22
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Pembelajaran 2.1.1 Hakikat IPA 2.1.1.1 Pengertian IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya (Samatowa, 2010: 2). Menurut Rustaman, (2011:1) IPA merupakan suatu proses yang menghasilkan pengetahuan. Merupakan suatu kebutuhan yang dicari manusia karena memberikan suatu cara berpikir sebagai struktur yang utuh. Adapun Sulistyorini, dalam Mawardi (2015: 5(3) 82-83) mengatakan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan Adapun Wahyana, dalam Trianto (2014: 136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis dan penerapannya secara umum terbatas pada gejala gejala alam serta lahir dan berkembang melalui metode ilmiah. 2.1.1.2 Pembelajaran IPA di SD Hakikat IPA sebagaimana dijelaskan diatas, maka nilai nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut: a. Kecakapan bekerja, berfikir secara teratur, sistematis menurut langkah langkah metode ilmiah

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13000/2/T1_282014010_BAB II... · Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi

Embed Size (px)

Citation preview

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Pembelajaran

2.1.1 Hakikat IPA

2.1.1.1 Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan yang rasional dan objektif

tentang alam semesta dengan segala isinya (Samatowa, 2010: 2).

Menurut Rustaman, (2011:1) IPA merupakan suatu proses yang menghasilkan

pengetahuan. Merupakan suatu kebutuhan yang dicari manusia karena

memberikan suatu cara berpikir sebagai struktur yang utuh.

Adapun Sulistyorini, dalam Mawardi (2015: 5(3) 82-83) mengatakan IPA

(Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan

cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya

penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan

Adapun Wahyana, dalam Trianto (2014: 136) mengatakan bahwa IPA adalah

suatu kumpulan pengetahuan tersusun sistematik, dan dalam penggunaannya

secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya

ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap

ilmiah.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu kumpulan

teori yang sistematis dan penerapannya secara umum terbatas pada gejala – gejala

alam serta lahir dan berkembang melalui metode ilmiah.

2.1.1.2 Pembelajaran IPA di SD

Hakikat IPA sebagaimana dijelaskan diatas, maka nilai – nilai IPA yang

dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut:

a. Kecakapan bekerja, berfikir secara teratur, sistematis menurut langkah –

langkah metode ilmiah

8

b. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, menggunakan

alat – alat eksperimen untuk memecahkan masalah

c. Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik

dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan (Prihantoro

Laksmi, dalam Trianto, 2014: 141-142)

Berdasarkan KTSP SD/MI (2006: 484-485) merupakan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis, bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

berupa fakta, konsep, atau prinsip saja. Pembelajaran IPA diharapkan bisa

menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari alam sekitar. Supaya dapat

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari melalui pemecahan

masalah yang dapat diidentifikasikan. Jadi, pembelajaran IPA di SD/MI

menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara konkrit sesuai kenyataan

yang ada sehingga dapat mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar siswa memiliki kemampuan

sebagai berikut:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan serta keteraturan alam ciptaan-Nya

b. Mengembangkan pengetahuan pemahaman konsep-konsep.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap ilmiah terhadap sains, lingkungan,

teknologi dan masyarakat.

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah sehingga dapat membuat keputusan

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga

dan melestarikan lingkungan alam

f. Meningkatkan kesadaran menghargai alam sebagai salah satu ciptaan Tuhan

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsepsi, sebagai dasar melanjutkan

pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.1.3 Cakupan KD Mata Pelajaran IPA

Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek

berikut:

9

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan yaitu manusia, hewan, tumbuhan,

lingkungan, serta kesehatan

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas

c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda

langit lainnya

Cakupan KD dalam penelitian ini adalah pembelajaran IPA di kelas 5

semester ganjil tentang materi Organ Pernapasan Manusia dan Hewan, dengan

Standar Kompetensi 1. Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan

dan Kompetensi Dasar 1.1 mengidentifikasi fungsi organ pernapasan manusia dan

Kompetensi Dasar 1.2 mengidentifikasi fungsi organ pernapasan pada hewan.

2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA kelas 5 semester I

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Mengidentifikasi fungsi organ tubuh

manusia dan hewan

1.1 mengidentifikasi fungsi organ

pernapasan manusia

1.2 mengidentifikasi fungsi organ

pernapasan hewan misal ikan,

cacing tanah

2.1.2 Keaktifan Belajar

2.1.2.1 Pengertian Keaktifan Belajar

Rohani (2004: 6-7) belajar dikatakan berhasil harus melalui berbagai macam

aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik meliputi siswa giat,

aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja. Siswa yang

memiliki aktivitas psikis (kejiwaaan) adalah jika daya jiwanya bekerja atau

banyak berfungsi dalam rangka pembelajaran. Jika siswa aktif jasmaninya maka

jiwanya juga aktif.

Ratmi dalam Tri Hardini, (2015: 5(3)124) Keaktifan belajar terdiri dari kata

kreativitas dan kata belajar. Keaktifan memiliki kata dasar aktif berarti giat dalam

belajar dan berusaha. Keaktifan belajar berarti usaha atau kerja yang dilakukan

dengan giat dalam belajar. Ciri-ciri keaktifan belajar meliputi: 1) keinginan dan

keberanian menampilkan perasaan, 2) keinginan, keberanian, kesempatan,

10

berprestasi dalam kegiatan baik persiapan, proses dan kelanjutan belajar, 3)

penampilan berbagai usaha dan kreativitas belajar mengajar dalam menjalani

maupun menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai keberhasilan,

4) kebebasan, keluasan melakukan hal tersebut tanpa tekanan guru atau pihak lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar, menurut Nana Sudjana (Tri

Hardini, (2015: 5(3)124-125) menyatakan bahwa ada lima hal yang

mempengaruhi keaktifan belajar, yakni: 1) stimulus belajar, 2) perhatian dan

motivasi, 3) respon yang dipelajarinya, 4) penguatan, 5) pemakaian dan

pemindahan.

Guru bertanggung jawab atas kegiatan proses pembelajaran di dalam kelas.

Oleh sebab itu, gurulah yang langsung memberikan kemungkinan bagi para siswa

belajar dengan efektif melalui pembelajaran yang dikelolanya. Peran guru dalam

proses belajar mengajar masih tetap memegang peranan penting. Peranan guru

dalam proses pengajaran tidak tergantikan oleh mesin, radio, tape recorder

ataupun komputer yang paling modern sekalipun. Unsur manusiawi seperti sikap,

sistem nilai, perasaan, tidak dapat diajarkan melalui mesin.

Dengan demikian guru memegang peranan penting terhadap proses belajar

siswa melalui pembelajaran yang dikelolanya. Untuk itu guru perlu menciptakan

kondisi kelas interaktif dengan siswa, agar dapat melakukan berbagai aktivitas

belajar dengan aktif.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa keaktifan

belajar siswa adalah kegiatan serta kemampuan untuk memahami pengetahuan

atau memecahkan suatu permasalahan

2.1.2.2 Indikator Keaktifan Belajar

Terdapat beberapa prinsip belajar yang dapat menunjang tumbuhnya cara

belajar siswa aktif, yakni (1) stimulus(rangsangan) belajar; (2) perhatian dan

motivasi, (3) respon; (4) penguatan serta umpan balik; (5) pemakaian dan

pemindahan. Berikut ini dijelakan secara umum kelima prinsip tersebut:

a. Stimulasi Belajar

Dalam menyampaikan informasi guru terlebih dulu memberikan stimulus

kepada siswa. Stimulus biasanya berupa visual, audiovisual dan lainnya.

11

Pemberian stimulus bertujuan agar dapat berkomunikasi lebih baik.

b. Perhatian dan motivasi

Perhatian dan motivasi merupakan syarat utama dalam proses belajar

mengajar. Tanpa diberi perhatian dan motivasi hasil belajar yang dicapai siwa

tidak akan optimal. Stimulus belajar yang diberikan guru tidak akan berarti apa-

apa jika siswa tidak juga memperhatikan. Oleh sebab itu, guru harus berusaha

menumbuhkan perhatian dan motivasi.

c. Respon yang dipelajari

Respon siswa terhadap stimulus guru, bisa meliputi berbagai bentuk

seperti perhatian, proses internal terhadap informasi, tindakan nyata dalam bentuk

partisipasi kegiatan belajar dan sebagainya.

Keterkaitan stimulus dan respon guru dan siswa didukung oleh penerapan strategi

belajar yang tepat. Strategi pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa, lebih

efektif.

d. Penguatan

Sumber penguat belajar untuk memuaskan kebutuhan berasal dari nilai,

pengakuan prestasi siswa, persetujuan pendapat siswa, ganjaran, hadian dan

lainnya.

e. Pemakaian dan pemindahan

Belajar dengan memperluas pembentukan asosiasi dapat meningkatkan

kemampuan siswa untuk memindahkan apa yang sudah dipelajari kepada situasi

lain yang serupa di masa mendatang. Serta dapat dipakai untuk kebutuhan yang

akan datang.

2.1.3 Hasil Belajar

Keterampilan guru serta aktivitas siswa juga sangat berpengaruh terhadap

hasil belajar siswa. Dengan adanya kerjasama antara guru dan siswa diharapkan

ada perubahan terhadap hasil belajar.

Ada beberapa pengertian tentang hasil belajar menurut para ahli, salah

satunya yaitu Rifa’i (2009: 85) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang

diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Aspek perubahan

perilaku tergantung yang dipelajari oleh siswa.

12

Menurut Bloom (dalam Suprijono: 2010: 5-7) hasil belajar mencakup

kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Berdasarkan pendapat diatas, disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan

perubahan perilaku meliputi pola-pola perbuatan, nilai, pengertian, sikap,

apresiasi, keterampilan mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Perubahan terjadi karena adanya perubahan perilaku dari guru maupun siswa

setelah mengikuti proses belajar.

Indikator hasil belajar pada mata pelajaran IPA mengacu pada nilai KKM

SDN Tambaharjo 02 yaitu 75.

2.2.1 Model Pembelajaran

2.2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran

Arends, dalam shoimin (2014: 23-24) menyatakan, “The term teaching model

refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax,

environment, and management system.” Artinya, model pengajaran mengarah

pada suatu pendekatan pembelajaran termasuk tujuan, sintaks, lingkungan, dan

sistem pengelolaan.

Banyak guru yang sudah menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran itu digunakan untuk memberikan kemudahan bagi siswa

untuk memahami dan menguasai pelajaran. Penggunaan model pembelajaran

sangat tergantung dari karakteristik siswa maupun mata pelajaran. Semua

tergantung situasi dan kondisinya.

Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi pengajar dan para

guru dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa setiap

model yang akan digunakan dalam pembelajaran menentukan perangkat yang

dipakai dalam pembelajaran tersebut (Shoimin, 2014: 24)

Pengertian model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada

strategi, metode, prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang

tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau pzrosedur. Ciri-ciri tersebut antara lain:

1) rasional teoretik, logis yang disusun oleh pengembangnya, 2) landasan

pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang

13

akan dicapai), 3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut

dapat dilaksanakan dengan berhasil, 4) lingkungan belajar yang diperlukan agar

tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur, 2000 dalam Shoimin,

2014)

2.2.1.2 Model pembelajaran Kooperatif

Sesuai pendapat Suprijono (2010: 54-65) pembelajaran kooperatif adalah

konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kelompok termasuk bentuk-bentuk

yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.

Menurut (Suprijono, 2012: 65), langkah-langkah model cooperative

learning terdiri dari enam fase:

1. Fase 1: fase goals and set (menyampaikan tujuan dan menyiapkan peserta

didik)

2. Fase 2: present information (menyajikan informasi)

3. Fase 3: organize students into learning teams (mengorganisasi peserta didik ke

dalam tim-tim belajar)

4. Fase 4: assist team work and study (membantu kerja tim dan belajar)

5. Fase 5: test on the materias (mengevaluasi)

6. Fase 6: provide recognition (memberikan penghargaan)

2.3.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match

2.3.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Make a Match

Model pembelajaran Make a Match dikembangkan oleh Lorna Curran.

Ciri utama model make a match adalah siswa diminta mencari pasangan kartu

yang merupakan jawaban atau pertanyaan materi tertentu dalam pembelajaran.

Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar

mengenai suatu konsep atau topik dalam susana yang menyenangkan. Teknik ini

bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia

(Isjoni, dalam Shoimin, 2014: 98)

Karakteristik model pembelajaran Make a Match adalah memiliki

hubungan yang sangat erat dengan karakteristik siswa yang senang bermain.

14

Model Make a Match harus didukung dengan keaktifan siswa untuk bergerak

mencari pasangan dengan kartu yang sesuai dengan jawaban atau pertanyaan

dalam kartu tersebut. Siswa yang pembelajarannya dengan model Make a Match

aktif dalam mengikuti pembelajaran sehingga dapat mempunyai pengalaman

belajar yang bermakna (Shoimin, 2014: 98).

2.3.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Make a Match

1. Kelebihan Model Pembelajaran Make a Match

Menurut Huda (2014: 253) kelebihan model Make a Match antara lain:

a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik

b. Karena ada unsur permainan, model pembelajaran ini menyenangkan

c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa

d. Efektif sebagai sarana melatih keberaniaan siswa untuk tampil presentasi

e. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar

2. Kelemahan Model Pembelajaran Make a Match

Menurut Shoimin (2014: 99) kelemahan model Make a Match antara lain:

a. Bimbingan dari guru untuk melaksanakan pembelajaran sangat diperlukan

b. Suasana kelas menjadi gaduh sehingga dapat menggangu kelas lain

c. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai

2.3.1.3 Komponen-Komponen Model Pembelajaran Make a Match

Sebagaimana dipaparkan Joyce, Weil dan Calhoun (2009:104-106) setiap

model pembelajaran mengandung beberapa unsur yaitu, sintakmatik (tahap-tahap

kegiatan), sisem sosial (situasi atau suasana), prinsip reaksi (perilaku guru

terhadap siswa), sistem pendukung (sarana dan alat), dan dampak insruksional dan

pengiring. Unsur-unsur yang yang terkandung dalam model Make a Match adalah

sebagai berikut:

1. Sintagmatik (Sintak)

Menurut Rusman (2013: 223) langkah-langkah model Make a Match harus

melalui enam fase:

a. Fase 1: Menyiapkan beberapa kartu

15

Guru menyiapkan beberapa kartu yang berupa pertanyaan maupun jawaban

sesuai dengan materi.

b. Fase 2: Membagikan beberapa kartu

Setiap siswa mendapatkan satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu

yang di pegang

c. Fase 3: Mencari Pasangan

Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya

(kartu soal/kartu jawaban)

d. Fase 4: Mencocokan Kartu

Siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu diberi poin

e. Fase 5: Mempresentasikan

Siswa yang sudah mencocokan kartunya kemudian mempresentasikan di depan

kelas.

f. Kesimpulan

Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi yang telah dipersentasikan

siswa.

2. Prinsip Reaksi

Pada prinsip reaksi ini menggambarkan tingkah laku guru dalam

memperlakukan siswa ketika belajar. Dalam model Make a Match guru berperan

sebagai fasilitator. Guru juga berperan sebagai pembimbing setiap kelompok

dengan menciptakan suasana yang menyenangkan. Guru menjelaskan tentang tata

cara/aturan model pembelajaran Make a Match pembelajaran yang akan

berlangsung dengan jelas sehingga semua siswa dapat memahami dengan baik.

Guru memfasilitasi dan mengarahkan siswa dalam membentuk kelompok dengan

transisi yang efisien. Setelah siswa dibagi ke dalam 2 kelompok, guru

memberikan arahan tentang cara kelompok; dimana guru membagikan kartu

pertanyaan kepada kelompok A dan kartu pada kelompok B. Guru meminta

semua anggota kelompok untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika

mereka sudah menemukan pasangannya masing-masing, siswa harus melaporkan

diri kepada guru. Guru akan mencatat siswa dan pasangannya pada kertas yang

dipersiapkan. Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan

16

siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan

apakah pasangan ini cocok atau tidak. Setelah siswa mempresentasikan

pekerjaannya, guru melakukan pemantapan materi dan memberikan konfirmasi

tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang

memberikan presentasi apabila siswa mengalami miskonsepsi.

3. Sistem Sosial

Sistem sosial/norma yang terdapat dalam model ini berlandaskan pada proses

demokrasi dan keputusan kelompok. Guru dan siswa memiliki status yang sama,

namun menduduki peran yang berbeda (Joyce, Weil dan Calhoun, 2009:323).

Guru tidak sepenuhnya menjadi pusat perhatian, namun ada kalanya perhatian

tersebut tertuju pada siswa. Sistem sosial dalam pembelajaran ini berupa sikap

saling membantu antar teman dalam kelompok. Siswa saling bahu-membahu

dalam mencari pasangan untuk saling melengkapi antara pertanyaan dan jawaban

yang paling tepat atas kartu yang diterima. Setelah menemukan pasangannya

sesuai dengan kartu pertanyaan dan jawaban kelompok ini akan

mempresentasikan ke depan. Setelah melakukan presentasi, kelompok yang lain

menghargai pendapat dari kelompok yang maju.

4. Daya Dukung

Sistem pendukung yang diperlukan dalam pembelajaran kooperatif Make a

Match salah satunya adalah kondisi lingkungan fisik sesuai kebutuhan siswa

dalam pembelajaran seperti kebersihan dan kenyamanan ruang kelas, ketersediaan

sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang proses pembelajaran yang

berupa meja, kursi, papan tulis, board marker. Selain itu, guru harus

mempersiapkan bahan ajar yang digunakan yaitu berupa materi untuk siswa atau

berupa pertanyaan yang siap diajukan kepada siswa dan sumber belajar (buku dan

lingkungan sekitar siswa) yang berkaitan dengan materi Organ Pernapasan

Manusia dan Hewan. Guru juga harus membuat Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran.

5. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring

Dampak instruksional merupakan hasil belajar yang harus dicapai siswa

berupa kemampuan siswa setelah menerima atau menyelesaikan pengalaman

17

belajarnya. Secara umum, dampak instruksional setelah siswa mengikuti

pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a

Match yaitu proses pembentukan dan pengelolaan kelompok dapat dilakukan

secara efisien sesuai minat siswa namun masih dalam kontrol guru; sehingga

proses pembelajaran secara berkelompok dapat berjalan dengan baik dan

mencapai tujuan yang diharapkan. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe

Make a match ini, diharapkan dapat membiasakan siswa untuk membangun

pengetahuannya melalui pencarian pasangan sesuai kelompok, sehingga siswa

akan lebih termotivasi untuk belajar. Melalui proses kerjasama dalam kelompok,

siswa berlatih untuk disiplin dan tanggung jawab dari masing-masing anggota

kelompok. Sehingga semua anggota kelompok dapat berpartisipasi aktif dalam

mencari pasangan untuk mencocokan antara kartu pertanyaan dan jawaban

Keterangan:

Keterangan:

Dampak Instruksional

Dampak Pengiring - - - - - - - - - - - - - - - -

Gambar 2.1

Dampak Pengiring dan Dampak Insruksional Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Make a Match

Secara khusus, dampak instruksional dalam pembelajaran IPA dengan

materi Organ Pernapasan Manusia dan Hewan melalui model pembelajaran Make

Make a match

Menjelaskan organ

pernapasan manusia

Menjelaskan organ

pernapasan hewan

Tekun

Sportif

Toleransi

Demokratis

Kerjasama

Percaya Diri

Konsentrasi

Tanggung Jawab

18

a Match dengan media Flashcard adalah menjelaskan fungsi organ pada saluran

pernapasan manusia dan hewan. Dampak pengiring adalah hasil belajar lain yang

muncul dari suasana pembelajaran yang dialami siswa diluar arahan dari guru.

Secara umum, dampak pengiring yang timbul dari pembelajaran IPA dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match adalah siswa

mampu mencari pasangan bersama kelompoknya yang sesuai dengan kartu yang

diperoleh, sehingga timbul rasa saling menerima kemampuan kebersamaan untuk

menjadi dalam satu kelompok. Adanya rasa tanggung jawab atas tugas yang

diperoleh. Adanya rasa percaya diri dalam menentukan atau menemukan

pasangan dari pertanyaan atau jawaban dari kelompok itu.

Secara khusus, dampak pengiring yang akan didapatkan siswa dalam

pembelajaran IPA materi organ pernapasan manusia dengan menggunakan model

pembelajaran Make a match adalah menumbuhkan rasa saling menghargai

pendapat teman/demokratis, tanggung jawab, berpikir kritis, menumbuhkan jiwa

kerja sama, tekun dalam mencari jawaban,melatih siswa untuk sportif, dan

konsentrasi untuk menemukan pasangan dari kartu pertanyaan atau jawaban.

Menumbuhkan rasa percaya diri untuk mengemukakan pendapat dan

mempresentasikan jawaban didepan kelas. Dampak instruksional dan dampak

pengiring dalam model Make a match digambarkan dalam bagan 2.1.

2.3.1.4 Strategi Implementasi Model Make a Match

Strategi implementasi yang harus ditempuh dalam pelaksanaan

pembelajaran IPA dengan model Make a Match

19

Tabel: 2.2 Implementasi Model Make a Match

No. Aktivitas Guru Langkah-langkah

pokok

Aktivitas Siswa

1. Guru menyiapkan beberapa

kartu yang berisi beberapa

konsep atau topik yang

mungkin cocok untuk sesi

review (satu sisi kartu

berupa kartu soal dan sisi

sebaliknya berupa

jawaban).

Menyiapkan beberapa

kartu

Siswa

memperhatikan

penjelasan guru

tentang materi

yang diberikan

2. Guru membagikan beberapa

kartu kepada siswa.

Membagikan beberapa

kartu

Setiap siswa

mendapatkan satu

kartu dan

memikirkan

jawaban atau soal

dari kartu yang di

pegang

3. Guru menyampaikan kepada

siswa bahwa mereka harus

mencari atau mencocokkkan

kartu yang dipegang dengan

kartu kelompok lain. Guru

juga perlu menyampaikan

batasan waktu yang

diberikan kepada siswa

Mencari Pasangan Siswa mencari

pasangan yang

mempunyai kartu

yang cocok

dengan kartunya

(kartu soal/kartu

jawaban)

4. Guru menyampaikan

kepada siswa bahwa

mereka harus mencari atau

mencocokkkan kartu yang

dipegang dengan kartu

kelompok lain. Guru juga

perlu menyampaikan

batasan waktu yang

diberikan kepada siswa

Mencocokan Kartu Siswa yang dapat

mencocokan

kartunya sebelum

batas waktu diberi

poin

5. Guru meminta siswa yang

mendapat pasangan utuk

mempresentasikan isi

kartunya

Mempresentasikan Siswa yang sudah

mencocokan

kartunya

kemudian

mempresentasikan

di depan kelas

6. Guru memberikan

konfirmasi/kesimpulan

dari hasil yang

dipresentasikan siswa

Kesimpulan Siswa

mendengarkan

konfirmasi dari

guru

20

2.4.1 Media Pembelajaran

2.4.1.1 Pengertian Media Pembelajaran

Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “medium”

yang secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar” yaitu perantara atau

pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Sedangkan menurut Indriana

(2011: 13-69) media adalah alat saluran komunikasi.

Ciri-ciri umum media pengajaran:

a. Media menekankan pada alat peraga.

b. Media merupakan bentuk komunikasi antara guru dengan siswa.

c. Media merupakan alat bantu utama dalam kegiata pembelajaran.

d. Media berkaitan erat dengan metode mengajar.

Media pembelajaran hanya meliputi media yang dapat digunakan secara

efektif dalam proses pembelajaran yang terencana (arti sempit). Media

pembelajaran tidak hanya meliputi media komunikasi elektronik yang kompleks,

tetapi juga bentuk sederhana, seperti slide, foto, gambar, diagram buatan guru,

objek nyata dan kunjungan ke luar kelas (arti luas)

Dari beberapa pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa media

pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan

pesan atau informasi dalam proses belajar mengajar sehingga dapat merangsang

perhatian dan minat siswa dalam belajar.

2.4.1.2 Manfaat Media Pembelajaran

Menurut Kemp & Dayton, dalam Arsyad (2013, 25-26) mengemukakan

beberapa hasil penelitian menunjukkan dampak positif dari penggunaan media

sebagai bagian integral pembelajaran di kelas atau sebagai ciri utama

pembelajaran langsung, diantaranya:

a. Pembelajaran bisa lebih menarik

b. Lama waktu pembelajaran yang diperluakn dapat dipersingkat

c. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan

d. Pembelajaran dapat diberikan kapan dan dimana saja

21

e. Sikap positif terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses

belajar yang dapat ditingkatkan

f. Peran guru dapat berubah kearah yang lebih positif

Maka dapat disimpulkan bahwa manfaat media pembelajaran adalah

membantu dalam penyampaian bahan pengajaran kepada siswa untuk

meningkatkan kualitas siswa yang aktif dan interaktif sehingga dapat

mendukung kelancaran kegiatan pembelajaran di sekolah.

2.4.1.3 Media Flashcard

Gambar dapat digunakan sebagai media flashcard (kartu kecil yang berisi

gambar, teks, atau tanda simbol yang mengingatkan atau menuntun siswa kepada

sesuatu yang berhubungan dengan gambar itu). Ukuran Flashcard biasanya 8 x

12 cm, atau sesuai dengan besar kecilnya kelas yang dihadapi. Kartu abjad

misalnya, dapat digunakan untuk mengeja lancar (dalam bahasa arab atau bahasa

inggris). Kartu yang berisi gambar-gambar (benda-benda, binatang dan

sebagainya) dapat digunakan untuk melatih siswa mengeja dan memperkaya

kosakata. Kartu-kartu tersebut menjadi petunjuk dan rangsangan bagi siswa untuk

memberikan respon yang diinginkan. Misalnya, dalam latihan memperlancar

bacaan-bacaan sholat, gambar setiap gerakan dalam sholat dibuat diatas flashcard

(Arsyad, 2014: 115)

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan langkah-langkah media Flashcard yaitu:

a. Guru menampilkan gambar yang sedang dibahas

b. Siswa mengamati gambar

c. Flashcard digunakan sebagai pertimbangan siswa untuk mencari

pasangannya

d. Flashcard digunakan siswa untuk presentasi di depan kelas

2.4.1.4 Penerapan Model Pembelajaran Make a Match dengan Media

Flashcard dalam Pembelajaran IPA

Dalam penelitian yang akan dilaksanakan pada siswa kelas 5 SDN

Tambaharjo 02, peneliti akan menggunakan model pemebelajaran Make a Match

22

dengan Flashcard. Penggunaan model Make a Match dengan media Flashcard

dalam pembelajaran IPA diharapkan agar kegiatan lebih menarik, memudahkan

siswa menguasai materi, sehingga mencapai tujuan yang diharapakan.

Langkah-langkah penggunaan model Make a Match dengan media

Flashcard dalam pembelajaran IPA sebagai berikut:

Langkah-

langkah (Sintak)

Model

pembelajaran

Make a Match

Langkah-

langkah

(Sintak) Media

Flashcard

Langkah-langkah pembelajaran melalui Model

Make a Match dengan Media Flashcard

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

Menyiapkan

beberapa kartu

Guru

menampilkan

gambar sesuai

dengan topik

bahasan yang

sedang di bahas

Guru menyiapkan kartu

yang berisi beberapa

konsep/ topik yang

mungkin cocok untuk sesi

review (satu sesi) berupa

kartu soal dan satu sisi

berupa jawaban

Siswa memperhatikan

penjelasan guru

tentang materi yang

diberikan

Membagi

beberapa kartu

Guru memberikan

beberapa kartu kepada

siswa

Setiap Siswa

mendapatkan satu

kartu dan memikirkan

jawaban/soal dari

kartu yang dipegang.

Mencari pasangan Flashcard

digunakan

sebagai

pertimbangan

siswa untuk

mencari

pasangan

Guru menyampaikan

kepada siswa bahwa

mereka harus mencari

pasangan/mencocokan

kartu yang dipegang

dengan kartu kelompok

lain. Guru juga

menyampaikan batasan

waktu yang diberikan

kepada siswa.

Siswa mencari

pasangan yang

mempunyai kartu

yang cocok dengan

kartunya.

Mencocokan kartu

Guru menyampaikan

kepada siswa bagi siswa

yang menemukan atau

sudah mencocokan kartu

yang dipegang untuk

berkumpul menjadi

kelompok

Siswa yang dapat

mencocokan kartunya

sebelum batas waktu

diberi poin.

Presentasi Flashcard dapat

dijadikan media

siswa untuk

presentasi di

depan kelas

Guru meminta siswa yang

mendapat pasangan sesuai

dengan kartunya untuk

mempresentasikan isi

kartunya.

Siswa yang sudah

mencocokan kartunya

kemudian

mempresentasikan di

depan kelas

Kesimpulan/

Konfirmasi

Guru memberikan

konfirmasi/kesimpulan dari

hasil yang dipresentasikan

Siswa mendengarkan

konfirmasi dari guru

23

2.5 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh

beberapa peneliti dalam penerapan model Make a Match untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran IPA pada siswa kelas 5 SDN Tambaharjo 02 Pati. Adapun

hasil penelitian tersebut diantaranya:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Ria Lestari Romaito L. Tobing tahun 2012

dengan judul Meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model

pembelajaran Make a Match pada mata pelajaran IPA di kelas V SD Pancur

Batu. Hasil penelitiannya adalah berdasarkan hasil penelitian dari 30 orang

siswa pada saat pretest tingkat ketuntasan klasikal siswa kelas V dengan nilai

rata-rata 38,0. Pada siklus I rata-rata nilai siswa 64. Pada siklus II niali rata-rata

siswa 87,33. Dnegna demikian maka dapat disimpulkan bahwa dengan

menggunakan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan hasil

belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi daur air di kelas V SD Negeri

101820 Pancur Batu tahun Ajaran 2011/2012

b. Penelitian yang dilakukan oleh Dinar Arena Tiari, shaifuddin, Tri Budiharto

tahun 2012 dengan judul peningkatan pengetahuan tentang penyesuaian diri

makhluk hidup dengan menerapkan Make a Match. Adapun hasil penelitiannya

adalah tingkat ketuntasan klasikal siswa kelas V hanya sebesar 39,3%. Siklus I

meningkat menjadi 60,7%. Hasilnya ketuntasan klasikal pada siklus II

meningkat menjadi 89,3%. Berdasarkan hasil penelitian dalam dua siklus maka

dapat disimpulkan bahwa penerapan model kooperatif tipe make a match dapat

meningkatkan pengetahuan penyesuaian diri makhluk hidup pelajaran IPA

siswa kelas V SD Negeri Soco 01 tahun ajaran 2012/2013

c. Penelitian yang dilakukan oleh Rr. Isnaeni Budi Rahayu, Suhartono, Muh

Chamdani tahun 2013 dengan judul penggunaan model Make a Match dalam

peningkatan pembelajaran IPA tentang Bumi dan Alam Semesta siswa kelas V

SDN 3 Waluyo. Adapun hasil penelitiannya adalah siklus I meningkat menjadi

62,50%. Hasilnya ketuntasan pada siklus II meningkat menjadi 78,13%. Hasil

ketuntasan pada siklus III meningkat menjadi 87,50%. Berdasarkan hasil

penelitian dalam dua siklus maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model

24

kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan pembelajaran IPA tentang

Bumi dan Alam Semesta siswa kelas V SDN 3 Waluyo

d. Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Febriana pada tahun2011 dengan judul

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran IPS siswa kelas V SDN Kalibanteng

Kidul 01 Kota Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan skor rata-rata

keterampilan guru dalam siklus I adalah 3,5 dengan kategori baik, siklus II

adalah 3,7 dengan kategori baik dan siklus III adalah 3,9 dengan kategori baik

juga. Rata-rata aktivitas siswa pada siklus I adalah 3,0 dengan kategori sangat

baik, siklus II 3,7 dengan kategori sangat baik dan yang terakhir dalam siklus

III adalah 3,8 dengan kategori sangat baik juga. Siswa ketuntasan belajar di

awal kondisi hanya 2 dari 48 siswa yang mencapai KKM (65). Rata-rata proses

sosial pembelajaran yang diperoleh dengan menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe Make a Match. Perbandingan siklus I adalah 62,27 dan 26 dari

48 siswa yang mengalami ketuntasan belajar dengan presentase 54,16%.

Dalam siklus II adalah 71,46 dan 36 dari 48 siswa telah belajar dengan

presentase kelengkapan 75%. Dalam siklus III adalah 79,90

e. Penelitian yang dilakukan oleh Jahanbakhsh Nikoopour dan Azin Kazemi

tahun 2014 dengan judul Vocabulary Learning through Digitized & Non

digitized Flashcard Delivery. Berdasarkan hasil hasil penelitian kepada 109

mahasiswa yang dibagi menjadi 3 kelompok dalam proses belajar mengenal

kosa kata Bahasa Inggris yakni kelompok dengan menggunakan ponsel,

kelompok dengan menggunakan online dan kelompok dengan menggunakan

flashcard kertas. Peserta didik mengalami kemajuan dalam penguasaan kosa

kata Bahasa Inggris mengalami peningkatan saat mahasiswa menggunakan

flashcard ponsel belajar daripada menggunakan kertas flashcard.

f. Penelitian yang dilakukan oleh Mawardi dan Desty Lusia Sari tahun 2015

dengan judul Keefektifan Model Pembelajaran Picture and Picture dan Make a

Match ditinjau dari Hasil Belajar Dalam Pembelajaran IPA Kelas 4 SD Gugus

Mawar–Suruh. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan

bahwa pembelajaran yang sesuai dengan sintak telah mencapai 82,76%,

25

sedangkan yang belum dilaksanakan sintaknya adalah mencapai 17,24%.

Sebenarnya guru telah melaksanakan pembelajaran sesuai sintak model

pembelajaran picture and picture tetapi ada langkah-langkah lain lain yang

belum dilaksanakan guru, maka hasil observasi belum mencapai 100%. Sesuai

data yang diambil, bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen (nilai pretest)

sebelum proses pembelajaran dengan perlakuan model picture and picture

sebesar 60,53 dengan standar deviasi 15,53622. Sedangkan setelah diberikan

proses pembelajaran dengan perlakuan model picture and picture didapatkan

nilai rata-rata (nilai posttest) meningkat menjadi 72,63 dengan standar deviasi

18,66134. Hal lain yang tampak adalah nilai tertinggi yang dicapai pada pretest

adalah 85 dan nilai terendahnya 35. Sedangkan pada posttest nilai tertinggi

yang berhasil dicapai adalah 95 dan nilai terendahnya 25.

g. Penelitian yang dilakukan oleh Upit Nurlita Kusuma, Chamdani, Imam tahun

2013 dengan judul penarapan Make a Match dengan kartu kata bergambar

dalam pembelajaran Bahasa Inggris siswa kelas 5 SDN 2 Bumirejo.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hasil

observasi terhadap guru dari siklus 1, siklus 2, siklus 3 yaitu 77,03%. Rata-rata

persentase terhadap guru dari siklus1 sampai 3 sebesar 79,03%. Rata-rata

presentase pada siklus I 58,13%, siklus II 73,78% dan siklus III 87,31%

h. Penelitian yang dilakukan oleh Heri Lukito dengan judul penelitian

Peningkatan Keaktifan dan Hasil belajar Siswa melalui Model Pembelajaran

Make a Match (Flagcard) Mata Pelajaran IPS Kelas VI SDN Mangunlegi 01

Semester 1 Tahun Pelajaran 2014/2015. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

hasil penelitian menunjukkan aktivitas siswa pada siklus I memperoleh nilai

67,7 (34%), pada siklus II mendapatkan nilai 77,4 (45%). Hasil belajar pada

siklus I nilai rata-rata siswa sebesar 66,8 dengan persentase klasikal 35%, pada

siklus II nilai rata-rata meningkat menjadi 78,4 dengan persentase klasikal

53%.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut ditunjukkan bahwa dengan

menggunakan model Make a Match dalam pembelajaran merupakan salah satu

alternatif untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar. Beberapa penelitian

26

tersebut dijadikan acuan oleh peneliti untuk melakukan penelitian tindakan kelas

dengan judul “Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA melalui Model

Pembelajaran Make a Match dengan Media Flashcard pada Siswa Kelas 5 SDN

Tambaharjo 02 Pati pada Tahun Pelajaran 2016/2017.

2.6 Kerangka Pikir

Berdasarkan kajian tersebut diatas, dapat diambil pokok pemikiran bahwa

pembelajaran IPA Kelas 5 SDN Tambaharjo 02 Pati belum mencapai hasil yang

maksimal. Hal ini disebabkan oleh faktor siswa, kegiatan pembelajaran. Kesulitan

yang sering dihadapi dalam pembelajaran, karena siswa merasa bosan hanya

memperhatikan buku, serta tidak berminat dalam pembelajaran yang bersifat satu

arah. Sementara dari sikap siswa saat pembelajaran siswa cenderung diam dan

tidak aktif dalam pembelajaran, yang membuat kondisi belajar dikelas tidak

optimal, sehingga berdampak pada tingkat pemahaman siswa. Keaktifan siswa

rendah, beberapa anak justru bergurau dengan teman lain yang ada dibangku

belakang. Media yang digunakan dalam pembelajaran hanya mengandalkan buku

siswa yang ada dari pemerintah, kekurangan sumber pengetahuan untuk

memperdalam materi. Karena itu, pengetahuan yang dimiliki siswa belum

maksimal karena siswa masih belajar secara individual, belum adanya kegiatan

yang mengaktifkan pikiran mereka, yang membuat pembelajaran menjadi lebih

bermakna sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Melihat kondisi tersebut, peneliti merencanakan untuk melakukan

tindakan perbaikan pembelajaran IPA melalui model pembelajaran Make a Match

dengan berbantuan media Flashcard. Dengan menerapkan model Make a Match

dengan media Flashcard dapat membantu guru dengan mudah untuk membantu

siswa mengingat kembali materi yang telah disampaikan guru. Karena disini

siswa dituntut untuk aktif mengingat dan menjelaskan kembali materi yang telah

diberikan guru dalam bentuk permainan.

Tindakan perbaikan yang peneliti lakukan pada pembelajaran IPA KD

Organ Pernapasan Manusia dan Hewan melalui model pembelajaran Make a

Match dengan media Flashcard. Diharapkan dapat memberikan peningkatan pada

aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa. Selanjutnya dapat memberikan masukan

27

bagi guru untuk selalu menerapkan pembelajaran inovatif dan menyenangkan agar

siswa antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Maka kerangka pikir dalam penelitian ini digambarkan dengan skema

berikut:

Langkah-langkah make a match dengan flashcard:

a. Guru menjelaskan materi pelajaran secara global

b. Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang materi yang diberikan

c. Guru membagi siswa menjadi dua kelompok yakni kelompok A dan

kelompok B

d. Siswa yang mendapatkan pasangan mempresentasikan kartu mereka

secara seksama dengan berbantuan media Flashcard yang ada di

depan kelas

e. Siswa memperhatikan penjelasan dari guru mengenai peraturan

permainan yang hendak dilakukan siswa

f. Siswa yang mendapatkan pasangan mempresentasikan kartu mereka

secara seksama dengan media Flashcard yang ada

g. Guru memandu siswa yang tidak mendapat pasangan untuk

memberikan tanggapan kepada temannya yang presentasi

h. Siswa yang tidak mendapatkan pasangan memberikan tanggapan

terhadap presentasi siswa yang berada di depan kelas

i. Guru memberikan konfirmasi

j. Siswa mendengarkan konfirmasi dari guru

Keaktifapan

siswa rendah

Guru

Ceramah Kondisi

Awal

Menggunakan model

pembelajaran make a

match dengan flashcard

Hasil

belajar

siswa

rendah

Tindakan

Aktivitas siswa meningkat dampaknya hasil belajar meningkat

28

2.7 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori, kajian empiris, dan kerangka pikir yang telah

diuraikan, hipotesis tindakan dapat dirumuskan sebagai berikut::

1. Ada peningkatan keaktifan siswa yang signifikan dengan digunakannya model

pembelajaran Make a Match dengan media Flashcard pada pembelajaran IPA

siswa kelas 5 SDN Tambaharjo 02 Pati.

2. Ada peningkatan hasil belajar yang signifikan dengan digunakannya model

pembelajaran Make a Match dengan media Flashcard pada pembelajaran IPA

siswa kelas 5 SDN Tambaharjo 02.