View
221
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
18
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 SEJARAH EROGONOMI
Istilah ergonomi mulai dikenal pada tahun 1949, akan tetapi aktivitas
yang berkenaan dengan ergonomi telah bermunculan puluhan tahun
sebelumnya. Beberapa kejadian penting mengenai ergonomi diilustrasikan
sebagai berikut ( Eko,2003 ) :
C.T. Thackrah, England, 1831.
Thackrah adalah serorang dokter dari Inggris (england0 yang meneruskan
pekerjaan dari seorang Italia bernama Ramazzini, dalam serangkaian
kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan kerja yang tidak nyaman
yang dirasakan oleh para operator di tempat kerja. Ia mengamati postur
tubuh pada saat bekerja sebagai bagian dari masalah kesehatan. Pada saat
itu Thackrah mengamati seorang penjahit yang bekerja dengan posisi dan
dimensi kursi-meja yang kurang sesuai secara anthropometri, serta
pencahayaan yang tidak ergonomis sehingga mengakibatkan
membungkuknya badan dan iritasi indera penglihatan. Disamping itu juga
mengamati para pekerja yang berada pada lingkungan kerja dengan
19
temperatur tinggi, kurangnya ventilasi, jam kerja yang panjang, dan
gerakan kerja yang berulang-ulang.
F. W. Taylor, USA, 1898
Frederick W. Taylor adalah seorang insinyur Amerika yang menerapkan
metode ilmiah untuk menentukan cara terbaik dalam melakukan suatu
pekerjaan. Beberapa metodenya merupakan konsep ergonomi dan
manajemen modern.
F. B. Gilberth, USA, 1911
Gilberth juga mengamati dan mengoptimasi metode kerja, dalam hal ini
lebih mendetail dalam Analisa Gerakan dibandingkan dengan taylor.
Dalam bukunya Motion Study yang diterbitkan pada tahun 1911 ia
menunjukkan bagaimana postur membungkuk dapat diatasi dengan
mendesain suatu system kerja yang dapat naik-turun.
Badan Penelitian untuk kelelahan Industri (Industrial Fatigue Research
Board), England, 1918.
Badan ini didirikan sebagai penyelesaian masalah yang terjadi di pabrik
amunisi pada Perang Dunia Pertama. Mereka menunjukan bagaimana
output setiap harinya meningkat dengan jam kerja per hari-nya yang
menurun. Disamping itu, mereka juga mengamati waktu siklus optimum
untuk system kerja berulang dan menyarankan adanya variasi dan rotasi
jabatan.
20
E. Mayo dan teman-temannya, USA, 1993
Elton Mayo seorang warga negara Australia, memulai beberapa studi di
suatu Perusahaan Listrik yaitu Western Electric Company, Hawthorne,
Chicago. Tujuan studinya adalah mengkuantifikasi pengaruh dari variable
fisik seperti pencahayaan dan lamanya waktu istirahat terhadap faktor
efisiensi dari para operator kerja pada unit perakitan.
Perang Dunia Kedua, England dan USA.
Masalah operasional yang terjadi pada peralatan militer yang berkembang
secara cepat. Masalah yang ada pada saat itu adalah penempatan dan
identifikasi untuk pengendali pesawat terbang, efektivitas alat peraga,
handle pembuka, ketidaknyamanan karena terlalu panas atau terlalu
dingin, desain pakaian untuk suasana kerja yang terlalu panas atau terlalu
dingin dan pengaruhnya pada kinerja operator.
Pembentukan Kelompok Ergonomi
Pembentukan Masyarakat Peneliti Ergonomi (the Ergonomics Research
Society) di England pada tahun 1949 melibatkan beberapa professional
yang berkecimpung dalam bidang ini. Hal ini menghasilkan jurnal
(majalah ilmiah) pertama dalam bidang Ergonomi pada November 1957.
Perkumpulan Ergonomi Internasional (the International Ergonomics
Association) terbentuk pada tahun 1957, dan The Human Factor Society di
Amerika pada tahun yang sama. Di samping itu, konfrensi Ergonomi
21
Australia yang pertama diselenggarakan pada tahun 1964, dan hal ini
mencetuskan terbentuknya Masyarakat Ergonomi Australia dan New
Zealand ( The Ergonomics Society of Australia and New Zealand ).
2.2 DEFINISI ERGONOMI
Ilmu ergonomi merupakan studi mengenai aspek-aspek manusia
dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,
engineering, manajemen dan desain/perancangan (Nurmianto,1991). Egonomi
berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan
kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi.
Ergonomi juga digunakan oleh berbagai macam ahli/professional pada
bidangnya, misalnya: ahli anatomi, arsitektur, perancangan produk industri
fisika, fisioterapi, terapi pekerjaan, psikologi, dan teknik industri Di samping
itu ergonomi juga memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor
keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya desain suatu sistem kerja untuk
mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, hal
ini untuk mengurangi ketidaknyamanan pada saat melakukan aktivitas.
Ergonomi sebenarnya berasal dari kata Yunani yaitu Ergo yang berarti
kerja dan Nomos yang berarti hokum. Dengan demikian ergonomi
dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam
kaitannya dengan pekerjaannya. Istilah Ergonomi sendiri lebih populer
22
digunakan di Eropa, sedangkan di Amerika lebih populer dengan istilah
Human Engineering atau Human Factors Engineering (wignjosoebroto, 2003).
Ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
kaitannya dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi adalah
manusia pada saat bekerja dalam lingkungan . Secara singkat dapat dikatakan
bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh
manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya antara
lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar
tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar
sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia (Depkes RI).
Kroemer dkk. memberikan definisi ergonomi sebagai suatu disiplin
ilmu untuk mempelajari karakter manusia untuk perancangan lingkungan
hidup dan lingkungan kerja yang sesuai. Kroemer dkk. juga menyatakan
bahwa tujuan dasar dari ergonomi adalah agar semua alat buatan manusia,
peralatan, perlengkapan, mesin dan lingkungan harus mendukung, baik secara
langsung maupun tidak langsung, keselamatan kerja, kesejahteraan, dan
performansi manusia ( Kroemer, 2001 ). Sementara itu, Barnes (1980)
mendefinisikan ergonomi adalah sebagai suatu sistem yang berkaitan dengan
hubungan antar manusia, mesin dan lingkungan kerja yang tujuannya adalah
untuk mendapatkan keseimbangan optimum antara kemampuan manusia dan
tuntutan pekerjaan. Pendapat ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh
Bridger (1995) mengenai ergonomi, yaitu ergonomi mendekatkan pekerjaan
23
dengan manusia (fit the job to the man) melalui tingkat biomekanika, fisiologi,
tingkah laku (behavioral), bahasa (linguitik) dan proses berpikir (kongnitif).
Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang
bangun (design) ataupun rancang ulang (re-design). Hal ini dapat meliputi
perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja, bangku kerja, platform,
kursi, pegangan alat kerja, sistem pengedah, alat peraga, jalan/lorong, pintu,
jendela, dan lain-lain. Masih dalam kaitannya dengan hal tersebut diatas
adalah bahasan mengenai rancang bangun lingkungan kerja, karena jika
sistem perangkat keras berubah maka akan berubah pula lingkungan kerjanya.
2.3 DEFINISI KERJA FISIK
Dalam kegiatan sehari-hari manusia selalu mengerjakan bermacam-
macam aktivitas. Salah satu aktivitas dapat diwujudkan dalam gerakan-
gerakan yang dinamakan kerja. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu
tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusai
yang bersangkutan. Alasan yang mendorong manusia untuk bekerja adalah
adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Seperti kebutuhan sandang, pangan,
dan papan serta kebutuhan-kebutuhan lainnya yang juga harus dipenuhi
seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Manusia dalam melaksanakan
berbagai kegiatannya selalu menginginkan performansi yang optimal. Untuk
24
itu manusia harus bias mengendalikan factor-faktor sedemikian rupa sehingga
tercipta suatu kondisi kerja yang baik.
Secara umum yang dimaksudkan dengan kerja fisik (physical work)
adalah kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber
tenaganya (power). Kerja fisik seringkali juga disebut sebagai “manual”
operation dimana performansi kerja sepenuhnya akan tergantung manusia
baik yang berfungsi sebagai sumber tenaga (power) ataupun pengendali kerja
(control). Kerja fisik seringkali pula dikonotasikan sebagai kerja berat
ataupun kerja kasar, dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang memerlukan
usaha fisik manusia yang kuat selama periode kerja berlangsung
(Wignjosoebroto, 2003).
2.4 PRODUKTIVITAS
Berbicara mengenai produktivitas maka akan selalu dikaitkan dengan
pengertian efektivitas dan efisiensi. Produktivitas didefinisikan sebagai rasio
antara keluaran (output) dan masukan (input), dimana rasio keluaran
dihasilkan oleh aktivitas kerja dibagi dengan jam kerja (man hours) yang
dikontribusikan sebagai sumber masukan dengan rupiah atau unit produksi
lainnya sebagai dimensi tolak ukurnya (Wignjosoebroto, 2003). Produktivitas
dapat di formulasikan sebagai berikut:
25
Produktivitas = MasukanKeluaran
Untuk menghasilkan suatu produk berbentuk barang atau jasa, terlebih
dahulu harus menyediakan sarana serta sumber daya. Dengan sarana dan
sumber daya tersebut, maka proses dapat berlangsung sedemikian rupa,
sehingga mencapai hasil seperti diharapkan.Uraian tersebut dapat dipersingkat
dengan sebuah model bergaya sistem sebagai berikut :
Gambar 2.1. Model Produktivitas
Tolak ukur yang memperlihatkan produktivitas akan meningkat apabila :
1. Volume / kuantitas keluaran bertambah besar, tanpa menambah jumlah
masukan.
2. Volume / kuantitas keluaran tidak bertambah, akan tetapi masukannya
berkurang.
3. Volume / kuantitas keluaran bertambah besar sedang masukannya juga
berkurang.
4. Jumlah masukan bertambah, asalkan volume / kuantitas keluaran
bertambah berlipat ganda.
( Sastrowinoto, 1985 )
Masukan KeluaranProses
26
2.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usaha Peningkatan
Produktivitas
Pada dasarnya produktivitas kerja akan banyak ditentukan oleh
dua faktor utama, yaitu :
Faktor teknis : yaitu faktor yang berhubungan dengan pemakaian
dan penerapan fasilitas produksi secara lebih baik, penerapan
metode kerja yang lebih efektif dan efisien, dan atau penggunaan
bahan baku yang lebih ekonomis.
Faktor manusia : yaitu faktor yang mempunyai pengaruh terhadap
usaha-usaha yang dilakukan manusia didalam menyelesaikan
pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Disini ada
dua hal pokok yang menentukan, yaitu kemampuan kerja (ability)
dari pekerja tersebut dan yang lain adalah motivasi kerja yang
merupakan pendorong ke arah kemajuan dan peningkatan prestasi
kerja atas seseorang.
Pada industri-industri yang lebih banyak menghasilkan proses
mekanisasi dan atau otomatisasi untuk fasilitas produksinya, maka
penelitan mengenai produktivitas akan lebih banyak dititik-beratkan
pada aspek pengembangan teknologi dari pada aspek pengembangan
27
manusianya. Sebaliknya untuk usaha-usaha dimana pengaruh
pengembangan kemampunan teknis relatif kecil sedangkan faktor
manusia sebagai unsur dalam sistem produksi jauh lebih menonjol,
maka usaha untuk peningkatan produktivitas akan lebih diarahkan
pada segi manusia daripada segi teknologinya.
2.4.2 Wahana Peningkatan Produktivitas
Berikut ini beberapa wahana peningkatan produktivitas yang
telah dilakukan sampai dewasa ini.
1. Studi kerja atau penelitian kerja atau telaah kerja (work study)
yang intinya terbagi atas :
a. Telaah metode (methods study), berupaya untuk meneliti
metode yang sedang berjalan, kemudian menemukan metode
baru yang lebih efektif untuk mencapai dan memperbesar
keluaran.
b. Pengukuran kerja (work measurement), berupaya untuk
mengetahui kecepatan kerja, kemudian menentukan prosedur
untuk menerampilkan tenaga kerja agar mampu bekerja lebih
cepat, jadi lebih efisien.
c. Sampel kegiatan atau percontoh kegiatan (work sampling,
activity sampling), berupaya untuk mengetahui persentase
28
waktu yang produktif / aktif, dari tenaga kerja / mesin /
perkakas, kemudian melakukan pembaharuan dalam
pembagian tenaga kerja, dislokasi perkakas, penjadwalan
ulang mesin dan lain-lain agar waktu kerja mereka semakin
efektif.
2. Keselamatan Kerja (Occupational safety) berupaya meneliti
situasi kerja; kemudian menemukan cara untuk menghindarkan
kecelakaan. Setiap kecelakaan yang terjadi di dalam kerja akan
menurunkan produktivitas, karena mesin yang rusak akan berhenti
beroperasi, operator yang cedera / celaka harus disembuhkan
kembali, atau harus menggantikannya dengan operator baru yang
belum cukup terampil.
3. Kesehatan kerja (Occupational health; Industrial hygiene)
berupaya meneliti tentang kondisi kerja, kemudian menemukan
cara untuk menghilangkan hal-hal yang bisa mengakibatkan
gangguan kesehatan atau sakit pada karyawan. Penggunaan bahan
beracun, gas-gas yang bisa merusak kulit dan sebagainya harus
ditanggulangi.
4. Keamanan lingkungan kerja (security) berupaya meneliti dan
memperbaiki segenap saran untuk menjaga jangan sampai terjadi
musibah yang berupa kebakaran, kebanjiran, sambar petir,
kebocoran listrik dan sebagainya. Sampah, limbah dan buangan
29
harus juga dikendalikan agar tidak membahayakan karyawan
maupun mencemari masyarakat di sekitar perusahaan.
5. Ergonomi melakukan studi ilmiah mengenai perkaitan antara
orang dengan lingkungan kerjanya (the scientific study of the
relationship between man and his working environment). Yang
dimaksud dengan lingkungan kerjanya di sini ialah keseluruhan
alat perkakas dan bahan yang ia hadapi, lingkungan sekitarnya di
mana ia bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik
sebagai perorangan maupun kelompok. Keseluruhan alat-orang-
lingkungan itu sering juga dinamakan sistem kerja. Karena itu
hakikat dari ergonomi ialah :
a. meneliti tentang kemampuan dan keterbatasan manusia secara
fisik maupun psikologik,
b. bagaimana biasanya manusia itu berkomunikasi secara baik
dengan mesin atau perkakas yang ia pakai,
c. bagaimana biasanya ia bekerjasama secara baik dengan
perabot dan perlengkapan yang ia pergunakan,
d. bagaimana agar ia dapat hidup aman, tenteram, selamat, sehat
dan nyaman dalam ruang kerjanya.
Untuk itu penelitian ergonomik akan meliputi :
a. anatomi (struktur), fisiologi (bekerjanya), dan antropometri
(ukuran) tubuh manusia,
30
b. psikologi yang fisiologik mengenai berfungsinya otak dan
sistem saraf yang berperan dalam tingkah laku manusia,
c. kondisi yang dapat mencederai tubuh manusia,
d. kondisi teknis dan fisika yang dapat menyenangkan pekerja.
Adapun sasaran akhir dari ergonomi ialah terciptanya efisiensi yang
meningkat dari kegiatan manusia.
2.5 EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI
Efektifitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi
lebih melihat pada bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan
membandingkan antara input dan outputnya.
Istilah efektif (effective) dan efisien (efficient) merupakan dua istilah
yang saling berkaitan dan patut dihayati dalam upaya untuk mencapai tujuan
suatu organisasi. Tentang arti dari efektif maupun efisien terdapat beberapa
pendapat. Efektifitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan
efisiensi lebih melihat pada bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai itu
dengan membandingkan antara input dan outputnya.
Menurut Chester I. Barnard dalam Kebijakan Kinerja Karyawan
(Prawirosentono, 1999 : h.27), menjelaskan bahwa arti efektif dan efisien
adalah sebagai berikut : “When a specific desired end is attained we shall say
that the action is effective. When the unsought consequences of the action are
31
more important than the attainment of the desired end and are dissatisfactory,
effective action, we shall say, it is inefficient. When the unsought
consequences are unimportant or trivial, the action is efficient. Accordingly,
we shall say that an action is effective if it specific objective aim. It is efficient
if it satisfies the motives of the aim, whatever it is effective or not”. (Bila suatu
tujuan tertentu akhirnya dapat dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan
tersebut adalah efektif. Tetapi bila akibat-akibat yang tidak dicari dari
kegiatan mempunyai nilai yang lebih penting dibandingkan dengan hasil yang
dicapai, sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif, hal ini
disebut tidak efisien. Sebaliknya bila akibat yang tidak dicari-cari, tidak
penting atau remeh, maka kegiatan tersebut efisien. Sehubungan dengan itu,
kita dapat mengatakan sesuatu efektif bila mencapai tujuan tertentu.
Dikatakan efisien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan,
terlepas apakah efektif atau tidak).
Disamping itu, menurut Chester Barnard, dalam Kebijakan Kinerja
Karyawan (Prawirosentono, 1999 : h. 28), pengertian efektif dan efisien
dikaitkan dengan system kerjasama seperti dalam organisasi perusahaan atau
lembaga pemerintahan, sebagai berikut : “Effectiveness of cooperative effort
relates to accomplishment of an objective of the system and it is determined
with a view to the system’s requirement. The efficiency of a cooperative
system is the resultant of the efficiency of the individuals furnishing the
constituent effort, that is, as viewed by them”. (Efektifitas dari usaha
32
kerjasama (antar individu) berhubungan dengan pelaksanaan yang dapat
mencapai suatu tujuan dalam suatu system, dan hal itu ditentukan dengan
suatu pandangan dapat memenuhi kebutuhan system itu sendiri. Sedangkan
efisiensi dari suatu kerjasama dalam suatu system (antar individu) adalah hasil
gabungan efisiensi dari upaya yang dipilih masing-masing individu).
Menurut Peter Drucker dalam Menuju SDM Berdaya (Kisdarto, 2002 :
h.139), menyatakan : “doing the right things is more important than doing the
things right. Selanjutnya dijelaskan bahwa: “effectiveness is to do the right
things : while efficiency is to do the things right” (efektifitas adalah
melakukan hal yang benar : sedangkan efisiensi adalah melakukan hal secara
benar). Atau juga “effectiveness means how far we achieve the goal and
efficiency means how do we mix various resources properly” (efektifitas
berarti sejauhmana kita mencapai sasaran dan efisiensi berarti bagaimana kita
mencampur sumber daya secara cermat).
Efisien tetapi tidak efektif berarti baik dalam memanfaatkan
sumberdaya (input), tetapi tidak mencapai sasaran. Sebaliknya, efektif tetapi
tidak efisien berarti dalam mencapai sasaran menggunakan sumber daya
berlebihan atau lajim dikatakan ekonomi biaya tinggi. Tetapi yang paling
parah adalah tidak efisien dan juga tidak efektif, artinya ada pemborosan
sumber daya tanpa mencapai sasaran atau penghambur-hamburan sumber
daya.
33
Efisien harus selalu bersifat kuantitatif dan dapat diukur (mearsurable),
sedangkan efektif mengandung pula pengertian kualitatif. Efektif lebih
mengarah ke pencapaian sasaran. Efisien dalam menggunakan masukan
(input) akan menghasilkan produktifitas yang tinggi, yang merupakan tujuan
dari setiap organisasi apapun bidang kegiatannya. Hal yang paling rawan
adalah apabila efisiensi selalu diartikan sebagai penghematan, karena bisa
mengganggu operasi, sehingga pada gilirannya akan mempengaruhi hasil
akhir, karena sasarannya tidak tercapai dan produktifitasnya akan juga tidak
setinggi yang diharapkan.
Penghematan sebenarnya hanya sebagian dari efisiensi. Persepsi yang
tidak tepat mengenai efisiensi dengan menganggap semata-mata sebagai
penghematan sama halnya dengan penghayatan yang tidak tepat mengenai
Cost Reduction Program (Program Pengurangan Biaya), yang sebaliknya
dipandang sebagai Cost Improvement Program (Program Perbaikan Biaya)
yang berarti mengefektifkan biaya. Efektif dikaitkan dengan kepemimpinan
(leadership) yang menentukan hal-hal apa yang harus dilakukan (what are the
things to be accomplished), sedangkan efisien dikaitkan dengan manajemen,
yang mengukur bagaimana sesuatu dapat dilakukan sebaik-baiknya (how can
certain things be best accomplished).
Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa efektifitas kerja berarti
penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Artinya
apakah pelaksanaan sesuatu tugas dinilai baik atau tidak sangat tergantung
34
pada bilamana tugas itu diselesaikan dan tidak, terutama menjawab
pertanyaan bagaimana cara melaksanakannya dan berapa biaya yang
dikeluarkan untuk itu.
2.6 FAKTOR LINGKUNGAN KERJA
Manusia sebagai makhluk “sempurna” tetap tidak luput dari
kekurangan, dalam arti kata segala kemampuannya masih dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut bias dating dari dirinya sendiri
(intern) atau mungkin dari pengaruh luar (extern). Salah satu faktor yang
berasal dari luar ialah kondisi lingkungan kerja, yaitu semua keadaan yang
terdapat di sekitar tempat kerja seperti temperature, tingkat kebisingan,
pencahayaan, getaran mekanis, bau-bauan, dan lain-lain. Dimana dalam hal
ini akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja manusia tersebut.
2.6.1 Kebisingan
Kebisingan dapat didefinisikan sebagi bunyi yang tidak
disukai, suara yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan.
Kemajuan teknologi ternyata banyak menimbulkan masalah-masalah
seperti di antaranya yang dikatakan sebagai polusi, dimana keadaan ini
tidak terjadi di masa lampau. Salah satu polusi yang sekarang
35
menyibukkan para ahli untuk mengatasinya ialah kebisingan, yaitu
bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki
terutama karena dalam jangka panjang, bunyi-bunyian tersebut dapat
mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan dapat
menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penyelidikan,
kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. ( Sutalaksana,
1979 )
Bising dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai,
suara yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan. Bising yang
keras dan berulang-ulang dapat menimbulkan hilang pendengaran
(hearing loss) sementara. Tetapi kalau rangsangan itu berjalan terus
dapat mengakibatkan kerusakan pendengaran yang tidak dapat
disembuhkan, suatu kondisi yang disebut tuna rungu. Sumber bising
yang bernada tinggi lebih berbahaya daripada yang memiliki frekuensi
rendah, dan bising yang putus-putus lebih berbahaya daripada bising
yang kontinu. Nilai maksimum kebisingan bagi yang berhadapan lama
(sampai 1 tahun) dengan durasi 8 jam/hari adalah 85 dB. Hal ini
berarti kadar bising di bawah nilai ini jarang sekali menyebabkan tuna
rungu. ( Sastrowinoto, 1985 )
Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi yang
bisa menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu: lama,
intensitas dan frekuensinya. Makin lama telinga kita mendengar
36
kebisingan, makin buruk akibatnya bagi kita, di antaranya
pendengaran yang makin kurang. Intensitas biasanya diukur dengan
satuan desibel (dB), yang menunjukkan besarnya arus energi per
satuan luas. Frekuensi menunjukkan jumlah dari gelombang-
gelombang suara yang sampai ke telinga kita setiap detik, dinyatakan
dalam jumlah getaran per detik atau Hertz (Hz). Lama telinga kita
menerima kebisingan akan mempengaruhi tingkat pendengaran kita. (
Sutalaksana, 1979)
Tabel 2.1. Tingkat Kebisingan yang Diijinkan berdasarkan OSHA ( Sanders,
1992 )
Intensitas suara, dBA Waktu yang diijinkan, jam
80 32
85 16
90 8
95 4
100 2
105 1
110 0.5
115 0.25
37
2.6.2 Pencahayaan
Mata dapat melihat sesuatu kalau ia mendapatkan rangsangan
dari gelombang cahaya, yaitu energi radiasi (radiant energy).
Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk
melihat objek secara jelas, cepat, tanpa menimbulkan kesalahan.
Kebutuhan akan pencahayaan yang baik akan makin diperlukan
apabila kita mengerjakan suatu pekerjaan yang memerlukan ketelitian
karena penglihatan. Pencahayaan yang terlalu suram akan
mengakibatkan mata pekerja makin cepat lelah karena mata akan
berusaha untuk bisa melihat, dimana lelahnya mata mengakibatkan
kelelahan mental; lebih jauh lagi keadaan tersebut bisa menimbulkan
rusaknya mata karena bisa menyilaukan.
Kemampuan mata untuk dapat meilhat objek dengan jelas
ditentukan oleh ukuran objek, derajat kontras di antara objek dan
sekelilingnya, luminansi (brightness), dan lamanya melihat. Yang
dimaksud dengan derajat kontras adalah perbedaan derajat terang
relatif antara objek dengan lingkungan sekelilingnya. Luminansi
artinya arus cahaya yang dipantulkan oleh objek. ( Sutalaksana, 1979 )
Cahaya adalah energi yang dipancarkan dan mampu
merangsang retina dan menghasilkan sebuah sensasi visual. Cahaya
datang dari 2 sumber yaitu cahaya yang menerpa mata kita yang
38
langsung berasal dari sumber sinar (luminous body) seperti matahari,
bola lampu, nyala api atau lilin (candle), yang sering disebut sebagai
sumber sinar “panas”. Cahaya bisa juga datang ke mata karena
pantulan dari sesuatu benda atau bidang yang disebut sumber sinar
“dingin”. ( Sastrowinoto, 1985 )
Tingkat pencahayaan biasanya diukur dalam istilah
Illuminance atau penerangan, yaitu flux-flux yang berpendar dari suatu
sumber cahaya yang dipancarkan pada suatu permukaan per luas
permukaan. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sebuah light
meter di atas permukaan benda kerja. Satuan internasional unit untuk
penerangan adalah lumens/sq. metre yang mempunyai nama lain lux
(lx). Unit lama adalah footcandle ( 1 footcandle = 10.76 lux).
(Nurmianto, 1996 )
Arus cahaya (‘luminous flux’) adalah banyaknya cahaya
tampak yang dipancarkan oleh sumber cahaya dalam setiap detik. Arus
cahaya dinyatakan dalam satuan lumen. Jika didefinisikan, maka Watt
cahaya merupakan banyaknya energi cahaya yang dapat terlihat yang
dipancarkan pada gelombang 555 nm (555 x 10-9 meter). Lumen
adalah banyaknya energi cahaya yang diterima oleh permukaan
lengkung/bola (‘spheric curve’) seluas 1 ft2 dengan radius 1 ft dari
sumber cahaya sebesar 1 lilin (‘candella’) yang berada di titik pusat
bola, yang dapat dilihat pada gambar 2.2.
39
Gambar 2.2. Korelasi antara Lumen/Flux dan Kuat Cahaya
Selanjutnya Intensitas Cahaya (‘Luminous Intensity’) adalah
banyaknya arus cahaya yang dipancarkan persatuan sudut ruang.
Luminasi atau Kecemerlangan (‘Luminance’ atau ‘Brightness’) adalah
terang permukaan yang ditimbulkan dari intensitas cahaya terhadap
luas permukaannya.
Tabel 2.2. Tingkat Pencahayaan yang disarankan oleh IESNA ( Niebel, 2003 )
Kategori Terang lux (fc) Jenis aktivitas
A 20-30-50 (2-3-5) Tempat publik dengan lingkungan yang gelap
B 50-75-100 (5-7.5-10) Daerah untuk kunjungan singkat
C 100-150-200 (10-15-20) Area kerja dimana pandangan mata tidak
penting
D 200-300-500 (20-30-50) Pekerjaan visual dengan keadaaan kontras
tinggi dan ukuran besar: membaca, mengetik,
pemeriksaan, perakitan kasar
40
E 500-750-1000 (50-75-100) Pekerjaaan visual dengan kontras medium dan
ukuran kecil
F 1000-1500-2000 (100-150-200) Pekerjaan visual dengan kontras rendah dan
ukuran sangat kecil
G 2000-3000-5000 (200-300-500) Pekerjaan visual dengan kontras rendah dan
ukuran yang sangat kecil dan dalam waktu lama
: inspeksi yang sangat sulit, perakitan yang
rumit
H 5000-7500-10000 (500-750-
1000)
Pekerjaan yang sangat lama dan membutuhkan
pandangan yang eksak: perakitan dan inspeksi
yang super sulit.
I 10000-15000-20000 (1000-
1500-2000)
Pekerjaan yang membutuhkan pandangan mata
khusus pada kontras yang sangat rendah dan
ukuran yang sangat kecil: ruang operasi gawat
darurat.
Tabel 2.3. Tabel Pembobotan Faktor yang Diperlukan Dalam Memilih Tingkat
Illuminansi yang Spesifik ( Niebel, 2003 )
Karakteristik Pekerjaan dan
Pekerja
BOBOT
-1 0 1
Umur < 40 40-55 >55
Tingkat Reflectance >70% 30-70% <30%
Kecepatan dan Akurasi Tidak Penting Penting Sangat Penting
41
Tabel 2.4 Ketentuan Dalam Pemilihan Illuminansi yang Sesuai Berdasarkan Bobot
yang Diperoleh ( Niebel, 2003 )
BOBOT Tingkat Illuminansi
-3 s/d –2 Paling Kiri
-1 s/d +1 Tengah
+2 s/d +3 Paling Kanan
Berikut adalah beberapa contoh lampu yang digunakan dalam
industri ( Niebel, 2003 )
Gambar 2.3. Jenis Lampu yang Dipakai Dalam Industri
2.6.3 Temperatur
Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan keadaan
normal dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi di luar
tubuh tersebut. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan dirinya
dengan temperatur luar adalah jika perubahan temperatur luar tubuh
42
tersebut tidak melebihi 20% untuk kondisi panas 35% untuk kondisi
dingin. Semuanya ini dari keadaan normal tubuh. Dalam keadaan
normal tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda-
beda seperti bagian mulut sekitar lebih kurang 37 derajat celcius,
baigan dada lebih kurang 35 derajat celcius, dan bagian kaki lebih
kurang 28 derajat celcius. Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri
karean kemampuannya utnuk melakukan proses konveksi, raidasi dan
penguapan jika terjadi kekurangan atau kelebihan panas yang
membebaninya.
Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena kemampuannya
untuk melakukan proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi
kekurangan atau kelebihan panasnya. Menurut penyelidikan untuk
berbagai tingkat temperatur akan memberikan pengaruh yang berbeda
sebagai berikut :
a. � 49�C : Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi
jauh diatas tingkat kemampuan fisik dan mental.
b. � 30�C : Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan
cenderung untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan.
c. � 24�C : Kondisi optimum.
d. � 10�C : Kelakuakn fisik yang extrem mulai muncul.
Dari suatu penyelidikan pula dapat diperoleh hasil bahwa
produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi
43
pada temperatur sekitar 24�C sampai 27�C ( Wignjosoebroto, 2000 ).
Menurut Oborne ( 1986 ) pada suhu 29�C - 30�C seseorang mulai
membuat kesalahan dalam performansi kerjanya.
2.6.4 Sirkulasi Udara (ventilasi)
Jika di dalam sebuah ruangan terdapat orang, mesin ataupun
aktivitas di dalamnya, pastilah komposisi udara yang ada di dalam
ruangan yang terpakai tersebut akan berubah. Faktor-faktor yang
merubah tersebut adalah:
Bauan insani
Tambah uap air
Tukar panas
Hilang oksigen
Tambah karbon dioksida
Maka dari itu ventilasi sangatlah diperlukan untuk menyedot udara
dari dalam dan juga untuk memberikan udara segar yang berasal dari
luar.
Pencemaran udara bisa datang dari luar tetapi bisa juga datang
dari proses pekerjaan di dalam ruangan. Kelima faktor tersebut di atas
datang dari orangnya sendiri, karena itu tingkat cemarnya tergantung
pada jumlah orang di dalam ruangan itu; sedangkan pencemaran udara
44
dari luar bergantung pada letak / posisi gedung dan pencemaran dari
dalam berasal dari berbagai proses pekerjaan.
Perubahan udara yang disebabkan bau insani, yakni bau yang
dikeluarkan melalui kulit sangat mengganggu. Walaupun kadar bau itu
kecil namun ia sudah bisa menimbulkan perasaan yang sangat tidak
menyenangkan, tidak nyaman merugikan atau memuakkan. Bauan
insani walau hanya kecil kadarnya akan merusak rasa nyaman lebih
cepat daripada rasa rusak yang disebabkan oleh karbon dioksida atau
uap air. Karena itu bau insani harus secepatnya anda hilangkan dengan
udara segar. ( Sastrowinoto, 1985 )
Sebagaimana kita ketahui, udara sekitar kita mengandung 21%
O2, 78% N2, 0,03% CO2 dan 0,97% gas lainnya (campuran). Oksigen
(O2 ) merupakan gas yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup
terutama untuk menjaga kelangsungan hidup kita, yaitu untuk proses
metabolisme. Udara di sekitar kita dikatakan kotor apabila kadar
oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur
dengan gas-gas atau bau-bau yang berbahaya bagi kesehatan tubuh.
Kotornya udara di sekitar kita dapat dirasakan dengan sesaknya
pernafasan kita, dan ini tidak boleh dibiarkan berlangsung terlalu lama,
karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh dan akan mempercepat
proses kelelahan.
45
Untuk menjaga agar udara di sekitar tempat kerja tetap sehat
dalam arti kita cukup mengandung oksigen dan bebas dari zat-zat yang
mengganggu kesehatan, harus dipikirkan tentang sirkulasi udara yang
baik, sehingga udara kotor bisa diganti dengan udara segar dan bersih,
yang biasanya dilakukan melalui ventilasi. Contoh ventilasi sederhana
ialah jendela rumah, di mana melalui jendela inilah udara bersih dan
segar di dalam rumah bisa dijamin ada selamanya, karena akan terjadi
sirkulasi udara dengan sendirinya.
Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di
sekitar tempat kerja. Pada siang hari, di mana biasanya manusia
melakukan sebagian besar kegiatannya, pohon-pohon merupakan
penghasil oksigen yang dibutuhkan oleh pernafasan kita. Dengan
cukupnya oksigen di sekitar kita, ditambah dengan pengaruh secara
psikologis akibat adanya tanaman-tanaman di sekitar tempat kerja,
keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani
kita. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan sangat membantu
untuk mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja (
Sutalaksana, 1979 ).
46
2.6.5 Paparan Debu
Keluaran (output) perkakas kerja antara lain adalah adanya
debu yang berterbangan dan menyebabkan polusi yang pada akhirnya
akan menyebabkan iritasi pada kesehatan kerja. ( Nurmianto, 1996 ).
Berdasarkan http://www.kalbe.co.id jenis penyakit yang dapat
diderita oleh para pekerja dengan paparan debu yang berlebihan adalah
sebagi berikut :
-Penyakit paru interstitial: asbestosis, pnemokoniosis batubara,
silikosis, bcrylliosis dan pnemonitis hipersensitif
- Edema paru: inhalasi asap gas toksik akut (NO2, khlorin)
-Penyakit pleura: penebalan dan efusi yang berhubungan dengan
asbes, mesotclioma
- Bronkitis: debu tepung, debu berat (pekerja tambang batubara)
-Asma: toluen diisosianat, garam platina, tepung fonnalin, debu kapas,
western red cedar
- Karsinoma bronkus: uranium, asbes, kromnikel, Idormetil eter
- Penyakit infeksi: anthrax (penyortir kayu, kulit import)
- Coccidioidomycosis (pekerja bangunan, arkeologis)
- Penyakit mikobakterl (silikosis)
- Psitakosis (pemilik toko binatang)
- Echinococcus (pengembala biri-biri dan anjing)
- Q fever (penyamak dan pemelihara biri-biri
47
2.6.6 Bau-Bauan
Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap
sebagai pencemaran, apalagi kalau bau-bauan tersebut sedemikian
rupa sehingga dapat mengganggu konsentrasi bekerja, dan secara lebih
jauh bau-bauan yang terjadi terus menerus bisa mempengaruhi
kepekaan penciuman. Temperatur dan kelembaban merupakan dua
faktor yang mempengaruhi kepekaan penciuman. Temperatur dan
kelembaban merupakan dua faktor lingkungan yang mempengaruhi
tingkat ketajaman penciuman seseorang. Oleh karena itu pemakaian
“air conditioning” yang tepat merupakan salah satu cara yang bisa
digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang mengganggu di
sekitar tempat kerja. ( Sutalaksana, 1979 )
2.6.7 Getaran Mekanis
Getaran mekanis dapat diartikan sebagai getaran – getaran
yang ditimbulkan oleh alat – alat mekanis yang sebagian dari getaran
ini sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat – akibat yang tidak
diinginkan pada tubuh kita. Besarnya getaran ini ditentukan oleh
intensitas, frekuensi getaran dan lamanya getaran itu berlangsung.
48
Sedangkan anggota tubuh manusia juga memiliki frekuensi alami
dimana apabila frekuensi ini beresonansi dengan frekuensi getaran
akan menimbulkan gangguan – gangguan antara lain :
a. Mempengaruhi konsentrasi kerja
b. Mempercepat datangnya kelelahan
c. Gangguan – gangguan pada anggota tubuh seperti mata, syaraf,
otot – otot dan lain – lain.
( Wignjosoebroto, 2000 )
2.7 METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS
Analytical Hierarchy Process dikembangkan pada tahun 1970 oleh
Thomas L. Saaty, ahli matematika dari University of Pittsburg, Amerika.
Peralatan utama Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah sebuah hirarki
fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan metode AHP ini
memungkinkan kita mengambil keputusan secara efektif terhadap persoalan
yang kompleks dimana faktor-faktor logika, intuisi, pengalaman,
pengetahuan, data, emosi dan rasa dioptimasikan dalam suatu proses yang
sistematis.
Pada dasarnya, metode AHP ini memecah-mecah suatu situasi yang
kompleks dan tidak terstruktur ke dalam bagian-bagiannya, lalu menata
bagian-bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, kemudian
49
memberi nilai numeric pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya
setiap variabel mana yang memiliki prioritas yang paling tinggi.
AHP memiliki tujuan untuk menstrukturkan masalah secara hirarki
agar kita lebih dapat memahami persoalan yang sebenarnya, mulai dari
persoalan yang besar sampai yang kecil, maupun dari yang umum sampai
yang khusus. AHP berperan sebagai alat bantu analisi bukan mencari
kebenaran, karena kebenaran itu relatif sifatnya.
2.7.1 Prinsip-prinsip Dasar AHP
Prinsip-prinsip dasar AHP adalah prinsip-prinsip berpikir
analitis, yaitu prinsip yang mendasari logika manusia dalam
menganalisa dan memecahkan suatu masalah yang dapat dibedakan
dalam 3 bagian, yaitu :
1. Prinsip pembedaan hirarki
Penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah awal untuk
mendefinisikan masalah yang rumit dan kompleks sehingga
menjadi lebih jelas dan detail. Hirarki keputusan disusun
berdasarkan pada pandangan pihak-pihak yang memiliki keahlian
dan pengetahuan di bidang yang bersangkutan. Keputusan yang
akan diambil dijadikan sebagai tujuan utama yang dijabarkan
menjadi elemen-elemen yang lebih rinci sehingga mencapai suatu
tahapan yang paling operasional dan terukur.
50
2. Prinsip pemenuhan prioritas
Prioritas dari elemen-elemen kriteria dapat dipandang sebagai
bobot atau kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan
pengambilan keputusan. AHP melakukan analisis prioritas dengan
menggunakan metode perbandingan berpasangan antara dua
elemen sehingga semua elemen yang ada tercakup. Prioritas ini
ditentukan berdasarkan pandangan para ahli dan pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap pengambilan keputusan.
3. Prinsip konsistensi logika
Konsistensi jawaban para responden dalam menentukan prioritas
elemen merupakan prinsip pokok yang akan menentukan
validitas data dan hasil pengambilan keputusan. Secara
umum, responden harus memiliki konsistensi dalam melakukan
perbandingan, misalnya : jika A B dan B C maka secara
logis responden harus menyatakan A C.
2.7.2 Penyusunan Struktur Hirarki Keputusan (Mangkusubroto,
Trisnadi, 1982)
Hirarki keputusan dengan input utama persepsi manusia
merupakan peralatan utama AHP. Dengan menggunakan hirarki, suatu
51
masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam
kelompok – kelompoknya dan kemudian kelompok – kelompok
tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki.
Penjabaran tujuan dapat terus dilakukan hingga menjadi sub
tujuan, kriteria, dan alternatif – alternatif pada hirarki terendah.
Alternatif – alternatif ini kemudian akan dievaluasi. Alternatif ini
merupakan ukuran dari pencapaian tujuan utama dan pada hirarki
terendah ini dapat ditetapkan dalam satuan apa kriteria diukur.
Kriteria yang dibentuk baris sesuai dengan tujuan
permasalahan dan harus mempunyai sifat-sifat :
1. Minimum
Jumlah kriteria yang diajukan harus optimal untuk mempermudah
proses analisis.
2. Independen
Setiap kriteria yang diajukan tidak boleh saling tumpah tindih
(overlap) dan harus dihindari pengulangan kriteria untuk maksud
yang sama.
3. Lengkap
Kriteria harus mencakup semua aspek penting yang berhubungan
dengan persoalan.
4. Operasional
Kriteria harus dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif.
52
Dalam menyusun suatu hirarki tidak ada patokan penting yang
harus diikuti. Namun, ada beberapa pegangan yang perlu diperhatikan,
yaitu :
1. Pada waktu penjabaran tujuan dalam sub tujuan, kita harus
memperhatikan apakah setiap aspek dari tujuan yang lebih tinggi
tercakup dalam sub tujuan tersebut.
2. Meskipun yang di atas terpenuhi, kita perlu menghindarkan
terjadinya pembagian yang terlampau banyak, baik dalam arah
lateral maupun vertikal
3. Untuk itu maka sebelum menetapkan suatu tujuan untuk
dijabarkan atas hirarki tujuan yang lebih rendah, kita melakukan
test kepentingan : “Apakah suatu tindakan / hasil yang terbaik
dapat diperoleh bila tujuan tersebut tidak dimasukkan?”
Adakalanya meskipun telah berusaha menjabarkan tujuan
menjadi lebih spesifik, tetap tidak dapat ditentukan kriteria untuk
sejumlah tujuan. Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan kriteria
proksi, yaitu kriteria yang diperkirakan dan disepakati untuk dapat
mencerminkan tingkat pencapaian secara langsung.
53
Gambar 2.4. Contoh Pembuatan Hirarki
2.7.3 Matriks Perbandingan Berpasangan
Setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus diketahui
bobot relatifnya satu sama lain, tujuannya adalah untuk mengetahui
tingkat kepentingan atau preferensi dari pihak-pihak yang
berkepentingan dalam permasalahan terhadap elemen dan struktur
hirarki memberikan indikasi bahwa dalam proses pembuatan model
keputusan dengan AHP, kriteria yang sudah dihasilkan dari proses
penyusunan kriteria dan tatanan hirarki mempunyai bobot yang tidak
sama sesuai dengan tingkat kontribusi masing-masing kriteria terhadap
tujuan yang ingin dicapai. Pemberian bobot yang berbeda-beda ini
akan lebih fair dengan syarat pembobotannya harus rasional dan bias
yang timbul tidak terlampau besar atau masih dalam batas toleransi
yang dianjurkan. Pada akhirnya validitas pengumpulan data yang
54
dilakukan pada penelitian bisa diketahui dari hasil pembobotan lewat
pengujian konsistensi.
Langkah pertama dalam menentukan susunan prioritas adalah
dengan menyusun perbandingan berpasangan (pairwise comparison)
yaitu dengan membandingkan secara berpasangan semua elemen yang
ada dalam sebuah sub sistem hirarki. Hasil perbandingan tersebut pada
akhirnya ditransformasikan dalam bentuk matriks untuk memudahkan
proses analisa.
Misalkan suatu sub sistem hirarki dengan suatu kriteria C dan
sejumlah elemen di bawahnya A1 sampai dengan Ai. Perbandingan
antar elemen untuk sub sistem hirarki tersebut dapat dijabarkan dalam
suatu bentuk matriks i j dinamakan dengan matriks perbandingan
berpasangan, sebagai berikut
c A1 A2 …… A3
A1 a11 a12 …… a1j
A2 a2j a2j …… a2j
…… …… …… …… ……
A3 ai1 ai2 …… aij
Gambar 2.5 Matriks Perbandingan Berpasangan
55
Pada matriks perbandingan berpasangan tersebut, masukkan nilai 1
sepanjang diagonal utama.
Jika terdapat multi partisipan maka nilai perbandingan
sebelumnya jawaban dari masing-masing partisipan harus dirata-
ratakan terlebih dahulu. Untuk itu, Saaty menyarankan untuk
menggunakan Metode Geometric Mean.
Geometric Mean merupakan teori yang menyatakan bahwa jika
terdapat n partisipan yang telah melakukan perbandingan berpasangan
terhadap suatu topik yang sama, maka akan terdapat n jawaban / nilai
numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan satu nilai dari
semua nilai tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama
lain kemudian hasil perkaliannya dipangkatkan dengan 1/n. Secara
matematik dapat ditulis sebagai berikut :
Aij = (Z1 Z2 Z3 ... Zn)1/n
Dimana :
Aij = Nilai rata - rata perbandingan antara kriteria ai dengan aj
untuk partisipan
Zi = Nilai perbandingan antara kriteria ai dan aj untuk
partisipan ke-1 dimana i = 1,2,3,....,n
n = Jumlah partisipan
56
Langkah kedua yang dilakukan adalah menormalisasi
(perkalian baris) matriks perbandingan tersebut dengan menggunakan
rumus :
aijzi nn
ij (i,j = 1,..., n)
Langkah ketiga adalah perhitungan vektor prioritas atau bobot
dengan menggunakan rumus :
nn
ij
n
i
nn
iji
aij
aijeVP
1
Langkah keempat adalah menghitung nilai eigen masing –
masing kriteria. Perhitungan tersebut dilakukan dengan mengalikan
matriks perbandingan dengan bobot.
c A1 A2 …… A3
A1 a11 a12 …… a1j eVP1 1
A2 a2j a2j …… a2j x . = .
…… …… …… …… …… . .
A3 ai1 ai2 …… aij eVPn n
Gambar 2.6 Perkalian Matriks dengan Bobot
57
Langkah kelima adalah menghitung nilai eigen maksimum.
Perhitungan tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus :
n
max
Langkah keenam adalah perhitungan indeks konsistensi / CI.
Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi jawaban
yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil, rumusnya sebagai
berikut :
1max
n
nCI
Untuk mengetahui apakah CI denganbesaran tertentu cukup
baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang dianggap baik, yaitu apabila
CR 0.1. Rumus CR adalah
RICICR
Dari 500 sampel matriks acak dengan skala perbandingan 1 –
9, untuk beberapa orde matriks, Saaty mendapatkan suatu nilai rata-
rata RI sebagai berikut :
58
Tabel 2.5 Nilai Indeks Random
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.34 1.41 1.45 1.49
Dimana : N = ukuran matriks
RI = Indeks Random
Dari penelitian yang dilakukan oleh Saaty, dinyatakan bahwa
suatu matriks perbandingan adalah konsisten apabila nilai CR tidak
lebih dari 0.1.
2.8 FUZZY
Teori himpunan fuzzy merupakan kerangka sistematis yang digunakan
untuk merepresentasikan, ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan,
kekurangan informasi, dan kebenaran parsial. Ketidakjelasan juga dapat
digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu yang berhubungan dengan
ketidakpastian yang diberikan dalam bentuk informasi linguistik atau intuisi.
Sebagai contoh, untuk meyatakan kualitas suatu data dikatakan “baik“, atau
derajat kepentingan seorang pengambil keputusan dikatakan “sangat penting“.
Ada beberapa alasan digunakan logika fuzzy, antara lain (Kusumadewi,
Hartanti, Harjoko & Wardoyo, 2006):
59
1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti.
2. Logika fuzzy sangat fleksibel.
3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data – data yang tidak tepat.
4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi – fungsi nonlinear yang sangat
kompleks.
5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman –
pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses
pelatihan.
6. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik – teknik kendali secara
konvensional.
7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami.
2.8.1 Himpunan Fuzzy
Himpunan yang kita kenal selama ini adalah himpunan crisp.
Pada himpunan crisp, keberadaan suatu elemen pada suatu himpunan,
A, hanya akan memiliki dua kemungkinan keanggotaan, yaitu menjadi
anggota A atau tidak menjadi anggota A. Suatu nilai yang
menunjukkan seberapa besar tingkat keanggotaan suatu elemen (x)
dalam suatu himpunan (A), sering dikenal dengan nama nilai
60
keanggotaan atau derajat keanggotaan, dinotasikan dengan A (x)
(Kusumadewi, Hartanti, Harjoko & Wardoyo, 2006).
2.8.2 Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva
yang menunjukkan pemetaan titik – titik input data ke dalam nilai
keanggotaannya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk
mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan
fungsi. Ada beberapa fungsi yang dapat digunakan (Kusumadewi,
Hartanti, Harjoko & Wardoyo, 2006):
1. Representasi linier
2. Representasi kurva segitiga
3. Representasi kurva trapesium
4. Representasi kurva bentuk bahu
5. Representasi kurva-S
6. Representasi kurva bentuk lonceng
61
2.8.3 Fuzzy AHP
Analytical Hierarchy Process adalah suatu metode untuk
merumuskan pengambilan keputusan dimana terdapat pilihan – pilihan
yang terbatas, namum setiap pilihan tersebut memiliki beberapa atribut
dan sangat sulit untuk merumuskan beberapa atribut tersebut. Oleh
sebab itu, dari pada menggunakan exact number, kita dapat
menggunakan frasa seperti “much more important than“ untuk
menggambarkan pilihan pembuat keputusan. Penilaian dan persepsi
manusia dinyatakan secara linguistik dan vague bagi masalah yang
kompleks. Sebagai tambahan aplikasi dari AHP Saaty memiliki
beberapa kelemahan, yang dapat dirangkum sebagai berikut (Yang dan
Chen, 2004) :
a. Metode AHP digunakan bagi keputusan yang mendekati pasti.
b. Metode AHP menciptakan dan setuju dengan skala penilaian yang
tidak seimbang.
c. Metode AHP tidak menghitung ketidakpastian dalam pemetaan
yang diberikan melalui penilaian manusia.
d. Ranking dari AHP tidak jelas.
e. Penilaian subjektif, pemilihan, dan pilihan pengambil keputusan
memberikan pengaruh yang besar dalam hasil AHP.
62
2.8.3.1 Representasi Fuzzy AHP
Setelah sturktur hirarki terbentuk, perlu dilakukan
perbandingan antar elemen dari tiap tingkat yang sama. Pada
AHP konvensional, skala yang digunakan adalah skala 1 – 9
yang menunjukkan penilaian equally, moderately, strongly,
very strongly, dan extermly prefferred. Dalam penelitian ini,
representasi fuzzy yang digunakan adalah representasi kurva
segitiga atau yang disebut dengan triangular fuzzy number.
Sebuah triangular fuzzy number N~ dinyatakan dengan three
real numbers a b c, dimana membership function N~ (x)
didefinisikan sebagai berikut :
N~ (x) =
otherwisecxbbcxcbxaabax
,0),/()(),/()(
Fuzzy number sering dinyatakan sebagai triple (a,b,c)
dimana b, a, dan c adalah batas tengah, batas bawah dan batas
atas (Tsvetinov,Mikhailov).
Fuzzy number akan dituliskan dengan tanda di atas
angka yang ada. Dalam penelitian ini, triangular fuzzy number
yang digunakan untuk menyajikan perbandingan berpasangan
63
bagi karakteristik pelanggan untuk menangkap ketidakjelasan
adalah 1~ - 9~ . Untuk memperoleh ketidaktepatan dari
penilaian kualitatif yang diberikan, lima triangular fuzzy
number digambarkan hubungannya dengan membership
function pada gambar
Gambar 2.7 Triangular Fuzzy Number
(Sumber : Yang dan Chen, 2004)
2.8.3.2 Algoritma Fuzzy AHP
Prosedur perhitungan Fuzzy AHP dapat dirangkum
sebagai berikut (Triantophyllou, 1996 dalam Murtaza, Gupta &
Shah):
64
Menetapkan nilai fuzzy. Digunakan triangular fuzzy number
untuk mengidentifikasikan tingkat kepentingan dari setiap
pasang faktor - faktor yang ada dalam pengambilan
keputusan. Langkah ini akan menghasilkan beberapa matriks
fuzzy. Matriks fuzzy ini kemudian akan dijabarkan menjadi
matriks untuk batas bawah, batas tengah dan batas bawah.
Mencari eigenvector fuzzy untuk setiap matriks.
Eigenvector fuzzy didapatkan dengan cara mengalikan
semua elemen dalan satu baris lalu mengambil akar n dari
hasil perkalian tersebut, dimana n adalah jumlah elemen
yang dikalikan.
Menormalisasi setiap vektor dengan membagi setiap elemen
dengan jumlah dari seluruh elemen tersebut.
Mencari nilai prioritas dari setiap alternatif dengan
mengalikan semua weights dari kriteria dengan nilai pada
kolom dari setiap alternayif dan mejumlahkan nilai – nilai
tersebut.
Langkah terakhir, menentukan ranking dari setiap pilihan
dan pilih yang terbaik.
65
2.8.3.3 Defuzzifikasi
Setelah melakukan fuzzifikasi, variabel ouput harus
diubah kembali ke dalam nilai crisp. Tujuannya adalah untuk
menentukan suatu nilai numerik crisp yang dapat
merepresentasikan nilai fuzzy terbaik. Defuzzifikasi merupakan
transformasi yang menyatakan kembali output ke dalam
domain fuzzy ke dalam domain crisp. Berbagai teknik
defuzzifikasi yang telah disarankan salah satunya adalah
defuzzifikasi untuk fuzzy trapesoidal (Barry Shore, 2003 dalam
Eko Setiawan, 2004) :
crisp =
1121
abb
dcd
Dimana : a = angka lower
b = angka middle kiri
c = angka middle kanan
d = angka upper
Dalam penelitian ini, yang digunakan adalah fuzzy triangular.
Oleh karena itu, hanya terdapat satu angka middle sehingga
rumus diubah menjadi :
66
crisp =
1121
abb
cbc
Dimana : a = angka lower
b = angka middle
c = angka upper
2.9 TEKNIK PENGUMPULAN DATA
2.9.1 Kuesioner
Kuesioner merupakan suatu alat untuk mengumpulkan data
dimana daftar pertanyaan-pertanyaan terperinci dan lengkap.
Keterangan-keterangan yang dibutuhkan diperoleh dengan cara
mengisi daftar pertanyaan. Jika mengisi daftar pertanyaan itu adalah
responden, maka daftar pertanyaan tersebut dinamakan kuesioner,
sedangkan bila diisi oleh pencatat yang membawakan daftar isian,
maka daftar pertanyaan tersebut dinamakan schedule.
Dalam hubungan dengan leluasa tidaknya responden untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan, maka terdapat beberapa jenis
pertanyaan:
1. Pertanyaan tertutup / berstruktur
67
Jawaban pertanyaan sudah ditentukan lebih dahulu dan responden
tidak diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban yang lain.
2. Pertanyaan terbuka / tidak berstruktur
Jawaban pertanyaan tidak ditentukan lebih dahulu dan responden
bebas untuk memberikan jawaban lain.
3. Kombinasi pertanyaan terbuka dan tertutup
Jawaban pertanyaan sudah ditentukan tetapi kemudian disusul
dengan pertanyaan terbuka.
4. Pertanyaan semi terbuka
Jawaban pertanyaan sudah disusun tetapi masih ada kemungkinan
tambahan jawaban lain.
2.9.2 Skala Pengukuran : Likert
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.
Dalam penelitian fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik
oleh peneliti yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.
Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur, dijabarkan
menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan
sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat
berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap instrumen yang
68
menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif
sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata seperti :
1. Sangat Setuju
2. Setuju
3. Ragu-ragu
4. Tidak Setuju
5. Sangat Tidak Setuju
2.10 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
Merupakan suatu metoda yang digunakan untuk menekan kerugian yang
timbul karena kegagalan proses produksi maupun kegagalan produk sewaktu
digunakan oleh pengguna. Dimana cara yang dilakukan adalah dengan :
Dengan mengidentikasi kegagalan yang mungkin terjadi terjadi
Memberi skala prioritas dari setiap jenis kegagalan
Melakukan tindakan perbaikan
FMEA dimulai dengan mengidentifikasi berbagai jenis kegagalan dan
akibatnya. Langkah selanjutnya adalah:
menentukan nilai severity,
mencari penyebab,
menentukan nilai Occurance,
mengidentifikasi sistem control yang sudah ada (sudah ditetapkan),
menentukan nilai detection,
69
menentukan nilai RPN (Risk priority number) dan akhirnya
menentukan tindakan perbaikan bila nilai RPN tinggi.
Definisi:
Severity: tingkat bahaya atau kerugian yang timbul. Score tinggi bila bahaya
tinggi atau kerugian besar
Occurance: seberapa banyak/sering kegagalan mungkin akan terjadi. Score
tinggi bila sering/banyak.
Detection: tingkat deteksi, kemampuan sistem yang dalam mendeteksi
terjadinya kegagalan. Score tinggi bila kemampuan mendeteksi rendah.
Ketiga nilai tersebut dikalikan dan menghasilkan RPN (risk priority number)
RPN = Severity x Occurance x Detection
Makin tinggi RPN, makin besar kebutuhan untuk melakukan tindakan
perbaikan.
2.11 Sampling Pekerjaan
Sampling pekerjaan pertama kali digunakan oleh L.H.C. Tippett di
pabrik textile di Inggris. Pada waktu diperkenalkan pada tahun 1940 diberi
nama “ratio delay”. Sampling pekerjaan adalah sebuah alat untuk
mendapatkan kenyataan. Pada banyak kasus, kebutuhan informasi mengenai
manusia atau mesin dapat diperoleh dengan waktu yang lebih singkat dan
70
biaya yang lebih murah dengan cara ini daripada metode lainnya (Barnes,
1980).
Sampling pekerjaan dilakukan secara sesaat-sesaat pada waktu-waktu
yang ditentukan secara acak. Bagaimana suatu pengamatan demikian dapat
menghasilkan sesuatu yang berguna seperti waktu kerja? Untuk memahami
berbagai kegunaan sampling pekerjaan kiranya akan lebih baik kalau
diketahui terlebih dahulu bagaimana bekerjanya cara ini.
Sebenarnya pengamatan sesaat-sesaat pada waktu yang acak tidak
berbeda dengan seorang mahasiswa yang mengunjungi temannya di rumah.
Kunjungan ini biasanya dilakukan pada waktu-waktu yang tidak tentu,
kadang-kadang setiap hari sekali, dua kali sehari, dua atau tiga kali sehari,
atau mungkin juga seminggu sekali atau kurang dari itu. Jika mahasiswa
tersebut mengunjungi temannya pada waktu-waktu yang tidak tertentu seperti
demikian dapat dikatakan dia melakukan kunjungan pada waktu-waktu yang
acak. Misalkan dia telah melakukan sepuluh kali kunjungan dan di antaranya
tidak menjumpai temannya karena sedang tidak berada di rumah. Berdasarkan
pengalaman ini, jika dia bertemu dengan temannya mungkin akan berkata : “
Wah, tampaknya kamu sering tidak berada di rumah”. Jika dia melakukan
kunjungan-kunjungan lagi katakanlah 100 kali, dan dari keseratus kunjungan
ini temannya tidak dijumpai sebanyak 75 kali, maka sekarang dia dapat
berkata “rupanya tujuh puluh lima persen dari waktumu tidak dihabiskan di
rumah”.
71
Ilustrasi di atas menunjukkan bagaimana kesimpulan tentang ada
tidaknya suatu kejadian dapat disimpulkan melalui kunjungan-kunjungan.
Terlihat pula semakin kurang lebih apa yang terjadi dengan sampling
pekerjaan. Kunjungan-kunjungan dilakukan untuk mengetahui apa yang
terjadi di tempat kerja yang bersangkutan. Cari catatan yang dilakukan setiap
kali kunjungan dapat dilihat berbagai kegiatan yang terjadi beserta berapa
sering (frekuensi) kegiatan itu teramati. Semakin tinggi frekuensinya semakin
sering kegiatan tersebut dilakukan dan dapat pula diduga bahwa total waktu
yang dibutuhkan semakin banyak (Sutalaksana, 1979). Notasi yang
digunakan untuk sampling pekerjaan ini adalah:
Di mana :
= persentase kegiatan produktif
N = total jumlah pengamatan
n = banyaknya pengamatan setiap subgroup (hari)
Sp = tingkat ketelitian absolut
Kegunaan dari sampling pekerjaan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui distribusi pemakaian waktu sepanjang waktu kerja oleh
pekerja atau kelompok kerja (Sutalaksana, 1979).
2. Untuk mengetahui pemanfaatan mesin-mesin atau alat-alat di pabrik
(Sutalaksana, 1979).
N
ppSp
12
p
72
3. Untuk memperkirakan kelonggaran bagi suatu pekerjaan (Sutalaksana,
1979).
4. Untuk menentukan waktu baku (Barnes, 1980).
5. Untuk menentukan performansi kerja dari seorang operator (Barnes,
1980).
2.12 Penentuan Waktu Pengamatan Secara Acak
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa kunjungan-kunjungan
yang dilakukan dalam waktu-waktu yang ditentukan secara acak. Untuk itu
biasanya satu hari kerja dibagi ke dalam satuan-satuan waktu yang besarnya
ditentukan oleh pengukur. Biasanya panjang satu-satuan waktu tidak
terlampau singkat dan juga tidak terlampau panjang. Berdasarkan satuan-
satuan waktu inilah saat-saat kunjungan ditentukan. Misalnya satu-satuan
panjangnya 5 menit. Jadi satu hari kerja (7 jam) mempunyai 84 satuan waktu.
Ini berarti jumlah kunjungan per hari tidak lebih dari 84 kali. Saat-saat
kunjungan yang acak tersebut memerlukan angka acak (Sutalaksana, 1979).
Angka acak yang digunakan pada penelitian ini dibangkitkan melalui
pembangkit angka acak yang disebut Linear Congruential Generator (LCGs).
LCGs merupakan pembangkit angka acak yang sering digunakan akhir-akhir
ini. Metode ini diperkenalkan oleh Lehmer (1951). Serangkaian integer Z1,
Z2,….didefinisikan oleh rumus yang berulang-ulang
Zi = (aZi-1 + c)(mod m)
73
Ui = Zi/m
Dimana m (modulus), a (pengali), c (kenaikan), dan Z0 (angka awal)
adalah sebuah integer positif. Jadi, untuk mendapatkan Zi, bagi aZi-1 + c
dengan m dan Zi merupakan sisa bagi dari operasi tersebut. Sebagai tambahan
integer m, a, c, Z0 sebaiknya memenuhi 0 < m, a < m, c < m, dan Z0 < m. Ui
adalah bilangan acak yang dihasilkan didapat berdasarkan hasil pembagian
antara nilai Zi dengan modifier.
Contoh:
A = 2 c = 3 Z0 = 12 m = 200 total pengamatan adalah 420
Z1 = (2 x 12 + 3) mod 200
Z1 = 27 mod 200
Z1 = 27
Ui = 27/200 = 0.135
No acak = 0.135 � 420 = 57
Jadi no acaknya adalah 57
Recommended