View
225
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Pembelajaran
2.1.1 Hakikat IPA
2.1.1.1 Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan yang rasional dan objektif
tentang alam semesta dengan segala isinya (Samatowa, 2010: 2).
Menurut Rustaman, (2011:1) IPA merupakan suatu proses yang menghasilkan
pengetahuan. Merupakan suatu kebutuhan yang dicari manusia karena
memberikan suatu cara berpikir sebagai struktur yang utuh.
Adapun Sulistyorini, dalam Mawardi (2015: 5(3) 82-83) mengatakan IPA
(Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan
cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan
Adapun Wahyana, dalam Trianto (2014: 136) mengatakan bahwa IPA adalah
suatu kumpulan pengetahuan tersusun sistematik, dan dalam penggunaannya
secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya
ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap
ilmiah.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu kumpulan
teori yang sistematis dan penerapannya secara umum terbatas pada gejala – gejala
alam serta lahir dan berkembang melalui metode ilmiah.
2.1.1.2 Pembelajaran IPA di SD
Hakikat IPA sebagaimana dijelaskan diatas, maka nilai – nilai IPA yang
dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut:
a. Kecakapan bekerja, berfikir secara teratur, sistematis menurut langkah –
langkah metode ilmiah
8
b. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, menggunakan
alat – alat eksperimen untuk memecahkan masalah
c. Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik
dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan (Prihantoro
Laksmi, dalam Trianto, 2014: 141-142)
Berdasarkan KTSP SD/MI (2006: 484-485) merupakan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
berupa fakta, konsep, atau prinsip saja. Pembelajaran IPA diharapkan bisa
menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari alam sekitar. Supaya dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari melalui pemecahan
masalah yang dapat diidentifikasikan. Jadi, pembelajaran IPA di SD/MI
menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara konkrit sesuai kenyataan
yang ada sehingga dapat mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar siswa memiliki kemampuan
sebagai berikut:
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan serta keteraturan alam ciptaan-Nya
b. Mengembangkan pengetahuan pemahaman konsep-konsep.
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap ilmiah terhadap sains, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah sehingga dapat membuat keputusan
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam
f. Meningkatkan kesadaran menghargai alam sebagai salah satu ciptaan Tuhan
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsepsi, sebagai dasar melanjutkan
pendidikan ke SMP/MTs.
2.1.1.3 Cakupan KD Mata Pelajaran IPA
Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek
berikut:
9
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan yaitu manusia, hewan, tumbuhan,
lingkungan, serta kesehatan
b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana
d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya
Cakupan KD dalam penelitian ini adalah pembelajaran IPA di kelas 5
semester ganjil tentang materi Organ Pernapasan Manusia dan Hewan, dengan
Standar Kompetensi 1. Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan
dan Kompetensi Dasar 1.1 mengidentifikasi fungsi organ pernapasan manusia dan
Kompetensi Dasar 1.2 mengidentifikasi fungsi organ pernapasan pada hewan.
2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA kelas 5 semester I
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Mengidentifikasi fungsi organ tubuh
manusia dan hewan
1.1 mengidentifikasi fungsi organ
pernapasan manusia
1.2 mengidentifikasi fungsi organ
pernapasan hewan misal ikan,
cacing tanah
2.1.2 Keaktifan Belajar
2.1.2.1 Pengertian Keaktifan Belajar
Rohani (2004: 6-7) belajar dikatakan berhasil harus melalui berbagai macam
aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik meliputi siswa giat,
aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja. Siswa yang
memiliki aktivitas psikis (kejiwaaan) adalah jika daya jiwanya bekerja atau
banyak berfungsi dalam rangka pembelajaran. Jika siswa aktif jasmaninya maka
jiwanya juga aktif.
Ratmi dalam Tri Hardini, (2015: 5(3)124) Keaktifan belajar terdiri dari kata
kreativitas dan kata belajar. Keaktifan memiliki kata dasar aktif berarti giat dalam
belajar dan berusaha. Keaktifan belajar berarti usaha atau kerja yang dilakukan
dengan giat dalam belajar. Ciri-ciri keaktifan belajar meliputi: 1) keinginan dan
keberanian menampilkan perasaan, 2) keinginan, keberanian, kesempatan,
10
berprestasi dalam kegiatan baik persiapan, proses dan kelanjutan belajar, 3)
penampilan berbagai usaha dan kreativitas belajar mengajar dalam menjalani
maupun menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai keberhasilan,
4) kebebasan, keluasan melakukan hal tersebut tanpa tekanan guru atau pihak lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar, menurut Nana Sudjana (Tri
Hardini, (2015: 5(3)124-125) menyatakan bahwa ada lima hal yang
mempengaruhi keaktifan belajar, yakni: 1) stimulus belajar, 2) perhatian dan
motivasi, 3) respon yang dipelajarinya, 4) penguatan, 5) pemakaian dan
pemindahan.
Guru bertanggung jawab atas kegiatan proses pembelajaran di dalam kelas.
Oleh sebab itu, gurulah yang langsung memberikan kemungkinan bagi para siswa
belajar dengan efektif melalui pembelajaran yang dikelolanya. Peran guru dalam
proses belajar mengajar masih tetap memegang peranan penting. Peranan guru
dalam proses pengajaran tidak tergantikan oleh mesin, radio, tape recorder
ataupun komputer yang paling modern sekalipun. Unsur manusiawi seperti sikap,
sistem nilai, perasaan, tidak dapat diajarkan melalui mesin.
Dengan demikian guru memegang peranan penting terhadap proses belajar
siswa melalui pembelajaran yang dikelolanya. Untuk itu guru perlu menciptakan
kondisi kelas interaktif dengan siswa, agar dapat melakukan berbagai aktivitas
belajar dengan aktif.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa keaktifan
belajar siswa adalah kegiatan serta kemampuan untuk memahami pengetahuan
atau memecahkan suatu permasalahan
2.1.2.2 Indikator Keaktifan Belajar
Terdapat beberapa prinsip belajar yang dapat menunjang tumbuhnya cara
belajar siswa aktif, yakni (1) stimulus(rangsangan) belajar; (2) perhatian dan
motivasi, (3) respon; (4) penguatan serta umpan balik; (5) pemakaian dan
pemindahan. Berikut ini dijelakan secara umum kelima prinsip tersebut:
a. Stimulasi Belajar
Dalam menyampaikan informasi guru terlebih dulu memberikan stimulus
kepada siswa. Stimulus biasanya berupa visual, audiovisual dan lainnya.
11
Pemberian stimulus bertujuan agar dapat berkomunikasi lebih baik.
b. Perhatian dan motivasi
Perhatian dan motivasi merupakan syarat utama dalam proses belajar
mengajar. Tanpa diberi perhatian dan motivasi hasil belajar yang dicapai siwa
tidak akan optimal. Stimulus belajar yang diberikan guru tidak akan berarti apa-
apa jika siswa tidak juga memperhatikan. Oleh sebab itu, guru harus berusaha
menumbuhkan perhatian dan motivasi.
c. Respon yang dipelajari
Respon siswa terhadap stimulus guru, bisa meliputi berbagai bentuk
seperti perhatian, proses internal terhadap informasi, tindakan nyata dalam bentuk
partisipasi kegiatan belajar dan sebagainya.
Keterkaitan stimulus dan respon guru dan siswa didukung oleh penerapan strategi
belajar yang tepat. Strategi pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa, lebih
efektif.
d. Penguatan
Sumber penguat belajar untuk memuaskan kebutuhan berasal dari nilai,
pengakuan prestasi siswa, persetujuan pendapat siswa, ganjaran, hadian dan
lainnya.
e. Pemakaian dan pemindahan
Belajar dengan memperluas pembentukan asosiasi dapat meningkatkan
kemampuan siswa untuk memindahkan apa yang sudah dipelajari kepada situasi
lain yang serupa di masa mendatang. Serta dapat dipakai untuk kebutuhan yang
akan datang.
2.1.3 Hasil Belajar
Keterampilan guru serta aktivitas siswa juga sangat berpengaruh terhadap
hasil belajar siswa. Dengan adanya kerjasama antara guru dan siswa diharapkan
ada perubahan terhadap hasil belajar.
Ada beberapa pengertian tentang hasil belajar menurut para ahli, salah
satunya yaitu Rifa’i (2009: 85) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang
diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Aspek perubahan
perilaku tergantung yang dipelajari oleh siswa.
12
Menurut Bloom (dalam Suprijono: 2010: 5-7) hasil belajar mencakup
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Berdasarkan pendapat diatas, disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
perubahan perilaku meliputi pola-pola perbuatan, nilai, pengertian, sikap,
apresiasi, keterampilan mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Perubahan terjadi karena adanya perubahan perilaku dari guru maupun siswa
setelah mengikuti proses belajar.
Indikator hasil belajar pada mata pelajaran IPA mengacu pada nilai KKM
SDN Tambaharjo 02 yaitu 75.
2.2.1 Model Pembelajaran
2.2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran
Arends, dalam shoimin (2014: 23-24) menyatakan, “The term teaching model
refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax,
environment, and management system.” Artinya, model pengajaran mengarah
pada suatu pendekatan pembelajaran termasuk tujuan, sintaks, lingkungan, dan
sistem pengelolaan.
Banyak guru yang sudah menggunakan model pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran itu digunakan untuk memberikan kemudahan bagi siswa
untuk memahami dan menguasai pelajaran. Penggunaan model pembelajaran
sangat tergantung dari karakteristik siswa maupun mata pelajaran. Semua
tergantung situasi dan kondisinya.
Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi pengajar dan para
guru dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa setiap
model yang akan digunakan dalam pembelajaran menentukan perangkat yang
dipakai dalam pembelajaran tersebut (Shoimin, 2014: 24)
Pengertian model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada
strategi, metode, prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang
tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau pzrosedur. Ciri-ciri tersebut antara lain:
1) rasional teoretik, logis yang disusun oleh pengembangnya, 2) landasan
pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang
13
akan dicapai), 3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut
dapat dilaksanakan dengan berhasil, 4) lingkungan belajar yang diperlukan agar
tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur, 2000 dalam Shoimin,
2014)
2.2.1.2 Model pembelajaran Kooperatif
Sesuai pendapat Suprijono (2010: 54-65) pembelajaran kooperatif adalah
konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kelompok termasuk bentuk-bentuk
yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.
Menurut (Suprijono, 2012: 65), langkah-langkah model cooperative
learning terdiri dari enam fase:
1. Fase 1: fase goals and set (menyampaikan tujuan dan menyiapkan peserta
didik)
2. Fase 2: present information (menyajikan informasi)
3. Fase 3: organize students into learning teams (mengorganisasi peserta didik ke
dalam tim-tim belajar)
4. Fase 4: assist team work and study (membantu kerja tim dan belajar)
5. Fase 5: test on the materias (mengevaluasi)
6. Fase 6: provide recognition (memberikan penghargaan)
2.3.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
2.3.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Make a Match
Model pembelajaran Make a Match dikembangkan oleh Lorna Curran.
Ciri utama model make a match adalah siswa diminta mencari pasangan kartu
yang merupakan jawaban atau pertanyaan materi tertentu dalam pembelajaran.
Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik dalam susana yang menyenangkan. Teknik ini
bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia
(Isjoni, dalam Shoimin, 2014: 98)
Karakteristik model pembelajaran Make a Match adalah memiliki
hubungan yang sangat erat dengan karakteristik siswa yang senang bermain.
14
Model Make a Match harus didukung dengan keaktifan siswa untuk bergerak
mencari pasangan dengan kartu yang sesuai dengan jawaban atau pertanyaan
dalam kartu tersebut. Siswa yang pembelajarannya dengan model Make a Match
aktif dalam mengikuti pembelajaran sehingga dapat mempunyai pengalaman
belajar yang bermakna (Shoimin, 2014: 98).
2.3.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Make a Match
1. Kelebihan Model Pembelajaran Make a Match
Menurut Huda (2014: 253) kelebihan model Make a Match antara lain:
a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik
b. Karena ada unsur permainan, model pembelajaran ini menyenangkan
c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa
d. Efektif sebagai sarana melatih keberaniaan siswa untuk tampil presentasi
e. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar
2. Kelemahan Model Pembelajaran Make a Match
Menurut Shoimin (2014: 99) kelemahan model Make a Match antara lain:
a. Bimbingan dari guru untuk melaksanakan pembelajaran sangat diperlukan
b. Suasana kelas menjadi gaduh sehingga dapat menggangu kelas lain
c. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai
2.3.1.3 Komponen-Komponen Model Pembelajaran Make a Match
Sebagaimana dipaparkan Joyce, Weil dan Calhoun (2009:104-106) setiap
model pembelajaran mengandung beberapa unsur yaitu, sintakmatik (tahap-tahap
kegiatan), sisem sosial (situasi atau suasana), prinsip reaksi (perilaku guru
terhadap siswa), sistem pendukung (sarana dan alat), dan dampak insruksional dan
pengiring. Unsur-unsur yang yang terkandung dalam model Make a Match adalah
sebagai berikut:
1. Sintagmatik (Sintak)
Menurut Rusman (2013: 223) langkah-langkah model Make a Match harus
melalui enam fase:
a. Fase 1: Menyiapkan beberapa kartu
15
Guru menyiapkan beberapa kartu yang berupa pertanyaan maupun jawaban
sesuai dengan materi.
b. Fase 2: Membagikan beberapa kartu
Setiap siswa mendapatkan satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu
yang di pegang
c. Fase 3: Mencari Pasangan
Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya
(kartu soal/kartu jawaban)
d. Fase 4: Mencocokan Kartu
Siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
e. Fase 5: Mempresentasikan
Siswa yang sudah mencocokan kartunya kemudian mempresentasikan di depan
kelas.
f. Kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi yang telah dipersentasikan
siswa.
2. Prinsip Reaksi
Pada prinsip reaksi ini menggambarkan tingkah laku guru dalam
memperlakukan siswa ketika belajar. Dalam model Make a Match guru berperan
sebagai fasilitator. Guru juga berperan sebagai pembimbing setiap kelompok
dengan menciptakan suasana yang menyenangkan. Guru menjelaskan tentang tata
cara/aturan model pembelajaran Make a Match pembelajaran yang akan
berlangsung dengan jelas sehingga semua siswa dapat memahami dengan baik.
Guru memfasilitasi dan mengarahkan siswa dalam membentuk kelompok dengan
transisi yang efisien. Setelah siswa dibagi ke dalam 2 kelompok, guru
memberikan arahan tentang cara kelompok; dimana guru membagikan kartu
pertanyaan kepada kelompok A dan kartu pada kelompok B. Guru meminta
semua anggota kelompok untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika
mereka sudah menemukan pasangannya masing-masing, siswa harus melaporkan
diri kepada guru. Guru akan mencatat siswa dan pasangannya pada kertas yang
dipersiapkan. Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan
16
siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan
apakah pasangan ini cocok atau tidak. Setelah siswa mempresentasikan
pekerjaannya, guru melakukan pemantapan materi dan memberikan konfirmasi
tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang
memberikan presentasi apabila siswa mengalami miskonsepsi.
3. Sistem Sosial
Sistem sosial/norma yang terdapat dalam model ini berlandaskan pada proses
demokrasi dan keputusan kelompok. Guru dan siswa memiliki status yang sama,
namun menduduki peran yang berbeda (Joyce, Weil dan Calhoun, 2009:323).
Guru tidak sepenuhnya menjadi pusat perhatian, namun ada kalanya perhatian
tersebut tertuju pada siswa. Sistem sosial dalam pembelajaran ini berupa sikap
saling membantu antar teman dalam kelompok. Siswa saling bahu-membahu
dalam mencari pasangan untuk saling melengkapi antara pertanyaan dan jawaban
yang paling tepat atas kartu yang diterima. Setelah menemukan pasangannya
sesuai dengan kartu pertanyaan dan jawaban kelompok ini akan
mempresentasikan ke depan. Setelah melakukan presentasi, kelompok yang lain
menghargai pendapat dari kelompok yang maju.
4. Daya Dukung
Sistem pendukung yang diperlukan dalam pembelajaran kooperatif Make a
Match salah satunya adalah kondisi lingkungan fisik sesuai kebutuhan siswa
dalam pembelajaran seperti kebersihan dan kenyamanan ruang kelas, ketersediaan
sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang proses pembelajaran yang
berupa meja, kursi, papan tulis, board marker. Selain itu, guru harus
mempersiapkan bahan ajar yang digunakan yaitu berupa materi untuk siswa atau
berupa pertanyaan yang siap diajukan kepada siswa dan sumber belajar (buku dan
lingkungan sekitar siswa) yang berkaitan dengan materi Organ Pernapasan
Manusia dan Hewan. Guru juga harus membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran.
5. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Dampak instruksional merupakan hasil belajar yang harus dicapai siswa
berupa kemampuan siswa setelah menerima atau menyelesaikan pengalaman
17
belajarnya. Secara umum, dampak instruksional setelah siswa mengikuti
pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a
Match yaitu proses pembentukan dan pengelolaan kelompok dapat dilakukan
secara efisien sesuai minat siswa namun masih dalam kontrol guru; sehingga
proses pembelajaran secara berkelompok dapat berjalan dengan baik dan
mencapai tujuan yang diharapkan. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe
Make a match ini, diharapkan dapat membiasakan siswa untuk membangun
pengetahuannya melalui pencarian pasangan sesuai kelompok, sehingga siswa
akan lebih termotivasi untuk belajar. Melalui proses kerjasama dalam kelompok,
siswa berlatih untuk disiplin dan tanggung jawab dari masing-masing anggota
kelompok. Sehingga semua anggota kelompok dapat berpartisipasi aktif dalam
mencari pasangan untuk mencocokan antara kartu pertanyaan dan jawaban
Keterangan:
Keterangan:
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring - - - - - - - - - - - - - - - -
Gambar 2.1
Dampak Pengiring dan Dampak Insruksional Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Make a Match
Secara khusus, dampak instruksional dalam pembelajaran IPA dengan
materi Organ Pernapasan Manusia dan Hewan melalui model pembelajaran Make
Make a match
Menjelaskan organ
pernapasan manusia
Menjelaskan organ
pernapasan hewan
Tekun
Sportif
Toleransi
Demokratis
Kerjasama
Percaya Diri
Konsentrasi
Tanggung Jawab
18
a Match dengan media Flashcard adalah menjelaskan fungsi organ pada saluran
pernapasan manusia dan hewan. Dampak pengiring adalah hasil belajar lain yang
muncul dari suasana pembelajaran yang dialami siswa diluar arahan dari guru.
Secara umum, dampak pengiring yang timbul dari pembelajaran IPA dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match adalah siswa
mampu mencari pasangan bersama kelompoknya yang sesuai dengan kartu yang
diperoleh, sehingga timbul rasa saling menerima kemampuan kebersamaan untuk
menjadi dalam satu kelompok. Adanya rasa tanggung jawab atas tugas yang
diperoleh. Adanya rasa percaya diri dalam menentukan atau menemukan
pasangan dari pertanyaan atau jawaban dari kelompok itu.
Secara khusus, dampak pengiring yang akan didapatkan siswa dalam
pembelajaran IPA materi organ pernapasan manusia dengan menggunakan model
pembelajaran Make a match adalah menumbuhkan rasa saling menghargai
pendapat teman/demokratis, tanggung jawab, berpikir kritis, menumbuhkan jiwa
kerja sama, tekun dalam mencari jawaban,melatih siswa untuk sportif, dan
konsentrasi untuk menemukan pasangan dari kartu pertanyaan atau jawaban.
Menumbuhkan rasa percaya diri untuk mengemukakan pendapat dan
mempresentasikan jawaban didepan kelas. Dampak instruksional dan dampak
pengiring dalam model Make a match digambarkan dalam bagan 2.1.
2.3.1.4 Strategi Implementasi Model Make a Match
Strategi implementasi yang harus ditempuh dalam pelaksanaan
pembelajaran IPA dengan model Make a Match
19
Tabel: 2.2 Implementasi Model Make a Match
No. Aktivitas Guru Langkah-langkah
pokok
Aktivitas Siswa
1. Guru menyiapkan beberapa
kartu yang berisi beberapa
konsep atau topik yang
mungkin cocok untuk sesi
review (satu sisi kartu
berupa kartu soal dan sisi
sebaliknya berupa
jawaban).
Menyiapkan beberapa
kartu
Siswa
memperhatikan
penjelasan guru
tentang materi
yang diberikan
2. Guru membagikan beberapa
kartu kepada siswa.
Membagikan beberapa
kartu
Setiap siswa
mendapatkan satu
kartu dan
memikirkan
jawaban atau soal
dari kartu yang di
pegang
3. Guru menyampaikan kepada
siswa bahwa mereka harus
mencari atau mencocokkkan
kartu yang dipegang dengan
kartu kelompok lain. Guru
juga perlu menyampaikan
batasan waktu yang
diberikan kepada siswa
Mencari Pasangan Siswa mencari
pasangan yang
mempunyai kartu
yang cocok
dengan kartunya
(kartu soal/kartu
jawaban)
4. Guru menyampaikan
kepada siswa bahwa
mereka harus mencari atau
mencocokkkan kartu yang
dipegang dengan kartu
kelompok lain. Guru juga
perlu menyampaikan
batasan waktu yang
diberikan kepada siswa
Mencocokan Kartu Siswa yang dapat
mencocokan
kartunya sebelum
batas waktu diberi
poin
5. Guru meminta siswa yang
mendapat pasangan utuk
mempresentasikan isi
kartunya
Mempresentasikan Siswa yang sudah
mencocokan
kartunya
kemudian
mempresentasikan
di depan kelas
6. Guru memberikan
konfirmasi/kesimpulan
dari hasil yang
dipresentasikan siswa
Kesimpulan Siswa
mendengarkan
konfirmasi dari
guru
20
2.4.1 Media Pembelajaran
2.4.1.1 Pengertian Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “medium”
yang secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar” yaitu perantara atau
pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Sedangkan menurut Indriana
(2011: 13-69) media adalah alat saluran komunikasi.
Ciri-ciri umum media pengajaran:
a. Media menekankan pada alat peraga.
b. Media merupakan bentuk komunikasi antara guru dengan siswa.
c. Media merupakan alat bantu utama dalam kegiata pembelajaran.
d. Media berkaitan erat dengan metode mengajar.
Media pembelajaran hanya meliputi media yang dapat digunakan secara
efektif dalam proses pembelajaran yang terencana (arti sempit). Media
pembelajaran tidak hanya meliputi media komunikasi elektronik yang kompleks,
tetapi juga bentuk sederhana, seperti slide, foto, gambar, diagram buatan guru,
objek nyata dan kunjungan ke luar kelas (arti luas)
Dari beberapa pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan
pesan atau informasi dalam proses belajar mengajar sehingga dapat merangsang
perhatian dan minat siswa dalam belajar.
2.4.1.2 Manfaat Media Pembelajaran
Menurut Kemp & Dayton, dalam Arsyad (2013, 25-26) mengemukakan
beberapa hasil penelitian menunjukkan dampak positif dari penggunaan media
sebagai bagian integral pembelajaran di kelas atau sebagai ciri utama
pembelajaran langsung, diantaranya:
a. Pembelajaran bisa lebih menarik
b. Lama waktu pembelajaran yang diperluakn dapat dipersingkat
c. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan
d. Pembelajaran dapat diberikan kapan dan dimana saja
21
e. Sikap positif terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses
belajar yang dapat ditingkatkan
f. Peran guru dapat berubah kearah yang lebih positif
Maka dapat disimpulkan bahwa manfaat media pembelajaran adalah
membantu dalam penyampaian bahan pengajaran kepada siswa untuk
meningkatkan kualitas siswa yang aktif dan interaktif sehingga dapat
mendukung kelancaran kegiatan pembelajaran di sekolah.
2.4.1.3 Media Flashcard
Gambar dapat digunakan sebagai media flashcard (kartu kecil yang berisi
gambar, teks, atau tanda simbol yang mengingatkan atau menuntun siswa kepada
sesuatu yang berhubungan dengan gambar itu). Ukuran Flashcard biasanya 8 x
12 cm, atau sesuai dengan besar kecilnya kelas yang dihadapi. Kartu abjad
misalnya, dapat digunakan untuk mengeja lancar (dalam bahasa arab atau bahasa
inggris). Kartu yang berisi gambar-gambar (benda-benda, binatang dan
sebagainya) dapat digunakan untuk melatih siswa mengeja dan memperkaya
kosakata. Kartu-kartu tersebut menjadi petunjuk dan rangsangan bagi siswa untuk
memberikan respon yang diinginkan. Misalnya, dalam latihan memperlancar
bacaan-bacaan sholat, gambar setiap gerakan dalam sholat dibuat diatas flashcard
(Arsyad, 2014: 115)
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan langkah-langkah media Flashcard yaitu:
a. Guru menampilkan gambar yang sedang dibahas
b. Siswa mengamati gambar
c. Flashcard digunakan sebagai pertimbangan siswa untuk mencari
pasangannya
d. Flashcard digunakan siswa untuk presentasi di depan kelas
2.4.1.4 Penerapan Model Pembelajaran Make a Match dengan Media
Flashcard dalam Pembelajaran IPA
Dalam penelitian yang akan dilaksanakan pada siswa kelas 5 SDN
Tambaharjo 02, peneliti akan menggunakan model pemebelajaran Make a Match
22
dengan Flashcard. Penggunaan model Make a Match dengan media Flashcard
dalam pembelajaran IPA diharapkan agar kegiatan lebih menarik, memudahkan
siswa menguasai materi, sehingga mencapai tujuan yang diharapakan.
Langkah-langkah penggunaan model Make a Match dengan media
Flashcard dalam pembelajaran IPA sebagai berikut:
Langkah-
langkah (Sintak)
Model
pembelajaran
Make a Match
Langkah-
langkah
(Sintak) Media
Flashcard
Langkah-langkah pembelajaran melalui Model
Make a Match dengan Media Flashcard
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Menyiapkan
beberapa kartu
Guru
menampilkan
gambar sesuai
dengan topik
bahasan yang
sedang di bahas
Guru menyiapkan kartu
yang berisi beberapa
konsep/ topik yang
mungkin cocok untuk sesi
review (satu sesi) berupa
kartu soal dan satu sisi
berupa jawaban
Siswa memperhatikan
penjelasan guru
tentang materi yang
diberikan
Membagi
beberapa kartu
Guru memberikan
beberapa kartu kepada
siswa
Setiap Siswa
mendapatkan satu
kartu dan memikirkan
jawaban/soal dari
kartu yang dipegang.
Mencari pasangan Flashcard
digunakan
sebagai
pertimbangan
siswa untuk
mencari
pasangan
Guru menyampaikan
kepada siswa bahwa
mereka harus mencari
pasangan/mencocokan
kartu yang dipegang
dengan kartu kelompok
lain. Guru juga
menyampaikan batasan
waktu yang diberikan
kepada siswa.
Siswa mencari
pasangan yang
mempunyai kartu
yang cocok dengan
kartunya.
Mencocokan kartu
Guru menyampaikan
kepada siswa bagi siswa
yang menemukan atau
sudah mencocokan kartu
yang dipegang untuk
berkumpul menjadi
kelompok
Siswa yang dapat
mencocokan kartunya
sebelum batas waktu
diberi poin.
Presentasi Flashcard dapat
dijadikan media
siswa untuk
presentasi di
depan kelas
Guru meminta siswa yang
mendapat pasangan sesuai
dengan kartunya untuk
mempresentasikan isi
kartunya.
Siswa yang sudah
mencocokan kartunya
kemudian
mempresentasikan di
depan kelas
Kesimpulan/
Konfirmasi
Guru memberikan
konfirmasi/kesimpulan dari
hasil yang dipresentasikan
Siswa mendengarkan
konfirmasi dari guru
23
2.5 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh
beberapa peneliti dalam penerapan model Make a Match untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran IPA pada siswa kelas 5 SDN Tambaharjo 02 Pati. Adapun
hasil penelitian tersebut diantaranya:
a. Penelitian yang dilakukan oleh Ria Lestari Romaito L. Tobing tahun 2012
dengan judul Meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model
pembelajaran Make a Match pada mata pelajaran IPA di kelas V SD Pancur
Batu. Hasil penelitiannya adalah berdasarkan hasil penelitian dari 30 orang
siswa pada saat pretest tingkat ketuntasan klasikal siswa kelas V dengan nilai
rata-rata 38,0. Pada siklus I rata-rata nilai siswa 64. Pada siklus II niali rata-rata
siswa 87,33. Dnegna demikian maka dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi daur air di kelas V SD Negeri
101820 Pancur Batu tahun Ajaran 2011/2012
b. Penelitian yang dilakukan oleh Dinar Arena Tiari, shaifuddin, Tri Budiharto
tahun 2012 dengan judul peningkatan pengetahuan tentang penyesuaian diri
makhluk hidup dengan menerapkan Make a Match. Adapun hasil penelitiannya
adalah tingkat ketuntasan klasikal siswa kelas V hanya sebesar 39,3%. Siklus I
meningkat menjadi 60,7%. Hasilnya ketuntasan klasikal pada siklus II
meningkat menjadi 89,3%. Berdasarkan hasil penelitian dalam dua siklus maka
dapat disimpulkan bahwa penerapan model kooperatif tipe make a match dapat
meningkatkan pengetahuan penyesuaian diri makhluk hidup pelajaran IPA
siswa kelas V SD Negeri Soco 01 tahun ajaran 2012/2013
c. Penelitian yang dilakukan oleh Rr. Isnaeni Budi Rahayu, Suhartono, Muh
Chamdani tahun 2013 dengan judul penggunaan model Make a Match dalam
peningkatan pembelajaran IPA tentang Bumi dan Alam Semesta siswa kelas V
SDN 3 Waluyo. Adapun hasil penelitiannya adalah siklus I meningkat menjadi
62,50%. Hasilnya ketuntasan pada siklus II meningkat menjadi 78,13%. Hasil
ketuntasan pada siklus III meningkat menjadi 87,50%. Berdasarkan hasil
penelitian dalam dua siklus maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model
24
kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan pembelajaran IPA tentang
Bumi dan Alam Semesta siswa kelas V SDN 3 Waluyo
d. Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Febriana pada tahun2011 dengan judul
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran IPS siswa kelas V SDN Kalibanteng
Kidul 01 Kota Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan skor rata-rata
keterampilan guru dalam siklus I adalah 3,5 dengan kategori baik, siklus II
adalah 3,7 dengan kategori baik dan siklus III adalah 3,9 dengan kategori baik
juga. Rata-rata aktivitas siswa pada siklus I adalah 3,0 dengan kategori sangat
baik, siklus II 3,7 dengan kategori sangat baik dan yang terakhir dalam siklus
III adalah 3,8 dengan kategori sangat baik juga. Siswa ketuntasan belajar di
awal kondisi hanya 2 dari 48 siswa yang mencapai KKM (65). Rata-rata proses
sosial pembelajaran yang diperoleh dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Make a Match. Perbandingan siklus I adalah 62,27 dan 26 dari
48 siswa yang mengalami ketuntasan belajar dengan presentase 54,16%.
Dalam siklus II adalah 71,46 dan 36 dari 48 siswa telah belajar dengan
presentase kelengkapan 75%. Dalam siklus III adalah 79,90
e. Penelitian yang dilakukan oleh Jahanbakhsh Nikoopour dan Azin Kazemi
tahun 2014 dengan judul Vocabulary Learning through Digitized & Non
digitized Flashcard Delivery. Berdasarkan hasil hasil penelitian kepada 109
mahasiswa yang dibagi menjadi 3 kelompok dalam proses belajar mengenal
kosa kata Bahasa Inggris yakni kelompok dengan menggunakan ponsel,
kelompok dengan menggunakan online dan kelompok dengan menggunakan
flashcard kertas. Peserta didik mengalami kemajuan dalam penguasaan kosa
kata Bahasa Inggris mengalami peningkatan saat mahasiswa menggunakan
flashcard ponsel belajar daripada menggunakan kertas flashcard.
f. Penelitian yang dilakukan oleh Mawardi dan Desty Lusia Sari tahun 2015
dengan judul Keefektifan Model Pembelajaran Picture and Picture dan Make a
Match ditinjau dari Hasil Belajar Dalam Pembelajaran IPA Kelas 4 SD Gugus
Mawar–Suruh. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa pembelajaran yang sesuai dengan sintak telah mencapai 82,76%,
25
sedangkan yang belum dilaksanakan sintaknya adalah mencapai 17,24%.
Sebenarnya guru telah melaksanakan pembelajaran sesuai sintak model
pembelajaran picture and picture tetapi ada langkah-langkah lain lain yang
belum dilaksanakan guru, maka hasil observasi belum mencapai 100%. Sesuai
data yang diambil, bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen (nilai pretest)
sebelum proses pembelajaran dengan perlakuan model picture and picture
sebesar 60,53 dengan standar deviasi 15,53622. Sedangkan setelah diberikan
proses pembelajaran dengan perlakuan model picture and picture didapatkan
nilai rata-rata (nilai posttest) meningkat menjadi 72,63 dengan standar deviasi
18,66134. Hal lain yang tampak adalah nilai tertinggi yang dicapai pada pretest
adalah 85 dan nilai terendahnya 35. Sedangkan pada posttest nilai tertinggi
yang berhasil dicapai adalah 95 dan nilai terendahnya 25.
g. Penelitian yang dilakukan oleh Upit Nurlita Kusuma, Chamdani, Imam tahun
2013 dengan judul penarapan Make a Match dengan kartu kata bergambar
dalam pembelajaran Bahasa Inggris siswa kelas 5 SDN 2 Bumirejo.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hasil
observasi terhadap guru dari siklus 1, siklus 2, siklus 3 yaitu 77,03%. Rata-rata
persentase terhadap guru dari siklus1 sampai 3 sebesar 79,03%. Rata-rata
presentase pada siklus I 58,13%, siklus II 73,78% dan siklus III 87,31%
h. Penelitian yang dilakukan oleh Heri Lukito dengan judul penelitian
Peningkatan Keaktifan dan Hasil belajar Siswa melalui Model Pembelajaran
Make a Match (Flagcard) Mata Pelajaran IPS Kelas VI SDN Mangunlegi 01
Semester 1 Tahun Pelajaran 2014/2015. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
hasil penelitian menunjukkan aktivitas siswa pada siklus I memperoleh nilai
67,7 (34%), pada siklus II mendapatkan nilai 77,4 (45%). Hasil belajar pada
siklus I nilai rata-rata siswa sebesar 66,8 dengan persentase klasikal 35%, pada
siklus II nilai rata-rata meningkat menjadi 78,4 dengan persentase klasikal
53%.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut ditunjukkan bahwa dengan
menggunakan model Make a Match dalam pembelajaran merupakan salah satu
alternatif untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar. Beberapa penelitian
26
tersebut dijadikan acuan oleh peneliti untuk melakukan penelitian tindakan kelas
dengan judul “Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA melalui Model
Pembelajaran Make a Match dengan Media Flashcard pada Siswa Kelas 5 SDN
Tambaharjo 02 Pati pada Tahun Pelajaran 2016/2017.
2.6 Kerangka Pikir
Berdasarkan kajian tersebut diatas, dapat diambil pokok pemikiran bahwa
pembelajaran IPA Kelas 5 SDN Tambaharjo 02 Pati belum mencapai hasil yang
maksimal. Hal ini disebabkan oleh faktor siswa, kegiatan pembelajaran. Kesulitan
yang sering dihadapi dalam pembelajaran, karena siswa merasa bosan hanya
memperhatikan buku, serta tidak berminat dalam pembelajaran yang bersifat satu
arah. Sementara dari sikap siswa saat pembelajaran siswa cenderung diam dan
tidak aktif dalam pembelajaran, yang membuat kondisi belajar dikelas tidak
optimal, sehingga berdampak pada tingkat pemahaman siswa. Keaktifan siswa
rendah, beberapa anak justru bergurau dengan teman lain yang ada dibangku
belakang. Media yang digunakan dalam pembelajaran hanya mengandalkan buku
siswa yang ada dari pemerintah, kekurangan sumber pengetahuan untuk
memperdalam materi. Karena itu, pengetahuan yang dimiliki siswa belum
maksimal karena siswa masih belajar secara individual, belum adanya kegiatan
yang mengaktifkan pikiran mereka, yang membuat pembelajaran menjadi lebih
bermakna sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Melihat kondisi tersebut, peneliti merencanakan untuk melakukan
tindakan perbaikan pembelajaran IPA melalui model pembelajaran Make a Match
dengan berbantuan media Flashcard. Dengan menerapkan model Make a Match
dengan media Flashcard dapat membantu guru dengan mudah untuk membantu
siswa mengingat kembali materi yang telah disampaikan guru. Karena disini
siswa dituntut untuk aktif mengingat dan menjelaskan kembali materi yang telah
diberikan guru dalam bentuk permainan.
Tindakan perbaikan yang peneliti lakukan pada pembelajaran IPA KD
Organ Pernapasan Manusia dan Hewan melalui model pembelajaran Make a
Match dengan media Flashcard. Diharapkan dapat memberikan peningkatan pada
aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa. Selanjutnya dapat memberikan masukan
27
bagi guru untuk selalu menerapkan pembelajaran inovatif dan menyenangkan agar
siswa antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Maka kerangka pikir dalam penelitian ini digambarkan dengan skema
berikut:
Langkah-langkah make a match dengan flashcard:
a. Guru menjelaskan materi pelajaran secara global
b. Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang materi yang diberikan
c. Guru membagi siswa menjadi dua kelompok yakni kelompok A dan
kelompok B
d. Siswa yang mendapatkan pasangan mempresentasikan kartu mereka
secara seksama dengan berbantuan media Flashcard yang ada di
depan kelas
e. Siswa memperhatikan penjelasan dari guru mengenai peraturan
permainan yang hendak dilakukan siswa
f. Siswa yang mendapatkan pasangan mempresentasikan kartu mereka
secara seksama dengan media Flashcard yang ada
g. Guru memandu siswa yang tidak mendapat pasangan untuk
memberikan tanggapan kepada temannya yang presentasi
h. Siswa yang tidak mendapatkan pasangan memberikan tanggapan
terhadap presentasi siswa yang berada di depan kelas
i. Guru memberikan konfirmasi
j. Siswa mendengarkan konfirmasi dari guru
Keaktifapan
siswa rendah
Guru
Ceramah Kondisi
Awal
Menggunakan model
pembelajaran make a
match dengan flashcard
Hasil
belajar
siswa
rendah
Tindakan
Aktivitas siswa meningkat dampaknya hasil belajar meningkat
28
2.7 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori, kajian empiris, dan kerangka pikir yang telah
diuraikan, hipotesis tindakan dapat dirumuskan sebagai berikut::
1. Ada peningkatan keaktifan siswa yang signifikan dengan digunakannya model
pembelajaran Make a Match dengan media Flashcard pada pembelajaran IPA
siswa kelas 5 SDN Tambaharjo 02 Pati.
2. Ada peningkatan hasil belajar yang signifikan dengan digunakannya model
pembelajaran Make a Match dengan media Flashcard pada pembelajaran IPA
siswa kelas 5 SDN Tambaharjo 02.
Recommended