View
50
Download
4
Category
Preview:
DESCRIPTION
bvhijvkh
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam. Luka baka r j uga merupakan ru sak a t au h i l angnya j a r i ngan
yang d i s ebabkan kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh
(flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda
panas (kontak panas),akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia,
serta sengatan matahari (sunburn).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap,
listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya
berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam
nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif. Para korban
kecelakaan luka bakar bukan hanya merasakan kesakitan yang luar biasa tetapi
diantaranya juga mengakibatkan cacat fisik dan penderitaan psikis yang
berkepanjangan. Bahkan tidak sedikit diantaranya juga menyebabkan kematian
bagi para korbannya
2
BAB II
STATUS PASIEN
1.1. Identifikasi Pasien
Nama : Tn.Supriyadi Bin Anwar
Tgl Lahir : 1 Januari 1970
Umur : 45 Tahun
Alamat : Lr. Saudagar Yucing sebrang ulu kota Palembang
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
No. Rekam Medik : 854305
No. Registrasi : RI15006596
MRS : 10 Maret 2015
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 165 cm
1.2. Anamnesis
(Autoanamnesis dengan penderita dan Alloanamnesis dengan ibu penderita
pada tanggal 11 Maret 2015)
1.2.1. Keluhan Utama
Penderita mengalami luka bakar api di dada, tangan dan paha kiri
disebabkan sambaran dari api lampu teplok ± 6 jam sebelum masuk rumah sakit
(SMRS).
1.2.2. Keluhan Tambahan
3
(-)
1.2.3. Riwayat Perjalanan Penyakit
± 6 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS), penderita tersambar api
pada saat sedang menghidupkan lampu teplok. Kejadian tersebut terjadi akibat
penderita mengisi lampu teplok dan menaruh derigen berisi minyak untuk mengisi
minyak pada lampu tersebut, di dekat lampu teplok dan tidak di tutup, pada saat
penderita menyalakan lampu teplok, api kemudian menyala dari derigen dan
menyambar penderita pada daerah wajah, badan, dan paha kiri. Penderita tidak
mengeluhkan adanya sesak nafas, batuk dan perubahan suara. Penderita kemudian
dibawa ke IGD RSMH Palembang.
1.3. Pemeriksaan Fisik (11 Maret 2015)
PRIMARY SURVEY
Airways = Baik
Breathing
RR = 20x/menit
Circulation
Nadi = 72x/menit
Temprature = 36,8°C
SECONDARY SURVEY
Status Generalis
Keadaan Umum = Sakit sedang
Kesadaran = Compos Mentis
TD = 120/70 mmHg RR = 20x/m
HR = 72 x/m T = 36,8°C
4
Kepala : Normocefali, simetris, luka bakar (+)
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil : bulat,
isokor, RC +/+, D 3mm/3mm, Alis mata terbakar
Leher : pembesaran KGB (-)
Telinga : sekret (-), cairan bening (-)
Mulut : Mukosa mulut dan bibir Kering (-), sianosis (-), luka bakar
(-)
Thorax : Pada dada terdapat luka bakar (+), dinamis dan statis
kanan = kiri
Paru :Simetris, Nyeri Tekan (+), stremfremitus kanan=kiri,
vesikuler (+)N
Jantung : Iktus kordis tidak terlihat, tidak teraba, HR: 72x/m, BJ I-
II(N), murmur(-), gallop(-).
Abdomen : Datar, lemas, Bising Usus (+) normal, luka bakar (+),
timpani
Ekstremitas superior : Luka bakar pada paha kiri (+), fraktur (-)
Ekstremitas inferior : akral hangat, pucat (-), edema (-)
Status Lokalis
Tampak luka bakar pada :
Kepala-leher 3% IIA
Thorax 4% IIA
Abdomen 3% IIA
Ekstremitas Superior
Tangan Kanan -
Tangan Kiri -
Ekstremitas Posterior
Kaki Kanan -
5
Kaki Kiri 3% IIA
Genitalia 1% IIA
Total = 14% grade II A
Foto Pasien Pada saat di IGD RSMH (10 Maret 2015)
6
Post Debridement (Debridement di OK 10-03-2015)
7
1.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (10 Maret 2015)
Hematologi :
Hb = 16,1 g/dL
WBC = 17,7 x 103/mm3
Hematokrit = 47 %
Trombosit = 220 x 103 µ
Elektrolit
Natrium = 140 mEq/L
Kalium = 4,1 mEq/L
1.6 Diagnosis :
Luka bakar api 14% derajat IIA tanpa trauma inhalasi
8
1.7 Penatalaksanaan Luka Bakar
Bebaskan / lepaskan pakaian yang terbakar
Penyiraman luka bakar dengan air mengalir dengan suhu ruangan selama
lebih kurang 15 menit dengan tujuan untuk menormalkan kembali suhu
tubuh dan menghentikan proses koagulasi protein sel di jaringan yang
terpajan suhu tinggi.
Airways
Pertahankan kebersihan jalan nafas
Breathing
baik
Circulation
Kebutuhan cairan fisiologis (24 jam)
(100 ml x BB)
(100 ml x 50 kg)
= 5000 ml/24 jam
EWL = (25 x % Luka Bakar) x TBSA
= 25 x 14% x TBSA
= 25 x 0,14 x1,51
= 5,3 ml/24 jam
Kebutuhan cairan 24 jam = kebutuhan cairan fisiologis + EWL
= 5000 ml/24 jam + 5,3 ml/24 jam
= 5005,3 ml
Penatalaksanaan lanjutan
dilakukan debridement
perawatan luka dengan melakukan perawatan luka tertutup dengan
menggunakan antibiotik lokal dengan bentuk sediaan kassa (tulle) dan
dilakukan pembalutan tertutup1
observasi vital sign dan urine output
Ceftriaxone 2 x 200 mg (IV)
Ketorolac 3 x 80 mg (IV)
9
Salep mata Cloramfenikol
Kebutuhan kalori
Curreri Formula :
= (25 x BB) + (40 x TBSA of the burn)
= (25 x 50kg) + (40 x 14%)
= 1810 kkal/24 jam
1.8 Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
1.9 Komplikasi
Kontraktur
Insufisiensi fungsi paru pascatrauma
SIRS
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. Luka bakar menyebabkan hilangnya intergritas kulit dan
menimbulkan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar merupakan suatu
jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan
penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut1.
2.2 Penyebab luka bakar
Luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti:
Luka bakar karena api
10
Luka bakar karena api dapat dipicu dengan ada bahan cairan yang mudah
terbakar seperti bensin, gas kompor, dan tabung pemantik api yang dapat
menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit1,3.
Luka bakar karena air panas3.
Luka bakar karena bahan kimia (asam kuat dan basa kuat)
Asam kuat dapat menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein, dan
rasa nyeri yang hebat. Basa (alkali) kuat yang banyak terdapat pada cairan
pemutih pakaian dan cairan pembersih lain. Luka bakar akibat basa kuat
dapat menyebabkan jaringan mengalami nekrosis yang mencair.
Kemampuan alkali menembus jaringan lebih dalam dan lebih kuat
dibandingan dengan asam. Kerusakan jaringan lebih berat karena sel
mengalami dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen1.
Luka bakar karena listrik, petir dan radiasi
Luka bakar karena sengatan sinar matahari
Luka bakar karena tungku panas
Luka bakar karena ledakan bom3
2.3 Fase Luka Bakar
1. Fase akut/syok/awal
Pada fase ini, penderita luka bakar akan mengalami kondisi yang dapat
mengancam jalan nafas (gangguan airways), gangguan pernafasan
(breathing), dan gangguan sirkulasi (circulation). Pada gangguan jalan
nafas (airways) dapat terjadi segera setelah terjadinya luka bakar ataupun
terjadi dalam 48-72 jam pascatrauma karena terjadinya obstruksi jalan
nafas akibat cedera inhalasi. Pada fase ini juga dapat terjadi ganggaun
keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal/panas
yang berdampak pada sistemik. Adanya syok yang bersifat hipodinamik
dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih berhubungan
akibat masalah instabilitas sirkulasi.
2. Fase subakut
11
Fase ini berlangsung setelah fase syok teratasi. luka yang terjadi dapat
menyebabkan beberapa masalah, yaitu:
proses inflamasi atau infeksi
masalah penutupan luka
keadaan hipermetabolisme
3. Fase lanjut
Pada fase ini penderita telah dinyatakan sembuh dan tetap dipantau
melalui rawat jalan. Masalah yang dapat muncul pada fase ini adalah
jaringan parut yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas,
dan timbulnya kontraktur.
2.4 Luas Luka Bakar
Pembagian luas luka bakar pada dewasa dilakukan dengan menggunakan
Rule of Nine, dengan:
kepala dan leher 9%
badan depan 18%
badan belakang 18%
Lengan (ekstrimitas atas) kanan dan kiri 18%
Tungkai (ekstrimitas bawah) kanan dan kiri 36%
genitalia 1% 3.
Pada anak dan bayi digunakan rumuss lain karena relatif permukaan
kepala anak lebih besar. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak
kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak.
Pada bayi:
kepala dan leher 20%
badan depan 20%
badan belakang 20%
lengan (ekstrimitas atas) kanan dan kiri 20%
tungkai (ekstrimitas bawah) kanan dan kiri 20%
Pada anak:
kepala dan leher 15%
12
badan depan 20%
badan belakang 20%
lengan (ekstrimitas atas) kanan dan kiri 20%
tungkai (ekstrimitas bawah) kanan dan kiri 30%1.
Gambar 1. Skema Pembagian luas luka bakar dengan modifikasi Rule of
Nine
Menentukan luka bakar menurut Lund dan Browder: (7)
Area luka bakar 0-1 Tahun
1-4 Tahun
5-9 Tahun
10-14 Tahun
15 Tahun
Dewasa 2 % 3 % Total
Kepala 19 17 13 11 9 7
Leher 2 2 2 2 2 2
Dada 13 13 13 13 13 13
Punggung 13 13 13 13 13 13
Lengan kanan atas 4 4 4 4 4 4
Lengan kiri atas 4 4 4 4 4 4
Lengan kanan bawah
3 3 3 3 3 3
Lengan kiri bawah 3 3 3 3 3 3
Tangan kanan 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Tangan kiri 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Genetalia 1 1 1 1 1 1
13
Bokong kanan 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Bokong kiri 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Paha kanan 5,5 6,5 8 8,5 9 9,5
Paha kiri 5,5 6,5 8 8,5 9 9,5
Tungkai kanan 5 5 5,5 6 6,5 7
Tungkai kiri 5 5 5,5 6 6,5 7
Kaki kanan 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
Kaki kiri 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
2.5 Derajat Kedalaman Luka Bakar
Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat
sumber panas, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita3. Selain ada
sumber panas yang kontak dengan tubuh, pakaian yang ikut terbakar pun dapat
memperdalam luka bakar. Bahan pakaian sintetis seperti nilon dan dakron, selain
mudah terbakar juga mudah lumer oleh suhu tinggi, sehingga jika terbakar bahan
ini akan mudah menempel di tubuh sehingga memperberat kedalaman luka1.
Derajat kedalaman luka bakar dibagi menjadi 3 derajat, yaitu
1. Luka bakar derajat 1
Gambar 2.
Luka Bakar Derajat I
14
Kerusakan akibat luka bakar terbatas pada lapisan epidermis (superficial), kulit
yang tampak hiperemik berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena
ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan dapat terjadi secara spontan
tanpa membutuhkan perawatan khusus atau luka bakar derajat 1 ini dapat sembuh
dalam 5 sampai 7 hari.
Gambar 1. Kedalaman Luka Bakar Derajat SatuSumber: Moossa et al, 1997; Sunarso Kartohatmodjo, 2006
2. Luka bakar derajat 2
Kerusakan akibat luka bakar mencapai kedalaman lapisan epidermis dan sebagian
dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri
karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Luka bakar derajat 2 dibagi menjadi:
Luka bakar derajat 2A
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari dermis.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10 – 14 hari.
Luka bakar derajat 2B
15
Kerusakan hampir mengenai seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan
epitel yang tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lama dan disertai jaringan
parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari
satu bulan.
Gambar 3. a. Luka bakar derajat 2A, b. luka bakar derajat 2B
Gambar 3. Kedalaman Luka Bakar Derajat DuaSumber: Moossa et al, 1997; Sunarso Kartohatmodjo, 2006
3. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai
mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Tidak dijumpai bullae, kulit yang
terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna kuning kering.
Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung-ujung sensorik rusak.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan3..
16
Gambar 4. Luka bakar derajat 3
Gambar 3. Kedalaman Luka Bakar Derajat TigaSumber: Moossa et al, 1997; Sunarso Kartohatmodjo, 2006
2.6 Klasifikasi Berat-Ringan Luka Bakar
Klasifikasi kriteria berat-ringan luka bakar menurut American Burn Association
adalah
1. Luka Bakar Ringan
Luka bakar derajat I dan II < 15% pada dewasa
Luka bakar derajat < 10% pada anak
Luka bakar derajat II < 2%
17
2. Luka Bakar Sedang
Luka bakar derajat II 15% - 25% pada dewasa
Luka bakar derajat 10% - 20% pada anak
Luka bakar derajat II < 10%
3. Luka Bakar Berat
Luka bakar derajat II > 25% pada dewasa
Luka bakar derajat > 20% pada anak
Luka bakar derajat II > 10%
Luka bakar yang mengenai wajah, mata, telinga, kaki, dan genitalia
serta persendian di sekitar axilla.
Luka bakar dengan cedera/trauma inhalasi
Luka bakar dengan trauma berat3,6.
2.7 Luka Bakar dengan Trauma Inhalasi
Trauma Inhalasi merupakan penyebab kematian utama kedua pada penderita luka
bakar berat, terutama pada penderita luka bakar yang berada di ruangan tertutup3.
Korban kebakaran yang terhirup banyak asap dari hasil pembakaran bahan-bahan
kimia yang berbahaya seperti sulfur dioksida, nitrogen dioksida, asam
hidroklorida, hidrosianida, karbon monoksida dan karbon dioksida, akan
menyebabkan kerusakan paru yang parah4.
Mekanisme kerusakan saluran nafas dapat terjadi karena:
1. Terhirup panas secara langsung
Terhirup secara langsung bahan produk yang terbakar dan bahan khusus
yang dapat menyebabkan kerusakan mukosa langsung pada percabangan
trakeobronkial.
2. Keracunan asap yang toksik
Akibat termodegradasi material alamiah dan material yang diproduksi
akibat proses pembakaran akan terbentuk gas toksik (beracun), misalnya
hidrogen sianida, nitrogen dioksida, nitrogen klorida, akreolin yang dapat
18
menyebabkan iritasi dan bronkokonstriksi saluran nafas. Obstruksi jalan
nafas akan menjadi lebih hebat akibat trakeabronkitis dan edema3.
3. Intoksikasi karbon monoksida (CO)
CO memiliki afinitas yang tinggi dalam berikatan dengan hemoglobin
(Hb), sehingga hemoglobin tidak mampu berikatan dengan oksigen. Hal
ini lama-kelamaan akan menyebabkan terjadinya hipoksia jaringan. Pada
kondisi keracunan CO yang berat dapat menyebabkan penderita
mengalami koma bahkan sampai pada kematian1,3.
Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar terdapat tiga
atau lebih dari keadaan berikut:
1. Riwayat terjebak dalam rumah/ruang terbakar
2. Sputum tercampur arang
3. Luka bakar perioral, hidung, bibir, mulut atau tenggorokkan
4. Penurunan kesadaran
5. Tanda-tanda distress pernafasan, rasa tercekik, tersedak, malas bernafas,
dan adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau
tenggorokkam (iritasi mukosa)
6. Gejala distress pernafasan dan takipnea
7. Sesak
8. perubahan suara atau tidak ada suara3.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kondisi-kondisi kecurigaan
adanya trauma inhalasi pasca luka bakar adalah
1. Pemeriksaan gas darah
pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi adanya
karboksihemoglobin di dalam darah karena karbon monoksida memiliki
afinitas 200 kali lebih besar pada hemoglobin dibandingkan dengan
oksigen4.
2. Foto thoraks
Pada fase awal atau dalam 24 jam pertama pasca luka, gambaran foto
thoraks masih terlihat normal. Namun, setelah 24 – 36 jam kemudian akan
19
terlihat adanya patchy atelektasis sampai berupa kelainan interstisial dan
alveolar diffus2.
3. Bronkoskopi Fiberoptik Fleksibel
Pemeriksaan ini dilakukan dalam kondisi pasien yang stabil secara
hemodinamik dan saluran nafas atas paten. Pada pemeriksaan ini akan
menunjukkan adanya edema mukosa dan eritema, erosi dan penimbunan
bahan karbon di dalam saluran pernafasan4.
2.8 Penatalaksanaan Luka Bakar
Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah
mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung
sirkulasi sistemik.
A. Airways
Pada penderita luka bakar dengan trauma inhalasi, manifestasi klinis tidak
selalu muncul dalam 24 jam pertama pasca luka bakar, tetapi dapat muncul dalam
48 - 72 jam3. Sehingga penanganan awal pada penderita luka bakar dengan atau
yang dicurigai adanya trauma inhalasi dapat dilakukan pemasangan intubasi
endotrakeal dan ventilasi mekanis untuk pembebasan jalan nafas2.
Indikasi dilakukannya intubasi pada luka bakar, yaitu:
Luka bakar sirkumferensial pada leher
Luka bakar pada wajah
Edema faring atau laring
Penurunan kesadaran
Kehilangan refleks jalan nafas
Keracunan karbon monoksida dan sianida
Luka bakar > 40%, karena beresiko terjadi edema laringeal sebagai
bagian dari edema menyeluruh yang biasanya terjadi pada luka
bakar yang luas
Bila ditemukan tanda-tanda lain dari distress pernafasan3.
B. Breathing
20
Dilakukan dengan pemberian oksigen 100% dengan pipa
endotrakeal
Penghisapan sekret secara berkala
Humidifikasi dengan nebulizer
Pemberian bronkodilator
C. Circulation
Setiap penderita luka bakar yang mengenai lebih dari 20% luas permukaan
tubuh memerlukan resusitasi cairan dengan pemasanagn kateter intravena pada
daerah tubuh yang tidak mengalami luka bakar. Terdapat beberapa cara dalam
menghitung kebutuhan cairan dalam resusitasi cairan pada penderita luka bakar,
seperti:
Perhitungan Baxter
Rumus baxter : 4 ml larutan ringer laktat x berat badan (kg) x % luas luka
bakar
Hari I ½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
½ jumlah cairan sisa diberikan 16 jam berikutnya.
Hari II ½ jumlah cairan hari I1.
D. Perawatan Luka Bakar
Perawatan Luka Bakar Terbuka
Perawatan pada luka yang dibiarkan terbuka dengan harapan dapat sembuh
dengan sendirinya6. Permukaan luka yang selalu terbuka menyebabkan
permukaan luka menjadi cepat kering sehingga kuman akan sulit berkembang
dan pengawasan luka juga akan lebih mudah. Perawatan lukar bakar terbuka ini
dapat dilakukan dengan menggunakan kompres nitrat-argenti 0,5% yang efektif
sebagai bakteriostatik. Nitrat-argenti akan mengendap sebagai garam sulfida atau
klorida yang memberikan warna hitam. Perawatan luka bakar juga dapat
menggunakan krim silver sulfadiazine 1% bersifat bakteriostatik dan memiliki
daya tembus yang cukup efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan
resistensi dan aman. Penggunaan krim silver sulfadiazine ini cukup dioleskan
tanpa pembalutan sehingga lebih mudah dibersihkan1.
21
Perawatan Luka Bakar Tertutup
Perawatan luka bakar tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang
bertujuan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi dan ditutup
sedemikian rupa sehingga masih terdapat ruang untuk berlangsung terjadinya
penguapan1. Keuntungan perawatan luka bakar secara tertutup adalah dapat
membantu immobilisasi luka secara sempurna. Pada perawatan luka bakar
tertutup, pembalutan yang digunakan harus memiliki daya penyerapan dan
diganti setiap 8 – 24 jam , bila pembalut basah dan berbau, dan bila timbul nyeri
dan penyebab yang tidak jelas6.
Debrideman
Pemotongan eskar atau eskaratomi pada luka bakar yang besar dapat dilakukan
dengan debrideman. Debrideman adalah usaha untuk menghilangkan jaringan
mati dan jaringan yang sangat terkontaminasi dengan mempertahankan secara
maksimal struktur anatomi yang penting. Jaringan mati tidak hanya menghalangi
penyembuhan luka tetapi juga menyebabkan infeksi daerah luka, infeksi sistemik,
sepsis, amputasi, dan bahkan kematian. Debrideman ini bertujuan untuk
memulihkan sirkulasi dan pasokan oksigen yang adekuat ke daerah luka.
Debrideman ini dapat dilakukan pada luka akut dan luka kronik. Debrideman
terdiri dari beberapa jenis, seperti:
a) Debrideman autolitik
Usaha tubuh untuk melakukan penghancuran jaringan nonvital dengan enzim
yang dapat mencairkan jaringan nonvital yang akan bekerja maksimal dalam
suasana lembap. Mempertahankan suasana luka agar tetap lembab dapat
dicapai dengan menggunakan penutup luka yang dapat dicapai dengan
menggunakan penutup luka yang dapat menjamin kelembapan luka. Produk
yang dapat mempertahankan suasana lembab antara lain hidrokoloid, film
transparan, dan hidrogel.
b) Debrideman enzimatik
22
Debrideman ini menggunakan salep topikal yang memiliki efek proteolitik,
fibrinolitik dan kolagenase terhadap jaringan yang akan dihancurkan. Salep
topikal yang populer saat ini adalah kolagenase produk fermentasi
Clostridium histolyticum yang mempunyai kemampuan unik mencerna
kolagen jaringan nekrotik. Papain merupakan enzim proteolitik yang
merupakan penghancur protein tetapi tidak berbahaya pada jaringan sehat.
c) Debrideman mekanis
Luka ditutup dengan kassa yang telah dibasahi larutan salin normal, setelah
kering kassa akan melekat dengan jaringan yang mati. Saat mengganti
balutan, jaringan mati akan ikut terbuang. Tindakan ini dilakukan berulang
2-6 kali per hari. Prosedur ini terasa tidak nyaman bagi pasien saat
mengganti balutan, merusak jaringan granulasi baru, merusak epitel yang
masih rapuh, dan berpotensi menimbulkan laserasi disekitar luka. Metode
debrideman ini terbagi atas hidroterapi dan irigasi dengan cairan fisiologis
seperti ringer laktat atau salin normal.
d) Debrideman biologis
Upaya debrideman secara biologis dapat dilakukan dengan menggunakan
larva ynag disebut sebagai maggot debridemant therapy (MDT). Prosedur
ini dapat membersihkan jaringan nekrotik tanpa rasa nyeri, membunuh
bakteri, dan menstimulasi penyembuhan luka.
e) Debrideman bedah
Tindakan debrideman ini menggunakan skalpel, gunting, kuret, atau
instrumen lain disertai irigasi untuk membuang jaringan nekrotik dari luka.
Tujuannya untuk mengeksisi luka sampai mencapai jaringan yang normal
dan vaskularisasi yang baik.
Skin Grafting
Skin grafting adalah tindakan memindahkan sebagian kulit (split thcikness) atau
keseluruhan tebal kulit (full thickness) dari satu tempat ke tempat yang lain secara
bebas, dan untuk menjamin kehidupan jaringan tersebut yang bergantung pada
pertumbuhan pembuluh darah kapiler yang baru di jaringan penerima (resipien).
Skin grafting ini dilakukan jika:
23
1. penutupan luka secara primer tidak dapat dilakukan
2. jaringan sekitar luka tidak cukup baik (luas, kualitas, lokasi dan
tampilan) untuk dapat dipakai sebagai penutup luka.
3. luka pasca eksisi tumor ganas yang tidak diyakini bebas tumor,
sehingga teknik rekonstruksi yang lebih kompleks diperkirakan lebih
merugikan dari hal morbiditas, resiko, hasil, atau komplikasinya dan
dipengaruhi oleh faktor lain seperti status gizi, umur, kondisi
komorbid, perokok, kepatuhan atau biaya yang tidak memungkinkan
dilakukannya teknik rekonstruksi yang lebih kompleks.
Menurut lokasi donor kulit, skin grafting dapat dibagi menjadi:
a. Autograft lokasi kulit donor berasal dari individu yang sama. Graft
jenis ini dapat dimanfaatkan sebagi penutup luka temporer.
b. homograft lokasi kulit donor berasal dari individu lain yang sama
spesiesnya.
c. heterograft atau xenograft lokasi kulit donor yang berasal dari
individu yang berbeda spesies.
Split thickness skin grafting (STSG)
Split thickness skin grafting (STSG) adalah transplantasi kulit bebas yang terdiri
atas epidermis dan sebagian tebal dermis. STSG dibedakan atas tebal kulit
(epidermis disertai ¾ tebal lapisan dermis), sedang atau medium (epidermis
disertai ½ tebal lapisan dermis), dan tipis (epidermis disertai ¼ tebal lapisan
dermis).
Keuntungan prosedur STSG adalah
1. kemungkinan penerimaan skin graft lebih besar dan dapat menutup defek
yang luas
2. kulit donor diambil dari daerah tubuh mana saja
3. daerah yang diambil kulitnya dapat sembuh sendiri melalui epitelisasi
Kerugian prosedur STSG adalah
1. kecenderungan besar mengalami kontraksi sekunder
2. perubahan warna (hiper atau hipopigmentasi)
24
3. permukaan kulit yang tampak mengkilat sehingga secara estetik kurang
baik
4. diperlukan waktu penyembuhan luka pada daerah donor.
Full thcikness skin grafting (FTSG)
Full thcikness skin grafting (FTSG) adalah transplantasi kulit bebas yang terdiri
atas epidermis dan seluruh tebal dermis tanpa lapisan lemak dibawahnya. Graft
diambil setelah suatu pola yang sesuai dengan defek yang akan ditutup digambar
terlebih dahulu. Vaskularisasi yang baik di daerah resipien, tidak adanya infeksi,
dan keadaan umum penderita yang memadai dan fiksasi merupakan syarat
keberhasilan skin grafting.
Keuntungan FSTG adalah
1. kecenderungan yang lebih kecil untuk terjadinya kontraksi sekunder,
2. perubahan warna, permukaan kulit yang mengkilat, sehingga penampilan
estetik lebih baik dibandingkan dengan STSG.
Kerugian FSTG adalah
1. kemungkinan penerimaan yang lebih kecil
2. hanya dapat menutup defek yang tidak terlalu luas
3. daerah donor harus ditutup dengan STSG bila tidak dapat dijahit primer
dengan sempurna
4. daerah donor FSTG terbatas di beberapa tempat saja seperti inguinal,
supraklavikular, retroaurikular, dan beberapa tempat yang lain1.
E. Kebutuhan Nutrisi pada Luka Bakar
Kebutuhan Kalori dihitung berdasarkan rumus curreri
Kebutuhan kalori 24 jam = (25 kcal x kg BB) + (40 kcal x TBSA)
Pasien dengan fungsi ginjal baik dapat diberikan protein 2g/kgBB/hari
Minum diberikan pada penderita luka bakar segera setelah peristalsis
menjadi normal, diberikan sebanyak 25mL/kgBB/hari, dan diuresis dapat
mencapai sekurang-kurangnya 30mL/jam
25
Makanan diberikan oral pada penderita luka bakar segera setelah dapat
minum tanpa kesulitan, sedapat mungkin 2500 kal/hari dan sedapat
mungkin mengandung 100 – 150gr protein/hari.
Pemberian suplemen vitamin, mineral, vitamin A, vitamin C, Zinc,
Vitamin E, selenium dan besi dapat membantu proses penyembuhan luka
bakar1
2.9 Komplikasi
Kondisi pasca luka bakar yang dapat muncul berupa jaringan parut yang dapat
berkembang menjadi cacat berat, kontraktur kulit yang dapat menganggu fungsi
dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetis yang jelek
terutaa bila jaringan parut tersebut berupa keloid. Kondisi pasca luka bakar juga
dapat menyebabkan terjadinya infeksi sitemik (SIRS) dan jika luka bakar merusak
jalan nafas akibat adanya trauma inhalasi maka dapat menyebabkan terjadinya
atelektasis, pneumonia, atau insufisiensi fungsi paru pascatrauma1. Pada penderita
luka bakat lebih dari 20 % – 25% luas permukaan tubuh sering terjadi ileus
paralitik yang dapat menghalangi pemberian cairan oral pada saat resusitasi dan
diperlukan intubasi nasogaster serta dilakukan penghisapan untuk menghindari
ketegangan abdomen, emesis dan aspirasi sekunder4.
2.10 Prognosis
Morbiditas dan mortalitas penderita luka bakar berhubungan dengan luas luka
bakar, derajat luka bakar, umur, tingkat kesehatan, lokalisasi luka bakar, cepat
lambatnya pertolongan yang diberikan, dan fasilitas tempat pertolongan.
Mortalitas meningkat pada penderita yang rentan terhadap infeksi, penderita
dengan penyakit jantung, DM dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)6.
26
BAB IV
ANALISIS KASUS
Seorang laki-laki, Tn.Suryadi bin Anwar berumur 45 tahun yang
beralamat Lr. Saudagar Yucing sebrang ulu Palembang, datang ke RSMH dengan
keluhan mengalami luka bakar. Penderita mengalami luka bakar api ± 6 jam
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Dari autoanamnesis didapatkan bahwa ± 6
27
jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS), penderita tersembur api pada saat
sedang menghidupkan lampu teplok.
Saat datang ke RSMH, pasien masih dalam fase akut. Dilakukan
pemeriksaan umum yang meliputi survei primer, survei sekunder, serta penilaian
luas dan derajat luka bakar pada pasien. Pasien datang dengan sensorium kompos
mentis, tidak ada gangguan jalan napas, frekuensi napas 20x/ dan nadi 72x/m
dalam batas normal. Tidak di temukan adanya tanda-tanda trauma inhalasi seperti
stridor, suara serak dan sputum. Tidak terdapat gangguan pergerakan dinding
dada. Hal ini menandakan resusitasi cairan telah tepat dilaksanakan.
Pada Pada Survey sekunder tampak luka bakar pada kepala-leher = 3%
grade IIA, Thorax 4% grade IIA, Abdomen 3% grade IIA, Kaki kiri 3% grade
IIA, Alat genitalia 1% grade IIA. Dapat disimpulkan pasien mengalami luka bakar
api 14% derajat IIA yang termasuk dalam luka bakar derajat ringan menurut
American Burn Association.
Luka bakar pada penderita ini digolongkan derajat IIA karena kerusakan
mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari dermis. Penyembuhan terjadi
secara spontan dalam waktu 10 – 14 hari.
Penatalaksanaan pada pasien ini dengan pemberian antibiotik
(ceftriaxone), dilakukan debridement dan perawatan luka tertutup. Pada pasien ini,
tubuh kehilangan kulit sebagai protective barrier sehingga rentan terhadap
infeksi, oleh karena itu diberikan antibiotik spektrum luas sebagai profilaksis pada
pasien ini. Untuk mengurangi rasa sakit, dikarenakan pada luka bakar grade II
terjadi iritasi ujung-ujung saraf perifer, analgetik diberikan pada pasien ini.
Kebutuhan nutrisi pada pasien ini berdasarkan rumus Curreri Formula sebesar
1810 kkal/24 jam.
Tindakan debridement dilakukan dalam 7 hari pertama agar proses
penyembuhan terjadi lebih cepat, menurunkan risiko kolonisasi mikroorganisme
patogen, dan memutus rantai proses inflamasi pada luka bakar. Akan tetapi risiko
terjadinya sepsis akibat proses infeksi masih tetap tinggi pada pasien luka bakar
yang telah menjalani debridement. Untuk itu dilakukan pemberian antibiotik
28
topikal yang diberikan setiap kali diganti verband dan antibiotik sistemik broad
spectrum.
DAFTAR PUSTAKA
1. American College of Surgeons Committe on Trauma. Advanced Trauma Life
Support For Doctors Edition 8. USA.2008
2. Noer. M Sjaifudin. Penanganan Luka Bakar. Surabaya : Airlangga University
Press. 2006
29
3. Georrgiade.S.G, Pederson. W.C. Luka Bakar. Dalam: Buku Ajar Bedah
Bagian I. Jakarta.EGC.1995;151-160
4. Klein.M.B. Thermal, Chemical, and Electrical Injuries. Dalam: Grabb and
Smith’s Plastic Surgery 6 th edition. Lippincott Williams & Wilkins Wolters
Kluwer Business Philadephia USA. 2007; 132 – 145
5. Karakata.S, Bachsinar B. 1995. Bedah Minor. Edisi II. Jakarta: Hipokrates.
6. Marzoeki, D., 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka
Bakar Masa Kini, Seminar Luka Bakar . p 1-2.
7. Prasetyono, T. Flap, Penuntun Dasar dalam Ilmu Bedah Plastik. Edisi
pertama. Sagung Seto, 2011.
8. Sunarso Kartohatmodjo, 2006. Penanganan Luka Bakar, Airlangga University
Press, Surabaya
9. Song, C. 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan
Luka Bakar Masa Kini, Seminar Luka Bakar. p. 18-22
10. Sakr WM, Maged MA, El M’ez W, Ismail M. Options for Treatment of Post
Burn Axilla Deformities. J. Plast Reconstruction Surg. 2007. 31(1):63-71
Recommended