View
18
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
text
Citation preview
HEMORRAGHE POST PARTUM
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Defenisi
Periode postpartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput
janin (menandakan) akhir periode intra partum)hingga kembalinya traktus
reproduksi wanita padaa kondisi tidak hamil.(varney,2007).
Nifas adalah masa setelah partus selesai berakhirnya setelah kira-kira
6 minggu akan tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum
ada kehamilan dalam waktu 3 bulan.(Sarwono, 2002).
2. Periode masa nifas
Menurut Mochtar (1998) periode nifas dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Puepurium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan.
b. Puerpurium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat gene-talia
yang lamanya 6-8 minggu.
c. Remote puerperium, adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mencapai
komplikasi, waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu atau
bulan atau tahunan.
3. Perubahan masa nifas
a. Involusi Uterus.
Adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat
kandungan uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai
keadaan seperti sebelum hamil.
Pada involusi uterus dapat dilihat pada tabel proses involusi uterus
(Manuaba, 1988).
Tabel 2.1
TFU dan berat uterus masa involusi.
Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat UterusBayi baru lahir 1 hari lahir1 minggu2 minggu6 minggu8 minggu
Setinggi pusat2 jari bawah pusatPertengahan pusat symphysisTidak teraba di atas
symphysisBertambah kecilSebesar normal
1000 gram750 gram500 gram350 gram50 gram30 gram
Sumber : Sinopsis Obstetri jilid 1, 1998.
b. Lochea.
Menurut Mochtar (1998) lochea adalah cairan sekret yang berasal
dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
Lochea dibagi dalam beberapa jenis, yaitu :
1) Lochea Rubra.
Berwarna merah, berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, vernick kaseosa lanugo dan mekonium,
selama 2 hari post partum.
2) Lochea Sanguelenta
Berwarna kuning, berisi darah dan lendir pada hari ke 3-7 post
partum.
3) Lochea Serosa.
Berwarna kuning, cairan tidak berwarna lagi, pada hari ke 7-14
post partum.
4) Lochea Alba.
Cairan putih setelah 2 minggu.
5) Lochea Purelenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan berbau bisul.
6) Lochea Statis.
Lochea yang tidak lancar keluarnya.
c. Laktasi.
Untuk menghadapi masa laktasi (menyusui) sejak dari kehamilan
telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mamma yaitu :
1) Prouferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli, dan jaringan lemak
bertambah
2) Keluaran cairan susu jolong dari ductus laktiferus disebut colostrum,
berwarna kuning-putih susu.
3) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-
vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
4) Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang,
maka timbul pengaruh hormone laktogenik (LH) atau prolaktin yang
akan merangsang air susu.
Di samping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan mio-epitel
kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi akan
banyak sesudah 2-3 hari pasca persalinan (Mochtar, 1998 : 117).
d. Serviks.
Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong
berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang
terdapat perlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa
masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah
7 hari hanya dapat dilalui 1 jari. (Mochtar, 1998 : 116).
e. After Pain.
Adalah rasa sakit (meriang atau mules-mules) disebabkan kontraksi
rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan perlu diberikan
pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu dapat
diberikan obat-obat anti sakit atau anti mules. (Mochtar, 1998 : 116).
f. Bekas Implantasi Uri
Placenta bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum
uteri dengan diameter 7,5 cm, sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada
minggu keenam 2,4 cm, dan akhirnya pulih (Mochtar, 1998 : 116).
g. Ligamen-Ligamen
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan
pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi
retrofleksi, karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Setelah
melahirkan, kebiasaan wanita Indonesia melakukan “berkusuk” atau “
berurut”, dimana sewaktu dikusuk/ urut, banyak wanita akan mengeluh
“kandungannya turun” atau “terbalik”. Untuk memulihkan kembali
sebaiknya dengan latihan-latihan dan gimnastik pasca persalinan.
4. Kebutuhan dasar nifas
a. Mobilisasi Dini.
Setelah telah sehabis bersalin, ibu harus istirahat selama 8 jam
pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke kanan atau ke kiri
untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke-2
diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan-jalan, dan hari ke-4 atau ke-5 sudah
diperbolehkan pulang. Mobilisasi di atas mempunyai variasi, bergantung
pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka-luka. (Mochtar,
1998 : 116-117).
Keuntungan dari early mobilization (Manuaba, 1998 : 193)
1) Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi puerperium.
2) Mempercepat involusi alat kandungan
3) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan
4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat
fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
b. Istirahat
Setelah melahirkan, penderita diusahakan agar dapat istirahat untuk
memulihkan kembali kesehatannya setelah mengeluarkan tenaga dan
kesakitan waktu melahirkan. Posisi tidur ibu waktu istirahat harus tidur
telentang hanya dengan satu bantal dan tidak boleh banyak bergerak agar
pembuluh darah yang pecah karena bekas melekatnya plasenta tetap
tertutup zat pembekuan darah sendiri.(manuaba,1998).
c. Diet.
Masalah diet perlu mendapat perhatian pada kala nifas untuk dapat
meningkatkan kesehatan dan memberikan ASI. Penjabaran empat sehat
lima sempurna perlu diperhatikan dan dapat diterjemahkan untuk
masyarakat. Diantara penjabaran tersebut dapat dinasehatkan makanan
yang sehat, yaitu terdapat nasi, lauk, sayur secukupnya dan ditambah satu
telur setiap hari. Bila masih ada kemungkinan jangan lupa buah-buahan.
Tambahan “susu” pada masyarakat pedesaan belum terbiasa (Manuaba,
1998 : 193).
d. Miksi dan Buang Air Besar.
Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya, kadang-
kadang wanita mengalami sulit kencing, karena sphingter uretra ditekan
oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi sphingcter ani selama
persalinan, juga oleh karena adanya edema kandung kemih yang terjadi
selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dan wanita sulit kencing,
sebaiknya dilakukan kateterisasi (Mochtar, 1998 : 117).
e. Perawatan Payudara
Perawatan mammae telah dimulai sejak wanita hamil supaya
putting susu lemas, tidak keras, dan kering sebagai persiapan untuk
menyusui bayinya. Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan
cara :
1) Pembalutan mammae sampai tertekan.
2) Pemberian obat estrogen untuk supresi LH seperti tablet lunoral dan
perlodel.
Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena angat
baik untuk kesehatan bayinya. (Mochtar, 1998 : 117). Pemberian ASI
jangan pilih kasih, karena keenakan memberikan ASI pada satu sisi.
Kedua payudara harus dikosongkan saat memberikan ASI, sehingga
kelancaran pembentukan ASI berjalan dengan baik. Stagnasi ASI dapat
menimbulkan bahaya infeksi sampai abses, yang memerlukan tindakan
tertentu.
Putting susu perlu diperhatikan dan dibersihkan sebelum
memberikan ASI. Luka lecet pada putting susu dihindari sehingga
mengurangi bahaya infeksi.
f. Perawatan Vulva Hygiene.
Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi pada daerah
vulva, perineum maupun dalam uterus serta mempercepat penyembuhan
luka perineum.
5. Pemeriksaan Post Natal meliputi (Moctar, 1998 : 118)
a. Pemeriksaan umum : tekanan darah,nadi, keluhan, dsb.
b. Keadaan umum : suhu badan, selera makan, dll.
c. Payudara : ASI, putting susu.
d. Dinding perut : perineum,kandung kemih, rectum.
e. Sekret yang keluar, misalnya : lochea, flour albus.
f. Keadaan alat-alat kandungan
B. Konsep Dasar Perdarahan Post Partum
1. Defenisi
Pendarahan post partum adalah pendarahan lebih dari 500-600 ml
dalam masa 24 jam setelah anak lahir (Mochtar, 1998 : 298).
Pendarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi dalam 24 jam
setelah persalinan berlangsung (Manuaba, 1998 : 193).
Perdarahan post partum adalah perdarahan 500 cc / lebih setelah kala
III selesai / setelah plasenta lahir (Bedah kebidanan, 2000).
Perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada
masa post partum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir ( Willams
& Wilkins ,1988).
Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat
dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok,
ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus
menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi
banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam
syok (Mochtar, 1995).
2. Klasifikasi Perdarahan Post Partum
a. Pendarahan post partum primer.
1) Pendarahan post partum primer terjadi dalam 24 jam pertama
(Manuaba, 1998 : 193).
2) Pendarahan post partum (early post partum hemoragi) yang terjadi
dalam 24 jam setelah anak lahir. (Mochtar, 1998 : 298).
Penyebab PPH primer meliputi (safemother hood, 2002 : 44)
1) Uterus (terjadi karena, misalnya plasenta, atau selaput ketuban
tertahan).
2) Trauma genital (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat
penatalaksanaan atau gangguan, misalnya, kelahiran yang
menggunakan peralatan termasuk seksio sesaria, episiotomi.
3) Koogulasi intravaskuler diseminata (jarang).
4) Inversi uterus (jarang).
b. Perdarahan post partum sekunder.
Perdarahan post partum sekunder terjadi setelah 24 jam (Manuaba,
1998 : 295).
Penyebab PPH sekunder meliputi : (safe motherhood, 2002 : 45).
1) Fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan.
2) Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet (dapat terjadi di
serviks,, vagina, kandung kemih, rectum).
3) Terbukanya luka pada uterus (setelah seksio sesarean atau rupture
uterus).
3. Etiologi Perdarahan Post Partum
Faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan pasca persalinan
menurut (kapita selekta, 2000 : 313).
a. Atonia uteri
Perdarahan post partum dengan penyebab atonia uteri tidak berlaku
banyak dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga berencana makin
meningkat. Kegagalan kontraksi otot rahim menyebabkan pembuluh
darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga menimbulkan
perdarahan. (Manuaba, 1998 : 295).
Faktor predisposisi atonia uteri adalah :
1) Umur : umur yang terlalu muda atau tua.
2) Paritas : sering dijumpai pada multipara dan gravidamultipara.
3) Partus lama dan partus terlantar.
4) Obstetri operatif dan narkosa.
5) Uterus terlalu tegang dan besar misalnya pada gemely, hidramnion
atau janin besar.
6) Kelainan pada uterus seperti mioma uteri.
7) Faktor sosio ekonomi, yaitu malnutrisi (Mochtar, 1998 : 300).
8) Persalinan dan kelahiran cepat atau presipitatus (Varney,2007).
9) Riwayat atoni uteri/perdarahan pascapartum pada saat melahirkan
anak sebelumnya (Varney,2007 : 842)
b. Inversio uteri
Adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk kedalam cavum uteri (Mochtar, 1998 : 304).
Adalah keadaan di fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat
secara mendadak atau terjadi perlahan (Manuaba, 1998 : 304).
Penyebabnya bisa terjadi secara spontan atau karena tindakan.
Faktor yang memudahkan terjadinya adalah uterus yang lembek. Lemah,
tipis dindingnya; tarikan tali pusat yang berlebihan; atau patulous kanalis
servikalis yang spontan dapat terjadi pada gravide multipara, atonia uteri,
kelemahan alat kandungan, dan tekanan intra abdominal yang tinggi
(mengejan dan batuk) yang karena tindakan dapat disebabkan cara crade
yang berlebihan, tarikan tali pusat, dan pada manual plasenta yang
dipaksakan, apalagi bila ada perlekatan palsenta pada dinding rahim
(Mochtar, 1998 : 306).
c. Perdarahan robekan jalan lahir
Merupakan penyebab kedua tersering dan perdarahan pasca
persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.
Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik
biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina dan perdarahan
karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan
oleh dukun (Maternal dan Neonatal, 2002 : 29).
d. Retensio plasenta
adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam
setelah bayi lahir adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah
jam setelah persalinan bayi. (Manuaba, 1998 : 300).
Penyebab retensio plasenta
1) Plasenta adhesive yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam, yang menurut tingkat pendekatannya dibagi menjadi :
2) Plasenta adhesive, yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.
3) Plasenta inkrieta, dimana vili khanalis tambah lebih dalam dan
menembus desidua sampai ke miometrium.
4) Plasenta akreta, yang menembus lebih dalam miometrium tetapi
belum menembus serosa.
5) Plasenta perkreta, yang menembus sampai serosa atau peritonium
dinding rahim.
6) Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan
menyebabkan perdarahan yang banyak atau karena adanya lingkaran
kontraksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala
III, yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi
perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi
perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rectum
itu keduanya harus dikosongkan.
e. Ruptur uteri
f. Ganggan pembekuan darah
4. Manifestasi Klinis Perdarahan Post Paartum
Manifestasi klinis perdarahan post partum berdasarkan etiologi
a. Atonia uteri
1) Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
2) Perdarahan segera setelah anak lahir
3) Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas
dingin, gelisah, mual,dan lain-lain) (Prawirohardjo,2002 : 175)
b. Inversio uteri
1) Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang
hebat. Perdarahan yang banyak sampai syok, apalagi bila plasenta
masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas; dan dapat terjadi
strangulasi dan nekrosis.
2) Pemeriksaan dalam.
a) Bila masih inkomplit, maka pada daerah senfisis uterus teraba
fundus uteri cekung ke dalam.
b) Bila komplit, di atas sympisis uterus teraba bokong dan dalam
vagina teraba tumor lunak.
c) Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik) (Mochtar; 1998 : 306).
c. Robekan jalan lahir
1) Perdarahan segera
2) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
3) Uterus kontraksi baik
4) Plasenta baik
5) Pucat
6) Lemah
7) Menggigil
d. Retensio plasenta
1) Plasenta belum lahir setelah 30 menit
2) Perdarahan segera
3) Uterus kontraksi baik
4) Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
5) Inversio uteri akibat tarikan
6) Perdarahan lanjutan
Diagnosis perdarahan post partum digolongkan berdasarkan tabel
dibawah ini :
No Gejala dan tanda yang selalu ada
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada
Diagnosis kemungkinaan
1. a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek
b. Perdarahan segera setelah anak lahir (Perdarahan Pascapersalinan Primer atau P3)
a. Syok Atonia uteri
2. a. Perdarahan segera (P3)b. Darah segar yang mengalir
segera setelah bayi lahir (P3)
c. Uterus kontraksi baikd. Plasenta lengkap
a. Pucat b. Lemahc. Menggigil
Robekan jaan lahir
3. a. Plasenta belum lahir setelah 30 menit
b. Perdarahan segera (P3)c. Uterus kontraksi baik
a. Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
b. Inversio uteri akibat tarikan
c. Perdarahan lanjutan
Retensio plasenta
4. a. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap
b. Perdarahan segera (P3)
a. Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang
Tertinggalnya sebagian plasenta
5. a. Uterus tidak terabab. Lumen vagina terisi massac.Tampak tali pusat (jika
plasenta belum lahir)- Perdarahan segera (P3)- Nyeri sedikit atau berat
a. Syok neurogenikb. Pucat dan
limbung
Inversio uteri
6 Sub-involusi uterus a. Nyeri tekan perut bawah b. Perdarahan lebih dari 24
jam setelah persalinan. Perdarahan sekunder atau P2S.
a. Anemia b. Demam
Perdarahan terlambat - Endometritis atau sisa plasenta (terinfeksi atau tidak)
c. Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai infeksi)
7 a. Perdarahan segera (P3) (Perdarahan intraabdominal dan atau vaginum)
b. Nyeri perut berat
a. Syok b. Nyeri tekan perut c. Denyut nadi ibu
cepat
Robekan dinding uterus (ruptura uteri)
Sumber : Saifuddin, 2002
5. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam
uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah
dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat
insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka
tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan
darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan
kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor
utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan
menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.
6. Penatalaksaan
a. Penatalaksaan umum
1) Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
2) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
3) Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
4) Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila
dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
5) Atasi syok jika terjadi syok
6) Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan
pijatan uterus, beri uterotonika 10 ml IV dilanjutkan infus 20 ml
dalam 500ml NS/RLdengan tetesan 40 tetes/menit)
7) Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan
robekan jalan lahir
8) Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah
9) Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
10) Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan
lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya
b. Penatalaksanaan khusus berdasarkan etiologi
1) Atonia uteri
Penanganan Atonia uteri (Prawirohardjo, 2002 : 176)
a) Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonio uteri.
b) Sementara dilakukan pemasangan infuse dan pemberian uretonika,
lakukan kompresi bimanual.
c) Pastikan plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi sebagian plasenta
masih tertinggal lakukan evaluasi plasenta) dan tak ada laserasi
jalan lahir.
d) Berikan transfuse darah bila sangat diperlukan.
e) Lakukan uji beku darah untuk konfirmasi sistem pembekuan darah
Bila semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih terjadi
perdarahan lakukan tindakan spesifik sebagai berikut :
a) Kompresi bimanual internal.
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan
saling mendekati kedua belah telapak tangan yang meliputi uterus.
Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang,
kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali
berkontraksi atau di bawa ke fasilitas kesehatan rujukan. Bila
belum berhasil, coba dengan kompresi bimanual internal.
b) Kompresi bimanual eksternal.
Uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen
dan tinju tangan dlam vagina untuk mengepit pembuluh darah di
dalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi).
Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila
perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus
berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi, cobalah
kompresi aorta abdominalis.
c) Kompresi aorta abdominalis.
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut. Genggam tangan kanan kemudian
tekankan pada daerah umbilicus, tegak lurus dengan sumbu badan
hingga mencapai kolomna vertebralis. Penekanan yang tepat, akan
menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis, lihat
hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi.
d) Penanganan perdarahan post partum pada atonia uteri (Mochtar,
1998:302) terbagi dalam 3 tahap :
Tahap I : perdarahan yang tidak begitu banyak dapat diatasi
dengan cara pemberian uterotonika, mengurut rahim (massage),
dan memasang gurita.
Tahap II: bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak,
selanjutnya berikan infuse dan transfuse darah dan dapat
dilakukan.
parasat (manuver) sangemeister.
pirasat (manuver) fritch.
kompresi bimanual.
kompresi aorta.
Jepitan arteri uterine dengan cara Henkel.
tamponade utera-vaginal walaupun secara fisiologis tidak
tepat, hasilnya masih memuaskan, terutama di daerah
pedesaan dimana fasilitas lainnya sangat minim atau tidak
ada .
Tahap III : bila semua upaya diatas tidak menolong juga, maka
usaha terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahan, dapat
ditempuh dua cara yaitu dengan meligasi arteri hipogastrika atau
histerektomi.
2) Inversio uteri
Penanganan yang harus dilakukan yaitu :
a) Hati-hati dalam memimpin persalinan; jangan terlalu mendorong
rahim atau melakukan perasat crede berulang-ulang dan hati-
hatilah dalam menarik tali pusat serta melakukan pengeluaran
plasenta dengan tangan (Mochtar, 1998 : 306).
b) Persalinan legeartis, perhatikan tanda plasenta telah lepas, tes
plasenta telah lepas, dorongan fundus uteri crade saat kontraksi,
meningkatkan penerimaan KB (Manuaba, 1998 : 305).
c) Bila telah terjadi, maka terapinya adalah :
Jika ibu sangat kesakitan , ada perdarahan dan ibu syok,
berikan infuse dan transfuse darah serta perbaiki keadaan
umum.
Sesudah itu segera dilakukan reposisi kalau perlu dalam
narkosa (Mochtar, 1998 : 306).
Reposisi inversion meliputi :
Masukkan tangan ke vagina
Fundus di dorong ke atas.
Berikan uterotonika.
Lakukan placenta manual (Manuaba, 1998 : 305).
Bila tidak berhasil maka dilakukan tindakan operatif
secara perabdominan (operasi haultein) atau pervaginam
(operasi menurut spinelli).
Di luar rumah sakit dapat di Bantu dengan melakukan
reposisi ringan yaitu dengan tamponade vaginal. Berikan
antibiotika untuk mencegah infeksi (Mochtar, 1998 :
306).
3) Robekan serviks atau jalan lahir
Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan
mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala
bayi
Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi
terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah
kiri dan kanan porsio
Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek
sehingga perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah
eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan
penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian
kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus
uteri dan perdarahan paska tindakan
Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-
tanda infeksi
Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb
dibawah 8 gr% berikan transfusi darah
4) Retensio plasenta
a) Pencegahan
Meningkatkan penerimaan keluarga berencana sehingga
memperkecil terjadi retensio placenta.
Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang terlatih.
Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak
diperkenankan untuk masase dengan tujuan mempercepat proses
persalinan plasenta, masase yang tidak tepat waktu dapat
mengacaukan kontraksi otot rahim dan menganggu pelepasan
plasenta. (Manuaba, 1998 : 300).
b) Tindakan yang dapat dikerjakan.
Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk
mengedan, jika anda dapat merasakan plasenta dalam vagina,
keluarkan plasenta tersebut.
Pastikan kandung kemih kosong.
Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit. Jika belum
dilakukan pada penanganan aktif kala III.
Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian
oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan peregangan tali
pusat terkendali.
Jika dilakukan peregangan tali pusat terkendali belum berhasil,
cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta secara manual.
Jika perdarahan terus berlangsung lakukan uji pembekuan darah
sederhana.
Jika terdapat tanda-tanda infeksi berikan antibiotika untuk
metritis (Maternal dan Neonatal, 2002 : M.30).
7. Pemeriksaan penunjang
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan
jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat
hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%.
Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split
fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin
partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa
protrombin memanjang pada KID
f. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
8. Komplikasi
Komplikasi perdarahan post partum primer yang paling berat yaitu
syok. Bila terjadi syok yang berat dan pasien selamat, dapat terjadi
komplikasi lanjutan yaitu anemia dan infeksi dalam masa nifas. Infeksi
dalam keadaan anemia bisa berlangsung berat sampai sepsis. Pada
perdarahan yang disertai
oleh pembekuan intravaskuler merata dapat terjadi kegagalan fungsi organ-
organ seperti gagal ginjal mendadak (Chalik, 2000).
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama :
Umur :
Alamat :
No MR :
Diagnosa medis :
b. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan harus dinyatakan dengan singkat
dan bisa dipakai si pemberi keterangan (varney, 2007). Pada kasus nifas
dengan HPP keluhan yang dirasakan pasien adalah badannya merasa
agak lemas, perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, keluar keringat
dingin, kesulitan bernafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
c. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Dikaji untuk mengetahui apakah seorang ibu menderita
penyakit yang bisa menyebabkan perdarahan post portum seperti
aspek fisiologis dan psikososialnya. Keluhan yang dirasakan saat
ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi
lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih,
tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Yang di tanyakan adalah kesehatan klien yang meliputi
apakah klien pernah menderita penyakit keturunan, penyakit
menular, selain itu juga apakah pernah mempunyai riwayat
perdarahan pada persalinan yang lalu. Kapan dan indikasinya apa.
c) Riwayat keehatan keluarga
Yang perlu ditanyakan adalah apakah klien, suami dan
keluarga ada yang menderita penyakit menurun dan menular, bila
ada apa, dan apakah dari keluarga klien dan suaminya ada yang
mempunyai keturunan kembar atau tidak
d) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang sekarang
Riwayat kehamilan.
Terdiri dari Amenorhoe, HPHT, HPL, umur kehamilan,
kapan dirasakan gerakan janin, ANC berapa kali, keluhan
selama hamil, obat yang sudah di dapat, suntikan TT,
penyuluhan yang didapat.
Riwayat persalinan
Jenis persalinan, penolong, tempat, waktu dan penyulit. Data
anak yang dilahirkan, jenis kelamin, hidup atau mati, A-S,
BBL/DB, LD, penyulit, placenta lahir lengkap atau tidak,ada
perdarahan atau tidak.
Riwayat nifas
nifas berapa hari, adakah kelainan, ibu menyusui atau tidak
e) Riwayat KB
Ditanyakan apakah pernah ikut KB, kalau pernah metode apa
yang digunakan lama pemakaian dan rencana KB yang akan
datang.
f) Riwayat kehamlan, persalinan dan nifas yang lalu
Ditanyakan hamil yang lalu berapa bulan, persalinannya
bagaimana, ditolong siapa jenis kehamilannya apa, berat badan
ketika lahir dan panjang badan, berapa dan bagaimana nifasnya
d. Pola kebiasaan sehari-hhari
1) Pola nutrisi.
Klien post partum memerlukan makanan yang banyak
mengandung protein dan vitamin untuk mempercepat proses involusi,
maka gizi yang diberikan meliputi cukup kalori, cukup protein, cairan
serta buah-buahan. Data yang ditanyakan adalah pola makan,
komposisi, variasi, frekuensi, komposisi nasi, lauk, pauk, sayur, buah
dan jumlah minum 1500-2000 ml per hari.
2) Pola istirahat dan tidur
alam istirahat dan tidur pada klien post partum akan mengalami
gangguan oleh karena kontraksi (mules) pada perut, dan bila terdapat
luka episiotomi. Data yang ditanyakan adalah istirahat malam 5-6 jam
dan siang 1-2 jam, baik selama hamil dan nifas.
3) Pola eliminasi.
Dalam 24 jam post partum BAK sering, sulit, urin dalam jumlah
besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam post partum, dimana
produksi urin normal 300 cc-600 cc/jam. Data yang perlu ditanyakan
adakah BAK lancar, BAB biasanya pada 3 hari post partum.
Disebabkan karena gerak tubuh berkurang sehingga usus bagian
bawah kosong, baik selama hamil dan nifas.
4) Personal hygiene.
Personal hygiene adalah perawatan dari yang dilakukan oleh
klien dengan bimbingan atau bantuan bidan bila diperlukan personal
hygiene ini meliputi perawatan luka jahitan episotomi,perawatan
payudara, vulva hygiene dan mandi 2 kali dalam sehari dengan sbaun,
gosok gigi 2 kali dalam sehari, cuci rambut 3 kali/minggu dengan
shampoo. Ganti pakaian bersih 2 kali perhari. Ganti pembalut setiap
kali BAK dan BAB selama hamil atau nifas.
5) Pola aktivitas.
Ditanyakan aktifitas yang dilakukan klien selama hamil dan
kemampuan aktifitas setelah persalinan klien sudah harus dapat miring
kanan atau kiri duduk dan sudah boleh berjalan-jalan.
6) Pola seksual.
Selama hamil berapa kali dan selam nifas apakah klien
melakukan hubungan seksual. Menurut ajaran agama tidak boleh
melakukan hubungan sampai 40 hari ungkapan kasih sayang berupa
membelai rambut dan mencium.
7) Keadaan Psikososial.
Yang perlu ditanyakan adalah bagaimana perasaan klien pada
saat ini. Perubahan psikologis yang terjadi pada klien hari kedua post
nifas adalah kekhawatiran terhadap perubahan tubuhnya.
8) Latar belakang sosial budaya.
Apakah klien mengadakan acara selamatan, apakah klien pernah
merokok, minum minuman keras, minum obat-obatan terlarang dan
minum jamu, apakah kebiasaan keluarga yang mendukung dang
menghambat yang berhubungan dengan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum, biasanya lemah dan pucat
2) Tekanan darah.
Untuk mengetahui factor resiko hipertensi atau potensi dengan
nilai satuannya mmhg, keadaan sebaiknya antara 90 per 60 mmHg
sampai 130 per 90 mmHg atau peningkatan sistolik tidak lebih dari 30
mmhg dan peningkatan diastolic tidak lebih dari 15 mmhg dan
keadaan normal pasien atau paling sedikti pengurutan dua kali
berturut-turut pada selisih satu jam. (Syaifudin, 2002).
3) Nadi.
Dinilai dan kecepatan, kekuatan, dalam satu menit denyut
jantung normal antara 120 sampai 140 kali permenit. (Barbara, 1998).
4) Suhu badan.
Temperatur normal rectum atau axilla yaitu 300C dan kulit
adalah 36,50C tapi pada ibu nifas dengan HPP primer atau di dapatkan
kenaikan suhu 0,50C dari keadaan normal, tetapi tidak melebihi 380C
setelah 12 jam pertama melahirkan umumnya suhu badan atau
kembali normal, bila suhu tubuh lebih dari 380C harus di curigai
adanya infeksi.
5) Pernapasan.
Dinilai sifat pernapasan dan bunyi nafas dalam 1 menit
pernapasan kurang dari 40 kali permenit lebih dari 60 kali permenit.
(Syaifudin, 2002)
6) Kepala
Nyeri kepala, muka pucat, mukosa bibir kering, gangguan
penglihatan atau mata berkunang-kunang, berkeringat dingin.
7) Dada
Takipnea dan takikardi, kesulitan bernafas.
8) Payudara
Hiperpigmentasi aerola mamae, keluar colostrum.
9) Abdomen
Fundus uteri lembek, tidak ada kontraksi uterus.
10) Genitalia
Keluar darah dari vagina, lochea dalam jumlah lebih dari 500cc,
dan terdapat robekan serviks.
11) Ekstermitas
Keluar keringat dingin, lemah, malaise, CRT > 3 detik.
f. Pemeriksaan penunjang
1) Pada pemeriksaan jumlah darah lengkap ditemukan penurunan Hb
(<10 mg%), penurunan kadar Ht (normal 37% - 41%) dan
peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP).
2) Pada Urinalisis ditemukan kerusakan kandung kemih
3) Pada Sonografi ditemukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
g. Analisa data
No Data Patofisiologi Masalah
keperawatan1 Ds :
- Klien Mengatakan badannya tersa lemah
- Klien mengaatakan badannya terasa letih
- Klien mengatakan banyak darah keluar dari vaginanya
- Klien mengatakan darah yang keluar seperti air mengalir
- Klien mengatakan darah ini timbul setelah ia melahirkan
Do :- Klien tampak pucat- Konjungtiva anemis- Tampak
pengeluaran darah yang banyak divagina klien
- Klien kehilangaan daarah yang banyak (>500 cc)
- Klient tampak gelisah
- CRT > 3 detik- TD menurun
Etiologi perdarahan post partum
Uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah
persalinan
Perdarahan post partum
Kehilangan darah secara masif
Perdarahan yang banyak
Kekurangan volume cairan tubuh
- NAdi menurun- Suhu meningkat
2 Ds :- Klien mengatakan
badannya lemah- Klien mengatakan
pusing- Klien mengatakan
pandangannya kabur- Klien mnengatakan
badannya berkeringat dingin
- Klien mengatakan badannya tersa dingin
Do - Klien tampak lemah
dan pucat- CRT > 3 detik- Ujung ujung kuku
kaki dan tangan klien dingin dan pucat
- Tampak perdarahan vagina > 500 cc
- TD menurun - Pada pemeriksaan
labor ditemukan penurunan hemoglobin, dan hematokrit
Etiologi perdarahan post partum
Uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah
persalinan
Perdarahan post partum
Kehilangan darah secara masif
Hipovolemi
O2 dan nutrisi tidak sampai kejaringan tubuh
Perubahan perfusi jaringan perifer
3 Ds :- Klien mengatakan
darah mengalir pada vaginanya
- Klien mengatakan celana dalamnya tersa basah
- Klien mengatakan karena darah nya keluar banyak, daerah tempat bekas jahitannya tersa gatal
Do - Tampak
pengeluaran darah dari vagina yang
Etiologi perdarahan post partum
Uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah
persalinan
Perdarahan post partum
Kehilangan darah secara masif
Robek pada jalan rahim atau dinding vagina atau
bekas episiotomy
Robekan tersebut dijahit
Resiko infeksi
banyak- Daerah vagina
lembab karena darah mengalir banyak
- Tampak luka bekas jahitan
4 Ds :- Klien mengatakan
takut akan kondisi ya yang terjadi saat ini
- Klien mengatakan cemas karena darahnya keluar begitu banyak dari vaginanya
- Klien mengatakan badannya lemah, letih dan pusing.
Do :- Klien tmpak gelisah- Klien tampak pucat- Perdarahan pada
vaginanya yang banyak
Etiologi perdarahan post partum
Uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah
persalinan
Perdarahan post partum
Kehilangan darah secara masif
Ancaman perubahan pada status kesehatann
Ansietas
2. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan
volume cairan secara aktif
b. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan hipovolemia
c. Resiko infeksi berhubungann dengan gangguan pembentukkan sel darah
putih
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya terrpapar dengan penyakit
tersebut dan ancaman perubahan pada status kesehatan ibu atau kematian
3. Intervensi keperawatan
No Diagnosa NOC NIC1 Kekurangan
volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif
Noc Fluid balance Hydration Nutrisional
statusTujuan dan kriteria hasil- TTV dalam batas
normal- Orientasi
terhadap waktu dan tempat baik
- Elektrolit, hb ddan ht ddalam batas normal
Nic :Mengurangi perdarahan
- Identifikasi etiologi perdarahan
- Memantau pasien secara ketat aka perdaarahan
- Catat kadar hb/ht sebelum dan setelah kehilangan perdarahan sebagai indikasi
- Mengukur TTV klien- Intsruksika kepada klien
untuk membatasi aktivitas- Intruksikan kepada pasien
untuk meningkatkaan istiraahat atau tirah baring selama proses penyakit
- Lakukan massage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakkan diatas simpisis
- tindakan kolaborasi (berikan cairan infus, beri antibiotik dan lakukan tranfusi darah jika perlu)
2 Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan hipovolemia
Noc - circulation
status- neurologic
statusTujuan dan kriteria hasil- tekanan darah
sistole dan diastole dalam rentang normal
- pupil seimbang- menunjukkan
konsentrasi dan orientasi yang baik
Nic :- Memantau TTV - Catat perubahan warna
kuku, mukosa bibir, suhu kulit
- Kkaji ada atau tidaknya produksii ASI
- Kolaborasi lakukan pemeriksaan AGD dan berikan oksigen jika perlu
3 Resiko infeksi berhubungann dengan gangguan pembentukkan sel
NOC : Status kekebalan dan kontrol infeksi Tujuan dan
NIC : Kontro infeksi- bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasen lain
darah putih kriteria hasil- Tidak didapatkan
infeksi berulangtidak didapatkan adanya tanda-tanda infeksi
- batasi pengunjung bila perlu
- tingkatkan intake nutrisi dan cairan
- berikan terapi antibiotika bila perlu
- observasi adanya tanda-tanda infeksi
- tiingkatkan istirahat klieen
- pastikan teknik perawatan luka yang tepat
4 Ansietas berhubungan dengan kurangnya terrpapar dengan penyakit tersebut dan ancaman perubahan pada status kesehatan ibu atau kematian
NOC : Anxiety control CopingKriteria Hasil : Klien mampu
mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
Vital sign dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
NIC :Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) Gunakan pendekatan
yang menenangkan Nyatakan dengan jelas
harapan terhadap pelaku pasien
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
Dorong keluarga untuk menemani anak
Lakukan back / neck rub Dengarkan dengan penuh
perhatian Identifikasi tingkat
kecemasan Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan kecemasan
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan
Recommended