View
90
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
cva
Citation preview
LAPORAN HOME VISITPUSKESMAS TROSOBO
STROKE PERDARAHAN
Pembimbing : Atik Sri Wulandari, SKM, M.Kes
Disusun oleh :Mikyal Azizah 06700226
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan home visit
ini tepat pada waktunya. Penyusunan laporan home visit ini sebagai bagian dari
tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Komunitas, dan sebagai salah satu
syarat kelulusan pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya.
Atas terselesaikannya laporan home visit ini, saya menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Rektor Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Suarabaya.
3. Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya berserta staf.
4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo beserta staf.
5. dr. B. Irawati R.K selaku Kepala Puskesmas Trosobo Kabupaten
Sidoarjo beserta staf.
6. Atik Sri Wulandari, SKM, M.Kes selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan kepada saya.
7. Rekan – rekan dokter muda dan semua pihak yang telah membantu
terselesaikan laporan penelitian ini.
Saya menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik dan
saran yang membangun sangat saya hargai guna penyempurnaan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Trosobo, Agustus 2013
Dokter Muda Kelompok C
2
Klinik Dokter Keluarga FK UWKS No Berkas : 01
Berkas Pembinaan Keluarga No RM : J 1296
Puskesmas Trosobo Sidoarjo Nama KK : Tn. M________
Tanggal kunjungan: 12 Agustus 2013,
Nama pembina keluarga: Mikyal Azizah, S.Ked
Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai
satu periode pembinaan )
Tanggal TingkatPemahaman
ParafPembimbing
Paraf Keterangan
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Nama Kepala Keluarga : Tn. M
Alamat lengkap : Krembangan RT 4 RW 1 kecamatan Taman
Kabupaten Sidoarjo.
Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumahNo Nama Kedudu
kan dalam
keluarga
L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Ket
1 Mukti KK L 54 SD Tambal ban
-
2 Tuminah Istri P 45 SMP Pembantu Rumah Tangga
StrokePerdarahan
3 Marwan Anak L 30 SMP Sablon -4 Tessa
SelvianaAnak P 26 SMP Sablon -
5 Ani Mei Fitriani
Anak P 10 SD Pelajar -
Sumber : Data Primer, Agustus 2013
3
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA
BAB I
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan kasus ini diambil dari seorang penderita Stroke Perdarahan,
berjenis kelamin perempuan dan berusia 45 tahun, dimana penderita merupakan
salah satu dari penderita Stroke Perdarahan yang berada di wilayah Puskesmas
Trosobo Kabupaten Sidoarjo, dengan berbagai permasalahan yang dihadapi.
Mengingat kasus ini masih banyak ditemukan di masyarakat khususnya di daerah
Puskesmas Trosobo Kabupaten Sidoarjo beserta permasalahannya seperti masih
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang Stroke terutama masalah faktor resiko
dan penanganannya. Oleh karena itu penting kiranya bagi penulis untuk
memperhatikan dan mencermatinya untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai
pengalaman di lapangan.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny.T
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pembantu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Alamat : Krembangan RT 4 RW 1 kecamatan Taman Kabupaten
Sidoarjo
Suku : Jawa
Tanggal periksa : 12 Agustus 2013
4
C. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Tangan dan kaki kanan terasa lemah
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Penderita awalnya sering merasa pusing namun tidak dirasakan. 1
bulan yang lalu penderita muntah-muntah dan akhirnya tiba-tiba pingsan
disaat menggoreng makanan. Kemudian penderita langsung dibawa ke
Rumah Sakit Umum daerah Sidoarjo. Setelah sadar, tangan dan kaki
kanan penderita terasa lemah dan tidak bisa digerakkan. Saat itu penderita
juga merasa pelo.
Sekarang keluhan dirasakan agak berkurang, tangan kanan masih terasa
lemas namun sudah bisa digerakkan, kaki masih terasa berat, pusing sudah
jarang, pelo berkurang dan terasa kesemutan, mual dan muntah sudah tidak
dirasakan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat Hipertensi : Ada
- Riwayat Stroke sebelumnya : Tidak tahu
- Riwayat Jantung : Tidak ada
- Riwayat Diabetes Mellitus : Tidak ada
- Riwayat cholesterol : Tidak ada
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat hipertensi : tidak ada
- Riwayat Diabetes Mellitus : tidak ada
5. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok : tidak ada
- Riwayat keluarga merokok : Ada
- Riwayat olah raga : jarang
- Riwayat alkohol : Tidak ada
5
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah seorang istri dari Tn.M dan seorang ibu dari 3
orang anak, dimana 1 orang diantaranya tinggal bersama penderita, yaitu
An.A. Penderita, istri dan anaknya tinggal di sebuah rumah yang
berpenghuni 3 orang (penderita, istri dan 1 orang anak), sedangkan 2
anak penderita yang lain sudah menikah, bekerja dan tinggal di rumah
yang berbeda. Sebelum sakit penderita bekerja sebagai seorang pembantu
rumah tangga dan suami bekerja sebagai penambal ban. Setelah
menderita stroke, sumber pendapatan keluarga didapatkan dari suami
dengan bantuan dari anak-anaknya yang telah bekerja dengan total
penghasilan rata-rata perbulan Rp. 500.000,-.
7. Riwayat Gizi.
Penderita makan sehari-harinya biasanya antara 2-3 kali dengan nasi
sepiring, sayur, dan lauk seperti telur, tahu-tempe kerupuk, dan jarang
dengan daging. Namun penderita suka makanan asin. Sejak sakit nafsu
makan penderita menurun.
D. ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-)
2. Kepala : sakit kepala (-), pusing (+), rambut kepala tidak rontok,
3. Mata : penglihatan kabur (-).
4. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)
5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)
6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-)
7. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)
8. Pernafasan : sesak nafas (-), mengi (-), batuk darah (-)
9. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-)
10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun
(+), nyeri perut (-), BAB tidak ada keluhan
11. Genitourinaria : BAK lancar, 3-4 kali/hari warna dan jumlah biasa
6
12. Neuropsikiatri : Neurologik : kejang (-), lumpuh (+) tangan dan
kaki kanan
Psikiatrik : emosi stabil,
13. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri otot (-)
14. Ekstremitas : Atas : bengkak (-), sakit (-)
Bawah : bengkak (-), sakit (-)
E. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Interna
1. Keadaan Umum
Cukup, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6).
2. Tanda Vital dan Status Gizi
Tanda Vital
Nadi : 96 x/menit
RR : 28 x/menit
Suhu : 36,8 oC
Tensi : 210/120 mmHg
Status gizi ( Kurva NCHS ) :
BB : 45 kg
TB : 155 cm
BMI = BB = 18,73 (cukup)
TB2
3. Kulit
Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-)
4. Mata
Konjungtiva anemi (-), ikterik (-)
5. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-).
6. Mulut
Bibir pucat (-), lidah kotor (-).
7
7. Telinga
sekret (-), pendengaran berkurang (-)
8. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
9. Leher
trakea ditengah, pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-)
10. Thoraks
Simetris, retraksi interkostal (-).
- Cor : S1S2 tunggal, mur-mur (-)
- Pulmo:
I : pergerakan paru simetris
P : fremitus raba kiri sama dengan kanan
P : sonor
A : suara dasar vesikuler
suara tambahan rhonki (+/+), whezing (-/-)
11. Abdomen
I :dinding perut sejajar dengan dinding dada
P :supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
P :timpani seluruh lapang perut
A : Bising Usus (+)
12. Ektremitas: akral dingin oedem
- - - - - - - -
b. Status Neurologis
1. Kesan umum : cukup
2. Pembicaraan : afasia (-), disarthria (+)
3. Wajah : simetris
4. Pemeriksaan Khusus
Meningeal Sign
Kaku kuduk : (-)
8
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Brudzinsky III : (-)
Brudzinsky IV : (-)
Laseque : (-)
Kernig : (-)
Pemeriksaan saraf otak
a. Nervus Olfaktorius (N.I)
Hiposmia / anosmia : (-)/(-)
Parosmia : (-)/(-)
b. Nervus Optikus (N.II)
Visus : Normal/normal
Lapang pandang : Tidak di evaluasi
Melihat Warna : (+)/(+)
Fundoskopi : Tidak di evaluasi
c. Nervus Okulomotorius, Nervus Trochlearis, Nervus Abducen
(N.III, N.IV, N.VI)
Kedudukan bola mata : di tengah / di tengah
Pergerakan bola mata
- ke nasal : (+)/(+)
- ke temporal : (+)/(+)
- ke frontal : (+)/(+)
- ke bawah : (+)/(+)
- temporal bawah : (+)/(+)
Exophtalmus : (-)/(-)
Pupil
- bentuk : bulat/bulat
- diameter : 3mm/3mm
- reflek cahaya langsung: (+)/(+)
- reflek cahaya tidak langsung: (+)/(+)
9
d. Nervus Trigeminus (N.V)
Cabang motorik
- Otot masseter : dalam batas normal
- Otot temporal : dalam batas normal
- Otot pterygoideus interna : dalam batas normal
- Otot pterygoideus externa : dalam batas normal
Cabang sensorik
- Ramus Oftalmik : dalam batas normal
- Ramus maksillaris : dalam batas normal
- Ramus mandibularis : dalam batas normal
- Reflek kornea langsung : dalam batas normal
e. Nervus Fasialis (N.VII)
Waktu diam
- Kerutan dahi : simetris
- Tinggi alis : simetris
- Sudut mata : simetris
- Lipatan nasolabial : simetris
- Sudut mulut : simetris
Waktu gerak
- Mengerutkan dahi : simetris
- Menutup bola mata : simetris
- Bersiul : simetris
- Memperlihatkan gigi : simetris
f. Nervus Vestibulocochlearis (N.VIII)
Vestibularis
- Vertigo : tidak di evaluasi
- Nystagmus : tidak di evaluasi
- Tinnitus : tidak di evaluasi
- Test kalori : tidak di evaluasi
Cochlearis
- Weber : tidak di evaluasi
10
- Rinne : tidak di evaluasi
- Swabach : tidak di evaluasi
g. Nervus Glossofaringeus dan Nervus Vagus ( N.IX dan N.X)
Bagian motorik
- Suara biasa/parau/tidak bersuara : biasa
- Kedudukan arcus pharink : dalam batas normal
- Kedudukan uvula : di tengah
- Pergerakan arcus pharink : dalam batas normal
Bagian sensorik
- Refleks muntah : tidak di evaluasi
- Refleks palatum molle : tidak di evaluasi
h. Nervus Accesoris (N.XI)
- Mengangkat bahu : normal
- Memalingkan kepala : normal
i. Nervus Hipoglosus (N.XII)
- Kedudukan lidah waktu istirahat : di tengah
- Kedudukan lidah waktu dijulurkan: miring ke kanan
- Atropi : (-)
- Fasikulasi : (-)
- Kedudukan lidah menekan pada bagian mukosa pipi : normal
Sistem motorik
a. Tubuh
- Otot perut : tidak di lakukan
- Otot pinggang : tidak di lakukan
- Kedudukan daifragma : tidak di lakukan
b. Kekuatan otot lengan
- Muskulus Deltoid :3/5
- Muskulus biceps :3/5
- Muskulus triceps :3/5
- flexi sendi pergelangan tangan :3/5
- membuka jari-jari tangan :3/5
11
- menutup jari-jari tangan :3/5
c. Kekuatan otot tungkai
- Flexi artic coxae :2/5
- Extensi artic coxae :2/5
- Flexi sendi lutut :2/5
- Flexi plantar kaki :2/5
- Ekstensi dorsal kaki :2/5
- Gerakan jari-jari kaki :2/5
d. Besar otot : atropi (-)
e. Palpasi
- nyeri : (-)
- kontraktur : (-)
- konsistensi : normal
f. Gerakan involunter
- Tremor : (-)
- Chorea : (-)
- Myokloni : (-)
g. Koordinasi
- Jari tangan – jari tangan : normal
- jari tangan – hidung : normal
- ibu jari kaki – jari tangan : normal
- tumit – lutut : normal
- pronasi – supinasi : normal
- trapping dengan jari-jari tangan : normal
- trapping dengan jari-jari kaki : normal
Sistem sensorik
a. Rasa eksteroseptik : lengan/tungkai/tubuh
- rasa nyeri superfisial : simetris/simetris/simetris
- rasa suhu : simetris/simetris/simetris
- rasa raba ringan : simetris/simetris/simetris
12
b. Rasa propioseptik
- rasa getar : simetris/simetris/simetris
- rasa tekan : simetris/simetris/simetris
- rasa nyeri tekan : simetris/simetris/simetris
c. Rasa enteroseptik : referred pain (-)
d. Rasa kombinasi
- stereognosis : tidak di evaluasi
- barognosis : tidak di evaluasi
- graphestesia : tidak di evaluasi
- two point tactile discrimination : tidak di evaluasi
- sensory extinction : tidak di evaluasi
- loss of body image : tidak di evaluasi
Refleks Fisiologis
- Refleks biceps : +3/+2
- Refleks ticeps : +3/+2
- Refleks patella : +3/+2
- Refleks achilles : +3/+2
Refleks Patologis
- Refleks Hoffman : (-)/(-)
- Refleks Tromner : (-)/(-)
- Refleks babinsky : (+)/(-)
- Refleks Chadock : (+)/(-)
- Refleks Oppenheim : (-)/(-)
- Refleks Rosolimo : (-)/(-)
- Refleks Gordon : (-)/(-)
- Refleks Schaefer : (-)/(-)
- Refleks Mendel Bachterew : (-)/(-)
- Refleks Stransky : (-)/(-)
- Refleks Gonda : (-)/(-)
Susunan saraf otonom
- miksi : normal
13
- salivasi : normal
- defekasi : normal
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan CT-Scan : CVA - ICH
G. RESUME
Seorang perempuan 45 tahun dengan keluhan utama tangan dan kaki
kanan terasa lemas. Penderita awalnya sering merasa pusing namun tidak
dirasakan. 1 bulan yang lalu penderita muntah-muntah dan akhirnya tiba-tiba
pingsan disaat menggoreng makanan. Kemudian penderita langsung dibawa
ke Rumah Sakit Umum daerah Sidoarjo. Setelah sadar, tangan dan kaki kanan
penderita terasa lemah dan tidak bisa digerakkan. Saat itu penderita juga
merasa pelo.
Sekarang keluhan dirasakan agak berkurang, tangan kanan masih terasa lemas
namun sudah bisa digerakkan, kaki masih terasa berat, pusing sudah jarang, pelo
berkurang dan terasa kesemutan, mual dan muntah sudah tidak dirasakan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum cukup, composmentis.
Tanda vital T:210/120 mmHg, N: 96 x/menit, RR: 28 x/menit, S:36,80C, BB:45
kg, TB:155 cm, Status neurologis :
Pembicaraan : disarthria
Reflek cahaya : +/+
PBI : 3mm/3mm
N. Cranialais
N. XII : parese dextra tipe sentral
Motorik :
Extremitas superior : 3 / 5
Extremitas inferior : 2 / 5
Reflek fisiologis
Reflek tendon
Biceps :+2/
Triceps :+2/
14
Patella :+2/
achilles :+2/
Reflek patologis :
Hoffman/ trommner : (-)/(-)
Babinski : (+)/(-)
Chaddock : (+)/(-)
Oppenheim : (-)/(-)
H. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS
Diagnosis Biologis
1. Klinis : Hemiparese Dextra, parese N XII dekstra tipe sentral ,
Hypertension
2. Topis : Capsula Interna
3. Etiologi : CVA hemorragic
Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya
1. Status ekonomi kurang.
2. Penyakit mengganggu aktifitas sehari-hari.
3. Kondisi lingkungan rumah yang tidak sehat.
I. PENATALAKSANAAN
Non Medika mentosa
1. Diet Rendah Garam
Diharapkan agar penderita mampu mengontrol tensi darah yang
dapat memperparah kondisi penderita.
2. Latihan fisik
Diharapkan penderita dapat memulihkan kekuatan otot-otot anggota
gerak yang lemas agar tidak terjadi atropi otot.
Medikamentosa
1. Nifedipin 2x1
2. Piracetam 1x1
3. Neurosanbe 1x1
15
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis.
Penderita tinggal serumah dengan Tn.M (Suami penderita) dan
sdri.A (anak penderita).
2. Fungsi Psikologis.
Hubungan komunikasi antar individu dalam keluarga tersebut
terjalin cukup dekat antara satu dengan yang lain. Tn.M bekerja sebagai
penambal ban dari pagi dan pulang di sore harinya. 1 orang anaknya
Sdri.A bersekolah, sedangkan anak-anaknya yang lain sdr.M dan Sdri.I
sudah menikah dan tinggal bersama pasangannya di rumah yang berbeda.
Penderita sendiri tidak bekerja, dan hanya bisa tidur dikarenakan kaki
penderita masih lemas.
Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara
musyawarah. Meskipun penghasilan mereka tak berkecukupan, namun
mereka tetap hidup bahagia dan memasrahkan semuanya kepada Tuhan.
3. Fungsi Sosial
Penderita memiliki sifat tertutup, kurang suka bergaul dengan
tetangga sekitar rumahnya. Dalam masyarakat penderita hanya sebagai
anggota masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu
dalam masyarakat.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan dari Tn.M yang bekerja
sebagai penambal ban dan dari anak-anaknya yang bekerja di sablon dengan
total penghasilan sebesar Rp. 500.000,00 perbulannya.
Penghasailan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan 3 orang
anggota rumah tersebut. Untuk biaya hidup sehari-hari seperti makan, minum,
biaya sekolah dan iuran listrik hanya mengandalkan uang yang ada dan tidak
pernah menyisihkannya uang untuk biaya-biaya mendadak (seperti biaya
16
pengobatan dan lain-lain). Untuk kebutuhan air dengan menggunakan pompa
air. Untuk memasak memakai kompor gas. Makan sehari-hari dengan lauk,
tahu, tempe, kadang daging, buah dan frekuensi makan kadang-kadang 2-3
kali sehari. Penderita sudah memiliki kartu Jamkesmas yang dapat
dipergunakan sebagai kartu jaminan untuk berobat.
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Penderita memiliki sifat tertutup dengan lingkungan sosialnya,
tetapi memiliki hubungan dan komunikasi yang cukup baik dengan Tn.M,
sdr.M, dan sdri. I sehingga jika ada permasalahan yang dihadapi penderita
bercerita pada mereka.
B. APGAR SCORE
ADAPTATION
Penderita selalu mendapat dukungan dari seluruh anggota keluarganya atas
masalah yang dihadapi penderita, baik dukungan moral, spiritual, dan memberi
motivasi untuk rajin minum obat dan latihan fisik agar penderita bisa berjalan
kembali.
PARTNERSHIP
Penderita sadar bahwa ia merupakan orang yang mengatur segala keperluan
rumah tangga dalam keluarganya. Dimana seluruh anggota keluarga tersebut juga
menghargai penderita. Hubungan komunikasi antar anggota keluarga juga berjalan
dengan baik.
GROWTH
Penderita sadar bahwa ia harus bersabar dalam menghadapi penyakitnya,
yaitu dengan mau rutin mengkonsumsi obat, selalu kontrol ke puskesmas, melakukan
latihan fisik dan juga mematuhi saran yang diberikan oleh dokter yang merawatnya.
AFFECTION
Penderita merasa hubungan kasih dan interaksi dengan masing-masing
individu yang ada dalam rumah tersebut adalah cukup baik meskipun akhir-akhir ini
ia sering menderita sakit.
17
RESOLVE
Penderita merasa cukup puas dengan kebersamaan yang ada didalam
keluarga tersebut. Masih terjalinnya komunikasi yang efektif membuat penderita
menjadi nyaman.
APGAR Ny.T Terhadap Keluarga Sering/selalu
Kadang-kadang
Jarang/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 9 fungsi keluarga dalam keadaan baik
Ny.T tidaklah bekerja, sehingga kesehariannya hanya dihabiskan
untuk beristirahat dan melakukan latihan fisik untuk memulihkan
kelemahan tangan dan kaki kanannya. Walaupun intensitas bertemu
dengan Tn.M yang terbatas oleh karena kesibukannya, Ny.T masih merasa
puas dengan kebersamaan didalam keluarga tersebut.
APGAR Tn.M Terhadap Keluarga Sering/selalu
Kadang-kadang
Jarang/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
18
Total poin = 9, fungsi keluarga dalam keadaan baik
Tn.M bekerja sebagai penambal ban, ia bekerja dari pagi hari
hingga sore hari, sehingga ia sulit untuk membagi waktu dengan
keluarganya, walaupun demikian ia masih berusaha menyempatkan waktu
untuk berkomunikasi dengan keluarganya.
APGAR An.A. Terhadap Keluarga Sering/selalu
Kadang-kadang
Jarang/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 9, fungsi keluarga dalam keadaan baik
An.A saat ini sedang duduk di kelas IV Sekolah dasar, aktivitasnya
sepulang sekolah adalah belajar, bermain bersama tetangganya, dan
menjaga dan mengawasi ibunya.
Secara keseluruhan total poin dari APGAR keluarga Ny.T adalah
27, sehingga rata-rata APGAR dari keluarga Ny.T adalah 9. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga Ny.T dan
anggota keluarganya dalam keadaan baik. Hubungan antar individu dalam
keluarga tersebut terjalin baik.
19
C. SCREEMSUMBER PATHOLOGY KET
Sosial Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga dengan saudara partisipasi mereka dalam masyarakat cukup meskipun banyak keterbatasan.
_
Cultural Kepuasan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat dari komunikasi sehari-hari dalam keluarga dan selalu berprilaku saling tolong-menolong.
_
ReligiusAgama menawarkan pengalaman spiritual yang baik untuk ketenangan individu yang tidak didapatkan dari yang lain
Pemahaman agama cukup. Namun penerapan ajaran agama cukup baik, hal ini dapat dilihat dari penderita dan anggota keluarganya rutin menjalankan sholat.
-
Ekonomi Ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke bawah, untuk kebutuhan primer kadang sudah bisa terpenuhi, meski belum mampu mencukupi kebutuhan sekunder.
+
Edukasi Pendidikan dan tingkat pengetahuan anggota keluarga kurang memadai.
+
MedicalPelayanan kesehatan puskesmas memberikan perhatian khusus terhadap kasus penderita
Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan yang lebih baik Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga ini biasanya menggunakan Puskesmas dan hal ini mudah dijangkau karena letaknya dekat.
_
Keterangan :
Edukasi (+) artinya keluarga Ny.T menghadapi permasalahan
dalam bidang pendidikan. Kurangnya pendidikan dan informasi
tentang kesehatan menyebabkan kurangnya kesadaran akan
kesehatan individu sehingga keluarga tersebut rawan akan
terjadinya penyakit.
Ekonomi (+) artinya keluarga Ny.T menghadapi permasalahan
dalam bidang perekonomian. Minimnya pendapatan keluarga yaitu
Rp.500.000,- /bulan yang digunakan untuk kebutuhan 3 orang
anggota rumah tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kualitas
kesehatan keluarga tersebut, yaitu misalnya rendahnya pemenuhan
kebutuhan gizi dalam keluarga tersebut.
20
D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Alamat lengkap : Krembangan RT 4 RW 1, Kecamatan Taman, Kabupaten
Sidoarjo
Diagram 1. Genogram Keluarga Ny.T
Dibuat tanggal 12 Agustus 2013
Sumber : Data Primer, 12 Agustus 2013
Keterangan : Ny.T : PenderitaTn.M : Suami penderitaSdr.M : Anak penderitaSdri. I : Anak penderitaSdri. A : Anak penderita
E. Informasi Pola Interaksi Keluarga
Keterangan : : hubungan baik
: hubungan tidak baik
21
Ny.T45 thpenderita
Berdasarkan gambaran pola interaksi dalam anggota keluarga diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang baik antar masing-masing
individu dalam keluarga tersebut.
F. Pertanyaan Sirkuler
1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh suami?
Jawab :
Suami merawat penderita dan menyiapkan kebutuhan penderita.
2. Ketika suami bertindak seperti itu apa yang dilakukan anak?
Jawab :
Anak mendukung apa yang dilakukan oleh ayah.
3. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?
Jawab :
Keputusan bisa diambil oleh suami penderita atau sdr.M sebagai anaknya.
4. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?
Jawab :
Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah suami.
5. Selanjutnya siapa?
Jawab :
Selanjutnya adalah anak penderita.
6. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita?
Jawab :
Anak, karena waktu yang dihabiskan bersama penderita sangat sedikit.
7. Siapa yang selalu tidak setuju dengan penderita?
Jawab :
Tidak ada, karena penderita adalah ibu, jadi suami dan anaknya
menghormati dan menghargai semua keputusan yang diambil penderita.
8. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga lainnya?
Jawab :
Ayah, karena sebagian besar keputusan di dalam keluarga diambil oleh
ayah.
22
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku Keluarga
Ny.T tinggal di rumah yang sangat sederhana, ia dan anggota
keluarganya belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang kesehatan
khususnya tentang stroke.
Lingkungan di dalam rumah pasien tidak tertata dengan rapi , tampak
makanan dan pakaian yang berserakan di ruangan yang menjadi satu dengan
kamar pasien. Dapat juga ditemukan pegangan dari kayu yang dibuat oleh
suami penderita untuk latihan berjalan bagi penderita. Penderita sehari-hari
hanya istirahat dan buang air besar dan kecil juga di atas tempat tidur.
Sedangkan suami penderita tidur di teras rumah saat malam hari. Suami
penderita sangat suka merokok meskipun di depan penderita.
Keluarga ini memiliki jamban sendiri di dalam rumahnya dan untuk
kegiatan mencuci dan mandi keluarga ini menggunakan air dari pompa air
yang ada di rumah.
2. Faktor Non Perilaku
Dari segi perekonomian, keluarga ini termasuk keluarga menengah
ke bawah. Keluarga ini memiliki dua sumber penghasilan yaitu dari Tn.M
yang bekerja sebagai penambal ban dan sdr.M yang bekerja sebagai
tukang sablon.
Rumah yang dihuni keluarga ini kurang memadai karena hanya
memiliki satu ruangan yang digunakan sebagai ruang tamu maupun kamar
tidur.
23
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 4 x 5 m2 yang
berdempetan dengan rumah tetangganya dan menghadap ke Selatan. Memiliki
teras di depan rumahnya dan tidak menggunakan pagar. Terdiri dari ruang
tamu yang sekaligus sebagai kamar tidur, dapur dan kamar mandi yang
memilki fasilitas jamban. Terdiri dari 3 pintu keluar, yaitu 1 pintu depan, 1
pintu tengah, dan 1 pintu kamar mandi. Jendela hanya 1 buah di ruang tamu.
Lantai rumah terbuat dari bahan semen. Ventilasi dan penerangan rumah
masih kurang. Atap rumah tersusun dari genteng. Dinding rumah terbuat dari
batubata dan dicat. Perabotan rumah tangga minim. Sumber air untuk
kebutuhan sehari-harinya keluarga ini menggunakan mesin pompa air. Secara
keseluruhan kebersihan rumah masih kurang. Sehari-hari keluarga memasak
menggunakan kompor gas.
Denah Rumah :
KM Dapur,cuci pakaian,gudang
Ruang Tamu, ruang makan, r.makan
Teras
Keterangan :
: Jendela
: Satu Pintu
: Tembok Bata
: Teras
24
BAB IV
DAFTAR MASALAH
1. Masalah aktif :
a. Stroke perdarahan
b. Kondisi ekonomi lemah
c. Pengetahuan penderita dan anggota keluarga yang kurang tentang penyakit
Stroke
d. Hipertensi sebagai faktor resiko terjadinya stroke perdarahan
2. Faktor resiko :
a. Suami yang merokok
DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)
25
Ny.T 54 tahunPerekonomian keluarga yang masih kurang
Hipertensi
Pengetahuan keluarga dan penderita mengenai penyakit stroke yang kurang
Perilaku hidup sehat yang masih kurang
BAB V
PATIENT MANAGEMENT
A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT
1. Suport Psikologis
Pasien memerlukan dukungan dari semua anggota keluarga dan
dokter yang merawatnya, misalnya dengan cara memperhatikan berbagai
permasalahan penderita dan memberikan solusinya, disamping tetap
memperhatikan kondisi kesehatan penderita itu sendiri dengan rutin
mengajak penderita untuk kontrol di puskesmas terdekat.
Pasien juga diarahkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan
dengan rajin ibadah, berdoa.
2. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien
Memberikan informasi kepada pasien dan anggota keluarganya
tentang penyakit yang dideritanya Ny.T secara menyeluruh, dari
pencegahan, pengobatan dan memulihkan kondisinya.
Pasien harus diberi pengertian tentang pentingnya pengobatan
secara rutin untuk mengupayakan kesembuhannya, sehingga pasien dapat
sembuh sesuai dengan harapan.
3. Pengobatan
Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera
dalam penatalaksanaan.
4. Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Pencegahan dan promosi kesehatan sangatlah berperan dalam
kesembuhan pasien. Dapat berupa perubahan tingkah laku (latihan fisik),
lingkungan (keluarga tidak merokok terutama di depan pasien),
meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara diet makanan bergizi.
26
B. PREVENSI STROKE UNTUK ANGGOTA KELUARGA
Pada prinsipnya secara umum prevensi untuk stroke adalah sama
dengan prevensi stroke untuk penderita, namun dalam hal ini diutamakan
untuk menjaga pola makan dan meningkatkan aktivitas fisik. Misalnya dengan
cara sebagai berikut :
1. Bagi keluarga kurangi makanan tinggi garam, tinggi kholesterol dan
karbohidrat.
2. Diusahakan agar penderita melakukan latihan fisik secara teratur untuk
memulihkan keadaan penderita.
3. Istirahat yang cukup.
4. Makan-makanan yang bergizi, hindari rokok dan alkohol.
.
27
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE
A. LATAR BELAKANG
Stroke menjadi penyebab kematian tertinggi di wilayah perkotaan.
Jumlahnya mencapai 15,9 persen dari proporsi penyebab kematian di
Indonesia (Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) ,2007). Di Indonesia menurut
survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995, stroke merupakan salah
satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama yang harus ditangani
dengan segera, tepat dan cermat.(Ahmar, 2006).
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih
merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada
umumnya. Untuk mengatasi masalah penting ini diperlukan strategi
penangulangan Stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan
promotif.(Israr, 2007).
Stroke adalah suatu gangguan neurologis akut, yang disebabkan oleh
karena gangguan peredaran darah ke otak, dimana secara mendadak (dalam
beberapa detik), atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan
tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu.(Chandra,
1994).
Menurut WHO, stroke didefinisikan sebagai manifestasi klinik dari
gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang
berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir
dengan maut, tanpa ditemukan penyebab selain daripada gangguan vascular.
(Chandra,1994)
Stroke hemorragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak yang menyebabkan pengeluaran darah ke parenkim
otak, ruang cairan cerebrospinal di otak, atau keduanya. Adanya perdarahan
ini pada jaringan otak menyebabkan terganggunya sirkulasi di otak yang
mengakibatkan terjadinya iskemik pada jaringan otak yang mengakibatkan
28
otak tidak mendapat darah lagi, serta terbentuknya hematom di otak yang
mengakibatkan penekanan. Proses ini memacu peningkatan tekanan
intrakranial sehingga terjadi perubahan dan herniasi jaringan otak yang dapat
mengakibatkan kompresi pada batang otak.(Harsono, 2005)
B. DEFINISI
Stroke adalah suatu gangguan neurologis akut, yang disebabkan oleh
karena gangguan peredaran darah ke otak, dimana secara mendadak (dalam
beberapa detik), atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan
tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu.(Chandra,1994)
C. KLASIFIKASI STROKE
Infark regional kortikal, subkortikal ataupun infark regional di batang otak
terjadi karena kawasan pendarahan suatu arteri tidak atau kurang mendapat
jatah darah lagi. Jatah darah tidak dapat disampaikan ke daerah tersebut oleh
karena arteri yang bersangkutan tersumbat atau pecah. Lesi yang terjadi
dinamakan infark iskhemik jika arteri tersumbat dan infark hemoragik bila
arteri pecah.(Chandra, 1994; Sidharta, 2005)
Stroke iskhemik secara patogenetis dapat dibagi menjadi:
1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskhemik yang disebabkan karena
trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke dalam arteri
serebri media.
2. Stroke embolik, yaitu stroke iskhemik yang disebabkan oleh
karena emboli yang pada umumnya berasal dari jantung.(Sidharta, 2005)
Di klinik stroke iskhemik dapat diklasifikasikan menurut manifestasi klinik
sebagai :
1. TIA (transient ischemic attack), yaitu semua gejala neurologis
sembuh dalam 24 jam
2. RIND (reversible ischemic neurologic deficit), yaitu gejala
neurologis menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam.
29
3. Progresive stroke, yaitu gejala neurologis bertambah lama
bertambah berat.
4. Complete stroke, yaitu gejala neurologis dari permulaan sudah
maksimal (stabil). (Chandra, 1994)
Stroke hemoragik atau perdarahan dibagi menjadi :
1. Perdarahan intraserebral, yaitu perdarahan di dalam jaringan otak.
2. Perdarahan subarakhnoidal, yaitu perdarahan di ruangan
subarakhnoid, yang disebabkan oleh karena pecahnya suatu aneurisma
atau arterio-venous malformation (AVM).(Sidharta, 2005; Mardjono,
2003)
D. FAKTOR RESIKO
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
1. Umur
Umur diatas 50 tahun terjadi peningkatan resiko terjadinya stroke.
2. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki resiko lebih besar untuk terjadinya stroke
3. Suku Bangsa
4. Riwayat Stroke/TIA
5. Riwayat keluarga dengan stroke
b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
1. Major
a) Hipertensi
Hipertensi sistolik maupun diastolik merupakan faktor resiko untuk
stroke iskhemik maupun stroke hamoragik
b) Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti penyakit jantung rematik, penyakit
jantung koroner dengan infark miokard, dan aritmia kardiak
merupakan faktor resiko untuk stroke iskhemik
30
c) Diabetes Melitus
2. Minor
a) Hiperlipidemia
b) Hematokrit > 45 %
c) Merokok
d) Pil kontrasepsi
e) Alkohol
f) Obesitas (Harsono, 2005; Chandra, 1994)
E. DEFINISI STROKE PERDARAHAN
Stroke perdarahan atau hemorrhagic stroke karena ditemukan adanya
darah di dalam otak yang dalam keadaan normalnya tidak ada. Yang menjadi
masalah pada pasien dengan penyakit ini adalah ditemukannya darah di dalam
otak yang berasal dari pembuluh darah otak yang pecah. (Ahmar, 2006)
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan
parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi
keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak
melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan
iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial pada
gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang
otak.(Sidharta, 2005)
Perdarahan Intraserebral (PIS)
a. Definisi
Perdarahan di jaringan otak. (Chandra, 1994)
31
b. Patofisiologis
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi
kronik, Faktor resiko lain penyebab perdarahan intraserebral antara lain
bertambahnya usia, merokok, konsumsi alkohol, dan serum kolesterol
rendah. Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh
darah kecil, terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang
mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-
pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi robekan dan
reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya
terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma Charcot-
Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai
pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah
menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak. (Chandra, 1994)
c. Gejala Klinis
1. Terjadinya perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu
melakukan aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa
peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan
memori, bingung, perdarahan retina, dan epistaksis.
2. Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai
hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.
3. Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks
pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi.
32
4. Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TIK),
misalnya papil edema dan perdarahan subhialoid.(Ahmar, 2006)
d. Diagnosis
Computed Tomography (CT-scan) merupakan pemeriksaan
paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah
perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai
stabilitas. Bedah emergensi dengan mengeluarkan massa darah
diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami peningkatan volume
perdarahan. Magnetic resonance imaging (MRI) dapat menunjukkan
perdarahan intraserebral dalam beberapa jam pertama setelah
perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung stadium disolusi
hemoglobinoksihemoglobin-deoksihemogtobin-methemoglobin-
ferritin dan hemosiderin.(Sidharta, 2005; Ahmar, 2006)
e. Terapi
Pengobatan perdarahan akut intraserebral termasuk perlindungan
jalan nafas, ventilasi yang memadai, dan tingkat tekanan darah di bawah
tekanan arteri rata-rata 130 mmHg. Keseimbangan cairan dan suhu tubuh
harus dipertahankan pada tingkat normal. Tekanan intrakranial meningkat
mungkin memerlukan osmotheraphy, hiperventilasi terkontrol, atau
barbiture-koma. Pemberian kortikosteroid umumnya dihindari. Terlepas
dari kasus penderita perdarahan cerebellar, setiap keputusan tentang
apakah, bagaimana, dan kapan melakukan intervensi neurosurgically
setelah perdarahan intraserebral masih menjadi perdebatan saat ini dan
33
menunggu hasil percobaan prospektif yang sedang berlangsung. Sampai
saat ini semua upaya uji klinis telah gagal menunjukkan keunggulan
evakuasi hematoma melalui terapi medis, kecuali perdarahan cerebellar,
dimana operasi untuk massa besar mungkin menyelamatkan nyawa dan
dapat diikuti oleh hasil klinis yang memuaskan.(Chandra, 1994;Mardjono,
2003)
Perdarahan subarachnoid (PAS)
a. Definisi
Perdarahan subaracnoid adalah keadaan yang akut, karena terjadi
perdarahan ke dalam ruangan subarachnoid. Biasanya disebabkan oleh
aneurisma yang pecah (50%), pecahnya malformasi arteriovena (5%),
asalnya primer dari perdarahan intraserebral (20%) dan cedera kepala.
(Poerwadi, 2006;Ahmar, 2006;Harsono, 2005)
b. Patofisiologis
Sebagian besar penyebab perdarahan spontan pada ruang
suabarakhnoid adalah pecahnya aneurisma sakular di dasar otak. Jika
dulu dikatakan bahwa aneurisma pembuluh darah intracranial adalah
congenital, ternyata anggapan tersebut tidak benar. Sebab aneurisma
hamper tidak pernah dijumpai pada neonates, dan jarang dijumpai pada
anak. Kalaupun dijumpai pada anak, biasanya ada faktor yang
mendasari terjadinya aneurisma, seperti trauma, infeksi atau kelainan
jaringan ikat. Defek yang sering dijumpai pada percabangan pembuluh
34
darah ini disebut juga celah Forbus. Dari hipotesis menyatakan bahwa
aneurisma terjadi karena adanya penebalan lapisan intima pada bagian
tertentu dari pembuluh darah otak, sehingga bagian tersebut tidak lentur
lagi. Tekanan hemodinamik mengakibatkan regangan yang lebih besar
pada bagian lain dari pembuluh darah yang masih tetap elastik.
(Chandra, 1994;Harsono, 2005)
Komplikasi tersering dari perdarahan subarachnoid adalah :
1. Perdarahan Ulang
Jika terjadi, lebih sering letal (50%) daripada perdarahan
subarakhnoid awal. Resiko perdarahan ulang adalah 20% pada
hari 14 pertama setelah SAH awal, dan 50% pada enam bulan
pertama, jika aneurisma belum diobliterasi. Tidak seperti SAH
awal, perdarahan ulang sering menimbulkan hematoma
intraparenkimal yang besar, karena ruang subarakhnoid di
sekitara neurisma sebagian tertutup oleh adesi yang disebabkan
oleh perdarahan awal. Pada kasus-kasus tersebut, manifestasi
klinis dan perjalanan perdarahan ulang aneurismal adalah
seperti yang dideskripsikan di atas mengenai perdarahan
intraserebral spontan.(Harsono, 2005; Sidharta,2005)
2. Vasospasme
Iskemia otak tertunda dari vasospasme untuk sebagian
besar morbiditas dan mortalitas terjadi setelah SAH.
Penyempitan arteri progresif berkembang setelah SAH pada
35
sekitar 70% dari pasien, tetapi defisit iskemia tertunda
berkembang hanya 20% sampai 30%. Proses ini dimulai 3
sampai 5 hari setelah pendarahan, menjadi maksimal pada 5
sampai 14 hari, dan selesai secara bertahap lebih dari 2 sampai
4 minggu. Vasospasme simptomatik biasanya meliputi
penurunan tingkat kesadaran, hemiparesis, atau keduanya, dan
proses ini biasanya paling parah pada aneurisma. Dalam kasus
yang lebih parah, gejala berkembang sebelumnya setelah
pecahnya aneurisma, dan daerah vaskular ikut terlibat.
Meskipun tebal, darah subarachnoid merupakan faktor pemicu
utama, penyebab yang tepat dari penyempitan arteri setelah
SAH kurang dipahami. Vasospasme tidak hanya disebabkan
oleh vaskular yang halus-kontraksi otot, perubahan
arteriopathic terlihat di dinding pembuluh, termasuk edema
subintimal dan infiltrasi dari leukosit. (Harsono, 2005;
Sidharta,2005)
3. Hidrosefalus
Hidrosefalus akut terjadi pada 15% sampai 20% pasien
dengan SAH dan terutama berkaitan dengan volume
intraventricular dan darah subarachnoid. Dalam kasus ringan,
hidrosefalus menyebabkan lesu, perlambatan psikomotor, dan
gangguan memori jangka pendek. Temuan lainnya termasuk
keterbatasan menatap ke atas, kelumpuhan saraf kranial
36
keenam, dan hyperreflexia ekstremitas bawah. Dalam kasus
yang lebih parah, hidrosefalus obstruktif akut menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial. Pasien yang terkena dampak
stupor atau koma, dan progresif batang otak herniasi akan
mengakibatkan produksi CSF yang menerus, kecuali kateter
ventrikular dimasukkan. (Harsono, 2005; Sidharta,2005).
c. Gejala Klinis
1. Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,
dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit. Kurang lebih
25% penderita didahului nyeri kepala hebat.
2. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang,
gelisah dan kejang.
3. Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam
beberapa menit sampai beberapa jam.
4. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
5. Fundus Okuli : 10% penderita mengalami edema papil beberapa jam
setelah perdrahan. Perdarahan retina berupa perdarahan subhialoid
(10%), merupakan gejala karakteristik perdarahan subarakhnoid karena
pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis
interna.
6. Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi
atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau
gangguan pernafasan.(Poerwadi, 2006; Israr, 2008).
d. Diagnosis
1. CT Scan
37
CT harus menjadi diagnostik studi pertama untuk menetapkan
diagnosis SAH, karena ketersediaan siap dan kemudahan penafsiran.
Ketika SAH misdiagnosed, kesalahan diagnostik yang paling umum
adalah kegagalan untuk memperoleh CT scan. CT paling sering
menunjukkan baur darah di waduk basal; dengan lebih parah
perdarahan, darah meluas ke sylvian dan celah interhemispheral,
sistem ventrikel, dan di atas convexities. (Harsono, 2005;
Sidharta,2005; Israr, 2008).
2. Lumbar Puncture
CSF biasanya terlalu berdarah. SAH dapat dibedakan dari
traumatis oleh penampilan xanthochromic (kuning-diwarnai)
centrifuged supernatant. Namun, xanthochromia dapat berlangsung
hingga 12 jam, tekanan CSF hampir selalu tinggi dan protein juga
meninggi. Pada awalnya, proporsi CSF leukosit untuk eritrosit
adalah bahwa darah perifer, dengan rasio biasa 1:700. Setelah
beberapa hari reaktif pleocytosis dan kadar glucose rendah dapat
berkembang dari steril meningitis kimia yang disebabkan oleh darah.
Sel darah merah dan xanthochromia menghilang sekitar 2 minggu,
kecuali perdarahan berulang. (Harsono, 2005; Sidharta,2005; Israr,
2008).
3. Angiografi
Angiografi otak adalah prosedur diagnostik definitif untuk
mendeteksi aneurisma intrakranial dan mendefinisikan anatomi
38
mereka. Meskipun peningkatan ketersediaan dan gambar kualitas
CT dan MRA telah memungkinkan beberapa pusat menggunakan
tes ini untuk membuat diagnosis awal, angiogram empat-vessel
yang melibatkan bilateral karotid internal dan arteri vertebralis
suntikan wajib ketika tes ini negatif. Selain itu, angiografi
dilakukan selama penyisipan kumparan atau setelah aplikasi bedah
klip ini umumnya disarankan untuk mengevaluasi kecukupan
aneurisma perbaikan dan layar untuk aneurisma sekunder lebih
kecil yang dapat terjawab oleh CT atau Mr Vasospasm, trombosis
lokal, atau sedikt teknik dapat mengakibatkan angiogram palsu-
negatif. Untuk alasan ini, pasien dengan angiogram negatif pada
pemeriksaan pertama harus memiliki studi lanjutan 1 untuk 2
minggu kemudian; aneurisma akan didapatkan sekitar 5% dari
kasus ini. Pengecualian aturan ini adalah pasien dengan
perimesencephalic SAH, yang biasanya tidak memerlukan
angiografi. (Harsono, 2005; Sidharta,2005; Israr, 2008)
e. Terapi
Semua pasien dengan perdarahan subaraknoid harus dievaluasi dan
ditatalaksana dengan prinsip-prinsip kegawatdaruratan dengan menjaga
airway dan fungsi kardiovaskular. Setelah stabilisasi pertama, pasien
harus dipindahkan ke center dengan ahli neurovaskular dan lebih baik
lagi disertai dengan dedicated neurologic critical care unit untuk
mengoptimalkan perawatan. Setelah itu, tujuan utama penatalaksanaan
adalah pencegahan kembalinya perdarahan, pencegahan dan pengaturan
39
vasopasme dan penatalaksanaan komplikasi medik dan neurologik
lainnya. (Jose, 2006).
Terapi Umum
Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal, dan jika perlu, agen
antihipertensi intravena seperti labetalol dan nikardipin dapat digunakan.
Setelah aneurisma diamankan, hipertensi tidak masalah lagi tetapi tidak
ada kesepakatan berapa rentang amannya. Analgetik sering diperlukan dan
agen reversibel seperti narkotik juga diindikasikan. Dua faktor penting
yang dihubungkan dengan hasil akhir yang buruk adalah hiperglikemi dan
hipertermi, keduanya harus segera dikoreksi. Profilaksis terhadap
trombosis vena dalam harus ditatalaksana segera dengan peralatan
kompgresif sekuensial dan heparin subkutan harus ditambahkan setelah
aneurisma ditatalaksana. Antagonis kalsium mengurangi resiko komplikasi
iskemik, dan nimodipin oral juga direkomendasikan. Pemberian jangka
panjang agen anti-fibrinolisis mengurangi kembalinya perdarahan tetapi
dihubungkan dengan peningkatan resiko iskemik serebral dan kejadian
trombotik sistemik. Penatalaksanaan segera untuk aneurisma telah menjadi
tindakan pencegahan utama kembalinya perdarahan, tetapi terapi anti-
fibrinolisis dapat digunakan dalam jangka pendek sebelum tata laksana
aneurisma dilakukan.(Jose, 2006)
Pilihan Terapi untuk Aneurisma
Kini, dua pilihan terapetik utama untuk mengamankan aneurisma yang
ruptur adalah microvascular neurosurgical clipping dan endovascular
coiling. Selama ini, microsurgical clipping merupakan metode yang lebih
disukai. Meskipun waktu yang tepat untuk dilakukan pembedahan masih
diperdebatkan, kebanyakan ahli bedah neurovaskular merekomendasikan
operasi segera.(Jose, 2006).
Bukti dari percobaan klinik mendukung bahwa pasien yang dilakukan
pembedahan segera memiliki tingkat yang lebih rendah atas kembalinya
40
perdarahan dan cenderung jauh lebih baik daripada pasien yang dioperasi
lebih lambat. Pengamanan aneurisma yang ruptur juga akan memfasilitasi
penatalaksanaan komplikasi selama vasospasme serebral. Meskipun
banyak ahli bedah neurovaskular menggunakan hipotermi ringan selama
microsurgical clipping aneurisma, belum terbukti bermanfaat pada pasien
dengan perdarahan subaraknoid grade rendah.(Jose, 2006).
Penatalaksanaan endovaskular aneurisma telah hadir sebagai
alternative terhadap terapi bedah selama 15 tahun terakhir. Coils terbuat
dari platinum dan disambungkan dengan kabel pembawa (red: seperti
trokar). Setelah posisi yang benar di dalam aneurisma didapatkan, coils
dilepaskan dari kabel. Multiple coils dengan panjang dan diameter
bervariasi sering dimuat ke dalam aneurisma untuk mengeluarkannya dari
sirkulasi.(Jose, 2006).
International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) secara prospektif
memeriksa pasien-pasien dengan aneurisma yang dianggap cocok untuk
dilakukan endovascular coiling atau microsurgical clipping. Terutama
untuk sub-grup pasien ini, hasil yang baik (didefinisikan sebagai bebas
cacat selama 1 tahun) signifikan terjadi lebih sering pada pasien-pasien
yang dilakukan endovascular coiling daripada surgical placement of clips.
Resiko epilepsi lebih rendah pada pasien-pasien yang dilakukan
endovascular coiling tetapi resiko kembalinya perdarahan lebih tinggi.
Selain itu, pasien yang di-follow-up dengan angiografi serebral, tingkat
terjadinya complete occlusion pada aneurisma lebih tinggi daripada
surgical clipping.(Jose, 2006).
International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) merupakan
penelitian yang memvalidasi teknik endovascular coiling. Namun
demikian, banyak aneurisma tidak benar-benar cocok baik dengan
microsurgical clipping ataupun endovascular coiling. Pada kasus
individual, beberapa faktor, seperti usia dan kondisi medis keseluruhan
pada pasien serta lokasi, morfologi dan hubungan dengan pembuluh darah
terdekat dari aneurisma, perlu dianalisis untuk memutuskan
41
penatalaksanaan yang paling cocok. Secara umum, pasien berusia lanjut
atau pasien dengan kondisi medik yang buruk sering lebih cocok dengan
endovascular coiling. Aneurisma pada sirkulasi vertebrobasilar atau
aneurisma dalam pada basis kranii, seperti aneurisma paraophtalmik,
mungkin lebih mudah diakses dengan pendekatan endovaskular. Wide-
neck aneurysms (rasio diameter leher dengan lingkar terbesarnya lebih dari
0,5) cenderung kurang cocok dengan endovascular coiling. Aneurisma
yang dihubungkan dengan hematom parenkimal dan yang memiliki
cabang-cabang normal yang muncul dari basis atau dome sering lebih
cocok dengan microsurgical clipping. Sebagai tambahan, untuk aneurisma
yang menyebabkan efek massa lokal, terapi bedah lebih efikasius. Untuk
melakukan analisis lengkap terhadap variabel spesifik di antara pasien dan
tipe aneurisma yang diperlukan untuk menentukan penatalaksanaan yang
cocok pada individu tertentu, kami merekomendasikan evaluasi dilakukan
oleh praktisi yang memiliki pengetahuan rinci tentang bedah
neurovaskular, teknik endovaskular dan neurologic critical care.(Jose,
2006)
.
F. Rehabilitasi Stroke
Pendekatan tim untuk rehabilitasi stroke, mulai dari unit pemulihan stroke
dengan physiatrists berpengalaman dan ahli terapi fisik, telah terbukti
bermanfaat untuk pemulihan pasien yang optimal. Pendekatan ini sangat
membantu dalam mencegah berbagai komplikasi dari stroke seperti infeksi,
kontraktur, dan decubiti, dan memaksimalkan kebebasan pasien dengan
hemiplegia/paresis dengan mengajarkan mereka untuk berpindah secara
efektif dari tempat tidur ke kursi roda. Kegiatan hidup sehari-hari dapat
dioptimalkan dengan kebersihan pribadi, berpakaian, dan juga makan. Depresi
adalah kondisi yang sering ada pada stroke, sebagian karena adanya
42
ketidakmampuan secara fisik tetapi juga karena ada perubahan kimia otak,
yang dapat merespon dengan baik untuk inhibitor selektif serotonin-reuptake
(SSRI) dan antidepresan trisiklik. Terapis untuk kemampuan bicara harus
dikonsultasikan untuk membantu pasien meningkatkan keterampilan
komunikasi mereka dan keterampilan ADL (activities of daily living).
(Harsono, 2005; Israr, 2008)
G. Pencegahan Stroke
Pencegahan stroke tergantung pada sindrom stroke dan patologinya,
seperti aterosklerosis, arteritis, penyakit jantung, pembedahan, dan
sebagainya, tetapi karena aterosklerosis merupakan penyebab paling umum
dari stroke iskemik, sindrom stroke primer, hanya intervensi untuk mencegah
aterosklerosis yang akan dibahas di sini. (Harsono, 2005; Israr, 2008)
Faktor risiko untuk aterosklerosis yang terkenal dan membutuhkan
keterlibatan aktif dari dokter untuk membantu pasien mengembangkan
pengendalian motivasi untuk mengontrol atau menghentikan faktor risiko
tersebut, yang meliputi hipertensi, merokok, diabetes melitus, kolesterol
tinggi, atau lebih tepatnya, peningkatan low-density lipoprotein (LDL),
obesitas, hidup menetap, dan tingkat stres negatif. Untuk hipertensi, dokter
harus membiasakan diri dengan laporan Komisi Nasional Bersama
Pencegahan dan Pengobatan Hipertensi VII (JNC7), yang diterbitkan pada
tahun 2003, yang membuat rekomendasi pada tujuan tekanan darah yang
optimal, dengan perubahan gaya hidup untuk membantu proses ini. JNC7
43
mencatat bahwa untuk setiap peningkatan 10 mmHg sistolik atau tekanan
darah diastolik tekanan darah di atas 115/75, terjadi peningkatan 10% dalam
risiko vaskular untuk penyakit arteri koroner, stroke, dan penyakit pembuluh
darah perifer. Meskipun tidak ada konsensus, studi ALLHAT (anti hipertensi
& Terapi Penurunan Lipid untuk Pengobatan serangan jantung), yang
terutama sebuah studi di Amerika Utara lebih dari 42.000 subyek dengan
hipertensi sedang, yang masih berusia 55 tahun atau lebih tua dan memiliki
salah satu faktor risiko lain untuk penyakit arteri koroner, dipilih secara acak
untuk pengobatan dengan diuretik, sebuah inhibitor angiotensin converting
enzyme (ACE) dan inhibitor saluran kalsium, (masing-masing,
chlorthaladone, lisinopril dan amlodipin). Diuretik se-efektif atau lebih
daripada dua obat lain dalam mencegah komplikasi vaskular termasuk stroke,
meskipun untuk mencapai tekanan darah yang optimal, kebanyakan pasien
membutuhkan pengobatan dengan 2 atau lebih obat antihipertensi. Studi
ALLHAT menyimpulkan bahwa diuretik tidak hanya yang paling mahal,
tetapi juga se-efektif yang lain. Dokter harus yakin dengan obat yang
diresepkan dan secara khusus mewaspadai interaksi obat dan komplikasi lain
yang berkaitan dengan pengobatan. Perlu diingat bahwa mengurangi asupan
garam harian untuk 2 gram yang setara dalam hasil untuk setiap salah satu
agen antihipertensi. Merokok merupakan hal yang adiktif, tetapi upaya agar
pasien berhenti harus dibuat dan diperlukan konseling psikologis dan bantuan
medis. (Harsono, 2005; Israr, 2008)
44
Diabetes terkontrol dengan hemoglobin A1c mendekati 6% akan
mengurangi kejadian microangiopathy, seperti diabetic retinopathy dan renal
nephropathyl, tetapi pasien sering memiliki kolesterol tinggi dan trigliserida
plus hipertensi atau resistensi insulin dengan apa yang disebut sindrom
metabolik, dan perlu juga memperhatikan resiko lainnya, tidak hanya untuk
kontrol glukosa ketat. Kolesterol tinggi, atau LDL meningkat atau
mengurangi densitas tinggi lipoprotein (HDL) yang aterogenik, meskipun
masalah ini telah menjadi kontroversi selama bertahun-tahun karena pasien
stroke lansia menampilkan kolesterol total dalam kisaran "normal". Namun,
LDL dan HDL--omset studi dan polimorfisme lipoprotein menunjukkan
hubungan antara pola lipoprotein dan stroke atherothrombotik. Selain itu,
penggunaan obat untuk menurunkan kolesterol pada subyek dengan penyakit
jantung koroner dikaitkan dengan penurunan titik akhir primer dan sekunder
untuk penyakit arteri koroner serta stroke iskemik. Penelitian pertama adalah
Simvastatin 4S, atau Studi Kelangsungan Hidup Skandinavia, dari 4.444
subyek dengan penyakit arteri koroner. Selanjutnya, sejumlah studi tersebut
telah diverifikasi pada temuan awal, yang mendukung kesimpulan tentang
peran kolesterol dalam stroke atherothrombotik, dengan manfaat tambahan
dari peran antiimflammatori, eNOS upregulation , dan tindakan lainnya dari
statin. Tingkat LDL yang optimal untuk pasien stroke iskemik harus sama
dengan pasien dengan penyakit arteri koroner, yaitu, pengurangan LDL
kurang dari 100 mg / dL. Karena HDL penting untuk membalikkan
transportasi kolesterol dalam mengambil kolesterol dari plak dan memberikan
45
kepada hati untuk produksi empedu, tingkat rendah (kurang dari 35 mg / dL)
harus ditingkatkan dengan obat-obatan seperti niacin atau turunan asam fibric.
Karena obat asam fibric dan statin meningkatkan risiko myoglobinuria,
mereka harus digunakan dengan hati-hati, namun beberapa turunan asam
fibric tampaknya memiliki risiko rendah dalam komplikasi ini. Obat asam
fibric meningkatkan kadar Reseptor Proliferator peroxisomal Activated
(PPAR-y), dan ini meningkatkan apo-AI sintesis, lipoprotein utama yang
terkait dengan HDL, sehingga meningkatkan kadar HDL, ditambah
paroxonase, yang dikaitkan dengan HDL dan mencegah oksidasi LDL, bentuk
yang sangat aterogenik LDL. Upaya untuk menghambat kelancaran-otot
proliferasi sel mungkin memiliki relevansi klinis dalam mengurangi
aterosklerosis tetapi kebutuhan dalam bukti vivo. (Harsono, 2005; Israr, 2008)
Obesitas, gaya hidup menetap, dan stres merupakan faktor yang membuat
dokter kemungkinan membutuhkan bantuan asisten yang konsultatif dari
spesialis kesehatan yang memiliki keahlian dibidang ini. Obesitas morbid
mungkin memerlukan intervensi bedah, seperti rekonstruksi lambung.
Mengembangkan keterampilan untuk mengatasi stres mungkin memerlukan
konsultasi kejiwaan atau psikologis. (Harsono, 2005; Israr, 2008)
46
BABVII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Segi Biologis :
Ny.T 45 tahun, menderita penyakit Stroke perdarahan
Rumah dan lingkungan sekitar keluarga Ny.S tidak sehat.
2. Segi Psikologis :
Hubungan antara anggota keluarga tergolong baik tetapi hubungan
Ny.S dengan msyarakat sekitar kurang terjalin dengan akrab.
Pengetahuan tentang Stroke yang masih kurang yang berhubungan
dengan tingkat pendidikan yang masih rendah.
Tingkat kepatuhan dalam menjaga pola makan dan melakukan
aktifitas fisik secara rutin masih rendah
3. Segi Sosial :
Perkonomian yang tidak mencukupi menjadi masalah dalam
keluarga ini dalam memperoleh makanan yang bergizi dan rumah
yang layak dan sehat.
4. Segi fisik :
Rumah dan lingkungan sekitar keluarga Ny.S tidak sehat.
B. SARAN
1. Untuk masalah medis dilakukan langkah-langkah :
Preventif : menghindari faktor resiko dengan menjaga pola makan,
melakukan aktivitas fisik secara teratur dan menghindari rokok,
alkohol dan sebagainya.
Promotif : edukasi penderita dan keluarga mengenai stroke dan
pengobatannya oleh petugas kesehatan atau dokter yang menangani.
Kuratif : saat ini penderita memasuki pengobatan fase lanjutan,
47
Rehabilitatif : memberi dukungan penuh kepada Ny.T untuk
semangat dalam melakukan aktivitas fisik agar tangan dan kaki
kanan tidak disuse atrofi.
2. Untuk masalah lingkungan tempat tinggal dan rumah yang tidak sehat
dilakukan langkah-langkah :
Promotif : edukasi penderita dan anggota keluarga untuk membuka
jendela tiap pagi, menjaga kebersihan rumah dan mengatakan kepada
suami penderita untuk tidak merokok di de.pan penderita.
3. Untuk masalah problem ekonomi, dilakukan langkah-langkah :
Rehabilitatif : Pemerintah hendaknya berupaya pemberian
kesempatan memperoleh pendapatan yang layak, sehingga
diharapkan pada masa yang akan datang dapat terlepas dari
kemiskinan. Karena dengan peningkatan pendapatan memungkinkan
untuk dapat membeli makanan yang lebih baik, kondisi pemukiman
yang lebih sehat, dan pemeliharaan kesehatan yang lebih baik.
48
DAFTAR PUSTAKA
Ahmar .Stroke (0nline), diakses tanggal 14 Mei 2010 http//www.google.com), 2006
Chandra B. Neurology Klinik. Surabaya. Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNAIR,
1994
Harsono ed. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press,
2005
Israr, YA.Stroke. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Riau, 2008
Jose I.S, Robert W. T.,Warren R.S. Current Concepts Aneurysmal Subarachnoid
Hemorrhage. N Eng J Med 2006
Mardjono M, Sidharta P. Neourologi Klinis Dasar. Jakarta. Dian Rakyat, 2003
Sidharta P. Neurologi Klinik Dalam Praktek Umum. Jakarta. Dian Rakyat, 2005;
49
Lampiran :
R Ruang tamu dan ruang kamar
Ruang tamu dan ruang kamar
Dapur, tempat cuci piring
Dan kamar mandi
50
Teras depan
51
Recommended