View
11
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
30
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PELAKSANAAN PENDDIIKAN
KARAKTER DI SMP YBPK 4 SURABAYA
Pada dasarnya setiap lembaga pendidikan berfungsi bukan hanya untuk mengasah
pengetahuan tetapi juga menanamkan nilai-nilai positif bagi perkembangan karakter peserta
didiknya. Hal ini seharusnya juga terlihat dari sejarah dan perkembangan lembaga
pendidikan tersebut, visi dan misi, bahkan sampai pada program-program maupun kegiatan
yang dilaksanakan.
Bab ini berisi tentang deskripsi dan analisa mengenai hasil penelitian terhadap
pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK 4 Surabaya mulai dari gambaran umum;
profil sekolah; pemahaman kepala sekolah, staff, pendidik dan peserta didik tentang
pendidikan karakter serta pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK 4 Surabaya.
III.1. Gambaran Umum SMP YBPK 4 Surabaya
SMP YBPK 4 yang beralamat di jalan Menganti Wiyung no 42-44, Surabaya
merupakan bagian dari kecamatan Wiyung, Surabaya. Kecamatan Wiyung terletak diantara
6o LU- 7
o LS dan 112
o BB-107
o BT, pada ketinggian 5 m dari permukaan air laut, tepatnya 7
pal dari kota Surabaya ke arah barat laut.1 YBPK merupakan singkatan dari Yayasan Badan
Pendidikan Kristen.
1 GKJW Jemaat Wiyung, Mengenang Perjalanan Sejarah dan Perkembangan Gereja Kristen Jawi Wetan
Jemaat Wiyung, (Surabaya: GKJW Wiyung; 2012), 1.
31
SMP YBPK 4 Surabaya berdiri di bawah naungan GKJW Wiyung Surabaya, dimana
ide untuk mendirikan sekolah merupakan cara gereja menyatakan kesaksiannya di tengah-
tengah masyarakat, sehingga eksistensi maupun peran gereja dapat dibaca oleh masyarakat
yang ada di sekitarnya.2 Hal ini dilakukan agar gereja tidak teralienasi dan mengalienasi
dirinya sendiri dari lingkungan sosialnya.
III.2. Profil SMP YBPK 4 Surabaya
Pada bagian ini penulis akan memaparkan dan menganalisa profil SMP YBPK 4
Surabaya yang terdiri dari visi dan misi sekolah serta rencana kerja dan program kegiatan.
III.2.1. Visi dan Misi Sekolah
Adapun Visi SMP YBPK 4 Surabaya adalah menjadi lembaga pendidikan yang
berkualitas, mandiri, berwawasan ilmu pengertahuan dan teknologi yang dilandasi nilai-nilai
Kristiani.3 Misi yang dicanangkan untuk menunjang visi ini adalah
4:
1) Mewujudkan perangkat kurikulum yang lengkap dan berwawasan ke depan.
2) Mewujudkan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan.
3) Mewujudkan pendidikan yang menghasilkan lulusan yang cerdas, terampil, memiliki
sikap kompetitif.
4) Mewujudkan sikap taat, disiplin, tertib, tangguh, dan cakap.
5) Mewujudkan penanaman nilai-nilai Kristiani yang dijadikan landasan perilaku.
6) Mewujudkan sarana prasarana yang lengkap dan memadai.
2 GKJW Jemaat Wiyung, Mengenang Perjalanan Sejarah dan Perkembangan Gereja Kristen Jawi Wetan
Jemaat Wiyung, (Surabaya: GKJW Wiyung; 2012), 82. 3 SMP YBPK-4, Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) dan Rencana Kerja Sekolah (RKS) SMP YBPK-4,
Surabaya Tahun 2014/2015-2018/2019. (Surabaya: SMP YBPK 4; 2015), 18. 4 Loc. Cit.
32
7) Mewujudkan pembiayaan pendidikan yang memadai, wajar dan adil.
8) Mewujudkan tenaga pendidik dan kependidikan yang mampu, tangguh, dan professional.
9) Mewujudkan manajemen berbasis sekolah yang tangguh.
Pada dasarnya, visi dan misi merupakan nafas dan jantung dari seluruh kegiatan yang
direncanakan maupun yang dilaksanakan oleh sekolah. Visi dan misi yang dipaparkan
tersebut menunjukkan bahwa secara konseptual, sekolah telah berusaha untuk memberi
perhatian pada seluruh aspek pendidikan. Bukan hanya bagi perkembangan pengetahuan dan
keterampilan peserta didik, tetapi juga perhatian dalam menanamkan nilai-nilai Kristiani
untuk membentuk karakter peserta didiknya.
Pala menyatakan bahwa pendidikan karakter yang baik perlu direncanakan agar dapat
dihayati dalam seluruh ide dan kegiatan yang dihasilkan.5 Perencanaan ini dapat
dilaksanakan mulai dari penyusunan visi dan misi lembaga tersebut. Visi dan misi tersebut
akan menjadi dasar dan akan menginstrusikan hal-hal lain yang juga mendukung
terpenuhinya cita-cita lembaga.
Penulis memandang bahwa dengan mencantumkan hal-hal yang berkaitan dengan
penanaman nilai pada visi dan misi sekolah, SMP YBPK 4 Surabaya tidak hanya telah
melakukan aktivitas perencanaan tetapi juga telah melakukan suatu upaya yang sengaja
terhadap seluruh aspek pendidikan termasuk pada pendidikan karakter. SMP YBPK 4
Surabaya bermaksud melakukan suatu upaya sengaja untuk memberi pengetahuan yang baik,
menumbuhkan kecintaan terhadap hal-hal yang baik, dan mendorong peserta didiknya untuk
melakukan yang baik. Hal ini juga sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Lickona dalam
5 Aynur Pala, “The Need for Character Education”, dalam International Journal of Social Sciences and
Humanity Studies, Vol 3, No 2, (2011): 27.
33
mendefinisikan pendidikan karakter.6 Dengan demikian, pendidikan karakter perlu
diimplementasikan dalam tiga ranah yaitu kognitif dengan memberi pengetahuan, afektif
dengan menumbuhkan keinginan atau kecintaan, dan psikomotorik dengan melakukan
tindakan.
Hasil penelitian dan intepretasi penulis tentang visi dan misi tersebut juga
menunjukkan bahwa hal-hal atau nilai-nilai yang baik menurut sekolah tidak hanya bersifat
religius, yakni bersumber dari agama, dalam hal ini agama Kristen, tetapi juga bersifat
universal artinya dapat diterima di berbagai komunitas. Adapun nilai-nilai yang ingin
dikembangkan oleh sekolah berdasarkan visi dan misi tersebut adalah disiplin, tertib,
tangguh, cakap, taat, serta religius. Nilai-nilai tersebut merupakan implementasi dari inti
karakter yang mencoba untuk memberi penguatan pada transendensi dan integritas.7
Transendensi dikaitkan dengan nilai religius dan integritas seseorang yang ditunjukkan
melalui sikap disiplin, tertib, tangguh, cakap, dan taat.
Pendidikan karakter yang dilakukan oleh SMP YBPK 4 Surabaya meliputi beragam
aktivitas. Visi dan misi yang tertera mengindikasikan bahwa kegiatan penanaman nilai-nilai
yang dilakukan oleh sekolah kepada peserta didik merupakan suatu aktivitas untuk
memberikan pengetahuan dan menumbuhkan perasaan moral. Tidak hanya berhenti pada
pemberian pengetahuan dan menumbuhkan perasaan moral, kata “mewujudkan” yang
dicantumkan pada misi sekolah menjelaskan bahwa sekolah juga mencoba memberikan
wadah kepada peserta didiknya untuk melakukan tindakan nyata terhadap nilai-nilai yang
telah diketahui. De Brainee menyatakan bahwa komponen-komponen dalam pendidikan
6 Thomas Lickona, Character Matters, (New York: Touchstone, 2004), 5.
7 Roslyn de Braine, “Leadership, Character and It’s Development: A Qualitative Exploration”, dalam SA
Journal of Human Resource Management, Vol. 5, No.1, (2007): 3.
34
karakter terdiri dari pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral.8 Hal ini berarti
bahwa pendidikan karakter yang dilakukan di SMP YBPK 4 Surabaya telah melibatkan
komponen-komponen dalam pendidikan karakter.
III.2.2. Rencana Kerja dan Program Kegiatan
Berikut ini adalah rencana kerja SMP YBPK 4 Surabaya dalam kurun waktu 4 tahun
ke depan yang terdiri dari9:
1. Sekolah mengembangkan kurikulum 2013 setiap akhir tahun pelajaran.
2. Sekolah mengembangkan silabus pembelajaran pada semua mata pelajaran di semua
kelas setiap akhir tahun pelajaran.
3. Sekolah mengembangkan strategi dan model pembelajaran yang berorientasi pada
Contextual Learning.
4. Sekolah mengembangkan pemetaan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator,
substansi pelajaran, di semua kelas pada akhir tahun pelajaran.
5. Sekolah mengembangkan pendidikan karakter dalam semua silabus mata pelajaran di
semua kelas.
6. Pada akhir tahun, sekolah mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
semua mata pelajaran.
7. Pada setiap akhir tahun pelajaran, sekolah mengembangkan sistem penilaian terpadu dan
berkelanjutan pada semua mata pelajaran mulai dari kelas VII sampai dengan kelas IX
pada setiap akhir tahun pelajaran.
8 Ibid., 5.
9 SMP YBPK-4, Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) dan Rencana Kerja Sekolah (RKS) SMP YBPK-4,
Surabaya Tahun 2014/2015-2018/2019. (Surabaya: SMP YBPK 4; 2015), 19-21.
35
8. Sekolah mengembangkan profesionalisme pendidik.
9. Sekolah meningkatkan kompetensi pendidik setiap tahun.
10. Sekolah mengembangkan kompetensi TU setiap tahun.
11. Sekolah mengembangkan kualitas tenaga pendukung laboran, pustakawan, dan TU.
12. Sekolah mengembangkan supervisi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah terhadap kinerja
pendidik dan TU setiap tahun.
13. Sekolah mencapai standar proses, metode, dan strategi pembelajaran untuk semua mata
pelajaran dengan kegiatan belajar-mengajar yang beroreantasi pada Contextual Teaching
Learning setiap tahun.
14. Sekolah mengembangkan strategi penilaian otentik (autentic assesment) pada semua
mata pelajaran di semua kelas setiap tahun.
15. Sekolah mengembangkan bahan dan sumber pembelajaran setiap tahun.
16. Sekolah melaksanakan peningkatan dan pengembangan media pembelajaran.
17. Sekolah memiliki standart ketuntasan minimal 75,00 untuk semua mata pelajaran.
18. Sekolah meningkatkan perolehan kejuaraan lomba-lomba akademik dan non-akademik
setiap tahun.
19. Sekolah mengembangkan dan melengkapi sistem supervisi klinis dan non-akademik
setiap tahun.
20. Sekolah melaksanakan pengembangan semua standar nasional pendidikan.
21. Sekolah memiliki program kerja “Networking” secara vertical dan horizontal yang
bersinergis.
22. Sekolah mengembangkan aspek manajemen untuk mengembangkan standart pengelolaan
pendidikan.
36
23. Sekolah menciptakan usaha-usaha penggalian sumber dana halal dan tidak mengikat yang
memungkinkan.
24. Sekolah mengupayakan pemberdayaan potensi sekolah dan lingkungan masyarakat
sekitar.
25. Sekolah mengupayakan sistem subsidi silang.
26. Sekolah mengembangkan lomba-lomba dan uji coba dalam peningkatan standar nilai.
27. Sekolah mengupayakan penambahan alat atau sarana prasarana pembelajaran.
28. Sekolah meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan keagamaan.
29. Sekolah mengembangkan kegiatan pada bidang etika, tata karma, dan estetika.
30. Sekolah mengupayakan kualitas dan kuantitas kegiatan intra dan ekstrakulikuler.
31. Sekolah mengembangkan budaya malu, mutu, bersih, rapi, dan santun, serta saling
menghargai sesama.
32. Sekolah mengupayakan penambahan ruang dan pembelian tanah.
Adapun program kegiatan yang dibuat berdasarkan rencana kerja untuk menunjang
proses pendidikan khususnya pendidikan karakter oleh sekolah dapat dilihat berdasarkan
tabel berikut ini,10
NO PROGRAM KEGIATAN WAKTU PELAKSANAAN KETERANGAN
1 Kegiatan Belajar- Mengajar Senin- Jumat Wajib
2 Kegiatan Extra Kurikuler Jumat sepulang sekolah Wajib sesuai minat
3 Upacara Bendera 17 Agustus dan 28 Oktober Wajib
4 Lomba-lomba Agustus dan Oktober Wajib
10
SMP YBPK-4, Buku Panduan Akademik, (Surabaya: SMP YBPK 4; 2015), 23.
37
5 Pentas seni dan Jalan sehat Juni Wajib melibatkan
orang tua dan
masyarakat sekitar
6 Ibadah rutin (persekutuan) Senin-Jumat Wajib
7 Ibadah Paskah Akhir Maret Wajib
8 Ibadah Natal Desember Wajib
9 Ibadah Ujian Nasional (UN) Sehari sebelum UN Wajib bagi kelas IX
10 Retreat Satu tahun satu kali Wajib
11 Bakti sosial Paskah dan insidentil (sewaktu-
waktu saat terjadi bencana)
Wajib
12 Parenting (Pertemuan orang tua) Satu tahun 2 kali Wajib bagi orang tua
13 Workshop Satu tahun 2 kali Wajib
14 Jumat sehat dan bersih Setiap jumat, satu bulan sekali Wajib
Tabel 3.1 Data program kegiatan SMP YBPK 4, Surabaya.
Pada dasarnya, baik rencana kerja maupun program kegiatan yang telah disusun
sekolah merupakan implementasi dari visi dan misi yang tertera sebelumnya. Penulis melihat
bahwa ada keterkaitan antara visi dan misi dengan rencana kerja dan program kegiatan yang
dibuat oleh sekolah, misalnya misi mewujudkan penanaman nilai-nilai Kristiani yang
dijadikan landasan perilaku diimplementasikan dalam rencana sekolah untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas kegiatan keagamaan. Hal ini semakin terlihat dalam program kegiatan
ibadah yang cukup sering diselenggarakan oleh sekolah.
38
De Brainee mengungkapkan bahwa pendidikan karakter terdiri dari elemen-elemen
yang dapat mendukung seseorang pada tataran praktis.11
Elemen-elemen tersebut terdiri dari
kepemimpinan, integritas, kerajinan, empati, kesetiaan, optimisme, keadilan, belas kasihan,
cinta, humor, disiplin diri, ketekunan, percaya diri, kemanusiaan, pemahaman diri, inisiatif,
hati nurani, kreatifitas, dan spiritualitas.
Penulis melihat bahwa pada dasarnya seluruh program kegiatan yang ada telah
mendukung elemen-elemen pendidikan karakter. Elemen kepemimpinan dapat ditunjukkan
melalui elemen upacara bendera dan lomba-lomba. Elemen integritas, kerajinan, ketekunan,
inisiatif, percaya diri, dan kreatifitas dapat ditunjukkan melalui kegiatan belajar mengajar dan
kegiatan ekstrakurikuler. Elemen empati, belas kasihan, hati nurani, cinta dapat ditunjukkan
melalui kegiatan bakti sosial dan jumat bersih, elemen pemahaman diri, kesetiaan, dapat
ditunjukkan melalui kegiatan retreat. Elemen humor dapat ditunjukkan melalui kegiatan
lomba. Penulis berpendapat bahwa elemen yang paling kuat terlihat dalam program kegiatan
tersebut adalah spiritualitas. Indikasi terhadap hal tersebut ditunjukkan dengan kuantitas dan
kualitas pelaksanaan ibadah di SMP YBPK 4 Surabaya yang diimplementasikan dalam
berbagai kegiatan yang ada. Hal ini disebabkan oleh komitmen sekolah yang mendasarkan
seluruh proses pendidikannya pada nilai-nilai kristiani, sebagaimana yang tercantum dalam
visi maupun misinya.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa sekolah telah menyadari spiritualitas sebagai
salah satu hal yang paling esensial dalam karakter. Inti dari karakter adalah kebajikan, dan
kebajikan dapat ditunjukkan melalui spiritualitas yang baik. Dengan demikian, pembentukan
spiritualitas yang berkualitas mampu mendukung pelaksanaan pendidikan karakter.
11
Roslyn de Braine, “Leadership, Character and It’s Development: A Qualitative Exploration”, dalam SA
Journal of Human Resource Management, Vol. 5, No.1, (2007): 6.
39
Pembentukan spiritualitas dapat dilihat melalui seluruh kegiatan yang diselenggarakan dan
tidak dibatasi pada pelaksanaan ibadah saja.
III.3. Pemahaman Kepala Sekolah, Staff, Pendidik, dan Peserta Didik tentang
Pendidikan Karakter
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada berbagai pemahaman yang diungkapkan
tentang karakter dan pendidikan karakter. Karakter merupakan tabiat, watak, budi pekerti
yang dapat dilihat melalui dalam sikap dan tindakan sehari-hari. 12
Karakter juga merupakan
sikap atau tingkah laku yang menandai kepribadian seseorang.13
Karakter biasanya dikaitkan
dengan hal-hal sosial yakni dalam kaitanya dengan relasi sosial.14
Lebih spesifik lagi,
karakter dapat di deskripsikan sebagai ciri khusus yang melekat pada diri seseorang yang
muncul dalam sikap maupun tindakan orang tersebut.15
Penyataan-pernyataan yang beragam
mengenai pendidikan karakter dari seluruh stakeholders sekolah tersebut dapat disimpulkan
melalui dua hal, pertama karakter dipahami sebagai ciri yang menandai seseorang. Ciri ini
dipahami bisa sebagai watak, tabiat, budi pekerti, bahkan kepribadian. Kedua, ciri khusus
tersebut kemudian terimplementasi melalui tindakan. Karakter dapat dinyatakan melalui
perilaku, sikap, yang dapat dilihat dan dinilai oleh orang lain.
12
Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku Kepala Sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 13
Hasil wawancara dengan Ir. Diana Sartika selaku Tata Usaha atau karyawan sekolah pada tanggal 28 Agustus
2015. 14
Hasil wawancara dengan Rita Yulia Hardiyanti, S. Pd selaku guru Bahasa Indonesia dan Wakil Kepala
Sekolah bagian kesiswaan. Pada tanggal 27 Agustus 2015. 15
Hasil wawancara dengan tehnik Focus Group Discussion (FGD) pada beberapa siswa yakni Marcella (Kelas
VII), Deviliana (Kelas VIII), dan Yeremia (Kelas IX). Pada tanggal 27 Agustus 2015.
40
Ryan dan Bohlin menyatakan bahwa karakter merupakan ciri khusus yang menandai
kehidupan seseorang.16
Ciri khusus ini dikatakan terukir artinya menyatu dengan kepribadian
dari orang tersebut, sehingga karakter merupakan pengembangan dari kepribadian.
Secara umum penulis melihat bahwa baik kepala sekolah, pendidik, staff, maupun
peserta didik sulit mendefinisikan karakter, namun mereka memahami yang dimaksud
dengan karakter. Pemahaman itu adalah dasar bagi pelaksanaaan, karena pemahaman
tersebut akan menginstruksikan upaya-upaya yang perlu dilakukan.
Pendidikan karakter didefinisikan sebagai suatu program yang secara sistematis
diselenggarakan untuk menanamkan nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan, sesama,
dan lingkungan.17
Pendidikan karakter pada dasarnya berusaha mengarahkan peserta didik
kepada kebaikan.18
Unsur yang paling penting dalam pendidikan karakter adalah
keteladanan.19
Keteladanan mengajarkan kepada peserta didik untuk mengetahui dan meniru
hal-hal atau nilai-nilai yang baik dan menyadarkan peserta didik untuk terus menggali
potensi-potensi kebaikan yang ada dalam dirinya.20
Pendapat-pendapat yang tertera di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter pada
dasarnya memiliki aspek-aspek pembelajaran yang dapat terlihat melalui penanaman nilai,
pengarahan, dan keteladanan. Hal yang terpenting dalam pembelajaran karakter berdasarkan
pernyataan-pernyataan tersebut adalah keteladanan. Oleh sebab itu, penulis berasumsi bahwa
upaya pendidikan karakter seharusnya dapat menjadi lebih maksimal apabila sekolah sebagai
lembaga pendidikan berusaha untuk menciptakan suasana pembelajaran karakter yang efektif
16
Kevin Ryan dan Karen E. Bohlin, Building Character in School. (San Fransisco: Jossey-Bass, 1999), 5. 17
Hasil Wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku Kepala Sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 18
Hasil Wawancara dengan Mutiara Panji Ivana, S. T selaku guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Wali kelas
IX B, dan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum. 19
Hasil wawancara dengan Yeremia selaku murid kelas IX pada tanggal 26 Agustus 2015. 20
Hasil wawancara dengan tehnik Focus Group Discussion (FGD) pada beberapa siswa yakni Marcella (Kelas
VII), Deviliana (Kelas VIII), dan Yeremia (Kelas IX). Pada tanggal 27 Agustus 2015.
41
dan kondusif, bukan hanya melalui diskusi-diskusi tentang masalah moral, tetapi juga dengan
membangun suatu budaya atau menjadikan lembaganya sebagai komunitas yang mendukung
dan mempengaruhi peserta didik melalui keteladanan, sehingga peserta didik senantiasa
mendambakan kebaikan dan berusaha melakukannya.
Lickona menegaskan bahwa pembangunan karakter melalui keteladanan memiliki
kekuatan untuk menunjang kualitas observasi peserta didik tentang karakter yang baik.21
Keteladanan dapat membantu peserta didik untuk memahami arti dari kedewasaan secara
moral, meskipun usia mereka belum dewasa. Hal ini didukung juga oleh Berkowitz yang
menyatakan bahwa keteladanan dapat membantu peserta didik untuk memahami arti dari
kedewasaan secara moral.22
Peserta didik pada umumnya memiliki usia yang masih muda,
karena itu mereka membutuhkan orang yang dewasa secara moral sebagai contoh.
Keteladanan merupakan suatu metode untuk menjelaskan kedewasaan secara moral tanpa
perlu memberikan penjelasan, karena peserta didik yang melihat keteladanan itu, yang akan
memberi penjelasan tentang apa yang baik, sesuai dengan yang diteladankan.
Penulis melihat bahwa pada dasarnya baik kepala sekolah, pendidik, dan karyawan
perlu menjadikan dirinya sebagai partner bagi peserta didik. Pelaksana harus melihat peserta
didik dengan sudut pandang yang sama dalam memandang dirinya sehingga dapat memberi
teladan guna melaksanakan pendidikan karakter. Dengan demikian, peserta didik dapat
merasakan kepedulian dari seluruh stakeholders sekolah pada dirinya yang terimplementasi
melalui pemberian teladan.
21
Thomas Lickona dan David Streight (Editor), Parenting for Character: Five Experts, Five Practices,
(Oregon: CSEE, 2008), 34. 22
Wouter Sanders, “The Meaning of Role Modeling in Moral and Character Education” dalam Journal of
Moral Education, vol. 42 No. 1, (2013): 39.
42
Deskripsi dan analisa tentang pemahaman pendidikan karakter akhirnya
memunculkan suatu kebutuhan akan pelaksanaan pendidikan karakter. Hasil penelitian ini
juga menunjukkan bahwa pendidikan karakter memiliki signifikansi bagi SMP YBPK 4
Surabaya, yang akan penulis paparkan melalui poin-poin berikut ini:
a. Peserta didik SMP YBPK 4, Surabaya berada pada usia krusial dimana pengaruh negatif
lebih mudah untuk dicerna. Hal ini nampak dari pernyataan berikut ini,
“Pendidikan karakter itu penting sekali karena sekarang pengaruh internet, game
online, dan lingkungan pergaulan sering membuat saya tergoda untuk mencoba
hal-hal yang buruk. Kalau sekolah membuat (menyelenggarakan kegiatan yang
mendukung) pendidikan karakter, saya bisa membedakan mana yang lebih baik
dan berusaha untuk melakukan yang saya anggap lebih baik itu.”23
Peserta didik SMP YBPK 4, Surabaya adalah remaja yang pada usianya mengalami masa
transisi sehingga mudah sekali tergoda dengan berbagai hal termasuk hal yang negatif.
Pada masa transisi, mereka mengembangkan dirinya dengan cara mencoba-coba (trial
and Eror).24
Oleh sebab itu, penulis menemukan bahwa pendidikan karakter memiliki
signifikansi bagi peserta didik, terutama saat mereka hendak mengambil keputusan dan
menyikapi berbagai hal negatif di sekitarnya.
b. Dunia saat ini sedang mengalami masa krusial dimana kemerosotan moral merajalela.
Muslich melalui bukunya “Pendidikan Karakter Menjawab tantangan krisis
multidimensional” menganalisa bahwa munculnya faktor-faktor yang menyebabkan
kemerosotan moral perlu dipahami lebih luas sebagai suatu krisis dalam berbagai segi.
Bangsa ini pada dasarnya mengalami suatu krisis multidimensional akibat pengaruh
23
Hasil wawancara dengan Yeremia selaku murid kelas IX pada tanggal 26 Agustus 2015. 24
Daniel Nuhamara, Pendidikan Agama Kristen (PAK) Remaja, (Bandung: Jurnal Info Media, 2010), 76-78.
43
globalisasi dan modernisasi.25
Hal ini berarti bahwa pendidikan karakter adalah suatu
upaya yang dilakukan untuk memfungsikan kembali pendidikan sehingga dapat
menghasilkan generasi-generasi yang cerdas dan baik, yang mampu menyikapi isu
negatif yang ada di sekitarnya dengan cara yang benar. Frasa “memfungsikan kembali
pendidikan” bermaksud untuk menjelaskan bahwa selama ini banyak anggapan keliru
yang berkembang tentang pendidikan. Pendidikan hanya dianggap sebagai cara untuk
mentransfer ilmu pengetahuan saja.26
Dengan demikian, melalui analisa ini, penulis juga
menemukan bahwa pendidikan karakter adalah salah satu cara untuk membangkitkan
kesadaran masyarakat tentang fungsi pendidikan yang sebenarnya, yang tidak hanya
memberi pengetahuan dan ketrampilan, tetapi juga mengajarkan seseorang untuk
memiliki karakter yang baik.
III.4. Pelaksanaan Pendidikan Karakter di SMP YBPK 4, Surabaya dari Perspektif
CEP
Bagian ini berisi tentang deskripsi dan analisa pelaksanaan pendidikan karakter di
SMP YBPK 4, Surabaya, mulai dari dasar pelaksanaan dan nilai-nilai yang dipromosikan,
pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan karakter, strategi pelaksanaan pendidikan
karakter, sampai pada peluang dan hambatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter.
25
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab tantangan krisis multidimensional, (Jakarta: Bumi Aksara,
2011), 2-3. 26
Ali Maksum & Luluk Yunan Ruhendi, Paradigma Pendidikan Universal di Era Modern dan Post Modern,
178.
44
III.4.1. Dasar Pelaksanaan dan Nilai - Nilai yang Dipromosikan
Pada umumnya pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK 4 sudah dimulai
sejak tahun 2008, karena sejak tahun 2008 telah dicanangkan visi misi sekolah yang salah
satunya adalah menanamkan nilai-nilai kristiani dalam diri peserta didiknya.27
Saat ini
pelaksanaan pendidikan karakter didasarkan pada Kurikulum 2013. Kurikulum ini
menghendaki diintegrasikannya pendidikan karakter dengan seluruh mata pelajaran yang ada,
sehingga setiap mata pelajaran mengandung kompetensi karakter.28
Jika dalam kompetensi inti telah distrukturkan nilai-nilai yang hendak dicapai dalam
pendidikan karakter, maka dapat diketahui bahwa setiap materi pelajaran telah mengandung
substansi pembelajaran karakter, sehingga pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK 4
Surabaya tersusun secara sistematis berdasarkan pada nilai-nilai yang telah dirujuk oleh
pemerintah. Meskipun begitu ada juga nilai-nilai inti rujukan sekolah.
“...Disini nilai yang paling utama disiplin, selain itu jujur, religius, toleransi,
kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, dan rasa ingin tahu, dan satu lagi
cinta tanah air… Nilai-nilai itu dipilih berdasarkan hasil kesepakatan bersama
dengan semua guru dan karyawan…29
”
Hal ini juga dipertegas melalui statement berikut ini,
“… justru itu sudah, dalam arti bukan karakter karyawan itu sendiri, tetapi
karakter yang bersifat umum yang mengarah ke norma, kami diberi
kesempatan untuk memberikan masukan nilai karakter yang seperti apa yang
perlu ditambahkan dalam pelaksanaannya, kemudian itu dirumuskan secara
normatif…30
”
27
Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku Kepala Sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 28
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Dokumen kurikulum 2013, Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2012), 10. 29
Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 30
Hasil Wawancara dengan Ir. Diana Sartika selaku Tata Usaha atau karyawan sekolah pada tanggal 28
Agustus 2015.
45
Pada dasarnya nilai-nilai inti yang dipromosikan oleh SMP YBPK 4 Surabaya adalah nilai
yang didasarkan pada nilai bersama, yang akan menciptakan suatu budaya bersama yang
telah disepakati oleh pihak-pihak yang terlibat, sehingga meskipun dasar pelaksanaan proses
pendidikan karakter adalah kurikulum 2013, namun sekolah tetap memiliki nilai khusus yang
menjiwai seluruh pelaksanaan proses belajar mengajar, sebagaimana yang tercantum dalam
visi dan misi sekolah.31
CEP menyatakan bahwa komunitas sekolah perlu mempromosikan inti etis dan nilai
kinerja sebagai dasar karakter yang baik dalam proses pelaksanaan pendidikan karakternya.32
Hal ini berarti pendidikan karakter yang baik memiliki dan mengimplementasikan inti
karakter dalam proses pembelajaran yang dilakukannya. Inti karakter tersebut akan menjiwai
seluruh proses pelaksanaan pendidikan karakter dan akan diserap dalam diri peserta didik.
Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa SMP YBPK 4 Surabaya telah
mengimplementasikan inti karakter ke dalam nilai-nilai seperti disiplin, jujur, religius,
toleransi, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, dan cinta tanah air dalam
pelaksanaannya. Pada bagian ini penulis menemukan ada perbedaan antara nilai-nilai inti
yang tertuang dalam visi dan misi dengan yang ada pada pelaksanaanya.33
Nilai-nilai yang
diimplementasikan pada pelaksanaannya lebih banyak dari yang telah direncanakan. Dengan
demikian, penulis mendapati bahwa SMP YBPK 4 Surabaya tidak hanya merencanakan
untuk mempromosikan inti etis dan nilai kinerja, tetapi juga berusaha mengembangkan
proses pembelajarannya sehingga semakin banyak nilai yang ditanamkan.
31
SMP YBPK-4, Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) dan Rencana Kerja Sekolah (RKS) SMP YBPK-4,
Surabaya Tahun 2014/2015-2018/2019. (Surabaya: SMP YBPK 4; 2015), 18. 32
Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, (USA: CEP, 2010), 2. 33
Band. hal 33, hanya terdapat 7 nilai.
46
III.4.2. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Proses Pendidikan Karakter
Pada dasarnya pihak-pihak yang dilibatkan oleh sekolah dalam pelaksanaan
pendidikan karakter dibagi menjadi dua, yaitu pihak internal dan pihak eksternal. Adapun
yang dimaksud dengan pihak internal adalah oknum-oknum yang menjadi anggota dalam
komunitas sekolah tersebut, sedangkan pihak eksternal adalah oknum-oknum yang berada di
luar lingkup sekolah.
III.4.2.1. Pihak Internal
Di sekolah, pelaksanaan pendidikan karakter telah didukung penuh oleh seluruh pihak
internal mulai dari pimpinan sekolah/kepala sekolah, pendidik, dan seluruh karyawan. 34
Hal
ini sangat terlihat dari dilibatkannya seluruh pendidik, karyawan, petugas kebersihan, serta
petugas keamanan SMP YBPK 4 Surabaya untuk melayani peserta didik dengan baik dan
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tata tertib peserta didik.35
Hal ini juga tertuang
dalam buku panduan akademik yang diberikan kepada peserta didik dan diketahui oleh orang
tua.
CEP menyatakan bahwa pendidikan karakter yang efektif akan terjadi jika sekolah
mendorong kepemimpinan bersama dan memberi dukungan jangka panjang terhadap
pendidikan karakter, selain itu staff sekolah merupakan komunitas belajar etika yang berbagi
tanggung jawab untuk mendidik karakter dan mematuhi nilai-nilai inti yang sama dalam
membimbing peserta didik.36
Pada dasarnya, melalui pernyataan tersebut CEP tidak hanya
berusaha untuk melibatkan semua pihak dalam pelaksanaan pendidikan karakter tetapi juga
34
Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku Kepala Sekolah, pada tanggal 29 Agustus 2015. 35
SMP YBPK-4, Buku Panduan Akademik, (Surabaya: SMP YBPK 4; 2015), hal 33 dan hasil wawancara
dengan Drs. Joko Prihanto selaku Kepala Sekolah, pada tanggal 29 Agustus 2015. 36
Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 10-12.
47
mencoba membangun suatu budaya karakter dalam komunitas pendidikan yang mendukung
pelaksanaan pendidikan karakter dengan melibatkan seluruh pihak dan menjadikannya
sebagai tanggung jawab semua pihak.
Penulis melihat bahwa dengan melibatkan seluruh stakeholders tersebut, SMP YBPK
4, Surabaya telah memperluas sasaran dari pendidikan karakter yakni tidak hanya kepada
peserta didik, tetapi kepada seluruh anggota sekolah. Penulis menganalisa bahwa budaya
karakter dalam komunitas tersebut hanya bisa dibangun berdasarkan pola relasi yang saling
mempengaruhi (dapat digambarkan dalam bentuk lingkaran), sehingga tidak ada hierarki
antara staff, pendidik, dan peserta didiknya. Dengan demikian, setiap anggota dalam
komunitas sekolah bukan hanya memiliki tanggung jawab untuk membentuk karakter peserta
didiknya, tetapi juga membentuk karakternya sebagai bagian dari tanggung jawabnya
terhadap komunitas karakter tersebut.
Adanya keterlibatan seluruh pihak semacam ini dapat membuat peserta didik belajar
untuk menghargai bukan hanya kepada para pendidik tetapi juga seluruh staff sampai kepada
petugas kebersihan dan petugas keamanan. Hal ini terlihat pula dalam pernyataan berikut ini,
“…ya, saya dekat dengan pak Likun (Petugas kebersihan), semua siswa dekat
dengan pak Likun, bahkan kadang pak Likun suka dibantuin ngangkat
kursi…37
”
Pernyataan tersebut membuktikan bahwa rasa penghargaan dan kepedulian bahkan terhadap
“orang kecil”, yang juga merupakan nilai-nilai dalam karakter dapat tumbuh melalui
keterlibatan seluruh stakeholders.
CEP menegaskan bahwa pendidikan karakter yang efektif dapat terjadi jika sekolah
menciptakan suatu komunitas yang peduli.38
Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan
37
Hasil wawancara dengan Yeremia selaku murid kelas IX pada tanggal 26 Agustus 2015.
48
sebuah komunitas yang membantu semua anggotanya agar dapat membentuk hubungan yang
saling menghormati, yang mengarah pada kepedulian dan tanggung jawab terhadap satu
sama lain.
Penulis memandang bahwa budaya karakter yang diciptakan dalam komunitas
sekolah telah membangkitkan rasa kepedulian dalam diri peserta didik. Kepedulian tersebut
muncul karena adanya kepemimpinan bersama, sehingga peserta didik tidak membedakan
kedudukan pendidik dan karyawan yang melayani di sekolah tersebut. Dengan demikian,
penulis menemukan bahwa ada korelasi antara kepemimpinan bersama yang juga melibatkan
seluruh karyawan dengan komunitas yang peduli tersebut.
III.4.2.2. Pihak eksternal
Sejauh ini, sekolah juga telah berusaha untuk mengikutsertakan keluarga dan
masyarakat yang merupakan pihak eksternal sebagai mitra dalam upaya pembangunan
karakter. Hal ini dapat ditunjukkan dalam berbagai kegiatan yang ada, seperti parenting
dimana topik yang umumnya didiskusikan berbicara tentang nilai-nilai dalam karakter,
pentas seni dan jalan sehat yang dapat diikuti oleh orang tua dan seluruh warga yang ada di
sekitar sekolah.39
Kegiatan-kegiatan semacam ini membangkitkan dukungan dari masyarakat
di sekitar sekolah melalui berbagai kegiatan seperti ikut serta dalam penataan panggung dan
menjadi peserta jalan sehat. Kegiatan pentas seni dan jalan sehat yang diselenggarakan secara
terbuka dapat memberikan pelajaran kepada peserta didik mengenai nilai-nilai kerukunan,
kerja sama, dan kepedulian. Warga gereja juga sering terlibat secara langsung melalui
38
Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 8. 39
Band. hal 37-38. Program kegiatan menunjukkan bahwa parenting, pentas seni , dan jalan sehat merupakan
upaya sekolah membangun mitra pendidikan karakter dengan keluarga dan masyarakat. Hal ini didukung pula
dengan hasil wawancara Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015.
49
penyediaan sarana prasarana sekolah demi menciptakan suasana yang kondusif dalam proses
belajar mengajar, dan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial sekolah sebagai bentuk
dukungan terhadap pendidikan karakter.40
Kegiatan semacam ini dilakukan untuk
menyadarkan peserta didik bahwa mereka juga merupakan bagian dari masyarakat.
Pala menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter perlu didukung oleh
semua pihak.41
Meskipun pendidikan karakter merupakan suatu kegiatan yang
diselenggarakan oleh sekolah, sekolah juga perlu menyadari bahwa pendidikan karakter
seharusnya juga menjadi usaha bersama seluruh masyarakat, termasuk keluarga bahkan
komunitas iman. Hal ini juga di dukung oleh CEP yang menyatakan bahwa sekolah
melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya membangun
karakter.42
Untuk membangun karakter dengan maksimal maka lingkungan sosial yang ada di
sekitar peserta didik perlu dilibatkan.
Hasil penelitian dan teori tersebut menjelaskan bahwa SMP YBPK 4 Surabaya telah
berusaha untuk membangun suatu komunitas belajar-mengajar yang berbasis pada karakter
dengan melibatkan keluarga dan masyarakat sekitar, sehingga relasi yang tercipta dalam
komunitas sekolah bersifat menyeluruh dan berkesinambungan. Menyeluruh berarti
melibatkan seluruh pihak, mulai dari Kepala Sekolah, staff, pendidik, peserta didik, keluarga,
sampai pada masyarakat sekitar. Berkesinambungan berarti menciptakan keselarasan
pemahaman dan pelaksanaan pendidikan karakter, baik di rumah, sekolah, maupun
lingkungan sekitar. Hal ini menjadi penting karena penelitian Elias membuktikan bahwa
pelaksanaan pendidikan karakter yang baik membutuhkan suatu cara yang dapat
40
Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 41
Aynur Pala, “The Need for Character Education” dalam International Journal Of Social Sciences And
Humanity Studies, Vol 3, No 2, (2011): 27. 42
Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 16.
50
merefleksikan tujuan pendidikan karakter dalam berbagai relasi, baik itu di sekolah, di
rumah, maupun di lingkungan masyarakat.43
Menurut Elias, relasi ini harus menjadi pola,
sehingga peserta didik dapat memiliki gambaran menyeluruh mengenai nilai-nilai karakter
yang membentuk dirinya.
III.4.3 Strategi Pelaksanaan Pendidikan Karakter di SMP YBPK 4, Surabaya
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan strategi sebagai ilmu atau seni yang
menggunakan semua sumber daya untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu.44
Dengan
demikian, strategi pelaksanaan pendidikan karakter merupakan ilmu atau seni yang terdiri
dari berbagai cara yang dapat mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Pelaksanaan
pendidikan karakter dapat berlangsung dengan baik apabila memiliki strategi yang baik pula.
Berikut ini adalah berbagai strategi yang penulis temukan di SMP YBPK 4, Surabaya:
a. Pendidikan Karakter yang Terintegrasi
Pengintegrasian dengan seluruh kegiatan yang ada di sekolah merupakan strategi
pelaksanaan pendidikan karakter yang dijalankan oleh SMP YBK 4, Surabaya. Bentuk
integrasi yang dimaksud berupa penanaman nilai-nilai yang menyatu dengan substansi setiap
mata pelajaran di kelas dan kegiatan-kegiatan lainnya.
“…pendidikan karakter kami lakukan melalui proses belajar mengajar di
dalam kelas, tidak hanya itu dalam kegiatan seperti ekstra kurikuler, ibadah,
pentas seni, jalan sehat, bakti sosial, semua kegiatan…45
”
43
Maurice J. Elias, “The Character of Schools, the Character of Individuals, and the Character of Society:
Creating Educational Policy to reflect this Inextricable Interconnection.” dalam KEDI: Journal for Educational and
Policy, (2013):141-149. 44
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa indonesia: Edisi ke 3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002),
1092. 45
Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015.
51
Setiap pendidik dihimbau agar secara kreatif mengambil 5-10 menit waktu dalam proses
belajar mengajar untuk memberi bimbingan, arahan, motivasi mengenai nilai-nilai yang
hendak ditanamkan, baik itu nilai yang tercantum dalam kompetensi inti maupun nilai
rujukan sekolah.46
Contoh yang penulis dapatkan saat mengamati suasana belajar mengajar
pada mata pelajaran IPA di kelas VII yaitu pendidik mengingatkan peserta didik menjaga
kebersihan setelah melakukan kegiatan praktik. Pendidik bahkan memotivasi dan memberi
pemahaman kepada peserta didik untuk selalu menjaga kebersihan sebagai bagian dari
penghargaan dan kepedulian terhadap alam dan ilmu alam, terlebih lagi sebagai suatu sikap
yang menghargai diri mereka sendiri.
CEP menyatakan bahwa pendidikan karakter perlu dilakukan secara komprehensif
dengan melibatkan pikiran, perasaan, dan perbuatan. Tidak hanya itu sekolah bahkan perlu
mendorong peserta didik secara terus menerus untuk memotivasi diri agar bangga memiliki
karakter yang baik.47
Pada dasarnya kedua hal ini dapat dilakukan tanpa perlu membuat sesi
khusus untuk membahas nilai-nilai yang ingin ditanamkan.
Penulis berpendapat bahwa proses pendidikan karakter yang terintegrasi ini cukup
menguntungkan karena jika diintegrasikan dengan semua kegiatan maka seluruh proses
pemahaman, penghayatan, dan pengaplikasian yang berkaitan dengan pikiran, perasaan, dan
perbuatan terjadi secara natural dan dapat bersinggungan langsung dengan mata pelajaran
yang sedang dipelajari. Peserta didik dapat menyerap dua makna sekaligus yakni makna dari
ilmu pengetahuan yang sedang dipelajari dan makna yang melandasi pengaplikasian ilmu
pengetahuan tersebut. Hal ini secara otomatis dapat membuat peserta didik termotivasi untuk
menjadi “orang pandai yang bijaksana”.
46
Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 47
Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 4-8.
52
b. Pendidikan Karakter melalui Aktivitas Pembiasaan
Tidak hanya mengintegrasikan pendidikan karakter dengan seluruh kegiatan sekolah,
pendidikan karakter di SMP YBPK 4 Surabaya mengutamakan aktivitas pembiasaan. Penulis
mengamati bahwa sekolah memberi kesempatan bagi peserta didik untuk melatih diri
berkarakter baik. Tindakan-tindakan seperti mencium tangan pendidik saat bertemu,
mengucapkan salam, mengambil sampah yang berceceran meskipun bukan miliknya, segera
masuk kelas dengan tertib tanpa disuruh terlebih dahulu saat bel berbunyi, mengambil sikap
doa yang baik saat hendak berdoa, menjadi kebiasaan dan budaya positif seluruh peserta
didik SMP YBPK 4, Surabaya.
Prinsip yang ke lima menurut perspektif CEP menjelaskan bahwa sekolah perlu
memberi tempat kepada peserta didik untuk mempraktikkan tindakan moral. 48 Hal ini berarti
bahwa peserta didik perlu mendapat banyak dan beragam kesempatan untuk bergulat dengan
tantangan kehidupan nyata agar dapat mengembangkan karakter mereka dalam berbagai
aspek seperti kognitif, emosional, dan perilaku.
Hasil penelitian di atas menjelaskan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang dilaksanakan di
sekolah merupakan cara sekolah untuk memberi tempat kepada peserta didik mempraktikkan
apa yang baik. Ini berarti bahwa sekolah telah menjadikan dirinya sebagai “laboratorium
hidup”, dimana peserta didik memiliki pengalaman yang akan menghantarnya memahami,
merasakan, dan melakukan nilai-nilai kebaikan tersebut. Hal ini didukung juga oleh
penelitian Saripudin & Komalasari yang berbicara tentang program pembiasaan sebagai salah
48
Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 8.
53
satu cara untuk menghidupi nilai-nilai di sekolah.49
Dengan demikian, peserta didik dapat
mempraktikan hal-hal yang baik secara langsung melalui aktivitas pembiasaan.
c. Kesepakatan Bersama dalam Menciptakan Aturan Pembelajaran
Hal yang menarik dalam proses pendidikan karakter di SMP YBPK 4, Surabaya
adalah bahwa ada beberapa pendidik yang telah berinisiatif untuk mengedepankan
kesepakatan bersama dalam menciptakan aturan pembelajaran seperti penyataan berikut ini,
“….misalnya dalam hal ketertiban ya, yang biasanya terjadi itu
terlambat, kalau terlambat lima menit dari waktu yang ditentukan, (Pk
06. 45) empat puluh lima, harus ke bk dulu, kalo sudah sekian kali bisa
mengikuti pelajaran tetapi di tempat tertentu, nah seperti itu, anak
sudah diberitahu terlebih dulu dan itu sudah disepakati…50
”
Pernyataan yang hampir sama juga dinyatakan oleh pendidik yang lain sebagai
berikut,
“ …kalo kesulitan ndak sih, mereka bisa diajak kerjasama, dari sisi
siswanya ya mereka masih bisa, karena sejak awal ketemu saya sudah
menawarkan, salah satu prasyarat kalo kamu mau ikut pelajaran saya,
salah satunya kamu harus mau berproses, mau ditegur, diingatkan,
aturan main dalam kelas juga dibahas, jadi ada kesepakatan di
awal…51
”
CEP berpendapat bahwa sekolah perlu menggunakan pendekatan
pengembangan karakter yang bukan hanya komprehensif, disengaja, tetapi juga
proaktif agar pendidikan karakter dapat berjalan dengan efektif.52
Sekolah perlu
berkomitmen untuk mengembangkan karakter dan melihat diri mereka sendiri melalui
49
Didin Saripudin & Kokom Komalasari, “Living Values Education in School Habituation Program and Its
Effect on Student Character Development” dalam The New Educational Review, 51-61. 50
Hasil wawancara dengan Rita Yulia Hardiyanti, S. Pd selaku guru Bahasa Indonesia dan Wakil Kepala
Sekolah bagian kesiswaan. Pada tanggal 27 Agustus 2015. 51
Hasil Wawancara dengan Mutiara Panji Ivana, S. T selaku guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Wali kelas
IX B, dan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum. 52
Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 4.
54
lensa karakter, kemudian menilai hampir semua hal yang terjadi di sekolah,
khususnya bagaimana hal tersebut mempengaruhi karakter peserta didik, karena
peserta didik memiliki posisi yang sama dengan seluruh pihak pelaksana pendidikan
karakter. Dengan demikian, peserta didik juga dapat memiliki kesempatan yang sama
untuk membangun pemahaman dan mengimplementasikan karakternya berdasarkan
lensanya sendiri. Hal ini yang dimaksud dengan sikap pro aktif.
Penulis melihat bahwa sikap demokratis yang dikembangkan oleh pendidik
membuat proses pendidikan karakter menjadi lebih efektif. Sikap demokratis yang
dibangun sejak awal oleh sekolah, dengan melibatkan seluruh pendidik dan staff saat
hendak menentukan nilai inti bersama, menjadi hal positif yang juga dibawa dalam
kelas, terutama ketika pendidik mengomunikasikan tentang aturan main dalam proses
belajar mengajar. Penulis berpendapat bahwa hal ini dapat menjadi kekuatan
pendidikan karakter yang dimiliki oleh SMP YBPK 4 Surabaya, jika semua pendidik
melakukannya. Pendidikan karakter sesungguhnya adalah pendidikan yang
mengarahkan seseorang menjadi manusia seutuhnya, oleh karena itu cara yang
ditempuh juga perlu memperhatikan dan menghargai peserta didik sebagai manusia
yang mampu berpikir, merasakan, dan bertindak secara mandiri. Membuat
kesepakatan adalah cara yang tepat dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Pada
dasarnya, hal ini tidak hanya membuat peserta didik menjadi pro-aktif bahkan lebih
dari itu peserta didik merasa dihargai.
d. Mengembangkan Spiritualitas untuk Menunjang Karakter
Sejauh pengamatan penulis, SMP YBPK 4, Surabaya sangat memperhatikan
perkembangan spiritualitas pendidik dengan memberi porsi yang cukup banyak terhadap
55
pelaksanaan ibadah. Ibadah dilakukan setiap hari, bukan hanya pada saat paskah dan natal,
atau menjelang ujian. Sekolah menyediakan waktu khusus yang diberikan untuk
melaksanakan persekutuan baik itu dengan wali kelas dan teman sekelas setiap hari Senin,
Selasa, Kamis, dan Jumat, maupun ibadah gabungan SD-SMP YBPK 4 Surabaya yang
dilaksanakan pada hari Rabu.53
Selain ibadah, sekolah juga memprogramkan kegiatan seperti
retreat setiap tahunnya agar peserta didik senantiasa ditantang untuk merefleksikan hal-hal
yang kurang dan berkomitmen untuk memperbaikinya, selain itu peserta didik juga diberi
kesempatan untuk mengimplementasikan iman melalui aksi sosial dan pengumpulan dana.54
Penulis memandang perhatian sekolah terhadap spiritualitas peserta didik merupakan
hal yang positif dan sangat penting. Dengan memperhatikan perkembangan spiritualitas
peserta didik melalui kegiatan ibadah, retreat, dan memberi tempat bagi peserta didik untuk
mengaplikasikan iman melalui aksi sosial, maka peserta didik akan terus menerus ditantang
untuk berkomitmen sesuai dengan apa yang mereka imani, sehingga peserta didik secara
tidak langsung tertolong untuk menemukan makna hidupnya.
Menurut CEP, pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah perlu didukung melalui
adanya suatu komunitas yang peduli serta kegiatan yang menantang dan mengarahkan
peserta didiknya untuk menemukan makna hidup.55
Sekolah yang berkomitmen untuk
membentuk karakter akan berusaha untuk menjadi mikro kosmos dari masyarakat dengan
menciptakan suatu masyarakat yang peduli dan adil. Oleh sebab itu, perlu disusun suatu
kurikulum yang inheren, menarik, dan bermakna bagi peserta didik. Kurikulum ini
diterapkan dengan cara yang menghormati dan peduli kepada peserta didik.
53
SMP YBPK-4, Buku Panduan Akademik, (Surabaya: SMP YBPK 4; 2015), 22 dan berdasarkan hasil
wawancara dengan kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 54
Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 55
Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, hal. 8-10.
56
Berdasarkan hasil penelitian dan teori di atas, penulis menemukan korelasi antara
spiritualitas dengan pembangunan karakter melalui pencarian makna hidup seseorang yang
diimplementasikan melalui kepedulian. Stoyles memahami spiritualitas sebagai kapasitas dan
keunikan, yang mendorong seseorang untuk bergerak melampaui diri sendiri mencari makna
dan menyatu dalam keterhubungan dengan dunia kehidupan nyata.56
Penulis melihat bahwa
spiritualitas akan mengarahkan seseorang untuk mencari dan mengenali hubungan antara diri
dan orang lain, dan menganggap hubungan ini sebagai ungkapan gerakan keluar dari batin
dan diri sendiri untuk mencari makna dalam realitas kehidupan. Dengan demikian,
sprititualitas yang baik dapat ditunjukkan melalui berbagai cara termasuk menjadi orang
yang peduli.
e. Kedisiplinan yang Tersistem
Strategi pelaksanaan terakhir yang dilaksanakan oleh sekolah menurut pengamatan
penulis adalah SMP YBPK 4 Surabaya mengutamakan kedisiplinan dan memberlakukan
kedisiplinan tersebut secara sistemik.57
Penulis mendefinisikan kedisiplinan yang tersistem
sebagai strategi sekolah dalam melaksanakan kedisiplinan untuk pembangunan karakter
melalui pembuatan aturan-aturan yang disusun secara terstruktur dan melibatkan keseluruhan
stakeholders sekolah di bawah aturan tersebut dan berprosedur sesuai dengan aturan tersebut.
Hal ini ditunjukkan bukan hanya melalui aturan yang tegas dan tertulis, tetapi juga melalui
tindakan yang tegas dan seragam, khususnya kepada peserta didik yang bermasalah. Ini
berarti bahwa setiap oknum yang terlibat dalam proses pendidikan karakter berada di bawah
aturan yang sama serta melakukan prosedur sesuai dengan aturan tersebut secara serempak
56
Stoyles., Stanford.dkk, ”A Measure of Spiritual Sensitivity for Children.” dalam International Journal of
Children’s Spirituality. Vol. 17, No. 3, (2012): 205. 57
Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015
57
dan seragam. Pemberian sanksi atau hukuman kepada peserta didik selalu didasarkan pada
prosedur yang berlaku sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan, dimana semuanya telah
tercantum dalam Buku Panduan Akademik yang telah diberikan kepada orang tua. Tidak
hanya sanksi atau hukuman, setiap peserta didik yang melakukan pelanggaran akan
mendapatkan poin sesuai besar pelanggaran yang dilakukan.58
Peserta didik yang mendapat
poin besar akan diumumkan untuk menjadi peringatan karena hal ini dapat mempengaruhi
kenaikan kelas.59
Sekolah tidak hanya membuat suatu sistem poin bagi kedisiplinan tetapi
juga mengadministrasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah peserta didik.60
Di bawah ini merupakan tabel batas maksimal poin per jenjang kelas yang tercantum dalam
Buku Panduan Akademik, dan yang akan diadministrasikan secara teratur jika terjadi
pelanggaran,61
No Kelas Batas maksimal poin
1 VII 100 Poin
2 VIII 80 Poin
3 IX 75 Poin
Tabel 4. 1 Batas Maksimal Poin Pelanggaran per Jenjang Kelas
Penulis melihat bahwa strategi kedisiplinan yang tersistem ini sangat unik dan
kontroversial. Hal ini disebabkan oleh adanya pandangan bahwa kedisiplinan selalu dikaitkan
dengan hukuman. Secara umum bagi peserta didik kedisiplinan selalu dibayangkan dengan
58
SMP YBPK-4, Buku Panduan Akademik, (Surabaya: SMP YBPK 4; 2015), 32 dan berdasarkan wawancara
dengan kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 59
SMP YBPK-4, Buku Panduan Akademik, 32 60
Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 61
Ibid., 35.
58
tindakan yang keras dan tidak bersahabat.62
Oleh sebab itu, pendidik yang menerapkan
kedisiplinan dianggap tidak bersahabat. Pala mengemukakan bahwa pendidikan karakter
tidak dapat berjalan dengan efektif dan kondusif apabila peserta didik melihat sikap pendidik
yang tidak bersahabat.63
Dengan demikian, kedisiplinan yang tersistem ini menjadi strategi
yang bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh Pala.
Pada dasarnya strategi kedisiplinan yang tersistem tidak tercantum secara eksplisit
dalam perspektif yang dikemukakan oleh CEP. Menurut CEP, keterlibatan seluruh
stakeholders sekolah memang sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan karakter.64
Keterlibatan yang dimaksud lebih difokuskan ke arah edukasi. CEP tidak menyebutkan
mengenai peran aturan dalam perspektif tersebut dan bagaimana aturan tersebut diterapkan
dan didukung oleh seluruh stakeholders sekolah.
Meski tidak tercantum dalam perspektif CEP, penulis setuju bahwa ide ini sangat baik
dan penting karena proses pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK 4, Surabaya telah
menunjukkan hasil yang positif sehingga dapat dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal
ini terbukti melalui pernyataan berikut ini,
“… saya akan tetap sekolahkan cucu saya disini pak, karena di sini cucu saya
menjadi semakin baik…65
”
62
Hasil wawancara dengan tehnik Focus Group Discussion (FGD) pada beberapa siswa yakni Marcella (Kelas
VII), Deviliana (Kelas VIII), dan Yeremia (Kelas IX). Pada tanggal 27 Agustus 2015. 63
Aynur Pala, “The Need for Character Education” dalam International Journal Of Social Sciences And
Humanity Studies, Vol 3, No 2, (2011): 27. 64
Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 16. 65
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh wali siswa yang sedang mengurus kekurangan data administrasi siswa
yang baru saja pindah dari Bali. Selama 1 bulan bersekolah di SMP YBPK 4, Surabaya, siswa tersebut menunjukkan
perubahan sikap yang cukup signifikan dibandingkan saat berada di sekolah lamanya. Percakapan ini tidak sengaja
terdengar oleh penulis saat berada di ruang tunggu kepala sekolah.
59
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa orang tua peserta didik dapat merasakan bahwa SMP
YBPK 4, Surabaya mampu melakukan edukasi terhadap karakter peserta didiknya sehingga
terjadi perubahan ke arah yang lebih baik.
Penulis berasumsi bahwa penyebab keberhasilan dari pendidikan karakter di SMP
YBPK 4 Surabaya terletak pada kedisiplinan yang tersistem. Kedisiplinan yang tersistem
telah membawa pengaruh cukup kuat, sehingga peserta didik dapat merasakan sekolah
sebagai komunitas pembentuk karakter. Menurut penulis, pendidikan karakter tanpa sebuah
kedisiplinan akan menjadi pincang. Sebuah penelitian di Jakarta telah membuktikan bahwa
setiap sekolah khususnya sekolah Kristen seharusnya menjadikan kedisiplinan sebagai dasar
dari proses “pemuridannya” karena kedisiplinan pada dasarnya sangat berkaitan dengan
manajemen sekolah sehingga baik pendidik maupun peserta didik dapat bertindak secara
tepat manakala menghadapi masalah etika, moral, dan agama.66
Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa sekolah yang menerapkan kedisiplinan mampu menghasilkan peserta
didik yang berkarakter.
Penulis melihat bahwa keunggulan dari kedisiplinan yang diterapkan di SMP YBPK
4 Surabaya terletak pada kata “sistem”. Kedisiplinan yang tersistem membuat peserta didik
dan pendidik akan tunduk dibawah aturan yang sama, yang telah diketahui, dan disepakati
bersama, sehingga semua berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Sistem tersebut juga
menyebabkan keseragaman penanganan yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik.
Dengan demikian, peserta didik akan diarahkan untuk belajar taat, tertib, dan mampu
mengendalikan ego demi kebaikan, keadilan, dan keteraturan bersama. Tidak hanya itu,
peserta didik yang bermasalah dapat terpantau dengan baik karena didukung oleh sistem dan
66
Chang-Yau Hoon, “God and Discipline: Religious Education and Character Building in A Christian School in
Jakarta”, South East Asia Research, Vol. 22 Issue 4, 2014, hal. 505-524.
60
administrasi yang memadai. Ini adalah ciri khas dari SMP YBPK 4 Surabaya yang dapat
membedakannya dari sekolah yang ada di Jakarta, yang telah penulis paparkan di paragraf
sebelumnya.
III.4.4 Peluang dan Hambatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK
4 Surabaya
Penulis menemukan peluang dalam pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK 4
Surabaya melalui pernyataan berikut ini,
“…ya karna kami sekolah kecil, jadi memang sekolah ini sudah lama berdiri
tapi tahun 2008 baru mau melangkah, jadi kita mengandalakan pendidikan
karakter ini sebagai materi promosi ke masyarakat, karena setiap orang tua
tidak hanya ingin anaknya jadi pintar saja tetapi juga jadi baik, karena kami
belum punya prestasi apa-apa dalam kognitif, ya hanya pendidikan karakter
yang bisa kami unggulkan. Jadi, umumnya orang tua menyekolahkan anaknya
disini faktor utamanya ya karna karakter tadi, meskipun begitu, mutu kognitif
tetap kami perhatikan tapi hasilnya masih kalah dengan karakternya…67
”
Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK
4, Surabaya tidak hanya telah berhasil membuat peserta didik menjadi lebih baik, namun
pendidikan karakter juga memberi perspektif baru bagi kualitas sekolah. Hal ini semakin
diperkuat melalui tabel berikut ini68
:
TAHUN AJARAN 2013-2014 2014-2015 2015-2016
JUMLAH 120 anak 123 anak 130 anak
Tabel 4. 2 Data Peserta Didik selama Tiga periode (Setelah pendidikan karakter)
67
Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. Tabel yang
pertama adalah jumlah siswa saat uang pembangunan dikenakan sebesar Rp.1000.000,- dengan SPP sebesar Rp.
150.000,- sedangkan tabel yang ke dua adalah jumlah siswa saat uang pembangunan dikenakan sebesar Rp.
300.000,- dengan SPP Rp. 30.000,- 68
Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015.
61
TAHUN AJARAN 2000-2001 2001-2002 2002-2003
JUMLAH 87 anak 85 anak 90 anak
Tabel 4. 3 Data Peserta Didik selama Tiga periode (Sebelum pendidikan karakter)
Tabel tersebut menunjukkan adanya penambahan jumlah peserta didik setiap tahunnya
setelah sekolah menyelenggarakan pendidikan karakter. Perubahan yang terjadi memang
tidak terlalu signifikan namun apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum
pelaksanaan pendidikan karakter, maka data menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini juga
membuktikan bahwa memiliki karakter yang baik merupakan suatu kebutuhan dan bekal bagi
masa depan, sehingga pelaksanaan pendidikan karakter secara serius dapat membawa
manfaat bukan hanya bagi peserta didiknya, tetapi juga bagi lembaga itu sendiri.
Adapun hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter di SMP YBPK
4 Surabaya adalah,
a. Signifikansi Pendidikan karakter belum disadari secara menyeluruh oleh seluruh
pendidik.69
Sekalipun substansi pendidikan karakter tercantum dalam kompetensi inti,
masih ada pendidik yang mengabaikannya. Revel dan Arthur menyatakan bahwa
kesadaran akan pentingnya pendidikan karakter hanya dapat dilakukan apabila
melibatkan edukasi tentang pendidikan karakter kepada seluruh staff dan pendidik.70
Kesadaran tersebut tidak terbentuk karena sekolah belum pernah melakukan pelatihan
bagi staff dan pendidik mengenai pendidikan karakter. 71
Selama ini pembinaan dan
69
Hasil wawancara dengan Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015. 70
Lynn Revel & James Arthur, “Character education in schools and the education of teachers” dalam Journal
of Moral Education, Vol. 36 Issue 1, (2007): 79-92. 71
Hasil Wawancara dengan Mutiara Panji Ivana, S. T selaku guru Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Wali kelas
IX B, dan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum.
62
himbauan hanya dilakukan oleh kepala sekolah. Berdasarkan analisa penulis, seluruh
stakeholders membutuhkan pelatihan-pelatihan yang bersifat edukatif untuk
menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan karakter dan demi kelancaran
proses pendidikan karakter.
b. Minimnya rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh dewan pengurus atau komite sekolah
tentang pelaksanaan pendidikan karakter.72
CEP menegaskan bahwa keterlibatan seluruh
pihak dalam pelaksanaan pendidikan karakter juga meliputi keterlibatan dewan pengurus
atau komite sekolah.73
Dewan pengurus atau komite sekolah selama ini hanya berperan
dalam mengambil keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan fisik
saja, sehingga tugas dan tanggung jawab mereka sebagai bagian dari sekolah yang lain
tidak dipenuhi. Dewan pengurus perlu menyadari bahwa dirinya adalah utusan gereja
bagi sekolah. Oleh karena itu, keterlibatan dewan pengurus dalam perencanaan
pendidikan karakter dapat menjadi salah satu upaya yang dilakukan untuk memaknai
tugas dan panggilan gereja di tengah dunia.
c. Sekolah belum memiliki gambaran tentang evaluasi terhadap proses pendidikan karakter
yang telah dilakukan.74
CEP menyatakan bahwa sekolah perlu secara teratur menilai
budaya dan iklim, fungsi staff sebagai pendidik karaker, dan sejauh mana peserta didik
memanifestasikan karakter yang baik untuk mendukung pelaksanaan pendidikan
karakter.75
Hal ini berarti sekolah perlu secara berkala merumuskan dan merefleksikan
seluruh kegiatan pendidikan karakternya. Tanpa evaluasi terhadap proses, maka
72
Band. hal 41-42, Mengacu pada analisa penulis di halaman tersebut dan berdasarkan hasil wawancara dengan
Drs. Joko Prihanto selaku kepala sekolah pada tanggal 29 Agustus 2015, campur tangan komite sekolah hanya
sebatas urusan administrasi organisasi dan pembangunan fisik. 73
Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 16. 74
GKJW Jemaat Wiyung, Mengenang Perjalanan Sejarah dan Perkembangan Gereja Kristen Jawi Wetan
Jemaat Wiyung, (Surabaya: GKJW Wiyung; 2012), 82. 75
Character Education Partnership (CEP), 11 Principles of effective character Education, 20.
63
pendidikan karakter di SMP YBPK 4 Surabaya dimungkinkan mengalami stagnasi,
bahkan lebih dari itu, hal ini juga memungkinkan adanya ketidakcocokan antara strategi
yang sedang digunakan dengan kondisi sekolah.
Recommended