View
238
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………................................i
HALAMAN PERSYARAT GELAR SARJANA HUKUM……………………………ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………...iii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI……………………………...…iv
KATA
PENGANTAR……………………………………………..............................v
HALAMAN SURAT PERNYATAAN
KEASLIAN……………………………………viii
DAFTAR ISI ……………………………………………....…………………...…...ix
ABSTRAK……………………………………………....…………………………..xii
ABSTRACT……………………………………………....………………………..xiii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
……………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………...........4
1.3 Ruang Lingkup Masalah
……………………………………………..5
1.4 Orisinalitas Penelitian……………………………………………......6
1.5 Tujuan Penelitian
…………………………………………….............7
1.6 Manfaat Penelitian
……………………………………………...........7
1.7 Landasan Teoritis ……………………………………………..........8
1.8 Metode penelitian …………………………………………….........15
1.9 Teknik Pengumpulan Data…………………………………………18
BAB II. TINJAUAN UMUM HUKUM KETENAGAKERJAAN, TENAGA
KERJA, JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
2.1 Hukum Tenaga
Kerja……………………………………………….21
2.1.1 Pengertian Hukum
Ketenagakerjaan…………………………21
2.1.2 Asas dan tujuan Hukum
Ketenagakerjaan……………………25
2.1.3 Sifat Hukum
Ketenagakerjaan…………………………….…26
2.2 Pengertian Tenaga
Kerja……………………………………………..28
2.2.1 Hak- hak dan Kewajiban Tenaga Kerja…………………….30
2.2.2 Hubungan
Kerja……………………………………………..32
2.3 Jaminan Kesehatan …………………………………...35
2.3.1 Pengertian Jaminan Kesehatan dan Dasar
Hukumnya……………………………………………..........35
2.3.2 Tujuan dan Mamfaat Jaminan Kesehatan Bagi Pekerja
Atau Buruh……………….………….………….……………………
37
2.3.3 Hak dan Kewajiban Peserta Jaminan
Kesehatan……………37
BAB III TINDAKAN YANG DILAKUKAN OLEH DINAS KEBERSIHAN
DAN PERTAMANAN KABUPATEN BADUNG UNTUK
MENGHINDARI KECELAKAAN KERJA
3.1 Tindakan Pencegahan Yang Dilakukan Dinas Kebersihan Dan
Pertamanan Kabupaten Badung Terhadap Pekerja Tukang Sapu
Untuk Menghindari Terjadinya Kecelakaan
Kerja…………………….………………………………………………...40
3.2 Pelaksanaan Perlindungan Hukum Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Badung terhadap Pekerja Tukang
Sapu……………………………………………....……… ......... …..44
BAB IV KENDALA YANG DI HADAPI OLEH DINAS KEBERSIHAN DAN
PERTAMANAN KABUPATEN BADUNG
4.1 Kendala Internal Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten
Badung……………………………………………...........................46
4.2 Kendala Eksternal Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten
Badung……………………………………………...........................51
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan…………………………………………….....................53
5.2
Saran……………………………………………...............................54
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
DAFTAR RESPONDEN
LAMPIRAN- LAMPIR
xii
ABSTRAK
PERLINDUNGAN HUKUM KESELAMATAN KERJA PEKERJA TUKANG
SAPU PADA DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN
BADUNG
Oleh :
A.A Ayu Indah Mahardani
ABSTRAK
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
masyarakat, dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Peran pekerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat
demikian pula halnya teknologi di berbagai sektor kegiatan usaha yang dapat
mengakibatkan semakin tingginya resiko yang dapat mengancam keselamatan,
kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja, sehingga perlu upaya peningkatan
perlindungan tenaga kerja.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis dan
mendiskripsikan pelaksanaan jaminan keselamatan kerja bagi tenaga kerja pada Dinas
Kebersihan Dan Pertamanan Kabupaten Badung. Jaminan sosial tenaga kerja
diartikan suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang
sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan
pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja
berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yuridis empiris dengan
melakukan dengan menggunakan pendekatan perundang- undangan, pendekatan
kasus dan penelitian secara langsung ke lapangan. Perlindungan hukum bagi pekerja
petugas penyapuan yaitu dari Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kabupaten Badung
telah mengikutsertakan pekerja dalam program jaminan sosial. Tetapi kesadaran
hukum pekerja tukang sapu untuk menaati tata tertib masih sangat rendah. Adapun
saran penulis bagi Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kabupaten Badung yaitu harus
melakukan penegakan dan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan jaminan sosial dan
tata tertibnya.
Kata Kunci : Tenaga Kerja, Perlindungan Hukum, Jaminan Sosial Tenaga
Kerja. Tata Tertib
xii
ABSTRACT
LEGAL FORM OF SECURITY PROTECTION FOR SAFETY OFFICERS
DEPARTMENT OF HYGIENE AND THE GARDEN DISTRICT BADUNG
By :
A. A Ayu Indah Mahardani
Labor is any person who is able to work in order to produce goods or services
to meet the needs of themselves and the community, according to Article 1 paragraph
2 of Law Number 13 of 2003 on Manpower. The role of workers in national
development increases so does the technology in various sectors of business activities
which may lead to increasing risk that could threaten the safety, health and welfare
of the workforce, making it necessary efforts to improve labor protection.
The purpose of this paper is to analyze and describe the implementation of
safety guarantees for workers at the Department of Hygiene And The Garden District
Badung. Social security is defined as a protection for workers in the form of
compensation in the form of money as a partial replacement of lost income or
reduced and services as a result of events or circumstances experienced by workers
in the form of a work accident, illness, pregnancy, maternity, old age, and die.
The method used in this study is juridical empirical research by using the
approach of legislation, case approach and research directly to the field. Legal
protection for workers sweeping the officer is from, the Sanitation Department of
Hygiene And The Garden District Badung has included workers in the social security
program. But the legal awareness of workers sweeping officers to obey the discipline
is still very low. The author's suggestion for the Sanitation Department of Hygiene
And The Garden District Badung that should do the enforcement and strict
monitoring of the implementation of the social security and martinet.
Keywords : Labor, Social Security, Social Security Workers, Code Of Conduct.
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
masyarakat, menurut dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Tenaga Kerja sangat penting bagi salah satu unsur
penunjang dalam pembangunan. Peningkatan kualitas manusia tidak mungkin
tercapai tanpa adanya jaminan hidup yang pasti untuk didapatkannya, dan juga
perlindungan terhadap tenaga kerja harus disesuaikan dengan harkat dan martabat
manusia.
Pentingnya peran pekerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat
demikian pula halnya teknologi di berbagai sektor kegiatan usaha yang dapat
mengakibatkan semakin tingginya resiko yang dapat mengancam keselamatan,
kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja, sehingga perlu upaya peningkatan
perlindungan tenaga kerja yang dapat memberikan ketenangan kerja sehingga dapat
memberikan kontribusi positif terhadap usaha peningkatan disiplin dan produktivitas
tenaga kerja.1
1 Lalu Husni, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Cetakan ke 12, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h.151.
xii
Jaminan sosial adalah usaha-usaha di bidang perlindungan ketenagakerjaan
yang khusus ditujukan untuk masyarakat tenaga kerja yang merupakan inti tenaga
pembangunan dan selalu menghadapi risiko-risiko sosial ekonomis, di golongkan
dalam asuransi sosial. 2 Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi
tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti
sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan
sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja
berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.
Menurut International Organization (ILO) Social Security pada prinsipnya adalah
perlindungan yang diberikan oleh masyarakat untuk para warganya, melalui berbagai
usaha dalam menghadapi risiko-risiko ekonomi atau sosial yang dapat mengakibatkan
terhentinya atau berkurangnya penghasilan.
Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, menyebutkan “Pemberi kerja secara bertahap wajib
mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada badan penyelenggara
jaminan sosial sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti”. Dengan
demikian, diharapkan ketenangan kerja bagi pekerja akan terwujud, sehingga
produktivitas akan semakin meningkat.
Pengertian diatas jelaslah bahwa jaminan sosial tenaga kerja merupakan
perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang (jaminan
2 H. Zaeni Asyhadie, 2013, Aspek-aspek hukum jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia,
Cetakan ke-2, Rajagrafindo Persada, Jakarta, h.27
1
xii
kecelakaan kerja, kematian, dan tabungan hari tua) dan pelayanan kesehatan yakni
jaminan pemeliharaan kesehatan. Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga
kerja dimaksudkan untuk memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan
penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang
hilang.
Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan disebutkan bahwa setiap pekerja/ buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas : 1) keselamatan dan kesehatan kerja; 2) moral dan
kesusilaan; dan 3) perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama. Untuk melindungi keselamatan pekerja atau buruh guna
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan
dan kesehatan kerja. Perlindungan tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.3
Mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, maka pemerintah telah
melakukan upaya pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan. Dalam pengertian
pembinaan norma ini sudah mencangkup pengertian pembentukan, penerapan dan
pengawasan norma itu sendiri. Atas dasar itu, maka dikeluarkanlah Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, sebagai pengganti peraturan
perundang-undangan di bidang keselamatan kerja yang telah ada sebelumnya itu Stbl.
3 Lalu Husni, op. cit, h.133.
xii
Nomor. 406 Tahun 1910, yang di nilai sudah tidak sesuai lagi dengan kemajuan dan
perkembangan masalah tentang ketenagakerjaan.4
Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kabupaten Badung merupakan instansi
Pemerintahan yang bergerak di bidang kebersihan dan pertamanan yang beralamat di
Jl. Raya Sempidi, Mangupura Badung, yang sudah di bangun sejak tahun 1992 dan
memiliki tenaga kerja tukang sapu yang berjumlah 321 orang dan memiliki shif kerja
yang terbagi menjadi 2 (dua) yaitu pada waktu pagi hari memulai bekerja dari jam
06.00 sampai dengan 10.00 wita, dan waktu siang hari dari jam 12.00 sampai dengan
04.00 wita, dan libur sehari dalam satu minggu, karena sampah selalu menumpuk
setiap harinya, jadi harus di bersihkan setiap hari, dan agar petugas penyapuan juga
mendapatkan haknya, maka dari itu petugas penyapuan di perbolehkan memilih hari
untuk libur sehari dalam seminggu.
Konsep dari pekerja tukang sapu yaitu mewujudkan Kabupaten Badung bersih,
hijau, dan berbunga karena Kabupaten Badung merupakan gerbang masuknya
Pariwisata di Bali, oleh sebab itu perlu dijaganya kebersihan lingkungan sekitar
Kabupaten Badung, agar wisatawan merasa nyaman ketika berada di kawasan
Kabupaten Badung.
Peranan pekerja tukang sapu itu sangatlah beresiko tinggi, karena beresiko
tinggi itulah maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menuliskan
hasilnya dalam karya ilmiah berupa skripsi yang berjudul : “Perlindungan Hukum
4 Op. cit, h.134.
xii
Keselamatan Kerja Pekerja Tukang Sapu Pada Dinas Kebersihan Dan
Pertamanan Kabupaten Badung”
1.2 Rumusan Masalah
Dari apa yang telah dikemukakan dalam latar belakang masalah, maka dapatlah
diajukan beberapa permasalahan yang akan menjadi pokok bahasan didalam tulisan
ini. Permasalahan-permasalahan tersebut apabila di rumuskan adalah sebagai berikut
1. Bagaimanakah tindakan yang di lakukan oleh Dinas Kebersihan Dan
Pertamanan Kabupaten Badung apabila terjadi kecelakaan kerja pada pekerja
tukang sapu ?
2. Apa kendala-kendala yang dihadapi oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Badung terkait pelaksanaan perlindungan hukum dalam hal terjadi
kecelakaan pekerja tukang sapu ?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Di dalam penyusunan skripsi maka perlu kiranya ditentukan secara tegas
batasan materi yang akan diuraikan dalam tulisan tersebut. Hal ini tentunya untuk
mencegah agar materi atau isi uraiannya tidak menyimpang dari pokok permasalahan
yang terurai di dalam tulisan tersebut, sehingga permasalahannya dapat diuraikan
secara sistematis sebagai syarat atau ciri karangan ilmiah.
xii
Permasalahan yang pertama akan membahas mengenai tindakan yang dilakukan
oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Badung dalam menangani setiap
kasus kecelakaan kerja yang terjadi di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten
Badung. Sedangkan pembahasan kedua membahas mengenai apakah semua pekerja
tukang sapu Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Badung sudah mempunyai
jaminan sosial atau belum.
Dari ruang lingkup permasalahan tersebut dapat dilihat apa saja yang akan
dibahas dan diuraikan selanjutnya pada sub-sub bab dalam pembahasan
1.4 Orisinalitas Penelitian
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudul Perlindungan
Hukum Keselamatan Kerja Pekerja Tukang Sapu Pada Dinas Kebersihan Dan
Pertamanan Kabupaten Badung adalah sepenuhnya hasil dari pemikiran dan tulisan
yang ditulis oleh penulis sendiri dengan menggunakan 2 (dua) skripsi sebagai
referensi. Beberapa penelitian yang ditelusuri berkaitan dengan penelitian ini dapat
dikemukakan sebagai berikut :
No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah
1. Perlindungan Hukum
Terhadap Tenaga
Kerja DW (Daily
Worker) Di Hotel
Ibis Styles Bali Kuta
Circle
Gd Sattwika
Yudharma
Sutha
Di Fakultas
Hukum
Universitas
Udayana
1. Bagaimanakah perlindungan
hukum terhadap tenaga kerja
DW (Daily Worker) di Hotel
Ibis Styles Bali Kuta Circle ?
2. Bagaimanakah hambatan yang
dihadapi dan langkah yang
ditempuh dalam pelaksanaan
perlindungan hukum terhadap
tenaga kerja DW (Daily
xii
Worker) di Hotel Ibis Styles
Bali Kuta Circle?
2. Perlindungan Hukum
Terhadap Tenaga
Kerja Perempuan
Pada Malam Hari Di
Hotel Kelas Melati
(Studi Di Hotel
Jayagiri Denpasar)
Feranika
Anggasari
Jayanti di
Fakultas
Hukum
Universitas
Udayana
1. Bagaimanakah pelaksanaan
perlindungan hukum terhadap
tenaga kerja perempuan yang
bekerja pada malam hari di
Hotel Jayagiri Denpasar?
2. Apakah Hambatan yang
dihadapi dalam pelaksanaan
perlindungan hukum terhadap
tenaga kerja perempuan yang
bekerja pada malam hari pada
Hotel Jayagiri Denpasar?
1.5 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
a. Untuk mendapatkan ketegasan data (data yang valid) tentang hal ini agar
nantinya dapat dipakai sebagai landasan hukum di dalam penerapannnya dalam
praktek sehingga diketahui bagaimana penyelesaiannya terhadap masalah ini.
b. Untuk mengetahui dan memahami secara umum tentang aspek hukum
ketenagakerjaan khususnya terhadap keselamatan pekerja tukang sapu pada
Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kabupaten Badung.
2. Tujuan Khusus
xii
a. Untuk mengetahui pelaksaanan tindakan tanggung jawab Dinas Kebersihan
Dan Pertamanan Kabupaten Badung dalam memberikan jaminan sosial apabila
terjadi kecelakaan kerja pada pekerja tukang sapu.
b. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kabupaten Badung dalam hal terjadi kecelakaan pekerja tukang
sapu di Kabupaten Badung.
1.6 Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Memberikan kontribusi secara ilmiah terkait ilmu pengetahuan hukum di
bidang kesenjangan antara pegawai dan pekerja tukang sapu khususnya dalam
pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja, serta menambah informasi mengenai
perlindungan hukum berupa jaminan sosial bagi pekerja tukang sapu dan untuk
mengetahui sudahkah tenaga kerja Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kabupaten
Badung mempunyai jaminan sosial.
b. Manfaat praktis
Memberikan masukan terhadap instansi pemerintahan dalam tindakan
melaksanakan jaminan sosial bagi pekerja tukang sapu untuk meningkatkan
kesejahteraan pekerjanya, memberikan informasi tambahan akan pentingnya jaminan
sosial tenaga kerja untuk mencegah risiko-risiko yang mungkin muncul di kemudian
hari, serta dapat menambah referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya
xii
khususnya mengenai jaminan sosial tenaga kerja terkait kecelakaan kerja yang
dialami oleh pekerja tukang sapu.
1.7 Landasan Teoritis
Di dalam pembahasan ini, dapat dikemukakan suatu kerangka teoritis yang
menjadi kerangka berpikir dan yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang
dibahas. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan
harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera,
adil, makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual.5
Ditinjau dari segi sumber, keselamatan dan kesehatan kerja dapat di artikan
sebagai ilmu pengetahuan yang penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja d tempat kerja. Keselamatan dan
kesehatan kerja harus di terapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja
(perusahaan). Tempat kerja adalah setiap tempat yang didalamnya terdapat 3 (tiga)
unsur, yaitu :
1. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis, maupun usaha
sosial
5 I Made Udiana, 2015, Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial,
Udayana University Press, Denpasar, h. 65.
xii
2. Adanya sumber bahaya
3. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus-menerus
maupun hanya sewaktu-waktu
Sebagaimana diketahui bahwa keselamatan dan kesehatan kerja merupakan
suatu spesialisasi tersendiri, karena didalam pelaksanaannya di samping dilandasi
oleh peraturan perundang-undangan juga dilandasi oleh ilmu-ilmu tertentu. Demikian
pula keselamatan kerja dan kesehatan kerja merupakan masalah yang mengandung
banyak aspek misalnya; hukum, ekonomi maupun sosial. Pelaksanaan keselamatan
dan kesehatan kerja di tempat kerja (perusahaan) dilakukan secara bersama-sama oleh
pimpinan atau pengurus perusahaan dan seluruh tenaga kerja. Dalam pelaksanaannya
pimpinan atau pengurus dapat dibantu oleh petugas keselamatan dan kesehatan kerja
dari tempat kerja atau perusahaan yang bersangkutan. Yang di maksud dengan
petugas keselamatan dan kesehatan kerja adalah karyawan yang mempunyai
pengetahuan atau keahlian di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dan ditunjuk
oleh pimpinan atau pengurus tempat kerja atau perusahaan untuk membantu
pelaksanaan usahanya.
Sedangkan yang bertugas mengawasi atas ditaati atau tidak peraturan
perundang-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja ini adalah:
1) Pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja yaitu pegawai teknis
berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang di tunjuk oleh Menteri
Tenaga Kerja.
xii
2) Ahli keselamatan dan kesehatan kerja yaitu tenaga teknis berkeahlian khusus
dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja
3) Yang bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja
adalah pimpinan atau pengurus tempat kerja/ perusahaan atau pengusaha.
Kewajiban pengusaha atau pimpinan perusahaan dalam melaksanakan
keselamatan dan kesehatan kerja adalah :
1. Terhadap tenaga kerja yang baru bekerja, ia berkewajiban menunjukan dan
menjelaskan tentang :
a. Kondisi dan bahaya yang dapat timbul di tempat kerja.
b. Semua alat pengamanan dan pelindung yang diharuskan .
c. Cara dan sikap dalam melakukan pekerjaannya
d. Memeriksakan kesehatan baik fisik maupun mental tenaga kerja yang
bersangkutan
2. Terhadap tenaga kerja yang telah / sedangkan diperkerjakan, ia berkewajiban:
a. Melakukan pembinaan dalam hal pencegahan kecelakaan, penanggulangan
kebakaran, pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dan
peningkatan usaha keselamatan dan kesehatan kerja pada umumnya.
b. Memeriksakan kesehatan baik fisik maupun mental secara berkala.
c. Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan
untuk tempat kerja yang bersangkutan bagi seluruh tenaga kerja.
xii
d. Memasang gambar dan Undang-undang keselamatan kerja serta bahan
pembinaan lainnya ditempat kerja sesuai dengan petunjuk pegawai pengawas
atau ahli keselamatan dan kesehatan kerja.
e. Melaporkan setiap peristiwa kecelakaan termasuk peledakan, kebakaran, dan
penyakit akibat kerja yang terjadi di tempat kerja tersebut kepada Kantor
Departemen Tenaga Kerja (Dinas Tenaga Kerja) setempat.
f. Membayar biaya pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja ke Kantor
Perbendaharaan Negara setempat setelah mendapat penetapan besarnya biaya
oleh Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja (Dinas Tenaga Kerja)
setempat.
g. Menaati semua persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja baik yang di atur
dalam peraturan per undang-undangan maupun yang di tetapkan oleh pegawai
pengawas. 6
Dari sudut tenaga kerja juga mempunyai hak dan kewajiban dalam pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja. Kewajiban-kewajiban Tenaga Kerja adalah :
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau
ahli keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Memakai alat perlindungan diri yang di wajibkan.
c. Memenuhi dan menaati persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang
berlaku di tempat/ garing perusahaan yang bersangkutan.
Hak-hak tenaga kerja adalah :
6 Lalu Husni, op.cit, h. 135-136.
xii
a. Meminta kepada pimpinan atau pengurus perusahaan tersebut agar
dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang di wajibkan
di tempat kerja/ perusahaan yang bersangkutan.
b. Menyatakan keberatan melakukan pekerjaan bila syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat perlindungan diri yang di wajibkan tidak memenuhi
persyaratan, kecuali dalam hal khusus di tetapkan lain oleh pegawai pengawas
dalam batas-batas yang masih dapat di pertanggung jawabkan.7
Menurut Soepomo dalam Askin, perlindungan tenaga kerja dibagi dalam 3 (tiga)
macam, yaitu:
a. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha
kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja/buruh
mengenyam dan mengembangkan kehidupannya sebagaimana manusia pada
umumnya, dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga.
Perlindungan sosial disebut juga dengan kesehatan kerja.
b. Perlindungan teknis, yaitu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-
usaha untuk menjaga agar pekerja/buruh terhindar dari bahaya kecelakaan yang
ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Perlindungan ini
lebih sering disebut sebagai keselamatan kerja.
c. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan
usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu penghasilan yang
cukup guna memenuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya,
7 Lalu Husni, h.134-137.
xii
termasuk dalam hal pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena sesuatu diluar
kehendaknya. Perlindungan jenis ini biasanya disebut dengan jaminan sosial.8
Jaminan sosial adalah usaha-usaha yang berupa pencegahan dan
pengembangan, yaitu usaha-usaha di bidang kesehatan, keagamaan, keluarga
berencana, pendidikan, bantuan hukum, dan lain-lain yang dapat dikelompokan dalam
pelayanan sosial.9 Jaminan sosial tenaga kerja memberikan perlindungan bagi tenaga
kerja yang melakukan pekerjaan, baik dalam hubungan kerja maupun diluar
hubungan kerja. Pemberian suatu perlindungan kepada tenaga kerja, harus sesuai
dengan suatu sistem hukum. Menurut Friedman, suatu sitem hukum terdiri dari suatu
komponen-komponen yaitu : substantif (norma/kaidah, asas hukum), structure
(struktur hukum), culture (budaya hukum).10
Walaupun sistem sistem hukum yang ada sudah lengkap namun tidak dapat
memungkiri terjadinya pelanggaran hukum, sistem hukum substantif (norma atau
kaidah, asas hukum), dan structure (struktur hukum) harus saling berkaitan satu sama
lain yang mengacu pada culture (budaya hukum) yang dapat dilihat dari perilaku dan
kesadaran masyarakat.
Tingkat perilaku dan kesadaran hukum tersebut dapat diukur melalui teori
Lawrence Kohlberg yang membagi jenjang kesadaran etis atau dalam istilahnya
sendiri kesadaran moral, yaitu :
8 Zainal Asikin, 2012,Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cetakan ke-9, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, h. 97. 9 Zaeni Asyhadie, 2013,, Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Cetakan ke-2,
Rajagrafindo, Jakarta, h.27. 10
Lily Rosyidi dan I.B Wyasa Putra, 1993, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosda
Karya, Cetakan Pertama, Bandung, h. 93.
xii
1. Tahap pertama, moralitas pra konvensi yang mengandalkan kalkulasi untung-
rugi dan hukuman. Ketaatannya pada aturan (konvensi) bukan dengan rela dan
sadar bahwa hukum yang dimaksud, benar dan baik adanya, tetapi karena takut
terkena sanksi.
2. Tahap kedua, moralitas konvensional motivasi utama dalam moralitas ini
adalah bagaimana mencapai kenikmatan sebanyak-banyaknya dan mengurangi
kesakitan sedapat-dapatnyauntuk mencapai suatu tujuan tertentu.
3. Tahap ketiga, moralitas purna konvensional adalah sesuatu apa yang benar dan
baik itu ditentukan oleh orang lain. Moralitas yang seperti ini kadang
berhadapan dengan masalah yaitu terjadi perbenturan atas pertentangan
loyalitas.
4. Tahap keempat, apabila terjadi konflik loyalitas merujuk pada kaidah hukum
yang lebih tinggi, hukum yang mempunyai keabsahan yang lebih luas. sesuatu
yang dilakukan bukan hanya agar kita diterima oleh orang lain, tapi karena
kesadaran bahwa itu adalah kewajiban menurut hukum yang berlaku umum
yang harus ditaati.
5. Tahap kelima, apabila hukum tidak lagi memenuhi fungsinya, maka hukum
tersebut harus diubah. Sikap kritis pada jenjang ini, orang senantiasa
memperjuangkan kutamaannya dalam isi hukum ketimbang bersikap formal-
legalistik.
6. Tahap keenam, Menurut Kohlberg pada tahap inilah pemikiran moral seseorang
mencapai puncaknya. Yaitu moralitas yang pantang mengkhianati suara hati
xii
nurani dan keyakinan tentang yang benar dan yang baik. Yaitu orang yang taat
terhadap hukum yang berlaku demi tegaknya harkat dan martabat seluruh
manusia. Seperti salah satu contonya suatu perusahaan mendaftarkan
pekerjanya ke dalam program jaminan sosial tenaga kerja demi keselamatan
dan kelangsungan hidup pekerjanya sesuai dengan kaidah hukum yang
berlaku.11
Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional adalah “Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu cara
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan
sosial”. Kepersertaan terhadap program jaminan sosial tenaga kerja bersifat wajib
bagi setiap badan usaha seperti badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah,
yayasan, koperasi dan perusahaan perorangan.
1.8 Metode Penelitian
a. Jenis penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan
metode yuridis empiris. Metode yuridis yaitu suatu metode penulisan hukum yang
berdasarkan pada teori-teori hukum, literatur-literatur dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam masyarakat.12
Sedangkan metode empiris yaitu metode
11
Bernard L.Tanya,dkk, 2010, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi, Genta Publishing, Cetakan ke-3, Yogyakarta, h. 90.
12
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Cetakan ke-
1, Bandung, h. 3.
xii
dengan melakukan observasi atau penelitian secara langsung ke lapangan. Sehingga
hasil yang diperoleh merupakan hal yang benar-benar dilihat, dirasakan, dialami, atau
didengar di lapangan yang disampaikan secara nyata tanpa disertai dengan
interpretasi peneliti.13
Guna mendapatkan kebenaran yang akurat dalam proses
penyempurnaan penulisan skripsi ini.
b. Jenis pendekatan
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach), dan pendekatan fakta (The
Fact Approach). Pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach)
merupakan suatu pendekatan dengan menelaah peraturan perundang-undangan
tertentu yang berlaku dalam masyarakat yang berkaitan dengan permasalahan yang
sedang dihadapi serta menelaah penerapan peraturan yang berlaku untuk mengetahui
tingkat efektivitasnya dalam masyarakat. Sedangkan pendekatan fakta (The Fact
Approach) merupakan suatu pendekatan yang meneliti peristiwa-peristiwa nyata yang
terjadi dalam masyarakat dan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
c. Sifat penelitian
Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang sifatnya bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu
individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran
13
Djam’an Satoridan Aan Komariah, 2013, Metodologi Penelitian Kualitatif, Alfabeta,
Cet.ke-5, Bandung, h.19.
xii
suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala
dengan gejala lain dalam masyarakat.
d. Sumber Data
Sumber Data yang digunakan dalam skripsi ini diperoleh dari dua macam
sumber yaitu :
1) Data primer, berupa data asli yang diperoleh langsung dari sumber pertama
yang belum diolah dan diuraikan.14
Data ini diperoleh dengan penelitian pada
Kantor Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kabupaten Badung, Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Kabupaten
Badung.
2) Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yaitu
melalui bahan-bahan hukum.15
Adapun bahan-bahan hukum yang diteliti
sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan yang dapat
membantu data menganalisis permasalahan yang ada dalam skripsi ini.
Peraturan perundang-undangan tersebut yaitu Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, serta Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun
14
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke-
6, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.30.
15
Roni Hanitidjo Soemitro, 1998, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cetakan ke-5,
Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 12.
xii
2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan
Jaminan Kematian.
b. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan-bahan yang erat hubungannya
dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami
bahan hukum primer. Bahan yang dimaksud berupa literatur hukum, karya tulis,
dan koran yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini.
1.9 Teknik Pengumpulan Data
a. Teknik wawancara
Teknik wawancara adalah proses percakapan dengan maksud mengkontruksi
mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan, dan sebagainya
yang dilakukan dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dengan
orang yang diwawancarai.16
Dalam melakukan penelitian penulis mengadakan tanya
jawab secara langsung dengan pihak-pihak tertentu yang dianggap berkompeten
untuk diwawancarai guna memperoleh bahan masukan dengan tujuan mendapatkan
penjelasan yang lebih sempurna. Hasil wawancara selanjutnya dihubungkan dengan
data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka dan penelitian lapangan. Wawancara
dimaksudkan untuk mendapatkan data atau keterangan yang dibutuhkan dalam
penelitian. Penerapan pengumpulan data melalui metode wawancara ini dilaksanakan
dengan menggunakan dan dipandu oleh pedoman wawancara yang terstruktur. Jadi,
16
Burhan Bungin, 2001, Metodelogi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis ke Arah
Varian Kontemporer, Cetakan ke-4, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.143.
xii
peneliti akan menggunakan wawancara terstruktur yaitu dalam mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang tertulis lebih dahulu sebagai pedoman dengan tujuan
memperoleh keterangan secara rinci dan mendalam.
b. Teknik studi dokumen
Teknik studi dokumen yaitu mengumpulkan dokumen dan data-data yang
diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat
mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian. Analisis
dilakukan terhadap dokumen-dokumen yang diperoleh dari catatan atau data yang
telah tersedia atau telah dibuat oleh pihak lain. Studi dokumen merupakan pelengkap
metode wawancara.17
c. Teknik observasi
Teknik observasi yang digunakan adalah teknik observasi langsung, yaitu
teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan secara langsung atau
tanpa alat terhadap gejala-gejala subjek yang diselidiki baik pengamatan dilakukan
dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan yang khusus diadakan.
d. Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Dalam buku pedoman fakultas hukum universitas udayana, mengenal dua
teknik penentuan sampel penelitian yaitu menggunakan Teknik Probability dan
Teknik Non Probability Sampling. Teknik penentuan sampel penelitian yang
17
Hamidi, 2007, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi, Universitas Muhammadyah Pers,
Cetakan ke-4, Malang, h.140.
xii
digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teknik Non Probability Sampling
dengan bentuk Quota Sampling. Non Probability Sampling adalah proses pemilihan
sampel dimana tidak semua anggota dari populasi memiliki kesempatan untuk
dipilih.18
Quota Sampling adalah teknik sampling yang menentukan jumlah sampel
dari populasi, dimana responden yang akan dipilih adalah orang-orang yang
diperkirakan dapat menjawab permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini
(dalam hal ini adalah pekerja petugas penyapuan di Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kabupaten Badung).
e. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Setelah data dari hasil wawancara maupun data kepustakaan terkumpul,
selanjutnya data-data tersebut diolah dan dianalisis dengan menggunakan teknik
pengolahan data secara kualitatif. Teknik pengolahan data secara kualitatif yaitu
dengan memilih bahan dengan kualitasnya untuk dapat menjawab permasalahan yang
diajukan.19
Pengolahan data ini disajikan secara deskriptif analisis, yaitu suatu cara
analisis yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis sehingga diperoleh
kesimpulan yang ilmiah.
18
Ronny Kountur, 2005, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Cet. III,
Penerbit PPM, Jakarta, h.143. 19
Roni Hanitidjo Soemitro, op.cit, h.47.
Recommended