View
224
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1Manajemen
Arti paling sederhana dari manajemen yakni sebagaimana mengelola suatu
kegiatan melalui fungsi-fungsi manajemen secara sistemik. Namun demikian, tidak
ada salahnya kita juga mengetahui fungsi-fungsi manajemen menurut beberapa pakar
antara lain: George Terry: Planning, Organizing, Actuating, Controlling; Hendrik
Fayol: Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, Controlling; Harold &
Cryil: Planning, Organizing, Staffing, Leading, Controlling; L.M. Gulick: Planning,
Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgeting.
(Sobana, 2012, p7)
Berkaitan dengan manajemen, Dadang Dally dalam buku “Balanced Scorecard-
Suatu Pendekatan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah”, sebagaimana dikutip
dari Nanang Fattah (2010:3): …..dalam proses manajemen terlibat fungsi-fungsi
pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer / pimpinan, yaitu: perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), pemimpin (leading), dan pengawasan
(controlling). Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencana,
7
8
mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala
aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
(Sobana, 2012, p7)
Istilah manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan
kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan
melalui tangan orang lain. Proses menggambarkan fungsi-fungsi yang berjalan terus
atau kegiatan-kegiatan utama yang dilakukan oleh para manajer. Fungsi-fungsi ini
lazimnya disebut merancang, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan.
Mengkoordinasikan dan mengintegrasikan pekerjaan orang-orang lain itu
merupakan hal yang membedakan sebuah posisi manajerial dari posisi non
manajerial. Melalui manajemen (yakni melalui pengkoordinasian dan pengitegrasian
pekerjaan orang-orang lain) kegiatan-kegiatan kerja organisasi itu diselesaikan secara
efisien dan efektif; atau sekurang-kurangnya itulah apa yang didambakan oleh
manajemen.
Efisiensi merupakan bagian penting manajemen. Efisiensi itu mengacu pada
hubungan antara masukan dengan keluaran. Seandainya anda mampu mendapatkan
lebih banyak keluaran dari sejumlah tertentu masukan, anda telah meningkatkan
efisiensi. Sama halnya, seandainya anda dapat memperoleh keluaran yang sama dari
masukan yang lebih sedikit, anda pun telah meningkatkan efisiensi. Karena para
manajer menghadapi sumber-sumber masukan yang langka terutama manusia, uang,
9
dan peralatan—mereka menaruh perhatian pada pemanfaatan sumber-sumber itu
secara efisien. Oleh karena itu manajemen menaruh perhatian untuk meminimalkan
biaya sumber daya. Dari sudut pandang ini, efisiensi seringkali dirujuk sebagai
“melakukan segala sesuatu secara tepat”—artinya tidak memboroskan sumber-
sumber.
Namun tidaklah cukup sekadar menjadi efisien. Manajemen pun menaruh
perhatian pada penyelesaian kegiatan-kegiatan agar sasaran-sasaran organisasi
tercapai; artinya manajemen menaruh perhatian pada efektivitas. Manakala para
manajer mencapai sasaran-sasaran organisasi mereka, kita mengatakan bahwa mereka
itu berhasil guna (efektif). Efektivitas itu seringkali dilukiskan sebagai “melakukan
hal-hal yang tepat”—artinya, kegiatan kerja yang akan membantu organisasi tersebut
mencapai sasarannya. Sementara efisiensi itu lebih memperhatikan “sarana-sarana”
melaksanakan segala sesuatunya, efektivitas itu berkaitan dengan “hasil akhir”, atau
pencapaian sasaran-sasaran organisasi. (Robbins, 2007, p8-9)
2.2Manajemen Operasi
Manajemen operasi adalah serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam
bentuk barang dan jasa, berlangsung di semua organisasi. Dalam perusahaan
manufaktur, dapat terlihat dengan jelas aktivitas produksi yang menghasilkan barang.
Sedangkan dalam organisasi yang tidak menghasilkan produk secara fisik, fungsi
10
produksi mungkin tidak terlihat dengan jelas. Fungsi produksi ini bisa tersembunyi
dari masyarakat dan bahkan dari pelanggan. (Heizer dan Render, 2006, P4)
Manajemen operasi merupakan salah satu dari tiga fungsi utama sebuah
organisasi, dan secara utuh berhubungan dengan semua fungsi bisnis lainnya. Semua
organisasi memasarkan, membiayai, dan memproduksi, maka sangat penting untuk
mengetahui bagaimana aktivitas manajemen operasi bisa berjalan. Manajemen
operasi juga merupakan bagian yang paling banyak mengeluarkan biaya dalam
sebuah organisasi. (Heizer dan Render, 2006, P4-5)
2.3Kualitas
2.3.1 Pengertian Kualitas / Mutu
Pengertian mutu:
1. Totalitas bentuk dan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang tampak jelas
maupun yang tersembunyi.
2. Mutu tergantung pemakai menganggapnya.
3. Mutu berarti keharusan menyesuaikan dengan lebih baik pada standar yang
berlaku membuatnya dengan benar pada waktu pertama.
(Deitiana, 2011, p64)
11
“Kualitas; sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari karakteristik, derajat, atau
nilai-nilai dari suatu keunggulan”. (American Heritage Dictionary, 1996)
“Kualitas; adalah totalitas karakteristik dari berbagai entitas yang memberikan
segenap kemampuannya pada nilai-nilai kebutuhan serta nilai-nilai kepuasan”. (ISO
8402)
“Kualitas; adalah mengerjakan dengan cara yang benar, dan setiap saat berpikir
dengan cara yang benar”. (Motorola, DFSS, 2003)
Sedangkan menurut Anang Hidayat dalam bukunya “Strategi Six Sigma: Peta
Pengembangan Kualitas dan Kinerja Bisnis”, kualitas bisa digambarkan secara
kuantitatif dengan rumusan matematis sebagai berikut:
Dimana:
Q = quality (kualitas)
P = performance (kinerja)
E = expectation (harapan-harapan)
Dari semua pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas /
mutu adalah kemampuan suatu produk atau jasa untuk bertemu dengan keinginan
konsumen.
12
2.3.2 Pentingnya Kualitas
Untuk mempertahankan keberadaannya di pasar dalam jangka panjang, maka
perusahaan yang bergerak di sector barang maupun jasa harus berorientasi pada
kualitas. Karena kualitas dapat diartikan sebagai kemampuan suatu produk baik
barang maupun jasa dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Sehingga dengan
demikian perusahaan yang bergerak di sector barang menghasilkan produk nyata
yang berwujud sedangkan di sector jasa menghasilkan produk yang merupakan
pelayanan. Dengan demikian kegiatan ekonomi yang biasanya menghasilkan sesuatu
yang wujudnya tidak nyata seperti pendidikan, hiburan, transportasi, administrasi,
layanan keuangan, kesehatan disebut kegiatan di sektor jasa. Namun sekarang ini
kecenderungan banyak produk yang merupakan kombinasi dari barang maupun jasa
yang biasanya dikenal dengan istilah mix service.
Akan tetapi apapun jenis produk yang dihasilkan perusahaan, sekarang ini harus
memfokuskan pada kualitas karena bagi konsumen, produk yang berkualitas akan
memberikan kepuasan sehingga kepercayaan untuk mengkonsumsi produk tersebut
akan terus menjadikan loyalitas para konsumen akan produk tersebut.
(Deitiana, 2011, p64)
13
Bagi perusahaan, menjaga kualitas agar tetap berada di atas standar adalah suatu
hal yang sangat penting. Ada tiga alasan kualitas merupakan sesuatu yang penting
yaitu:
1. Reputasi perusahaan.
Suatu organisasi menyadari bahwa reputasi akan mengikuti kualitas apakah
itu baik atau buruk.
2. Keandalan produk.
Pengadilan terus menerus berusaha menangkap organisasi yang memiliki
desain, memproduksi, atau mengedarkan produk atau jasa yang
penggunaannya mengakibatkan kerusakan atau kecelakaan.
3. Keterlibatan global.
Bagi perusahaan dan negara yang ingin bersaing secara efektif pada ekonomi
global, maka produk mereka harus memenuhi harapan kualitas, desain, dan
harga global.
(Deitiana, 2011, p65)
Dengan meningkatkan kualitas proses produksi dapat meningkatkan keuntungan
yang akan diterima oleh perusahaan. Ada dua cara kualitas meningkatkan
keuntungan yaitu dari keuntungan penjualan dan penurunan biaya seperti yang dapat
dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini. (Heizer, 2009, p301)
14
Gambar 2.1 Pengaruh Kualitas Terhadap Keuntungan Perusahaan
Sumber: (Heizer dan Render, 2009, p301)
2.3.3 Dimensi Kualitas
Menurut David A. Garvin (1988), kualitas dibagi menjadi 9 (sembilan) dimensi.
Masing-masing dari dimensi kualitas tersebut terfokus pada pendekatan strategi dan
nilai-nilai kompetitif.
Tabel 2.1 Dimensi Kualitas
Dimensi Maksud dan Contoh
Performance Karakteristik utama produk, misalnya gambar jernih pada layar
Kualitas yang Meningkat
Penjualan Meningkat melalui
Respons yang lebih baik Harga yang fleksibel Reputasi yang lebih baik
Pengurangan Biaya melalui
Produktivitas yang meningkat
Biaya rework dan scrap yang lebih rendah
Biaya garansi yang lebih rendah
Keuntungan yang Meningkat
15
televisi
Features Karakteristik tambahan, fasilitas atau fitur tambahan, misalnya
remote control
Conformances Spesifikasi industri dan standar industri
Reliability Konsistensi kinerja
Durability Masa daya guna / ketahanan produk, mencakup masa garansi dan
perbaikan
Service Pertanggungjawaban atas permasalahan-permasalahan produk dan
berbagai keluhan konsumen terhadap produk
Response Hubungan produsen-konsumen, termasuk peranan dealer
Aesthetics Berbagai karakteristik yang berhubungan dengan psikologis
produsen, penyalur / dealer, dan konsumen
Reputation Kinerja yang telah tercapai dan berbagai kesuksesan yang diraih,
seperti pencapaian target penjualan, oplah, kepuasan konsumen,
dan lain-lain
Sumber: Hidayat, 2007, p4
2.3.4 Biaya Kualitas
Kualitas itu penting untuk dijaga dan dipertahankan agar tetap berada dalam suatu
16
standar. Beberapa perusahaan kelas dunia menggunakan ukuran biaya kualitas
sebagai indikator keberhasilan program peningkatan kinerja terus-menerus, yang
dapat dihubungkan dengan ukuran-ukuran lain seperti:
Biaya kualitas dibandingkan terhadap nilai penjualan (persentase biaya
kualitas total terhadap nilai penjualan), semakin rendah nilai ini menunjukkan
program peningkatan kinerja semakin efektif dan efisien.
Biaya kualitas dibandingkan terhadap keuntungan (persentase biaya kualitas
dibandingkan terhadap keuntungan (persentase biaya kualitas total terhadap
nilai keuntungan), semakin rendah nilai ini menunjukkan program
peningkatan kinerja semakin efektif dan efisien.
Biaya kualitas dibandingkan terhadap harga pokok penjualan (cost of good
sold), diukur berdasarkan persentase biaya kualitas total terhadap nilai harga
pokok penjualan, dimana semakin rendah nilai ini menunjukkan program
peningkatan kinerja semakin efektif dan efisien.
Biaya kegagalan internal dibandingkan terhadap biaya produksi total
(persentase biaya kegagalan internal terhadap biaya produksi total), dimana
semakin rendah nilai ini menunjukkan program peningkatan kinerja semakin
efektif dan efisien.
Dan lain-lain.
Pada dasarnya biaya kualitas dapat dikategorikan ke dalam empat jenis, yaitu:
17
1. Biaya kegagalan internal (internal failure costs),
merupakan biaya-biaya yang berhubungan dengan kesalahan dan
nonkonformasi (errors and nonconformance) yang ditemukan sebelum
menyerahkan produk itu ke pelanggan. Biaya-biaya ini tidak akan muncul
apabila tidak ditemukan kesalahan atau nonkonformasi dalam produk
sebelum pengiriman. Contoh dari biaya kegagalan internal adalah:
Scrap: biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja, material, dan
biasanya ‘overhead’ pada produk cacat yang secara ekonomis tidak
dapat diperbaiki kembali. Terdapat banyak variasi nama dari jenis ini,
yaitu: scrap, cacat, usang, dll.
Pekerjaan ulang (rework): biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki
kesalahan (mengerjakan ulang) produk agar memenuhi spesifikasi
produk yang ditentukan.
Analisis kegagalan (failure analysis): biaya yang dikeluarkan untuk
menganalisis kegagalan produk guna menentukan penyebab-penyebab
kegagalan itu.
Inspeksi ulang dan pengkajian ulang (reinspection and retesting):
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk inspeksi ulang dan pengujian
ulang produk yang telah mengalami pengerjaan ulang atau perbaikan
kembali.
Downgrading: selisih di antara harga jual normal dan harga yang
18
dikurangi karena alasan kualitas.
Avoidable process losses: biaya-biaya kehilangan yang terjadi,
meskipun produk itu tidak cacat, sebagai contoh: kelebihan bobot
produk yang diserahkan ke pelanggan karena variabilitas dalam
peralatan pengukuran, dan lain-lain.
2. Biaya kegagalan eksternal (external failure costs),
merupakan biaya-biaya yang berhubungan dengan kesalahan dan
nonkonformansi (errors and nonconformance) yang ditemukan setelah
produk itu diserahkan ke pelanggan. Biaya-biaya ini tidak akan muncul
apabila tidak ditemukan kesalahan atau nonkonformansi dalam produk
setelah pengiriman. Contoh dari biaya kegagalan eksternal adalah:
Jaminan (warranty): biaya yang dikeluarkan untuk penggantian atau
perbaikan kembali produk yang masih berada dalam masa jaminan.
Penyelesaian keluhan (complaint adjustment): biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk penyelidikan dan penyelesaian keluhan yang
berkaitan dengan produk cacat.
Produk dikembalikan (returned product): biaya-biaya yang berkaitan
dengan penerimaan dan penempatan produk cacat yang dikembalikan
oleh pelanggan.
Allowances: biaya-biaya yang berkaitan dengan konsesi pada
pelanggan karena produk yang berada di bawah standar kualitas yang
19
sedang diterima oleh pelanggan atau yang tidak memenuhi spesifikasi
dalam penggunaan.
3. Biaya penilaian (appraisal costs),
merupakan biaya-biaya yang berhubungan dengan penentuan derajat
konformansi terhadap persyaratan kualitas (spesifikasi yang diterapkan).
Contoh dari biaya penilaian adalah:
Inspeksi dan pengujian kedatangan material: biaya-biaya yang
berkaitan dengan penentuan kualitas dari material yang dibeli, apakah
melalui inspeksi pada saat penerimaan, melalui inspeksi yang
dilakukan pada pemasok, atau melalui inspeksi yang dilakukan pihak
ketiga.
Inspeksi dan pengujian produk dalam proses: biaya-biaya yang
berkaitan dengan evaluasi tentang konformansi produk dalam proses
terhadap persyaratan kualitas (spesifikasi) yang ditetapkan.
Inspeksi dan pengujian produk akhir: biaya-biaya yang berkaitan
dengan evaluasi tentang konformansi produk akhir terhadap
persyaratan kualitas (spesifikasi) yang ditetapkan.
Audit kualitas produk: biaya-biaya untuk melakukan audit kualitas
pada produk dalam proses atau produk akhir.
Pemeliharaan akurasi peralatan pengujian: biaya-biaya dalam
melakukan kalibrasi untuk mempertahankan akurasi instrumen
20
pengukuran dan peralatan.
Evaluasi stok: biaya-biaya yang berkaitan dengan pengujian produk
dalam penyimpanan untuk menilai degradasi kualitas.
4. Biaya pencegahan (prevention costs),
merupakan biaya-biaya yang berhubungan dengan upaya pencegahan terjadi
kegagalan internal maupun eksternal, sehingga meminimumkan biaya
kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal. Contoh dari biaya
pencegahan adalah:
Perencanaan kualitas: biaya-biaya yang berkaitan dengan aktivitas
perencanaan kualitas secara keseluruhan, termasuk penyiapan
prosedur-prosedur yang diperlukan untuk mengkomunikasikan
rencana kualitas ke seluruh pihak yang berkepentingan.
Peninjauan-ulang produk baru (new-product review): biaya-biaya
yang berkaitan dengan rekayasa keandalan (reliability engineering)
dan aktivitas-aktivitas lain terkait dengan kualitas yang berhubungan
dengan pemberitahuan desain baru.
Pengendalian proses: biaya-biaya inspeksi dan pengujian dalam
proses untuk menentukan status dari proses (kapabilitas proses),
bukan status dari produk.
Audit kualitas: biaya-biaya yang berkaitan dengan evaluasi atas
pelaksanaan aktivitas dalam rencana kualitas secara keseluruhan.
21
Evaluasi kualitas pemasok: biaya-biaya yang berkaitan dengan
evaluasi terhadap pemasok sebelum pemilihan pemasok, audit
terhadap aktivitas-aktivitas selama kontrak, dan usaha-usaha lain yang
berkaitan dengan pemasok.
Pelatihan: biaya-biaya yang berkaitan dengan penyiapan dan
pelaksanaan program-program pelatihan yang berkaitan dengan
program peningkatan kualitas Six Sigma.
Pola pengeluaran biaya kualitas untuk perusahaan tradisional dan perusahaan Six
Sigma ditunjukkan dalam bagan berikut.
Gambar 2.2 Pola Pengeluaran Perusahaan Tradisional vs. Six Sigma
22
Sumber: Gasperz, 2012, p372
(Gasperz, 2012, p367-372)
Biaya kegagalan internal, biaya pencegahan, dan biaya penilaian di atas dapat
diperkirakan, tetapi biaya eksternal sangat sulit dihitung. Apabila terjadi kerusakan
pada pihak luar yang diakibatkan oleh rendahnya kualitas produk hasil produksi,
biaya perbaikan yang ditimbulkan bisa melebihi nilai produk itu sendiri secara
keseluruhan. Hal ini mendorong keyakinan banyak pakar bahwa biaya akibat
kualitas yang rendah tidak bisa dipandang remeh.
Para pengamat manajemen kualitas, termasuk Philip Crosby dan Genichi
Taguchi, percaya bahwa pada kondisi keseimbangan, biaya produk yang berkualitas
hanyalah sebagian dari keuntungan. Mereka berpendapat bahwa organisasi yang
kalah adalah organisasi yang gagal berupaya agresif di bidang kualitas.
Mengutip pada pernyataan Philip Crosby mengenai biaya kualitas: “Kualitas
bukanlah sebuah hadiah, tetapi memang gratis. Apa yang memakan biaya adalah
barang-barang yang tidak berkualitas—semua tindakan yang tidak dikerjakan
dengan benar sejak awal.”
(Heizer dan Render, 2009, p304)
23
2.4Manajemen Kualitas
Bagi manajer operasi, salah satu pekerjaan terpenting adalah memberikan
produk dan jasa yang sehat, aman, dan berkualitas kepada pelanggan. Karena
kurangnya proses desain dan produksi, pengembangan produk-produk berkualitas
rendah tidak hanya mengakibatkan biaya produksi yang lebih tinggi, tetapi juga
dapat menimbulkan kecelakaan, tuntutan hukum, dan bertambahnya peraturan
pemerintah. (Heizer dan Render, 2009, p304)
Pada dasarnya kegiatan pengelolaan merupakan kegiatan sistemik. Saling
ketergantungan juga sekaligus sinergitas antar fungsi-fungsi manajemen.
Pengelolaan fungsi-fungsi manajemen fokus pada pelanggan, baik pelanggan
internal maupun pelanggan eksternal. Pelanggan menginginkan produk, baik barang
maupun jasa yang bermutu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan yang bermutu
atau manajemen mutu sebagai keseluruhan cara untuk mencapai mutu. Manajemen
mutu mencakup tiga proses trilogi mutu (Juran JM 1995: 92), yakni: Perencanaan
Mutu, Pengendalian Mutu dan Peningkatan Mutu. (Sobana, 2012, p9)
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan manajemen tradisional
ditinggalkan. Abad modern memasuki management by object dan management by
process. Kedua model manajemen tersebut berorientasi kepada manajemen mutu
(quality management). Manajemen mutu dilakukan melalui tahapan: … inspeksi
(inspection), pengendalian kualitas (quality control), penjaminan kualitas (quality
24
assurance), manajemen kualitas (quality management), manajemen kualitas terpadu
(total quality management), organisasi belajar (learning organization) dan organisasi
tingkat global (world-class organization) – (Dorothea Wahyu Ariani 2003: 18-19)
Proses pengelolaan / manajemen yang dilakukan terus menerus–– berdasarkan
standar baku serta berorientasi mutu, selanjutnya dikenal sebagai Sistem Manajemen
Mutu. (Sobana, 2012, p9)
2.4.2 Prinsip-Prinsip Manajemen Kualitas
Prinsip-prinsip mengenai manajemen kualitas tertulis jelas di dalam ISO
9000:2000. ISO 9000:2000 adalah sebuah standar kualitas internasional yang
berbasis pada delapan prinsip manajemen kualitas. Tujuan kedelapan prinsip
manajemen kualitas tersebut juga dipergunakan dalam inisiatif Six Sigma.
Kedelapan prinsip manajemen kualitas tersebut terkonsentrasi pada pendekatan-
pendekatan berikut ini.
1. Fokus pada konsumen (customer focus), organisasi kerja bergantung pada
konsumen-konsumen mereka, sehingga harus mampu memahami apa yang
menjadi kebutuhan konsumen pada masa mendatang dengan
mempertemukan seluruh komplemen-komplemen kebutuhan konsumen pada
saat ini dengan apa yang menjadi ekspektasi konsumen ke depan.
25
2. Kepemimpinan (leadership), kepemimpinan ditekankan pada gaya
memimpin dan arah kepemimpinan dalam aktivitas organisasional kerja.
Dalam proses kepemimpinan, harus diciptakan berbagai kondisi atau
lingkungan kerja yang kondusif pada tujuan organisasi kerja secara utuh.
3. Keterlibatan personil (involvement of people), “people” atau personil pada
segenap tingkatan / level struktur organisasional kerja bertanggung jawab
atas kesuksesan di tingkatan / levelnya, dan secara penuh terintegrasi untuk
kepentingan keuntungan organisasional dengan tingkat abilitas dan
kapabilitasnya.
4. Pendekatan pada proses (process approach), pengukuran tingkat-tingkat
efisiensi ketika sumber atau input dan aktivitas telah terkondisi ke dalam
proses.
5. Pendekatan system pada manajemen (system approach to management),
identifikasi, pemahaman, dan pengelolaan hubungan internal proses dalam
upaya mempertahankan dan meningkatkan tujuan dari nilai-nilai efisiensi
dan efektivitas organisasional kerja.
6. Peningkatan sistem secara kontinu (continual improvement), “continual
improvement” adalah tujuan dan sasaran permanen dalam aktivitas
organisasional.
7. Pendekatan berbasis fakta-fakta dalam pengambilan keputusan ( factual
approach to decision-making), efektif dalam pengambilan-pengambilan
keputusan strategis yang berbasis pada analisis data dan informasi strategik.
26
8. Kerja sama yang saling menguntungkan dengan pihak-pihak pemasok /
penyalur (mutually beneficial supplier relationship), organisasi dan
pengelolaannya bersifat independen, dan “mutually beneficial supplier
relationship” dan meningkatkan nilai-nilai abilitas keduanya dalam upaya-
upaya penciptaan nilai.
(Hidayat, 2007, p150-154)
2.5Konsep Dasar Sistem Produksi dan Proses
Produksi merupakan fungsi pokok di dalam setiap organisasi, yang mencakup
aktivitas yang bertanggung jawab untuk penciptaan nilai tambah produk yang
merupakan output dari setiap organisasi industri itu. Produksi di dalam sebuah
organisasi pabrik merupakan inti yang paling dalam, spesifik serta berbeda dengan
bidang fungsional lain seperti: keuangan, personalia, dll.
Sistem produksi merupakan sistem integral yang mempunyai komponen
struktural dan fungsional. Di dalam sistem produksi modern terjadi suatu proses
transformasi nilai tambah yang mengubah input menjadi output yang dapat dijual
dengan harga kompetitif di pasar.
27
Proses transformasi nilai tambah dari input menjadi output dalam sistem
produksi modern selalu melibatkan komponen struktural dan fungsional. Sistem
produksi memiliki beberapa karakteristik berikut:
1. Mempunyai komponen-komponen atau elemen-elemen yang saling
berkaitan satu sama lain dan membentuk satu kesatuan utuh. Hal ini
berkaitan dengan komponen struktural yang membangun sistem produksi
itu.
2. Mempunyai tujuan yang mendasari keberadaannya, berupa menghasilkan
produk (barang dan / atau jasa) berkualitas yang dapat dijual dengan harga
kompetitif di pasar.
3. Mempunyai aktivitas, berupa proses transformasi nilai tambah input menjadi
output secara efektif dan efisien.
4. Mempunyai mekanisme yang mengendalikan pengoperasiannya, berupa
optimasi pengalokasian sumber-sumber daya.
Secara skematis sederhana, sistem produsi dapat digambarkan seperti dalam
bagan berikut ini.
28
Gambar 2.3 Skema Sistem Produksi
Sumber: Gasperz, 2012, p6
Dari bagan di atas, tampak bahwa elemen-elemen utama dalam sistem produksi
adalah: input, proses, dan output, serta adanya suatu mekanisme umpan balik untuk
pengendalian sistem produksi itu agar mampu meningkatkan perbaikan terus-
menerus (continuous improvement).
Suatu proses dalam sistem produksi dapat didefinisikan sebagai integrasi
sekuensial dari tenaga kerja, material, informasi, metode kerja, dan mesin atau nilai
tambah bagi produk agar dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar. Suatu
proses mengkonversi input terukur ke dalam output terukur melalui sejumlah
langkah sekuensial yang terorganisasi.
29
Definisi lain dari proses adalah suatu kumpulan tugas yang dikaitkan melalui
suatu aliran material dan informasi yang mentransformasikan berbagai input ke
dalam output yang bermanfaat atau bernilai tambah tinggi. Suatu proses memiliki
kapabilitas atau kemampuan untuk menyimpan material (yang diubah menjadi
barang setengah jadi) dan informasi selama transformasi berlangsung.
Salah satu cara yang umum dipergunakan untuk menggambarkan proses dari sistem
produksi adalah diagram alir proses (process flow diagram). Diagram alir dari suatu
proses hipotesis, ditunjukkan dalam bagan di bawah ini.
Gambar 2.4 Aliran Proses Produksi
Sumber: Gasperz, 2012, p8
30
Perlu diperhatikan bahwa proses dari setiap sistem produksi memiliki spesifikasi
yang berbeda-beda, seperti misal proses produksi semen berbeda dengan proses
produksi ban, namun secara umum terdapat tida kategori untuk semua aktivitas
dalam proses. Ketiga kategori itu adalah: tugas-tugas (tasks), aliran-aliran (flows),
dan penyimpanan (storage).
2.6Process Improvement
Process improvement atau peningkatan proses berarti membuat suatu kegiatan
proses menjadi lebih baik, bukan sekadar menangani masalah atau krisis yang
timbul ketika aktivitas produksi dilakukan. Ini berarti menghindari praktek
menyalahkan orang lain atas kegagalan atau masalah yang timbul. Ketika kita
menggunakan pendekatan problem-solving atau sekedar memperbaiki hal-hal atau
peralatan yang rusak, kita tidak akan menemukan ataupun mengerti akar
permasalahan dari kesulitan yang timbul tersebut. Di sini hukum Murphy berlaku
dan usaha kita untuk “memperbaiki” barang yang rusak bisa jadi malah benar-benar
membuat proses secara keseluruhan memburuk.
Bagaimanapun juga, ketika kita melakukan peningkatan proses, kita mencari apa
penyebab dari apa yang terjadi dalam proses dan menggunakan apa yang kita
dapatkan tersebut untuk mengurangi keberagaman yang muncul, menghilangkan
aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada barang atau jasa yang
31
diproduksi, dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Sebuah tim dibutuhkan untuk
menguji semua faktor yang mempengaruhi proses: material yang digunakan dalam
proses, metode dan mesin yang digunakan untuk mengubah material-material
tersebut menjadi barang atau jasa, dan karyawan yang menangani pekerjaan
tersebut. (BSI, p2)
2.7Manfaat Process Improvement bagi Organisasi
Sebuah metodologi peningkatan proses yang terstandarisasi membuat kita bisa
melihat bagaimana kita mengerjakan pekerjaan kita. Ketika semua pemegang
peranan penting dalam peningkatan proses dilibatkan, mereka bisa secara kolektif
berfokus pada pengurangan pemborosan–– seperti uang, karyawan, material, waktu,
dan kesempatan. Hasil ideal yang diharapkan adalah pekerjaan tersebut bisa
dilakukan secara lebih murah, lebih cepat, lebih mudah, dan–yang paling penting–
lebih aman. (BSI, p2)
2.8Variasi dalam Konteks SPC
Pengukuran yang dilakukan terhadap performansi kualitas saja tidak cukup,
tetapi perlu juga menganalisis bagaimana keadaan dari suatu proses berdasarkan
hasil-hasil dari pengukuran kualitas itu. Dalam konteks pengendalian proses
32
statistikal, penting juga untuk mengetahui bagaimana suatu proses itu bervariasi
dalam menghasilkan output sehingga dapat diambil tindakan-tindakan perbaikan
terhadap proses itu secara tepat.
Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional
sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada output (barang dan / atau
jasa) yang dihasilkan. Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya
variasi, yang diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Variasi Penyebab-Khusus (Special-Causes Variation)
Adalah kejadian-kejadian di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam
sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor: manusia,
peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dll. Penyebab khusus ini
mengambil pola-pola nonacak (non-random patterns) sehingga dapat
diidentifikasi / ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses
tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehungga
menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses statistikal
menggunakan peta-peta kendali atau kontrol (control charts), jenis variasi
ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar
dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits).
2. Variasi Penyebab-Umum (Common-Cause Variation)
33
Adalah faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang
menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab
umum yang sering disebut juga sebagai penyebab acak (random causes) atau
penyebab sistem (system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat
pada sistem, untuk menghilangkannya kita harus menelusuri elemen-elemen
dalam sistem itu dan hanya pihak manajemen yang dapat memperbaikinya,
karena pihak manajemenlah yang mengendalikan sistem itu. Dalam konteks
pengendalian proses statistikal dengan menggunakan peta-peta kendali atau
kontrol (control charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik
pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan
(defined control limits).
Suatu proses yang hanya mempunyai variasi penyebab-umum (common-causes
variation) yang mempengaruhi output atau outcomes merupakan proses yang stabil
karena penyebab sistem yang mempengaruhi variasi biasanya relatif stabil
sepanjang waktu. Variasi penyebab-umum dapat diperkirakan dalam batas-batas
pengendalian yang ditetapkan secara statistikal. Sedangkan apabila variasi
penyebab-khusus terjadi dalam proses, maka akan menyebabkan proses itu menjadi
tidak stabil. Upaya-upaya menghilangkan variasi penyebab-khusus akan membawa
proses ke dalam pengendalian statistikal.
34
Pemahaman dan pengendalian variasi merupakan inti dari teori Deming. Dr. W.
Edwards Deming menyatakan bahwa sasaran dari pengendalian kualitas adalah
mengurangi variasi sebanyak mungkin.
(Gasperz, 1998, p28-29)
2.9Metode-Metode Peningkatan Proses
Sampai saat ini telah ditemukan banyak metode untuk meningkatkan proses dan
kualitas produksi, salah satunya just-in-time, Lean Production, Kaizen, ISO 9001,
dan Six Sigma.
2.9.1 Kaizen
Kaizen bukanlah kata baru dalam bahasa Jepang, dan ide perbaikan selalu
menjadi hal penting bagi Toyota sejak masa pendiri, Sakichi Toyoda, dan putranya
Kiichiro memulai usaha mereka yang berhubungan dengan menciptakan mesin
tenun yang lebih baik pada awal 1900-an. Kata Kaizen dalam bahasa Jepang ditulis
改 善 dengan dua huruf kanji yang berarti “berubah” dan “untuk lebih baik”.
Istilahnya selalu berarti perbaikan, meskipun tidak digunakan secara persis
dengan pengertian khusus yang digunakan dalam lean manufacturing, bisnis, atau
perbaikan proses. (Kato, 2012, p13)
35
Istilah Kaizen mulai berkembang di perusahaan tersebut pada 1950-an dan 1960-
an sebagai bagian pengembangan Toyota Production System secara terus menerus.
(Kato, 2012, p38)
2.9.2 Konsep Taguchi
Hampir semua permasalahan kualitas merupakan hasil produk dan desain yang
buruk. Genichi Taguchi menyediakan tiga konsep yang bertujuan memperbaiki
kualitas produk dan proses, yaitu: ketangguhan kualitas (quality robustness), fungsi
kerugian kualitas (quality loss function—QLF), dan kualitas berorientasi target
(target-oriented quality).
Produk berkualitas tangguh (quality robust) adalah produk yang dapat
diproduksi secara seragam dan konsisten dalam setiap kondisi manufaktur dan
lingkungan yang kurang baik. Ide Taguchi adalah menghilangkan pengaruh kondisi
kurang baik dan bukan menghilangkan penyebab. Taguchi menyarankan bahwa
menghilangkan pengaruh seringkali lebih murah daripada menghilangkan penyebab,
dan lebih efektif dalam memproduksi produk yang tangguh. Dengan cara ini, variasi
kecil dalam bahan dan proses tidak merusak kualitas produk.
Sebuah quality lost function (QLF) mengidentifikasi semua biaya yang berkaitan
dengan kualitas buruk dan menunjukkan bagaimana biaya ini meningkat jika
36
produk semakin jauh dari keinginan pelanggan. Biaya ini meliputi tidak hanya
ketidakpuasan pelanggan tetapi juga biaya garansi dan jasa; biaya inspeksi internal,
perbaikan, dan scrap; dan biaya-biaya yang digambarkan sebagai biaya pada
masyarakat.
Taguchi mengamati spesifikasi tradisional yang berorientasi pada kesesuaian
(suatu produk dianggap baik selama masuk dalam batas toleransi), terlalu
sederhana. Kualitas berorientasi kesesuaian menerima semua produk yang masuk ke
dalam batas toleransi yang menghasilkan lebih banyak unit yang kualitasnya
semakin jauh dari sasaran.
(Heizer dan Render, 2009, p314-316)
2.9.3 Just-in-Time
Filosofi yang melandasi just-in-time (JIT) adalah salah satu dari perbaikan terus-
menerus dan penyelesaian masalah. Sistem JIT didesain untuk memproduksi dan
mengantarkan barang saat mereka dibutuhkan. JIT berkaitan dengan kualitas dalam
tiga hal.
JIT memangkas biaya kualitas. Hal ini terjadi karena rework, scrap,
investasi persediaan, dan biaya karena barang rusak berkaitan langsung
dengan persediaan yang ada. Karena dengan penerapan JIT berarti hanya
terdapat sedikit persediaan, maka biaya pun menjadi lebih rendah. Sebagai
37
tambahan, persediaan menyembunyikan kualitas yang buruk dimana JIT
dengan segera menyingkap kualitas buruk.
JIT meningkatkan kualitas. Di saat JIT memperkecil lead time, JIT dapat
menjaga bukti kesalahan tetap baru dan membatasi jumlah sumber kesalahan
yang potensial. Karenanya, JIT menciptakan sebuah sistem peringatan akan
adanya permasalahan kualitas, baik dalam perusahaan maupun dengan para
penjual.
Kualitas yang lebih baik berarti persediaan yang lebih sedikit, serta sistem
JIT yang lebih baik dan mudah digunakan. Sering kali tujuan memiliki
persediaan adalah untuk melindungi kinerja produksi yang buruk yang
disebabkan kualitas tidak dapat diandalkan. Jika kualitas konsisten, JIT
membuat perusahaan dapat mengurangi semua biaya yang terkait pada
persediaan.
(Heizer dan Render, 2009, p314)
2.9.4 ISO 9001
Kualitas secara global sangat penting, sehingga dunia bersatu dalam satu standar
kualitas, yakni ISO 9000. ISO 9000 merupakan satu-satunya standar kualitas yang
diakui secara internasional. Pada tahun 1987, 91 negara anggota (termasuk Amerika
Serikat) menerbitkan beberapa standar jaminan kualitas, yang dikenal sebagai ISO
38
9000. Amerika Serikat, melalui American National Standard Institute (ANSI) telah
mengadopsi ISO 9000 sebagai ANSI / ASQ Q9000. Fokus dari standar adalah
menetapkan prosedur manajemen kualitas, melalui kepemimpinan, dokumentasi
terinci, perintah kerja, dan penyimpanan catatan. Prosedur ini, tidak menyatakan
apapun mengenai kualitas actual produk—mereka seluruhnya adalah standar yang
harus diikuti.
Untuk memiliki sertifikat ISO 9000, organisasi harus melalui proses selama 9
hingga 18 bulan yang mencakup pendokumentasian prosedur kualitas, penilaian
lapangan, dan serangkaian audit yang terus berjalan pada produk atau jasa. Untuk
menjalankan bisnis secara global—terutama di Eropa—terdaftar dalam direktori
ISO sangatlah penting. Pada tahun 2003, lebih dari 400.000 sertifikat diberikan
pada perusahaan di 158 negara. Sekitar 40.000 perusahaan Amerika Serikat
memiliki sertifikat ISO 9000.
ISO memperbaharui standarnya pada bulan Desember 2000 menjadi lebih pada
sistem manajemen kualitas, yang lebih terinci yang disebut ISO 9001: 2000.
Kepemimpinan oleh manajemen puncak, persyaratan dan kepuasan pelanggan
memainkan peran yang lebih besar, sementara prosedur terdokumentasi
mendapatkan lebih sedikit penekanan di bawah ISO 9001: 2000.
(Heizer dan Render, 2009, p306-307)
39
2.9.5 Lean Production
Lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan
(waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan / atau
jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan (customer value). Tujuan Lean
adalah meningkatkan terus-menerus customer value melalui peningkatan terus-
menerus rasio antara nilai tambah terhadap waste (the value-to-waste ratio). Pada
tahun 2006, the value-to-waste ratio perusahaan-perusahaan Jepang sekitar 50%,
perusahaan Toyota Motor sekitar 57%, perusahaan-perusahaan terbaik di Amerika
Utara (Amerika Serikat dan Kanada) sekitar 30%, sedangkan the value-to-waste
ratio perusahaan terbaik di Indonesia baru sekitar 10%. Suatu perusahaan dapat
dianggap Lean apabila the value-to-waste ratio telah mencapai minimum 30%.
Apabila perusahaan itu belum Lean, perusahaan tersebut dapat disebut sebagai Un-
Lean Enterprise dan dikategorikan sebagai perusahaan tradisional.
(Gasperz, 2007, p1)
Lean dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk
mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas
yang tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) melalui peningkatan terus-
menerus secara radikal (radical continuous improvement) dengan cara mengalirkan
produk (material, work-in-process, output) dan informasi menggunakan system
40
tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan
dan kesempurnaan.
(Gasperz, 2007, p2)
Terdapat lima prinsip dasar Lean:
1. Mengidentifikasi nilai produk (barang dan / atau jasa) berdasarkan
perspektif pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk (barang dan /
atau jasa) berkualitas superior, dengan harga yang kompetitif dan
penyerahan yang tepat waktu.
2. Mengindentifikasi value stream process mapping (pemetaan proses pada
value stream) untuk setiap produk (barang dan / atau jasa).
3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas
sepanjang proses value stream itu.
4. Mengorganisasikan agar material, informasi, dan produk itu mengalir secara
lancar dan efisien sepanjang proses value stream menggunakan system tarik
(pull system).
5. Terus-menerus mencari berbagai teknik dan alat peningkatan (improvement
tools and techniques) untuk mencapai keunggulan dan peningkatan terus-
menerus.
41
2.9.6 Total Quality Management
Total Quality Management (TQM) adalah sebuah konsep manajemen strategi
pencapaian sukses jangka panjang yang berorientasi pada kepuasan konsumen
dengan dukungan dan partisipasi dari seluruh anggota organisasi kerja internal
maupun eksternal, peningkatan proses, kinerja produk, kinerja pelayanan, dan
faktor-faktor kultural. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh W. Edwards
Deming, Kaoru Ishikawa, Josep M. Juran, dan beberapa tokoh di bidang kualitas
lainnya. (Hidayat, 2007, p18)
TQM penting karena keputusan kualitas mempengaruhi setiap keputusan utama
dalam manajemen operasional yang dibuat. Adapun konsep ini sebetulnya mengacu
pada 14 prinsip dari W. Edwards Deming yang kemudian dikembangkan menjadi
enam konsep program TQM yang efektif. (Deitiana, 2011, p69)
Adapun 14 Poin Deming adalah sebagai berikut:
1. Membuat tujuan yang konsisten
2. Memimpin dalam mempromosikan perubahan
3. Membangun kualitas pada produk, menghentikan ketergantungan pada
inspeksi untuk menangkap permasalahan
4. Membangun hubungan jangka panjang berdasarkan kinerja bukan pada
harga
5. Meningkatkan produk, kualitas, dan jasa secara terus menerus
42
6. Memulai pelatihan
7. Menekankan kepemimpinan
8. Membuang rasa takut
9. Mendobrak batasan antar departemen
10. Menghentikan pidato panjang lebar pada pekerja
11. Mendukung, membantu, memperbaiki
12. Mendobrak penghalang untuk bangga antar kinerja masing-masing
13. Mendirikan program pendidikan yang kuat dan perbaikan mandiri
14. Menempatkan orang di perusahaan untuk bekerja pada suatu transformasi
(Deitiana, 2011, p69)
2.9.7 Statistical Process Control
Statistical Process Control (SPC) adalah sebuah teknik statistic yang digunakan
secara luas untuk memastikan bahwa proses memenuhi standar. Semua proses tidak
pernah luput dari hasil yang bervariasi. Walter Shewart dari Bell Laboratories di
tahun 1920 mempelajari data proses dan membedakan antara penyebab variasi yang
umum dan khusus. Banyak orang sekarang merujuk pada variasi ini sebagai
penyebab yang alamiah dan buatan. Shewhart membuat alat yang sederhana tetapi
ampuh untuk memisahkan kedua jenis penyebab tadi–– yang disebut bagan kendali
(control chart). (Heizer dan Render, 2009, p344)
43
SPC digunakan untuk mengukur kinerja sebuah proses. Sebuah proses dikatakan
beroperasi dalam kendali statistic bila sumber variasi berasal hanya dari sumber
yang alamiah. Pertama kali proses harus dibawa ke dalam kendali statistic dengan
mendeteksi dan menghilangkan sumber variasi buatan (assignable). Setelah itu,
barulah kinerja proses dapat diramalkan, dan kemampuannya untuk memenuhi
harapan konsumen dapat diperkirakan. Tujuan sebuah system pengendalian proses
adalah untuk memberikan peringatan stastistik bila terdapat penyebab variasi
buatan. Peringatan ini dapat mempercepat pengambil keputusan mengambil
tindakan yang sesuai untuk menghilangkan penyebab buatan. Variasi alamiah
adalah variabilitas yang mempengaruhi setiap proses produksi pada suatu tingkat
dan diharapkan; juga dikenal sebagai penyebab umum. Sedangkan variasi buatan
adalah variasi dalam sebuah proses produksi yang dapat ditelusuri penyebab
khususnya. (Heizer dan Render, 2009, p345)
2.9.8 Six Sigma
Six Sigma adalah suatu cara yang lebih cerdas untuk mengatur sebuah bisnis atau
sebuah departemen. Six Sigma menempatkan customer pada prioritas utama dan
menggunakan fakta dan data untuk mencapai solusi yang lebih baik. (Pande dan
Holpp, 2002, p2)
44
Six Sigma adalah suatu metodologi bisnis yang bertujuan meningkatkan nilai-
nilai kapabilitas dari aktivitas proses bisnis. (Hidayat, 2007, p28)
Six Sigma menempatkan focus usahanya pada tiga area utama:
Meningkatkan kepuasan pelanggan
Mengurangi waktu siklus
Mengurangi defect
Peningkatan pada area-area tersebut biasanya merepresentasikan penghematan
biaya yang dramatis bagi bisnis atau perusahaan, dan juga meningkatkan
kesempatan untuk mempertahankan customer, menangkap pangsa pasar baru, dan
membangun reputasi positif untuk kualitas barang dan jasa yang unggul.
(Pande dan Holpp, 2002, p3)
2.10 Fundamental Six Sigma
Six Sigma adalah suatu metodologi bisnis yang bertujuan meningkatkan nilai-
nilai kapabilitas dari aktivitas proses bisnis. Proses adalah sesuatu yang dimulai dari
perencanaan, desain produksi sampai dengan fungsi-fungsi konsumen (kebutuhan,
keinginan, dan ekspektasi). Dalam konsep Six Sigma dikenal dua proses kerja yang
disebut proses kerja internal dan eksternal. Proses internal meliputi seluruh aspek
fungsi dan kegiatan yang ada di dalam perusahaan, sedangkan proses eksternal
45
adalah seluruh kegiatan yang dimulai dari pengelolaan produk jadi / promosi hingga
distribusi ke konsumen. Tujuan Six Sigma adalah meningkatkan kinerja bisnis
dengan mengurangi berbagai variasi proses yang merugikan, mereduksi kegagalan-
kegagalan produk / proses, menekan cacat-cacat produk, meningkatkan keuntungan,
mendongkrak moral personil / karyawan, dan meningkatkan kualitas produk pada
tingkat yang maksimal. (Hidayat, 2007, p28)
Six Sigma pertama kali dikembangkan oleh Motorola pada pertengahan tahun
1980 dan dipublikasikan oleh Jack Welch (General Electric) dalam forum strategi
bisnis (1995). Istilah Six Sigma diambil dari terminologi statistika, dimana sigma
(σ) adalah standar deviasi dalam distribusi normal dengan probabilitas (a) ± 6
(enam) atau sama dengan Pvalue = 0,999996 atau efektivitas sebesar 99,9996%.
Dalam proses produksi, standar Six Sigma dikenal dengan istilah “defectively
rate of the process” dengan nilai sebesar 3,4 defektif di setiap juta unit / proses.
Artinya, dalam satu juta unit / proses hanya diperkenankan mengalami kegagalan /
cacat produk sebanyak 3,4 unit / proses. Dengan demikian, derajat konsistensi Six
Sigma adalah sangat tinggi dengan standar deviasi yang sangat rendah.
Dibandingkan dengan metode pengendalian kualitas sebelumnya, Six Sigma
memiliki keunggulan pada fungsi-fungsi proses. Six Sigma tidak sekedar
berorientasi pada kualitas produk / jasa, tetapi juga pada seluruh aspek operasional
bisnis dengan penekanan dalam fungsi-fungsi proses. (Hidayat, 2007, p28-29)
46
2.11 Perbedaan Six Sigma dengan TQM
TQM pada dasarnya berbeda dengan Six Sigma. Di bawah ini akan dijelaskan
secara rinci perbedaan di antara keduanya. (Pande, Neuman dan Cavanagh, 2000,
p42-48)
Tabel 2.2 Perbedaan TQM dengan Six Sigma
TQM: Kurangnya Integrasi Six Sigma: Link (hubungan) ke “Lini
Dasar” Bisnis dan Personal
Kualitas seringkali merupakan aktivitas
“sambilan” yang terlepas dari isu-isu
kunci strategi dan kinerja bisnis. Tanda-
tanda peringatan mencakup “dewan
kualitas” yang membentuk delegasi-
delegasi daripada membentuk tim
manajemen inti, atau staf “departemen”
kualitas dengan tidak ada hubungan ke
P&L atau konsiderasi dari lini dasar
lainnya. “Gap integrasi” lainnya muncul
ketika manajer madya perusahaan
mengabaikan proses keputusan, dan
Organisasi-organisasi Six Sigma
menempatkan Manajemen Proses,
Perbaikan, dan Pengukuran ke dalam
tindakan sebagai bagian dari tanggung
jawab sehari-hari terutama manajer
operasi mereka. Insentif – GE
mengumumkan bahwa 40 persen dari
bonus akan terkait erat dengan Six Sigma
– membantu memperkuat pesan bahwa
Six Sigma adalah “bagian dari
pekerjaan”. Satu area yang masih
membutuhkan perhatian adalah aplikasi
47
wewenang pemecahan masalah
diserahkan kepada tim-tim dimana
manajer tidak mempunyai control resti
terhadap tim tersebut. Integrasi yang
sebenarnya dirusak ketika – sekalipun
istilahnya adalah kualitas “total” – usaha
dibatasi pada produk dan fungsi-fungsi
pemanufakturan.
Six Sigma pada proses administrasi atau
jasa. Akan tetapi, beberapa sukses luar
biasa telah dicapai di unit keuangan
GE’s Capital Services.
TQM: Kepemimpinan yang Apatis Six Sigma: Kepemimpinan di Barisan
Depan
Pada setiap usaha TQM yang telah
berkembang dengan cepat,
kepemimpinan secara aktif dikaitkan
dengan memimpin proses. Akan tetapi,
seringkali muncul sikap skeptis dari
manajemen puncak, atau rendahnya
kemauan mereka untuk mendorong ide-
ide kualitas. Dalam organisasi seperti
itu, kualitas dirasakan “temporer” – dan
ketika para pemimpin yang
memprakarsai TQM meninggalkan
Hasrat untuk dan percaya kepada Six
Sigma di puncak bisnis dipertanyakan di
perusahaan-perusahaan seperti
Bombardier, Allied Signal, dan GE.
Bersama dengan hasrat atau keinginan
kuat tersebut – dan kesiapan untuk
menabuh secara terus-menerus
gendering sistem Six Sigma sinonim
dengan penciptaan kembali bisnis secara
konstan. Kita selalu mengatakan bahwa
tanda-tanda kesiapan bagi sebuah
48
perusahaan, kualitas pun terbukti
temporer.
perusahaan atau departemen untuk
masuk ke dalam Six Sigma adalah hanya
ketika orang-orang di atasnya membuat
suatu keputusan bahwa perubahan
adalah penting bagi kesuksesan terus-
menerus.
TQM: Konsep yang Tidak Jelas Six Sigma: Pesan Sederhana yang
Diulang-ulang Secara Konsisten
Ketidak jelasan TQM dimulai dengan
kata kualitas itu sendiri. Kualitas
merupakan istilah yang familiar dengan
banyak perbedaan makna. Di banyak
perusahaan, kualitas adalah sebuah
departemen yang sudah ada dengan
tanggung jawab khusus terhadap
“kontrol kualitas”, sementara ilmunya
sendiri cenderung berfokus pada
stabilisasi dibanding pada perbaikan
proses. Ide keseluruhan dari “filosofi”
kualitas juga membuat konsep
keseluruhan tampak misterius bagi
banyak orang. Ketidakjelasan TQM
Pada sisi ini, Six Sigma mungkin
mempunyai kesulitan yang sama seperti
TQM. Bagaimanapun, kata “Six Sigma”
tidak menjelaskan secara sempurna
sistem yang saat ini kami sajikan.
Definisi singkat yang kami berikan
adalah: “Six Sigma adalah sistem bisnis
untuk mencapai dan mempertahankan
sukses melalui fokus pelanggan,
Manajemen dan Perbaikan Proses, dan
penggunaan fakta serta data secara
bijaksana”. Jelas, akurat, dan spesifik.
Dengan terus-menerus
mengkomunikasikan definisi tersebut,
49
lebih buruk ketika, seperti pendekatan-
pendekatan baru bermunculan – missal
sertifikasi ISO9000 atau reengineering –
mereka tidak terintegrasi ke dalam usaha
kualitas yang sudah ada.
dan menghindari debat tentang alat-alat
mana yang digunakan, atau filosofi Six
Sigma mana yang anda ikuti, anda dapat
menjaga supaya fokus tidak melebar
kemana-mana.
TQM: Tujuan yang Tidak Jelas Six Sigma: Menetapkan Tujuan
Ambisius yang Tidak Mungkin
Banyak perusahaan membuat kualitas
bahkan menjadi lebih tidak jelas dengan
mempunyai tujuan yang terdengar
positif seperti “memenuhi atau
melampaui harapan pelanggan”, dengan
tidak ada cara untuk melacak kemajuan
terhadap tujuan tersebut. Metode-metode
kualitas yang diajarkan pada tahun
1980-an dan 1990-an juga melakukan
tugas buruk berkaitan dengan realitas
perbedaan dan perubahan kebutuhan
pelanggan, membuat TQM besar
kemungkinannya menjadi sistem yang
“open loop” dimana sebuah perusahaan
Tujuan yang jelas merupakan pusat Six
Sigma. Ini adalah tujuan yang sangat
menantang, tapi masih dapat dipercaya,
tidak seperti “zero defect”. Apakah
tujuan itu dinyatakan dalam hasil
(sempurna 99,9997 persen), Defect Per
Million Opportunities (3,4 DPMO),
atau Sigma inisiatif Six Sigma dapat
melihat hasil mereka bertumbuh; dan
mereka dapat menyamakannya dengan
uang. Yang sama juga pentingnya
dengan memfokuskan pada cara-cara
untuk melacak perubahan-perubahan
pada kebutuhan dan persyaratan
50
dapat memenuhi kebutuhan pelanggan
yang akan datang. (Pada kenyataannya,
itulah yang tampaknya terjadi pada
sejumlah “kisah sukses” yang nantinya
berubah menjadi “kisah seram”
korporat.)
pelanggan, perusahaan-perusahaan Six
Sigma sedang membangun sebuah
sistem dinamis untuk mengukur kinerja
berdasarkan permintaan pelanggan yang
paling baru dan paling aneh. Meskipun
tujuan berubah sepanjang waktu, sistem
Six Sigma yang “closed loop” akan
membantu organisasi untuk
menyesuaikan diri.
TQM: Sikap yang Puritan dan
Fanatik Teknis
Six Sigma: Mengadaptasi Alat dan
Tingkat Kekakuan Lingkungan
Salah satu pengaruh paling
menjengkelkan dari “ahli” TQM adalah
pembuatan sesuatu yang dapat disebut
“kebijakan kualitas”: individu-individu
yang bersikeras melakukan berbagai hal
dengan sebuah cara tertentu (hanya satu
cara tertentu). Menyimpanglah dari cara
tersebut, dan anda akan memperlihatkan
ideal kualitas atau pengajaran dari
seorang guru yang berkata “seperti ini…
Selama anda dan para pemimpin bisnis
anda menyadari bahwa Six Sigma adalah
sebuah cara untuk menciptakan dan
menjalankan sebuah organisasi yang
lebih sukses – menuntut diversivitas
keterampilan yang sangat besar, bukan
hanya keahlian teknis – anda dapat
menghindari masalah ini. Ada banyak
“Six Sigma Way”. Sikap yang paling
sehat untuk mengadopsinya adalah:
51
seperti ini…”. Purisme kualitas memiliki
dua efek: 1) sumber daya digunakan
untuk menganalisis masalah dengan
menggunakan alat-alat yang tidak tepat
atau tidak perlu; dan bahkan lebih buruk,
2) orang-orang “awam” yang berusaha
menerapkan kualitas (bukan ahli)
dijauhkan dari usaha. Sikap stereotip
tersebut muncul paling banyak dari
orang-orang yang mendukung teknik-
teknik atau peralatan yang lebih rumit,
yang akan bersikeras supaya teknik-
teknik tersebut diterapkan bahkan ketika
tidak benar-benar diperlukan.
Sederhanakan alat kebutuhan anda, dan
hati-hatilah dengan kemarahan mereka!
Bagi banyak orang yang menjadi
“penyelenggara” kualitas, alat adalah
segala-galanya.
“Kita akan menggunakan alat dan
pendekatan yang mendatangkan hasil
dengan kemudahan dan kesederhanaan
paling besar”. Tidak ada yang salah
dengan mempunyai metode yang
konsisten, atau menerapkan teknik-
teknik lanjutan untuk mengukur dan
meningkatkan proses. Six Sigma, karena
ia mencakup begitu banyak ide dan
metode, dapat mengatasi “masalah
puritas”. Kami akan mengingatkan
semua organisasi bahwa fanatisme yang
melukai TQM masih bersembunyi
sebagai suatu bahaya dalam sistem Six
Sigma. Hati-hatilah dengan kebijakan
Six Sigma!
TQM: Gagal untuk Menghancurkan
Penghalang-Penghalang Internal
Six Sigma: Prioritas Terhadap
Manajemen Proses Lintas Fungsi
52
Ketika TQM berada dalam jaman
keemasannya, TQM masih merupakan
aktivitas “departemental” dalam
kebanyakan organisasi. Tidak semuanya
buruk karena ada para pelanggan
departemental dan departemen-
departemen yang mempunyai proses-
proses yang dapat diukur dan
ditingkatkan. Tetapi kebanyakan
pembicaraan mengenai kualitas “Total”
– menekankan pada organisasi
keseluruhan proses perentangan – hanya
sekedar pembicaraan. Proyek-proyek
perbaikan atau perbaikan dilakukan
dalam bagian-bagian yang terisolasi:
Engineering mempunyai proyek sendiri,
demikian juga Keuangan,
Pemanufakturan, atau HR. Jika
berkembang, TQM justru menjadi lebih
lintas fungsi. Tetapi dalam banyak
kasus, TQM menargetkan banyak
Kaum praktisi Six Sigma yang paling
pintar menempatkan patung Silo (Silo
adalah gudang tertutup tempat
menyimpan makanan ternak) di puncak
daftar prioritas mereka. Hal itu penting
baik sebagai sasaran – untuk membantu
menciptakan perusahaan yang lebih
smooth, lebih efektif, dan lebih efisien –
maupun sebagai alat untuk mengurangi
pengerjaan ulang karena hubungan yang
terputus atau miskomunikasi. Bahkan
sukses Six Sigma untuk menghancurkan
penghalang-penghalang organisasional
akan ditentukan pada jangka panjang;
sedikit sukses tidak berarti kemenangan.
Itulah mengapa disiplin manajemen
proses sama sentralnya dengan sistem
Six Sigma sebagai cara untuk mengukur
atau meningkatkan proses.
53
konflik kecil, bukannya konflik besar,
yakni isu-isu kritis pelanggan.
TQM: Perubahan Inkremental vs
Perubahan Eksponensial
Six Sigma: Perubahan Inkremental
Eksponensial
Pengajaran TQM seringkali menekankan
bahwa perubahan akan dikendalikan
oleh banyaknya perbaikan kecil. Tidak
ada eksklusi nyata mengenai perubahan
yang lebih radikal dalam TQM-toolkit,
tetapi tidak dapat ditolak bahwa ada
ketidaksabaran di antara banyak
pemimpin ketika “konsep reengineering”
mengalami kegagalan. Kembali ke kasus
klasik “Thyranny of the Or”. TQM
menyatakan bahwa kebobrokan
reengineering menjadi godam yang
mengakibatkan kerusakan perusahaan,
sementara penganjur reengineering
mengejek TQM sebagai “tidak berefek”.
Tidak ada titik temu. Itulah peperangan
di banyak perusahaan yang
Salah satu peluang besar dari Six Sigma
adalah memulai dengan segar, dengan
pengakuan bahwa perbaikan kecil
maupun perubahan besar adalah bagian
penting dari sukses bisnis di abad 21.
54
mengakibatkan keduanya terluka parah
atau mati.
TQM: Pelatihan yang tidak efektif Six Sigma: Blackbelts, Greenbelts,
Master Blackbelts
Kami menggunakan istilah “tidak
efektif” karena mencakup semua jenis
masalah yang dapat muncul selama
menjalankan pelatihan TQM. Memang
benar bahwa tidak ada cara sempurna
untuk melatih sebuah organisasi untuk
TQM – atau Six Sigma. Selalu ada
tantangan di sekitar waktu (kapan saat
yang tepat untuk memberikan
ketrampilan baru kepada banyak
orang?), kedalaman (seberapa detail
kebutuhan tersebut?), dan sumber daya
(seberapa banyak waktu dan uang yang
dapat diberikan untuk mengadakan
pelatihan?). Tidak berarti pelatihan
TQM selalu tidak efektif, tetapi
pelatihan itu cenderung menjadi
Perusahaan-perusahaan Six Sigma
menetapkan standar yang sangat ketat
untuk pembelajaran, dan mem-back-up-
nya dengan investasi yang diperlukan
dalam hal waktu dan uang untuk
membantu banyak orang memenuhi
standar tersebut. Sementara kebanyakan
organisasi berteriak kesakitan karena
pelatihan membutuhkan waktu lebih dari
dua jam, GE’s Blackbelt – penggerak
utama perbaikan Six Sigma – mengambil
waktu tiga minggu untuk pelatihan,
dengan ujian-ujian tindak lanjut dan
terus belajar melalui konferensi dan
forum-forum lainnya. Bahkan yang lebih
mengesankan adalah komitmen
“Greenbelt”: setiap karyawan
55
“cahaya” dan lebih banyak berfokus
pada mengajarkan alat-alat daripada
memberikan sebuah konteks yang jelas
tentang bagaimana perbaikan dapat
dilakukan. Akibatnya, orang mengetahui
alat-alat, tetapi tidak mengetahui kapan
dan bagaimana menerapkannya dengan
paling baik. Penekanan pelatihan TQM
adalah pada proyek-proyek – batas
waktu, usaha perbaikan offline – dan
karena itu tampak tidak relevan dengan
tanggung jawab sehari-hari dari banyak
orang (faktor lain dalam kurangnya
integrasi yang telah dijelaskan
sebelumnya). Barangkali yang paling
buruk adalah pelatihan kualitas
seringkali menjatuhkan korban untuk
sejumlah permainan, dengan sukses
ditentukan oleh “jumlah orang yang
dilatih” atau “tim-tim yang dibentuk”.
manajemen diberi pelatihan minimum
dua minggu dalam metode Six Sigma.
Mudah (dan kita telah mendengar
banyak orang melakukannya) untuk
menolak usaha GE sebagai satu-satunya
kemungkinan karena banyaknya sumber
daya yang hebat yang ia miliki, tetapi
tidak adil untuk menganggap bahwa
orang-orang GE yang mendapatkan
keterampilan tersebut adalah mereka
yang kurang sibuk dibanding yang lain.
Yang benar adalah, komitmen pelatihan
merupakan suatu pengorbanan – sebuah
investasi – yang dibuat dengan sadar.
Anda tidak perlu meniru GE atau
kursus-kursus perusahaan Six Sigma
lainnya untuk menjadi sukses, tetapi
prinsip pembaruan dan perbaikan terus-
menerus menuntut investasi yang lebih
besar dan ekspetktasi pembelajaran yang
lebih tinggi dibanding anggapan yang
56
secara tradisional dimiliki oleh
kebanyakan perusahaan. Tantangan-
tantangan lainnya – mengaitkan
pelatihan pada tugas / pekerjaan orang,
dan menciptakan ukuran-ukuran hasil
yang melampaui “muatan” (metric
pelatihan standar) – ditekankan baik
pada rancangan pelatihan maupun
ekspektasi yang ditetapkan pada para
trainee (orang-orang yang dilatih)
sebelum dan sesudah pengalaman
pembelajaran.
TQM: Fokus pada Kualitas Produk Six Sigma: Perhatian pada Semua
Proses Bisnis
Di samping deskriptor “total”, banyak
usaha kualitas dikonsentrasikan pada
proses produksi atau pemanufakturan,
bukan pada layanan, logistik,
pemasaran, atau area-area lain yang
sama kritisnya). Kita mengetahui,
sebagai contoh, sebuah perusahaan
percetakan yang memfokuskan tim-
Sebagaimana kita tahu, bahwa Six Sigma
tidak hanya bekerja dalam jasa dan
dalam proses-proses transaksional, tetapi
mungkin menawarkan peluang lebih
dibanding dalam pemanufakturan. Jadi,
Six Sigma mempunyai potensi untuk
menjadi “total” dibanding Total Quality!
57
timnya pada pengurangan millimeter
penyimpangan di dalam pemotongan
kertas (memang merupakan faktor
kualitas yang penting), sementara proses
pelacakan pesanan mereka dalam
kualitas kacau balau. Bahkan jika
kualitas produk adalah sempurna /
unggul, para pelanggan tidak
memperolehnya dengan tepat waktu.
Sumber: Pande, Neuman dan Cavanagh, 2000, p42-48
2.12 Konsep Dasar Six Sigma
Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai yang mereka
harapkan. Apabila produk (barang dan / atau jasa) diproses pada tingkat kinerja
kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta
kesempatan (DPMO) atau bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan
pelanggan aka nada dalam produk (barang dan / atau jasa) itu. Dengan demikian,
Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja proses industri tentang bagaimana
baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan
(pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, semakin baik kinerja proses
58
industri. Sehingga 6-sigma secara otomatis lebih baik daripada 4-sigma, dan 3-
sigma. Six Sigma juga dapat dianggap sebagai strategi terobosan yang
memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan luar biasa (dramatic) di tingkat
bawah dan sebagai pengendalian proses industri yang berfokus pada pelanggan
dengan memperlihatkan kemampuan proses. (Gaspersz, 2007, p37)
Six Sigma Motorola merupakan suatu metode atau teknik pengendalian dan
peningkatan kualitas dramatic yang diterapkan oleh perusahaan Motorola sejak
tahun 1986, yang merupakan terobosan baru dalam bidang manajemen kualitas.
Banyak ahli manajemen kualitas menyatakan bahwa metode Six Sigma Motorola
dikembangkan dan diterima secara luas oleh dunia industri, karena manajemen
industri frustasi terhadap sistem-sistem manajemen kualitas yang ada, yang tidak
mampu melakukan peningkatan kualitas secara dramatik menuju tingkat kegagalan
nol (zero defects). Banyak sistem manajemen kualitas, seperti Malcolm Baldrige
Quality Award (MBNQA), ISO 9000, dan lain-lain, hanya menekankan pada upaya
peningkatan terus-menerus berdasarkan kesadaran mandiri manajemen, tanpa
memberikan solusi yang ampuh bagaimana terobosan-terobosan harus dilakukan
untuk meningkatkan kualitas secara dramatik menuju tingkat kegagalan nol.
Prinsip-prinsip pengendalian dan peningkatan kualitas Six Sigma Motorola
mampu menjawab tantangan ini, dan terbukti perusahaan Motorola selama kurang
lebih 10 tahun setelah implementasi konsep Six Sigma telah mampu mencapai
59
tingkat kualitas 3,4 DPMO (defects per million opportunities—kegagalan per sejuta
kesempatan). (Gaspersz, 2007, p37-38)
Beberapa keberhasilan Motorola yang patut dicatat dari aplikasi program Six
Sigma, adalah sebagai berikut:
Peningkatan produktivitas rata-rata: 12,3% per tahun
Penurunan COPQ (cost of poor quality) lebih daripada 84%
Eliminasi kegagalan dalam proses sekitar 99,7%
Penghematan biaya manufakturing lebih daripada $11 milyar
Peningkatan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata: 17% dalam penerimaan,
keuntungan, dan harga saham Motorola.
(Gaspersz, 2007, p38)
2.13 Peningkatan Kapabilitas Proses Menuju Target Six Sigma
Setelah kita mengetahui posisi kinerja bisnis dan industri pada saat sekarang
(baseline measurement), misalnya pada kapabilitas 3-sigma yang menghasilkan
kesalahan atau kegagalan sebesar 66.807 DPMO (defects per million opportunities),
kita harus melakukan berbagai upaya peningkatan (improvement) menuju target 6-
sigma (Six Sigma) yang hanya akan menghasilkan 3,4 DPM atau 3,4 DPMO.
Peningkatan dari kapabilitas proses 3-sigma menjadi 4-sigma membutuhkan
60
sekitar 10 kali improvement, peningkatan dari kapabilitas proses 4-sigma menjadi
5-sigma membutuhkan sekitar 30 kali improvement, sedangkan peningkatan dari
kapabilitas 5-sigma menjadi 6-sigma membutuhkan sekitar 70 kali improvement.
Dengan demikian apabila kita menganggap bahwa kinerja bisnis dan industri di
Indonesia sekarang masih berada pada tingkat kapabilitas 3-sigma, maka
dibutuhkan sekitar 21.000 (= 10 x 30 x 70) kali peningkatan untuk mencapai target
Six Sigma. Hal ini berarti semakin tinggi kapabilitas sigma, semakin tinggi pula
upaya peningkatannya agar mencapai keunggulan dan kesempurnaan. Upaya
peningkatan dari 5-sigma menjadi 6-sigma akan lebih tinggi daripada upata
peningkatan 4-sigma menjadi 5-sigma, juga lebih tinggi daripada upaya
peningkatan dari 3-sigma menjadi 4-sigma. (Gaspersz, 2007, p49)
2.14 Apresiasi Level pada Six Sigma
Model statistika dalam fungsi-fungsi pengembangan dan peningkatan Six Sigma
disebut dengan “Six Sigma Improvement Initiative”. Tujuan model statistik adalah
untuk menggambarkan unit-unit ‘sigma’ sehubungan dengan pengukuran suatu
kinerja proses. Misalnya, jika kinerja proses bisnis berada di level 5 (lima) sigma,
berarti tingkat kinerja proses bisnis tersebut sebesar 99.9767%. Hal itu berarti,
dalam setiap satu juta aktivitas proses hanya akan terjadi 233 kali kegagalan proses,
61
dan kinerja prosesnya berada di bawah satu tingkat dibandingkan dengan kinerja
terbaik (sigma level enam). Lihat tabel di bawah ini.
(Hidayat, 2007, p62-63)
Tabel 2.3 Hubungan antara Nilai Sigma dan Tingkat Kegagalan Per Juta Peluang
dan Ekuivalen Yield
Six Sigma
Harga / nilai sigma
Kegagalan per juta
peluang / kesempatan
Yield (%)
1 691.462 30,85
2 308.538 69,146
3 66.807 93,379
4 6.210 99,379
5 233 99,9767
6 3,4 99,99966
Sumber: Hidayat, 2007, p63
62
Gambar 2.5 Distribusi Normal Defect Produksi
Sumber: Gasperz, 2012, p613
Tabel di atas tadi adalah tabel sigma universal yang umum dan sederhana.
Sedangkan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Vincent Gasperz, tabel
lengkap dari indeks kapabilitas proses (Cp atau Cpk), hasil bebas cacat, DPMO, dan
nilai sigmanya bisa dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.4 Tabel Konversi Hasil Bebas Cacat Terhadap Nilai Sigma
Cp Hasil Bebas DPMO Nilai
63
atau Cpk Cacat atau DPM Sigma
0 6,68% 933.193 0,000,02 7,35% 926.471 0,050,03 8,08% 919.243 0,100,05 8,85% 911.492 0,150,07 9,68% 903.200 0,200,08 10,56% 894.350 0,250,1 11,51% 884.930 0,300,12 12,51% 874.928 0,350,13 13,57% 864.334 0,400,15 14,69% 853.141 0,450,17 15,87% 841.345 0,500,18 17,11% 828.944 0,550,2 18,41% 815.940 0,600,22 19,77% 802.337 0,650,23 21,19% 788.145 0,700,25 22,66% 733.373 0,750,27 24,20% 758.036 0,800,28 25,78% 742.154 0,850,3 27,43% 725.747 0,900,32 29,12% 708.840 0,950,33 30,85% 691.462 1,000,35 32,64% 673.645 1,050,37 34,46% 655.422 1,100,38 36,32% 636.831 1,150,4 38,21% 617.911 1,200,42 40,13% 598.706 1,250,43 42,07% 579.260 1,300,45 44,04% 559.618 1,350,47 46,02% 539.828 1,400,48 48,01% 519.939 1,450,5 50,00% 500.000 1,500,52 51,99% 480.061 1,550,53 53,98% 460.172 1,600,55 55,96% 440.382 1,650,57 57,93% 420.740 1,700,58 59,87% 401.294 1,750,6 61,79% 382.089 1,80
64
0,62 63,68% 363.169 1,850,63 65,54% 344.578 1,900,65 67,36% 326.355 1,950,67 69,15% 308.538 2,000,68 70,88% 291.160 2,050,7 72,57% 274.253 2,100,72 74,22% 257.846 2,150,73 75,80% 241.964 2,200,75 77,34% 226.627 2,250,77 78,81% 211.855 2,300,78 80,23% 197.663 2,350,8 81,59% 184.060 2,400,82 82,89% 171.056 2,450,83 84,13% 158.655 2,500,85 85,31% 146.859 2,550,87 86,43% 135.666 2,600,88 87,49% 125.072 2,650,9 88,49% 115.070 2,700,92 89,44% 105.650 2,750,93 90,32% 96.800 2,800,95 91,15% 88.508 2,850,97 91,92% 80.757 2,900,98 92,65% 73.529 2,95
1 93,32% 66.807 3,001,02 93,94% 60.571 3,051,03 94,52% 54.799 3,101,05 95,05% 49.471 3,151,07 95,54% 44.565 3,201,08 95,99% 40.059 3,251,1 96,41% 35.930 3,301,12 96,784323% 32.157 3,351,13 97,128344% 28.717 3,401,15 97,441194% 25.588 3,451,17 97,724987% 22.750 3,501,18 97,981778% 20.182 3,551,2 98,213558% 17.864 3,601,22 98,422239% 15.778 3,651,23 98,609655% 13.903 3,701,25 98,777553% 12.224 3,75
65
1,27 98,927589% 10.724 3,801,28 99,061329% 9.387 3,851,3 99,180246% 8.198 3,901,32 99,285719% 7.143 3,951,33 99,379033% 6.210 4,001,35 99,461385% 5.386 4,051,37 99,533881% 4.661 4,101,38 99,597541% 4.025 4,151,4 99,653303% 3.467 4,201,42 99,702024% 2.980 4,251,43 99,744487% 2.555 4,301,45 99,781404% 2.186 4,351,47 99,813419% 1.866 4,401,48 99,841113% 1.589 4,451,5 99,8650102% 1.350 4,501,52 99,8855793% 1.144 4,551,53 99,9032397% 968 4,601,55 99,9183648% 816 4,651,57 99,9312862% 687 4,701,58 99,9422975% 577 4,751,6 99,9516576% 483 4,801,62 99,9595942% 404 4,851,63 99,9663071% 337 4,901,65 99,9719707% 280 4,951,67 99,9767371% 233 5,001,68 99,9807384% 193 5,051,7 99,9840891% 159 5,101,72 99,9868880% 131 5,151,73 99,9892200% 108 5,201,75 99,9911583% 88 5,251,77 99,9927652% 72 5,301,78 99,9940941% 59 5,351,8 99,9951904% 48 5,401,82 99,9960924% 39 5,451,83 99,9968329% 32 5,501,85 99,9974391% 26 5,551,87 99,9979342% 21 5,601,88 99,9983376% 17 5,651,9 99,9986654% 13 5,70
66
1,92 99,9989311% 11 5,751,93 99,9991460% 9 5,801,95 99,9993193% 7 5,851,97 99,9994587% 5 5,901,98 99,9995706% 4 5,95
2 99,9996602% 3,4 6,002,02 99,9997318% 2,7 6,052,03 99,9997888% 2,1 6,102,05 99,9998340% 1,7 6,152,07 99,9998699% 1,3 6,202,08 99,9998983% 1,0 6,252,1 99,9999207% 0,8 6,302,12 99,9999383% 0,6 6,352,13 99,9999521% 0,5 6,402,15 99,9999629% 0,4 6,452,17 99,9999713% 0,3 6,502,18 99,9999779% 0,22 6,552,2 99,9999830% 0,17 6,602,22 99,9999870% 0,13 6,652,23 99,9999900% 0,10 6,70
Sumber: Gasperz, 2012, p611
2.15 Six Sigma Process Improvement
Dalam program / proyek pengembangan dan peningkatan Six Sigma, tim kerja
yang ditunjuk akan menyeleksi berbagai strategi peningkatan proses Six Sigma yang
bersifat regular. Kemudian lima tahapan proses diterapkan dalam upaya
memperbaiki dan meningkatkan proses yang sudah ada. Kelima tahap proses
tersebut adalah;
Pendefinisian berbagai permasalahan proses dan kebutuhan konsumen;
Pengukuran cacat-cacat (defect) dari aktivitas operasional proses (kuantitatif
maupun kualitatif);
67
Analisis data sebagai dasar pemecahan masalah yang ada;
Meningkatkan proses dan memangkas penyebab-penyebab terjadinya cacat
(defect);
Pengendalian proses dan memastikan cacat-cacat (defect) tidak terjadi lagi.
(Hidayat, 2007, p52)
2.16 Model dalam Metode Peningkatan Proses Six Sigma
Berbagai upaya peningkatan menuju target Six Sigma dapat dilakukan
menggunakan dua metodologi, yaitu (1) Six Sigma–– DMAIC (Define, Measure,
Analyze, Improve, Control), dan (2) Design For Six Sigma–– DFSS DMADV
(Define, Measure, Analyze, Design, Verify).
DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses bisnis yang telah ada, sedangkan
DMADV digunakan untuk menciptakan desain proses baru dan / atau desain produk
baru dalam cara sedemikian rupa agar menghasilkan kinerja bebas kesalahan (zero
defects / errors).
(Gaspersz, 2007, p50)
68
2.16.1 DMAIC
DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses bisnis yang telah ada. DMAIC
terdiri atas lima tahap utama:
Define–– mendefinisikan secara formal sasaran peningkatan proses yang
konsisten dengna permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi
perusahaan
Measure–– mengukur kinerja proses pada saat sekarang (baseline
measurements) agar dapat dibandingkan dengan target yang ditetapkan.
Lakukan pemetaan proses dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan
indikator kinerja kunci (key performance indicator = KPIs)
Analyze–– menganalisis hubungan sebab-akibat berbagai faktor yang
dipelajari untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang perlu dikendalikan
Improve–– mengoptimisasikan proses menggunakan analisis-analisis seperti
Design of Experiments (DOE), dan lain-lain, untuk mengetahui dan
mengendalikan kondisi optimum proses
Control–– melakukan pengendalian terhadap proses secara terus-menerus
untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju Six Sigma.
(Gaspersz, 2007, p50)
69
Gambar 2.6 Tahap-tahap dalam Model DMAIC
Sumber: Gaspersz, 2007, p51
2.16.2 DMADV
Design for Six Sigma (DFSS) adalah strategi Six Sigma yang bekerja pada
langkah-langkah awal dari daur hidup proses. DFSS bukan merupakan strategi
pengembangan dan peningkatan proses yang sudah ada, dan bukan merupakan
strategi pemodifikasian dari fundamental struktur proses yang sudah ada. Akan
tetapi, DFSS adalah strategi perancangan proses baru dengan memanfaatkan
perangkat-perangkat kerja dan metode-metode terbaik di dalam perencanaan produk
70
maupun proses, baik itu proses pengembangan produk, desain atau redesain proses
pelayanan, atau proses bisnis internal. (Hidayat, 2007, p58)
Design For Six Sigma (DFSS) menggunakan metodologi DMADV (Define,
Measure, Analyze, Design, and Verify), sebagai berikut:
Define–– mendefinisikan secara formal sasaran dari aktivitas desain proses
baru dan / atau desain produk baru yang secara konsisten berkaitan
langsung dengan permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi
perusahaan
Measure–– mengindentifikasi critical-to-qualities (CTQs), kapabilitas
produk (product capabilities), kapabilitas proses (process capabilities),
evaluasi resiko, dll
Analyze–– mengembangkan dan mendesain alternative-alternatif
(alternatives), menciptakan high-level design, dan mengevaluasi kapabilitas
desain agar mampu memilih desain terbaik
Design–– mengembangkan desain secara terperinci (develop detail design),
optimisasi desain (optimize design), dan rencana untuk verifikasi desain.
Pada tahap ini mungkin membutuhkan simulasi
Verify–– memverifikasi desain, setup pilot runs, implementasi proses baru
(untuk desain proses baru) atau produk baru (untuk desain produk baru),
kemudian menyerahkan kepada pemilik proses.
71
Beberapa kalangan menggunakan akronim DMEDI atau DMADOV untuk
metodologi Design For Six Sigma (DFSS) yang pada dasarnya serupa dengan
DMADV. DMEDI adalah: Define, Measure, Explore, Develop, Implement,
sedangkan DMADOV adalah: Define, Measure, Analyze, Design, Optimize, Verify.
(Gasperz, 2007, p51-52)
Gambar 2.7 Tahap-tahap dalam Model DMADV
Sumber: Gasperz, 2007, p52
Teori tentang DFSS digambarkan sebagai teori-teori ilmiah yang berisi pokok-
pokok dan format-format tentang persepsi serta pemahaman dalam ruang lingkup
yang berbeda-beda. Dasar teori DFSS adalah gabungan dari persepsi dan hipotesis,
kategori-kategori fenomena atau objek-objek, ide-ide, pengembangan, dan metode
72
konseptual seperti desain axiomatic dan TRIZ, yang dikolaborasikan dengan
spectrum-spektrum dari statistika empiris dan model-model matematika terapan.
Ruang lingkup konseptual dan teorinya dibangun berdasarkan system teoritis
dari beberapa metode dalam dua tipe, yaitu aksioma atau hipotesis (Suh, 1990;
Altshuller, 1988). Sasaran utama DFSS adalah “design it right the first time”
(filosofi Six Sigma 1), dengan tujuan untuk menghindari terjadinya kesalahan-
kesalahan atau kegagalan-kegagalan dalam proses selanjutnya. Istilah Six Sigma
dalam konteks DFSS dapat digambarkan sebagai tingkatan desain, apakah suatu
desain (produk / jasa / proses) dalam kategori buruk, regular, baik, sempurna,
efektif, dan lain sebagainya. Secara umum, desain yang memiliki pengaruh terhadap
nilai-nilai kualitas terbagi menjadi dua model kepekaan, yaitu:
1. Kepekaan proses, dibangun berdasarkan kegagalan-kegagalan desain aksioma
dan kelemahan pada prinsip-prinsip proses;
2. Kepekaan operasional, kaitannya dengan ketidaktahanan terhadap lingkungan
kerja dan proses.
Sasaran kedua DFSS adalah membangun suatu perencanaan antisipasi terhadap
dua efek kepekaan desain. Mewujudkan sasaran DFSS yang kedua tiadklah mudah.
Dalam mewujudkan sasaran DFSS yang kedua tersebut, pendekatan konseptual
desain akan banyak berperan dibandingkan dengan pendekatan statistika. Hal ini
karena seara umum, dukungan data kuantitatif pada tahapan-tahapan desain dapat
dianggap sangat minim. Agar tidak terjadi keraguan, strategi DFSS dibagi menjadi
73
tiga tahapan dengan berpedoman pada dua sasaran DFSS tersebut. Adapun ketiga
tahapan DFSS adalah tahap pembuatan konsep, tahap pengembangan, dan tahap
manufaktur. (Hidayat, 2007, p111)
2.16.3 Perbedaan DMAIC dan DMADV
Pada dasarnya, DMAIC dan DMADV memuat perbedaan yang signifikan.
DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses bisnis yang telah ada, sedangkan
DMADV digunakan untuk menciptakan desain proses baru dan / atau desain produk
baru dalam cara sedemikian rupa agar menghasilkan kinerja bebas kesalahan (zero
defects / errors). (Gaspersz, 2007, p50)
Gambar 2.8 Perbedaan antara DMAIC dengan DMADV dalam Sistem
Sumber: Hidayat, 2007, p96
74
Perbedaan signifikan antara Six Sigma (DMAIC) dan Design For Six Sigma
(DMADV) bisa dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.5 Perbedaan antara Six Sigma dengan Design For Six Sigma
Perbedaan antara Six Sigma dan Design For Six Sigma
Six Sigma Design For Six Sigma
DMAIC: Define, Measure, Analyze,
Improve, Control
DMADV: Define, Measure,
Analyze, Design, Verify
DMADOV: Define, Measure,
Analyze, Design, Optimize,
Verify
Melihat proses yang sudah ada dan
melakukan perbaikan atas masalah-
masalah yang muncul
Berfokus pada desain awal dari produk
dan proses
Lebih reaktif Lebih proaktif
Manfaat atau hasil yang diperoleh dari
Six Sigma bisa dihitung lebih cepat
Manfaat atau hasilnya lebih sulit untuk
dihitung dan diperkirakan dan cenderung
untuk berjalan secara jangka panjang.
Bisa membutuhkan enam sampai dengan
dua belas bulan setelah peluncuran
produk baru sebelum anda bisa
mendapatkan perkiraan hasil yang tepat
75
Sumber: Gasperz, 2007, p53
Gambar 2.9 Perbedaan Six Sigma dengan Design For Six Sigma
Sumber: Gasperz, 2007, p54
Perbedaan antara Six Sigma (DMAIC) dan Design For Six Sigma (DMADV)
juga bisa dilihat dari perbedaan alur proses peningkatan kualitasnya. Apabila
digambarkan dalam diagram, maka perbedaan antara DMAIC dan DMADV bisa
dilihat seperti pada diagram di bawah ini.
76
Gambar 2.10 Perbedaan Proses DMAIC dengan DMADV
Sumber: www.sixsigmatraining.org
77
2.17 Analisis Nilai (Value Analysis)
Analisis nilai adalah metode identifikasi dan pereduksian biaya-biaya yang tidak
perlu. Metode tersebut berorientasi pada fungsi-fungsi produk / proses. Reduksi biaya
dapat dilakukan tanpa memengaruhi fungsi-fungsi produk / proses. Kemudian, untuk
memastikan kinerja-kinerja yang dihasilkan dibutuhkan fungsi-fungsi di dalam skala
efisiensi (ekonomis).
(Hidayat, 2007, p243)
2.18 Tools Six Sigma
Untuk melakukan peningkatan kualitas dengan metode Six Sigma, konsep
Deming bisa diadopsikan ke dalam proyek pengembangan dan peningkatan kualitas
Six Sigma. Metode dan perangkat kerja yang mendukung yaitu Pareto Analysis,
Flow Charting, Diagram Ishikawa, dan Diagram Pengendalian.
(Hidayat, 2007, p162-163)
Selain dari itu juga dibutuhkan perangkat kerja untuk mendefinisikan penyebab
utama dari kegagalan produksi berupa FMEA. (Pyzdek, 2003, p596)
78
Berdasarkan dari jurnal teknologi industri yang ditulis oleh Sean P. Goffnett,
alat-alat (tools) yang bisa digunakan untuk membantu implementasi metode Six
Sigma dengan model DMAIC adalah sebagai berikut.
Tabel 2.6 Alat-alat Bantu Six Sigma
Strategic
Steps
Common Strategic Section
Deliverables
Traditional Tools
Define Project Charter or Statement of Work
(SOW)
o -Process and Problem
o -Scope and Boundaries
o -Team, Customer & Critical
Concerns
o -Improvement Goals &
Objectives
o -Estimate Sigma & Cost of Poor
Quality (COPQ)
Gantt Chart / Timeline
High Level Process Map
Step Documentation and Next Steps
Exit Review
Spreadsheet / Word
Processor
Critical to Customer
Concept
Project Charter or SOW
Gantt Chart / Timeline
Flowchart or Process Map
Balanced Scorecards
Pareto Charts & Control
Charts
QFD / House of Quality
Suggestions / Complaints
Surveys / Interviews /
Focus Groups
Measure Baseline Figures (Sigma & Cost)
Process Capability
Measurement System Analysis (MSA)
or Gage R&R
Refine Project Charter, including
COPQ
Data Gathering Plan
Surveys / Interviews /
Focus Groups
Checksheets / Spreadsheets
SIPOC IPO Diagram
Descriptive Statistics &
79
Refine Process Map
Fix Gantt Chart / Timeline
SIPOC or IPO Diagram
Step Documentation and Next Steps
Exit Review
Capability
Pareto Chart / Control
Charts
Measurement System
Analysis
Flowchart or Process Map
Project Charter or SOW
Gantt Chart / Timeline
Analyze Identified Root Cause(s)
o -Cause and Effect
o -Statistical Analyses
Validated Root Cause(s)
Step Documentation and Next Steps
Exit Review
Fishbone Diagram (5-Why)
FMEA
Interrelationship Diagram
Histogram
Scatter Diagrams
(Correlation)
Hyp Testing / Chi-Square
Confidence Intervals
Pareto Chart / Control
Charts
Regression
ANOVA
DOE
Response Surface Methods
Flowchart or Process Map
Improve Selected Root Cause(s) &
Countermeasures
Improvement Implementation Plan
Validated Solutions or Improvements
o -Statistical Analyses
Affinity Diagram
Hypothesis Testing
Confidence Intervals
DOE
FMEA
80
Trial and Error / Simulation
Flowchart or Process Map
Implementation &
Validation Plan
Control Control Plan
o -Tolerance, Controls, and
Measures
o -Charts and Monitor
o -Standard Operating Procedures
(SOP)
Response Plan
o -Ownership or Responsibilities
o -Corrective Actions
Validated In-Control Process and
Benefits
o -Process Capability
o -Measurement System Analysis
(MSA) or Gage R&R
Step Documentation and Final Report
Exit Review – Project Completion and
Handoff to Owner
Control Charts
Process Map / Monitor /
Response Plan
Poka-Yokes
Standardization
SOP / Work Instructions
Process Dashboards
Capability Studies
MSA or Gage R&R
Documentation
Final Reports
Presentation
Catatan: perangkat ini digunakan sesuai dengan kebutuhannya saja.
Sumber: Goffnett, 2004
Sesuai dengan keterangan dari catatan kaki tabel di atas, maka penulis hanya
menggunakan perangkat kerja terpilih untuk melakukan tahap-tahap dalam DMAIC
tersebut.
81
2.18.1 Diagram Alir
Diagram Alir (flow charts) secara grafis menyajikan sebuah proses atau sistem
dengan menggunakan kotak dan garis yang saling berhubungan. Diagram ini cukup
sederhana, tetapi merupakan alat yang sangat baik untuk mencoba memahami
sebuah proses atau menjelaskan sebuah proses. (Heizer dan Render, 2009, p321)
Diagram flow proses adalah gambaran atau ilustrasi yang mempresentasikan
urutan (sequence) dari langkah-langkah proses. Dalam diagram tersebut
dideskripsikan aktivitas kunci proses yang tereksekusi beserta penanggung jawab
prosesnya. Salah satu prinsip kerja dalam diagram flow proses adalah aktivitas
investigasi berbagai kesempatan / peluang pengembangan dan peningkatan dengan
upaya memahami berbagai variasi per tahapan antar-proses, di titik proses mana
saja seluruh modifikasi alternatif tersebut dapat dilakukan. (Hidayat, 2007, p301)
82
Gambar 2.11 Contoh Diagram Alir
Sumber: Brussee, 2006, p61
Diagram alir digunakan untuk membuat proses menjadi lebih mudah dilihat
berdasarkan urutan-urutan (langkah-langkah) dari proses itu, sehingga bermanfaat
83
bagi analisis dan perbaikan proses terus-menerus. Diagram alir digunakan apabila
berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
Terdapat masalah dalam proses yang ditunjukkan melalui tingkat
performansi proses yang rendah.
Memberikan pelatihan kepada karyawan baru.
Mengembangkan sistem pengukuran.
Menganalisis ketidaksinkronan, kesenjangan, dan lain-lain, yang berkaitan
dengan proses.
Landasan untuk perbaikan proses terus-menerus.
(Gasperz, 1998, p189)
2.18.2 Diagram Kontrol (Control Chart)
Prinsip kerja SPC adalah diagram-diagram kontrol / pengendalian. Diagram
kontrol adalah salah satu bagian dari diagram proses yang berbentuk cukup
sederhana, dan terdiri atas dua tipe, yaitu:
Special cause variation, sumber dari varian yang tidak sepenuhnya tersedia
pada waktu yang bersamaan, dan muncul dari keadaan yang spesifik;
Common cause variation, sumber dari variasi yang berpengaruh pada
segenap nilai individual dari karakteristiknya.
84
Hal terpenting dalam membedakan kedua tipe diagram kontrol tersebut adalah
dengan meninjaunya dari bagaimana cara memangkas adanya variasi penyebab
khusus yang secara fundamental sangat berbeda dari ‘common cause variation’.
Strategi dalam menghadapi ‘common cause variation’ adalah bagaimana cara
untuk menekan atau mereduksi sinyalemen kejadiannya. Misalnya, pendeteksian
awal dengan metode desain kontrol, atau dengan mengukur kapabilitas dan kinerja
proses yang memperlihatkan penurunan / pelemahan atau tidak. Kalaupun ada,
strategi pengembangan dan peningkatannya perlu ditinjau kembali, terutama di
titik-titik kritis pentahapan proses.
Berbeda dengan ‘special cause variation’, dalam menghadapi kejadian tersebut,
disarankan untuk berkonsentrasi pada aktivitas penstabilan aktivitas proses dengan
kembali pada fokus kontrol. Ini karena ‘special cause’ (penyebab khusus) hanya
dapat diidentifikasi dengan diagram kontrol yang memiliki empat kriteria standar,
antara lain:
Seluruh titik berada di luar garis kontrol;
Lintasan tujuh poin di atas atau di bawah garis tengah;
Lintasan tujuh interval atas atau interval bawah;
Seluruh ‘obvious’ pattern non-random.
(Hidayat, 2007, p302-303)
85
Gambar 2.12 Contoh Peta Kendali
Sumber: http://isix sigma .com
2.18.2.1 Diagram Kontrol untuk Atribut dan Ukuran Data
Dalam diagram kontrol standar terdapat atribut dan data variabel. Esensinya
adalah diagram kontrol dibagi menjadi dua kelas. Kelas yang pertama adalah data
kualitatif (atribut) dan kelas yang kedua adalah kualitatif (pengukuran). Data atribut
adalah hasil dari proses yang terklasifikasi menjadi dua kategori, yakni item lolos
86
atau proses gagal, dan cacat proses akibat potong kompas di dalam aktivitas proses.
Data yang digali berdasarkan dua kategori tersebut dapat dihitung dan
diklasifikasikan di dalam atribut diagram kontrol. Variabelnya adalah karakteristik
produk atau parameter proses yang telah terukur, contohnya panjang dalam
millimeter (mm), resistensi dalam ohm (W), kecepatan torsi dalam Newton-meter
(Nm), dan lain sebagainya. (Hidayat, 2007, p304)
2.18.2.2 Control Chart untuk Variables
Dalam statistical process control, dikenal X chart dan R chart sebagai bagan
kendali kualitas produksi objek penelitian. X chart adalah sebuah bagan kendali
kualitas untuk variable yang memberikan indikasi di saat terjadinya perubahan
kecenderungan terpusat pada sebuah proses produksi. R chart sebuah bagan kendali
yang menelusuri rentangan sampel, mengindikasikan bahwa terjadi kelebihan atau
kekurangan keseragaman penyebaran pada sebuah proses produksi.
(Deitiana, 2011, p74)
Dasar teori X chart adalah The Central Limit Theorem, yang mana merupakan
dasar teoritis untuk bagan mean x yang menyatakan bahwa terlepas dari jenis
distribusi populasi dari semua komponen atau jasa, distribusi cenderung mengikuti
sebuah kurva normal di saat jumlah sampel meningkat.
87
(Deitiana, 2011, p74)
Menetapkan batas bagan rata-rata x
Upper Control Limit (UCL) = x + zδx
Lower Control Limit (LCL) = x - zδ
Dimana:
X = rata-rata rangkap sampel atau nilai taret yang ditetapkan untuk proses
Z = jumlah standar deviasi (2 untuk level of confidence 95,45%, 3 untuk 99,73%)
δx = standar deviasi dari rata-rata sampel = δ/
δ = standar deviasi populasi (proses)
n = ukuran sampel
Menggunakan R (rentangan) yakni perbedaan antara item terbesar dan terkecil pada
sampel.
Upper Control Limit (UCL) = x + A2R
Lower Control Limit (LCL) = x- A2R
88
Di mana R = rentangan rata-rata sampel
A2 = nilai yang ditemukan pada tabel berikut
X = rata-rata dari sampel rata-rata
(Deitiana, 2011, p75)
2.18.2.3 Control Chart untuk Atribut
Untuk mengendalikan atribut, dalam SPC digunakan P chart dan C chart. P chart
adalah sebuah bagan kendali kualitas yang digunakan untuk mengendalikan atribut.
Formula P chart bisa dilihat dari formula sebagai berikut.
Formula Upper Control Limit dan Lower Control Limit
UCL = P + Z δp
LCL = P - Z δp
Dimana:
P = rata-rata bagian yang ditolak dalam sampel
Z = jumlah standar deviasi (z = 2 untuk batas 95,45%, z = 3 untuk batas 99,75%)
δp = standar deviasi pada distribusi sampling
δp doperkirakan dengan formula:
89
, dimana n = ukuran setiap sampel
C chart adalah bagan quality control yang digunakan untuk mengontrol jumlah
yang cacat per unit hasil. Control limits = C ± 3√c
(Deitiana, 2011, p75-76)
2.18.3 Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara
sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistical, diagram sebab
akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan
karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu.
Diagram sebab-akibat ini sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan
(fishbone) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau diagram Ishikawa
(Ishikawa’s diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa
dari Universitas Tokyo pada tahun 1953. (Gasperz, 1998, p61)
Setiap ‘tulang’ mewakili kemungkinan sumber kesalahan.
90
Gambar 2.13 Contoh Diagram Sebab-Akibat
Sumber: Brusse, 2006, p56
Manajer operasi memulai dengan empat kategori: material, mesin / peralatan,
manusia, dan metode. Inilah yang disebut sebagai “4M” yang merupakan
“penyebab”. Penyebab masing-masing dikaitkan dalam setiap kategori yang diikat
dalam tulang yang terpisah sepanjang cabang tersebut, sering melalui proses
brainstorming. Masalah kualitas dan titik inspeksi menjadi hal yang penting pada
saat diagram tulang ikan dibangun secara sistematis.
(Heizer dan Render, 2009, p318)
91
Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-
kebutuhan berikut:
1. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.
2. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
3. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
(Gasperz, 1998, p61)
2.18.4 Diagram Pareto
Diagram Pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan
urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh
grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan
seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik
batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan.
92
Gambar 2.14 Contoh Diagram Pareto
Sumber: http://en.wikipedia.org
Pada dasarnya diagram Pareto dapat digunakan sebagai alat interpretasi untuk:
Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan
ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu
dalam bentuk yang signifikan.
(Gasperz, 1998, p53)
93
Diagram ini berdasarkan pekerjaan Vilfredo Pareto, seorang pakar ekonomi di
abad ke-19. Joseph M. Juran mempopulerkan pekerjaan Pareto dengan menyatakan
bahwa 80% permasalahan perusahaan merupakan hasil dari penyebab yang hanya
20%.
(Heizer dan Render, 2009, p319)
Kontribusi relatif dalam diagram Pareto kemungkinan besar terletak pada nilai-
nilai frekuensi relatif, biaya relatif, dan lain-lainnya. Kontribusi relatif digambarkan
sebagai garis lintasan tebal dalam diagram, sedangkan garis kumulatif adalah fungsi
dari kontribusi kumulatif. Prosedur penentuan prioritas dalam diagram Pareto
sebagai berikut:
Pemilihan konsistensi yang akan diranking dan diukur (misalnya frekuensi,
biaya, dan lain-lain);
Menyusun daftar-daftar elemen dari kiri ke kanan di atas aksis garis
horizontal sebagai ukuran order;
Mengatur kesesuaian skala vertical pada bagian kiri dan di atas
klasifikasinya;
Mengatur skala 0-100% di bagian kanan dan menarik garis tegas yang lebih
tinggi dari garis yang tertinggi, dan menggesernya pada posisi di atas basis
kumulatif yang ditarik dari kiri ke kanan.
94
2.18.5 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
PFMEA adalah sistematika dari aktivitas yang mengidentifikasi dan mengevaluasi
tingkat kegagalan (failure) potensial yang ada pada sistem, produk, atau proses
terutama pada bagian akar-akar fungsi produk / proses pada faktor-faktor yang
mempengaruhi produk / proses. PFMEA juga merupakan bentuk-bentuk desain “rank
order potential”, dan sebagai pendefinisi proses. Sebagai perangkat kerja metode
kualitas, PFMEA berfungsi sebagai pengilustrasi dari implementasi metode-metode
kualitas yang sesuai, yaitu sebaagi media pengeliminasi dan pereduksi adanya
perubahan-perubahan nilai yang terjadi karena adanya “failure occurring”. Tujuan
PFMEA adalah mengembangkan, meningkatkan, dan mengendalikan nilai / harga
probabilitas dari “failure” yang terdeteksi dari sumber (input), dan juga mereduksi
efek-efek yang ditimbulkan oleh kejadian “failure” tersebut. Fokus PFMEA adalah
strategi preventif terhadap meningkatnya nilai faktor-faktor “non-conformance”, dan
merupakan salah satu perangkat kerja dalam menganalisis risiko-risiko dalam sistem,
produk, maupun proses.
Dalam inisiatif Six Sigma, PFMEA dikolaborasikan dengan model Kano sebagai
landasan penerjemahan tingkat-tingkat ekspektasi konsumen. Model Kano
berperandalam fungsi-fungsi pendefinisian praktis atas ekspektasi konsumen
(termasuk definisi kepuasan konsumen), sedangkan PFMEA berperan sebagai
perangkat kerja dalam mereduksi tingkat-tingkat ketidakpuasan konsumen dan bukan
sebagai metode peningkatan kepuasan konsumen.
95
(Hidayat, 2007, p244-245)
Definisi dari berbagai terminologi dalam FMEA adalah sebagai berikut (Pyzdek,
2003, p596-599):
1. Potential Failure Mode adalah kegagalan-kegagalan yang mungkin terjadi
dan yang mungkin tidak disukai oleh customer.
2. Potential Failure Effect adalah hal-hal yang muncul apabila kegagalan
(Potential Failure Mode) itu terjadi.
3. Potential Causes adalah kemungkinan penyebab dari Potential Failure Mode
tersebut.
4. Severity adalah penilaian atas seberapa signifikan kegagalan tersebut bisa
memberikan kepada customer. Penilaian dengan pemberian rating untuk
Severity bisa dilihat pada tabel di bawah ini. (Pyzdek, 2003, p598-599)
Tabel 2.7 Penjelasan Nilai Rating Severity dalam FMEA
Rating Severity (SEV)
1 Minor. Customer tidak akan menyadari efeknya atau bahkan
menganggap hal itu tidak penting.
2 Customer akan mengetahui efeknya.
3 Customer akan merasa terganggu terhadap kinerja yang rendah.
96
4 Sedang. Customer akan merasakan ketidakpuasan karena kinerja
yang rendah.
5 Produktivitas akan customer menurun.
6 Customer akan melakukan komplain. Sangat mungkin terjadi
customer meminta perbaikan, retur, atau bahkan uang ganti rugi.
Hal ini akan menyebabkan peningkatan biaya internal (perbaikan,
pengerjaan ulang, dsb).
7 Kritis. Loyalitas customer akan berkurang. Operasional internal
juga terkena dampak imbasnya.
8 Goodwill customer akan hilang sepenuhnya sebagai akibat dari
efeknya. Operasional internal sangat terganggu.
9 Keselamatan customer atau karyawan lemah.
10 Bencana. Customer atau karyawan berada dalam bahaya tanpa
peringatan.
Sumber: Pyzdek, 2003, p598
5. Occurence adalah penilaian atas seberapa sering penyebab dari kegagalan ini
terjadi. Penilaian dengan pemberian rating untuk Occurence bisa dilihat pada
tabel di bawah ini. (Pyzdek, 2003, p598-599)
Tabel 2.8 Penjelasan Nilai Rating Occurrence dalam FMEA
97
Rating Occurrence (OCC)
1 Hampir tidak pernah terjadi.
2 Tingkat kegagalan yang terdokumentasi rendah.
3 Tingkat kegagalan yang tidak terdokumentasi rendah.
4 Kegagalan terjadi dari waktu ke waktu.
5 Tingkat kegagalan yang terdokumentasi sedang.
6 Tingkat kegagalan yang tidak terdokumentasi sedang.
7 Tingkat kegagalan yang terdokumentasi tinggi.
8 Tingkat kegagalan yang tidak terdokumentasi tinggi.
9 Kegagalan sangat sering terjadi.
10 Kegagalan hampir selalu terjadi.
Sumber: Pyzdek, 2003, p598
6. Detectability adalah penilaian atas seberapa mungkin penyebab kegagalan
itu bisa terdeteksi oleh sistem yang telah ada di perusahaan saat ini.
Penilaian dengan pemberian rating untuk Detectability bisa dilihat pada
tabel di bawah ini.
Catatan: p adalah perkiraan probabilitas suatu kegagalan tidak terdeteksi.
(Pyzdek, 2003, p598-599)
Tabel 2.9 Penjelasan Nilai Rating Detectability dalam FMEA
98
Rating Detectability (DET)
1 Hampir pasti bisa terdeteksi sebelum sampai ke tangan customer.
(p ≈ 0)
2 Kemungkinan sangat rendah untuk sampai ke tangan customer
tanpa terdeteksi.
(0 < p ≤ 0.01)
3 Kemungkinan rendah untuk sampai ke tangan customer tanpa
terdeteksi.
(0.01 < p ≤ 0.05)
4 Biasanya terdeteksi sebelum sampai ke tangan customer.
(0.05 < p ≤ 0.20)
5 Kemungkinan bisa terdeteksi sebelum sampai ke tangan
customer.
(0.20 < p ≤ 0.50)
6 Kemungkinan tidak terdeteksi sebelum sampai ke tangan
customer.
(0.50 < p ≤ 0.70)
7 Sangat tidak mungkin terdeteksi sebelum sampai ke tangan
customer.
(0.70 < p ≤ 0.90)
8 Kemungkinan terdeteksi buruk.
99
(0.90 < p ≤ 0.95)
9 Kemungkinan terdeteksi sangat buruk.
(0.95 < p ≤ 0.99)
10 Hampir pasti kegagalan tidak akan terdeteksi.
(p ≈ 1)
Sumber: Pyzdek, 2003, p598
7. Risk Priority Number (RPN) adalah hasil perkalian antara Severity (SEV),
Occurrence (OCC), dan Detectabiilty (DET).
8. Recommended Action adalah usulan-usulan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi penyebab-penyebab kegagalan tersebut dan mengurangi angka
RPN.
2.19 Hasil Penelitian Terdahulu
Untuk mendukung dan memberikan dasar teori dan penelitian yang lebih kuat bagi
penelitian ini, maka penulis juga mencari referensi lain berupa jurnal-jurnal yang
diperoleh mengenai Six Sigma.
Tabel 2.10 Jurnal Six Sigma
Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
100
Gunawarman Hartono
(2010)
Analisis Kinerja Proses
dan Produk dengan
Pendekatan Metodologi
Six Sigma (DMAIC) untuk
Produk Teh Botol pada PT
XYZ
Pendekatan Six Sigma
dengan metode DMAIC
bisa membantu melakukan
identifikasi permasalahan
yang terjadi di perusahaan,
mengukur kinerja proses
dan kinerja produk, untuk
kemudian mencari solusi
dan usulan perbaikan
terhadap kinerja
perusahaan.
Muhammad Bahrul Ulum
(2009)
Perencanaan Peningkatan
Kualitas Produk
Menggunakan Metode Six
Sigma
Implementasi Six Sigma
telah berhasil
meningkatkan SQL (Sigma
Quality Level) dari objek
(furnitur) yang diteliti.
Amalia
(2008)
Pengurangan Waste pada
Proses Produksi Gula
dengan Pendekatan Lean
Six Sigma
Lean Six Sigma bisa
mengurangi waste dan
meningkatkan efisiensi
produksi.
Yewande Adeyemi
(2006)
An Analysis of Six Sigma
at Small vs. Large
Manufacturing Companies
Meskipun ada berbagai
tantangan dalam
menerapkan Six Sigma
baik perusahaan kecil
maupun besar, perusahaan
manufaktur bisa
memperoleh manfaat yang
signifikan dari
101
implementasinya.
Joko Susetyo
(2011)
Aplikasi Six Sigma
DMAIC dan Kaizen
Sebagai Metode
Pengendalian dan
Perbaikan Kualitas Produk
Penyebab utama dari
kegagalan produksi atau
kecacatan adalah faktor
manusia.
Susan Anitasari
(2003)
Peningkatan Kualitas
Melalui Implementasi
Filosofi Six Sigma
Penerapan Six Sigma
berhasil meningkatkan
level kualitas dengan
mengetahui karakteristik
kritis konsumen dan
meminimalkan cacat
tertinggi.
Jisun Yu
(2010)
Building a process model
of local adaptation of
practices: A study of Six
Sigma implementation in
Korean and US firms
Meskipun butuh waktu
yang cukup lama bagi
perusahaan Korea untuk
mengadaptasikan Six
Sigma, penerapannya
meningkatkan efektivitas
produksi perusahaan,
seperti hasil implementasi
Six Sigma di perusahaan
Amerika.
Dominique Drake
(2008)
The Revolution of Six
Sigma: An Analysis of Its
Theory and Application
Meskipun Jepang menjadi
pelopor dari peningkatan
kualitas produksi, namun
pengembangan lebih lanjut
dan penyempurnaannya,
102
termasuk lahirnya teori Six
Sigma berasal dari
Amerika Serikat. Six
Sigma bisa digunakan
untuk meningkatkan proses
apapun, dan sangat
berguna apabila digunakan
untuk meningkatkan sistem
produksi apapun.
103
2.20 Kerangka Pemikiran
Dalam menjalankan penelitian ini, penulis berpegang pada kerangka penelitian
sebagai berikut.
Gambar 2.15 Kerangka Pemikiran
PT TEAM TOPLA
Observasi Lapangan Studi Literatur
1. Perusahaan berada pada tingkat sigma berapa
2. Faktor-faktor penyebab defect
3. Cara-cara meningkatkan kualitas produksi
Define
Measure
Analyze
Improve
Control
Recommended