View
216
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hadirnya dunia usaha sangat diharapkan untuk dapat turut berpartisipasi
secara langsung dalam mengembangkan perekonomian nasional, agar dapat
mencapai tujuan nasional. Sebagaimana diketahui untuk dapat mewujudkan
masyarakat adil dan makmur baik dari segi materiil maupun spiritual yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, diperlukan adanya
pertumbuhan perekonomian yang baik. Oleh karena itu dukungan dari berbagai
bidang sangatlah diperlukan salah satunya adalah bidang perbankan, karena fungsi
utama perbankan adalah menghimpun dana dari masyarakat, dengan harapan
dapat memperbaiki tingkat kehidupan ekonomi rakyat banyak kearah tingkat
ekonomi yang lebih baik. Namun demikian pelaksanaan pembangunan ekonomi
harus tetap memperhatikan dan menjaga stabilitas. Keberadaan sektor perbankan
di Indonesia semakin banyak, hal itu ditandai dengan hadirnya bank-bank baru
tumbuh dan berkembang, dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat pun
merupakan catatan keberhasilan perbankan.
Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam
perekonomian demi menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional. Berkaitan dengan itu, stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi
stabilitas perekonomian secara keseluruhan, sebagaimana pengalaman yang
2
terjadi pada saat krisis moneter dan perbankan di Indonesia pada akhir 1990-an.1
Jumlah dana yang dapat dihimpun oleh suatu bank merupakan pencerminan dari
meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap bank. Semakin banyak dana
yang dihimpun berarti merupakan suatu indikasi bagi bank, bahwa bank yang
bersangkutan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Bisnis perbankan
merupakan bisnis kepercayaan, oleh karena itu pengelolaan yang hati-hati sangat
diperlukan karena dana dari masyarakat dipercayakan kepadanya.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku di Indonesia tentang
perbankan menyatakan bahwa bank sebagai lembaga penghimpun dana dari
masyarakat baik dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu,
dimana pada idealnya dana dari masyarakat ini merupakan tulang punggung
(basic/dasar) dari dana yang dikelola oleh bank untuk memperoleh keuntungan.2
Dapat dikatakan bahwa fungsi bank yang terutama dalam perekonomian
adalah untuk memobilisasi dana masyarakat dengan tepat dan cepat serta
menyalurkan dana tersebut kepada penggunaan atau investasi yang efektif dan
efisien.3 Sebagai suatu lembaga keuangan, bank juga merupakan sarana yang
menyediakan alat pembayaran yang dapat digunakan secara cepat dan aman,
dengan adanya fungsi bank ini, maka setiap pihak yang menggunakan jasa
perbankan pasti memiliki kepercayaan kepada bank. Demikian juga sebaliknya
1 Dahlan Siamat, 2005, Manajemen Lembaga Keuangan; Kebijakan Moneter dan
Perbankan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Edisi V, Jakarta, Hal. 177 2 Muhammad Djumhana, 2000, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, Hal. 169 3 Zulkarnain Sitompul, 2002, Perlindungan Dana Nasabah Bank : Suatu Gagasan
Tentang Pendirian LPS di Indonesia, FHUI, Jakarta, Hal. 1
3
bank harus tetap menjaga kepercayaan tersebut agar dapat menjalankan fungsinya
paling tidak karena dua alasan yaitu : pertama meningkatkan efisiensi penggunaan
bank, kedua mencegah terjadinya bank yang berjalan tidak stabil (bank runs and
panic).4 Bank dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip
kehati-hatian, dan juga harus menjaga kesehatan bank agar tetap terjaga terus
demi kepentingan masyarakat pada umumnya dan bagi para nasabah penyimpan
dana.
Kepercayaan terhadap industri perbankan nasional merupakan salah satu
kunci untuk memelihara stabilitas industri perbankan sehingga krisis tersebut
tidak terulang. Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum
dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta penjaminan simpanan nasabah
bank. Kelangsungan usaha bank secara sehat dapat menjamin keamanan simpanan
para nasabahnya serta meningkatkan peran bank sebagai lembaga intermediasi
dan penyedia jasa-jasa perbankan. Apabila bank kehilangan kepercayaan
masyarakat, kelangsungan usaha bank tidak dapat dilanjutkan. Akibatnya, bank
tersebut menjadi bank gagal yang dapat dicabut izin usahanya. Atas dasar
pertimbangan tersebut, baik pemilik dan pengelola bank maupun otoritas yang
terlibat dalam pengaturan dan pengawasan bank, harus bekerja sama mewujudkan
kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.5
Keterkaitan dan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan
merupakan pilar dan unsur utama yang harus dijaga dan dipelihara. Kepercayaan
ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan
4 Ibid, Hal. 2 5 Dahlan Siamat, Loc.Cit
4
pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah bank untuk meningkatkan
kelangsungan usaha bank secara sehat. Dengan demikian maka bagi pemerintah
dan kalangan perbankan perlu sekali untuk tetap selalu membangkitkan
pemahaman yang benar dari masyarakat terhadap industri perbankan.
Hal itu telah diatur dan merupakan satu kewajiban yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Jika industri perbankan dalam kondisi
yang stabil dan baik, tentunya ini akan memberikan pengaruh positif terhadap
perekonomian suatu Negara, namun jika yang terjadi adalah sebaliknya maka
akan memberikan pengaruh negatif terhadap perekonomian suatu Negara bahkan
kepada sektor lainnya.
Pada awal juli 1997, terjadi depresiasi mata uang Baht Thailand yang
memberikan dampak berupa proses penularan regional (contagion effect) ke
Negara-negara asia lainnya seperti Korea, Malaysia, dan Filipina tak terkecuali
Indonesia. Keadaan ini mengakibatkan krisis yang meluas kepada seluruh sector
kehidupan, termasuk krisis perbankan yaitu melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap mata uang Baht, Peso dan Ringgit.
Dampak dari krisis perbankan menyebabkan 16 Bank dinilai oleh otoritas
perbankan tidak mungkin lagi dipertahankan eksistensinya, sehingga dicabut
izinnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang memiliki
5
kewenangan untuk menerbitkan dan mencabut izin usaha bank adalah Menteri
Keuangan berdasarkan rekomendasi dari Bank Indonesia.6
Pencabutan izin usaha bank tersebut mengakibatkan kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan nasional menjadi terpuruk. Sebagai tindak lanjut
dari pencabutan izin usaha, dilakukan pembubaran badan hukum bank tersebut
melalui proses likuidasi bank. Likuidasi bank terhadap 16 bank tersebut, pada saat
itu ternyata menimbulkan domino effect antara lain didahului dengan adanya rush
disektor perbankan sehingga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan
nasional menjadi terpuruk.7 Keadaan ini memperlihatkan bahwa kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan perlu diperkuat, yaitu perlu diberikan jaminan
atas dana yang disimpannya.
Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan perlu diperkuat. Untuk itu
perlu diberikan jaminan atas dana yang disimpannya. Keberadaan suatu sistem
penjaminan simpanan yang diatur secara tegas dan disusun secara lengkap dan
meningkatkan kepercayaan pada akhirnya memperkuat seluruh sistem perbankan.8
Dalam hubungannya dengan perlindungan terhadap nasabah penyimpan
dana, belum ada pengaturan yang dapat menjamin bahwa dana yang disimpan
pada bank yang dilikuidasi tersebut akan dapat kembali ke pemiliknya. Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan dalam hal pengaturannya pun mengacu pada
6 Adrian Sutedi, 2010, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,
Likuidasi Dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat Adrian Sutedi I), Hal.
131-132 7 Ibid 8 Zulkarnain Sitompul, Op.Cit, Hal. 140
6
KUHPerdata pada Pasal 1132 KUHPerdata. Hal tersebut membuat pemerintah
berpikir dan berupaya mengeluarkan pengaturan baru, lalu dikeluarkanlah
Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha,
Pembubaran dan Likuidasi Bank.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 37B ayat (1)
menentukan :
“Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank
yang bersangkutan”
Pasal 37B ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
menyatakan bahwa :
“Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan”
Sebagai pelaksanaan dari amanat Pasal 37B ayat (2) tersebut, pada tanggal
22 september 2004 dibentuk secara resmi lembaga tetap yang bertugas untuk
menjamin keamanan dana nasabah di bank yaitu dengan dikeluarkannya Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Lembaga
Penjamin Simpanan mulai beroperasi pada tanggal 22 september 2005.
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang
Lembaga Penjamin Simpanan menyatakan bahwa “Setiap Bank yang melakukan
7
kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia wajib menjadi peserta
Penjaminan”, maka kewajiban menjamin simpanan nasabah yang bermula tertelak
pada bank (sebagaimana yang dituangkan dalam Pasal 37B Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan), namun bank tersebut dicabut izin usahanya akan beralih
menjadi kewajiban Lembaga Penjamin Simpanan dengan pembayaran premi oleh
bank kepada Lembaga Penjamin Simpanan sebagai jaminan atas simpanan
nasabah yang diperalihkan itu.
Dalam hal bank dilikuidasi pemilik bank harus mempunyai asset yang
cukup untuk membayar kewajibannya dan juga harta pribadi pemilik bank dapat
diambil alih untuk mempertanggungjawabkan. Apabila asset tidak memenuhi
untuk pelunasan kewajiban bank, maka uang nasabah yang tersimpan pada bank
yang bersangkutan tidak dapat kembali lagi ke pemiliknya yang dalam hal ini
adalah nasabah penyimpan dana. Bank yang dilikuidasi membuat sebagian
masyarakat khawatir akan keberadaan dana simpanannya itu akan kembali atau
bahkan hilang. Hal itu tidak lain karena banyak dari masyarakat hanya tahu
menabung, berbunga, lalu mereka menariknya kembali, dengan tidak mengetahui
hak-haknya sebagai penyimpan dana.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang lebih mendalam guna menyusun skripsi dengan judul :
“PENGATURAN TENTANG PRIORITAS PEMBAYARAN TERHADAP
NASABAH PENYIMPAN DALAM HAL BANK DI LIKUIDASI”
8
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan beberapa
permasalahan, yaitu :
1. Bagaimana pengaturan mengenai kedudukan nasabah penyimpan dalam
prioritas pembayaran terhadap nasabah penyimpan dalam hal bank di
Likuidasi ?
2. Bagaimanakah tanggung jawab bank terhadap nasabah penyimpan atas
simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil penjualan asset bank
dalam hal terjadi Likuidasi bank ?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam penulisan skripsi ini ditentukan secara tegas mengenai materi yang
akan di bahas. Hal ini tentunya untuk menghindari agar materi atau isi dari
pembahasan tidak menyimpang dari pokok permasalahan. Maka permasalahan
yang diteliti dibatasi sesuai dengan rumusan masalah yang dibahas yaitu
mengenai pengaturan mengenai kedudukan nasabah dalam prioritas pembayaran
terhadap nasabah penyimpan dalam hal bank di Likuidasi dan tanggung jawab
bank terhadap nasabah penyimpan atas simpanan yang tidak terpenuhi haknya
dari hasil penjualan asset bank dalam hal terjadi pencabutan izin usaha dan
Likuidasi bank.
9
1.4 Orisinalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang dibuat berdasarkan ide yang
timbul dari pemikiran sendiri yaitu dari hasil membaca beberapa literatur.
Sebelumnya sudah terdapat penelitian yang sejenis di Universitas Udayana
sebagaimana disebutkan di bawah ini :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Luh Putu Laksmi Puspitasari, tahun
2010, dengan judul “Tanggung Jawab Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) Dan Perlindungan Hukum Terhadap Simpanan Nasabah
Sehubungan Dengan Likuidasi Bank”. Permasalahan yang diangkat adalah
Bagaimana hubungan hukum antara Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
di satu pihak dengan Bank dan Nasabah Penyimpan pada pihak Lain
dalam Program penjaminan ? Serta Bagaimana tanggung jawab Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) dalam memberi perlindungan hukum terhadap
nasabah sehubungan dengan Likuidasi bank ?
2. Penelitian yang dilakukan oleh I Made Darmadi Yoga, tahun 2012, dengan
judul “Peranan Tim Likuidasi Dalam Rangka Likuidasi Bank”.
Permasalahan yang diangkat adalah Bagaimanakah peranan tim likuidasi
dalam proses likuidasi bank menurut ketentuan hukum yang berlaku ?
Serta Bagaimanakah kedudukan direksi bank setelah penetapan tim
likuidasi bank ?
3. Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Mas Yuliastari, tahun 2007, dengan
judul “Tanggung Jawab Direksi Sehubungan Dengan Likuidasi Bank”,
permasalahan yang diangkat adalah apakah yang menjadi alasan atau
10
pertimbangan dilakukannya tindakan likuidasi bank ? serta bagaimanakah
tanggung jawab direksi apabila suatu bank di likuidasi ?
Untuk lebih jelasnya penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya
dapat dilihat dalam table berikut ini :
No. Nama Judul Rumusan Masalah
1. Ni Luh
Putu
Laksmi
Puspitasari
Tanggung Jawab
Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) Dan
Perlindungan Hukum
Terhadap Simpanan
Nasabah Sehubungan
Dengan Likuidasi Bank
1. Bagaimana hubungan hukum
antara Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) di satu pihak
dengan Bank dan Nasabah
Penyimpan pada pihak Lain
dalam Program penjaminan ?
2. Bagaimana tanggung jawab
Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) dalam memberi
perlindungan hukum terhadap
nasabah sehubungan dengan
Likuidasi bank ?
11
2.
I Made
Darmadi
Yoga
Peranan Tim Likuidasi
Dalam Rangka
Likuidasi Bank
1. Bagaimanakah peranan tim
likuidasi dalam proses
likuidasi bank menurut
ketentuan hukum yang
berlaku ?
2. Bagaimanakah kedudukan
direksi bank setelah penetapan
tim likuidasi bank ?
3. Ayu Mas
Yuliastari
Tanggung Jawab
Direksi Sehubungan
Dengan Likuidasi Bank
1. apakah yang menjadi alasan
atau pertimbangan
dilakukannya tindakan
likuidasi bank ?
2. Bagaimanakah kedudukan
direksi bank setelah
penetapan tim likuidasi
bank ?
Penelitian yang saya lakukan dalam skripsi ini yaitu dengan judul
“Pengaturan Tentang Prioritas Pembayaran Terhadap Nasabah Penyimpan Dalam
Hal Bank Di Likuidasi”. Permasalahan yang diangkat adalah Bagaimana
pengaturan mengenai kedudukan nasabah penyimpan dalam prioritas pembayaran
terhadap nasabah penyimpan dalam hal bank di Likuidasi ? serta Bagaimanakah
tanggung jawab bank terhadap nasabah penyimpan atas simpanan yang tidak
12
terpenuhi haknya dari hasil penjualan asset bank dalam hal terjadi Likuidasi bank
?
1.5 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Adapun tujuan yang dimaksud disini yaitu :
1. Untuk melatih diri dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara
tertulis.
2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya di
bidang penulisan ilmiah yang dilakukan oleh mahasiswa
3. Mengembangkan ilmu pengetahuan hukum
4. Sebagai sarana memenuhi kewajiban yang sifatnya akademis, dalam
rangka menyelesaikan tugas akhir di fakultas hukum universitas
udayana
b. Tujuan Khusus
Sejalan dengan permasalahan yang dikemukakan diatas, maka tujuan
khusus dari penulisan ini adalah :
1. Untuk meningkatkan pemahaman dan pengembangan wawasan
tentang studi hukum, khususnya yang menyangkut aspek hukum
kedudukan nasabah bank dalam prioritas pembayaran dan tanggung
jawab bank dalam Likuidasi.
2. Untuk meningkatkan pemahaman dan pengembangan wawasan
mengenai tanggung jawab bank terhadap nasabah penyimpan atas
13
simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil penjualan asset bank
dalam hal terjadi pencabutan izin usaha dan Likuidasi bank.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Pembahasan terhadap masalah-masalah yang akan dibahas akan
menimbulkan pemahaman dan pandangan baru di dalam perlindungan terhadap
nasabah penyimpan pada perbankan, seperti kedudukan nasabah bank dalam
prioritas pembayaran, tanggung jawab bank terhadap nasabah penyimpan atas
simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil penjualan asset bank dalam hal
terjadi pencabutan izin usaha dan Likuidasi bank. Diketahui bahwa bank adalah
lembaga kepercayaan di bidang keuangan maka diharapkan agar pembaca
semakin mengetahui tentang keberadaan hukum perbankan di Indonesia dan lebih
teliti untuk memperhatikan peraturan-peraturan yang ada, yang berhubungan
dengan perbankan dalam fungsinya sebagai penyimpan dana masyarakat.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini ditujukan untuk dapat memberikan
sumbangan pemikiran dan pengetahuan secara yuridis tentang kedudukan nasabah
bank dalam prioritas pembayaran dan tanggung jawab bank terhadap nasabah
penyimpan atas simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil penjualan asset
bank dalam hal terjadi pencabutan izin usaha dan Likuidasi bank yang ditinjau
dari peraturan perundang-undangan. Dan juga sebagai bahan kajian bagi para
akademisi dalam menambah wawasan pengetahuan tentang perlindungan hukum
terhadap nasabah penyimpan dalam hal adanya Likuidasi bank.
14
1.6 Landasan Teoritis
Dalam upaya penemuan hukum (inconcreto), penafsiran hukum atau
sampai pada usaha menemukan asas dan doktrinnya atau sampai pula pada usaha
menemukan teori-teori tentang Law in proses dan law in action, maka mereka
harus mengetahui terlebih dahulu apa saja yang termasuk hukum positif yang
tengah berlaku.
Pada prinsipnya suatu teori adalah hubungan antara dua fakta atau lebih,
atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu fakta tersebut merupakan suatu
yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris, oleh sebab itu
dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori merupakan hubungan antara
dua variabel atau lebih yang telah diuji kebenarannya.9 Sehingga dalam menjawab
permasalahan yang terkait dengan perlindungan dan tanggung jawab bank kepada
nasabah penyimpan dalam hal bank di Likuidasi, maka dalam hal ini akan
diuraikan melalui teori sebagai berikut :
- Teori Pengayoman
Teori pengayoman ini dikemukakan oleh Suhardjo (Mantan Menteri
Kehakiman). Teori ini pada intinya menegaskan ; Tujuan hukum adalah untuk
mengayomi manusia baik secara aktif maupun pasif. Secara aktif
dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan
yang manusiawi dalam proses yang berlangsung secara wajar. Sedangkan
9 Soerjono Soekanto: 2001, "Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Gravindo Persada,
Jakarta,Hal.30
15
yang dimaksud secara pasif adalah mengupayakan pencegahan atas upaya
yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak secara tidak adil.10
- Teori Schutnorm
Teori ini mengajarkan bahwa agar seseorang dapat dimintakan tanggung
jawabnya karena melakukan perbuatan melawan hukum, maka tidak cukup
hanya menunjukkan adanya hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan
dengan kerugian yang timbul. Akan tetapi, perlu ditunjukkan bahwa norma
atau peraturan yang dilanggar tersebut dibuat memang untuk melindungi
terhadap kepentingan korban yang dilanggar.11
Kerugian yang dialami oleh nasabah penyimpan dana tidak lepas dari
kesalahan yang yang dilakukan oleh bank. Ada dua macam teori mengenai
hubungan kausal antara kesalahan dengan kerugian, yaitu :
1. Teori Conditio Sine Qua Non
Oleh Von Buri, yang mengemukakan suatu hal adalah sebab dari suatu
akibat dan akibat tidak akan terjadi jika sebab itu tidak ada.
2. Teori Adequate Veroorzaking
Oleh Von Kries, yang menyatakan bahwa suatu hal baru dapat
dikatakan sebab dari suatu akibat jika menurut pengalaman manusia dapat
diperkirakan terlebih dahulu bahwa sebab itu akan diikuti oleh akibat.12
10 Abdul Manan, 2005, Aspek-aspek Pengubah Hukum, Kencana, Jakarta, Hal. 23 11 Setiawan, 2001 Makalah Produsen atau Konsumen; Siapa Dilindungi Hukum, Jakarta,
Hal. 16 12 Shofie, Yusuf, 2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya,
PT. Citra Aditya Bandung, Hal. 26
16
Di bidang hukum perdata, kualifikasi pertanggungjawaban pelaku usaha
yang merugikan konsumen sering digunakan sarana wanprestasi (default) dan
perbuatan melawan hukum (tort) berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata.
Wanprestasi digunakan bila ada hubungan kontraktual antara konsumen dengan
pelaku usaha, yaitu kerugian konsumen karena tidak dilaksanakannya prestasi
oleh pelaku usaha. Jika tidak ada hubungan kontraktual, maka tidak ada
tanggungjawab (no privity no liability principle).13
Pada umumnya setiap orang harus bertanggung jawab (aanspraklijk) atas
perbuatannya, oleh karena itu bertanggung jawab dalam pengertian hukum berarti
suatu keterikatan. Dengan demikian tanggung jawab hukum (legal responsibility)
sebagai keterikatan terhadap ketentuan-ketentuan hukum. Bila tanggung jawab
hukum hanya dibatasi pada hukum perdata saja maka orang hanya terikat pada
ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan hukum diantara mereka.14
Dalam kaitannya dengan bisnis perbankan, banyak pengertian atau istilah
perbankan yang secara langsung berhubungan dengan lembaga keuangan.
Ketentuan perbankan diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan Pasal 1 angka 1 yang berbunyi :
13 Ibid, Hal. 43 14 Bernadette M.Waluyo, 1997, Hukum Perlindungan Konsumen, Bahan Kuliah
Universitas Parahyangan, Hal. 15
17
“Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya”.
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
pengertian bank berbunyi :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak”
Hukum perbankan menurut Muhammad Djumhana adalah sebagai
kumpulan aturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang
meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, eksistensinya serta hubungannya
dengan bidang kehidupan yang lain.15
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, Pasal 1 angka (24)
menyatakan bahwa “Lembaga Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang
menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan Nasabah Penyimpan
melalui skim asuransi, dana penyangga, atau skim lainnya.”
Menurut sistem perbankan Indonesia, perlindungan terhadap nasabah
penyimpan dana, dapat dilakukan dengan dua cara, yakni :
15 Muhammad Djumhana, Op Cit, Hal. 1
18
1. Perlindungan secara Implisit (Implicit Deposit Protection), yaitu
perlindungan yang diperoleh melalui :
a. Peraturan perundang-undangan di bidang perbankan (Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan)
b. Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan
yang efektif yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
c. Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai suatu lembaga
pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada
umumnya.
d. Memelihara tingkat kesehatan bank.
e. Melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
f. Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan
nasabah.
g. Menyediakan informasi resiko pada nasabah.
2. Perlindungan secara Eksplisit (Explicit Deposit Protection), yaitu
perlindungan yang diperoleh melalui pembentukan lembaga yang
menjamin simpanan masyarakat.16
Pengertian perlindungan secara implicit adalah perlindungan yang
dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat
menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank yang diawasi. Adapun yang
dimaksud dengan perlindungan secara eksplisit adalah perlindungan melalui
16 Adrian Sutedi, Op.Cit, Hal. 167
19
pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat sehingga
apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana
masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.17
Hubungan hukum antara nasabah dengan bank adalah hubungan
kontraktual, yaitu apabila seorang nasabah menjalankan kontraktual dengan bank,
maka perikatan yang timbul adalah perikatan atas dasar kontrak (perjanjian). Bank
dalam mengembangkan usahanya, harus mampu memberikan kenyamanan pada
masyarakat untuk mempercayakan uangnya pada bank yang bersangkutan. Ini
berarti bahwa, bank harus dapat menggalang dana bagi masyarakat dan dapat
memobilisasi dana tersebut untuk ditempatkan pada banknya agar kegiatan
perbankan tersebut dapat berjalan.
Pasal 1233 KUHPerdata menyatakan bahwa :
“Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena
Undang-undang.”
Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa :
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Timbulnya suatu perikatan antara bank dengan nasabah dalam Pasal 1233
KUHPerdata, diatas menjelaskan bahwa hubungan tersebut adalah hubungan
kontraktual, karena perikatan yang timbul antara bank dan nasabah tersebut
17 Adrian Sutedi, Loc.cit
20
adalah perikatan atas dasar kontrak dan perjanjian dengan bentuk tertulis.
Hubungan hukum ditandai dan diawali dengan penandatanganan aplikasi,
permohonan sebagai penabung/deposan atau ditandatanganinya perjanjian yang
memuat syarat-syarat umum sebagai nasabah, yang disediakan oleh bank umum
yang nantinya akan mengikat nasabah. Apabila transaksi-transaksi tersebut
memberikan resiko kerugian bagi nasabah dan pihak bank tidak memberikan
informasi yang berhubungan dengan resiko-resiko tersebut dan menyebabkan
nasabah megalami kerugian, maka nasabah dapat melakukan gugatan kepada bank
berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan bahwa :
“Tiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada
orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu
mengganti kerugian tersebut.”
Sesuai dengan ketentuan Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
1999 Tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran Dan Likuidasi Bank
dinyatakan bahwa likuidasi bank dilakukan dengan cara :
- Pencairan harta atau penagihan piutang kepada debitur, diikuti dengan
pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dan hasil pencairan
dan atau penagihan tersebut, atau ;
- Pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain yang
disetujui oleh Bank Indonesia.
21
1.7 Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan terencana
dilakukan dengan metode ilmiah bertujuan untuk mendapatkan data guna
membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran dari suatu gejala yang ada.18
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Soerjono
soekanto mengemukakan bahwa penelitian hukum normatif yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
data sekunder belaka.19
b. Jenis Pendekatan
Jenis pendekatan yang digunakan adalah Statute approach
(Pendekatan perUndang-Undangan), maksudnya pendekatan yang
dilakukan dengan cara mempelajari peraturan-peraturan perUndang-
Undangan yang berkaitan dengan penelitian.20
Bagi penelitian untuk
kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka
kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan
kesesuaiaan antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya,
18 Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta,
Hal. 2 19 Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, Hal.
13-14 20 Johnny Ibrahim, 2008, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media
Publishing, Malang, Hal.300
22
hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argument untuk memecahkan
isu yang dihadapi.21
c. Sumber Bahan Hukum
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat sifatnya,
yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
skripsi ini, Seperti:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-
Undang
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang.
- Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang pencabutan
izin usaha, pembubaran dan Likuidasi bank
21 Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, cet ke-7,kencana, Jakarta, Hal. 93
23
- Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2008 tentang besaran nilai
simpanan yang dijamin lembaga penjamin simpanan
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menjelaskan
bahan hukum primer, antara lain buku-buku, hasil karya ilmiah, dari
kalangan hukum, artikel Koran, dan internet yang berkaitan dengan
Likuidasi perbankan nasional dan lembaga penjamin simpanan.
3. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang dapat memperjelas
suatu persoalan atau suatu istilah yang ditemukan pada bahan-bahan
hukum primer dan sekunder. Seperti Kamus, ensiklopedia, majalah,
surat kabar, dan sebagainya.
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
1. Teknik pengumpulan Bahan Hukum primer, dilakukan dengan cara
menginventarisasi, mempelajari dan mencatat ke dalam kartu
penelitian tentang asas-asas dan norma hukum yang menjadi objek
permasalahan ataupun yang dapat dijadikan alat analisis pada masalah
penelitian.
2. Teknik pengumpulan bahan hukum sekunder, dilakukan dengan cara
menelusuri literatur-literatur ilmu hukum ataupun hasil-hasil
penelitian hukum yang relevan dengan masalah penelitian.
3. Teknik pengumpulan bahan hukum sekunder berupa bahan-bahan
hukum tersier, dilakukan dengan cara menelusuri kamus-kamus
24
hukum, kamus bahasa dan dokumen tertulis lainnya yang dapat
memperjelas suatu persoalan atau istilah yang ditemukan pada bahan-
bahan hukum primer dan sekunder.
e. Teknik Analisis Bahan Hukum
Bahan Hukum yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis
secara kualitatif, yaitu menekankan pada kualitas yang berbentuk
pernyataan, maksudnya Bahan Hukum yang diperoleh diolah menurut
pernyataan yang di dapat dari sumber-sumber hukum yang kemudian akan
disusun secara sistematis. Dan disini penulis menggunakan metode
deduktif, yaitu penulisan yang bertitik tolak pada dasar-dasar pengetahuan
umum yang menuju ke hal yang khusus.
Recommended