View
8
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini yaitu terkait
dengan manajemen badan usaha milik desa dalam pengembangan desa wisata pujon
kidul, dan juga untuk memberikan pemahaman secara akademis, Oleh sebab itu pada
bab ini peneliti akan memberikan beberapa dasar teoritis dan konsep yang jelas dan
digunakan sebagai acuan dalam proses pembahasan hasil penelitian. Berikut penjelasan
tinjauan pustaka mengenai teori atau konsep yang digunakan dalam penelitian.
2.1 Penelitian terdahulu
Partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Pujon Kidul meliputi
partisipasi buah pikir, keterampilan, tenaga fisik, keterampilan dan kemahiran, dan
harta benda. Adapun faktor pendukungnya yaitu masyarakat berpartisipasi dalam
pengembangan desa wisata dengan komunikasi yang terjalin dengan baik Antara
pemerintah desa dan masyarakat. Kemudian faktor penghambat dalam pengembangan
desa wisata ini adalah SDM yang masih rendah, motivasi yang rendah dalam diri
masyarakat, pengurusan perizinan produk makanan khas, politik dan regulasi.32
BUMDes “Hanyukupi” telah melaksanakan prinsip manajemen yang termasuk
kategori serving yang masih bergerak dalam layanan dasar kepada masyarakat,
32 Prasetya, Arik. Hamid, Djamhur. Eresus Prabowo, Septiofera. 2016. Analisis Partisipasi Masyarakat
dalam Pengembangan Desa Wisata (studi pada desa Pujonkidul Kecamatan Pujon Kabupaten
Malang). Diakses tanggal 21 juni 2019. https://media.neliti.com/media/publications/86807-ID-analisis-partisipasi-masyarakat-dalam-pe.pdf.
26
memberikan social benefit meskipun memperoleh laba, tetapi belum murni profit
oriented. Manajemen perencanaan ditempuh dengan melibatkan berbagai pihak pada
tahapan perencanaan, manajemen pengorganisasian ditempuh melalui pembentukan
organisasi berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Manajemen staf
personalia ditempuh melalui system seleksi staf, pelatihan, mutasi staf, dan berusaha
menempatkan peronil yang bersifat on the right man on the right place. Manajemen
kepemimpinan ditempuh melalui penyelenggaraan fungsi-fungsi kepemimpinan yang
diterapkan olehpimpinan BUMDes.33
Dari analisis SWOT yang digunakan untuk menganalisis kekuatan dan
kelemahan dari faktor internal serta peluang dan ancaman dari faktor eksternal
BUMDes Mitra Sejahtera sehingga menghasilkan 7 kekuatan dan 3 kelemahan serta 7
peluang dan 4 ancaman untuk pengembangan BUMDes.34
Sesuai dengan indicator dari manajemen, dalam perencanaan dalam
pengelolaan BUMDes ini ada beberapa masyarakat bahkan pengurus tidak mematuhi
prosedur yang ada bahkan dari berbagai program yang dibentuk hanya satu yang
terealisasi. Untuk pengorganisasian BUMDes ini hanya memiliki tiga pengurus
sehingga dalam menjalankan tugasnya menjadi tidak efektif. Kemudian pada tahap
33 Nilawati, Evi. 2018. Analisis Manajemen Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) “Hanyukupi” Desa
Ponjong Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul. Universitas Gunung Kidul. Diakses tanggal 21
Juni 2019. https://www.researchgate.net/publication/328057567_Analisis_Manajemen_Badan_Usaha_Milik_Desa_BUMDESA_Hanyukupi_Desa_Ponjong_Kecamatan_Ponjong_Kabupaten_Gunungkidul 34 Nuryanti, Irni. SulaksanA, Jaka. 2019. Strategi Pengembangan Badan Usaha Milik Desa
(BUMDES) Kasus di BUMDES Mitra Sejahtera Desa Cibunut Kecamatan Argapura Kabupaten
Majalengka. Fakultas Pertanian. Universitas Majalegka. Diakses tanggal 21 Juni 2019.
https://jepa.ub.ac.id/index.php/jepa/article/view/192
27
penggerakan dalam BUMDes selalu adanya saran dan bimbingan agar mampu bekerja
secara optimal, dan pada tahap pengawasan masih kurangnya keterlibatan dari anggota
pengawas pusat dari pemerintah desa bahkan masyarakat dalam mengawasi BUMDes
masih rendah.35
Strategi manajemen aset yang telah dilakukan oleh BUMDes di Desa Sekapuk
telah dapat meningkatkan pendapatan desa dari tahun 2010-2012. Namun masih ada
yang perlu diupayakan oleh BUMDes Sekapuk yaitu membuat sarana pemasaran
seperti website shingga dapat memberikan kemudahan untuk masyarakat desa maupun
masyarakat di daerah lain untuk mengenal produk layanan dari BUMDes di desa
Sekapuk.36
Dalam pembangunan ekonomi desa, peran pemerintahan sangat dominan dalam
pembentukan dan pengembangan BUMDes, Pemerintahan Desa dapat bertanggung
jawab terhadap setiap jabatan masing-masing. Namun adapun faktor-faktor yang
menjadi penghambat dalam pembangunan perekonomian melalui BUMDes di daerah
ini yaitu (a) penataan kelembagaan desa yang belum berjalan secara maksimal (b)
keterbatasan kapasitas SDM untuk mengelola dan mengembangkan BUMDes yang
akuntabel dan berkinerja baik (c) rendahnya inisiatif local untuk menggrakkan potensi
35 Koso, Jeli. Ogotan, Martha. Mambo, Rully. Manajemen Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (studi
di Desa Watulaney Amian Kecamatan Lambean Timur Kabupaten Minahasa). Diakses tanggal 20 juni
2019. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JAP/article/view/19203 36 Hayyuna, Rizka. Nur Pratiwi, Ratih. Indah Mindarti, Lely. Strategi Manajemen Aset BUMDES
dalam Rangka Meningkatkan Pendapatan Desa (studi pada BUMDES di Desa Sekapuk, Kecamatan
Ujungpangkah, Kabupaten Gresik). Fakultas Ilmu Administrasi. Universitas Brawijaya Malang.
Diakses tanggal 21 Juni 2019. https://media.neliti.com/media/publications/76716-ID-strategi-
manajemen-aset-bumdes-dalam-ran.pdf
28
ekonomi (d) kurangnya respon dari pemerintah untuk menjadikan BUMDes sebagai
program unggulan untuk mensejahterakan rakyat.37
Dalam pendirian, pengembangan dan peningkatan BUMDes, pemerintah desa
Bumiaji sudah berperan penting karena program BUMDesa mampu mencukupi
kebutuhan masyarakat desa Bumiaji. Kemudian program BUMDes dalam
pemberdayaan masyarakat tercermin pada proses pendirian, pengorganisasian,
pengawasan dan permodalan sebagai dorongan peningkatan kehidupan ekonomi
masyarakat Desa Bumiaji yang lebih baik dengan membangun relasi dengan
masyarakat untuk mewujudkan pembangunan BUMDes yang berkelanjutan.38
Faktor-faktor yang menghambat tumbuh dan berkembangnya Badan Usaha
Milik Desa Tebih Mandiri meliputi (a) terbatasnya pengetahuan pengurus dalam
memahami makna kepemimpinan, manajerial dan tata kelola BUMDes disertai
kurangnya pengalaman seorang direktur dalam berwirausaha untuk mengelola sebuah
lembaga bisnis, (b) tidak terjalinnya hubungan kerjasama dengan pihak manapun
dikarenakan BUMDes ini hanya menjalankan satu unit usaha, (c) BUMDes Tebih
Mandiri tidak lahir dari semangat emansipasi local, (d) tidak danya tradisi berdesa yang
kuat dikarenakan kurangnya solidaritas, kerjasama dan gotong royong antar
37 Lestari, Titin. Peran Pemerintahan Desa Terhadap Pembangunan Perekonomian Melalui Badan
Usaha Milik Desa (BUMDes) Mitra Usaha Mulya di Desa Marga Mulya Kecamatan Rambah Samo
Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2014-2015. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Riau.
Diakses tanggal 21 Juni 2019. https://media.neliti.com/media/publications/184727-ID-peran-
pemerintahan-desa-terhadap-pembang.pdf 38 Queen Chintary, Valentine. Widi Lestari, Asih. 2016. Peran Pemerintah Desa dalam Mengelola
Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). FISIP. Universitas Tribuwana Tunggadewi Malang. Diakses
pada 22 juni 2019. https://media.neliti.com/media/publications/101802-ID-peran-pemerintah-desa-
dalam-mengelola-ba.pdf
29
masyarakat desa, (e) BUMDes tidak mendapatkan dukungan penuh dari supra desa
terdekat.39
Berdasarkan indicator-indikator yang dipakai yaitu perencanaan,
pengorganisasian, directing dan pengawasan dan dari hasil penelitian bahwa masih
belum maksimalnya manajemen didalam Badan Usaha Milik Desa ini. Faktor-faktor
yang mempengaruhi dalam hal Manajemen BUMDes ini adalah terdapat pada
partisipasi masyarakat dan juga sumber daya manusia, ini merupakan faktor-faktor
yang mempengaruhi apakah suatu kegiatan itu berjalan secara opyimal atau tidak.40
Berdasarkan dengan beberapa literature review yang telah dijelaskan diatas
dapat diketahui bahwa permasalahan utama dalam manajemen adalah SDM, maka dari
itu sesuai dengan indicator yang ada dalam manajemen yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan bahwa hal utama yang harus
diperhatikan adalah SDM, karena sebagian besar dari faktor yang memperngaruhi
manajemen adalah SDM, oleh karena itu jika SDM baik maka manajemen yang akan
dicapai akan semakin baik pula.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa perbedaan dari literature review diatas
karena sebagian besar yang berperan dalam BUMDesnya adalah pemerintah desa
39 Indra Mayu, Welli. Faktor-faktor yang Menghambat Tumbuh dan Berkembangnya Badan Usaha
Milik Desa di Desa Pematang Tebih Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2014-
2015. FISIP. Universitas Riau. Diakses pada 21 Juni 2019.
https://www.neliti.com/id/publications/185189/faktor-faktor-yang-menghambat-tumbuh-dan-
berkembangnya-badan-usaha-milik-desa-di 40 Asvi, Zul. Manajemen Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Bina Usaha Desa Kepenuhan Barat
Kecamatan Kepenuhan Kabupaten Rokan Hulu. FISIP. Universitas Riau. Diakses pada 20 Juni 2019.
https://www.neliti.com/id/publications/209021/manajemen-badan-usaha-milik-desa-bumdes-bina-
usaha-desa-kepenuhan-barat-kecamata
30
namun di Desa PujonKidul justru mencapai seluruh lapisan masyarakat bekerjasama
untuk sama sama mengembangan desa wisata melalui BUMDes.
2.2 Tata Kelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Konsep mengenai tata kelola BUMDesa pada dasarnya dapat menerapkan
aspek-aspek dalam fungsi manajemen. Secara terminologi menurut G.R. Terry
manajemen adalah sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan
untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber
daya manusia dan sumber-sumber lainnya41. Manajemen atau tata kelola
dilaksanakan agar suatu organisasi dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dalam buku Principles of Management George R Terry menyatakan bahwa
manajemen adalah pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan melalui atau
bersama-sama usaha orang lain.
1. Planning (Perencanaan)
Perencanaan merupakan suatu proses untuk menentukan hal-hal apa saja yang
akan dituju, George R. Terry dalam bukunya Principles of Management
menyatakan tentang planning sebagai brikut, yaitu 42
“Perencanaan adalah pemilih fakta dan penghubungan fakta-fakta
serta asumsi-asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan
menggambarkan
41Hasibuan, Malayu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia:Pengertian Dasar, Pengertian, dan
Masalah. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, Hal 3
42 Sukarna, Drs. 2011. Dasar-Dasar Manajemen. Hal.10
31
dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk
mencapai hasil yang diinginkan.”
2. Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian tidak dapat diwujudkan tanpa ada hubungan dengan yang lain
dan tanpa menetapkan tugas-tugas tertentu untuk masing-masing unit. George
R. Terry dalam bukunya Principles of Management menyatakan tentang
organizing sebagai berikut, yaitu43
“Pengorganisasian ialah penentuan, pengelompokkan, dan penyusunan
macam-macam kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan,
penempatan orang-orang (pegawai), terhadap kegiatan-kegiatan ini,
penyediaan faktor-faktor physic yang cocok bagi keperluan kerja dan
penunjukan hubungan wewenang, yang dilimpahkan terhadap setiap orang
dalam hubungannya dengan pelaksanaan setiap kegiatan yang diharapkan.
George R.Terry juga menyatakan tentang azas-azas organizing, sebagai berikut,
yaitu:
a. The objective atau tujuan
b. Departementation atau pembagian kerja
c. Assign the personel atau penempatan tenaga kerja
d. Authority and Responsibility atau wewenang dan tanggung
jawab
e. Delegation of authority atau pelimpahan wewenang44
3. Actuatting (pelaksanaan)
George R. Terry menyatakan bahwa
“Penggerakan adalah membangkitkan dan mendorong semua anggota
kelompok agar berkehendak dan berusaha dengan keras untuk mencapai
43.ibid, hal.38 44 Ibid, hal.46
32
tujuan dengan ikhlas serta serasi dengan perencanaan dan usaha-usaha
pengorganisasian dari pihak pimpinan.45
Peryataan diatas dapat disimpulkan bahwa tercapai atau tidaknya suatu tujuan
tergantung kepada bergerak atau tidaknya seluruh anggota kelompok manajemen,
mulai dari tingkat atas, menengah sampai kebawah. Segala kegiatan harus terarah
sesuai dengan sasarannya karena kegiatan yang tidak terarah kepada sasarannya
merupakan pemborosan terhadap tenaga kerja, uang, waktu dan materi.
Tercapainya tujuan bukan hanya tergantung kepada planning dan organizing
yang baik, melainkan juga tergantung pada penggerakan dan pengawasan. Perencanaan
dan pengorganisasian hanya merupakan landasan yang kuat untuk adanya
penggerakkan yang terarah kepada sasaran yang dituju. Penggerakkan tanpa planning
tidak akan berjalan efektif karena dalam perencanaan itulah ditentukan tujuan, budget,
standard, metode kerja, prosedur dan program.46
Faktor-faktor yang diperlukan untuk penggerakan atau organizing yakni
meliputi beberapa aspek sebagai berikut:
“Dalam penerapan organizing dalam fungsi manajemen beberapa faktor harus
ditekankan oleh organisasi yang mana meliputi leadership (kepemimpinan)
a. Attitude and morale (sikap dan moril)
b. Communication (tata hubungan)
c. Incentive (perangsang)
d. Supervision (supervise)
e. Discipline (disiplin).47
45 Ibid, hal 82. 46 Ibid, hal 82-83 47 Ibid. hal 84.
33
Melalui keterangan diatas, dapat diketahui bahwa dalam penerapan organizing
atau pengorganisasian sangat ditekankan beberapa faktor yang meliputi kepemimpinan
dimana setiap anggota harus memiliki sikap dan moril serta tata hubungan yang baik
dengan masyarakat, lalu memiliki sikap yang mampu mempengaruhi masyarakatnya
untuk mendorong situasi atau semangat kerja serta memiliki sikap disiplin.
4. Controlling (pengawasan)
Control mempunyai peranan atau kedudukan yang penting sekali dalam
manajemen, mengingat fungsi untuk menguji apakah pelaksanaan kerja teratur
tertib, terarah atau tidak. Walaupun planning, organizing, actuating baik, tetapi
apabila pelaksanaan kerja tidak teratur, tertib dan terarah maka tujuan yang
telah ditetapkan tidak akan tercapai dengan demikian control mempunyai
fungsi untuk mengawasi segala kegiatan agar tertuju kepada sasarannya,
sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
George R. Terry menyatakan bahwa controlling merupakan
“pengawasan dpat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus
dicapai yaitu standard, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan,
menilai pelaksanaan, dan bilamana perlu melakukan perbaikan-perbaikan,
sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana, yaitu selaras dengan
standard (ukuran).48
Sesuai dengan penjelasan diatas bahwa dalam melaksanakan suatu
pengawasan dalam manajemen yaitu mengawasi pelaksanaan yang
48 Ibid, hal 110
34
dijalankan agar hasil yang dicapai sesuai dengan kriteria (standard) yang
diinginkan tercapai.
George R. Terry mengemukakan proses pengawasan sebagai berikut, yaitu:
a. Determining the standard or basis for control (menentukna
standard atau dasar bagi pengawasan)
b. Measuring the performance (ukuran pelaksanaan)
c. Comparing performance with the standard and ascerting the
difference, it any (bandingkan pelaksanaan dengan standard
dan temukan jika ada perbedaan)
d. Correcting the deviation by means of remedial action
(perbaiki penyimpangan dengan cara-cara tindakan yang
tepat).
Di samping itu, fungsi manajemen sebagaimana disebutkan oleh Winardi49
adalah yakni sebagai berikut:
elemen elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses
manjemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan
kegiatan untuk mencapai tujuan. Manajemen sebagai suatu sistem yang
setiap komponennya menampilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan
Fungsi manajemen terdiri dari perencanaan, pengorganisasian,
pelaksnaan, pengawasan, dan evaluasi atau pengendalian.
Kesimpulan yang didapat dari definisi diatas bahwa manajemen adalah
serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan,
mengendalikan dan mengembangkan segala upaya dalam mengatur dan
mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
49 Winardi. 1993. Asas-asas Manajemen, Cet III Bandung: Alumni, hal 4
35
Sementara itu, dalam konteks konsep tata kelola BUMDesa, berdasarkan
kebijakan UU Desa No 6 tahun 2014, tata kelola BUMDesa dilaksanakan dengan
semangat kekeluargaan dan gotong royong serta menjalankan usaha di bidang ekonomi
dan atau pelayanan umum.50 Selain itu, tata kelola BUMDesa harus dijalankan dengan
menggunakan kooperatif, partisipatif, emansipatif, transparansi, akuntabel, dan
mekanisme yang dijalankan secara profesional dan mandiri.51 Dengan demikian dapat
dijelaskan bahwa tata kelola BUMDesa tidak hanya dilaksanakan dengan menuntut
adanya partisipasi dan upaya pemberdayaan masyarakat, namun juga perlu
dilaksanakan secara transparan dan akuntabel oleh para pelaksana atau pengelolaa yang
profesional yang memiliki kompetensi.
Adapun mengenai BUMDes yaitu:
1. Gambaran Umum Mengenai BUMDes
BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki desa melalui penyertaan modal langsung yang berasal dari
kekayaan desa. BUMDes merupakan kekuatan yang akan bias mendorong
terciptanya peningkatan kesejahteraan dengan cara menciptakan produktivitas
ekonomi bagi desa dengan berdasar pada ragam potensi yang dimiliki desa.52
Pasal 1 ayat 6 UU No 6 Tahun 2014 menyebutkan bahwa Badan Usaha
Milik Desa, selanjutya disebut BUMDesa, adalah badan usaha yang
50 Op.Cit UU No 6 Tahun 2014 Pasal 87 51 Sitepu, Robby. 2018. Analisis Proses Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) di Kecamatam Wampu Kabupaten Langkat. Tesis Faultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara. Hal 25 52 http://www.berdesa.com/informasi-lengkap-tentang-bumdes-yang-harus-anda-ketahui/ diakses tanggal 8 Juni 2019.
36
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang
dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan dan usaha lainnya untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
BUMDes sebagai salah satu lembaga ekonomi yang beroperasi di perdesaan
memiliki perbedaan dengan lembaga ekonomi pada umumnya. Hal tersebut agar
kinerja dan keberadaan BUMDes mampu memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa.
Adapun ciri utama yang membedakan BUMDes dengan lembaga ekonomi
komersial lainnya adalah:
a. Badan usaha ini dimiliki oleh desa dan dikelola secara bersama;
b. Modal usaha bersumber dari desa (51%) dan dari masyarakat (49%) melalui
penyertaan modal (saham atau andil);
c. Operasionalisasinya menggunakan falsafah bisnis yang berakar dari budaya
local (local wisdom);
d. Bidang usaha yang dijalankan didasarkan pada potensi dan hasil informasi
pasar;
e. Keuntungan yang diperoleh ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
anggota (penyerta modal) dan masyarakat melalui kebijakan desa (village
policy);
f. Difasilitasi oleh pemerintah Pemprov, Pemkab, dan Pemdes;
37
g. Pelaksanaan operasionalisasi dikontrol secara bersama (Pemdes, BPD,
anggota).53
Pada pelaksanaannya, BUMDesa membutuhkan modal sosial (kerja sama,
solidaritas, kepercayaan, dan sejenisnya) untuk pengembangan usaha yang
menjangkau jejaring sosial yang lebih inklusif dan lebih luas. BUMDesa
berkembang dalam politik inklusif melalui praksis Musyawarah Desa sebagai
forum tertinggi untuk pengembangan usaha ekonomi Desa yang digerakkan oleh
BUMDesa. BUMDesa juga merupakan salah satu bentuk usaha ekonomi Desa
yang bersifat kolektif antara pemerintah Desa dan masyarakat Desa. Usaha
ekonomi Desa kolektif yang dilakukan oleh BUMDesa mengandung unsur bisnis
sosial dan bisnis ekonomi.
Jenis usaha yang bisa dijalankan BUMDes yakni Antara lain adalah bisnis
social, keuangan, bisnis penyewaan, lembaga perantara, perdagangan, usaha
bersama dan kontraktor.54
1. Tujuan BUMDes
BUMDes yang merupakan wadah untuk mengelola aset, jasa pelayanan dan
usaha lainnya tentu memiliki tujuan, adapun tujuan dari BUMDesa diantaranya
adalah:
a. meningkatkan perekonomian desa;
b. meningkatkan pendapatan asli desa;
c. meningkatkan pengelolaan potensi desa sesuai dengan
kebutuhan masyarakat;
53 Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan. 2007. Buku Panduan Pendirian dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa. Departemen Pendidikan Nasional. Fakultas Ekonomi. Universitas Brawijaya. 54 http://www.berdesa.com/informasi-lengkap-tentang-bumdes-yang-harus-anda-ketahui/
38
d. menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan
ekonomi pedesaan.55
2.3 Pengembangan Desa Wisata
Salah satu pendekatan pengembangan wisata alternative adalah desa wisata
untuk pembangunan pedesaan yang berkelanjutan dalam bidang pariwisata. Ramuan
utama dalam pengembangan desa wisata diwujudkan dalam gaya hidup dan kualitas
hidup masyarakatnya. Orisinilitas juga dipengaruhi oleh keadaan ekonomi, fisik dan
social daerah pedesaan tersebut, misalnya ruang, warisan budaya kegiatan pertanian,
bentangan alam, jasa, pariwisata sejarah dan budaya, serta pengalaman yang unik
dan eksotis khas daerah. Dengan demikian, pemodelan desa wisata harus terus dan
secara kreatif mengembangkan identitas atau ciri khas daerah.
Menurut Pariwisata Inti Rakyat (PIR), yang dimaksud dengan
Desa Wisata adalah suatu kawasan pedesaan yang menawarkan
keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan baik dari
kehidupan social ekonomi, social budaya, adat istiadat, keseharian,
memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau
kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi
untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya:
atraksi, akomodasi, makanan-minuman dan kebutuhan wisata lainnya.56
Dampak kegiatan pariwisata selain meningkatkan pendapatan suatu daerah
adalah tinggginya kesenjangan pendapatan antara kelompok masyarakat yang
melahirkan ketimpangan ekonomi. Dampak-dampak negatif tersebut disebabkan
55 Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan. 2007. Buku Panduan Pendirian dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa. Departemen Pendidikan Nasional. Fakultas Ekonomi. Universitas Brawijaya. 56 Hadiwijoyo, Suryo Sakti. 2012. Perencanaan Pariwisata Pedesaan Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: Graha Ilmu.
39
karena pengembangan pariwisata semata-mata dilakukan melalui pendekatan
ekonomi dan komersial.
Pariwisata dipersepsikan sebagai instrumen untuk meningkatkan
pendapatan, terutama oleh bidang usaha swasta dan pemerintah. Kebutuhan
lingkungan seringkali terabaikan dengan semakin banyaknya pembangunan obyek-
obyek wisata yang menggerus lahan produktif dan tidak memperhatikan daya
dukung lingkungan dan kerentanan lingkungan terhadap jumlah wisatawan yang
akan menimbulkan dampak negatif.
Sejalan dengan dinamika tersebut, muncul perkembangan pariwisata
kedalam berbagai terminologi seperti, sustainable tourism development,
village tourism, ecotourism, beberapa terminologi ini merupakan
pendekatan pengembangan kepariwisataan yang berupaya untuk
menjamin agar wisata dapat dilaksanakan di wilayah bukan perkotaan57.
Salah satu pendekatan pengembangan wisata alternatif adalah desa wisata
untuk pembangunan pedesaan yang berkelanjutan dalam bidang pariwisata.
Ramuan utama dalam pengembangan desa wisata diwujudkan dalam gaya hidup
dan kualitas hidup masyarakatnya. Orisinilitas juga dipengaruhi oleh keadaan
ekonomi, fisik dan sosial daerah pedesaan tersebut, misalnya ruang, warisan
budaya, kegiatan pertanian, bentangan alam, jasa, pariwisata sejarah dan budaya,
serta pengalaman yang unik dan eksotis khas daerah. Dengan demikian, pemodelan
desa wisata harus terus dan secara kreatif mengembangkan identitas atau ciri khas
daerah.
57 Hand Out Mata Kuliah Cocept Resort And Leisure, Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Resort
and Leisure, Gumelar S.Sastrayuda, Hal 6
40
Proses dan tipe pengelolaan desa dan kampong wisata di Indonesia
yang telah dijelaskan oleh Hadiwijoyo dalam bukunya yaitu tipe
terstruktur dan tipe terbuka. Hadiwijoyo juga menjelaskan bahwa ada 2
pendekatan yang dapat digunakan dalam perencanaan dan pengembangan
desa wisata yaitu pendekatan pasar pengembangan desa wisata dan
pendekatan fisik pengembangan desa wisata. 58
Adapun tipe pengelolaan desa adalah sebagai berikut:
1. Tipe terstruktur
a. Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik
untuk kawasan tersebut. Tipe ini memiliki kelebihan dalam citra yang
ditumbuhkan sehingga mampu menembus pasar internasional.
b. Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau penduduk local,
sehingga dampak negative yang ditimbulkannya diharapkan akan
terkontrol. Selain itu pencemaran social budaya yang ditimbulkan
akan terdeteksi sejak dini.
c. Lahan tidaka terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan
perencanaan yang intergratif dan terkoordinir, sehingga diharapkan
akan tampil menjadi semacam agen untuk mendapatkan dana desa
internasional sebagai unsur utama untuk menangkap servis dari hotel
bintang lima.
2. Tipe terbuka
Tipe terbuka ditandai dengan karakter yaitu tumbuh dan menyatunya
kaawasan dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola dengan
58 Hadiwijoyo, Suryo Sakti. 2012. Perencanaan Pariwisata Pedesaan Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: Graha Ilmu.
41
masyarakat local. Distribusi pendapatan yang didapat dari wisatawan dapat
langsung dinikmati oleh penduduk local, namun adapun dampak negatifnya
yaitu cepat menjalar menjadi satu dalam penduduk local sehingga sulit
dikendalikan. Contoh dari tipe perkampungan ini adalah kawasan pariwisata
Yogyakarta.
Lainnya, Menurut Hadiwijoyo, penetapan suatu desa dijadikan
sebagai desa wisata harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu,
aksesbilitasnya baik, memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni
budaya, legenda, makanan local, dan sebagainya untuk dikembangkan
sebagai obyek wisata, masyarakat dan aparat desanya menerima dan
memberikan dukungan yang tinggi terhadap desa wisata, keamanan didesa
tersebut terjamin, tersedia akomodasi, telekomunikasi dan tenaga kerja
yang baik, beriklim sejuk atau dingin dan berhubungan dengan objek
wisata lain yang sudah dikenal oleh masyarakat luas.59
Lebih lanjut, pembangunan desa wisata bertujuan untuk
a. Mendukung program pemerintah dalam pembangunan
kepariwisataan dengan menyediakan objek wisata alternative.
b.Menggali potensi desa untuk pembangunan masyarakat sekitar
desa wisata.
c. Memperluas lapangan kerja dan lapangan berusaha bagi
penduduk desa, sehingga bias meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas hidup masyarakat desa, demikian akan terjadi
pemerataan pembangunan ekonomi desa.
59 Ibid. hal 69.
42
d.Mendorong orang-orang kota yang secara ekonomi relative lebih
baik, agar senang pergi ke desa untuk berekreasi.
e. Menimbulkan rasa bangga bagi penduduk desa untuk tetap
tinggal di desanya, sehingga mengurangi urbanisasi.
f. Mempercepat pembaruan Antara orang-orang non pribumi
dengan penduduk pribumi.
g.Memperkokoh persatuan bangsa, sehinga bisa mengatasi
disintegrasi.60
Adapun langkah-langkah strategis untuk mengembangkan potensi desa
menjadi desa wisata adalah sebagai berikut:61
1. Identifikasi potensi desa melalui rembug bersama seluruh komponen desa dari
semua kalangan. Potensi yang bisa menjadi komoditas bisa bermacam-macam
dari segala aspek. Bisa keindahan alam, hasil bumi, kekayaan flora
fauna/hayati, sosio kultural, masyarakat, tradisi atau hal-hal yang bersifat
khas/unik yang tak dimiliki daerah lain. Pastikan potensi unggulan yang akan
dijadikan komoditas utama
2. Identifikasi permasalahan yang bisa jadi penghambat bagi pengembangan
potensi wisata desa, mulai dari yang bersifat fisik, non fisik atau sosial, internal
dan eksternal. Atau bisa saja permasalahan tersebut jika diolah dengan cara
tertentu justru permasalahan itu bisa menjadi potensi
60 Ibid. hal 69. 61 http://www.berdesa.com/merumuskan-strategi-pengembangan-desa-wisata/
43
3. Perlunya komitmen yang kuat dari seluruh komponen desa untuk menyamakan
pendapat, persepsi dan mengangkat potensi desa guna dijadikan desa wisata.
Komitmen ini yang menjadi dukungan terkuat bagi terwujudnya dan
keberlangsungan desa wisata
4. Identifikasi dampak baik dampak positif maupun negatif dari sebuah kegiatan
wisata sesuai kekhasan masing-masing desa. Masing-masing desa memiliki
karakteristik sendiri akan menghasilkan dampak yang juga berbeda satu sama
lain terutama perubahan-perubahan sosial kultural
5. Komitmen yang kuat dari seluruh komponen desa untuk menggandeng
Pemerintah Daerah dan jika perlu menggandeng pihak swasta. Pikirkan dan
identifikasi juga dampak jika bekerja sama dengan pihak swasta. Termasuk di
sini untuk penganggaran guna pembangunan desa wisata dengan menggunakan
seluruh sumber daya ekonomi yang ada
6. Menyiapkan segala perangkat-perangkat aturan/regulasi norma yang lebih
bertujuan untuk mengawal pengembangan desa wisata dan mengawasi potensi-
potensi penyimpangan yang mungkin saja bisa terjadi. Regulasi disiapkan agar
berjalannya aktivitas wisata beserta dampaknya tetap berada dalam koridor
regulasi sebagai payung hukumnya
7. Melakukan pelatihan-pelatihan bagi seluruh komponen desa, termasuk
pemerintah desa tentang manajemen pariwisata, bagaimana mengelola tempat
wisata, manajemen tamu/pengunjung, beserta inovasi-inovasi yang perlu
dikembangkan mengingat sebagaimana sektor lainnya sektor pariwisata pun
mengalami fluktuasi dan bisa mengalami “kejenuhan”
44
8. Gunakan segala media untuk memperkenalkan dan mempublikasikan potensi
wisata di desa baik media konvensional maupun non konvensional, seperti
media internet. Internet kini menjadi sarana publikasi yang sangat efektif yang
bisa menjangkau seluruh belahan bumi. Tempat wisata yang lokasinya terpencil
pun bisa diketahui oleh orang di belahan dunia lain pun berkat teknologi
internet
9. Belajar pada kesuksesan desa wisata lain atau studi banding. Kita bisa belajar
banyak pada keberhasilan desa wisata lain khususnya yang sejenis. Karena
tipikal permasalahan dan tantangan masa depan yang bakal dihadapi kurang
lebih sama. Hanya dengan manajemen profesional dan inovatif saja desa wisata
akan eksis dan kompetitif dan dapat melalui ujian yang bersifat internal,
eksternal maupun regional internasional
Recommended