View
5
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Puspitasari et al. (2018) meneliti tentang analisis efisiensi bank umum
syariah di Indonesia menggunakan metode DEA. Populasi penelitian ini adalah
6 BUSN (Bank Umum Swasta Nasional) Devisa Bank Umum Syariah di
Indonesia. Pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak DEAP 2.1 sebagai
alat pengukuran kinerja suatu aktivitas unit. Dalam penelitiannya mengatakan
bahwa berdasarkan perhitungan dengan menggunakan DEA yaitu pada Bank
Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa Bank Umum Syariah di Indonesia,
hanya Bank Panin Dubai Syariah yang sudah 100% mengalami efisiensi terus
menerus dari periode penelitian maret 2014-desember 2015. Sedangkan bank
yang mengalami inefisiensi tertinggi yaitu Bank BNI Syariah dan BRI Syariah.
Perbedaan penelitian ini terletak pada periode penelitian pada tahun 2014-2015,
dengan sampel 6 BUSN Devisa Bank Umum Syariah di Indonesia dan variabel
input yang digunakan terdiri dari simpanan, biaya tenaga kerja, dan biaya
operasional lainnya. Sedangkan peneliti menggunakan periode tahun 2015-
2017 dengan sampel 11 bank dengan menggunakan variabel input dana pihak
ketiga, aset, dan biaya operasional. Persamaan dengan penelitian ini adalah
sama-sama meneliti tentang efisiensi bank dengan menggunakan metode Data
Envelopment Analysis.
Cahyaningsih et al. (2017) meneliti tentang analisis tingkat efisiensi
melalui pengukuran DEA. Populasi pada penelitian ini adalah 4 bank umum
8
syariah yaitu Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin Syariah, Bank BNI Syariah,
dan Bank BCA Syariah. Penelitian ini menggunakan pendekatan intermediasi
sebagai pendekatan dalam penentuan variabel input dan outputnya. Perhitungan
efisiensi Bank Umum Syariah menggunakan variabel input yang terdiri dari
simpanan, aset, beban personalia. Sedangankan pembiayaan dan laba
operasional sebagai variabel outputnya. Hasil penelitian mengatakan bahwa
terdapat beberapa bank umum syariah yang memiliki skor efisien selama
Triwulan I 2015 sampai dengan Triwulan IV 2016 yaitu terdappat 2 bank umum
syariah yang efisiensi yaitu Bank Bukopin Syariah dan Bank BNI Syariah.
Sedangkan Bank Syariah Mandiri masih belum efisien di semua periode
Triwulan Tahun 2015-2016 karena skor <1.000. Persamaan dengan penelitian
ini yaitu sama-sama meneliti tentang kinerja bank syariah dengan menggunakan
metode Data Envelopment Analysis. Perbedaan peneilitian ini terletak pada
periode penelitian pada tahun 2015-2016, dengan sampel 4 BUS di Indonesia
dan variabel input yang digunakan terdiri dari simpanan, aset, dan beban
personalia. Serta variabel output yang digunakan terdiri dari pembiayaan dan
laba operasional. Sedangkan peneliti menggunakan periode 2015-2017 dengan
sampel 11 bank menggunakan variabel input dana pihak ketiga, aset, dan biaya
operasional. Serta variabel output terdiri dari pembiayaan dan pendapatan
operasional.
Cahya (2015) dalam penelitiannya tentang efisiensi kinerja bank umum
syariah di Indonesia menggunakan DEA. Penelitian ini mengambil objek
penelitian sebanyak 11 Bank Umum Syariah yang ada di Indonesia pada periode
9
2010-2012. Variabel-variabel yang digunakan adalah simpanan, aset, biaya
tenaga kerja, pembiayaan, dan pendapatan operasional. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode Constant Return to Scale (CRS). Hasil
penelitiannya mengatakan bahwa terdapat 4 Bank Umum Syariah yang belum
efisien. Adapun Bank Umum Syariah yang belum efisien yaitu BRI Syariah,
BCA Syariah, Bank Panin Syariah, dan Bank Victoria Syariah. Sementara 7
Bank Umum Syariah lainnya mampu mencapai tingkat efisiensi. Dapat
dikatakan mayoritas Bank Umum Syariah di Indonesia mengalami efisiensi
pada periode tahun 2010-2012. Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-
sama meneliti tentang efisiensi bank syariah dengan menggunakan metode Data
Envelopment Analysis (DEA). Perbedaan peneilitian ini dengan penelitian
terdahulu adalah periode penelitian pada tahun 2010-2012 dengan variabel
input yang digunakan terdiri dari simpanan, aset, dan biaya tenaga kerja.
Sedangkan peneliti menggunakan periode tahun 2015-2017 dengan
menggunakan variabel input dana pihak ketiga, aset, dan biaya operasional.
B. Tinjauan Pustaka
1. Bank Syariah
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 bank syariah adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Dalam UU No. 7 Tahun 1992 pasal 1 butir 13 tentang perbankan dijelaskan
prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara
bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan
10
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan
syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah
wa iqtina).
Dalam undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perbankan syariah adalah segala
sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.
Menurut Zainul (2012), ruang lingkup fungsi dan kegiatan bank syariah
meliputi transaksi-transaksi :
(a) Penghimpunan dana berdasarkan prinsip titipan (wadi’ah) dan prinsip
investasi (mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah).
(b) Investasi atau pembiayaan berdasarkan akad jual-beli dan pembiayaan
ekuitas termasuk jual-beli surat berharga yang berbasis syariah.
(c) Jasa-jasa keuangan lainnya untuk memperoleh imbalan atas dasar akad
wakalah atau ijarah.
(d) Jasa sosial, yaitu pelayanan sosial, bisa melalui dana qard, zakat atau
dana-dana sumbangan sesuai dengan prinsip islam.
11
Terdapat dua hal dalam operasional bank syariah yaitu terbebas dari
adanya unsur riba (bunga) dan menggantinya dengan prinsip bagi hasil
(mudharabah) dan bentuk-bentuk usaha lain yang sesuai dengan prinsip
syariah seperti musyarakah, ijarah, dan murabahah.
2. Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan adalah gambaran kondisi keuangan perusahaan pada
suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun
penyaluran dana, yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal,
likuiditas, dan profitabilitas (Jumingan, 2006).
Menurut Sutrisno (2007) kinerja keuangan merupakan prestasi yang
dicapai perusahaan dlam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat
kesehatan perusahaan tersebut. Kinerja keuangan ialah suatu gambaran
tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat
analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya
keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja
dalam periode tertentu. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan
secara optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan (Fahmi, 2011).
3. Teori Efisiensi
Efisiensi dalam industri perbankan secara keseluruhan merupakan aspek
yang penting diperhatikan untuk mewujudkan suatu kinerja keuangan yang
sehat dan berkelanjutan. Muharam (2007) mengatakan bahwa efisiensi
merupakan kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar
atau dalam pandangan matematika didefinisikan sebagai perhitungan rasio
12
output (keluaran) dan atau input (masukan) atau jumlah keluaran yang
dihasilkan dari satu input yang digunakan. Menurut Permono (2000), suatu
perusahaan dikatakan efisiensi apabila:
a. Menggunakan jumlah unit input yang lebih sedikit bila dibandingkan
dengan jumlah unit input yang digunakan oleh perusahaan lain dengan
menghasilkan jumlah output yang sama.
b. Menggunakan jumlah unit input yang sama, dengan menghasilkan
jumlah output yang lebih besar.
Tingkat efisiensi sangat ditentukan oleh pemilihan variabel-variabel
yang akan menjadi input dan outputnya. Variabel output merupakan
variabel keluaran yang merupakan hasil dari suatu proses suatu Unit
Kegiatan Ekonomi (UKE). Sedangkan variabel input merupakan variabel
masukan yang berfungsi menentukan berapa proporsi atau presentase yang
dibutuhkan untuk mencapai kondisi seimbang antara kebutuhan dan
harapan hingga tercapai pada tingkat efisiensi (Asiyah dan Wahyudi, 2014).
Penentuan input dan output dilakukan dengan menggunakan beberapa
pendekatan yaitu pendekatan aset, pendekatan produksi dan pendekatan
intermediasi. Menurut Hadad et al. (2003) terdapat tiga pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Aset (Aset Approach)
Pendekatan aset mencerminkan fungsi primer sebuah lembaga
keuangan sebagai pencipta kredit pinjaman. Dalam pendekatan ini,
output didefinisikan dalam bentuk aset.
13
2. Pendekatan Produksi (Production Approach)
Pendekatan ini menganggap lembaga keuangan sebagai produsen akun
deposito dan kredit pinjaman, sedangkan output didefinisikan sebagai
jumlah tenaga, pengeluaran modal pada aset tetap dan material lainnya.
3. Pendekatan Intermediasi (intermediation Approach)
Pendekatan ini dalam bank syariah memandang aktivitas perbankan
sebagai pentransformasian dana yang dimiliki yang berasal dari giro
wadiah, tabungan dan deposito mudharabah (dana pihak ketiga)
menjadi dana yang digunakan untuk pembiayaan oleh mudharib. Input
dalam pendekatan ini meliputi, pembayaran bunga pada deposit, aset,
dan biaya operasional. Sedangkan, outputnya diukur dengan
pembiayaan dan pendapatan operasional.
Pada variabel input yang pertama, dana pihak ketiga merupakan dana
yang diperoleh dari masyarakat berdasarkan perjanjian penyimpanan dana.
Dana tersebut berupa tabungan, giro, maupun deposito. Kedua, aset
merupakan kekayaan yang dimiliki oleh bank meliputi kas, giro pada Bank
Indonesia, penempatan pada bank lain, surat berharga yang dimiliki,
pembiayaan, dan aset tetap yang dimiliki. Ketiga, biaya operasional
merupakan biaya-biaya lain yang dikeluarkan oleh perbankan yang terdiri
dari biaya penurunan surat berharga, biaya transaksi valas dan biaya
lainnya, tidak termasuk kedalam pos biaya bunga dan personalia.
Pada variabel output yang pertama, pembiayaan merupakan produk
utama bank sebagai lembaga intermediasi manajemen bank dalam
14
menghasilkan produk utama berupa pembiayaan/kredit sebagai salah satu
cara dalam meningkatkan profit. Pembiayaan tersebut berupa, piutang
mudharabah,piutang salam, piutang istishna, piutang qard, dan
pembiayaan. Kedua, pendapatan operasional merupakan arus masuk
sumber daya yang pada umumnya berupa kas, wesel tagih, atau piutang
pendapatan yang tidak mencakup sumber daya yang diterima dan sumber-
sumber selain operasi, seperti penjualan aset tetap, penerbitan saham, atau
peminjaman.
Menurut Dadang et al. (2014) efisiensi didefinisikan sebagai indikator
yang menunjukkan kemampuan manajer dan staf perusahaan dalam
menjaga tingkat kenaikan pendapatan dan laba di atas tingkat kenaikan
biaya operasional. Sumber dana perbankan sebagian besar berasal dari dana
pihak ketiga yang digunakan untuk menggerakkan seluruh kegiatan
perbankan yang berpengaruh pada kegiatan perekonomian. Perputaran dana
tersebut diperlukan untuk memperoleh keuntungan yang kemudian akan
dibagi antara bank dan nasabah dengan dengan menerapkan prinsip
mudharabah (bagi hasil) yang seadil-adilnya sesuai dengan kesepakatan
yang sudah terjalin di awal penerimaan dana.
Pengukuran efisiensi dapat dilakukan melalui pendekatan sisi input dan
pendekatan sisi output. Coelli et al. (2005) menjelaskan dua sisi pendekatan
ukuran efisiensi sebagai berikut:
15
a. Pengukuran Berorientasi Input (Input-Oriented Measures)
Pendekatan sisi input dilakukan untuk menjawab berapa banyak
kuantitas input yang dapat dikurangi secara proporsional untuk
menghasilkan kuantitas output yang sama. Oleh karena itu, melalui
pendekatan input ini diharapkan perusahaan dalam hal ini bank) dapat
mengurangi biaya produksi (input) dengan memaksimalkan jumlah
output. Pendekatan ini dilakukan saat kondisi suatu pasar sudah
mencapai titik jenuh, sehingga perusahaan perlu mengetahui tingkat
efisiensi dari sumber daya yang dimilikinya saat ini. Diasumsikan, jika
sebuah perusahaan menggunakan dua jenis input (X1 dan X2) untuk
memproduksi satu jenis output (Y1) dalam Constant Return to Scale
(CRS). Konsep efisiensi dari pendekatan sisi input dapat dilihat pada
grafik dibawah ini:
Gambar 2.1 Efisiensi Pendekatan Input
Sumber: Coelli et al. (2005)
Perusahaan yang paling efisien dalam kumpulan unit bisnis (fully
efficiency firms) atau unit bisnis-bisnis yang paling efisien secara teknis
(fully technically efficienct). Unit bisnis yang berada pada titik P adalah
16
unit bisnis yang tergolong kurang efisien. Unit bisnis ini dapat menjadi
unit bisnis yang lebih efisien jika kedua jenis inputnya X1 dan X2
dikurangi, untuk memproduksi satu unit output sehingga unit bisnis
tersebut berada di titik Q. Jarak PQ disebut sebagai potential
improvement, yaitu berapa banyak kuantitas input dapat dikurangi
secara proporsional untuk menghasilkan kuantitas output yang sama.
Ukuran efisiensi teknis sebuah unit bisnis dalam keompok unit bisnis
(TE1) secara umum diukur dengan rasio:
TE1 = 1-QP/OP = 0Q/0P
Sehingga 0 ≤ TE1 ≤ = 1 menunjukkan bahwa unit bisnis I adalah
yang paling efisien secara teknis di antara kelompok unit bisnisnya.
Garis A to A’ adalah garis isocostyang menunjukkan rasio harga antara
input 2 terhadap input 1. Efisiensi Alokatif (AE) unit bisnis I yang
berada pada titik P, ditunjukkan oleh rasio:
AE = 1-RQ/0Q = 0R/0Q
RQ menunjukkan pengurangan biaya produksi yang akan terjadi
jika produksi dilakukan pada titik yang efisien, baik secara teknis
maupun secara alokatif Q’.
Efisiensi ekonomis (EE1) unit bisnis i merupakan produk atau hasil
perkalian antara efisiensi teknis (TEi) dengan efisiensi alokatif (AEi).
Secara matematis dapat dilihat pada persamaan berikut ini.
EE1 = TEi x AEi = 1 – (QP/OP) x (RQ/0Q) = 0R/0P
Dimana 0 ≤ TEi, AEi, EE1 ≤ = 1
17
b. Pendekatan Berorientasi Output (Output-Oriented Measures)
Pada pendekatan sisi output menjawab beberapa banyak kuantitas
output dapat ditingkatkan secara proporsional dengan kuantitas input
yang sama. Diasumsikan, jika sebuah perusahaan dengan dua jenis
output (Y1 dan Y2) dan satu jenis input (X1) dalam suatu ancangan CRS.
Konsep ukuran efisiensi dengan pendekatan sisi output dapat dilihat
pada grafik dibawah ini:
Gambar 2.2 Efisiensi Pendekatan Output
Sumber: Coelli et al. (2005)
TE1 = 1-AB/0B = 0A/0B
Jika kita memiliki informasi tentang harga output, maka efisiensi
alokatif (AEi) dapat dihitung dengan:
AE1 = 1-BC/0C = 0B/0C
Potential Improvement pada titik C memiliki arti bahwa perusahaan
di titik B masih dapat meningkatkan pendapatannya dengan berproduksi
di titik yang efisien secara teknis dan alokatif, yaitu di titik B’.
Secara umum efisiensi ekonomis adalah:
18
EE1 = TEi x AEi = 1-0A/0B x 0B/0C = 0A/0C
Ukuran efisiensi relative, baik melalui pendekatan input dan output
sama-sama membutuhkan pendefinisian garis pembatas (frontier) yang
menunjukkan unit-unit bisnis yang secara relatif paling efisien dari
kelompok unit bisnisnya.
4. Efisiensi Perbankan
Pengukuran efisiensi perbankan dapat dilakukan melalui tiga
pendekatan yaitu (Muharam, 2007):
1. Pendekatan rasio, yaitu pendekatan yang mengukur efisiensi dilakukan
dengan cara menghitung perbandingan output dengan input yang
digunakan. Pendekatan ini dapat dinilai memiliki efisiensi yang tinggi
apabila dapat memproduksi jumlah output yang maksimum dengan
input tertentu.
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡
Kelemahan pendekatan ini yaitu apabila terdapat banyak input dan
output yang akan dihitung secara bersamaan, sehingga banyak
perhitungan yang menimbulkan asumsi yang tidak tegas.
2. Pendekatan regresi, yaitu pendekatan yang mengukur efisiensi
menggunakan sebuah model dari tingkat output tertentu sebagai fungsi
dari berbagai tingkat input tertentu. Fungsinya dapat dilihat sebagai
berikut:
Y = f ( X1 , X2 , X3 , X4 , ….. Xn )
Dimana Y = Output ; dan X = Input
19
Pendekatan ini akan menghasilkan estimasi hubungan yang dapat
digunakan untuk memproduksi tingkat input yang dihasilkan sebuah
Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) pada tingkat output tertentu. UKE
tersebut dapat dinilai efisien apabila mampu menghasilkan jumlah
output lebih banyak dibandingkan jumlah output hasil estimasi.
Pendekatan regresi ini juga tidak dapat mengatasi kondisi banyak output
karena hanya satu indikator output yang dapat ditampung dalam sebuah
persamaan regresi. Apabila dilakukan penggabungan banyak output
dalam suatu indikator, informasi yang akan dihasilkan menjadi tidak
rinci lagi.
3. Pendekatan frontier, pada pendekatan ini dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu pendekatan parametric dan non-parametrik. Pendekatan
parametrik dapat diukur dengan tes statistik parametrik seperti
menggunakan metode Stochastic Frontier Approach (SFA) dan
Distribution Free Approach (DFA). Sedangkan pendekatan non-
parametrik diukur dengan tes statistik non-parametrik yaitu dengan
menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA).
Pendekatan frontier dari suatu lembaga keuangan dapat diukur
melalui bagaimana kinerja lembaga keuangan tersebut bersifat relatif
terhadap perkiraan kinerja yang “terbaik” dari industri tersebut. Kondisi
ini terjadi, apabila semua lembaga keuangan tersebut menghadapi
kondisi pasar yang sama.
20
5. Metode Data Envelopment Analysis (DEA)
Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan model pemrograman
matematika (mathematical programming) yang diterapkan pada data
observasional. Data Envelopment Analysis (DEA) dikembangkan pertama
kali oleh Farrell (1957) yang mengukur efisiensi teknik satu input dan satu
output menjadi multi input dan multi output, menggunakan kerangka nilai
efisiensi relatif sebagai rasio input maupun output.
Data Envelopment Analysis (DEA) adalah suatu teknik pemrograman
linier yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi suatu organisasi
dengan menggunakan sejumlah input dan output sebagi alat evaluasi dan
sebagai tolak ukur dalam membuat suatu keputusan. DEA merupakan
prosedur yang dirancang secara khusus untuk mengukur efisiensi relatif
suatu bank yang menggunakan banyak input dan output, dimana
penggabungan input dan output tersebut tidak mungkin dilakukan. Efisiensi
relatif adalah efisiensi suatu bank dibandingkan dengan bank lain dalam
sampel yang menggunakan jenis input dan output yang sama (Sunarsih,
2017).
Dalam pengukuran efisiensi dengan menggunakan Data Envelopment
Analysis (DEA) terdapat 2 model yang digunakan dalam menganalisis
efisiensi suatu UKE. Model yang pertama adalah model Constant Return of
Scale (CRS) yang dikembangkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes pada
tahun 1978. Dalam model constant return to scale (CRS) setiap UKE akan
dibandingkan dengan seluruh UKE yang ada di sampel dengan asumsi
21
bahwa kondisi internal dan eksternal UKE adalah sama. Menurut Charnes,
Cooper dan Rhodes model ini dapat menunjukkan technical efficiency
secara keseluruhan atau nilai dari profit efficiency untuk setiap UKE
(Firdaus dan Hosen, 2013).
Sedangkan model kedua adalah model dengan asumsi Variable Return
to Scale (VRS) yang dikembangkan oleh Banker, Charnes dan Cooper pada
tahun 1984. Model ini diasumsikan bahwa kondisi semua UKE tidak sama
atau dapat dikatakan bahwa tidak semua UKE beroperasi secara optimal.
Hal yang menyababkan suatu UKE tidak dapat beroperasi pada skala yang
optimal yaitu karena persaingan yang tidak sempurna, kendala keuangan
atau sebagainya. Model matematika dengan pendekatan VRS merupakan
modifikasi dari pendekatan CRS dan tetap berpedoman pada model
matematika umum DEA sebagai persamaan dalam mengukur tingkat
efisiensi teknis (Firdaus dan Hosen, 2013).
Metode Data Envelopment Analysis (DEA) digunakan sebagai
perangkat untuk mengukur kinerja. Pada dasarnya prinsip DEA yaitu
membandingkan data input dan output dari suatu UKE dengan data input
dan output lainnya pada UKE yang sejenis. Perbandingan ini dilakukan
untuk mendapatkan suatu nilai efisiensi.
Metode Data Envelopment Analysis (DEA) memiliki beberapa
keunggulan dan kelemahan. Menurut keunggulan DEA adalah dapat
menangani pengukuran efisiensi secara relatif beberapa UKE sejenis
dengan menggunakan banyak input dan output, DEA tidak perlu mencari
22
asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan output dari UKE
sejenis yang akan diukur efisiensinya, beberapa UKE dibandingkan secara
langsung dengan sesamanya, faktor input dan output dapat memiliki satuan
pengukuran yang berbeda tanpa perlu melakukan perubahan satuan dari
kedua variabel tersebut. Sedangkan kelemahan dari metode DEA ini adalah:
1. DEA merupakan sebuah extreme point technique, sehingga kesalahan-
kesalahan pengukuran dapat mengakibatkan masalah yang signifikan.
2. DEA hanya menunjukkan perbandingan baik buruk apa yang telah
dilakukan sebuah UKE dibandingkan dengan sekumpulan UKE sejenis
(relatif).
3. Uji hipotesis secara statistik atas hasil DEA sulit dilakukan.
C. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini mengukur tingkat efisiensi bank umum syariah periode
2015-2017. Penelitian ini mengukur tingkat efisiensi dengan menggunakan
pendekatan Data Enevelopment Analysis (DEA) dengan cara menentukan
variabel input dan output terlebih dahulu. Variabel input meliputi Dana Pihak
Ketiga, Aset, dan Biaya Operasional. Sedangkan variabel output meliputi
Pembiayaan dan Pendapatan Operasional.
23
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Laporan Keuangan Triwulan Bank Umum
Syariah di Indonesia periode tahun 2015-2017.
Variabel input :
- Dana Pihak Ketiga
- Aset
- Biaya Operasional
Variabel output :
- Pembiayaan
- Pendapatan
Operasional
Pengukuran Efisiensi menggunakan metode
Data Envelopment Analysis (DEA)
Perbandingan
Kesimpulan
Recommended