuk menuntun hidup manusia sesuai dengan kehendaknya.
Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat kepada manusia dan semua ciptaannya. Manusia
diwajibkan mempersembahkan Puji-pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui
persembahan / pelean. Kepada Tuhan Yang Maha Esa manusia memohon keampunan dosa,
memohon hiburan bagi yang berduka cita, memohon keringanan atas beban hidup, memohon
kesembuhan dari penyakit yang diderita dan memohon kecerahan pikiran bagi yang selalu
dibaluti kekalutan.
Tuhan Yang Maha Esa memohon bahwa hidup matinya adalah kehendaknya, semoga
kelak arwahnya mendapat berkat kehidupan yang kekal di Singgasananya. Ini yang disebut
“Tumpal Hangoluan”.
1. Sifat-sifat Tuhan Yang Maha Esa
Dari doa ritual (Tonggo-tonggo) kepercayaan Ugamo Malim tersirat, bahwa Tuhan
Yang Maha Esa adalah Maha Kuasa, Maha Pemurah, Maha Mengetahui, Maha Pengampun,
Maha Adil, Maha Kuat, Maha Bijaksana, Maha Agung dan Maha Mulia.
2. Kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa
16
Atas kuasa dan kehendak Tuhan Yang Maha Esa, telah memberikan Rohnya menitis
kepada manusia untuk menjadi pemimpin, pembimbing dan penuntun hidup dan
perikehidupan manusia agar berjalan sesuai dengan kehendaknya. Tuhan Yang Maha Esa,
Maha menentukan hidup atau Maha bagi segala ciptaannya. Kuasa tersebut pertama
diciptakannya di tempat Yang Maha Tinggi (Banua Ginjang), yang terdiri dari :
1) Bataraguru
2) Sorisohaliapan
3) Balabulan
Tiga kuasa ini disebut : Debata Natolu. Tiga kuasa Tuhan Yang Maha Esa adalah
paduan kedudukan, sifat-sifat dan kuasa yang mengatur hidup alam semesta ciptaannya.
1. Hukum Keadilan, Hukum Kerajaan, Kebijaksanaan, Pengetahuan, Keabadian diberikan
kepada manusia adalah bersumber dari Bataraguru dilambangkan dengan warna Hitam.
2. Hukum Kesucian, kebenaran, Kemuliaan diberikan kepada manusia dan dilambangkan
dengan warna Putih.
3. Kekuasaan, Kekuatan, Kesahalaan – Hasaktion (Kesaktian), Pemilik para malaikat,
diturunkan kepada manusia dan berada diantara umat manusia, dilambangkan dengan
warna Merah.
Dari tempat yang Maha Tinggi, Tuhan Yang Maha Esa mengutus Nagapadohaniaji
menguasai Tanah/Bumi dan Boru Saniangnaga menguasai Air. Titisan Kuasa Tuhan Yang
Maha esa kepada umat manusia dimuliakan dalam setiap doa ritual kepercayaan ini. Doa
ritual (Tonggo-tonggo) tersebut secara berurutan adalah :
a. Mulajadi Nabolon – Tuhan Yang Maha Esa
b. Debata Natolu
c. Siboru Deakparujar
d. Raja Hatorusan
e. Nagapadohani Raja)
f. Boru Saniangnaga
g. Patuan Raja Uti
h. Tuhan Simarimbulubosi
i. Raja Naopatpuluopat (44)
j. Sisingamangaraja
k. Raja Nasiakbagi
17
B. Ajaran tentang Manusia
a. Asal Mula Manusia
Kepercayaan Ugamo Malim mengakui dan mempercayaai sesuai dengan mitologi
Batak Kuno bahwa asal mula manusia adalah dari hasil perkawinan putera dan puteri dari
Banua Ginjang (tempat Yang Maha Tinggi), yaitu Raja Odapodap dengan Boru Deakparujar,
yaitu seorang putera dan seorang puteri yang lahir kembar.
Setelah mereka dewasa, Tuhan Yang Maha Esa berkenan turun dari banua ginjang
untuk menjodohkan mereka menjadi suami istri, dan kepada mereka diberi hidup menghuni
bumi ini dengan syarat bahwa mereka harus senantiasa melakukan hubungan dengan Tuhan
yang Maha Esa melalui persembahan suci disebut “Pelean” dan dilarang agar tidak memakan
daging babi, anjing, darah, dan yang kebangkaian atau yang tercemar uap bangkai. Atas
kuasa yang diterima mereka berdua dapat melaksanakan kehendak dan menjauhi larangan
Tuhan ini, dan kepada keturunannya “Sabda” ini diteruskan, dan merupakan amanah yang
disebut “Tona”. Dalam mitos itu disebutkan bahwa Boru Deakparujar dan raja Odapodap
kembali bersama dengan Mulajadi Nabolon ke tempat Yang Maha Tinggi. Akan tetapi karena
kecintaan menempatkan Boru deakparujar di Bulan dan Raja odapodap bertempat di
Matahari.
b. Struktur Manusia
Pada awal kehamilan Ibunda Boru Deakparujar disebutkan bahwa yang lahir adalah
seperti gumul (bulat). Mulajadi Nabolon menitahkan kepada Boru Deakparujar agar yang
lahir nanti harus dikubur karena itulah yang akan menyempurnakan bumi di tempa (ditopa).
Rambutnya menjadi tanah liat, tulang-tulangnya menjadi batu-batuan, dan darahnya akan
merekat ke bumi ini. Kelahiran yang kedua adalah Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia
yang akan menjadi suami istri sebagai awal keturunan manusia.
Tondi dan sahala serta akal pikiran manusia menjadi satu dalam ujud jasmani manusia
yang terdiri dari darah, gading, ate-ate, pusu-pusu (jantung) adalah merupakan penggerak
bagi manusia manusia untuk berkemampuan dalam melaksanakan tugas kehidupan sesuai
dengan sabda Tuhan Yang Maha Esa.
Secara fisik (daging, tulang dan darah), secara mental yaitu roha (pikiran), ate-ate
(hati), pusu-pusu (jantung), diri (pribadi) dan gogo (kemampuan) ditambah lagi dengan tondi
(roh) dan sahala (kharisma), maka manusia adalah ciptaanNya dialam semesta ini. Pada
18
hakekatnya manusia masih tetap lemah dan tidak berarti bila dibandingkan dengan Kuasa
Tuhan Yang Maha Esa.
c. Tugas dan Kewajiban Manusia
Dengan kesempurnaan penciptaan Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia, tujuannya
adalah untuk menghuni bumi ini, dan menyembah kepadaNya untuk selama-lamanya. Tuhan
menyediakan segala kebutuhan hidup manusia pada alam, dan Tuhan memberikan
poengetahuan dan kemampuan untuk memanfaatkan alam ini untuk kelangsungan hidupnya.
Melaksanakan hukum (kehendak) Tuhan, menyembah dan memuji Namanya dalam keadaan
apapun adalah kewajiban manusia. Bahawa hidup dan matinya manusia adalah atas kuasa
Tuhan yang Maha esa. Itu disebutkan dengan tegas dalam lapatan ni patik : “Ngolu dohot
hamatean Huaso I Debata”. Kewajiban ini diurai dalam aturan-aturan Ugamo Malim dalam
kehidupan Parmalim, sejak mulai lahir sampai ajal tiba (kematian) dituntun dalam aturan ini,
yaitu :
1)` Martutuaek (kelahiran)
2) Pasahat Tondi (kematian)
3) Marari sabtu (peribadatan setiap hari sabtu)
4) Mardebata (peribadatan atas niat seseorang)
5) Mangan Napaet (peribadatan memohon penghapusan dosa)
6) Sipaha Soda (peribadatan hari memperingati kelahiran Tuhan Simarimbulubosi)
7) Sipaha Lima (peribadatan hari persembahan pelean kurban)
Selain dari aturan pokok ini, ada lagi aturan yang wajib dilaksanakan sesuai dengan
situasinya, yaitu :
1) Pamasumasuon (pemberkatan dalam perkawinan)
2) Memandikan jenasah
3) Manganggir (penerimaan anggota baru)
4) Marpangir (apabila melalui keadaan yang dinilai kotor, dan bagi wanita yang selesai haid)
5) Membaca doa bila hendak mandi, memotong hewan, menggali tanah untuk kuburan, dan
lain-lain.
Kewajiban lainnya yang utama ialah menata hidup dan perilaku yang luhur dalam
pengabdian diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa melalui kepatuhan melaksanakan
hukum dalam ugamo Malim yaitu Patik Ni Ugamo Malim. Patik ini meemrintahkan manusia
untuk selalu menyembah Tuhan, menghormati Raja, mencintai sesama manusia dan giat
bekerja. Hasil atau buah dari pekerjaan yang tidak bertentangan dengan larangan Patik Ni
19
Ugamo Malim, dimanfaatkan untuk memuji Tuhan Yang Maha Esa, menghormati Raja dan
mencintai sesama manusia.
d. Sikap Terhadap Sesama Manusia
Ajaran kepercayaan Ugamo Malim dalam Patik Ni Ugamo Malim menyebutkan :
“Haholongan dongan jolma”. Adalah kewajiban untuk saling mencintai sesama manusia. Itu
dipertegas lagi dalam lapatan Ni Patik yang menyatakan : “Songon holong ni rohaniba
didiriniba, songon ima holong ni roha tu dongan”. Artinya : “Bahwa kita wajib emncintai
sesama sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri. Manusia adalah sama derajatnya dan
martabatnya terutama dihadapan Tuhan Sang Pencipta. Perbedaan suku, bangsa, daerah,
bahasa dan budaya adalah atas kehendak Sang Pencipta. Manusia memandang dirinya secara
utuh akan menyadari makana Patik, bahwa pada dasarnya manusia adalah sama.
Untuk menumbuhkan rasa sesama manusia diajarkan dalam kepercayaan Ugamo Malim
sebagai berikut :
Unang holan diri niba sinarihon, ia naringkot di dongan ndang pinarrohahon”, yang
artinya : agar jangan hanya mementingkan diri sendiri, sedangkan kepentingan orang lain
diabaikan. Larangan ini secara lengkap diuraikan dalam Patik Ni Ugamo Malim yang disebut
dengan “Pinsang-pinsang (Maminsang)”.
Melaksanakan ajaran “Holong” dengan menjauhkan semua larangan-larangan akan
mewujudkan “Saling mencintai, mengasihi, menghargai dan saling menghormati” yang akan
bermuara kepada “kedamaian dan kesatuan”.
e. Tujuan Hidup Manusia
Kebahagiaan dunia lahir bathin adalah suatu cita-cita hidup manusia di alam dunia ini.
Beragam usaha dilaksanakan untuk mengggapai harapan-harapan ini, namun sampai
kapanpun manusia tidak kunjung memperolehnya. Hidup selalu resah, gelisah dan tidak
pernah merasa puas.
Ajaran kepercayaan Ugamo Malim menetralisir keadaan ini agar hidup bisa menjadi
tenang dan menikmati hidup dengan rasa terima kasih (syukur) kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Bahwa makna dari kehidupan itu adalah penyerahan diri secara utuh kepada Tuhan Yang
Maha Esa, dan akhir dari pada kehidupan manusia adalah kembali menyatu kepada Sang
Pencipta.
Kepercayaan Ugamo Malim, menyatakan bahwa tujuan manusia (Parmalim) adalah :
20
1) Manopoti dosa dohot mangido pasu-pasu yang artinya : memohon keampunan dosa dan
memohon berkat dari Tuhan Yang Maha Esa.
2) Mangalului Hangoluan ni tondi, yang artinya : memperbanyak pengalaman dalam hidup
untuk kelak menjadi bekal dalam kehidupan yang abadi (di luar kehidupan jasmani ini).
C. Ajaran Tentang Alam Semesta
Alam semesta adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Proses terjadinya manusia
berkaitan dengan penciptaan Tuhan atas bumi (mayapada) ini melalui tangan ghaib Siboru
Deakparujar. Kepada Siboru Deakparujar diberi Tuhan ilmu pengetahuan selama proses
penciptaan bumi ini melalui tanda-tanda di alam raya seperti : matahari, bulan dan bintang.
Terjadinya pergantian musim, pergantian tahun, pergantian bulan dan pergantian hari semua
diberikan Tuhan Yang Maha Esa melalui peralihan benda-benda langit. Tanda-tanda ini bagi
kepercayaan Ugamo Malim menjadi patokan untuk menentukan hari-hari baik, bulan baik
dan saat melaksanakan upacara penghayatan yang bersifat umum diluar hari sabtu yang telah
menjadi patokan yang tetap.
Alam semesta adalah sebagai wujud keberadaan Tuhan Yang Maha Esa yang dapat
dilihat, dapat dinikmati oleh umat manusia. Menghormati dan menghargai serta menikmati
alam semesta ini adalah perwujudan kecintaan, pemuliaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bumi dan air adalah tempat manusia sekaligus sebagai sumber hidup manusia.
Memanfaatkan bumi dan air untuk kepentingan manusia harus menyadari bahwa Tuhan Yang
Maha Esa telah memberikan dan menyampaikan kuasa menjaganya kepada Nagapadohaniaji
(bumi) dan Boru Saniangnaga (Air).
Kepercayaan Ugamo Malim memberikan tuntunannya agar setiap memanfaatkan
tanah (bumi) untuk kepentingan manusia terlebih dahulu menyatakan penghormatan kepada
Nagapadohaniaji, dan pemanfaatan air menyatakan penghormatan kepada Boru Saniangnaga,
dengan pernyataan bahwa “kami bukan hendak merusak”. Merusak bumi akan berakibat
“petala” bagi manusia dan merusak air juga akan berakibat “petaka” bagi manusia.
D. Ajaran Tentang Kesempurnaan Hidup
Sabda pertama dan yang utama dari Mulajadi Nabolon Tuhan Yang Maha Esa, ketika
mempertemukan Siraja Ihat Manisia dengan Siboru Ihat Manisia dalam ikatan perkawinan
dan berlaku untuk keturunannya (umat manusia) pada hakekatnya adalah bahwa Tuhan Yang
Maha Esa sangat mencintai manusia dan memberikan bumi (alam) untuk kepentingan
kehidupan menusia dengan dibekali akal, pikiran dan perasaan. Agar manusia selalu
mengingat hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui jiwa yang bersih, tulus dan suci
21
serta dengan pernyataan melalui persembahan (pelean) yang bersih dan suci. Larangan-
larangan Tuhan Yang Maha Esa agar selalu dihindari/dipantangkan untuk dilaksanakan.
Dalam setiap upacara persembahan/menyembah Tuhan Yang Maha Esa dalam kepercayaan
Ugamo Malim dilaksanakan dengan mempersiapkan pelean. Tujuh macam upacara
penghayatan Parmalim mempunyai tata cara tersendiri dalam penataan pelaksanaannya.
Tetapi dalam semua upacara ini ada yang tidak bisa tinggal yaitu “Pangurason” (Air Suci
Pengurapan) dan “Daupa” (bahan dari kemenyan untuk dibakar). Daupa dan Pangurason
adalah Pelean yang utama. Melaksanakan penghayatan harus didasari “Niat”, dalam bahasa
Batak disebut “Sangkap”. Niat ini dapat terlaksana apabila pikiran, hati, jantung, diri/pribadi
dan kemampuan telah menyatu, bulat, kokoh serta bersih. Secara jasmaniah harus
membersihkan diri dari keadaan dan perbuatan yang dapat menimbulkan “Haramunon”
(haram) Penghayatan tidak hanya dalam upacara peribadatan, tetapi diajarkan dalam setiap
saat penghayatan itu berlaku selanjang hidup manusia. Ini menimbulkan sikap dan perilaku
yang selalu terjaga dan terbimbing. Dalam istilah kepercayaan Ugamo Malim disebut dengan
“Marsolam diri dan Marsolam ngolu”, yang pada akhirnya akan mencapai tingkat “Marsolam
tondi”. Artinya : dalam menghadapi keadaan yang bahkan merenggut nyawa sekalipun tidak
akan membuat kedukaan. Patik Ni Ugamo Malim mengejarkan agar senantiasa
“memuji/menyembah Tuhan Yang Maha Esa, mensyukuri segala pemberianNya (AsiasiNa).
Pahit atau manis, senang atau susah, kaya atau miskin, berbahagia atau berdukacita, sehat
atau sakit, bahkan matipun semuanya adalah atas kehendakNya. Patik ini bila digolongkan,
ada 5 bagian yaitu :
1. Bagian pertama disebut Marsuru (menyuruh/wajib). Patik menyuruh/mewajibkan agar
selalu menyembah Tuhan Yang Maha Esa, menghormati Raja, mencintai sesama
manusia serta rajin/giat bekerja agar mempunyai kemampuan memuji Tuhan,
menghormati Raja dan mencintai sesamanya.
2. Bagian kedua disebut Meminsang (melarang). Patik maminsang/melarang agar jangan
mencuri, jangan berzinah/memfitnah, jangan membunuh, mengolok-olok, jangan
menghina pada orangtua, jangan menyesatkan orang buta, mentelantarkan fakir
miskin, jangan memandang hina kepada orang yang berpakaian compang camping,
jangan mengambil riba dari harta dan uang yang dipinjamkan pada sesama.
3. Bagian ketiga disebut Paingothon (mengingatkan). Patik mengingatkan bahwa jangan
hanya di waktu senang, kaya, beruntung, dan saat kamu menyembah Tuhan. Tetapi
dalam keadaan susah, miskin, merugi dan sakit, bahkan sampai akhir hayat harus
selalu menyembah/memuji Tuhan.
22
4. Bagian keempat disebut Panandaion (mengenal/mengetahui). Patik
mengenalkan/memberitahukan, bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah menjadikan
langit dengan segala isinya, menjadikan manusia serta seluruh alam semesta.
5. Bagian kelima disebut Puji-pujian (Puji-pujian). Patik menentukan untuk
mempersembahkan Puji-pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk selama-lamanya.
Melaksanakan Patik dengan sempurna, melaksanakan aturan-aturan penghayatan
dalam kepercayaan Ugamo Malim akan mewujudkan suatu sipak perilaku hidup yang disebut
“Marsolam Diri dan Marsolam Ngolu”, yaitu :
a. Marroha Hamalimon.
Berpikir, berpengetahuan dan bertindak sesuai dengan bimbingan Patik Ni Ugamo
Malim (Hamalimon).
b. Marngolu Hamalimon
Berkehidupan dalam wujud keberadaan dan perilaku sehari-hari selalu terbina dan
terpelihara oleh Patik ni Ugamo Malim (Hamalimon).
c. Martondi Hamalimon.
Ketekunan dan keteladanan yang berisi keikhlasan, dan ketulusan hati dalam
melaksanakan peribadatan dan penghayatannya secara lahir dan bathin dalam keadaan
bagaimanapun selalu menyembah dan memuji Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan Patik Ni
Ugamo Malim (Hamalimon).
Dalam menikmati hidup (Parmanganon), dalam melihat alam sekitar (Pamerengon),
penempatan diri sesuai dengan keberadaan dan kemampuan (Parhundulon), memelihara tata
krama kesopanan dan kehormatan (Pangkataion), dan didalam melaksanakan fungsi
kehidupan-kemanusiaan (Pardalanon) senantiasa akan terpelihara apabila Patik Ni Ugamo
Malim menjadi sikap dan panutan hidup manusia dalam ajaran kepercayaan Ugamo Malim,
itulah puncak dan pengenalan diri manusia dalam menempatkan dirinya sebagai makhlum
Tuhan Yang Maha Esa, dalam pergaulan hidup dan dengan alam sekitarnya. Secara singkat
disebutkan : Malim Parmanganon, Malim Pamerengon, Malim Parhundulon, Malim
Pangkataion, dan Malim Pardalanon.
23
A. Dasar Penghayatan
1. Pedoman Penghayatan
Ugamo Malim diibaratkan sebagai rumah yang disebut Ruma Hangoluan (Tempat
Kehidupan), karena di dalam rumah ini berisi sumber kehidupan (dunia dan akhirat) yaitu :
Hata Ni Debata (Kata Maulajadi Nabolon)
Tona Ni Debata (Pesan Mulajadi Nabolon)
Patik Ni Debata (Titah Mulajadi Nabolon)
Uhum Ni Debata (Hukum Mulajadi Nabolon)
Keempat nilai kehidupan rohani dan jasmani ini dipadukan di dalam ajaran
kepercayaan Ugamo Malim, yaitu :
Patik Ni Ugamo Malim (Ajaran Agama Malim)
Aturan Ni Ugamo Malim (Aturan Agama Malim)
Patik Ni Ugamo Malim adalam Roh dari kepercayaan Parmalim, dan Aturan Ni
Malim adalah Jasad dari kepercayaannya.
Melaksanakan Aturan Ni Malim secara lahiriah ditata dalam tata upacara
menghayatan atau peribadatan, yaitu : Marari Sabtu, Martutuaek, Pasahat Tondi, Mardebata,
Mangan Napaet, Sipaha Sada, Sipaha Lima dan penghayatan yang dilaksanakan menurut
keadaan yang mengharuskan melaksanakan upacara yang bersifat khusus.
Jiwa atau Roh yang menggerakkan untuk melaksanakan aturan ini secara lahiriah adalah
ajaran Patik Ni Ugamo Malim. Patik inilah sebagai cermin dan yang akan menilai nemar atau
tidak dalam pelaksanaannya.
Dalam melaksanakan aturan-aturan penghayatan dalam kepercayaan Ugamo Malim
harus disediakan “Pelean”, yaitu “Daupa dan Pangurason” sebagai persembahan yang
disampaikan dengan doa-doa ritual (Tonggo-tonggo) secara berjenjang mulai dari Mulajadi
Nabolon - Tuhan Yang Maha Esa sampai kepada Raja Nasiakbagi.
2. Perilaku Penghayatan.
24
Sebelum melaksanakan satu penghayatan atau upacara peribadatan dalam
kepercayaan Ugamo Malim, harus didahului dengan niat yang tulus dan hati yang bersih.
Masing-masing aturan yang dilaksanakan adalah mengandung arti tersendiri. Ugamo Malim
juga disebutkan “Dalan Pardomuan Dompak Debata”, yang artinya adalah : “Jalan untuk
dapat bertemu/bersatu dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam setiap pelaksanaan
penghayatan ini, semua peserta harus berpakaian Batak atau berkain sarung. Bagi laki-laki
dewasa harus memakai Serban Putih dan bagi perempuan dewasa rambutnya disanggul
dengan rapi yang disebut dengan Sanggul Toba. Duduk dengan teratur dan bersila, tangan
bersikap menyembah. Pelean “Daupa dan Pangurason” ditata diatas sebuah tikar pandan yang
bersih, letaknya dihadapan para peserta upacara. Salah seorang diantaranya (biasanya Ulu
Punguan) duduk di depan semua peserta dan langsung menghadap Pelean tadi, dan
mengucapkan doa-doa rotual (Tonggo-tonggo). Selesai mengucapkan doa (Tonggo-tonggo)
sesuai dengan ciri tata upacara yang dilaksanakan, pada saat terakhirnya Pangurason diambil
oleh Ulu Punguan (Pemimpin Upacara) yang kemudian dipercikkan kepada seluruh peserta
yang hadir, dan peserta tetap bersikap menyembah menerima percikan Pangurason ini
sebagai rasa syukur atas pensucian yang diterimanya.
Setiap doa (Tonggo-tonggo) dalam kepercayaan Ugamo Malim ditutup dengan
pernyataan “Nabonar Jungjunganku”, artinya : bahwa Raja Nasiakbagi-Sisingamangaraja
adalah Jungjungan Parmalim yang diutus oleh Tuhan Yang Maha Esa mengajarkan kesucian
dan kebenaran. Arti lainnya adalah sebagai pernyataan umat bahwa dia selalu akan
menjunjung tinggi kebenaran. Ini diucapkan secara serentak oleh para peserta upacara.
3. Kelengkapan Penghayatan.
Telah dijelaskan bahwa tiap-tiap aturan yang dilaksanakan dalam kepercayaan Ugamo
Malim mempunyai kekhususan tertentu dam secara umum persembahan harus didasari
dengan “Daupa dan Pangurason”. Peserta upacara secara keseluruhan berpakaian adat Batak,
dimana laki-laki dewasa bersorban putih dan perempuan dewasa bersanggul toba. Sedangkan
peserta lainnya yaitu anak-anak diharuskan berpakaian sarung. Semuanya tanpa alas kaki
(sepatu dan sebagainya). Pelean sebagai sarana persembahan dalam upacara penghayatan
dalam kepercayaan Ugamo Malim diletakkan di atas tikar yang bersih, ditata dengan
harmonis menurut jenis pelean. Pelean-pelean, yang terdiri dari :
1. Nasi Putih, ikan batak, telur rebus (dalam satu wadah)
2. ayam putih, ayam hitam, ayam merah dimasak secara utuh
masing-masing dalam satu wadah)
25
3. Kambing putih, dimasak dalam bentuk yang disyaratkan, diletakkan dalam pinggan
menurut bagian-bagiannya.
4. Parbue santi, yaitu beras putih, sanggul bane-bane, baringin, sitompion, gabur-gabur,
napuran, daung meligos, pisang 1 buah dan mentimun satu suing, disusun dengan
indah dalam satu wadah (pinggan).
5. Nanidugu yaitu ayam yang dipanggang dan diberi bumbu santan dan asam
dimasukkan dalam sebuah mangkok putih.
6. Pohul-pohul yaitu tepung yang dikepal dan dikukus, itak gurgur yaitu tepung beras
yang diekepal masing-masing 7 (tujuh kepal), openg-openg terdiri dari tepung beras
di campur dengan pisang lalu ditumbuk dalam lesung masing-masing dimasukkan
dalam pinggan, ditemani pisang dan mentimun.
7. Hewan kurban (lembu atau kerbau), sebelum disembelih diikatkan dalam Borotan
setelah hewan kurban tersebut lebih dahulu dimandikan.
Artinya : dalam keadaan hidup hewan kurban tersebut telah dipersembahkan melalui
doa-doa ritual (Tonggo-tonggo). Kemudian disembelih, dimasak menurut bagian-bagian yang
sudah tertentu.
Setelah masak, kembali lagi dipersembahkan. (Upacara persembahan ini hanya
dilaksanakan di Bale Partonggoan.
Apabila upacara dilaksanakan dengan Pelean yang lengkap, biasanya harus diiringi
dengan membunyikan Gondang Sabangunan (Gondang Batak). Selesai upacara ini seluruh
hadirin oleh pemimpin upacara membubuhkan beras ke ubun-ubun peserta dan disebut “Sipir
Ni Tondi”, kemudian dipercikkan “Pangurason”. Juga pelean ini semuanya disebut dengan
“Pelean Debata” (Persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa). Ada juga yang disebut
“Pelean Habonaron” yaitu persembahan kepada Roh-roh yang dalam kepercayaan Ugamo
Malim adalah pendamping manusia secara ghaib, dan ini biasanya berada dalam rumah,
dalam kampung (desa) maupun dalam setiap langkah-perjalanan, roh ini selalu menemani
manusia. Pelean Habonaron ini disajikan di dalam “Mombang” yang terbuat dari daun enau,
pucuk enau, rotan dan tali dibuat dalam bentuk yang indah, digantungkan ditengah runagan
rumah.
B. Pengamalan Tentang Budi Luhur
1. Ajaran Tentang Budi Luhur
Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa pada hakekatnya adalah sama dengan
unsur-unsur jasmani dan rohaniah yang mempunyai kedudukan yang sama dihadapan Tuhan
26
Yang Maha Esa. Kehidupan manusia di dunia ini selalu diliputi keadaan yang sangat
bertenatangan satu sama lain. Senang-sunah, suka-duka, sehat-sakit, hidup-mati. Itu
semuanya adalah kodrat manusia yang dijadikan Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam ajaran kepercayaan Ugamo Malim memberi petunjuk agar hidup ini tidak dibalut oleh
kedukaan dan kegirangan semata-mata dan menempatkan hidup manusia berkeseimbangan
menerima keadaan-keadaan yang saling bertentangan.
Diajarkan “Tuhan Yang Maha Esa menjadikan kehidupan menjadi kematian, dan
kematian menjadi kehidupan”. (Dibahen Debata do hangoluan jumadi hamatean; hamatean I
jumadi hangoluan). Juga diajarkan : “Tuhan Yang Maha Esa menjadikan kehidupan menjadi
kehidupan, dan kematian menjadi kematian”. (Dibahen Debata do hangoluan I jumadi
hangoluan, hamatean I jumadi hamatean). Akhir dari kehidupan di dunia adalah kematian,
dan hal-hal ini sudah merupakan hukum alam. Siapapun tidak dapat menghindar dari keadaan
ini. Tetapi kematian untuk menjadi kehidupan (yang abadi) adalah Kuasa Tuhan Yang Maha
Esa dengan sabdaNya, bagi siapa yang “benar” melaksanakan kehendakNya. Kematian yang
menjadi kematian, juga adalah Kuasa Tuhan Yang Maha Esa dengan sabdaNya, bagi siapa
yang tidak melaksanakan (ingkar) kehendakNya. Untuk mencapai kehidupan diluar
kehidupan jasmani ini oleh Raja Nasiakbagi kepada pengikutnya diberikan “bekal” untuk
itu.disebutkan: “Indion ma pangan hamu eme na hu papungu na di sopo on. Mardos ni roha
ma hamu marbagi. Umbahen na hupapungu I, asa adong do mangudut haleonmu”.
Maksudnya : “Inilah kamu makan, makanan yang telah kusediakan dalam rumah ini.
Seiasekatalah kamu membagi-baginya. Sebabnya ini kusediakan, agar kelak kamu tidak
berkekurangan”. Bekal itu adalah Poda, Tona, Patik dan uhum yang terpadu didalam Patik Ni
Ugamo Malim dan kebersamaan melaksanakan penghayatannya melalui aturan-aturan dalam
Ugamo Malim itu, kemudian diamalkan dalam kehidupan agar tidak sampai terjadi perilaku
kehidupan apabila dicerminkan kepada Patik, dapat diketahui kesalahan atau dosa apa yang
telah diperbuat, kebaikan atau kebijakan yang dilakukan.
Kesalahan dan dosa, kebaikan dan kebijakan, semuanya dieprsembahkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, agar dosa diampuni dan kebajikan diberkati menjadi pengabdian
kepadaNya. Setiap saat Parmalim diwajibkan membaca ulang kegiatan kehidupannya, untuk
kemudian menata kehidupan itu bercermin kepada Patik dan Aturan Ugamo Malim.
2. Usaha-usaha Penanaman Budi Luhur
Kegiatan Parmalim ditengah-tengah masyarakat yang bermacam kepercayaan sangat
disadari, terutama mengingat bahwa jumlah pengikut kepercayaan ini sangat sedikit di
27
bandingkan dengan kepercayaan lain disekitarnya. Untuk itu selalu ditanamkan agar citra dan
jati Parmalim harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku hidup sehari-hari. tidak ada alasan
untuk tidak rukun dengan sesama yang berlainan kepercayaan sepanjang tidak menyinggung
atau menyimpang dari norma-norma kesusilaan, dan nilai-nilai hidup yang diajarkan oleh
kepercayaan Ugamo Malim, Tatanan Adat dan Budaya Batak.
Ketekunan dan kesetiaan Parmalim melaksanakan peribadatan tidak terpengaruh
kepada hal-hal yang sifatnya sebenarnya dapat dihindarkan atau ditunda. Kewajiban utama
adalah melaksanakan Aturan Ugamo Malim, kecuali utama ada hal-hal yang berada di luar
jangkauan kemampuan dan kekuasaan, seperti sakit, berada di tempat yang jauh dari tempat
peribadatan, maupun karena tugas yang tidak terelakkan. Namun diwajibkan sesaat untuk
mengingat dan berdoa dalam hati.
Marari Sabtu.
Salah satu aturan dalam ugamo Malim adalah Marari Sabtu, yaitu peribadatan yang
dilaksanakan setiap hari sabtu. Aturan ini mnegikat dalam kehidupan kepercayaan Parmalim.
Aturan ini adalah hari yang dimuliakan Parmalim, untuk mensyukuri hidupnya setiap minggu
dan memohon keampunan dosa serta memohon limpahan berkat dari Tuhan Yang Maha Esa.
Pada hari ini, selama satu hari penuh tidak diperbolehkan melaksanakan kegiatan sehari-hari
atau berdiam diri dirumahnya. Semuanya harus berkumpul di rumah Parsantian (Rumah
Peribadatan) yang berdekatan dengan tempat tingglanya atau yang sudah ditentukan menjadi
tempat Peribadata.
Upacara Peribadatan ini dipimpin Ulu Punguan. Dialah yang mengucapkan doa ritual
(Tonggo-tonggo). Salah seorang diantara peserta bertindak sebagai Patik Ni Ugamo Malim
dan diikuti seluruh peserta. Disusul dengan yang lain mengucapkan sepatah dua kata yang
memberi semacam khotbah kepada hadirin yang kemudian ditutup oleh Ulu Punguan dengan
pemberian nasehat dan bimbingan.
Bale Pasogit Partonggoan yang menjadi Pusat kegiatan dalam kehidupan Parmalim
melalui Ihutan Parmalim secara garis besar (inti) memberikan bimbingan, tuntunan yang
sifatnya mengingatkan agar kehidupan warganya senantiasa berkisar kepada :
a. Pangoloion di Patik
b. Parulan di Uhum
c. Pangalaho Hamalimon
Juga melaksanakan hal-hal dibawah ini, meliputi :
28
a. Menerima dan melaksanakan Patik Ni Malim secara ikhlas dengan ketulusan hati,
adalah menyembah Tuhan Yang Maha Esa, menghormati Raja, mencintai sesama
manusia dan giat/rajin bekerja untuk nafkah hidup.
b. Perilaku dan ketekunan melaksanakan Aturan-aturan peribadatan/penghayatan dalam
kepercayaan Ugamo Malim. Melalaikan atau melanggar Aturan Ni Ugamo Malim
dengan kesengajaan adalah suatu pengingkaran atas berkat Tuhan Yang Maha Esa,
dan merupakan dosa, dan tidak layak disebut Parmalim.
Sikap pribadi dan kehidupan Parmalim dengan penghayatan dan pengamalan ajaran
kepercayaan Ugamo Malim, disimpulkan dalam 5 (lima) Hamalimon, yaitu :
1) Malim Parmanganon, (mencari nafkah hidup)
2) Malim Pamerengon, (kehormatan dan tata susila)
3) Malim Parhundulon, (kehidupan bermasyarakat)
4) Malim Pangkataion, (sopan santun)
5) Malim Pardalanon, (ketekunan dan kepatuhan)
Punguan (Cabang) Parmalim menerima butir-butir bimbingan ini dari Bale Pasogit
Partonggoan yang dianmakan “Turpuk Poda Hamalimon”, yang dibacakan dan dijabarkan
setiap hari sabtu dimanapun Punguan tersebut berada. Dengan bekal tuntunan ini setiap
peserta peribadatan mempunyai kewajiban untuk saling mengingatkan dengan landasan
utama Patik dan aturan tadi. Ihutan Parmalim di Bale Pasogit Partonggoan, secara cermat
mengikuti perkembangan dan perilaku warga Parmalim melalui para Ulu Punguan.
Kelahiran, perkawinan, kematian dan lain-lainnya selalu dilaporkan para Ulu Punguan
dengan “Berita Punguan” dan dicatat dalam buku induk (Haadongan ni Parmalim) di Bale
Pasogit Partonggoan.
3. Kehidupan Sosial Kemasyarakatan
Telah dijelaskan bahwa Parmalim selaku pengikut dari ajaran kepercayaan Ugamo
Malim, hidup di tengah-tengah masyarakat yang berbeda kepercayaannya. Perikehidupan
Parmalim dalam bermasyarakat disamping menuruti tatanan kepercayaan, juga berlaku
tatanan adat Batak. Sebab Adat Batak yang murni dan kepercayaan Ugamo Malim adalah
saling mendukung.
Perlu diketahui, bahwa yang menjadi ciri khas bangsa batak, yang disebut Sisiasia di
habatahon, adalah :
a. Mardebata, (ber-Ketuhanan)
b. Maradat, (ber-Adat)
29
c. Marpatik, (ber-Patik)
d. Maruhum, (ber-Hukum)
e. Marharajaon, (ber-Pemerintahan/Kerajaan)
Adat Batak mengatakan agar saling menghormati, saling menghargai, dan saling
mengasihi. Bukan sebaliknya.
a. Somba marhula-hula, (menghargai teman semarga)
b. Manat mardongan tubu, (menghargai hula-hula)
c. Elek marboru, (menyayangi pihak boru)
d. Hormat marharajaon (patuh kepada Raja/Pemerintah)
Adat dan haporseaon (kepercayaan) adalah sejalan dan seirama dalam kehidupan
Parmalim, dan didalam pelaksanaan aturan-aturan dalam kepercayaan ini.
Nilai-nilai kehidupan dan hakiki menurut falsafah Batak disebutkan : “Marsiaminan songon
lampak ni gaol, marsitungkolan songon suhut di robean”. Artinya ibaratkan bahwa hidup
manusia itu sebagai pelepah pisang maupun talas. Apabila ikatannya diurai, ternyata pelepah
itu tidak ada dayanya berdiri sendiri. Mereka harus saling bersedekap (marsiaminaminan-
marsitungkoltungkolan) agar tahan menerima terpaan angin maupun badai.
Demikian juga hidup manusia harus saling membantu, saling menghormati hak dan
kewajibannya, saling merasa senasib sepenanggungan. (Holong dalam ajaran kepercayaan
Ugamo Malim). Apabila ini terbina dengan baik, maka kedamaian dan kesatuan akan
terwujud, seperti buah pisang yang sangat enak dan manis.
Disinilah pengalaman ajaran kepercayaan Ugamo Malim untuk melaksanakan Patik
Ni Ugamo Malim “Marsihaholongan” dalam perikehidupan kemasyarakatan dan pengabdian
itu tanpa pamrih, dan hanya semata-mata kewajiban dalam mengabdikan diri kepada Sang
Pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
30
A. Kesimpulan
Ugamo diartikan suatu kumpulan orang yang melakukan aksi membentuk hubungan
dengan Penciptanya. Raja Mulia yang menerima amanah sedikit ragu atas kemampuannya,
hingga beliau ditemui oleh seorang sosok yang kumal. Beliau menagih janji untuk
melembagakan hamalimon yang disebut UGAMO MALIM. Ketika Raja Mulia hendak
mengucapkan kata pernyataannya siapa diri yang menemuinya, beliau spontan menghentikan
dan mengenalkan diri “Nasiakbagi” tidak memiliki harajaon, dan harta benda serta kampung
halaman.
Agama ini bisa dikatakan merupakan sebuah kepercayaan Terhadap Tuhan Yang
Maha Esa yang tumbuh dan berkembang di Tanah Air Indonesia sejak Dahulu Kala. "Tuhan
Debata Mulajadi Nabolon" adalah pencipta Manusia, Langit, Bumi dan segala isi alam
semesta yang disembah oleh "Umat Ugamo Malim" ("Parmalim")
Raja Monang Naipospos adalah Pengurus Pusat Ugamo Malim, sebuah agama
kepercayaan yang lahir dari kebudayaan Batak. Agama ini merupakan peninggalan Raja
Batak Sisingamangaraja. Kini pusat agama Parmalim terbesar berada di Desa Hutatinggi, 4
kilometer dari kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara. Orang lebih
mengenalnya sebagai Parmalim Hutatinggi. Di desa ini ada rumah ibadah orang Parmalim
yang disebut Bale Pasogit.
Oppu Mula Jadi Nabolon dipercaya sebagai pencipta alam semesta yang tak
berwujud. Dia mengutus manusia sebagai perantaranya, yaitu Raja Sisingamangaraja, yang
juga dikenal dengan Raja Nasiak Bagi. Raja Nasiak Bagi adalah istilah untuk kesucian atau
hamalimon serta jasa-jasa sang raja hingga akhir hayat yang tetap setia mengayomi Bangsa
Batak. Dengan begitu, agama Parmalim meyakini Raja Sisingamangaraja dan utusan-
utusannya mampu mengantarkan Bangsa Batak kepada Debata atau Tuhan.
Parmalim sebagai Agama monoteis (menurut keyakinan penganutnya) juga
mempunyai sekte-sekte Yaitu: Parmalim sekte rasulnya Guru Somalaing berkedudukan di
Balige, Parmalim sekte di Huta Tinggi, Laguboti, yang dipimpim Rasul Raja Mulia
Naipospos. Sekte dengan Rasul Guru Mangantar Manurung di Si Gaol Huta Gur-gur, Porsea.
31
Sekte lain yang sudah pudar adalah Agama Putih dan Agama Teka. Meskipun demikian
Sekarang Agama Parmalim yang berpusat di Huta Tinggi Laguboti adalah Agama Parmalim
yang sanagt menonjol.
Prinsip-prinsip yang terdapat dalam Ugamo Malim meliputi :1) Puji Syukur Kepada Tuhan, 2) Hormat Kepada Raja, 3) Kasih Sayang sesama Manusia, 4) Rajin Bekerja.
32
Recommended