View
25
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Baduta
Baduta adalah sebutan yang ditujukan untuk anak usia bawah dua tahun
atau sekitar 0-24 bulan (Depkes RI, 2006). Masa ini menjadi begitu penting
karena di masa inilah upaya menciptakan sumber daya manusia yang baik dan
berkualitas. Apalagi 6 bulan terakhir kehamilan dan dua tahun pertama setelah
melahirkan biasanya disebut dengan masa-masa keemasan dimana sel otak dalam
perkembangan dan pertumbuhan yang optimal. Saat usia baduta, anak masih
tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti
mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah
bertambah baik, namun kemampuan lain masih terbatas (Sutomo, 2010).
Anak baru lahir (0-28 hari) dan bayi (umur 1-12 bulan) termasuk anak
balita. Anak balita (umur 0-5 tahun) menjadi salah satu sasaran pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh bidan karena di masa ini sering juga disebut masa
sebagai fase “Golden Age”. Golden age merupakan masa yang sangat penting
untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar sedini mungkin
dapat terdeteksi apabila ada kelainan (Marmi, 2012).
B. Tumbuh Kembang
1. Definisi Tumbuh Kembang Anak
Tumbuh kembang merupakan manifestasi yang kompleks dari perubahan
morfologi, biokimia, dan fisiologi yang terjadi sejak konsepsi sampai
8
maturitas/dewasa. Istilah tumbuh kembang sebenernya mencakup 2 peristiwa
yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan. Pengertian pertumbuhan dan
perkembangan perdefinisi adalah sebagai berikut :
a. Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu
bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ maupun
individu. Anak tidak hanya bertambah besar secara fisik, melainkan juga
ukuran dan struktur organ-organ tubuh dan otak (Soetjiningsih 2017).
Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan. Berbeda dengan
pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan
saraf pusat dengan organ yang dipengaruhi nya, misalnya perkembangan
sistem neurokosmuler, kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi. Kesemua
fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh
(Kemenkes RI, 2012).
b. Perkembangan (development) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif dan
kualitatif. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan/maturitas. Perkembangan
menyangkut proses diferensiasi sel tubuh, jaringan tubuh, organ, dan sistem
organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan kognitif, bahasa,
motorik, emosi, dan perkembangan prilaku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya. Perkembangan merupakan perubahan yang bersifat progresif,
terarah dan terpadu/koheren. Progresif mengandung arti bahwa perubahan
yang terjadi mempunyai arah tertentu dan cenderung maju ke depan, tidak
9
mundur ke belakang. Terarah dan terpadu menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang pasti antara perubahan yang terjadi pada saat ini, sebelumnya,
dan berikutnya (Soetjiningsih 2017).
2. Ciri dan Prinsip-Prinsip Tumbuh Kembang Anak
Proses tumbuh kembang anak mempunyai beberapa ciri-ciri yang saling
berkaitan. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :
a. Perkembangan menimbulkan perubahan
Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap
pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Misalnya perkembangan
intelegensia pada seorang anak akan menyertai pertumbuhan otak dan serabut
saraf.
Seorang anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum
ia bisa berdiri. Seorang anak tidak akan bisa berdiri jika pertumbuhan kaki dan
bagian tubuh lain yang terkait dengan fungsi berdiri anak terhambat, karena itu
perkembangan awal merupakan masa kritis karena akan menentukan
perkembangan selanjutnya.
b. Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda
Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempunyai kecepatan yang
berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan fisisk maupun perkembangan fungsi
organ dan perkembangan pada masing-masing anak.
c. Perkembangan berkolerasi dengan pertumbuhan
Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembanganpun demikian,
terjadi peningkatan mental, memori, daya nalar, asosiasi dan lain-lain. Anak sehat,
10
bertambah umur, bertambah berat dan tinggi badannya serta bertambah
kepandaiannya.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang
Anak
a. Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak
1) Ras/etnik atau bangsa
2) Keluarga
3) Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal,
tahun pertama kehidupan dan masa remaja.
4) Jenis kelamin
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat
daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas,
pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat.
5) Genetik
Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi
anak yang akan menjadi ciri khasnya.
6) Kelainan kromosom
Kelainan kromoson umumnya disertai dengan kegagalan
pertumbuhan seperti sindrom down’s dan sindrom turner’s.
11
b. Faktor eksternal
1) Faktor Prenatal
a) Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan
akan mempengaruhi pertumbuhan janin.
b) Mekanis
Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan
kongenital seperti club foot.
c) Toksin/zat kimia
Beberapa obat-obatan seperti aminopterin, thalidomide dapat
menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisiz.
d) Endokrin
Diabetes melitus dapat menyebabkan makrosomia,
kardiomegali, hiperplasia, adrenal.
e) Radiasi
Paparan radium dan sinar rontgen dapat mengakibatkan
kelainan pada janin seperti mikroseli, spina bifida, retardasi
mental dan deformitas anggota gerak, kelainan kongenital
mata, kelainan jantung.
f) Infeksi
Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH
(Toksoplasma, Rubella, Sitomegalo virus, herpes simpleks)
dapat menyebabkan kelainan pada janin, katarak, bisu, tuli,
mikrosefali, retardasi mental dan kelainan jantung kongenital.
12
g) Kelainan imunologi
Eritobaltosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan
darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibodi
terhadap sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta
masuk dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan
hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan hierbilirubinemia
dan kern ikterus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan
otak.
h) Anoksia embrio
Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi
plasenta menyebabkan pertumbuhan terganggu.
i) Psikologi ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan
mental pada ibu hamil dan lain-lain.
2) Faktor persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia
dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak.
3) Faktor paskasalin
a) Gizi
Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang
adekuat.
b) Penyakit kronis/kelainan kongenital
Tuberculosis, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan
retardasi pertumbuhan jasmani.
13
c) Lingkungan fisik dan kimia
Lingkungan sering disebut melieu adalah tempat anak tersebut
hidup yang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak
(provider). Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya
sinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu
(Mercuri, rokok, dll) mempunyai dampak yang negatif
terhadap pertumbuhan anak.
d) Psikologis
Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang
tidak dikehendaki orangtuanya atau anak yang selalu tertekan,
akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan
perkembangannya.
e) Endokrin
Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroidakan
menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.
f) Sosio-ekonomi
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan,
kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidak tahuan akan
menghambat pertumbuhan anak.
g) Lingkungan pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan interaksi ibu-anak sangat
mempengaruhi tumbuh kembang anak.
14
h) Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya
dalam keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi
anak, ketertiban ibu dan anggota keluarga lain terhadap
kegiatan anak.
i) Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat
pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat
perangsang terhadap susunan saraf yang menyebabkan
terhambatnya produksi hormon pertumbuhan.
2. Patofisiologi
a. Pada saat antenatal
1) Kurangnya asupan nutrisi, terserang penyakit infeksi
2) Nutrisi yang diterima janin sedikit
3) Pertumbuhan otak tidak optimal
b. Pada saat intranatal
1) Bayi terlalu lama di jalan lahir, bayi terjepit di jalan lahir, bayi
menderita caput succedaneum
2) Trauma saat lahir
3) Kerusakan pada otak
c. Pada saat postnatal
1) Kurang asupan nutrisi (ASI), bayi menderita penyakit infeksi,
asfiksia dan ikterus
2) Suplai zat-zat nutrient keorgan-organ tubuh terutama otak dan
otot kurang.
15
3. Komplikasi
Macam-macam penyakit yang dapat menyebabkan gangguan:
a. Gangguan bicara dan bahasa.
b. Spina Bifina
c. Cerebral palsy
d. Developmental coordination disorder
e. Sindrom Down
f. Perawakan Pendek
g. Gangguan Autisme
h. Reterdasi Mental
i. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
C. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak
Deteksi dini tumbuh kembang anak adalah kegiatan/pemeriksaan untuk
menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan
anak prasekolah. Dengan ditemukan secara dini penyimpangan/masalah tumbuh
kembang anak, maka intervensi akan lebih mudah dilakukan.
Ada tiga jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat dikerjakan:
1. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk
mengetahui/menemukan status gizi kurang/buruk dan mikro/makrosefali.
2. Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk mengetahui gangguan
perkembangan anak (keterlambatan), gangguan daya lihat, gangguan daya
dengar.
16
3. Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk mengetahui adanya
masalah mental emosional, autism dan gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas.
1. Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan Anak
Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk mengetahui
gangguan perkembangan anak (keterlambatan), gangguan daya lihat, gangguan
daya dengar.
Penyimpangan perkembangan (deviansi) adalah pola tingkah laku yang
menyimpang dari norma–norma system sosial (Kementrian Kesehatan RI:2012).
Adapun pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. KPSP (Kueisioner Pra Skrining Perkembangan)
b. Tes Daya Dengar (TDD)
c. Tes Daya Lihat (TDL)
2. Deteksi Dini Penyimpangan Pertumbuhan Anak
Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan yaitu untuk mengetahui/
menentukan satus gizi kurang /buruk dan mikro/makrosefal.
Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan di lakukan di semua tingkat
pelayanan. Adapun pelaksanaan dan alat yang di gunakan adalah sebagai berikut.
a. Pengukuran berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB)
Tujuan pengukuran BB/TB adalah menentukan status gizi anak normal,
kurus, kurus sekali atau gemuk. Jadwal pengukuran BB/TB di sesuaikan dengan
jadwal deteksi dini tumbuh kembang balita. Pengukuran dan penilaian BB/TB di
lakukan oleh tenaga kesehatan terlatih.
17
Cara pengukuran berat badan/tinggi badan sesuai tabel sebagai berikut:
1) Cara pengukuran berat badan/tinggi badan
No Cara pengukuran
1 Menggunakan timbangan bayi
a. Timbangan bayi di gunakan untuk menimbang anak sampai umur 2
tahun atau selama anak masih bisa berbaring/duduk tenang
b. Letakkan timbangan pada meja yang datar dan tidak mudah
bergoyang
c. Lihat posisi jarum atau angka harus menunjuk ke angka 0
d. Bayi sebaiknya telanjang tanpa topi ,kaos kaki dan sarung tangan
e. Baringkan bayi dengan hati-hati di atas timbangan
f. Lihat jarum timbangan sampai berhenti
g. Baca angka yang di tunjukan oleh jarum timbangan atau angka
timbangan
h. Bila bayi terus menerus bergerak, perhatikan gerakan jarum, baca
tengah-tengah gerakan jarum ke kanan dan ke kiri
2. Menggunakan timbangan injak
a. Letakkan timbangan di lantai yang datar sehingga tidak mudah
bergerak
b. Lihat posisi jarum atau angka harus menunjuk ke angka 0
c. Anak sebaiknya memakai baju sehari-hari yang tipis, tidak memakai
alas kaki, jaket, topi, jam tangan, kalung, dan tidak memegang sesuatu
d. Anak berdiri di atas timbangan tanpa dipegangi
e. Lihat jarum timbangan sampai berhenti
f. Baca angka yang ditunjukkan oleh jarum timbangan atau angka
timbangan
Gambar 1 Penimbangan Berat Badan
(Sumber : Kemenkes RI, 2012)
(Sumber : Kemenkes RI, 2012)
18
2) Cara pengukuran panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) sesuai tabel
berikut.
Tabel 1
Cara pengukuran BB dan TB
No Cara pengukuran
1 Cara mengukur dengan posisi berbaring:
a. Sebaiknya dilakukan oleh 2 orang
b. Bayi dibaringkan telentang pada alas yang datar
c. Kepala bayi menempel pada pembatas angka 0
d. Petugas 1: kedua tangan memegang kepala bayi agar tetap menempel
e. pada pembatas angka 0 (pembatas kepala)
f. Petugas 2: tangan kiri menekan lutu bayi agar lurus, tangan kanan
menekan batas kaki ke telapak kaki
Petugas 2: membaca angka di tepi di luar pengukur
Gambar 2. Pengukuran Panjang Badan
(Sumber : Kemenkes RI, 2012)
2 Gara mengukur dengan posisi berdiri
1. Anak tidak memakai sandal atau sepatu
2. Berdiri tegak menghadap kedepan
3. Punggung, pantat dan tumit menempel pada tiang pengukur
4. Turunkan batas atas pengukur sampai menempel di ubun-ubun
5. Baca angka pada batas tersebut
Gambar 3. Pengukuran Tinggi Badan
(Sumber : Kemenkes RI, 2012)
(Sumber : Kemenkes RI, 2012)
19
a) Ukur tinggi/panjang dan timbang berat badan anak, sesuai cara diatas.
b) Lihat kolom Tinggi/Panjang Badan anak yang sesuai dengan hasil
pengukuran.
c) Pilih kolom Berat Badan untuk laki-laki (kiri) atau perempuan (kanan) sesuai
jenis kelamin anak, cari angka berat badan yang terdekat dengan berat badan
anak.
d) Dari angka berat badan tersebut, lihat bagian atas kolom untuk mengetahui
angka Standar Deviasi (SD).
e) Untuk menentukan bagaimana dengan status gizi anak tersebut, menggunakan
grafik WHO 2006 dan terdapat pada buku KIA revisi 2015.
b. Pengukuran Lingkaran Kepala Anak (LKA)
1) Tujuan pengukuran lingkaran kepala anak adalah untuk mengetahui
lingkaran kepala anak dalam batas normal atau di luar batas normal.
2) Jadwal disesuaikan dengan umur anak. Umur 0–11 bulan, pengukuran
dilakukan setiap tiga bulan. Pada anak yang lebih besar, umur 12–72
bulan, pengukuran dilakukan setiap enam bulan. Pengukuran dan penilaian
lingkaran kepala anak dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih.
3) Cara mengukur lingkaran kepala
4) Alat pengukur dilingkarkan pada kepala anak melewati dahi, menutupi alis
mata, diatas kedua telinga, dan bagian belakang kepala yang menonjol,
tarik agak kencang.
5) Baca angka pada pertemuan dengan angka 0.
6) Tanyakan tanggal lahir bayi/anak, hitung umur bayi/anak.
20
7) Hasil pengukuran dicatat pada grafik lingkaran kepala menurut umur dan
jenis kelamin anak.
8) Buat garis yang menghubungkan ukuran yang lalu dengan ukuran
sekarang.
Sumber : Kemenes RI, 2012
Gambar 4. Pengukuran Lingkar Kepala
a) Interpretasi
(1) Apabila ukuran lingkaran kepala anak berada di dalam ”jalur
hijau”, lingkaran kepala anak normal.
(2) Apabila ukuran lingkaran kepala anak berada di luar ”jalur hijau”,
lingkaran kepala anak tidak normal.
(3) Lingkaran kepala anak tidak normal ada 2 (dua), yaitu makrosefal
apabila berada di atas ”jalur hijau” dan mikrosefal apabila berada
di bawah ”jalur hijau”.
b) Intervensi
Apabila ditemukan makrosefal maupun mikrosefal segera dirujuk ke
rumah sakit.
21
D. Status Gizi
1. Pengertian
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh
keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut
dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan atau
panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai (Marmi,
2012).
Status gizi di pengaruhi oleh konsumsi makanan dan peggunaan zat-zat
gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan di gunakan
secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan
fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada
tingkat setinggi mungkin (Marmi, 2012). Status gizi di bedakan menjadi status
gizi kurang, baik dan lebih (Emma, 2012).
2. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dapat di lihat pada bagan di bawah ini :
(Sumber: Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi, Jakarta.EGC)
Gambar 5.Metode Penilaian Status Gizi
Penilaian Status Gizi
Pengukuran
Langsung
Pengukuran Tidak
Langsung
1. Antropometri
2. Biokimia
3. Klinis
4. Biofisik
1. Survei Konsumsi
2. Statistic Vital
3. Faktor Ekologi
22
Untuk menentukan status gizi seseorang atau kelompok populasi di
lakukan dengan interpretasi informasi dari hasil beberapa metode penilaian status
gizi yaitu: penilaian konsumsi makanan, antropometri, laboratorium atau biokimia
dan klinis (Gibson, 2005). Di antara beberapa metode tersebut, pengukuran
menggunakan antropometri adalah relatif paling sederhana dan banyak di lakukan
(Marmi, 2012).
Dalam antropomeri dapat di lakukan beberapa macam pengukuran yaitu
pengukuran berat badan (BB), tinngi badan (TB) dan lingkar lengan atas (LILA).
Dari beberapa pengukuran tersebut BB, TB, dan LILA sesuai dengan umur adalah
yang paling sering digunakan untuk survey sedangkan untuk perorangan,
keluarga, pengukuran BB dan TB atau panjang badan (PB) adalah yang paling di
kenal (Marmi, 2012).
Melalui pengukuran antropometri, status gizi anak dapat di tentukan
apakah anak tersebut tergolong status gizi baik, kurang atau buruk. Menurut SK
antropometri tahun 2011 terdapat kategori dan ambang batas status gizi anak
seperti tabel berikut.
Tabel 2
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
Indeks Kategori
Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Berat Badan menurut Umur
(BB/U)
Anak Umur 0-60 bulan
Gizi Buruk < - 3 SD
Gizi Kurang -3 SD sammpai dengan <-2 SD
Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih >2 SD
Panjang Badan menurut
Umum (PB/U) atau Tinggi
Badan menurut Umur (TB/U)
Anak Umur 0-60 bulan
Sangat Pendek <-3 SD
Pendek -3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi >2 SD
Berat Badan menurut Panjang
Badan (BB/PB)
atau
Sangat Kurus <-3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
23
Berat Badan menurut Tinggi
Badan (BB/TB) Anak Umur
0-60 bulan
Gemuk >2 SD
Indeks Massa Tubuh menurut
Umur (IMT/U) anak Umur
0-60 bulan
Sangat Kurus <- 3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk >2 SD
Indeks Massa Tubuh menurut
Umur (IMT/U)
Anak Umur 5-18 Tahun
Sangat Kurus <-3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas >2 SD
(Sumber: Kemenkes RI. 2011)
3. Kebutuhan Gizi Bagi Balita
Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk
memelihara kesehatan pada umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi
ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktifitas, berat badan dan tinggi badan. Antara
asupan zat gizi dan pengeluaranya harus ada keseimbangan sehingga diperoleh
status gizi yang baik. Status gizi balita dapat dipantau dengan menimbang anak
setiap bulan dan dicocokkan dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) (Proverawati,
2009).
a. Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan orang
dewasa, sebab pada usia tersebut pertumbuhanya masih sangat pesat.
Kecukupanya akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia.
b. Kebutuhan zat pembangun
Secara fisiologis, balita sedang dalam masa pertumbuhan sehingga
kebutuhanya relatif lebih besar daripada orang dewasa. Namun, jika dibandingkan
dengan bayi yang usianya kurang dari satu tahun, kebutuhanya relatif lebih kecil.
24
c. Kebutuhan zat pengatur
Kebutuhan air bayi dan balita dalam sehari berfluktuasi seiring dengan
bertambanhya usia. Makanan balita seharusnya berpedoman pada gizi yang
seimbang serta harus memenuhi standar kecukupan gizi balita. Gizi seimbang
merupakan keadaan yang menjamin tubuh memperoleh makanan yang cukup dan
mengandung semua zat gizi dalam jumlah yang dibutuhkan. Dengan gizi
seimbang maka pertumbuhan dan perkembangan balita akan optimal dan daya
tahan tubuhnya akan baik sehingga tidak mudah sakit (Febry, 2013).
d. Kebutuhan Protein
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena paling erat
hubungan dengan proses kehidupan. Semua hayat hidup sel berhubungan dengan
zat gizi protein. Nama protein berasal dari zat yunani proteios, yang artinya ”
yang pertama” atau “yang terpenting”.
Molekul protein mengandung unsur C, H, O dan unsur khusus yang
terdapat dalam protein tidak terdapat dalam molekul karbohidrat dan lemat, yakni
nitrogen.
Angka Kecukupan Energi dan Protein rata-rata yang dianjurkan (per orang
per hari) yaitu sebagai beikut:
Tabel 3
Kebutuhan Protein
Golongan
Umur (bln)
Berat Badan
(kg)
Tinggi
Badan (cm) Energi (kkal) Protein (g)
0-6 5,5 60 560 12
7-12 8,5 71 800 15
13-36 12 90 1250 23
37-47 15 100 1500 28
48-72 18 110 1750 32
(Sumber: Merryana & Bambang, 2016)
25
Tabel 4
Sumber Kebutuhan Protein Hewani
Bahan Makanan Sumber Protein Hewani Protein (g%)
Daging 18,8
Hati 19,7
Babat 17,6
Jeroan 14,0
Daging Kelinci 16,6
Ikan Segar 17,0
Udang Seger 21,0
Ayam 18,2
Telur 12,8
Susu Sapi 03,2
Kerang 16,4
(Sumber : Kemenkes RI, 2012)
Tabel 5
Sumber Kebutuhan Protein Nabati
Sumber Protein Nabati Protein (g%)
Kacang Kedelai Kering 34,9
Kacang Hijau 22,2
Kacang Tanah 25,3
Beras 07,4
Jagung, Panen lama 09,2
Terigu, Tepung 08,9
Jampang 06,2
Kenari 15,0
Kelapa 03,4
Daun Singkong 06,8
Singkong, Tapioka 01,1
(Sumber : Daftar analisis bahan makanan, Merryana & Bambang, 2016)
e. Fungsi Protein
1) Sebagai sumber energi
2) Sebagai zat pembangun protein berfungsi dalam pertumbuhan dan
pemeliharaan jaringan tubuh serta meningkatakan sel-sel yang mati dan
aus terpakai
3) Sebagai badan-badan inti protein dalam mekanisme pertahanan tubuh
26
4) Sebagai zat pengatur
5) Dalam bentuk kromosom protein berperan dalam menyimpan dan
meneruskan sifat-sifat keturunan dalam bentuk gen
6) Untuk membuat protein darah dan mempertahankan tekanan osmose
7) Menjaga keseimbangan asam basa dari cairan tubuh (Merryana &
Bambang, 2016).
Tabel 6
Kecukupan Gizi
No Kelompok Umur BB (kg) TB (cm) Protein (g)
Anak
1. 0-6 bulan 6,0 60 10
2. 7-11 bulan 8,5 71 15
3. 1-3 tahun 12,0 90 25
4. 4-6 tahun 17,0 110 45
(Sumber: Merryana & Bambang, 2016)
Tabel 7
Angka kecukupan gizi rata-rata yang di anjurkan bagi anak menurut Usia
Bahan Bayi 6-12 Bulan
(900 Kkal)
Anak 1-3 Tahun
(1.200 Kkal)
Anak 4-5 Tahun
(1.700 Kkal)
Nasi 11/2gelas tim halus 2 ¼ gelas 3 gelas
Daging/tempe/telur
/ikan
1 potong 1-2 potong 2-4 potong
Sayuran 2 sendok makan 1 ½ gelas 2 gelas
Buah 1 buah/potong 3 buah/potong 3 buah/potong
ASI Lanjutkan Hingga 2 tahun -
Susu - 1 gelas 1 gelas
Minyak 1 sendok makan 1 ½ sendok
makan
2 sendok makan
Gula - 2 sendok makan 2 sendok makan
(Sumber: Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak, Gavi)
27
4. Peran Makanan Bagi Balita
a. Makanan sebagai sumber zat gizi
Didalam makanan terdapat enam jenis zat gizi, yaitu karbohidrat, lemak,
protein, vitamin, mineral, dan air. Zat gizi ini diperlukan bagi balita sebagai zat
tenaga, zat pembangun , dan zat pengatur.
b. Zat tenaga
Zat gizi yang menghasilkan tenaga atau energi adalah karbohidrat , lemak,
dan protein. Bagi balita, tenaga diperlukan untuk melakukan aktivitasnya serta
pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karena itu, kebutuhan zat gizi sumber
tenaga balita relatif lebih besar daripada orang dewasa.
c. Zat Pembangun
Protein sebagai zat pembangun bukan hanya untuk pertumbuhan fisik dan
perkembangan organ-organ tubuh balita, tetapi juga menggantikan jaringan yang
aus atau rusak.
d. Zat pengatur
Zat pengatur berfungsi agar faal organ-organ dan jaringan tubuh termasuk
otak dapat berjalan seperti yang diharapkan.
Berikut ini zat yang berperan sebagai zat pengatur:
1) Vitamin, baik yang larut air (vitamin B kompleks dan vitamin C) maupun
yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K).
2) Berbagai mineral, seperti kalsium, zat besi, iodium, dan flour.
3) Air, sebagai alat pengatur vital kehidupan sel-sel tubuh.
28
5. Gizi Seimbang
Gizi seimbang yang di kenal masyarakat Indonesia adalah empat
sehat lima sempurna. Konsep ini di kenalkan sejak 1950 oleh Prof Poerwo
Soedarmo, bapak Gizi Indonesia. Saat ini, konsep tersebut dianggap tidak
sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi gizi.
Kini di perkenalkan pedoman gizi seimbang. Pedoman gizi seimbang
(PGS) adalah susunan makanan sehari- hari yang mengandung zat gizi
dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Gizi
seimbang memperhatikan empat prinsip, yaitu variasi makanan,
pentingnya pola hidup bersih, pentingnya pola hidup aktif dan olahraga,
serta pemantauan berat badan ideal.
Cara memenuhi gizi (gizi seimbang) :
a. Konsumsi sumber tinggi protein
b. Variasikan makanan pokok, misalnya mengganti nasi putih dengan
makanan kaya karbohidrat lainnya seperti nasi merah, kentang, roti dan
jagung
c. Batasi makanan tinggi gula, garam, atau lemak
d. Biasakan sarapan
e. Minum air putih yang cukup (Buku Ajar Dasar Ilmu Gizi Kesmas,
2018).
6. Gizi Kurang
a. Pengertian
Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau
ketidak seimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan,
29
aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan.
Kekurangan zat gizi adaptif bersifat ringan sampai dengan berat. Gizi
kurang banyak terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun (Afriyanto,
2010).
Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai
suatu proses kurang makan ketika kebutuhan normal terhadap satu atau
beberapa nutrien tidak terpenuhi, atau nutrien-nutrien tersebut hilang
dengan jumlah yang lebih besar daripada yang didapat. Keadaan gizi
kurang dalam konteks kesehatan masyarakat biasanya dinilai dengan
menggunakan kriteria antropometrik statik atau data yang berhubungan
dengan jumlah makronutrien yang ada di dalam makanan, yaitu protein
dan energi (Gibney, dkk, 2009). Gangguan kesehatan adalah salah satu
akibat yang disebabkan kekurangan dan ketidak seimbangan antara
kebutuhan dengan asupan dan protein (Rahardjo, 2012).
b. Epidemiologi Gizi Kurang
1) Distribusi Frekuensi Gizi Kurang Berdasarkan Orang
Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2010, prevalensi gizi kurang
pada balita berdasarkan kelompok umur menunjukkan bahwa
prevalensi terbesar pada kelompok umur 36-47 bulan yaitu sebesar
14,6% dan terendah pada kelompok umur ≤ 5 bulan yaitu sebesar
7,2%. Prevalensi gizi kurang berdasarkan jenis kelamin yaitu
prevalensi gizi kurang pada laki-laki (13,9%) lebih besar daripada
perempuan (12,1%). Menurut Suryono dan Supardi (2004)
menyatakan bahwa jumlah anak balita yang mengalami KEP
30
maupun Non-KEP mayoritas adalah perempuan (58,5%)
(Suryono,2004).
Prevalensi gizi kurang berdasarkan tingkat pendidikan terakhir
yaitu prevalensi terbesar pada kelompok tidak tamat SD yaitu
sebesar 15,7% dan terendah pada kelompok tamat PT (Perguruan
Tinggi) yaitu sebesar 7,4%. Prevalensi gizi kurang berdasarkan
pekerjaan yang terbesar adalah pada kelompok
petani/nelayan/buruh yaitu sebesar 15,2% dan yang terendah pada
kelompok yang masih sekolah yaitu sebesar 4,7%. Menurut
Suryono dan Supardi (2004) bahwa faktor pendidikan ibu yang
kurang dari SMA memiliki kemungkinan 1,3 kali lebih banyak
terjadinya status gizi kurang pada anak balita dibandingkan ibu
yang berpendidikan lebih dari SMA (Suryono, 2004).
2) Distribusi Frekuensi Gizi Kurang Berdasarkan Tempat
Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2007, prevalensi gizi kurang
menurut provinsi yang tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur
(24,2%), Sulawesi Tengah (18,7%), dan Maluku (18,5%)
(Riskesdas, 2007). Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2010,
prevalensi gizi kurang berdasarkan tempat tinggal yaitu di
pedesaan (14,8%) lebih tinggi daripada di perkotaan (11,3%).
Prevalensi gizi kurang pada balita menurut Provinsi terdapat 3
Provinsi dengan jumlah kasus yang paling besar berturut-turut,
yaitu Kalimantan Tengah (22,3%), Nusa Tenggara Timur (20,4%),
dan Nusa Tenggara Barat (19,9%) (Riskesdas, 2010).
31
3) Distribusi Frekuensi Gizi Kurang Berdasarkan Waktu
Berdasarkan SKRT, pada tahun 2000 persentase balita dengan gizi
kurang sebesar 17%, pada tahun 2001 sebesar 20%, pada tahun
2002 sebesar 18%, pada tahun 2003 sebesar 20%, pada tahun 2005
sebesar 19% dan pada tahun 2007 sebesar 13% (Riskesdas, 2007).
Berdasarkan laporan Riskesdas, prevalensi gizi kurang pada tahun
2010 adalah sebesar 13% (Riskesda, 2010).
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Anak
1) Faktor penyebab langsung
Konsumsi makan merupakan banyaknya atau jumlah pangan,
secara tunggal maupun beragam yang dikonsumsi seseorang atau
sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis, psikologis dan soiologis (Sediaoetama, 2000). Defisiensi
gizi yang paling berat dan meluas terutama dikalangan anak-anak
ialah akibat kekurangan zat gizi energi dan protein sebagai akibat
kekurangan konsumsi makan dan hambatan mengabsorbsi zat gizi.
Menurut Soekirman (1999) dalam Made et al (2004) menyatakan
bahwa penyebab dari tingginya prevalensi gizi kurang secara
langsung adalah asupan gizi yang tidak sesuai antara yang
dikonsumsi dengan kebutuhan tubuh, dimana asupan gizi secara
tidak langsung dipengaruhi oleh pola pengasuhan terhadap anak
yang diberikan oleh ibu. Hal tersebut sama dengan apa yang di
ungkapkan oleh Irawan (2004) yang menyebutkan bahwa gizi
kurang dan gizi buruk adalah manifestasi karena kurangnya asupan
32
dari protein dan energi dalam makanan sehari-hari sehingga tidak
mencukupi AKG dan biasanya juga terdapat kekurangan dari
beberapa nutrisi lainnya. Konsumsi makanan yang tidak adekuat
ini erat pula kaitannya dengan keadaan infeksi pada anak. Anak
yang tidak cukup mendapatkan makanan maka daya tahan
tubuhnya akan melemah sehingga mudah diserang infeksi yang
akan mengurangi nafsu makan sehingga pada akhirnya dapat
menderita gizi kurang (Proyek Perbaikan Gizi Masyarakat). Faktor
yang berhubungan dengankonsumsi makan yaitu:
a) Umur Ibu
Hurlock (1998) menggambarkan bahwa umur ibu yang
memiliki anak dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu usia
muda (<20 tahun), dewasa dini (20-29 tahun), dan dewasa
madya (30-40 tahun).
b) Pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan
Bagian penting dari pengelolaan gizi adalah pengetahuan,
kurangnya daya beli merupakan suatu kendala, tetapi defisiensi
gizi akan banyak berkurang bila orang mengetahui bagaimana
menggunakan daya beli yang ada. Tingkat pengetahuan akan
mempengaruhi seseorang dalam memilih makanan. Untuk
masyarakat yang berpendidikan dan cukup pengetahuan
tentang gizi, pertimbangan fisiologis lebih menonjol
dibandingkan dengan kebutuhan kepuasan psikis. Tetapi
umumnya akan terjadi kompromi antara keduanya, sehingga
33
akan menyediakan makanan yang lezat dan bergizi seimbang
(Sediaoetama, 2000).
Pengetahuan ibu merupakan faktor penting, karena
mempengaruhi kemampuan ibu dalam mengelola sumber daya
yang ada untuk mendapatkan kecukupan bahan makanan.
Pengetahuan tentang kandungan zat gizi dalam berbagai bahan
makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga dapat
membantu ibu memilih bahan makanan, kegunaan makanan
bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan
makanan yang berharga tidak begitu mahal akan tetapi nilai
gizinya tinggi (Moehji, 2003). Dalam penelitian Wonatorey et
al (2006) disebutkan bahwa peningkatan status gizi anak gizi
buruk kemungkinan dipengaruhi oleh meningkatnya
pengetahuan gizi ibu dalam pengolahan dan perawatan anak
gizi buruk melalui konseling gizi.
c) Pendidikan ibu
Tingkat pendidikan formal membentuk nilai-nilai progresif
bagi seseorang terutama dalam menerima hal-hal baru. Tingkat
pendidikan formal merupakan factor yang ikut menentukan
mudah tidaknya seseorang menyerap dan menekuni
pengetahuan yang diperoleh. Peranan orang tua, khususnya ibu,
dalam menyediakan dan menyajikan makanan yang bergizi
bagi keluarga, khususnya anak menjadi penting. Masukan gizi
anak sangat tergantung pada sumber-sumber yang ada di
34
lingkungan sosialnya, salah satu yang sangat menentukan
adalah ibu. Kualitas pelayanan ibu dalam keluarga ditentukan
oleh penguasaan informasi dan faktor ketersediaan waktu yang
memadai. Kedua faktor tersebut antara lain faktor determinan
yang dapat ditentukan dengan tingkat pendidikan, interaksi
sosial dan pekerjaan (Soekirman, 2000).
d) Pendapatan keluarga
Masalah kekurangan gizi, keamanan pangan dan kemiskinan
selalu berkaitan dan sukar ditunjukkan apa penyebabnya.
Meskipun tersedia bahan makanan yang cukup, jika keluarga
miskin kelaparan masalah gizi kemungkinan masih akan
timbul. Jika tingkat pendapatan naik maka jumlah makanan
yang dikonsumsi cenderung untuk membaik juga, secara tidak
langsung zat gizi yang diperlukan tubuh akan terpenuhi dan
akan meningkatkan status gizi. Tingkat pendapatan akan
menentukan makanan apa yang akan dibeli oleh keluarga.
Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian besar
pendapatannya untuk makanan. Rendahnya pendapatan
merupakan rintangan lain yang menyebabkan orang-orang
tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan.
Ada pula keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan
cukup namun sebagian anaknya berstatus kurang gizi
(Sayogya, 1996).
35
e) Jumlah anggota dalam keluarga
Jumlah keluarga dan jarak kelahiran antar anak akan
berpengaruh dalam acara makan bersama, sering kali anak yang
lebih kecil mendapat jumlah makanan yang kurang mencukupi
karena anggota keluarga lain makan dalam jumlah yang lebih
banyak. Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang
gizi sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber
pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin, akan
lebih mudah memenuhi kebutuhan makannya jika yang harus
diberikan makan dalam jumlah keluarga yang sedikit (Moehji,
2003). Menurut Sediaoetama (2000), menyatakan bahwa
distribusi pangan yang dikonsumsi suatu keluarga sering tidak
merata, yaitu jumlah makanan yang tidak sesuai dengan tingkat
kebutuhannya menurut umur dan keadaan fisik serta jenis
kelaminnya.
f) Penyakit Infeksi
Penyakit infesksi dapat bertindak sebagai pemula terjadinya
kurang gizi sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya
gangguan penyerapan dalam saluran gizi pencernaan atau
peningkatan kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit. Status
gizi yang rendah akan menurunkan resistensi tubuh terhadap
infeksi penyakit sehingga banyak menyebabkan kematian,
terutama pada anak, keadaan ini akan mempengaruhi angka
mortalitas (Baliwati et al., 2004). Menurut Scrimshaw et al.
36
(1959) dalam Supariasa et al. (2001) menyatakan bahwa ada
hubungan yang sangat erat antara infeksi (bakteri, virus, dan
parasit) dengan malnutrisi dengan penyakit infeksi dan juga
infeksi akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat
malnutrisi.
2) Faktor Penyebab Tidak Langsung
a) Ketahanan Pangan Keluarga
Ketahanan pangan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya
dalam jumlah yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu
gizinya. Ketahanan pangan keluarga terkait dengan
ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun
dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli
keluarga serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.
b) Pola Asuh Anak
Penelitian yang dilakukan Made et al. (2004) menunjukkan
adanya hasil uji statistik yang bermakna antara pola asuh
dengan status gizi yang artinya semakin baik pola asuh
semakin baik status gizi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Bibi (2001) dalam Made et al. (2004) bahwa
dengan adanya pola asuh yang baik utamanya asuhan gizi maka
status gizi akan semakin baik. Pola asuh yang kurang baik
berhubungan dengan pola pemberian ASI dan MP-ASI yang
kurang baik serta prioritas gizi yang salah dalam keluarga.
37
Dalam penelitian Suryono dan Supardi (2004) disebutkan
bahwa jika tidak diberi ASI eksklusif akan terjadi 2,86 kali
kemungkinan balita mengalami KEP dan hal tersebut bermakna
secara statistik. Menurut Azwar (2000), masih banyak ibu yang
tidak memberikan kolostrum pada bayinya. Selain itu,
pemberian ASI terhenti karena ibu kembali bekerja. Di daerah
kota dan semiperkotaan ada kecenderungan rendahnya
frekuensi menyusui dan ASI dihentikan terlalu dini pada ibu-
ibu yang bekerja (Soekirman, 2001 dalam Rasni, 2009).
Disebutkan pula adanya mitos ataupun kepercayaan/adat-
istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam pemberian
makanan sebelum ASI, yaitu pemberian air kelapa, air tajin, air
teh, madu dan pisang. Makanan yang diberikan pada bayi baru
lahir sebelum ASI keluar sangat berbahaya bagi kesehatan bayi
dan mengganggu keberhasilan menyusui (Azwar, 2000).
c) Pola pemberian MP-ASI yang kurang baik
Azwar (2000) mengungkapkan pemberian MP-ASI yang
kurang baik meliputi:
(1) Pemberian MP-ASI yang terlalu dini atau terlambat,
dimana pemberian MP-ASI sebelum bayi berumur 4 bulan
dapat menurunkan konsumsi ASI dan gangguan
pencernaan/diare dan jika pemberian MPASI terlambat
(bayi sudah lewat usia 6 bulan) dapat menyebabkan
hambatan pertumbuhan anak.
38
(2) Pemberian MP-ASI pada periode umur 4-24 bulan sering
tidak tepat dan tidak cukup baik kualitas maupun
kuantitasnya. Frekuensi pemberian MP-ASI dalam sehari
yang kurang akan berakibat kebutuhan gizi anak tidak
terpenuhi.
(3) Pemberian MP-ASI sebelum ASI pada usia 4-6 bulan,
dimana pada periode ini zat-zat yang diperlukan bayi
terutama diperoleh dari ASI. Memberikan MP-ASI terlebih
dahulu berarti kemampuan bayi untuk mengkonsumsi ASI
berkurang yang berakibat menurunnya produksi ASI, hal
ini dapat berakibat anak menderita kurang gizi.
d) Prioritas gizi yang salah dalam keluarga
Prioritas gizi yang salah pada keluarga, dimana banyak
keluarga yang memprioritaskan makanan untuk anggota
keluarga yang lebih besar (seperti ayah atau kakak tertua)
dibandingkan anak (terutama yang berusia di bawah dua tahun)
sehingga apabila makan bersama-sama maka anak yang berusia
balita akan kalah (Rasni, 2009).
e) Pelayanan Kesehatan
Ketidak terjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh dan
atau tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan
pengetahuan merupakan kendala masyarakat dan keluarga
memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia.
Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak. Pelayanan
39
kesehatan adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga
terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan
kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan
pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan
kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti
posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter, rumah sakit
dan persediaan air bersih. Menurut penelitian Husaini (1996)
dalam Made et al. (2004) yang mengemukakan bahwa dalam
upaya memperbaiki status gizi anak, dilakukan upaya
pencegahan penyakit menyangkut perawatan dasar terhadap
anak yaitu dengan pemberian imunisasi secara lengkap,
pemberian vitamin A secara berkala (mengikuti bulan
pemberian vitamin A) dan upaya perbaikan sanitasi terhadap
anak, ibu dan lingkungan.
Sumber : (Supariasa, 2002)
Gambar 6. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Gizi Kurang
Gizi Kurang
Asupan Makanan
Persediaan makanan
di rumah
Perawatan anak dan
ibu hamil Pelayanan
Kesehatan
Kirisi ekonomi
langsung
Penyakit Infeksi
Kemiskinan, kurang pendidikan,
kurang keterampilan
40
d. Gejala Gizi Kurang
Gizi kurang akut biasanya mudah untuk dilakukan
pendeteksian, adapun gejala – gejala yang biasa dikenal apabila bayi
dan balita mengalami gizi kurang adalah sebagai berikut :
1) Berat badan anak akan kurus dan kurang
2) Tinggi badan yang tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan
3) Anak akan tumbuh dengan lambat
Apabila anak mempunyai gejala-gejala seperti di atas maka
akan berakibat pada perkembanagan otak dan psikologi anak,
pertumbuhan anak dan rentan terkena penyakit infeksi lainnya
(Alamsyah, Dedi. 2013).
e. Pencegahan Gizi Kurang Pada Balita
1) Pencegahan Primer
Pencegahan ini untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap
sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit (Budiarto,
2002). Pencegahan ini ditujukan untuk masyarakat umum, yaitu
(Widodo, 2009) :
a) Memberikan KIE mengenai gizi kurang dan gizi buruk,
termasuk gejala-gejala serta komplikasi yang akan timbul.
b) Menyarankan anggota keluarga untuk mengonsumsi makanan
yang bergizi seperti pada Pedoman Umum Gizi Seimbang
(PUGS) yang berisi 13 pesan, antara lain: makanlah makanan
yang beraneka ragam setiap hari, makanlah makanan yang
mengandung cukup energi, untuk sumber energi upayakan agar
41
separuhnya berasal dari makanan yang mengandung zat
karbohidrat komplek, upayakan agar sumber energi dari
minyak dan lemak tidak lebihdari seperempat dari energi total
yang anda butuhkan, gunakan hanya garam beryodium untuk
memasak sehari-hari, makanlah banyak makanan yang kaya
akan zat besi, berikan hanya air susu ibu untuk bayi sampai
usia 4 bulan, biasakan makan pagi setiap hari, minum air bersih
dan sehat dalam jumlah yang cukup, berolahraga dengan teratur
untuk menjaga kebugaran badan, hindarilah minuman
beralkohol, makanlah makanan yang dimasak dan/atau
dihidangkan dengan bersih dan tidak tecemar, dan bacalah
selalu label pada kemasan makanan.
c) Memberikan penjelasan mengenai cara penanganan gizi kurang
atau gizi buruk dengan perubahan sikap dan perilaku anggota
keluarga. Bukan saja makanan yang harus diperhatikan, tetapi
lingkungan sekitar juga harus diperhatikan untuk mencegah
penyakit infeksi yang dapat menyebabkan nafsu makan
berkurang.
d) Usahakan mengikuti program kesehatan yang ada setiap bulan
di puskesmas atau di puskesmas pembantu desa.
2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini untuk orang yang telah sakit agar sembuh,
menghambat progesifitas penyakit, menghindarkan komplikasi,
dam mengurangi ketidakmampuan, yaitu (Budiarto, 2002):
42
a) Deteksi dini sekiranya penderita atau anggota keluarga yang
lain terjangkit penyakit yang disebabkan oleh kurangnya gizi
dalam jangka waktu yang panjang. Misalnya, melakukan
penimbangan berat badan.
b) Mendapatkan pengobatan sedini mungkin. Pengobatan yang
awal dan tepat dapat mengurangi morbiditas dan meningkatkan
produktivitas semua anggota keluarga.
3) Pencegahan tersier
Upaya pencegahan ini terus diupayakan selama orang yang
menderita belum meninggal dunia, yaitu (Budiarto, 2002):
a) Apabila penderita mengalami sakit lain, sebaiknya secepatnya
dilakukan pemeriksaan dan pengobatan.
b) Rehabilitasi sosial diberikan kepada penderita dan anggota
keluarga. Bagi penderita ditumbuh kembalikan kepercayaan
dirinya agar bisa bergaul dengan yang lain
Cara lain yang dapat di lakukan untuk mencegah gizi kurang :
(1) Membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan
memperhatikan pola makan yang teratur dengan gizi seimbang.
(2) Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan
janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan
melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi
kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita
sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil
maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan
43
lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang
sebaliknya.
(3) Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur
6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan
tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan
tingkatan umur.
(4) Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti
program posyandu untuk mengetahui apakah pertumbuhan
anak sesuai dengan standar pada KMS. Sehingga, jika tidak
sesuai atau ditemukan adanya gejala gizi kurang maka hal
tersebut dapat segera diatasi.
(5) Meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama orang tua
tentang gizi melalui penyuluhan kepada masyarakat luas
terutama di daerah pedesaan dan di daerah terpencil. Sebab,
menurut Samuel, dibutuhkan peningkatan pengetahuan dan
kesadaran akan pentingnya pemberian makanan bergizi yang
seimbang sejak bayi dan komposisi makanan seperti apa yang
dibutuhkan oleh anak mereka. Memberikan makanan yang
tepat dan seimbang kepada anak yang terdiri dari karbohidrat,
protein, lemak, mineral dan vitamin. Lemak minimal diberikan
10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein
diberikan 12% dari total kalori. Sisanya adalah karbohidrat.
“Kuantitas makanan yang dikonsumsi harus disesuaikan
dengan kebutuhan anak, karena masing-masing anak memiliki
44
kebutuhan gizi yang berbeda tergantung usia, gender dan
aktivitas”.
(6) Diperlukan peranan baik dari keluarga, praktisi kesehatan,
maupun pemerintah. Pemerintah harus meningkatkan kualitas
posyandu dan pelayanan kesehatan lainnya, jangan hanya
sekedar untuk penimbangan dan vaksinasi, tapi harus
diperbaiki dalam hal penyuluhan gizi dan kualitas pemberian
makanan tambahan, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat
agar akses pangan tidak terhambat.
(7) Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup
sehat dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan yang berkualitas dan meningkatkan sistem
surveilans, monitoring dan informasi kesehatan
f. Gangguan Akibat Gizi Kurang
Gangguan akibat kekurangan gizi bergantung pada zat gizi yang
mengalami kekurangan, tetapi secara umum gangguan tersebut
meliputi hal berikut :
1) Badan lemah, kurang energi untuk melakukan aktivitas.
2) Penurunan ketahanan tubuh terhadap serangan penyakit infeksi,
misalnya menjadi mudah terserang flu, diare dan borok kulit. Pada
penderita penyakit infeksi tertentu, penyakit tersebut menjadi tidak
sembuh atau bahkan bertambah parah.
45
3) Pertumbuhan badan terhambat, terutama pada anak-anak tampak
pada pertambahan berat badan, otot lembek, dan rambut mudah
rontok.
4) Kemampuan berpikir dan perkembangan mental terhambat
sehingga seseorang tampak bodoh dan mental yang kurang wajar,
seperti mudah panik, tidak peduli, gampang tersinggung, mudah
marah, dan cepat putus asa (Widodo, 2009).
g. Program Penanggulangan Gizi Kurang
Ada 9 (sembilan) program pokok penanggulangan gizi adalah sebagai
berikut :
1) Mainstream gizi pada kebijakan dan program pembangunan
2) Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi
3) Melindungi konsumen dengan meningkatkan kualitas dan
keamanan pangan
4) Mencegah dan menanggulangi penyakit infeksi
5) Mempromosikan ASI Eksklusif
6) Memperhatikan golongan rentan
7) Mencegah dan menanggulangi kekurangan gizi mikro
8) Mempromosikan pola hidup sehat
9) Surveilands gizi (Alamsyah, Dedi. 2013)
7. Peningkatan Status Gizi
Status gizi dalam Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan adalah tingkat kecukupan gizi seseorang yang sesuai dengan
jenis kelamin dan usianya. Menurut Almatsier (2003), status gizi adalah
46
keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi dan penggunaan zat-zat gizi dan
dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Menurut
Daly dan Robertson dalam Supariasa et al. (2002) menyebutkan bahwa
dalam status gizi pada balita dipengaruhi oleh dua hal pokok, yaitu
konsumsi makanan dan kondisi kesehatan. Status gizi baik terjadi bila
tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien,
sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi
mungkin. Faktor langsung yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk
adalah kurangnya asupan zat gizi dan penyakit infeksi. Menurut
Soekirman (1999) dalam Made et al. (2004) menyatakan bahwa penyebab
dari tingginya prevalensi gizi kurang secara langsung adalah asupan gizi
yang tidak sesuai antara yang dikonsumsi dengan kebutuhan tubuh,
dimana asupan gizi secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola
pengasuhan terhadap anak yang diberikan oleh ibu. Berdasarkan pendapat
Baliwati et al (2004), penyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula
terjadinya kurang gizi sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya
gangguan penyerapan dalam saluran gizi pencernaan atau peningkatan
kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit. Status gizi yang rendah akan
menurunkan resistensi tubuh terhadap infeksi penyakit sehingga banyak
menyebabkan kematian, terutama pada anak, keadaan ini akan
mempengaruhi angka mortalitas.
Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan
oleh Nofianti (2011), dengan judul Hubungan Asupan Zat Gizi dengan
47
Status Gizi Anak Balita Anak Usia 12-24 Bulan di Kabupaten Batang
dengan hasil penelitian bahwa anak dengan asupan zat gizi makro maupun
mikro mempengaruhi status gizi. Asupan energi dan zat makro seperti
protein yang tidak tercukupi baik jumlah mutunya akan mengganggu
pertumbuhan, perkembangan, dan status gizi balita. Berdasarkan keadaan
dilapangan penyakit infeksi bertindak sebagai pemula terjadinya kurang
gizi, sehingga mengakibatkan menurunya nafsu makan, adanya gangguan
penyerapan dalam saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan zat gizi
oleh adanya penyakit. Menurut Supariasa (2002), kaitan penyakit infeksi
dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu
hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi
dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah infeksi. Asupan makan
sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsu-unsur ikatan kimia
yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh, yang berguna bila dimasukkan ke
dalam tebuh terutama bagi balita gizi kurang. Dengan asupan nutrisi yang
baik maka balita gizi kurang dapat mencapai keadaan gizi yang normal
atau baik dengan adanya pertambahan berat badan dan tinggi badan yang
sesuai dengan umur balita. Hasil penelitian dilapangan peningkatan status
gizi berdasarkan BB/TB lebih banyak dibandingkan dengan peningkatan
status gizi berdasarkan BB/U. Hal tersebut dikarenakan pengukuran status
gizi dengan menggunakan indeks BB/U digunakan untuk menggambarkan
status gizi balita BGM secara akut atau kronis. Selain itu penggunanaan
pengukuran dengan BB/U lebih sensitif dalam melihat perubahan status
gizi dalam jangka waktu pendek (Sulistiyani, 2010). Peningkatana berat
48
badan dan tinggi badan belum tentu meningkat pula status gizi seseorang.
Kekurangan gizi secara kronis disebabkan karena tidak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah yang cukup atau makanan yang baik dalam
periode atau kurun waktu yang lama untuk mendapatkan kalori dan protein
dalam jumlah yang cukup, atau juga disebabkan adanya infeksi.
8. Pemenuhan Gizi Pada Balita
a. Mengenal Balita
Secara harafiah, balita atau anak bawah lima tahun adalah anak usia
kurang dari lima tahun sehingga bayi usia dibawah satu tahun juga
termasuk dalam golongan ini. Namun, karena faal (kerja alat tubuh
semestinya) bayi usia di bawah satu tahun berbeda dengan anak usia
diatas satutahun, banyak ilmuwan yang membedakannya. Utamanya,
makanan bayi berbentuk cair, yaitu air susu ibu (ASI), sedangkan
umumnya anak usia lebih dari satu tahun mulai menerima makanan
padat seperti orang dewasa. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan
mulai disapih atau selepas menyusu sampai dengan prasekolah. Sesuai
dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal
tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan
cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya.
Menurut Persagi (1992), berdasarkan karakteristiknya, balita usia 1-5
tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari satu
tahun sampai tiga tahun yang dikenal dengan “batita“ dan anak usia
lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal dengan usia
49
“prasekolah”. Batita sering disebut konsumen pasif, sedangkan usia
prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif.
b. Karakteristik Balita
Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak
menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Dengan kondisi
demikian, sebaiknya anak balita diperkenalkan dengan berbagai bahan
makanan. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia
prasekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif lebih
besar. Namun, perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah
makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil
daripada anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan
yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering.
c. Karakteristik Usia Prasekolah
Pada usia prasekolah, anak menjadi konsumen aktif, yaitu mereka
sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Masa ini juga sering
dikenal sebagai “masa keras kepala“. Akibat pergaulan dengan
lingkungannya terutama dengan anak-anak yang lebih besar, anak
mulai senang jajan. Jika halini dibiarkan, jajanan yang dipilih dapat
mengurangi asupan zat gizi yang diperlukan bagi tubuhnya sehingga
anak kurang gizi. Perilaku makan sangat dipengaruhi oleh kedaan
psikologis, kesehatan, dan sosial anak. Oleh karena itu, kedaan
lingkungan dan sikap keluarga merupakan hal yang sangat penting
dalam pemberian makan pada anak agar anak tidak cemas dan
50
khawatir terhadap makanannya. Seperti pada orang dewasa, suasana
yang menyenangkan dapat membangkitkan selera makan anak.
9. Konseling Gizi
Konseling Gizi Berdasarkan Depkes RI 2008:
a. Balita yang Mendapatkan Konseling Gizi
Balita yang kurang gizi penting untuk mendapatkan konseling gizi
untuk mencari penyebab masalah sebelum memberi nasihat kepada
ibu. Balita dengan salah satu kriteria yang berada dalam keadaan
sebagai berikut :
1) Kurus (< -2 SD untuk BB/PB atau BB/TB atau IMT/U)
2) Berat badan kurang ( < -2 SD untuk BB/U)
3) Pendek (< -2 SD untuk PB/U atau TB/U)
4) Anak yang mempunyai kecenderungan pertumbuhan ke arah salah
satu masalah tersebut di atas (Dipkes RI, 2008a).
Apabila ada masalah dalam pertumbuhan balita dan kecenderungan
yang mengarah pada suatu masalah, maka perlu mewawancarai ibu
untuk mengidentifikasi penyebab masalah yang ada. Selama konseling,
sangat penting untuk menyepakati tindakan untuk meningkatkan
pertumbuhan anak yang dapat dilaksanakan oleh ibuatau pengasuh
(Depkes RI, 2008a).
b. Teknik Konseling Gizi
Dalam konseling gizi penting dilakukannya dengan teknik konseling
yang baik, yaitu :
1) Mendengarkan dan belajar dari ibu balita :
51
a) Mengajukan pertanyaan terbuka kepada ibu atau pengasuh.
b) Mendengarkan dan meyakinkan bahwa petugas memahami
yang disampaikan oleh ibu atau pengasuh.
c) Menggunakan bahasa tubuh dan isyarat untuk menunjukkan
minat.
d) Empati untuk menunjukkan pemahaman terhadap perasaan ibu
atau pengasuh.
2) Membangun kepercayaan dan berikan dukungan :
a) Memberikan pujian kepada ibu jika ibu sudah berbuat baik.
b) Menghindarkan kata yang menyalahkan ibu.
c) Menerima apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh ibu.
d) Memberikan informasi dalam bahasa yang sederhana sehingga
mudahdimengerti oleh ibu.
e) Memberikan saran yang terbatas tetapi bukan sebuah perintah.
f) Menawarkan bantuan praktis kepada ibu (Depkes RI, 2008b).
Jika anak tumbuh dengan baik, maka memberikan pujian
pada ibu serta kaji ulang pemberian makan anak sesuai kelompok
umur anak yang terdapat pada buku GPA. Menjelaskan
rekomendasi pemberian makan anak pada kelompok umur
berikutnya sebelum kunjungan berikutnya. Rekomendasi
pemberian makan yangdiperlukan untuk pemberian bagi anak yang
sakit dan sehat serta nasehat tentang masalah pemberian makan.
Jika anak kurang gizi penting mencari penyebab masalah sebelum
52
memberi nasihat pada ibu. Mencari penyebab dengan
mewawancarai ibu (Depkes RI, 2008b).
c. Langkah-Langkah Pelaksanaan Konseling Gizi
Berdasarkan Depkes RI (2008b), langkah konseling yang perlu
dikakukan adalah sebagai berikut :
1) Membacakan buku Grafik Pertumbuhan Anak (GPA)
Memberikan penjelasan dengan jelas dan sederhana tentang hasil
ploting dan garis pertumbuhan anak apakah anak tumbuh seperti
yang diharapkan atau mengalami masalah pertumbuhan. Dalam hal
ini perlu dihindarkan perkataan yang bersifat menuduh atau
menyalahkan kepada ibu. Apabila anak mengalami pertumbuhan
seperti yang diharapkan maka perlu adanya pujian yang diberikan
oleh petugas gizi kepada ibu. Membangun kepercayaan kepada ibu
dan adanya komunikasi yang dapat membantu anaknya (Depkes
RI, 2008b).
2) Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi
a) Menentukan anak sakit atau tidak pada saat kunjungan
Seorang anak yang kurang gizi dimungkinkan sedang
menderita penyakit (seperti diare) atau penyakit kronis yang
dapat memperberat kakurangan gizinya. Jika anak menderita
penyakit maka hal yang perlu dilakukan adalah mengobat
penyakit penyerta atau masalah yang ada apabila mampu, jika
tidak mampu rujuk anak kurang gizi ke pelayanan kesehatan
untuk memperoleh pelayanan yang sesuai. Jika diketahui atau
53
dicurigai seorang anak mempunyai penyakit kronis (seperti
HIV/AIDS, TB), ibu atau pengasuh anak perlu diberikan
konseling atau melakukan tes/uji kesehatan.
b) Menanyakan pola pemberian makan atau pola menyusui
Ketika memberikan konseling pada ibu tentang pemberian
makan, perlu dilakukan dengan penjelasan yang jelas dan
sederhana untuk setiap anjuran. Salah satu saran yang diberikan
adalah menyarankan makanan lokal yang bergizi dan cara
penyiapannya. Akan lebih bermanfaat jika ditunjukkan gambar
atau poster makanan lokal serta mendemonstrasikan cara
penyiapan makanan yang bergizi. Menanyakan kepada ibu
apakah ibu mengerti dan tidak mempunyai masalah dalam
menerapkan anjuran pemberian makan. Setelah menjelaskan
anjuran makan langkah selanjutnya mengajukan pertanyaan
pemahaman (Checking Question) untuk memastikan bahwa ibu
telah memahami informasi yang diberikan. Pertanyaan
pemahaman dimaksudkan untuk mengetahui apa yang sudah
dipelajari ibu, agar dapat diberikan informasi tambahan
maupun klarifikasi yang telah disampaikan. Pertanyaan
pemahaman lanjutan perlu dilakukan kembali guna memastikan
bahwa benar-benar mengerti. Jika jawaban ibu tidak tepat atau
ibu tidak ingat, jangan membuat ibu merasa tidak nyaman.
Perjelas atau beri lebih banyak informasi, selanjutnya ajukan
pertanyaan pemahaman kembali (Dipkes RI, 2008b).
54
c) Mencari penyebab lain seperti faktor sosial dan lingkungan
Ketika mewawancarai ibu, kemungkinan ditemukan beberapa
penyebab kurang gizi. Sebagai contoh adalah masalah sanitasi
yang menimbulkan penyakit, faktor sosial dan lingkungan yang
dapat mempengaruhi pemberian makan serta pola asuh anak.
Berikut merupakan beberapa contoh penyebab kurang gizi:
(1) Jika dalam satu rumah tangga tangga terdapat tiga atau
lebih balita, anak akan berisiko kurang gizi dan terabaikan.
Risiko bisa dikurangi jika ada dua atau lebih orang dewasa
yang bertanggung jawab dalam pemberian makan dan
pengasuhan anak.
(2) Jika tidak ada ibu atau ayah (misalnya karena perceraian
atau kematian), atau jika salah satu orang tua tidak
dilibatkan dalam pengasuhan anak, risiko kurang gizi dan
terabaikan akan meningkat.
(3) Jika ibu atau ayah tidak sehat, risiko anak menjadi kurang
gizi meningkat.
(4) Adanya trauma yang baru terjadi pada anak sehingga
mempengaruhi nafsu makan anak.
(5) Jika ibu menyatakan bahwa tidak cukup tersedia makanan
dalam keluarga, maka ibu akan menghadapi masalah yang
serius dan membutuhkan bantuan maupun nasihat (Dinkes
RI, 2008).
55
d) Menanyakan penyakit yang sering diderita atau berulang
Menanyakan kepada ibu balita penyakit yang sering diderita
oleh anak kurang gizi, misalnya penyakit diare atau penyakit
kronis seperti TB.
e) Menentukan penyebab utama kurang gizi bersama ibu atau
pengasuh
Jika ada beberapa kemungkinan penyebab kurang gizi,
fokuskan pada penyebab utama yang dapat diubah. Setelah
melakukan wawancara, menanyakan pendapat ibu apa yang
dianggap sebagai penyebab kurang gizi. Kemudian melakukan
kesimpulan apa yang menjadi penyebab utama (Dinkes RI,
2008).
3) Memberikan nasihat sesuai penyebab kurang gizi
a) Nasihat pemberian makan
(1) Pemberian makan sesuai dengan kelompok umur anak,
yaitu denganpembagian umur sebagai berikut :
(a) Umur 0 sampai 6 bulan
Memberikan Air Susu Ibu (ASI) sesuai keinginan anak
(minimal 8 kali sehari, pagi siang maupun malam) serta
jangan diberikan makanan atau minuman selain ASI.
(b) Umur 6 sampai 9 bulan
Teruskan pemberian ASI, mulai memberikan makanan
pendamping ASI (seperti bubur susu, pisang, pepaya
lumat halus, air jeruk, air tomat saring), secara bertahap
56
sesuai pertambahan umur berikan bubur tim lumat
ditambah kuning telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging
sapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak. Setiap
hari diberikan makan sebagai berikut :
(1) 6 bulan : 2 x 6 sdm peres
(2) 7 bulan : 2-3 x 7 sdm peres
(3) 8 bulan : 3 x 8 sdm peres
(c) Umur 9 sampai 12 bulan
Teruskan pemberian ASI, pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) yang lebih padat dan kasar
(seperti bubur, nasi tim, nasi lembik), tambahkan telur/
ayam/ikan/tempe/tahu/dagingsapi/wortel/bayam/santan/
minyak. Setiap hari (pagi/siang/malam) diberikan
sebagai berikut :
(1) 9 bulan : 3 x 9 sdm peres
(2) 10 bulan : 3 x 10 sdm peres
(3) 11 bulan : 3 x 11 sdm peres
Memberikan makanan selingan 2 kali sehari (buah,
biskuit, kue) diantara waktu makan.
(d) Umur 12 sampai 24 bulan
Teruskan pemberian ASI serta mulai memberikan
makanan keluarga secara bertahap sesuai kemampuan
anak. Berikan 3x sehari sebanyak 1/3 porsi makan
orang dewasa terdiri dari nasi,lauk pauk, sayur dan
57
buah. Berikan makanan selingan 2 kali diantara waktu
makan (biskuit, kue).
(e) Umur 24 bulan atau lebih
Memberikan makanan keluarga 3 kali sehari, sebanyak
1/3-1/2 porsi makan orang dewasa yang terdiri dari
nasi, lauk pauk, sayur dan buah. Berikan makanan
selingan kaya gizi 2 kali sehari diantara waktu makan.
(4) Pemberian ASI eksklusif yaitu 8 kali dalam sehari,
pemberian MP-ASI, pemberian makanan bergizi 3-4 kali
dalam sehari, serta dua kali makanan selingan.
(5) Meningkatkan konsumsi makanan bersumber hewani
mengandung mikronutrien tinggi dan sebagian besar
mineral diabsorpsi lebih baik dari daging dibanding dari
makanan bersumber nabati (dari tanaman).
(6) Pemberian makanan fortifikasi atau menyediakan suplemen
mikronutrien pada populasi vegetarian atau pada keadaan
dimana akses terhadap diet dengan kecukupan
mikronurtrien terbatas (Dinkes RI,2008).
b) Nasihat penyebab lain (sosial dan lingkungan)
(1) Apabila keluarga tidak mempunyai kamar kecil atau WC,
menganjurkan ibu untuk membangun WC bagi keluarga
tetapi hal tersebut sulit untuk dilakukan. Maka dengan
begitu petugas kesehatan sebaiknya menyarankan dimana
ibu dapat memperoleh bantuan.
58
(2) Nasihat tentang mencuci tangan, cara memasak air minum,
menutup tempat penyimpanan air minum dan memastikan
gayung hanya digunakan untuk mengambil air tidak untuk
minum.
(3) Nasihat tentang pola pengasuhan anak, meliputi jumlah
balita dalam satu rumah, pengasuhan anak, adanya salah
satu orang tua yang sakit, serta tidak tersedianya makanan
dalam keluarga (Depkes RI, 2008b).
4) Menetapkan sasaran untuk meningkatkan pertumbuhan anak
kurang gizi. Pada akhir diskusi dengan ibu atau pengasuh untuk
menetapkan sasaran atau target peningkatan pertumbuhan balita.
Target yang diharapkan dapat berupa pertambahan berat badan dan
perubahan perilaku. Target tersebut diwujudkan berdasarkan waktu
dan capaian yang diharapakan. Dalam tahap ini penting untuk
menetapkan waktu untuk kunjungan ulang dan sasaran yang ingin
dicapai untuk meningkatkan pertumbuhan, misalnya saja adanya
kenaikan berat badan secara nyata pada saat kunjungan berikutnya.
Untuk memperbaiki pertumbuhan diperlukan 2 atau 3 kegiatan
yang dapat dilakukan oleh ibu atau pengasuh anak untuk
memperbaiki pertumbuhan anak. Jika penyebab kurang gizi karena
menderita sakit, maka sasaran yang harus dicapai adalah
mengembalikan anak pada berat badan normal dalam suatu waktu
tertentu. Jika ada penyebab lain anak kurang gizi, tujuan pertama
harus menghentikan kecenderungan menurun ke arah kurang gizi
59
sambil mengembalikan ke pertumbuhan normal (Depkes RI,
2008b).
10. Menu Makanan Balita
Makanan memegang peranan penting dalam pertumbuhan fisik dan
kecerdasan anak. Oleh karenanya, pola makan yang baik dan teratur perlu
diperkenalkan sejak dini, antara lain dengan pengenalan jam-jam makan
dan variasi makanan.
Agar kebutuhan gizi seimbang anak terpenuhi, makanan sehari-hari
sebaiknya terdiri atas ketiga golongan bahan makanan tersebut, seperti
karbohidrat, protein, dan vitamin. Kebutuhan bahan makanan itu perlu
diatur, sehingga anak mendapatkan asupan gizi yang diperlukannya secara
utuh dalam satu hari. Waktu-waktu yang disarankan adalah:
a. Pagi hari waktu sarapan.
b. Pukul 10.00 sebagai selingan. Tambahkan susu.
c. Pukul 12.00 pada waktu makan siang.
d. Pukul 16.00 sebagai selingan
e. Pukul 18.00 pada waktu makan malam.
f. Sebelum tidur malam, tambahkan susu. Jangan lupa kumur-kumur
dengan air putih atau gosok gigi.
Contoh Pola Jadwal Pemberian Makanan Menjelang Anak Usia 2
Tahun. Perlu diketahui, jadwal pemberian makanan ini fleksibel (dapat
bergeser tapi jangan terlalu jauh, sebagai berikut :
1) Pukul 06.00 : Susu
2) Pukul 08.00 : Nasi, sayur, lauk
60
3) Pukul 10.00 : Susu/Makanan selingan
4) Pukul 12.00 : Nasi, sayur, lauk
5) Pukul 14.00 : Susu
6) Pukul 16.00 : Makanan selingan
7) Pukul 18.00 : Nasi, sayur, lauk
8) Pukul 20.00 : Susu.
11. Makanan Selingan Balita
Pada usia balita juga membutuhkan gizi seimbang yaitu makanan
yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sesuai umur.
Makanan seimbang pada usia ini perlu diterapkan karena akan
mempengaruhi kualitas pada usia dewasa sampai lanjut. Gizi makanan
sangat mempengaruhi pertumbuhan termasuk pertumbuhan sel otak
sehingga dapat tumbuh optimal dan cerdas, untuk ini makanan perlu
diperhatikan keseimbangan gizinya sejak janin melalui makanan ibu
hamil. Pertumbuhan sel otak akan berhenti pada usia 3-4 tahun. Pemberian
makanan balita sebaiknya beraneka ragam, menggunakan makanan yang
telah dikenalkan sejak bayi usia enam bulan yang telah diterima oleh bayi
dan dikembangkan lagi dengan bahan makanan sesuai makanan keluarga.
Pembentukan pola makan perlu diterapkan sesuai pola makan
keluarga. Peranan orangtua sangat dibutuhkan untuk membentuk perilaku
makan yang sehat. Seorang ibu dalam hal ini harus mengetahui, mau, dan
mampu menerapkan makan yang seimbang atau sehat dalam keluarga
karena anak akan meniru perilaku makan dari orangtua dan orang-orang di
sekelilingnya dalam keluarga. Makanan selingan tidak kalah pentingnya
61
yang diberikan pada jam di antara makan pokoknya. Makanan selingan
dapat membantu jika anak tidak cukup menerima porsi makan karena anak
susah makan. Namun, pemberian yang berlebihan pada makanan
selinganpun tidak baik karena akan mengganggu nafsu makannya. Jenis
makanan selingan yang baik adalah yang mengandung zat gizi lengkap
yaitu sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral, seperti arem-arem
nasi isi daging sayuran, tahu isi daging sayuran, roti isi ragout ayam
sayuran, piza, dan lain-lain.
Fungsi makanan selingan adalah :
a. Memperkenalkan aneka jenis bahan makanan yang terdapat dalam
bahan makanan selingan.
b. Melengkapi zat-zat gizi yang mungkin kurang dalam makanan
utamanya (pagi, siang danmalam).
c. Mengisi kekurangan kalori akibat banyaknya aktivitas anak pada usia
balita.
Makanan selingan yang baik dibuat sendiri di rumah sehingga
sangat higienis dibandingkan jika dibeli di luar rumah.Bila terpaksa
membeli, sebaiknya dipilih tempat yang bersih dan dipilih yang lengkap
gizi, jangan hanya sumber karbohidrat saja seperti hanya mengandung
gula saja. Makanan ini jika diberikan terus-menerus sangat berbahaya. Jika
sejak kecil hanya senang yang manis-manis saja maka kebiasaan ini akan
dibawa sampai dewasa dan risiko mendapat kegemukan menjadi
meningkat. Kegemukan merupakan faktor risiko pada usia yang relatif
muda dapat terserang penyakit tertentu.
62
E. Cara-Cara Yang Dapat Dilakukan Untuk Menaikan Berat Badan
1. Pijit Bayi
Pijat bayi biasa disebut dengan stimulus touch. Pijat bayi dapat diartikan
sebagai sentuhan komunikasi yang nyaman antara ibu dan bayi. Pijat bayi sudah
dikenal sejak berabad-abad yang lalu, pada berbagai bangsa dan kebudayaan,
dengan berbagai bentuk terapi dan tujuan. Pijat bayi merupakan pengungkapan
rasa kasih sayang antara orang tua dengan anak lewat sentuhan kulit yang
berdampak luar biasa (Maharani, 2009).
Ada beberapa mekanisme yang dapat menerangkan mekanisme dasar pijat
bayi, antara lain pengeluaran beta endorphin, aktifitas nervus vagus, dan produksi
serotonin.
a. Beta Endorphin Memengaruhi Mekanisme Pertumbuhan
Pijatan akan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Tahun
1989, schanberg dari Duke University Medical School melakukan penelitian
bahwa terdapat hubungan antara taktil dengan enzim ODC (Ornithine
decarboxylase), suatu enzim yang peka terhadap sel dan jaringan. Rangsangan
taktil akan menurunkan pengeluaran neurochemical beta-endhorphine yang akan
meningkatkan pembentukan hormon pertumbuhan karena naiknya jumlah dan
aktifitas ODC jaringan.
1) Pijat Bayi ––> Vasodilatasi pembuluh darah ––> asupan nutrisi tersebar baik
keseluruh tubuh dan zat penyebab tubuh pegal (Asam Laktat) bisa di angkut
dan daur ulang.
2) Pijat bayi ––> Merangsang sel-sel untuk mengeluarkan endorphine (morfin
endogen: Zat yang membuat badan terasa lebih segar dan nyaman)
63
3) Pijat bayi ––> Merangsang Homunculus Cerebri ––> meningkatkan proses
pertumbuhan otak
b. Aktivitas Nervus Vagus Mempengaruhi Penyerapan Makanan dan
Meningkatkan Volume ASI
Penelitian Field dan Scahnberg (1986) menunjukan pada bayi yang di pijat
mengalami peningkatan tonus vernus vagus (saraf otak ke-10) yang akan
menyebabkan peningkatan kadar enzim penyerapan gastrin dan insunlin. Dengan
demikian penyerapan makanan akan menjadi lebih baik. Itu sebabnya mengapa
berat badan bayi yang di pijat meningkat lebih banyak daripada yang tidak di
pijat. Hal tersebut juga menyebabkan bayi cepat lapar sehingga akan lebih sering
menyusu pada ibu.
c. Produksi Serotonin Meningkatkan Daya Tahan Tubuh.
Pemijatan akan meningkatkan aktifitas neurotransmitter serotonin, yaitu
meningkatkan kapasitas sel reseptor yang mengikat glucocorticoid (adrenalin).
Proses ini akan menyebabkan terjadinya kadar hormon adrenalin (hormon stress).
Penurunan kadar hormon stress ini akan meningkatkan daya tahan tubuh, terutama
IgM dan IgG.
d. Merubah Gelombang Otak
Pijat bayi akan membuat bayi tidur lebih lelab, meningkatkan kesiagaan
(alertness) dan konsentrasi. Ini karena pijatan akan mengubah gelombang otak,
yaitu dengan menurunkan gelombang alpha dan meningkatkan gelombang beta
serta tetha. Perubahan gelombang otak ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan
EEG (Electro encephalogram) (Griya Sehat Indonesia, Pelatihan Baby Spa
Treatment).
64
2. MODISCO
MODISCO singkatan dari Modified Dried Skimmed Milk and Coconut Oil
yang banyak digunakan di indonesia merupakan modifikasi yang digunakan di
uganda (1973). Modifikasi dilakuakan dengan pertimbangan ketersediaan bahan
lokal, selera, daya cerna, kebutuhan kalori serta tingkat KEP sendiri. Modisco
dicobakan pertama kali untuk anak-anak yang mengalami gangguan gizi berat di
Uganda (Afrika) dengan hasil memuaskan (Depkes RI, 2003). Modisco diberikan
kepada:
a. Penderita KEP berat (Marasmus, Kwarshiorkor, Marasmic Kwarshiorkor)
b. Penderita penyakit infeksi menahun
c. Orang yang baru sembuh dari penyakit berat
d. Mereka yang sulit makan, karena kelainan bawaan seperti gangguan pangkal
tenggorokan
e. Anak sehat tapi kurus badannya
f. Anak yang sedang menghadapi ujian
g. Orang yang sering berolahraga berat
Keuntungan modisco:
a. Mengandung tinggi energi dan tinggi protein
b. Mudah dicerna
c. Dapat meningkatkan berat badan lebih cepat
d. Porsinya kecil sehingga memudahkan anak untuk menghabiskan kendala dan
alternatif pemberian modisco :
1) Bahan modisco tidak selalu berasal dari susu skim tetapi bisa disesuaikan
dengan bahan makanan yang ada di daerah setempat.
65
2) Apabila di daerah tidak terdapat minyak kelapa, maka dapat diganti yang
ada di daerah tersebut (minyak jagung, biji kapas, kacang dll). Jika tidak
suka minyak dapat diganti dengan margarin atau minyak sayur.
3) Jika anak tidak suka susu, dalam hal ini modisco diberikan dengan sonde,
atau dicampur dengan makanan atau minuman yang disukai anak.
4) Bila nafsu makan anak kurang, ada dua cara untuk mengatasinya, yaitu:
a) Diberikan dalam bentuk yang lebih pekat energinya dengan volume
sedikit
b) Diberikan lewat sonde
5) Adanya gangguan pencernaan (diare), bisa dimulai denagn susu skim,
ditambah 5% gula pasir dan 5% tepung.
6) Modisco tidak boleh diberikan kepada anak yang gemuk, bayi berusia 6
bulan dan para penderita penyakit ginjal, hati dan jantung.
Tabel 8
Formula untuk KEP berat/gizi kurang
Macam
“modisco” Bahan Kandungan gizi Catatan
Modisco ½ Susu skim 10 gr
(1 sdm)
Gula pasir 5 gr (1
sdt)
Minyak kelapa
2½ gr (½ sdt)
Energi : 80 kkal
Protein: 3,5 gr
Lemak: 2,5 gr
Modisco I Susu skim 10 gr
(1 sdm) atau full
cream 12 gr
(2 sdm)
Gula 5 gr (1 sdt)
Minyak kelapa 5
gr (½ sdm)
Energi: 100 kkal
Protein : 3,5 gr
Lemak: 3,5 gr
Diberikan kepada
KEP berat dengan
Edema
Diberikan 100
kkal/kg BB/hari
Modisco II Susu skim 10 gr
(1 sdm) atau full
cream 12 gr
(2 sdm)
Energi: 100 kkal
Protein : 3,5 gr
Lemak: 4 gr
Diberikan pada
KEP tanpa Edema
Diberikan 125
kkal/kg BB/hari
66
Gula 5 gr (1 sdt)
Margarin 5 gr
(½ sdm)
Modisco III Susu full cream
12 gr (1¼ sdm)
atau susu segar
100 cc
(½ gelas)
Gula 7,5 gr (1½
sdt)
Margarin 5 gr
(½ sdm)
Energi : 130
kkal
Protein : 3 gr
Lemak : 7,5 gr
Diberikan setelah
pemberian
Modisco I dan II
Pemberian
Modisco III±10
hari
Diberikan 150
kkal/kg BB/hari
3. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Makanan tambahan adalah makanan bergizi sebagai tambahan selain
makanan utama bagi kelompok sasaran guna memenuhi kebutuhan gizi. Makanan
Tambahan Pemulihan bagi balita adalah makanan bergizi yang diperuntukkan
bagi balita usia 6-59 bulan sebagai makanan tambahan untuk pemulihan gizi
(Kementrian Kesehatan RI, 2011).
a. Prinsip PMT
Menurut panduan penyelenggaraan PMT bagi balita gizi kurang, prinsip dasar
PMT adalah sebagai berikut :
1) PMT Pemulihan diberikan dalam bentuk makanan atau bahan makanan
lokal dan tidak diberikan dalam bentuk uang.
2) PMT Pemulihan hanya sebagai tambahan terhadap makanan yang
dikonsumsi oleh balita sasaran sehari-hari, bukan sebagai pengganti
makanan utama.
3) PMT Pemulihan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi balita
sasaran sekaligus sebagai proses pembelajaran dan sarana komunikasi
antar ibu dari balita sasaran.
67
b. Jenis dan bentuk PMT
1) Makanan tambahan pemulihan diutamakan berbasis bahan makanan atau
makanan lokal. Jika makanan lokal terbatas, dapat digunakan makanan
pabrikan yang tersedia di wilayah setempat dengan memperhatikan
kemasan label dan masa kadaluarsa untuk keamanan pangan.
2) Makanan tambahan pemulihan diberikan untuk memenuhi kebutuhan gizi
balita sasaran.
3) PMT pemulihan merupakan tambahan makanan untuk memenuhi
kebutuhan gizi balita dari makanan keluarga.
4) Makanan tambahan balita ini diutamakan berupa sumber protein hewani
maupun nabati (misalnya telur/ikan/daging/ayam, kacang–kacangan atau
penukar) serta sumber vitamin dan mineral yang diutamakan berasal dari
sayur-sayuran dan buah-buahan setempat.
5) Makanan tambahan diberikan sekali sehari selama 90 hari berturut-turut.
6) Makanan tambahan pemulihan berbasis bahan makanan/lokal ada 2 jenis
yaitu berupa:
a) MP-ASI (untuk bayi dan anak berusia 6-23 bulan)
b) Makanan tambahan untuk pemulihan anak balita usia 24-59 bulan
berupa makanan keluarga.
c) Bentuk makanan tambahan pemulihan yang diberikan kepada balita
dapat disesuaikan dengan pola makanan sebagaiman pada tabel
berikut:
68
Tabel 9
Kebutuhan Jenis Makanan Menurut Umur
Umur
(Bulan) ASI
Jenis Makanan
Makanan
Lumat
Makanan
Lembek
Makanan
Keluarga
0-6* √
6-8 √ √
9-11 √ √
12-23 √ √
24-59 √
Keterangan : 6* = 5 bulan 29 hari
(Sumber : Depkes RI 2011)
Recommended