View
224
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR RESIKO INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT PADA PEKERJA LAPANGAN PT. BUKIT ASAM
(PERSERO) TBK UNIT PELABUHAN TARAHAN LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
DUTA HAFSARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
i
ABSTRACT
ANALYSIS OF RISK FACTORS IN ACUTE RESPIRATORY
INFECTIONS OF FIELD WORKERS IN BUKIT ASAM COMPANY LTD.
TARAHAN PORT UNIT LAMPUNG
By
DUTA HAFSARI
Background: Acute respiratory infection is one of the occupational diseases that
occur in industry Coal one of them is Bukit Asam Company Ltd. Tarahan Unit
Port, Lampung. The purpose of this study was to analyze the risk factors for acute
respiratory infection include age, length of employment, nutritional status,
smoking and exposure to dust in the field workers of Bukit Asam Ltd. Tarahan
port Unit,Lampung.
Methods: The design study is observational analytic with cross sectional
approach. The research was conducted at Bukit Asam Company Ltd. Tarahan Port
Unit, Lampung from November 2015 to January 2016, with a sample of field
workers are all 114 employees of Bukit Asam Company, Tarahan Unit,
Lampung . Analysis of the data used is logistic regression.
Results: The concentration of dust in the Bukit Asam Company Ltd. Tarahan Unit
Port, Lampung below the threshold value. Of the 114 respondents, 26.3% had
acute respiratory infections. There is a relationship between age, years of service
and smoking with acute respiratory infection (p value was <0.05).
Conclusions: Work period, age and the smoke is a risk factors ARI in the field
workers of Bukit Asam Company Ltd. Tarahan Port Unit, Lampung.
Keywords: Coal, dust, respiratory infections, occupational diseases
ii
ABSTRAK
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR RESIKO INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT PADA PEKERJA LAPANGAN DI PT BUKIT
ASAM (PERSERO) TBK UNIT PELABUHAN TARAHAN LAMPUNG
Oleh
DUTA HAFSARI
Latar Belakang: Infeksi saluran pernapasan akut merupakan salah satu penyakit
akibat kerja yang terjadi di industri Batu Bara salah satunya adalah PT. Bukit
Asam (Persero) Tbk unit pelabuhan Tarahan Lampung. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis faktor-faktor resiko infeksi saluran pernapasan akut
diantaranya adalah usia, masa kerja, status gizi, merokok dan paparan debu pada
pekerja lapangan PT. Bukit Asam (Persero) Tbk unit pelabuhan Tarahan
Lampung.
Metode Penelitian: Desain penelitian yang digunakan observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Bukit
Asam (Persero) Tbk Tarahan Lampung pada bulan November sampai Januari
2016, dengan jumlah sampel adalah seluruh karyawan pekerja lapangan PT. Bukit
Asam (Persero) Tbk Tarahan Lampung sejumlah 114 orang. Analisis data yang
digunakan yaitu regresi logistik.
Hasil Penelitian: Konsentrasi debu di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk unit
pelabuhan Tarahan Lampung dibawah nilai ambang batas. Dari 114 responden,
26,3% mengalami infeksi saluran pernapasan akut. Terdapat hubungan antara
usia, masa kerja dan merokok dengan kejadian ISPA (p value adalah <0,05).
Kesimpulan: Masa kerja, usia dan merokok merupakan faktor resiko ISPA pada
pekerja lapangan PT. Bukit Asam (Persero) Tbk unit pelabuhan Tarahan
Lampung.
Kata kunci : Batu bara, debu, ISPA, penyakit akibat kerja
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR RESIKO INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT PADA PEKERJA LAPANGAN PT. BUKIT ASAM
(PERSERO) TBK UNIT PELABUHAN TARAHAN LAMPUNG
Oleh
DUTA HAFSARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
pada
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 02 April 1994, sebagai anak
ketiga dari empat bersaudara, dari Bapak Mohd. Yuriza Cholid, SH dan Ibu Dra.
Sistiwati, M.Pd. Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Bakti 2
Arrusydah pada tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Rawa
Laut Bandar Lampung tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
diselesaikan di SMPN 23 Bandar Lampung tahun 2009, dan Sekolah Menengah
Atas (SMA) diselesaikan di MAN 1 Bandar Lampung pada tahun 2012.
Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri (UM). Selama menjadi
mahasiswa, pernah aktif sebagai anggota pada organisasi Gen-C pada tahun 2012.
Skipsi ini saya persembahkan untuk
Bapak, Mama dan semua keluarga
besar
Terimakasih untuk semua doa dan dukungan yang
telah diberikan selama ini, terimakasih telah
mendengarkan semua keluh kesah dan tidak lelah
memberikan nasihat-nasihat yang membangun :)
SANWACANA
Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Resiko Infeksi Saluran Pernapasan
Akut Pada Pekerja Lapangan PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Pelabuhan
Tarahan Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Dr. dr. Muhartono, S. Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung;
3. dr. Fitria Saftarina, S.Ked., M.Sc., selaku Pembimbing Utama atas
bimbingan, saran, kritik dan kasih sayang dalam penyelesaian skripsi ini;
4. dr. Ermin Rachmawati, S.Ked., M.Biomed., selaku Pembimbing Kedua atas
bimbingan, saran dan kesabaran, serta motivasi dalam proses penyelesaian
skripsi ini;
iii
5. dr. Hernowo AW, S.Ked., M.Kes., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi
atas masukan, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan;
6. dr. Hanna Mutiara, S.Ked., M.Kes., selaku Pembimbing Akademik atas
bantuan, dukungan dan motivasi dalam pembelajaran di Fakultas Kedokteran;
7. Seluruh Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk
menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;
8. Seluruh Staf TU, Administrasi, dan Akademik FK Unila, serta pegawai yang
turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini;
9. Isntitusi (PT.Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Pelabuhan Tarahan) yang telah
membantu dan memberikan izin untuk melakukan penelitian dan penyusunan
skripsi ini;
10. Bapak Mohd. Yuriza Cholid dan mama Sistiwati yang selalu mendoakan,
memberi kasih sayang, semangat, serta nasihat-nasihat yang membangun;
11. Kakak-kakak dan adik saya (Rizkya Iqlima, Emir Gahara dan Lutfi dikara),
yang menjadi motivasi untuk selalu semangat dan berjuang dalam
menyelesaikan skripsi ini;
12. Gentry Sunstrarrise atas kesabaran, motivasi dan yang selalu menghibur saat
lelah selama penulisan skripsi ini;
13. Sahabat-sahabat saya BNG (Lala, Arista, Winda, Erin, Rani, Hani) yang
selalu menjadi penghibur dalam kegundahan selama berada di FK unila;
14. Sahabat-sahabat saya STUPOR (Nana, Mayang, Ine, Talytha, Rana, Sefira,
Rio, Eki, Kautsar, Galih, Amri, Leon, Asoly, Hari, Andrian dan Abet) yang
telah memberi dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini;
iv
15. Silvi dan Yesti , teman berjuang saat penelitian, terimakasih untuk semangat,
motivasi dalam penulisan skripsi ini;
16. Kak Dzikri Fishofa dan kak Muhamad Ibnu Sina yang telah memotivasi dan
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini;
17. Keluarga KKN Desa Tengor (Fida, Dian, Edrian, Nur dan Rian) yang telah
memotivasi untuk menjadi lebih baik dan membantu menyelesaikan skripsi
ini;
18. Sahabat-sahabat SMA dan semua anak SCAFT yang selalu memberi
semangat dan doa dalam penyusunan skripsi ini;
19. Teman-teman angkatan 2012, terimakasih untuk semangat dan kerjasamanya
selama menimba ilmu di FK Unila.
20. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat saya (2002-2015) atas kebersamaan serta
keceriaan dalam satu kedokteran.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Sedikit harapan dari penulis adalah semoga skripsi yang sederhana ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, Juli 2016
Penulis,
Duta Hafsari
iii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ....................................................................................................... i
ABSTRAK ......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vi
DAFTAR BAGAN ........................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................. 4
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................ 5
1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Akibat Kerja ..................................................................... 7
2.2 Infeksi Saluran Pernapasan Akut .................................................... 8
2.2.1 Definisi ............................................................................. 8
2.2.2 Penyebab ........................................................................... 9
2.2.3 Faktor Resiko .................................................................... 9
2.2.4 Klasifikasi ......................................................................... 13
2.2.5 Gejala ................................................................................ 13
2.2.6 Cara Penularan .................................................................. 14
2.2.7 Pengobatan ........................................................................ 14
2.3 Debu ........................................................................................... 15
2.3.1 Kadar Debu Total .............................................................. 15
2.3.2 Nilai Ambang Batas (NAB) .............................................. 16
2.3.3 Pengukuran Kadar Debu ................................................... 17
2.4 Batu Bara ........................................................................................ 17
iv
2.4.1 Definisi .............................................................................. 17
2.4.2 Abu Batu Bara ................................................................... 18
2.4.3 Dampak Penggunaan Batu Bara Terhadap Lingkungan ... 19
2.4.4 Dampak Abu Terbang Terhadap Lingkungan .................. 21
2.5 Pajanan Debu................................................................................... 22
2.8 Hipotesis .......................................................................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ...................................................................... 25
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 25
3.2.1 Waktu Penelitian ............................................................... 25
3.2.2 Tempat Penelitian ............................................................. 25
3.3. Variabel Penelitian .......................................................................... 26
3.3.1 Variabel Terikat ................................................................ 26
3.3.2 Variabel Bebas .................................................................. 26
3.4 Populasi dan Sampel ....................................................................... 26
3.4.1 Populasi peneliian ............................................................. 26
3.4.2 Sampel Penelitian .............................................................. 26
3.4.3 Kriteria Inklusi .................................................................. 27
3.4.4 Keriteria Eksklusi .............................................................. 28
3.6 Instrumen Penelitian, Tata Cara Pengukuran Parameter Dan Cara
Pengumpulan Data .......................................................................... 30
3.6.1 Instrumen Penelitian ......................................................... 30
3.6.2 Tata Cara Pengukuran Parameter ...................................... 31
3.6.2.1 Pengukuran Paparan Debu ................................ 31
3.6.2.2 Pengukuran Parameter ISPA ............................. 33
3.6.3 Cara Pengumpulan Data.................................................... 33
3.7 Pengolahan dan analisis data ........................................................... 35
3.7.1 Pengolahan data ................................................................ 35
3.7.2 Analisis Data ..................................................................... 37
3.8 Etika Penelitian ................................................................................ 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................ 40
4.1.1 Gambaran Umum Penelitian ............................................. 40
4.1.2 Analisis Univariat .............................................................. 41
4.1.2.1 Distribusi Frekuensi ISPA, Paparan Debu, Masa
Kerja, Status Gizi dan Merokok ......................... 41
4.1.3 Analisis Bivariat ................................................................ 44
4. 1.4 Analisis Multivariat .......................................................... 50
4.2 Pembahasan ...................................................................................... 51
4.2.1 Analisis Univariat .............................................................. 52
4.2.1.1 Distribusi frekuensi ISPA ................................... 52
4.2.1.2 Distribusi frekuensi Usia .................................... 52
4.2.1.3 Distribusi frekuensi Paparan Debu ..................... 53
4.2.1.4 Distribusi frekuensi masa kerja .......................... 53
4.2.1.5 Distribusi frekuensi status gizi............................ 54
4.2.1.6 Distribusi frekuensi merokok ............................. 54
v
4.2.2 Analisis Bivariat ................................................................ 54
4.2.2.1 Perbandingan Usia Responden dengan Kejadian
ISPA .................................................................... 54
4.2.2.2 Perbandingan Masa Kerja Responden dengan
Kejadian ISPA .................................................... 56
4.2.2.3 Perbandingan Status Gizi Responden dengan
Kejadian ISPA .................................................... 56
4.2.2.4 Perbandingan Merokok dengan Kejadian ISPA . 57
4.2.2.5 Perbandingan Paparan Debu dengan Kejadian
ISPA .................................................................... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 61
5.2 Saran ................................................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Definisi Operasional ............................................................................... 28
2. Distribusi Frekuensi ISPA Pekerja Lapangan ....................................... 41
3. Distribusi Frekuensi Usia Pekerja Lapangan ......................................... 41
4. Distribusi Frekuensi Paparan Debu Pekerja Lapangan .......................... 42
5. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Pekerja Lapangan .............................. 43
6. Distribusi Frekuensi Status Gizi Pekerja Lapangan ............................... 43
7. Distribusi Frekuensi Merokok Pekerja Lapangan .................................. 44
8. Hubungan Usia Responden dengan Kejadian ISPA .............................. 45
9. Hubungan Masa Kerja Responden dengan Kejadian ISPA ................... 46
10. Hubungan Status Gizi Responden dengan Kejadian ISPA .................... 47
11. Hubungan Merokok Responden dengan Kejadian ISPA ....................... 48
12. Hubungan Paparan Debu dengan Kejadian ISPA .................................. 49
13. Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik ........................................... 50
vii
DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
1. Kerangka Teori ....................................................................................... 23
2. Kerangka Konsep ................................................................................... 24
3. Bagan Alur Penelitian ............................................................................ 35
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang ditimbulkan akibat suatu
pekerjaan seseorang. Penyebab penyakit ini bisa disebabkan oleh
tindakan tidak aman (unsafe act) dan kondisi tidak aman (unsafe
condition). Unsafe act adalah suatu tindakan seseorang yang
menyimpang dari aturan yang sudah ditetapkan dan dapat mengakibatkan
bahaya bagi diri sendiri maupun orang lain. Sedangkan Unsafe condition
adalah semua kondisi yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain,
peralatan maupun lingkungan yang ada disekitarnya. Menurut Budiono
bahwa kecelakaan kerja 96% disebabkan oleh unsafe act dan 4%
disebabkan oleh unsafe condition (Budiono, 2008).
Badan dunia International Labour Organization (ILO) mengemukakan
penyebab kematian yang diakibatkan oleh pekerjaan adalah penyakit
kanker sebesar 34%, kecelakaan kerja 25%, penyakit saluran pernapasan
21%, penyakit kardiovaskuler 15%, dan 5% disebabkan oleh faktor lain
(Hutama, 2013).
2
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan
yang utama dibuktikan dengan prevalensi ISPA di Indonesia sebanyak
25,5% (rentang: 17,5% - 41,4%) dengan 16 provinsi di antaranya
mempunyai prevalensi di atas angka nasional dan pneumonia sebanyak
2,1% (rentang: 0,8% - 5,6%) (Riskesdas, 2007).
Infeksi saluran pernapasan akut adalah radang akut saluran pernapasan
atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau
bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru
(Trisnawati & Juwarni, 2012). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
risiko seseorang terkena ISPA, yaitu faktor lingkungan, karakteristik
individu dan prilaku pekerja. Faktor lingkungan meliputi pencemaran
udara (asap rokok, polusi udara akibat hasil industri dan asap hasil
pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi yang
tinngi). Faktor individu seperti umur, jenis kelamin dan tingkat
pendidikan juga dapat mempengaruhi risiko kerentana terkena ISPA.
Perilaku pekerja meliputi merokok dan penggunaan masker (Sormin,
2012).
Paparan debu dapat menyebabkan gangguan pernapasan akut maupun
kronis. Partikel debu yang dapat mengakibatkan gangguan pernapasan
akut salah satu nya adalah hasil industri yang dapat mencemari udara
seperti debu batu bara, semen, kapas, asbes, zat-zat kimia, gas beracun,
debu pada penggilingan padi (debu organik) dan lain-lain. Berbagai
3
faktor berpengaruh terhadap timbulnya penyakit atau gangguan pada
saluran napas akibat debu. Faktor itu antara lain adalah faktor debu yang
meliputi partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi serta
lama paparan. Faktor individual meliputi mekanisme pertahanan paru,
anatomi dan fisiologi saluran pernapasan (Cahyana et al., 2012).
Potensi bahaya yang ada di PT. Batu bara yaitu paparan debu, bahaya gas
beracun, kebisingan, kontaminasi bahan kimia, tumpahan bahan kimia
dan bahaya kecelakaan lalu lintas tambang. Beberapa pengendalian
potensi bahaya telah diterapkan, namun belum efektif dilaksanakan,
karena pengukuran faktor bahaya belum dilakukan (tidak memenuhi
perundangan), pemakaian APD yang belum tertib dan masih terjadinya
near miss lalu lintas tambang (Sari, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Vitasasmiari (2013)
didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh kadar debu batu bara terhadap
ISPA dengan kadar debu sebesar 2,2 mg/m3 pada unit kerja boiler dan
0,9mg/m3 pada unit kerja filling. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Sholihah dkk (2008) didapatkan hasil bahwa terjadi gangguan
pernapasan yang dialami oleh pekerja lapangan PT. Kalimantan Prima
Persada pada pengukuran kadar debu sebesar 2,19 mg/m3. Penelitian
serupa dilakukan oleh Rahayu (2013) didapatkan hasil bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara kadar debu batu bara dengan gangguan
4
fungsi paru yang dialami oleh pekerja di lokasi Coal Yard PLTU X
Jepara dengan hasil pengukuran kadar debu sebesar 2,1 mg/m3.
Berdasarkan dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai analisis faktor-faktor resiko (paparan debu, usia,
masa kerja, status gizi dan merokok) terhadap kejadian infeksi saluran
pernapasan akut pada pekerja lapangan di PT Bukit Asam (Persero) Tbk
unit pelabuhan Tarahan Lampung.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Adakah hubungan faktor-
faktor resiko terhadap ISPA pada pekerja lapangan PT Bukit Asam
(Persero) Tbk unit pelabuhan Tarahan Lampung?”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan
kejadian ISPA pada pekerja lapangan PT. Bukit Asam Tarahan. PT
Bukit Asam (Persero) Tbk unit pelabuhan Tarahan Lampung.
5
1.3.2 Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian ISPA pada
pekerja lapangan PT Bukit Asam (Persero) Tbk unit pelabuhan
Tarahan Lampung..
b. Untuk mengetahui gambaran paparan debu, usia, status gizi,
masa kerja dan merokok pada pekerja lapangan PT Bukit Asam
(Persero) Tbk unit pelabuhan.
c. Untuk mengetahui hubungan paparan debu, usia, status gizi,
masa kerja dan merokok dengan ISPA pada pekerja lapangan
PT Bukit Asam (Persero) Tbk unit pelabuhan.
d. Untuk mengetahui faktor yang paling berhubungan dengan
ISPA pada pekerja lapangan PT Bukit Asam (Persero) Tbk unit
pelabuhan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Dapat membuktikan teori bahwa lingkungan kerja pekerja lapangan
di PT Bukit Asam (Persero) Tbk unit pelabuhan Tarahan Lampung
berhubungan dengan tingkat kejadian ISPA.
6
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi praktisi kesehatan
Dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dan
masukan dalam meningkatkan keterampilan serta pengetahuan
tentang ISPA.
b. Bagi industri batubara
Dapat memberikan informasi tambahan faktor-faktor resiko
yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA dan bahaya paparan
debu di lingkungan kerja.
c. Bagi penelitian selanjutnya
Dapat dijadikan sebagai rujukan bagi penelitian selanjutnya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit yang diderita karyawan dalam
hubungan dengan kerja baik faktor risiko karena kondisi tempat kerja,
peralatan kerja, material yang dipakai, proses produksi, cara kerja dan hasil
produksi. Kecelakaan dan penyakit di tempat kerja seringkali terjadi karena
beberapa penyebab, diantaranya faktor-faktor cara mengatur tempat kerja,
fisik dan manusia. Risiko-risiko ini dapat diklasifikasikan dengan beberapa
cara, seperti:
1. Menurut jenis umum, misalnya:
Risiko yang berhubungan dengan mesin
Risiko yang berhubungan dengan bahan kimia yang berbahaya
Risiko-risiko yang berhubungan dengan sosial kejiwaan
2. Menurut kerusakan yang dihasilkan, misalnya:
Kerusakan pada pendengaran akibat tingkat kebisingan yang
tinggi
Luka-luka karena menjalankan mesin yang berbahaya
8
Penyakit pada anggota badan bagian atas akibat ketegangan
yang terus-menerus
Beberapa industri dapat mengakibatkan bermacam-macam risiko. Misalnya,
dalam pertambangan, para pekerja mungkin menjalankan peralatan bergerak
cepat yang ada dalam lingkungan kerja yang kurang terang pencahayaannya,
mereka mungkin sering berada dalam lingkungan yang mengandung debu
yang berbahaya dan uap, dan ada kemungkinan menghadapi risiko ledakan
atau kebakaran secara tiba-tiba (ILO, 2008).
2.2 Infeksi Saluran Pernapasan Akut
2.2.1 Definisi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernapasan akut yang meliputi saluran pernapasan bagian atas seperti
rhinitis, faringitis, dan otitis serta saluran pernapasan bagian bawah
seperti laryngitis, bronkhitis, bronkhiolitis dan pneumonia, yang dapat
berlangsung selama 14 hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk
menentukan batas akut dari penyakit tersebut. Saluran pernapasan
terdiri dari organ mulai dari hidung sampai alveoli beserta sinus,
ruang telinga tengah dan pleura (Depkes RI, 2005).
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan
gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit gejala bisa
menjadi lebih berat bahkan bisa sampai gagal pernapasan. Bila sudah
dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang
9
lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu
diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah
berat harus segera mendapat pertolongan agar tidak jatuh dalam
kegagalan pernapasan (Depkes RI, 2005).
2.2.2 Penyebab
Infeksi Saluran Pernapasan Atas disebabkan oleh beberapa golongan
kuman yaitu bakteri, virus, dan ricketsia yang jumlahnya lebih dari
300 jenis. Pada ISPA atas 90-95% penyebabnya adalah virus. Bakteri
penyebab ISPA antara lain dari genus streptokokus, haemofilus,
pnemokokus, bordetella dan korimebakterium, sedangkan virus
penyebab ISPA antara lain yaitu mikrovirus, adenovirus, koronavirus,
mikroplasma dan herpesvirus (Salsila, 2012).
2.2.3 Faktor resiko
Faktor utama adalah karena adanya polusi, kondisi lingkungan yang
buruk dan lainnya, yaitu:
1. Kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota
keluarga), kelembaban, kebersihan, musim, temperatur.
2. Ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah
pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin,
akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang
isolasi).
10
3. karakteristik patogen, seperti cara penularan, daya tular, faktor
virulensi dan jumlah atau dosis mikroba (ukuran inokulum) (WHO,
2007).
Beberapa faktor lainnya yaitu usia, jenis kelamin, perilaku merokok,
masa kerja, lama pajanan dan penggunaan masker.
1. Usia
Semakin bertambah usia seseorang maka akan terjadi degenerasi
otot-otot pernapasan dan elastisitas jaringan menurun. Sehingga
kekuatan otot-otot pernapasan dalam menghirup oksigen menjadi
menurun. Kemudian karena faktor umur yang bertambah maka
semakin banyak alveoli yang rusak dan daya tahan tubuh semakin
rendah. Karena itu seseorang rentan terkena ISPA. Kemudian
pajanan debu yang terkumpul di paru-paru juga dapat
mempengaruhi ISPA pada seseorang dengan umur lebih tua
(Noor,2008).
2. Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin merupakan salah satu variabel deskriptif yang
dapat memberikan perbedaan angka/rate kejadian pada pria dan
wanita. Perbedaan insiden penyakit menurut jenis kelamin dapat
timbul karena bentuk anatomis, fisiologis dan sistem hormonal
yang berbeda (Noor,2008).
3. Perilaku merokok
Merokok pada dewasa dapat menimbulkan berbagai gangguan
sistem pernapasan seperti kanker paru, gejala iritan akut, asma,
11
gejala pernapasan kronik dan infeksi pernapasan. Asap rokok
merupakan zat iritan yang dapat menyebabkan infeksi pada
saluran pernapasan. Kebiasaan merokok dapat meningkatkan
risiko terjadinya ISPA sebanyak 2,2 kali (Noor, 2008).
4. Masa Kerja
Semakin lama manusia terpapar debu di tempat kerja yang bisa
dilihat dari lama bekerja maka debu kemungkinan besar akan
tertimbun di paru-paru. Hal ini merupakan hasil akumulasi dari
inhalasi selama bekerja. Lama bekerja bertahun-tahun dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan pekerja karena frekuensi pajanan
yang sering (Basti, 2014).
5. Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel
tertentu. Status gizi buruk akan menyebabkan daya tahan
tubuh seseorang akan menurun, sehingga dengan menurunnya
daya tahan tubuh, seseorangakan mudah terinfeksi oleh mikroba.
Berkaitan dengan infeksi saluran nafas apabila terjadi secara
berulang- ulang dan disertai batuk berdahak, akan dapat
menyebabkan terjadinya bronkitis kronis. Salah satu akibat
kekurangan gizi dapat menurunkan imunitas dan anti bodi
sehingga seseorang mudah terserang infeksi seperti batuk, pilek,
diare dan berkurangnya kemampuan tubuh untuk melakukan
12
detoksifikasi terhadap benda asing seperti debu yang masuk ke
dalam tubuh (Supariasa, 2002).
Status gizi ini dapat dihitung salah satunya dengan menggunakan
IMT (Indeks Masa Tubuh) dengan rumus (Pikih, 2014):
IMT = Berat badan (kg)
(Tinggi badan (m))²
Kategori berdasarkan Depkes (2003) :
a. Kurus sekali : < 17
b. Kurus : 17 – 18,4
c. Normal : 18,5 – 25
d. Gemuk : 25 – 27
e. Gemuk sekali : > 27.
6. Lama Pajanan
Lama pajanan debu berisiko mempengaruhi keparahan gangguan
pernapasan yang diderita oleh pekerja, karena semakin lama
paparan maka debu yang menumpuk semakin banyak. Pekerja
yang mengalami lama pajanan debu >8 jam mengalami ISPA lebih
tinggi (Basti, 2014).
13
2.2.4 Klasifikasi
Menurut Depkes RI tahun 2005, klasifikasi dari ISPA adalah :
1. ISPA ringan
Meliputi batuk tanpa pernapasan cepat / kurang dari 40 kali / menit,
hidung tersumbat / berair, tenggorokan merah, telinga berair.
2. ISPA sedang
Meliputi batuk dan napas cepat tanpa stridor, gendang telinga
merah, dari telinga keluar cairan kurang dari 2 minggu. Faringitis
purulen dengan pembesaran kelenjar limfe yang nyeri tekan
(adentis servikal).
3. ISPA berat
Meliputi batuk dengan napas berat, cepat dan stridor, membran
keabuan di faring, kejang, apnea, dehidrasi berat / tidur terus,
sianosis dan adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah
bawah ke dalam (Depkes RI, 2005).
2.2.5 Gejala
ISPA pada umumnya adalah infeksi bakteri pada berbagai area dalam
saluran pernapasan, termasuk hidung, telinga tengah, pharynx, larynx,
trakea, bronkus dan paru. Gejalanya dapat bervariasi, antara lain
meliputi batuk, sesak napas, tenggorokan kering dan hidung
tersumbat. Dikatakan ISPA ringan yaitu bila didapat satu atau lebih
gejala batuk, pilek, suara serak dan demam. Pada ISPA sedang
terdapat gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih tanda dan gejala
14
berupa frekuensi pernapasan lebih dari 50/menit, wheezing, suhu 39oC
atau lebih. Kategori ISPA berat yakni bila terdapat gejala ISPA ringan
atau sedang ditambah satu atau lebih gejala berupa retraksi sela iga
dan fossa suprasternal waktu inspirasi, stridor, sianosis, napas cuping
hidung, kejang, dehidrasi, kesadaran menurun, terdapat membran
difteri (Rudianto, 2013).
2.2.6 Cara Penularan
ISPA ditularkan melalui kontak langsung ataupun dari partikel virus
atau bakteri yang terhirup. ISPA tersebar melalui sekresi ketika
seseorang yang mengidap penyakit tersebut batuk, bersin ataupun
membuang dahak di tangannya, setelah mengusap mata, hidung atau
mulut. Sekresi atau droplet secara keseluruhan berkurang
efektivitasnya saat di udara, tapi masih dapat terinfeksi selama
beberapa jam atau beberapa hari. Partikel yang tersebar dapat secara
langsung menempel pada permukaan membran mukosa orang yang
tertular atau dapat menetap pada kulit, bahan nilon, permukaan
stainless steel dan mika (Kang et al., 2003).
2.2.7 Pengobatan
Pada penyakit ISPA yang disebabkan oleh virus tidak perlu diterapi
dengan antibiotik, karena dapat mengakibatkan resistensi. Terapi pada
ISPA bersifat simptomatik yaitu istirahat total yang dapat membantu
kesembuhan dan meminimalisir transmisi virus, selain itu banyak
15
mengkonsumsi air dapat membantu mencegah dehidrasi pada demam
ringan. Dekongestan seperti pseudoefedrin digunakan untuk
mengurangi sekret nasal dan radang pada sinus. Dekongestan
digunakan tidak lebih dari 3-4 hari untuk mencegah gejala rebound.
Dextromethorphan, codeine, atau terpin hydrate dapat mengurangi
batuk. Aspirin, acetaminophen, atau anti-inflamasi seperti ibuprofen
dapat menghilangkan nyeri. Aspirin tidak harus digunakan pada anak
dibawah 18 tahun karena meningkatkan reye syndrom. Inhalasi seperti
cromolyn insodium atau ipratropium dapat digunakan untuk
mengurangi gejala pada ISPA (Hirschmann, 2002).
2.3 Debu
Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang
melayang di udara dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron.
Dalam kasus pencemaran udara baik di dalam maupun diluar gedung debu
sering dijadikan salah satu indikator pencemaran. Digunakan untuk
menunjukan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap
kesehatan dan keselamatan kerja.
2.3.1 Kadar Debu Total
Dalam Environmental Protection Department (EPG, 2006) disebutkan
kadar debu total atau juga dikenal sebagai partikulat tersuspensi total
(TSP) mengacu pada semua partikel di atmosfer. Kadar debu total
merupakan partikel udara yang memiliki diameter kurang dari 100
16
µm. Diantara debu total termasuk partikel yang dapat terhisap oleh
sistem pernapasan. Partikel ini merupakan partikel di atmosfer yang
memiliki ukuran sama dengan atau bahkan kuran dari 10 µm.
2.3.2 Nilai Ambang Batas (NAB)
Nilai Ambang Batas (NAB) Kadar Debu Nilai ambang batas (NAB)
adalah standard faktor-faktor lingkungan kerja yang dianjurkan di
tempat kerja agar tenaga kerja masih dapat menerimanya tanpa
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam
seminggu (Permenakertrans RI No.13 tahun 2011). Untuk partikel
debu telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. PER 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika dan Kimia di Udara Lingkungan Kerja adalah bahwa
NAB kadar debu tidak boleh melebihi 3,0 mg/m3. NAB dari debu-
debu yang hanya mengganggu kenikmatan kerja adalah 10mg/m3.
NAB konsentrasi debu pada udara ambien di Indonesia diatur juga
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan kerja perkantoran dan industri, sebesar 10mg/m3 untuk
waktu pengukuran rata-rata 8 jam.
17
2.3.3 Pengukuran Kadar Debu
Debu di Udara Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk
mengetahui apakah kadar debu pada suatu lingkungan kerja berada
konsentrasinya sesuai dengan kondisi lingkungan kerja yang aman dan
sehat bagi pekerja.
Alat-alat yang biasa digunakan untuk pengambilan sampel debu total
(TSP) di udara seperti:
1. High Volume Sampler
2. Middle Volume Sampler
3. Low Volume Sampler
2.4 Batubara
2.4.1 Definisi
Batubara merupakan suatu jenis mineral yang tersusun atas karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, dan senyawa- senyawa mineral.
Batubara digunakan sebagai sumber energi alternatif untuk
menghasilkan listrik. Pada pembakaran batubara, terutama pada
batubara yang mengandung kadar sulfur yang tinggi, menghasilkan
polutan udara, seperti sulfur dioksida, yang dapat menyebabkan
terjadinya hujan asam. Karbon dioksida yang terbentuk pada saat
pembakaran berdampak negatif pada lingkungan (Achmad, 2004).
18
2.4.2 Abu Batubara
Abu batubara yang digunakan adalah hasil dari pembakaran batubara
yang merupakan fraksi yang halus dimana partikelnya lolos saringan
No. 200 standard ASTM (America Society for Testing and Material).
Abu batubara adalah bagian dari sisa pembakaran batubara pada
Boiler pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk partikel halus
amorf dan bersifat pozzolan, berarti abu tersebut dapat bereaksi
dengan kapur pada suhu kamar dengan media air berbentuk senyawa
yang bersifat mengikat. Secara kimia abu batubara merupakan mineral
alumino silikat yang banyak mengandung unsur-unsur Ca, K, dan Na
disamping juga mengandung sejumlah kecil unsur C dan N. Bahan
nutrisi lain dalam abu batubara yang diperlukan dalam tanah
diantaranya ialah B, P dan unsur-unsur kelumit seperti Cu, Zn, Mn,
Mo dan Se. Abu batubara sendiri dapat bersifat sangat asam (pH 3-4)
tetapi pada umumnya bersifat basa (pH 10-12), selain itu abu batubara
tersusun dari partikel berukuran silt yang mempunyai karakteristik
kapasitas pengikat air dari sedang sampai tinggi (Arifin, 2009).
Abu batubara merupakan limbah dari proses pembakaran bahan bakar
batubara yang dapat berupa abu terbang, abu dasar, dan lumpur flue
gas desulfurization. Abu terbang (fly ash) adalah produk dari
pembakaran batubara di boiler yang dipisahkan dari exhaust gases
dengan cyclon, electrostatic precipitators, bag houses, atau sistem
scrubber. Abu dasar (bottom ash) adalah aglomerasi partikel abu yang
19
terbentuk di tungku batubara yang terlalu berat untuk terbawa gas
buang. Bottom ash biasanya menempel di dinding furnace atau jatuh
ke ash hopper di dasar furnace. Fly ash sebagian besar dihasilkan dari
boiler tungku jenis pulverized untuk PLTU sedangkan bottom ash
lebih banyak dihasilkan oleh boiler tungku chain grate yang banyak
digunakan oleh industri menengah seperti tekstil dan kertas. Jumlah
abu batubara diperkirakan sekitar 10% dari batubara yang digunakan.
2.4.3 Dampak penggunaan batubara terhadap lingkungan
Konsumsi energi global meningkatkan sejumlah masalah lingkungan
hidup. Untuk batu bara, timbulnya polutan, seperti oksida belerang
dan nitrogen (SOx dan NOx), serta partikel dan unsur penelusuran,
seperti merkuri, merupakan suatu masalah. Teknologi telah
dikembangkan dan dikerahkan untuk menekan emisi-emisi tersebut.
Masalah yang paling baru adalah emisi karbon dioksida (CO2).
Lepasanya CO2 ke atmosfer dari kegiatan manusia seringkali disebut
emisi antropogenik memiliki keterkaitan dengan pemanasan global.
Pembakaran bahan bakar fosil adalah sumber utama dari emisi
antropogenik di seluruh dunia. Sementara penggunaan minyak dalam
sektor transportasi merupakan sumber utama dari emisi CO2 yang
terkait dengan energi, Batu bara juga merupakan sumber yang
penting. Akibatnya, industri telah melakukan penelitian dan
pengembangan opsi teknologi untuk memenuhi maslah lingkungan
hidup baru ini. Emisi partikel-partikel halus, seperti abu, telah menjadi
20
salah satu efek sampingan yang lebih nyata dari pembakaran batu bara
di masa lalu. Partikel-partikel halus dapat mempengaruhi pandangan,
menyebabkan masalah debu dan mempengaruhi sistem pernafasan
(WCI, 2009).
Selama proses pembakaran, bagian batubara yang mudah menguap
akan berbentuk gas di dalam boiler dan mengumpul dalam partikel
aerosol. Suhu pembakaran dalam boiler merupakan salah satu
parameter yang penting dalam memengaruhi jumlah logam yang
terbebaskan. Makin tinggi suhu dalam boiler, makin banyak logam
yang terbebaskan. Sistem filter juga dipergunakan dalam mengurangi
emisi logam ke udara, yaitu dengan menggunakan electrostatic
precipitator ( ESP ) dan scrubber basah yang dipasang pada buangan
asap pembangkitlistrik tenaga batubara ( Darmono, 2001).
Sulfur oksida ( SOx) dan nitrogen oksida ( NOx) hasil pembakaran
batubara dan bahan bakar fosil lainnya yang terdapat di udara akan
bereaksi dengan molekul – molekul uap di atmosfir membentuk asam
sulfat ( H2SO4) dan asam nitrat ( HNO3) yang selanjutnya akan turun
ke permukaan bumi bersama – sama dengan air hujan, yang dikenal
dengan hujan asam. Hujan asam dapat mengakibatkan rusaknya
bangunan dan berkaratnya benda- benda yang terbuat dari logam,
selain itu hujan asam juga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan
terutama pengasaman ( acidification ) danau dan sungai, pH dibawah
21
4.5 tidak memungkinkan bagi ikan untuk hidup. Asam di air akan
menghambat produksi enzim dari larva ikan untuk keluar dari
telurnya. Asam juga mengikat logam beracun seperti aluminium di
danau. Aluminium akan menyebabkan produksi lender yang
berlebihan pada insang sehingga ikan sulit bernapas (Achmad, 2004).
Pembakaran batubara akan menghasilkan abu terbang (fly ash) dan
abu dasar (bottom ash). Jumlah abu terbang yang dihasilkan lebih
banyak ( 80% dari total sisa abu pembakaran batubara), butiran abu
terbang jauh lebih kecil (200 Mesh) dan lebih berpotensi
menimbulkan pencemaran udara, sedangkan abu dasar masih
mempunyai nilai kalori sehingga masih dapat dimanfaatkan kembali
sebagai bahan bakar ( Munir, 2008).
2.4.4 Dampak abu terbang terhadap lingkungan
Sisa hasil pembakaran batubara menghasilkan abu terbang dan abu
dasar. Persentase abu yang dihasilkan adalah abu terbang (80-90%)
dan abu dasar (10-20%). Butiran abu terbang jauh lebih kecil daripada
abu dasar, sehingga lebih berpotensi menimbulkan pencemaran udara,
sedangkan abu dasar masih mempunyai nilai kalori, sehingga masih
dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan bakar.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1999 dan
Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 1999, abu batubara
22
diklasifikasikan sebagai limbah B-3 sehingga penanganannya harus
memenuhi kaidah - kaidah tersebut. Penanganan yang
direkomendasikan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 dan
Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 1999 adalah solidifikasi dimana
dengan proses tersebut limbah B-3 dalam abu batubara dapat menjadi
stabil dan dapat dimanfaatkan sebagai produk yang aman bagi
kesehatan dan lingkungan.
2.5 Pajanan Debu
Penambangan batubara banyak menimbulkan masalah kesehatan. Masalah
yang cukup mengemuka sementara ini terutama berkenaan dengan debu
batubara yang berterbangan. Debu batubara mengandung bahan kimiawi
yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit paru-paru. Penyakit tersebut
muncul bila masyarakat yang berada di lokasi tambang batubara, atau di
kawasan lalu-lintas pengangkutan batubara, menghirup debu batubara secara
terus menerus, dan yang paling beresiko adalah pekerja penambangan
batubara itu sendiri. Partikel debu yang dapat dihirup berukuran 0,1 sampai
kurang dari 10 mikron. Debu yang berukuran antara 5-10 mikron bila
terhisap akan tertahan dan tertimbun pada saluran napas bagian atas, yang
berukuran antara 3-5 mikron akan tertahan dan tertimbun pada saluran
pernapasan tengah. Partikel debu dengan ukuran 1-3 mikon disebut debu
respirabel merupakan yang paling berbahaya karena tertahan dan tertimbun
mulai dari bronkiolus terminalis sampai alveoli. Debu yang ukurannya
kurang dari 1 mikron tidak mudah mengendap di alveoli, debu yang
23
ukurannya antara 0,1-0,5 mikron berdifusi dengan gerak Brown keluar
masuk alveoli. Debu yang membentur alveoli akan tertimbun di alveoli
tersebut (Sholihah et al., 2008).
2.6 Kerangka Teori
Ket : = diteliti
Bagan 1. Kerangka Teori (Sormin, 2012; Basti, 2014) dengan modifikasi.
Infeksi saluran
pernafasan akut
Saluran napas
Penyakit akibat
kerja
Faktor lainnya:
Umur
Jenis kelamin
Prilaku merokok
Masa kerja
Status gizi
Faktor lingkungan:
Pencemaran asap rokok
Paparan debu
Pencemaran asap bahan
bakar
24
2.7 Kerangka Konsep
VARIABEL BEBAS VARIABEL TERIKAT
Bagan 2. Kerangka Konsep
2.8 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah
H0: Tidak terdapat hubungan antara paparan debu, masa kerja,
usia, status gizi dan merokok dengan kejadian infeksi saluran
pernafasan akut pada pekerja lapangan di PT. Bukit Asam.Tarahan.
Ha: Terdapat hubungan antara paparan debu, masa kerja, usia,
status gizi dan merokok dengan kejadian infeksi saluran pernafasan
akut pada pekerja lapangan di PT.Bukit Asam Tarahan.
Kejadian ISPA
Jumlah Paparan
Debu
Kebiasaan merokok
Masa Kerja
Status gizi
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional, yaitu untuk mengetahui hubungan paparan debu
terhadap kejadian infeksi saluran pernapasan akut pada pekerja lapangan,
mengumpulkan data-data mengenai umur, jenis kelamin, masa kerja, dan
riwayat merokok. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor
resiko infeksi saluran pernapasan akut pada pekerja lapangan dari suatu
populasi pada satu waktu tertentu.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai
Januari 2016.
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk
Tarahan, Bandar Lampung, Lampung.
26
3.3 Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel Terikat
Variabel terikat (dependent variable) yaitu variabel yang berubah
akibat perubahan variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian
ini adalah kejadian infeksi saluran pernapasan akut pada pekerja
lapangan.
3.3.2 Variabel Bebas
Variabel bebas (independent variable) yaitu variabel yang apabila
berubah akan mengakibatkan perubahan variabel lain. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah paparan debu di tempat kerja, usia
pekerja, kebiasaan merokok, status gizi dan masa kerja.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja lapangan PT.
Bukit Asam (Persero) Tbk Bandar Lampung yang berjumlah 160
orang.
3.4.2 Sampel Penelitian
Sebagai sampel penelitian diambil dari sebagian populasi, jumlah
sampel yang diuji dihitung dengan menggunakan rumus dari Sevilla
et al yaitu rumus slovin dan menggunakan bantuan kalkulator.
27
Penentuan besar sampel dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Keterangan :
n = besar sampel (sample size)
N = besar populasi
e = taraf kesalahan (error) sebesar 0,05
Sehingga didapatkan jumlah sampel sebagai berikut:
pekerja
Jumlah sampel dibulatkan menjadi 114 orang untuk mengantisipasi
apabila ada responden yang tidak bisa menjadi sampel. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan Consecutive Sampling.
3.4.3 Kriteria Inklusi
Sampel penelitian sebanyak 114 responden adalah sebagian dari
populasi yang ditentukan dengan kriteria inklusi sebagai berikut:
a. Pekerja PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk Unit
Pelabuhan Tarahan
b. Bersedia mengikuti penelitian.
28
c. Menandatangani surat persetujuan (informed consent) penelitian.
d. Melakukan Medical Check Up.
3.4.4 Kriteria eksklusi
Sampel penelitian sebanyak 114 responden adalah sebagian dari
populasi yang apabila terdapat kriteria ekslusi tidak dapat menjadi
responden dalam penelitian ini. Kriteria ekslusi yang diajukan
adalah:
a. Pekerja tidak hadir saat dilakukan penelitian.
b. Pekerja yang mengundurkan diri
c. Sedang menderita penyakit pernapasan baik penyakit infeksi
maupun non-infeksi pada saat dilakukan penelitian.
3.5 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel-variabel secara
operasional dan berlandaskan karakteristik yang di amati. Definisi
operasional yang terkait dalam penelitian ini :
29
Variabel Definisi
Operasional
Alat ukur Cara
Ukur
Skala Hasil Ukur
Paparan
debu
Konsentrasi partikel
debu yang dihirup
pekerja saat bekerja.
NAB berdasarkan
Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No.
PER
13/MEN/X/2011
tentang Nilai
Ambang Batas
Faktor Fisika dan
Kimia di Udara
Lingkungan Kerja
adalah bahwa NAB
kadar debu tidak
boleh melebihi 3,0
mg/m3.
Haz-Dust
Model
EPAM-
5000
Mengukur
kadar
debu total
pada 9
titik di
pabrik.
Nilai ukur
dinyatakan
dalam
Konsentra
si partikel
debu :
mg/m3
Ordinal 0. Kurang
dari NAB
(≤3mg/m
3)
1. Lebih
dari NAB
(>3
mg/m3)
ISPA Pengertian ISPA
yaitu radang akut
saluran pernapasan
atas maupun bawah.
Responden yang
terdiagnosis penyakit
ISPA menunjukkan
gejala seperti
demam, batuk, nyeri
tenggorokan, hidung
tersumbat, sesak
napas, serak.
Timbulnya gejala
biasanya cepat, yaitu
dalam waktu
beberapa jam sampai
beberapa hari.
Kuesioner Wawancar
a
(anamnesi
s dan
rekam
medis)
Ordinal 0: Pernah
ISPA dalam
3 bulan
terakhir.
1: Tidak
pernah ISPA
dalam 3
bulan
terakhir
Usia Perhitungan waktu
yang dihitung dari
tahun kelahiran
sampai hari pada
saat dilakukan
penelitian
Kuesioner Wawancar
a atau
mengisi
kuesioner
Ordinal 0. kurang
dari 30
tahun.
1. lebih dari
30 tahun.
Masa
Kerja
Lama waktu yang
dihitung sejak awal
Kuesioner Wawancar
a atau
Ordinal 0. Baru
(<5 tahun)
30
sampel mulai
bekerja sampai saat
dilakukan
mengisi
kuesioner
1. Lama
(≥5 tahun)
Status Gizi Kondisi sampel
yang dihitung
dengan IMT
(Indeks Masa
Tubuh).
Kuesioner Wawancar
a atau
mengisi
kuesioner
Ordinal 0. Normal
(IMT 18,5
-25)
1. Tidak
normal
(IMT
<18.5 atau
IMT >25)
Kebiasaan
Merokok
(Menurut
index
brikman)
Perilaku seseorang
untuk melakukan
kebiasaan merokok.
Yaitu rata-rata
jumlah batang rokok
per hari dikalikan
lama waktu merokok
dalam tahun.
Kuesioner
Kuesioner
Ordinal
0. Bukan
perokok
1. Perokok
ringan
(<200
batang/tah
un).
2. Perokok
sedang
(200-600
batang/tah
un).
3. Perokok
berat
(>600
batang/tah
un).
Tabel 1. Definisi Operasional
3.6 Instrumen Penelitian, Tata cara Pengukuran Parameter dan Cara
Pengumpulan Data
3.6.1 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data
sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang
digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah:
31
a. Alat tulis, yaitu peralatan yang di gunakan untuk mencatat data
penelitian.
b. Formulir Informed Consent
Merupakan formulir yang berisi kesediaan dari responden dalam
mengikuti penelitian yang akan dilakukan.
c. Kuesioner Penelitian
Bagi para pekerja sebagai responden, disusun daftar pertanyaan
untuk memperoleh data pendukung tersebut oleh peneliti yang
dibuat peneliti dengan mengacu pada landasan teori.
d. Rekam medis
Rekam medis digunakan unuk mengetahui data klinis responden.
3.6.2 Tata cara pengukuran parameter
3.6.2.1 Pengukuran paparan debu
Haz-Dust Model EPAM-5000
High Volume Sampler yaitu alat untuk mengukur
banyaknya partikel debu yang berada di tempat kerja. Alat
ini merupakan alat untuk memantau real-time partikulat
dengan sensitivitas tinggi yang dirancang untuk ambien
kualitas udara lingkungan dan udara ruangan. Unit ini
menggabungkan teknik saringan tradisional dengan metode
real-time monitoring.
32
Cara penggunaan alat :
1. Masukkan filter pada tempat yang telah disediakan pada
alat.
2. Pilih dan pasang impactor yang sesuai dengan ukuran
partikulat. Terdapat tiga ukuran yaitu 1 µm, 2.5 µm dan 10
µm.
3. Hidupkan alat dengan menekan tombol ON.
4. Untuk ukuran partikulat 1 µm :
- Pilih special function dari menu utama
- Pilih system options
- Pilih extended options
- Pilih size select : pilih ukuran 1 µm
- Pilih special function
- Pilih system operations
- Pilih sample rate : pilih waktu pengukuran.
- Pilih run
- Pilih continue
- Pilih run
- Pilih now
- Tunggu sampai waktu yang ditentukan
- Baca hasil pengukuran
5. Lakukan kembali langkah 1-4 untuk ukuran partikulat 2.5
µm dan 10 µm.
6. Tentukan rerata nilai partikulat.
33
3.6.2.2 Pengukuran parameter ISPA
Pengukuran parameter ISPA adalah dengan cara
meneggakkan diagnosa ISPA melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik oleh tenaga dokter. Untuk menegakkan
diagnosa ISPA, data anamnesis yang harus dikumpulkan
adalah: keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga,
riwayat pribadi.
Data pemeriksaan fisik yang ditemukan adalah keadaan
umum, tanda-tanda vital, sesak napas, hidung tersumbat,
suara serak, wheezing, retraksi sela iga dan fossa
suprasternal waktu inspirasi, stridor, sianosis, napas cuping
hidung. Bukti ISPA didokumentasikan dalam bentuk
rekam medis.
3.6.3 Cara Pengumpulan Data
Dalam penelitian diperlukan berbagai data baik primer maupun data
sekunder. Data-data tersebut adalah :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek
yang diteliti dengan cara melakukan pengamatan dan pengukuran
secara langsung.
34
Cara memperoleh data primer yaitu dengan melakukan :
a. Pengamatan terhadap proses produksi, keadaan lingkungan
tempat kerja, dan keadaan tenaga kerja.
b. Pengukuran dengan alat, seperti pengukuran kadar debu
c. Wawancara dan pemberian kuesioner
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data-data yang diperoleh dari dokumen-
dokumen perusahaan ataupun referensi yang relevan terhadap
objek yang sedang diteliti.
Adapun data sekunder dalam penelitian ini meliputi:
a. Buku referensi yang relevan terhadap objek yang diteliti.
b. Artikel serta jurnal dari suatu media yang sesuai dengan
objek yang diteliti.
35
3.7 Alur Penelitian
Adapun prosedur penelitian adalah sebagai berikut:
Bagan 3. Bagan Alur Penelitian
3.8 Pengolahan dan Analisis Data
3.8.1 Pengolahan data
Penyajian data merupakan salah satu kegiatan dalam pembuatan
laporan hasil penelititan yang telah dilakukan agar dapat dipahami,
dinalisis sesuai dengan tujuan yang diinginkan dan kemudian ditarik
kesimpulan sehingga menggambarkan hasil penelitian (Suyanto,
2005). Adapun teknik penyajian data yang dilakukan dalam
penelitian ini sebagai berikut :
Penelusuran Kepustakaan dan Survey Pendahuluan
Penyusunan Proposal Penelitian
Seminar Proposal
Permohonan izin Penelitian
Proses Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Interpretasi Penelitian
36
a. Pemeriksaan data (editing)
Editing dilakukan sebelum pengolahan data. Data yang telah
dikumpulkan dari kuesioner perlu dibaca sekali lagi dan
diperbaiki, apabila terdapat hal-hal yang salah atau masih
meragukan misalnya, apakah semua pertanyaan sudah terisi,
apakah jawaban relevan dengan pertanyaan, apakah jawaban-
jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban pertanyaan yang
lainnya. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas data serta
menghilangkan keraguan data.
b. Pemberian kode (Coding)
Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya
dilakukan pengkodean atau “coding”, yakni mengubah data
berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atua bilangan.
Pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukkan data
(data entry).
c. Pemberian skor (scoring)
Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan skor atau nilai dari
jawaban dengan nilai tertinggi sampai nilai terendah dari
kuesioner yang diajukan kepada responden.
d. Tabulasi
Kegiatan ini dilakukan dengan cara memasukkan data yang
diperoleh ke dalam tabel-tabel sesuai dengan tujuan penelitian
atau yang diinginkan oleh peneliti.
37
3.8.2 Analisis data
Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan
menggunakan program computer dimana akan dilakukan 2 macam
analisa data, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.
1. Analisa Univariat
Analisa ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi
variabel bebas dan variabel terkait.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan untuk
mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel
terikat dengan menggunakan uji statististik uji Chi Square.
Dengan uji altenatif Uji Fisher. Uji Chi Square hanya
digunakan pada data diskrit (data frekuensi atau data kategori)
atau data kontinu yang telah dikelompokkan menjadi kategorik.
Dasar pengambilan keputusan adalah terbukti yang kemudian
diolah dan dianalisis menggunakan komputer.
Kemaknaan perhitungan stastitika digunakan batas 0,05
terhadap hipotesis, berarti jika P Value ≤ 0,05 maka Ho ditolak
dan Ha diterima, artinya ada hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Jika P value > 0,05
maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen yang
diuji.
38
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk melihat variabel
independen yang paling berpengaruh terhadap variabel
dependen. Analisis multivariat yang digunakan adalah regresi
logistik model prediksi, dengan tingkat kepercayaan 95% dan
menggunakan metode menentukan odds rasio variabel
kategorik polikontom dengan salah satu kategori menjadi
pembanding dengan cara chi square.
Langkah yang dilakukan dalam analisis regresi logistik adalah
sebagai berikut (Dahlan, 2014)
1. Melakukan seleksi variabel yang layak dilakukan dalam
model multivariat dengan cara terlebih dahulu melakuk
an seleksi bivariat antara masing-masing variabel indep
enden dengan variabel dependen dengan uji regresi logi
stik sederhana
2. Bila hasil analisis bivariat menghasilkan p value < 0,25
atau termasuk substansi yang penting maka variabel ter
sebut dapat dimasukkan dalam model multivariat.
3. Variabel yang memenuhi syarat lalu dimasukkan ke dal
am analisis multivariat.
4. Dari hasil analisis dengan multivariat dengan regresi lo
gistik menghasilkan value masing-masing variabel.
39
5. Variabel yang p valuenya > 0,05 ditandai dan dikeluark
an satu-persatu dari model, hingga seluruh variabel yan
g p value-nya > 0,05 hilang.
6. Untuk melihat adanya interaksi antar variabel selanjutn
ya dilakukan uji interaksi. Variabel dikatakan tidak sali
ng berinteraksi jika didapatkan hasil p value-nya > 0,05
pada α: 0,05.
Pada langkah terakhir akan tampak nilai exp(B), yang
menunjukan bahwa semakin besar nilai exp(B)/OR maka
makin besar pengaruh variabel tersebut tehadap variabel
dependen.
3.9 Etika Penelitian
Eika penelitan unuk penelitian di dapakan dari Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung dengan cara mengajukan etical approval kepada
Komisi Etika Penelitian Kesehatan Fakulas Kedokteran Universitas
Lampung.
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai
berikut :
a. Kadar debu di PT. Bukit Asam Tarahan. PT Bukit Asam (Persero)
Tbk unit pelabuhan Tarahan Lampung di bawah NAB.
b. Diketahui distribusi frekuensi kejadian ISPA pada pekerja
lapangan PT. Bukit Asam Tarahan. PT Bukit Asam (Persero) Tbk
unit pelabuhan Tarahan Lampung yaitu responden yang pernah
mengalami ISPA dalam 3 bulan sebanyak 30 orang atau 26,3%,
dan responden yang tidak pernah ISPA dalam 3 bulan sebanyak 84
orang atau 73,7%.
c. Diketahui distribusi frekuensi paparan debu pada pekerja lapangan
PT. Bukit Asam Tarahan. PT Bukit Asam (Persero) Tbk unit
pelabuhan Tarahan Lampung yaitu Berdasarkan tabel di atas
terlihat bahwa seluruh responden yang berjumlah 114 orang
mengalami paparan debu kurang dari NAB.
62
5.2 Saran
a. Bagi Institusi
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Pelabuhan Tarahan agar senantiasa
mensosialisasikan secara rutin mengenai K3 serta penetapan sanksi
yang tegas bagi pekerja yang tidak menggunakan APD.
b. Bagi pekerja
Karyawan PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Pelabuhan Tarahan
diharapkan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya
penggunaan APD.
c. Bagi penelitian selanjutnya
Agar dapat meneliti penyakit lainnya yang diakibatkan oleh paparan
debu.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad R. 2004. Kimia Lingkungan edisi 1. Yogyakarta: Andi Offset.
Arifin B. 2009. Penggunaan Abu Batu Bara PLTU Mpanau Sebagai Bahan
Stabilisasi Tanah Lempung. Jurnal Smartek. 7(4): 219-228.
Budiono A. 2008. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Cahyana A, Djajakusli R, Rahim MR. 2012. Faktor yang berhubungan dengan
kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja tambang batu bara PT.
Indominco Mandiri Kaltim tahun 2012. FKM Unhas [Online Journal]
[diunduh 6 september 2015]. Tersedia dari:
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/12345678/4669/jurnal%20P
enelitian%20Asrina%20Cahyana%20(1).pdf?sequence=1.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran (Hubungannya dengan
Toksikologi Senyawa Logam). Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmacheutical Care untuk Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan RI [Onile Journal] [diunduh 6 September 2015].
Tersedia dari: http://binfar.kemkes.go.id/v2/wp-
content/uploads/2014/02/PC_INFEKSI.pdf.
Hirschmann JV. 2002. Antibiotics for common respiratory tract infections in
adults. Archives of Internal Medicine. 162(3):256-264.
Hutama AP. 2013. Hubungan antara masa kerja dan penggunaan alat pelindung
diri dengan kapasitas vital paru pada pekerja unit spinning 1 bagian ring
frame PT. Pisma Putra Tekstil Pekalongan. Unnes Journal of Public
Health. 2(3):1-9.
Kang M.J, Mok-Oh Y, Lee JC, Kim DG, Park MJ, Lee MG, Hyun IG et al. 2003.
Lung Matrix Metalloproteinase-9 Correlated with Smoking and
Obstruction of Airflow. Journal of Korean Medical Science [Online
Journal] [diunduh 5 september 2015]. Tersedia dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3055149/pdf/14676438.pd
f.
Munir. 2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Bandung: Alfabeta.
Peraturan Pemerintah No 18. 1999. Tentang pengelolaan limbah berbahaya dan
beracun.
Peraturan Pemerintah No 85. 1999. Tentang perubahan peraturan pemerintah No
18 tahun 1999.
Rahayu NS. 2013. Hubungan antara kadar debu batubara total dan terhirup serta
karakteristik individu dengan gangguan fungsi paru pada pekerja di lokasi
coal yard PLTU X Jepara. Jurnal Kesehatan Masyarakat [Online Journal]
[diunduh 19 september 2015]. Tersedia dari:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=73822&val=4700.
Rahman A, Nukman A, Setyadi, Akib CR, Sofwan, Jarot. 2008. Analisis risiko
kesehatan lingkungan pertambangan kapur di Sukabumi, Cirebon, Tegal,
Jepara dan Tulung Agung. Jurnal Ekologi Kesehatan. 7(1): 665-677.
Riskesdas. 2007. Laporan nasional riskesdas 2007. Badan penelitian dan
pengembangan kesehatan Depkes RI [Online Journal] [diunduh 8
september 2015]. Tersedia dari:
https://www.k4health.org/sites/default/files/laporanNasional%20Riskesdas
%202007.pdf.
Rudianto. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) pada balita di 5 posyandu desa tamansari
kecamatan pangkalan karawang tahun 2013 [skripsi]. Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Salsila DA. 2012. Hubungan kondisi rumah dengan frekuensi kejadian infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA) di RT 01 dan RT 08 kelurahan olak
kemang tahun 2012 [skripsi]. Jambi: Universitas Jambi.
Sari DN. 2014. Analisis upaya pengendalian potensi bahaya di lokasi
penambangan PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pertambangan Tanjung
Enim [skripsi]. Palembang: Universitas Sriwijaya.
Sholihah Q, Khairiyati L, Setyaningrum R. 2008. Pajanan debu batu bara dan
gangguan pernapasan pada pekerja lapangan tambang batu bara. Jurnal
Kesehatan Lingkungan. 4(2):1-8.
Sormin KR. 2012. Hubungan karakteristik dan prilaku pekerja yang terpajan debu
kapas dengan kejadian ISPA di PT. Unitex tahun 2011 [skripsi]. Depok:
Universitas Indonesia.
Suparman. 2006. Interaksi Manusia dengan Lingkungan Dampaknya terhadap
Kesehatan Masyarakat. Enviro. 1(1):33-6.
Trisnawati Y, Juwarni. 2012. Hubungan prilaku merokok orang tua dengan
kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas rembang kabupaten
Purbalingga [Online Journal] [diunduh 6 september 2015]. Tersedia dari:
http://kesmas.unsoed.ac.id/sites/default/files/file-
unggah/jurnal/HUBUNGAN%20PERILAKU%20MEROKOK%20-4.pdf.
Vitasasmiari E. 2013. Pengaruh kadar debu batu bara terhadap infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) pada tenaga kerja di unit boiler PT. INDO
ACIDATAMA Tbk. Kemiri Kebakkramat Karanganyar [skripsi].
Surakarta: Universitas Muhammadiyah.
World Coal Institute. 2009. Sumber Daya Batu Bara: Tinjauan Lengkap Mengenai
Batu Bara. WCI [Online Journal] [diunduh 9 september 2015]. Tersedia
dari:
file:///C:/Users/User1/Downloads/coal_resource_overview_coal_indonesia
n(03_06_2009).pdf.
World Health Organization. 2007. Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi di
fasilitas pelayanan kesehatan. WHO [Online Journal] [diunduh 6
September 2015]. Tersedia dari:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/69707/14/WHO_CDS_EPR_2007.
6_ind.pdf.
Recommended