View
261
Download
18
Category
Preview:
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DESAIN INTERIOR
GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA
DI SURAKARTA
(Dengan Pendekatan Eklektik)
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Jurusan Desain Interior
Fakultas Sastra Dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh
YUNITA EKA WAHYUNINGTYAS
C0805034
JURUSAN DESAIN INTERIOR
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
DESAIN INTERIOR
GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA
DI SURAKARTA
(Dengan Pendekatan Eklektik)
Disusun oleh
YUNITA EKA WAHYUNINGTYAS
C0805034
Telah Disetujui Oleh Pembimbing Untuk di Uji
di Hadapan Dewan Penguji
Disetujui oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Iik Endang Siti W, S.Sn, M.Ds Anung B Studyanto, S.Sn, MT
NIP. 19771027 20011 2 002 NIP. 19710816 200501 1 001
Mengetahui
Ketua Jurusan Desain Interior
Drs. Rahmanu Widayat, M. Sn.
NIP. 19621221 199201 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN
Telah disahkan dan dipertanggungjawabkan pada sidang Tugas Akhir
Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari Kamis, Tanggal 30 Juli 2010
Penguji
Jabatan Nama Ttd.
1. Ketua Sidang Mulyadi, S. Sn, M. Ds..
NIP. 19730702 200212 1 001
2. Sekretaris Drs. Soepriyatmono, M. Sn
NIP. 19560117 198811 1 001
3. Penguji I Iik Endang Siti W, S.Sn, M.Ds
NIP. 19771027 20011 2 002
4. Penguji II Anung B Studyanto, S.Sn, MT
NIP. 19710816 200501 1 001
Mengetahui :
Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Ketua Jurusan Desain Interior
Drs. Soedarno, M.A Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn
NIP. 19530315 198506 1 001 NIP. 19621221 199201 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Yunita Eka Wahyuningtyas
NIM : C 0805034
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Tugas Akhir berjudul “Desain
Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta Dengan
Pendekatan Eklektik” adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan
dibuatkan orang lain. Hal-hal yang bukan dalam Laporan Tugas Akhir ini diberi
tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar Sarjana.
Surakarta, September 2010
Yang membuat pernyataan
Yunita Eka Wahyuningtyas
NIM. C0805034
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
“Tetaplah bergerak maju, sekalipun lambat
Karena tetap dalam keadaan bergerak, anda menciptakan kemajuan.
Jauh lebik baik bergerak maju, sekalipun pelan, daripada tidak bergerak sama sekali”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada :
1. Mama & Papa, atas semua
perjuangannya hingga penulis berhasil
meraih gelar sarjana.
2. Adik-adikku Rivo dan Reza yang selalu
memberiku semangat.
3. Seto Satrio, untuk segala macam
bantuan, motivasi, dukungan dan
semangat yang selalu diberikan kepada
penulis.
4. Keluarga besar penulis, atas doa dan
dukungannya.
5. Teman-teman interior, khususnya
angkatan 2005. Semoga selau terjalin
persahabatan ini.
6. Sahabat-sahabat penulis, atas doa dan
dukungannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Tiada kata terindah selain ucapan syukur kehadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mendapat
bimbingan dan kemudahan dalam menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir
dengan judul “Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa
Dengan Pendekatan Eklektik”. Dalam meyelesaikan Tugas Akhir ini tidak
sedikit hambatan yang penulis hadapi, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
dengan baik berkat bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada
kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Drs. Sudarno, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn, selaku Ketua Jurusan Desain Interior
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Iik Endang S.W, S.Sn, M.Ds, selaku Pembimbing I, yang telah
membimbing penulis sejak penyusunan Kolokium hingga Tugas Akhir dan
selaku Dosen Koordinator Tugas Akhir. Terima kasih atas bimbingan dan
waktunya
4. Bapak Anung B. Studyanto, S.Sn, M.T, selaku Pembimbing II, yang telah
memberi masukan, kemudahan dan bimbingan selama Tugas Akhir.
5. Bapak Drs. IF. Bambang Sulistyono, Sk, MT, selaku Pembimbing
Akademik penulis. Terima kasih atas waktu dan bimbingannya.
6. Bapak Mulyadi, S.Sn, M.Ds, selaku Ketua Sidang Tugas Akhir penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
7. Bapak Drs. Soepriyatmono, M.Sn, selaku Sekretaris Sidang Tugas Akhir
penulis.
8. Seluruh dosen Jurusan Desain Interior FSSR UNS, atas segala ilmu dan
bimbingan yang telah diberikan.
9. Kedua orangtua serta kedua adik penulis, yang telah senantiasa tulus
memberikan doa, cinta dan kasih sayang serta perjuangannya untukku.
10. Seto Satrio, atas segala perjuangan, bantuan, ilmu, perhatian, waktu, kasih
sayang dan semuanya, terima kasih banyak.
11. Teman-teman seperjuangan di interior, Dinar, Citra, Charlie, Ima, Defi,
Upie, Ajar, Putro, Bolod, Upret, Tika, Gabug, Jalu, Bima, Koyok, Dafi,
Bangun, Kezit, Kresna, Gepeng, Giring, Budi dan semua teman-teman yang
tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaannya
selama ini dan bantuan selama proses TA. Semoga persahabatan ini sampai
kakek-nenek.
12. Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah
membantu penulis selama penyusunan Tugas Akhir.
Tiada sesuatu apapun yang dapat penulis persembahkan selain do’a
semoga Allah SWT memberi imbalan sesuai dengan jasa dan keikhlasan
amalnya, Amin. Penulis menyadari Tugas akhir ini masih jauh dari sempurna,
segala kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan hati yang
terbuka, sehingga karya ini akan lebih sempurna.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ABSTRAKSI
Yunita Eka Wahyuningtyas. C0805034. 2010. Desain Interior Gedung
Pertunjukan Seni Tradisional Jawa Dengan Pendekatan Eklektik. Tugas Akhir.
Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam perancangan ini adalah : (1) Bagaimana
menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk
tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai
wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional? (2)
Bagaimana menentukan interior yang mampu mewujudkan gaya interior eklektik
(perpaduan gaya modern dan tradisional) yang digunakan sebagai penerapan
wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari Gedung Pertunjukan Seni
Tradisional Jawa sebagai wadah pelestarian kebudayaan? (3) Bagaimana
menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung agar dapat menarik animo pengunjung
dan memenuhi persyaratan fungsi ruang yang dapat menjadi daya dukung optimal
bagi pengunjung sebagai penikmat seni pertunjukan tradisional Jawa?
Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut: (1) Menyediakan fasilitas atau
wadah untuk menampilkan seni pertunjukan tradisional Jawa dengan menciptakan
suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat
menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana
pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional (2) Dapat
menciptakan interior yang mampu mewujudkan konsep eklektik (perpaduan gaya
modern dan tradisional) dengan mengangkat tema pewayangan yang digunakan
sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari
gedung pertunjukan seni tradisional Jawa sebagai wadah pengenalan kebudayaan.
(3) Menyediakan suatu rancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional
Jawa yang nyaman dilihat sari segi interior system, sirkulasi, jarak dan sudut
pandang sehingga pengunjung mendapatkan kenyamanan serta tertarik saat
menonton pertunjukan sehingga yang disampaikan dapat diterima secara efektif.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimum berdasarkan data – data yang
akurat, maka metode yang digunakan ada 2 tahap pokok yang digunakan oleh
peneliti, yaitu: (1) Metode observasi yaitu mengadakan observasi langsung atau
tidak langsung dengan studi pengamatan lapangan, wawancara dan studi literatur
melalui buku – buku, koran, majalah, internet ataupun referensi – referensi lain
yang berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai sehingga mampu dapat
menyelesaikan permasalahan. (2) Metode analisis yaitu menganalisis data – data
di lapangan, dengan mengaitkan kajian teoritis yang kemudian dianalisis.
Dari analisa tersebut dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Membuat konsep
perwujudan dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta yang
mampu menjadikannya sebagai sarana hiburan rakyat dan sarana pendidikan
dalam rangka melestarikan budaya seni tradisional Jawa. (2) Penggunaan warna
dan bentuk yang sesuai dengan tema akan membangun suasana para pengunjung.
(3) Karakter ruang sangat membantu dalam menciptakan kenyamanan dan
keamanan bagi pengunjung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................................
PERSETUJUAN..................................................................................................
PENGESAHAN...................................................................................................
PERNYATAAN...................................................................................................
MOTTO................................................................................................................
PERSEMBAHAN................................................................................................
KATA PENGANTAR.........................................................................................
ABSTRAKSI........................................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................
DAFTAR TABEL................................................................................................
DAFTAR BAGAN...............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..............................................................
B. Batasan Masalah.........................................................................
C. Rumusan Masalah.......................................................................
D. Sasaran........................................................................................
E. Tujuan.........................................................................................
F. Manfaat.......................................................................................
G. Metodologi...............................................................................
H. Sistematika Pembahasan..........................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Judul..........................................................................
B. Tinjauan Khusus Gedung Pertunjukan.......................................
1. Tinjauan dan Latar Belakang Bentuk Teater………………..
2. Pengertian Gedung Pertunjukan atau Pementasan………….
3. Tinjauan Bentuk Panggung (Stage)…………………………
a. Interior Panggung..............................................................
Hal
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
x
xiv
xv
xv
1
1
4
4
5
6
6
7
8
8
10
11
11
13
16
16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
b. Panggung dan Perlengkapannya………………………....
c. Pengertian Auditorium…………………………………..
C. Tinjauan Khusus Interior Sistem………………………………
1. Pencahayaan...........................................................................
2. Penghawaan............................................................................
3. Akustik...................................................................................
a. Syarat – Syarat Akustik dalam Ruang Tertutup…………
b. Standarisasi akustik unsur ruang………………………...
D. Tinjauan Khusus Seni Pertunjukan Tradisional Jawa…………
1. Sejarah Seni Pertunjukan........................................................
2. Nilai-nilai Dalam Seni Pertunjukan Tradisional……………
3. Fungsi Seni Pertunjukan Tradisional di Masyarakat
Pendukungnya………………………………………………
4. Tantangan Seni Pertunjukan Tradisional di Masa Depan…..
5. Seni Pertunjukan Tradisional di Surakarta………………….
E. Tinjauan Umum Kota Surakarta……………………………….
1. Letak, Luas dan Batas……………………………………....
2. Keadaan Sosial Budaya……………………………………..
3. Potensi Pariwisata Kota Surakarta…………………………
4. Kebijaksanaan Pemerintah Daerah Kota Madya Dati II
Surakarta di Bidang Pariwisata……………………………..
5. Arah Pengembangan Kota Surakarta……………………….
F. Tinjauan Konsep Eklektik……………………………………...
BAB III TINJAUAN LAPANGAN
A. Tinjauan Lapangan Gedung Wayang Orang Sriwedari…….......
1. Sejarah Singkat…………………………………………….
2. Lokasi………………………………………………………
3. Sirkulasi…………………………………………………….
4. Organisasi Ruang……………………………………….......
5. Elemen Pembentuk Ruang………………………………….
6. Interior Sistem………………………………………………
7. Furniture………………………………………………….....
18
21
22
22
29
30
31
36
44
44
45
49
52
56
59
59
60
61
65
66
68
73
73
73
73
74
75
76
77
78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
B. Tinjauan Lapangan Auditorium RRI Surakarta…………………
1. Sejarah Singkat…………………………………………….
2. Lokasi………………………………………………………
3. Aktivitas dan Fasilitas……………………………………..
4. Organisasi Ruang……………………………………….......
5. Sirkulasi……………………………………………………..
6. Elemen Pembentuk Ruang………………………………….
7. Interior Sistem………………………………………………
8. Furniture………………………………………………….....
9. Warna……………………………………………………….
10. Elemen Dekoratif…………………………………………...
11. Faktor Keamanan…………………………………………..
12. Struktur Organisasi……………………………………...
BAB IV PROGRAM DAN IDE GAGASAN
A. PROGRAM PERANCANGAN..................................................
1. Langkah Kerja......................................................................
2. Pengertian Proyek................................................................
3. Asumsi Lokasi.....................................................................
4. Struktur Organisasi..............................................................
5. Status Badan Usaha………………………………………
6. Aktivitas dan Fasilitas…………………………………….
7. Sistem Operasional………………………………………..
8. Kebutuhan Ruang………………………………………...
9. Besaran Ruang……………………………………………
10. Hubungan Antar Ruang…………………………………...
11. Sirkulasi……………………………………………….......
12. Sistem Organisasi Ruang…………………………………
13. Zoning dan Grouping……………………………………...
14. Elemen Pembentuk Ruang………………………………...
a. Lantai............................................................................
b. Dinding.........................................................................
c. Langit-Langit................................................................
82
82
82
82
84
85
86
87
92
93
94
95
96
97
97
97
99
99
100
101
101
103
104
106
109
110
112
115
125
125
128
133
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
15. Interior Sistem……………………………………………..
a. Pencahayaan..................................................................
b. Penghawaan..................................................................
c. Akustik..........................................................................
16. Sistem Keamanan………………………………………....
17. Furniture…………………………………………………...
B. IDE GAGASAN........................................................................
1. Konsep.................................................................................
2. Tema……………………………………………………….
3. Suasana…………………………………………………….
4. Aspek Dekorasi dan Warna………………………………..
a. Elemen Dekorasi...........................................................
b. Warna............................................................................
BAB V KEPUTUSAN DESAIN
A. KESIMPULAN...........................................................................
1. Perancangan Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni
Tradisional Jawa di Surakarta..............................................
2. Konsep Perancangan Desain Interior Gedung Pertunjukan
Seni Tradisional Jawa di Surakarta………………………..
3. Zoning dan Grouping...........................................................
4. Tema dan Warna..................................................................
5. Elemen Pembentuk Ruang...................................................
6. Interior Sistem......................................................................
7. Sistem Keamanan.................................................................
B. SARAN......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
LAMPIRAN.........................................................................................................
136
136
141
141
144
145
147
147
147
150
152
152
154
156
156
156
156
157
158
159
160
161
162
164
166
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Akustik dinding panggung
Gambar 2. Contoh plafon area penonton
Gambar 3. Contoh desain area penonton
Gambar 4. Contoh area penonton
Gambar 5. Contoh dinding area penonton
Gambar 6. Contoh lantai area penonton
Gambar 7. Peta Kota Solo
Gambar 8. Peta Surakarta
Gambar 9. Pencahayaan buatan pada area panggung
Gambar 10. Penggunaan AC split dan box speaker
Gambar 11. Furniture pada lobby
Gambar 12. Furniture ruang penonton
Gambar 13. Pada ruang rias berupa seperangkat meja rias
beserta kursi
Gambar 14. Ruang kantor pengelola
Gambar 15. Ruang pengiring gamelan
Gambar 16. Suasana saat pementasan wayang orang
Gambar 17. Pementasan wayang orang Sriwedari
Gambar 18. Sky Light pada lobby
Gambar 19. Ruang penonton
Gambar 20. Panggung
Gambar 21. Ruang pengiring
Gambar 22. Kipas angin pada ceiling
Gambar 23. Jendela pada lobby
Gambar 24. Sound System pada samping panggung
Gambar 25. Mixer untuk pengeras bunyi
Gambar 26. Ruang kostum
Gambar 27. Kursi penonton
Gambar 28. Furniture pada lobby
Gambar 29. Warna pada dinding
Gambar 30. Relief pada dinding lobby
Gambar 31. Kolom pada lobby
Gambar 32. Tabung pemadam kebakaran
Gambar 33. Peta Lokasi
Gambar 34. Sirkulasi
Gambar 35. Zoning Terpilih
Gambar 36. Grouping Terpilih
Gambar 37. Sofa R.Tunggu
Gambar 38. Perspektif lesehan cafe
Gambar 39. Perspektif R.pamer
Gambar 40. Contoh tokoh wayang berupa Gatotkaca
Gambar 41. Perspektif interior stage
Gambar 42. Contoh gambar berupa gunungan
Gambar 43. Zoning Terpilih
Gambar 44. Grouping Terpilih
Hal
38
39
41
40
41
42
60
74
77
77
78
79
79
80
80
81
81
88
88
89
89
90
90
91
91
92
92
93
93
94
94
95
100
114
123
124
145
146
150
151
151
153
157
158
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi
Tabel 2. Organiasasi Ruang Gedung Wayang Orang Sriwedari
Tabel 3. Elemen Pembentuk Ruang Gedung Wayang Orang
Sriwedari
Tabel 4. Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan
RRI
Tabel 5. Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan
RRI
Tabel 6. Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan
RRI
Tabel 7. Organisasi Ruang Gedung Pertunjukan RRI
Tabel 8. Aktifitas dan Fasilitas Gedung Pertunjukan Seni
Tradisional Jawa
Tabel 9. Rencana ruang pada Gedung Pertunjukan Seni
Tradisional Jawa
Tabel 10. Rencana besaran ruang pada Gedung Pertunjukan Seni
Tradisional Jawa
Tabel 11. Sistem Organisasi Ruang
Tabel 12. Elemen Pembentuk Ruang pada Lantai
Tabel 13. Elemen Pembentuk Ruang pada Dinding
Tabel 14. Elemen Pembentuk Ruang pada Langit-langit
Tabel 15. Elemen Pembentuk Ruang
Tabel 16. Interior Sistem
DAFTAR BAGAN
Hal
16
76
76
83
84
84
85
103
105
108
113
128
132
136
160
161
Bagan 1. Sirkulasi Pengunjung Gedung Wayang Orang
Sriwedari
Bagan 2. Sirkulasi Penglola Gedung Wayang Orang Sriwedari
Bagan 3. Sirkulasi Seniman Gedung Wayang Orang Sriwedari
Bagan 4. Pola Sirkulasi Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI
Bagan 5. Pola Sirkulasi Pengelola Gedung Pertunjukan RRI
Bagan 6. Pola Sirkulasi Pengelola Gedung Pertunjukan RRI
Bagan 7. Struktur Organisasi
Bagan 8. Langkah Kerja Perencanaan
Bagan 9. Pola Pemikiran
Bagan 10.Struktur Organisasi
Bagan 11. Hubungan antar ruang
Bagan 12. Sirkulasi Pengelola
Bagan 13. Sirkulasi Karyawan
Bagan 14. Sirkulasi Pengunjung
Bagan 15. Sirkulasi Seniman
Hal
74
75
75
85
86
86
96
97
98
100
109
110
110
111
111
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DESAIN INTERIOR
GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA
DI SURAKARTA
(Dengan Pendekatan Eklektik)
Yunita Eka Wahyuningtyas1
Iik Endang Siti W, S.Sn, M.Ds2 Anung B Studyanto, S.Sn, MT
3
ABSTRAK
2010.. Tugas Akhir. Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra Dan
Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam perancangan ini adalah : (1)
Bagaimana menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi
para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang
sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan
pelestarian kesenian pertunjukan tradisional? (2) Bagaimana
menentukan interior yang mampu mewujudkan gaya interior
eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) yang digunakan
sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan
fungsi dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa sebagai
wadah pelestarian kebudayaan? (3) Bagaimana menyediakan
fasilitas-fasilitas pendukung agar dapat menarik animo pengunjung
dan memenuhi persyaratan fungsi ruang yang dapat menjadi daya
dukung optimal bagi pengunjung sebagai penikmat seni
pertunjukan tradisional Jawa?
Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut: (1) Menyediakan
fasilitas atau wadah untuk menampilkan seni pertunjukan
tradisional Jawa dengan menciptakan suasana yang edukatif dan
rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton
pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana
pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional (2)
Dapat menciptakan interior yang mampu mewujudkan konsep
1 Mahasiswa Jurusan Desain Interior dengan NIM C0805034
2 Dosen Pembimbing I
3 Dosen Pembimbing II
eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) dengan
mengangkat tema pewayangan yang digunakan sebagai penerapan
wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari gedung
pertunjukan seni tradisional Jawa sebagai wadah pengenalan
kebudayaan. (3) Menyediakan suatu rancangan interior gedung
pertunjukan seni tradisional Jawa yang nyaman dilihat sari segi
interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang sehingga
pengunjung mendapatkan kenyamanan serta tertarik saat menonton
pertunjukan sehingga yang disampaikan dapat diterima secara
efektif.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimum berdasarkan data – data
yang akurat, maka metode yang digunakan ada 2 tahap pokok yang
digunakan oleh peneliti, yaitu: (1) Metode observasi yaitu
mengadakan observasi langsung atau tidak langsung dengan studi
pengamatan lapangan, wawancara dan studi literatur melalui buku
– buku, koran, majalah, internet ataupun referensi – referensi lain
yang berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai sehingga mampu
dapat menyelesaikan permasalahan. (2) Metode analisis yaitu
menganalisis data – data di lapangan, dengan mengaitkan kajian
teoritis yang kemudian dianalisis.
Dari analisa tersebut dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Membuat
konsep perwujudan dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional
Jawa di Surakarta yang mampu menjadikannya sebagai sarana
hiburan rakyat dan sarana pendidikan dalam rangka melestarikan
budaya seni tradisional Jawa. (2) Penggunaan warna dan bentuk
yang sesuai dengan tema akan membangun suasana para
pengunjung. (3) Karakter ruang sangat membantu dalam
menciptakan kenyamanan dan keamanan bagi pengunjung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seni pertunjukan tradisional saat ini mulai terdesak oleh seni budaya modern
yang lebih disukai oleh berbagai kalangan. Hal ini disebabkan kemasan seni
pertunjukan modern lebih menarik jika dibandingkan dengan seni pertunjukan
tradisional, sehingga sebagian masyarakat khususnya kaum muda lebih menyukai
seni budaya modern. Seni pertunjukan tradisional merupakan tinggalan leluhur nenek
moyang, memiliki nilai-nilai kehidupan manusia yang menarik untuk dilihat dan
dihayati sebagai kesenian tradisional daerah. Namun, seiring dengan pesatnya
kemajuan teknologi dan sejenisnya yang dengan mudah dapat mengakses seni budaya
modern, kesenian tradisional semakin terdesak keberadaannya, dan tidak mustahil
akan hilang jika tidak ada upaya menghidupkannya kembali.
Selain surga bagi wisata kuliner, sebagai kota budaya kota Solo tentu saja juga
memiliki beragam stok wisata budaya. Salah satu wisata budaya di kota Solo yang
dapat dinikmati setiap malam adalah pertunjukan kesenian wayang orang.
Masyarakat tinggal mengunjungi gedung wayang orang yang berada di komplek
Taman Hiburan Rakyat Solo.
Kondisi wayang orang legendaris Sriwedari di Kota Solo kini semakin
memprihatinkan. Bukan hanya penonton yang nyaris tidak pernah memadati
pertunjukannya. Tetapi kesan sebagai kesenian yang pernah menjadi indikator citra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa pun tak tampak lagi. Padahal kota Solo
merupakan kota budaya, sehingga adanya gedung wayang orang menjadi salah satu
ikon budaya Solo. Bahkan, tak ditemukan lagi kesan gebyar kebesarannya, seperti
pada masa jayanya sekitar tahun 1970-an. Tata lampu, teknik pemanggungan, dan
penampilan pemain kurang mencerminkan sebagai pelakon wayang profesional yang
menjadi kegandrungan penonton, seperti layaknya dulu. Setiap malam wayang orang
Sriwedari memang masih terus pentas, ada atau tidak ada penonton. Namun,
kesannya hanya sekadar menunjukkan bahwa wayang orang masih ada.
Kebutuhan masyarakat Solo akan sarana rekreasi yang bersifat mengenal
kebudayaan Jawa merupakan suatu harapan bagi semua masyarakat, sehingga tercipta
sarana rekreatif namun tetap ada unsur edukatif. Banyak alternatif cara dalam usaha
mewujudkannya diantaranya seperti pembangunan sebuah sarana kebudayaan Jawa.
Contohnya sebuah gedung pertunjukan seni tradisional jawa yang dapat menjadi daya
tarik tersendiri bagi daerah Surakarta yang merupakan aset tujuan pariwisata bagi
wisatawan domestik maupun mancanegara merupakan salah satu alternatif yang
sangat baik. Gedung pertunjukan seni tradisional jawa merupakan suatu pusat bagi
masyarakat Surakarta mengingat salah satu bentuk seni tradisional jawa yang
menyajikan salah satu pertunjukan seni yaitu cerita wayang berdasarkan pada cerita
Ramayana atau Mahabarata yang mengandung filosofi dan tertanam pada jiwa bangsa
Indonesia. Banyak permasalahan yang muncul dalam usaha mewujudkannya karena
masyarakat sekarang tidak terlalu tertarik untuk kembali mengenal kebudayaan tempo
dulu, misalnya wayang orang yang merupakan salah satu warisan budaya Jawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Untuk itu bagaimana caranya membuat masyarakat tertarik untuk datang
mengunjunginya.
Dengan adanya ciri khas yang dimiliki oleh gedung pertunjukan seni
tradisional jawa ini maka akan semakin menambah keunikan tersendiri bagi suatu
karya desain. Gedung pertunjukan seni tradisional jawa ini juga dilengkapi dengan
fasilitas penunjang lain sebagai pemenuh kebutuhan para pengunjung diantaranya
ruang pertunjukan dengan penataan akustik dan tata lampu yang baik sehingga
berbeda dari gedung pertunjukan seni yang selama ini ada di Surakarta. Kenyamanan
penonton dan pengunjung juga menjadi pertimbangan dalam mendesain gedung
pertunjukan seni tradisional jawa. Adanya fasilitas souvenir shop yang menjual
miniatur atau replika tokoh pewayangan dan juga cafe yang nenghadirkan suasana
tradisional yang menghadirkan karakter-karakter tradisional pada display ruang
maupun pelayanan café itu sendiri. Sebuah persembahan yang berguna bagi
masyarakat tentunya bila dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional jawa ini
dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi para pengunjung akan
kebudayaan Jawa yang semakin dilupakan. Banyak nilai edukatif dan rekreatif yang
bisa kita gali (eksplorasi) dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional jawa
ini, dan kedepan nantinya kita akan gunakan sebagai batu loncatan untuk
mengembangkan sebuah kebudayaan yang bermanfaat dan implikasinya adalah
masyarakat semakin mencintai kebudayaannya sendiri. Dengan adanya gedung
pertunjukan seni tradisional jawa ini tidak menuntup kemungkinan bagi para
masyarakat umum maupun pelajar mendapatkan pengetahuan dan juga sebagai sarana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
riset bagi para pelaku seni yang menekuni bidang seni pertunjukan tradisional jawa
untuk mendapatkan referensi sebagai penyempurnaan seni yang sudah ada .
B. Batasan Masalah
1. Pembahasan diutamakan dalam lingkup disiplin interior
2. Perencanaan ditekankan pada masalah interior dalam gedung pertunjukan seni
tradisional Jawa dengan mempertimbangkan tuntutan dan persyaratan aktivitas
dan pelaku aktivitasnya dapat diwadahi, dan rekreatif sebagai salah satu upaya
menarik pengunjung, serta edukatif dengan menciptakan gedung pertunjukan
seni tradisional Jawa sebagai bangunan dan lingkungan yang berbeda dengan
yang ada disekitarnya.
3. Fasilitas utama ruangan yang terdapat dalam gedung pertunjukan seni tradisional
Jawa ditekankan pada:
a. Ruang utama pertunjukan (auditorium)
b. Ruang Pendukung
- Hall / Lobby
- Cafe
- Ruang Pamer
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para
pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan
tradisional.
2. Bagaimana menentukan interior yang mampu mewujudkan gaya interior eklektik
(perpaduan gaya modern dan tradisional) yang digunakan sebagai penerapan
wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari Gedung Pertunjukan
Seni Tradisional Jawa sebagai wadah pelestarian kebudayaan.
3. Bagaimana menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung agar dapat menarik animo
pengunjung dan memenuhi persyaratan fungsi ruang yang dapat menjadi daya
dukung optimal bagi pengunjung sebagai penikmat seni pertunjukan tradisional
Jawa.
D. Tujuan
Tujuan dari desain interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa adalah:
1. Menyediakan fasilitas atau wadah untuk menampilkan seni pertunjukan
tradisional Jawa dengan menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi
para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan
kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan
tradisional.
2. Dapat menciptakan interior yang mampu mewujudkan konsep eklektik
(perpaduan gaya modern dan tradisional) dengan mengangkat tema pewayangan
yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan
fungsi dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa sebagai wadah pengenalan
kebudayaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Menyediakan suatu rancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa
yang nyaman dilihat sari segi interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang
sehingga pengunjung mendapatkan kenyamanan serta tertarik saat menonton
pertunjukan sehingga yang disampaikan dapat diterima secara efektif.
E. Sasaran
1. Sasaran desain
Adapun dari sasaran desain adalah pemenuhan kebutuhan fungsional dari
gedung pertunjukan seni tradisional Jawa itu sendiri, antara lain kebutuhan akan
sarana gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang nyaman dilihat sari segi
interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang tanpa mengabaikan segi estetis
sehingga diharapkan pengunjung dapat menikmati pertunjukan dengan nyaman,
sehingga tujuan dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa tersebut dapat
terpenuhi secara maksimal.
2. Sasaran pengunjung
Seluruh pengunjung gedung pertunjukan seni tradisional Jawa baik dari
kalangan umum (wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik), pengunjung
umum maupun akademisi baik dari kalangan pelajar , pakar seni, pengamat seni dan
lain sebagainya.
F. Manfaat
Manfaat dari desain interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa ini bagi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
1. Mahasiswa, khususnya desain interior adalah untuk menambah wawasan tentang
perancangan gedung pertunjukan untuk melestarikan seni pertunjukan tradisional
Jawa dan ikut berperan dalam menumbuhkan kesadaran akan arti pentingnya
budaya tradisional Jawa dalam bentuk perancangan interior.
2. Masyarakat, adalah banyak nilai edukatif dan rekreatif yang bisa digali
(eksplorasi) dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional Jawa ini, dan
kedepan nantinya dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mengembangkan
sebuah kebudayaan yang bermanfaat dan implikasinya adalah masyarakat
semakin mencintai kebudayaannya sendiri
3. Pelaku seni, sebagai sarana riset bagi para pelaku seni yang menekuni bidang seni
pertunjukan tradisional Jawa untuk mendapatkan referensi sebagai
penyempurnaan seni yang sudah ada .
4. Pemerintah, adalah memberi masukan suatu perancangan gedung pertunjukan
yang didalamnya mencakup beberapa unsur kebudayaan menjadi satu rangkaian
sarana hiburan dengan tujuan untuk mengangkat kembali kejayaan seni
tradisional Jawa yang makin ditinggalkan.
G. Metodologi
Metodologi yang akan digunakan sebagai dasar penyusunan sehingga
mencapai hasil sesuai dengan tujuan dari desain interior gedung pertunjukan seni
tradisional Jawa adalah :
1. Metodologi Pembahasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Untuk mendapatkan hasil yang maksimum berdasarkan data – data yang
akurat, maka metode yang digunakan :
a. Metode Observasi
Yaitu mengadakan observasi langsung atau tidak langsung dengan studi
pengamatan lapangan, wawancara dan studi literatur melalui buku – buku,
koran, majalah, internet ataupun referensi – referensi lain yang berkaitan
dengan tujuan yang akan dicapai sehingga mampu dapat menyelesaikan
permasalahan.
b. Metode Analisis
Menganalisis data – data di lapangan, dengan mengaitkan kajian teoritis yang
kemudian dianalisis. Diharapkan tinjauan tersebut akan mengilhami berbagai
karya desain dan alternatif – alternatif yang matang.
H. Sistematika Pembahasan
1. BAB I (PENDAHULUAN)
Pendahuluan mencakup latar belakang masalah yang meliputi peranan dan
keberadaan gedung pertunjukan seni tradisional Jawa, pembahasan dan perumusan
masalah, sasaran, tujuan dan manfaat serta metodologi yang meliputi metode dan
sistematika pembahasan.
2. BAB II (LANDASAN TEORI)
Mengemukakan tentang landasan teori tentang proyek desain interior
gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang meliputi tentang persyaratan ruang
pertunjukan, ruang penonton, dan ruang pendukung lainnya yang di dalamnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
mencakup pengertian, fungsi, klasifikasi, sirkulasi, komponen pembentuk ruang,
sistem interior, sistem keamanan, dll serta merupakan hasil studi observasi di
lapangan, sebagai dasar acuan atas pemilihan lokasi perencanaan, maupun sebagai
bahan pembanding dan bahan pengayaan bagi proses analisis dari konsep desain
interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa.
3. BAB III (TINJAUAN LAPANGAN)
Merupakan hasil studi observasi di lapangan, sebagai dasar acuan atas
pemilihan lokasi perencanaan, maupun sebagai bahan pembanding dan bahan
pengayaan bagi proses analisis dari konsep desain interior gedung pertunjukan seni
tradisional Jawa.
4. BAB IV (PROGRAM DAN IDE GAGASAN)
Perancangan yang diperoleh dari kajian teori dan hasil observasi lapangan
yang merupakan titik tolak dasar konsep perencanaan dan perancangan interior
ruang utama pertunjukan dan ruang pendukung lainnya pada gedung pertunjukan
seni tradisional Jawa.
5. BAB V (KESIMPULAN)
Merupakan kesimpulan dari proses analisis sekaligus merupakan konsep
Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Judul
Pengertian dari judul Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni
Tradisional Jawa di Surakarta dengan Pendekatan Eklektik adalah sebagai
berikut:
Interior : Ruang dalam suatu bangunan
(Ensiklopedia Indonesia, 1989, hal : 195)
Desain Interior : Merencanakan, menata dan merancang ruang-ruang
interior dalam bangunan.
(Francis D.K. Ching, Desain Interior, 1996, hal 46)
Seni pertunjukan : Merupakan ekspresi dari perseorangan atau komunitas
dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam
berbagai ruang.
(Drs. Sujarno, Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai,
Fungsi dan Tantangannya, 2003, hal: 23)
Eklektik : Gaya eklektik sendiri dikenal dalam istilah interior
sebagai gaya gado-gado, yang merupakan paduan dari
beragam selera gaya.
(http:okezone.com)
Jadi Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di
Surakarta dengan Pendekatan Eklektik adalah suatu proses, pembuatan,
merancangkan, merencanakan desain tempat pertunjukan yang menampung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
kegiatan manuasia untuk mengekspresikan dari perseorangan atau komunitas
dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam berbagai ruang ruang dalam
suatu bangunan yang berupa tempat pertunjukan seni tradisional Jawa untuk
melengkapi fasilitas hiburan yang ada di Surakarta dengan perpaduan desain
interior dari berbagai gaya atau disebut eklektik.
B. Tinjauan Khusus Gedung Pertunjukan
1. Tinjauan dan Latar Belakang Bentuk Teater
Kata “teater” sebenarnya merupakan istilah seni yang dipertunjukkan.
Istilah ini berasal dari Yunani yaitu “theatron” yang berarti “tempat
pertunjukan”. Teater disini tidak sebatas pada pengertian saja tetapi lebih dari
itu. Secara tersirat teater mengandung pengertian : teater adalah suatu kegiatan
manusia yang secara sadar menggunakan tubuhnya sebagai alat atau media
utama untuk menyatakan rasa dan karsanya, mewujudkan dalam suatu karya
(seni). Didalam menyatakan rasa dan karsanya itu, alat atau media utama tadi
ditunjang oleh unsur gerak, unsur suara, dan bunyi, serta unsur rupa.
Unsur – unsur teaternya menurut urutan sebagai berikut :
a. Tubuh manusia sebagai alat/ media utama (pemeran/ pemain)
b. Gerak sebagai unsur penunjang (gerak, tubuh, suara, bunyi, rupa)
c. Suara sebagai unsur penunjang (kata atau ucapan pemeran)
d. Bunyi sebagai unsur penunjang (efek bunyi benda, musik)
e. Rupa sebagai unsur penunjang (cahaya, sinar lampu, skeneri, kostum, tata
rias)
Sedangkan pengertian teater dalam arti luas adalah segala bentuk
tontonan yang dipertunjukkan banyak orang. Misalnya wayang orang,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
ketoprak, lenong, dan lain sebagainya. Sebagai seni yang dipertunjukkan, teater
paling tidak harus memiliki tiga elemen pokok, yaitu :
Penonton, dalam pentas teater tidak mengenal kedudukan pria, wanita , tua,
muda, dan anak – anak. Secara naluriah, manusia dipengaruhi oleh sikap
dan tindakannya. Kemauan pergi ke teater karena mereka ingin mengetahui.
Berawal dari sinilah mereka pergi untuk melihat, menghayati, serta
menikmati pertunjukan yang disajikan. Karena ia menikmati, menyaksikan
dan melihat maka ia disebut sebagai penonton. Pertunjukan teater tidak
lengkap tanpa adanya penonton, karena pokok dari penyajian adalah untuk
mengubah, mempengaruhi, membawa penonton kesuasana kehidupan yang
sebenarnya dan diharapkan dapat terlihat langsung dalam pertunjukan.
Tempat, jika dilihat dari perkembangannya teater pada mulanya merupakan
wujud pemujaan/ upacara sakral. Hingga perkembangan selanjutnya
berubah dari upacara pemujaan menjadi akting, dengan sendirinya
berpengaruh juga pada bentuk ruang teater. Mula – mula tapal kuda atau
setengah lingkaran, sering disebut “theatre in the round”. Tempat
pementasan yang baik adalah adanya hubungan yang baik antara pemain
dengan penonton. Tempat pertunjukan yang dipilih pada ruang tertutup atau
terbuka. Tempat merupakan elemen kedua yang harus ada.
Penyaji, elemen ini merupakan elemen yang paling penting karena tanpa
penyaji pertunjukan tidak pernah ada. Penyaji adalah semua orang yang
terlibat dalam pertunjukan. Biasanya mereka terdiri dari penata lampu,
penata laku, penata kostum, penata panggung, perancang dekorasi, dan
masih banyak lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Bentuk fisik ruang teater sekarang ini mengacu pada perkembangan
teater di Eropa. Sejarah yang panjang mengenai ruang pertunjukan dapat
dilihat pada sejarah perkembangan teater atau ruang pertunjukan. (Yuni
Kristanti, 2008, Hal: 29-31)
2. Pengertian Gedung Pertunjukan atau Pementasan
Ruang pertunjukan atau ruang pentas adalah merupakan sarana yang
senantiasa menjadi wahana utama dalam mewujudkan adanya interaksi suatu
pementasan sebagai bentuk aktivitas. Pengertian ruang yang berkaitan dengan
seni pertunjukan ini sebenarnya terbats pada fungsinya yang secara praktis
dapat dikategorikan dalam 4 macam klasifikasi:
Akting area atau panggung
Auditorium atau ruang penonton
Auxilary working storage atau penunjang
Storage space atau ruang pengadaan/gudang
Keempat komponen tersebut merupakan suatu kesatuan yang saling
mendukung dalam menyiapkan dan melaksanakan kegiatan/ aktivitasyang
berhubungan dengan suatu pementasan. Keempat ruang tersebut mempunyai
hubungan berantai dalam proses interaksi.
Secara fungsional, organisasi ruang pertunjukan dikelompokkan
menjadi tiga bagian sebgai berikut:
a. Ruang utama, yaitu ruang yang berfungsi sebagai tempat untuk
menampung penonton.
b. Ruang penunjang, berupa reception (bagian penerimaan) yang terdiri
dari kantor, tempat penyimpanan pakaian dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
c. Ruang perlengkapan, berupa panggung utama, panggung sayap,
daerah belakang panggung, gudang layar pertunjukan, bengkel kerja,
ruang latihan, dan sebagainya.
Adapun kebutuhan ruang pertunjukan secara umum dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Perangkat ruang pentas, yang terdiri dari:
Raung persiapan (Auxilary working storage), ruang yang
berfungsi sebagai tempat pengontrol suara dan cahaya untuk
daerah panggung yang biasanya digunakan untuk mengawasi
suara pemain dalam pertunjukan yaitu agar pemain tersebut dapat
mengetahui bagaimana suara sesungguhnya dapat diterima
penonton dan dapat digunakan untuk mengatur cahaya yang
ditujukan ke panggung.
Ruang tatarias, yaitu ruang yang berfungsi sebagai ruang
pengarahan dan merupakan daerah lounge para pemain juga
digunakan untuk berlatih sementara menunggu untuk tampil.
Raung pementasan, yaitu ruang yang disebut panggung yang
dipakai pemain atau actor dalam pementasan. Panggung ini
terpisah dan mempunyai bukaan bertingkat, dari sinilah penonton
melihat pertunjukan telah berlangsung.
b. Perangkat ruang penonton, yang terdiri dari:
Ruang tunggu, yaitu serambi merupakan ruangan besar atau aula
masuk dari sebuah gedung pertunjukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Pintu masuk (entrance dan lobby), menurut Poerwodarminto
pintu berarti gerbang atau lawang yang digunakan untuk
menunjukkan arah keluar dan masuk.
Ruang duduk, bahwa ruang duduk dalm ruang pertunjukan
merupakan ruang yang memungkinkan penonton untuk bersantai,
duduk atau berbincang-bincang dengan santai sambil menunggu
pertunjukan dimulai.
Ruang auditorium, pada dasarnya auditorium merupakan suatu
ruang dimana sejumlah besar penonton dapat ditampung
menikmati suatu pertunjukan dengan kenyamanan visual dan
auditori yang memadai.
Rauang loket karcis, merupakan sarana pelengkap yang selalu ada
pada setiap gedung pertunjukan. Loket karcis merupakan bagian
pertama sebuah gedung pertunjukan yang akan selalu dilalui
penonton.
Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi
Pembagian Jenis
Perangkat ruang
pentas
a. Ruang persiapan
b. Ruang pementasan
c. Ruang pengiring
- Auxiliary working
- Proscenium dan apron
- Pit atau orchestra
Perangkat ruang
penonton
a. Serambi
b. Jalan masuk
c. Ruang duduk
d. Fasilitas lain
- Foyer
- Entrance
- Auditorium
- Loket, lavatory, cafetaria
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Perangkat ruang
pendukung
a. Gudang
b. Ruang untuk alat dekor
c. Ruang untuk gladi
Storage, scenary space
Tabel. 1.
Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi
Sumber : skripsi Yuni Kristansi. 2008. Perancangan dan Perancanaan Gedung
Wayang Orang di Surakarta. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa
UNS
3. Tinjauan Bentuk Panggung (Stage)
a. Interior Panggung
Panggung (stage) adalah ruang yang umumnya menjadi orientasi
utama dalam sebuah auditorium. Ruangan ini diperuntukan bagi penyaji
untuk mengekspresikan materi yang akan disajikan. Bentuk dan dimensi
panggung sangat bermacam-macam. Saat ini dikenal pula panggung
permanen dan semi permanen, yaitu panggung dengan bebtuk, peletakan, dan
dimensi yang dapat diubah-ubah sesuai kebutuhan. Panggung semacam ini
umumnya ditempatkan pada auditorium multifungsi.
Menurut Christina E. Mediastika, Ph.D dalam bukunya “Akustika
Bangunan” bahwa bentuk dan tingkat komunikasinya dengan penonton,
panggung dapat dibedakan menjadi empat jenis:
1) Panggung Proscenium
Bentuk dan peletakan panggung yang disebut proscenium adalah
peletakan konvensional, yaitu penonton hanya melihat tampilan penyaji
dari arah depan saja. Komunikasi antara penyaji dan penonton pada
panggung semacam ini sangat minim. Komnikasi yang dimaksud adalah
tatapan mata, perasaan kedekatan antara penyaji dengan penonton, dan
keinginan penonton untuk secara fisik terlibat dengan materi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
disajikan. Panggung semacam ini lebih cocok dipergunakan untuk model
sajian yang tidak membutuhkan tingkat komunikasi yang tinggi, seperti
misalnya pertunjukan seni tari klasik atau seni musik klasik. (Christina
E. Mediastika, Ph.D, 2005: 93-94)
2) Panggung Terbuka
Masyarakat awam seringkali salah paham menganggap bahwa semua
auditorium yang tidak beratap adalah panggung terbuka. Panggung
terbuka adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pengembangan dari
panggung proscenium yang memiliki sebagian area panggung menjorok
ke rah penonton, sehingga memungkinkan penonton bagian depan untuk
menyajikan penyaji dari arah samping contohnya catwalk tempat
peragaan busana. Komunikasi antara penyaji dan penonton pada
panggung semacam ini lebih baik dan lebih terbangun. Pada panggung
terbuka ini, baik penyaji maupun penonton berada di dalam ruangan yang
beratap.
3) Panggung Arena
Panggung arena adalah panggung yang terletak di tengah-tengah
penonton, sehingga penonton dapat berada pada posisi di depan, di
samping, atau bahkan dibelakang penyaji. Panggung semacam ini
biasanya dibuat semipermanen dalam sebuah auditorium multifungsi.
Komunikasi antara penyaji dan penonton dapat berlangsung denagan
baik. Panggung arena seringkali dibuat dapat berputar sehingga penonton
pada sisi yang berbeda dapat melihat penyaji dari semua sudut.
4) Panggung Extended
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Bentuk panggung extended adalah pengembangan dari bentuk
proscenium yang melebar kea rah samping kiri dan kanan. Bagian
pelebaran atau perluasan ini tidak dibatasi dengan dinding samping,
sehingga penonton dapat menyajikan penyaji dari arah samping. Bentuk
panggung ini sanagt cocok digunakan untuk sajian acara yang terdiri dari
beberapa bagian pertunjukan, seperti sajian music dan mungkin pula
dilengkapi denagn sajian lawak/komedi. Masing-masing bagian sajian
tersebut dapat menempati sisi panggung yang berbeda, sehingga
persiapan set (dekorasi) masing-masing panggung tidak saling
mengganggu.
b. Panggung dan Perlengkapannya
Perlengkapan panggung sebagai berikut :
1) Pit atau sudut orkes, yakni sebuah lantai yang rendah di depan
panggung yang diperlukan untuk orkes.
2) Apron atau serambi panggung, yaitu bagian lantai panggung yang
paling depan dibatasi garis layar dan ujung panggung yang menjorok
ke auditorium.
3) Pelengkung proscenium, yaitu lubang proscenium yang
memperlihatkan batas antara penonton dan pemeran yang biasanya
disertai kain – kain untuk menutupi sebagain panggung yang tidak
perlu dilihat penonton.
4) Layar asbestos, yaitu layar dibelakang proscenium yang tahan api
dengan maksud untuk menghindari menjalarnya kebakaran ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
tempat lain apabila sewaktu – waktu terjadi kebakaran di belakang
panggung.
5) Layar utama, yaitu salah satu layar yang memilki kedudukan penting
dalam hubungannya dengan identitas teater yang dipasang pada saat
panggung beum dibuka.
6) Layar layang, gedung teater yang memiliki ketinggian yang wajar
dengan perlengkapan sistem bandul keseimbangan sering layar
utamanya dikerjakan dengan layar layang. Cara kerja layar layang
hamper tidak mengeluarkan bunyi pada saat layar tersebut bergerak.
7) Layar tarik, yaitu layar yang terjadi dari dua bidang yang bertemu
dan membuka di tengah apabila masing – masing bidang ditarik
kepinggir sisi kiri kanan pelengkung proscenium.
8) Layar tab, yaitu layar yang bekerja melalui dua utas tali atau lebih
yang ditarik menelusuri cincin pada layar. Apabila cincin itu disusun
secara diagonal maka layar akan membuka dan menutup secara
diagonal dan apabila dipasang secara vertical akan membuka secara
vertical.
9) Layar gulung, umumnya digunakan pada gedung teater yang kecil
dan sempit. Digunakan oleh teater – teater lama pada kereta – kereta
Teater Keliling abad 19.
10) Tiser dan Tormentor, yaitu kain penghalang yang dipasang diatas
panggung paling depan menyilang horizontal dan ukurannya lebih
besar dari border dipasang diganti pada sebatang pipa gantungan
dengan sistem bandul.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
11) Jembatan lampu, yaitu untuk menggantungkan lampu – lampu juga
untuk menggantungkan kain border ke satu. Jembatan lampu ini
tergantung kain pada dua pasang tali atau kawat (slink) pada sistem
bandul keseimbangan sehingga jembatan lampu dapat dinaikkan atau
diturunkan menurut kebutuhan.
12) Para – para, adalah jajaran kayu dan besi yang disusun berderet
letaknya diatas panggung kurang lebih dua meter dibawah atap dan
memenuhi seluruh ruangan. Para – para adalah tempat kedudukan
keekan tali penggantung layar, lampu, dan sebagainya.
13) Sistem bandul keseimbangan, yaitu merupakan cara penggerekan
yang dipandang naik dan mudah. Di dalam sistem bandul
keseimbangan ini utasan tali diganti dengan kawat baja yang bekerja
mulai dari batang gantungan menuju ke para – para masuk kebiji
kerekan lalu menuju ke salah satu panggung tempat induk kerekan.
14) Siskorama, adalah layar berbentuk tiga sisi yang sudut – sudutnya
dapat dilengkungkan untuk memberikan efek kedalaman layar
belakang set eksterior langit atau cakrawala atau efek kedalaman
yang luar biasa.
15) Penutup lantai panggung, adakalanya bagian penting daerah
permanan panggung ditutup dengan kain terpal atau lapisan karet
tipis. Biasanya berwarna cokelat tua atau abu – abu kehijauan atau
kehitaman. Penutup ini dipasang hingga lantai panggung depan
termasuk batas layarnya melampaui 1 atau 1,5 m di depan
pelengkung proscenium.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
a. Pengertian Auditorium
Auditorium berasal dari kata audiens (penonton/penikmat) dan rium
(tempat), sehingga auditorium dapat diartikan sebagai tempat berkumpulnya
penonton untuk menyaksikan suatu acara tertentu. Berdasarkan jenis aktivitas
yang dapat berlangsung di dalammya, maka suatu auditorium dibedakan
jenisnya menjadi:
a. AUDITORIUM UNTUK PERTEMUAN, yaitu auditorium dengan
aktivitas utama percakapan, seperti untuk seminar, konferensi, rapat
besar. Kriteria waktu dengung 0 – 1 detik, idealnya 0,5detik.
b. AUDITORIUM UNTUK PERTUNJUKAN SENI, yaitu auditorium
dengan aktivitas utama sajian kesenian, seperti seni musik dan tari.
Secara akustik jenis auditorium ini masih dapat dibedakan lagi menjadi
auditorium yang menampung aktivitas musik saja dan menampung
aktivitas musik sekaligus gerak. Kriteria waktu dengung 1 – 2 detik, ideal
1,5detik.
c. AUDITORIUM UNTUK MULTIFUNGSI, yaitu auditorium yang tidak
dirancang secara khusus untuk fungsi percakapan atau musik, namun
sengaja dirancang untuk berbagai keperluan tersebut, termasuk pameran
produk, perhelatan pernikahan, dan lain-lain. Memiliki penyelesaian
interior yang fleksibel untuk menjaga kualitas akustik pada setiap
kegiatan yang diselenggarakan. Model yang dapat digunakan sistem
geser (sliding), sistem gulung (rolling) dan sistem bongkar pasang
(knockdown).
(Christina E. Mediastika, Ph.D, 2005: 91)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
C. Tinjauan Khusus Interior Sistem
1. Pencahayaan
Pencahayaan merupakan salah satu elemen terpenting dalam interior.
Dengan pencahayaan yang bagus, setiap ruang dapat tampil lebih indah dan
berfungsi lebih efektif. Cahaya dipakai untuk menerangi obyek agar tercipta
suasana yang lebih indah dan eksotis. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan
antara lain fungsi ruang, karakter bangunan, karakter penghuni, kegiatan
penghuni, juga suasana yang ingin diciptakan.
Seiring dengan perkembangan jaman, pencahayaan kini juga memiliki
fungsi dalam menunjang keindahan. Oleh karena itu, perkembangan
pencahayaan bukan lagi di pandang sebagai kebutuham primer, tetapi sudah
menjadi kebutuhan sekunder dan tersier tergantung dari fungsi cahaya itu
sendiri. Hal tersebut menyebabakan kebutuhan akan pencahayaan jadi
semakin meningkat.
a. Macam-macam Sumber Cahaya
1) Sumber Cahaya Alami (Natural Lighting)
Sumber cahaya alami adalah adalah suatu sistem pencahayaan
yang menggunakan sumber cahaya alam yaitu sinar matahari. Sifat dari
sistem ini hanya sementara, artinya hanya pada waktu matahari terbit
hingga tenggelam, jadi tidak dapat dimanfaatkan sepanjang hari. .Fungsi
dari adanya sistem pencahayaan alami adalah:
Sumber cahaya diwaktu pagi hingga petang hari
Menciptakan adanya cahaya pantul sebagai unsur estetik
Memberikan cahaya yang sangat terang saat pagi hingga sore hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Dari fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa hanya pada waktu
pagi hingga sore hari saja kita dapan memperoleh pencahayaan alami
dari sinar matahari. Sehingga apabila malam telah tiba harus
menggunakan bantuan lampu atau yang disebut dengan pencahayaan
buatan. Menurut jenis pemakaiannya, sistem pencahayaan alami dibagi
menjadi 2 yaitu :
Sistem pencahayaan alami langsung (direct lighting)
Sistem pencahayaan ini langsung diterima oleh tanpa ruangan tanpa
adanya suatu penghalang. Cahaya ini langsung masuk ke dalam
ruangan melalui jendela kaca maupun aksen sirkulasi cahaya yang lain
seperti pintu, kaca-kaca hias yang terpasang di dinding sebagai unsur
estetis maupun lubang-lubang dinding yang dimaksudkan untuk
masuknya cahaya matahari.
Sistem pencahayaan alami tak langsung (indirect ligthting)
Sistem pencahayaan ini tidak langsung diterima oleh suatu ruangan
tetapi merupakan cahaya pantul yang didapat dari sinar matahari.
Sehingga sinar matahari yang datang lalu diterima oleh benda
pemantul baru benda tersebut memantulkan cahayanya kedalam
ruangan tersebut. Benda yang digunakan untuk memantulkan sinar
matahari dapat berupa kaca, cermin, aluminium maupun benda-benda
lain yang dapat memantulkan bayangan. Oleh karena itu hasil dari
pantulan sinar matahari tadi dapat diolah maupun dibuat sebagai unsur
estetis ruangan dengan melalui pemantulan tersebut.
2) Sumber Cahaya Buatan (Artificial Lighting)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Suatu sistem pencahayaan menggunakan sumber cahaya buatan,
seperti: lampu, armatur, dan peralatan yang memendarkan cahaya. Sifat
dari cahaya buatan juga sementara, karena hanya dipergunakan pada
waktu malam hari saja sebagai sinar tambahan untuk menerangi suatu
ruangan / bangunan. Adapun fungsi dari cahaya buatan:
Mendukung pencahayaan dalam ruangan yang tidak terjangkau
pencahayaan siang hari.
Digunakan bersama dengan natural light untuk mereduksi terang
gelapsumber cahaya langit.
Menciptakan kondisi penerangan dalam ruang menurut aktifitas dan
kebutuhan.
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan innováis desain,
cahaya buatan dapat dipermainkan sesuda hati. Menggunakan dimmer,
intensitas cahaya dapat diatur sekehendak hati untuk memperoleh
suasana yang sesuai dengan mood. Ini berbeda dengan matahari,
intensitas dan warna cahaya alam ini sangat tergantung dengan lokasi dan
waktu.
b. Fungsi Pencahayaan
Pengaturan cahaya (pencahayaan) yang baik membuat ruangan
tertentu menjadi nyaman untuk dijadikan tempat beristirahat. Memahami
fungsi pencahayaan merupakan hal yang penting dalam mengatur cahaya.
Pencahayaan dibagi menjadi tiga funsi, yaitu general lighting (sumber
penerangan utama), task lighting endukung aktivitas tertentu/khusus),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
dan decorative/accent lighting (dekorasi sebagai aksen ruang dan obyek).
Adapun funsi-fungsi pencahayaan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) General Lighting
General lighting atau kadang disebut ambience lighting
merupakan fungsi dasar cahaya, yaitu cahaya dituntut harus ada di
seluruh ruang tertentu. Cahaya di sini berfungsi sebagai penerangan
utama, sifat penyinarannya merata dan harus menerangi seluruh ruang.
Dalam memenuhi fungsi ini, lampu yang digunakan biasanya lampu yang
memiliki watt besar agar cahayanya cukup untuk menerangi seluruh
bagian ruang. Lampu tersebut diosisikan di tengah atau titik pusat bidang
di plafon. Namun, bila diinginkan variasi, lampu dapat diletakkan di
setiap sudut-sudut ruang yang dinyalakan bersamaan sehingga
menghasilkan pencahayaan merata.
Jenis lampu yang digunakan sebaiknya bersifat memancar ke
segala arah secara merata, baik secara langsung mauun tidak langsung
(indirect light/lampu yang dipantulkan ke plafon, sementara lampunya
sendiri tersembunyi). Namun, harus diperhatikan bahwa dalam keadaan
bagaimana pun sumber lampu dibuat jangan terlihat langsung oleh mata,
baik dengan cara disembunyikan atau diselubungi oleh bahan berendar.
General lighting juga meliputi sinar alami yang masuk ke ruang
tertentu. Sinar matahari ini pun diusahakan jangan langsung menyilaukan
mata. Jika situasinya mengharuskan, buatlah saringan cahya matahari di
tempat masuknya sehingga dapat mengurangi pantulan cahaya yang
ditimbulkannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
2) Task Lighting
Task lighting adalah pencahayaan setempat dengan tujuan untuk
mendukung aktivitas yang membutuhkan cahaya lebih terang seerti
membaca, memasak, dan pekerjaan lainnya. Lampu yang digunakan
untuk task lighting sebaiknya memunyai sinar cukup terang dan dapat
diarahkan atau difokuskan pada titik tertentu. Agar efisien, task lighting
sebaiknya ditempatkan sedekat mungkin dengan obyek pencahayaan.
Menurut hokum kebalikan kuadrat (inverse square law) dari ilmuoptika
dinyatakan bahwa jarak cahaya yang diperjauh dua kali akan mengurangi
terang cahaya sebanyak pangkat dua dari nilai terang sebelumnya, yaitu
empat kali. Diperjauh tiga kali, kekuatan cahaya akan berkurang
sembilan kali, dan seterusnya. Tentu saja harus dipertimbangkan juga
segi kepraktisan dan kenyamanan pengguna lampu tersebut, terutama
mengenai panas dan silaunya lampu.
Untuk task lighting sebaiknya digunakan lampu atau unit
pencahayaan yang memancar hanya ke satu arah, yaitu ke tempat bidang.
3) Decorative/accent lighting
Untuk fungsi yang terakhir ini, cahaya lebih berperan dalam segi
estetika. Cahaya berfungsi menonjolkan nilai keindahan obyek pada
ruang atau desain dari ruang itu sendiri. Untuk memenuhi fungsi
dekoratif tersebut, lampu dapat diletakkan, misalnya di dinding yang
disebut sebagai latar suatu obyek. Variasi peletakan lampu ini masih
banyak tergantung pada kreasi anda sesuai dengan keadaan atau
ambience yang ingin ditimbulkan. Selain itu, lampu yang digunakan pun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
daat menjadi elemen dekoratif tersendiri. Jenis dan variasi bentuk yang
telah ada dipasaran sangat beraneka ragam. Desain kap lampu yang unik
atau elegan pun memiliki nilai keindahan tersendiri bila disesuaikan
dengan tema ruang yang ada.
c. Standart Penerangan Buatan Khusus pada Gedung Pertunjukan
Pencahayaan panggung yaitu pencahayaan yang ditujukan pada
daerah panggung, berfungsi untuk menerangi daerah panggung.
1) Fungsi Penerangan Panggung
Untuk dapat terlihat jelas dan teliti bagian – bagian pementasan
adegan yang dipertunjukkkan.
Untuk dapat menimbulkan suatu perasaan penonton terhadap
pertunjukan itu sendiri, atau membentuk suasana ruang,
Untuk membantu membentuk suatu komposisi panggung
Untuk membentuk efek – efek pada panggung.
2) Area Pencahayaan Panggung
Pencahayaan panggung terdiri dari tiga area penting, yaitu :
Lighting The Actor
Yaitu pencahayaan yang ditujukan untuk menerangi pemain/
pementas. Untuk pencahayaan pemain biasanya digunakan lampu
jenis Follow Spot Light, Reflector Spot Light, dan Profile Spot Light.
Letak lampu tersebut ada yang digantung, berdiri atau stand, dan
diletakkan di lantai.
Lighting The Acting Area
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Yaitu pencahayaan yang ditujukan untuk menerangi/
memberi efek pada panggung. Untuk pencahayaan area panggung
biasa digunakan lampu jenis Fresnel Spot Light, Fresnel Down
Light, Border Light, dan Striplight. Letak lampu tersebut ada yang
digantung, atau ditanam pada lantai.
Lighting The Background & Effect
Yaitu memberi penerangan dan efek pada panggung/ latar
belakang panggung. Untuk pencahayaan latar belakang panggung
biasa digunakan lampu jenis Striplight, Fresnel Light, Border Light,
Fan Light, dan Rotary Light. Tata letaknya ada yang digantung,
diletakkan pada lantai atau dengan stand.
3) Jenis Lampu Panggung
Pencahayaan yang digunakan khusus untuk kepentingan penampilan
di panggung diantaranya :
“Follow Spot Light”, yaitu lampu yang memiliki sinar langsung
dan dapat diarahkan kepada yang dituju. Lampu ini dapat
diputar ke segala arah dengan kekuatan yang cukup tinggi (500-
1500 watt).
“Foot Light”, yaitu deretan lampu yang ditanam pada pinggir
panggung depan menggunakan reflector dari metal agar tidak
menyilaukan penonton tapi dapat menimbulkan efek ke arah
panggung.
“House Light”, yaitu deretan lampu yang ditanam pada langit –
lanit panggung dan dari samping panggung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Pengontrolan lampu – lampu tersebut dilakukan dari ruang control
cahaya, sedangkan untuk mengatur letak dan posisi lampu – lampu tersebut
dicapai melalui „cat walk’ di atas plafon. (Yuni Kristanti, 2008, Hal: 99-101)
2. Penghawaan
Merupakan usaha mengatur kebutuhan manusia akan udara atau hawa untuk
kelangsungan hidupnya tanpa adanya kenyamanan suhu yang memadahi,
penonton tidak akan dapat sepenuhnya menikmati pertunjukan yang
disajikan. Adanya sirkulasi udara yang lancar memungkinkan ruangan berada
dalam suhu dan kelembaban yang wajar dan nyaman. Dilihat dari cara
kerjanya, ventilasi dapat dibadakan menjadi dua, yaitu :
Ventilasi alamiah
Bertujuan mendapatkan kenyamanan udara bagi pemakai ruangan dengan
aturan suhu, kelembaban dan sirkulasi udara dalam ruang tergantung pada
faktor alam antara lain kecepatan angin, karena gerakan atau aliran yang
bergerak, orientasi wadah kegiatan.
Ventilasi buatan
Aliran udara diperoleh dengan menggunakan alat bantu seperti kipas angin
dan lain sebagainya.
Penghawaan diperlukan pada teater karena tidak memungkinkan perlubangan
yang dapat mengakibatkan kebocoran suara sehingga tercipta kondisi akustik
yang tidak baik.
Standart kenyamanan ruang :
- Temperatur udara : 180-25
0 C
- Kelembaban : 40-70 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
- Pergerakan udara : 0,1-0,5 m/detik
Penghawaan buatan dalam hal ini adalah penghawaan air conditioner (AC)
yang macamnya terdiri dari :
- Window Unit, yaitu AC yang digunakan pada ruang – ruang kecil dimana
sistem mekanisnya terdapat dalam satu unit yang kompak.
- Split Unit, yaitu AC yang digunakan untuk satu atau beberapa ruang,
sedang kelengkapan untuk evaporator terpisah pada tiap ruang.
- Central AC yaitu AC yang digunakan untuk ruang luas dan perlengkapan
keseluruhannya terletak diluar ruangan kemudian didistribusikan ke ruang-
ruang melalui ducting dan berakhir dengan aliran diffuser. (Pamudji
Suptandar, Interior Design,1982, Hal: 85)
3. Akustik
Sebelum membahas lebih mendalam mengenai akustik dalam ruang
auditorium, perlu kiranya kita tinjau kembali keberadaan ruang-ruang yang
dibutuhkan di dalam bagunan auditorium. Secara garis besar ruang-ruang di
dalam auditorium dapat dibedakan menjadi:
Ruang-ruang utama, yang meliputi: ruang panggung dan ruang penonton,
baik ruang penonton lantai satu maupun balkon.
Ruang-ruang pendukung, yang meliputi: ruang persiapan pementasan,
toilet, kafetaria, hall, ruang tiket, dan lain-lain.
Ruang-ruang servis, yang meliputi: ruang generator, ruang pengendali
udara, gudang peralatan, dan lain-lain.
Keberadaan ketiga kelompok ruang tersebut saling mendukung untuk
menampung aktivitas yang terjadi dalam auditorium, namun demikian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
hanya ruang utamalah yang membutuhkan penyelesaian akustik secara
mendalam. Oleh karena itu hanya ruang-ruang tersebutlah yang akan
dibahas lebih jauh. Meski demikian, sangat disarankan agar ruang-ruang
servis yang menghasilkan kebisingan tambahan diletakkan terpisah atau
cukup jauh dari ruang utama. Sedangkan untuk ruang pendukung,
peletakannya secara umum selalu berdekatan dengan ruang auditorium.
Peletakan ini juga kan sangat memudahkan penyaji dan pengunjung
ketika meraka membutuhkan ruang-ruang tersebut. (Christina E.
Mediastika, Ph.D, 2005: 93)
a. Syarat – Syarat Akustik dalam Ruang Tertutup
Sebuah auditorium merupakan suatu ruangan yang mempunyai
permasalahan akustik ruang cukup kompleks, berikut ini adalah
persyaratan kondisi mendengar yang baik di dalam sebuah auditorium :
1) Harus ada kekerasan (loudness) yang cukup dalam tiap bagian
auditorium terutama ditempat-tempat duduk yang jauh.
2) Energi bunyi harus didistribusikan secara merata (terdifusi) dalam
ruang.
3) Karakteristik dengung optimum harus disediakan dalam auditorium
untuk memungkin penerima bahan acara yang paling banyak disukai
penonton dan penampilan acara yang paling efisien oleh pemain.
4) Ruang baru bebas dari cacat akustik seperti gaung, pemantulan yang
berkepanjangan (long delayed) reflection, gaung, pemusatan bunyi,
distorsi, bayangan dan resonansi ruang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
5) Bising dan getaran yang akan menganggu atas pementasan harus
dihindari atau dikurangi dengan cukup banyak dalam tiap bagian
ruang.
Dari tuntutan di atas yang harus dipenuhi bagi sebuah gedung
pertunjukan adalah sebagai berikut :
1) Kekerasan yang cukup
Masalah utama kekerasan bunyi dalam sebuah ruanagn
auditorium merupakan hal klasik yang selalu dicoba dipecahkan
sesuai dengan tuntutan masing – masing gedung, karena dalam
sebuah auditorium energi bunyi yang dipancarkan akan diserap oleh
penonton, tempat duduk, dan bahan pembentuk ruang yang lainnya,
maka diperlukan sebuah kekerasan tertentu yang mewadahi sehingga
gelombang bunyi diterima oleh semua penonton dalam sebuah
gedung pertunjukan.
Pemantul bunyi yang ditempatkan dengan benar selain
menguatkan energi bunyi juga menimbulkan suatu kondisi
lingkungan yang dikenal dengan efek ruang. Hal in tercapai bila
pendengar mnerima bunyi dari berbagai arah, gejala ini sangat khas
untuk ruang – runag tertutup, tetapi hilang sama sekali pada gedung
pertunjukan yang terbuka.
2) Difusi bunyi
Difusi merupakan salah satu cara untuk menyebarkan suara
ke seluruh ruangan yang merata. Untuk memperoleh penyebaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
bunyi yang merata dan sempurna dalam suatu ruangan maka dapat
digunakan cara sebagai berikut ini :
- Membuat permukaan ruang menjadi tidak teratur (langit –
langit, dinding, atau dekorasi di dalam ruangan) harus banyak
digunakan dan cukup besar untuk menangani penyebaran bunyi
dalam ruang.
- Untuk ruang dengan kapasitas kecil penggunaan permukaan
yang tidak teratur kadang sulit untuk diwujudkan namun untuk
ruang seperti ini difusi bunyi dapat dicapai dengan penggunaan
bahan penyerap bunyi dan pemantul bunyi secara bergantian
meningkatkan faktor difusi di dalam ruang.
- Penggunaan akustik diffuser (penyebar akustik) dalam ruangan
relative besar akan membantu meningkatkan difusitas ruang
tersebut.
3) Pengendalian dengung
Dengung dalam sebuah ruangan disebabkan karena
pemantulan berulang – ulang suatu sumber bunyi, karena cukup
banyak sumber bunyi pada sebuah pementasan maka meningkat pula
factor kemungkinan terjadinya dengung dalam ruang pertunjukan
tersebut. Pengendalian dengung dapat dilakukan dengan
memanfaatkan rumus Sabine. Dari rumus tersebut dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
- Semakin besar volume ruang, maka makin panjang RT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
- Semakin banyak penyerapan yang terjadi dalam ruang maka
semakin rendah RT (waktu dengung dalam detik).
4) Cacat akustik
Cacat akustik yang terjadi dalam sebuah ruangan auditorium
adalah :
a) Gema
Gema merupakan cacat akustik yang paling berat, gema
merupakan pengulangan bunyiasli yang dapat didengar dengan
cukup jelas ke telinga pendengar, gema terjadi bila selang
minimum sebesar 1/25-1/10 detik terjadi antara bunyi pantul
denganbunyi langsung yang berasal dari sumber bunyi yang
sama. Salah satu penyebab potensial gema dalam sebuah gedung
pertunjukan adalah dinding belakang yang langsung berhadapan
dengan sumber bunyi, hal ni dapat dihindari dengan penempatan
balkon atau penggunan formasi tertentu pada dinding.
Untuk menghindari gema dilakukan dengan mengatur
permukaan pemantul dalam ruang potensial yang
menyebabkannya, dengan berbagai cara, yaitu :
- Memasang bahan penyerap bunyi pada permukaan pemantul
yang menyebabkan cacat bunyi.
- Permukaan tersebut dibuat difusi atau menyebar.
- Pengaturan posisi permukaan agar dapat menghasilkan waktu
tanda pemantulan yang singkat (Leslei L. Doelle & Lea
Prasetyo, 1990 : 149)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
b) Gaung
Gaung terdiri dari gema – gema kecil yang berurutan
dengan cepat dan dapat dicermati dengan indera pendengar kita.
Misalnya bunyi tepuk tangan atau bunyi ledakan kecil, dengan
melakukan eliminasi permukaan pemantulan yang sejajar atau
berhadap – hadapan serta melakukan pemasangan bahan
penyerap bunyi pada dinding pemantul, dapat mengurangi dan
menghilangkan gaung.
c) Pemusatan bunyi
Pemusatan bunyi disebabkan karena pemantulan bunyi
terhadap permukaan cekung, sehingga mengakibatkan
munculnya suatu lokasi khusus di daerah penonton yang disebut
sebagai hot spot, yang pada lokasi tersebut mempunyai
intensitas cukup tinggi. Bila tidak dihindari penggunaan ruang
cekung dan tidak terputus, maka pemusatan bunyi diatasi
dengan mengarahkan titik hot spot ke atas penonton atau
menggunakan lapisan penyerap bunyi di sepanjang permukaan
lengkung tersebut serta penggunaan system pengeras suara yang
tepat agar dapat mengeliminasi cacat akustik tersebut.
d) Ruang Gandeng
Ruang gandeng biasanya sering terjadi pada dengung
dengan penataan ruang yang mengakiatkan beberapa ruang
dapat terhubung langsung dengan ruang pertunjukan, misalnya
sebuah lobby dengan ruang pertunjukan, diantara kedua ruangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
tersebut dihubungkan dengan sebuah pintu dimana penonton
dapat duduk dekat dengna pintu yang menghubungkan ke lobby
tersebut, hal ini mengakibatkan dua buah ruang menjadi satu
atau bergabung sehingga kondisi akustik ruang tadi terganggu,
efek yang terjadi ini dapat diatasi dengan menyamakan nilai RT
dari ke dua ruangan tersebut.
e) Distorsi
Distorsi adalah perubahan kualitas bunyi musik yang
tidak dikehendaki dan terjadi karena tidak seimbangnya
penyerapan bunyi yang sangat banyak oleh permukaan batas
pada frekuensi yang berbeda. Hal ini dapat dihindari bila lapisan
– lapisan akustik yang digunakan mempunyai karakteristik
penyerapan yang seimbang dengan frekuensi radio.
f) Bayangan bunyi
Bayangan bunyi dapat diamati di bawah balkon yang
menonjol terlalu ke dalam suatu ruang udara suatu auditorium,
ruang di bawah balkon yang mempunyai kedalaman lebih dari
dua kali tinggi balkon harus dihindari, karena akan menghalangi
penyebaran bunyi pada tempat duduk yang paling jauh.
b. Standarisasi akustik unsur ruang
1) Akustik lantai panggung
Agar semua penonton dapat menyaksikan penyaji dengan
baik, lantai panggung biasanya dibuat lebih tinggi daripada lantai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
penonton yang paling bawah. Perbedaan tinggi berkisar setengah
ketinggian badan manusia pada umumnya split level 80 – 90 cm.
Pada panggung yang terletak di dalam ruang tertutup dan
digunkan untuk menyajikan acara yang menghasilkan bunyi, lantai
panggung tersebut sebaiknya dilapis dengan bahan tebal lunak yang
mampu meredam bunyi seperti penggunaan karpet tebal. Lapisan
lantai yang menyerap/memantulkan suara disesuaikan dengan
tuntutan kegiatan, untuk bahan reflektor dapat dengan lantai
parquette, untuk yang meredam dapat dengan lantai karpet tebal.
2) Akustik dinding panggung
a) Pada bentuk panggung proscenium, terbuka, dan extended,
panggung memiliki dinding pembatas, yaitu di bagian belakang
serta samping kiri dan kanan.
b) Dinding bagian belakang panggung umumnya didesain relatif
mendatar dengan bahan penyerap suara, agar tidak memantulkan
suara kembali kepada penaji yang dapat menimbulkan suara
bias.
c) Pada panggung yang memiliki dinding pembatas samping,
sebaiknya dipilih bahan yang menyerap suara, agar suara tidak
bias; atau dilapisi bahan pemantul dengan memposisikan pada
sudut terbuka keluar atau model sirip membuka ke arah area
penonton.
d) Panggung yang dinding sampingnya membuka kea rah
penonton, dapat memanfaatkan dinding sampingnya itu untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
memantulkan suara ke rah penonton, sehingga memperkuat
suara yang terjadi tanpa bantuan peralatan listrik.
Gambar.1
Akustik dinding panggung
(Sumber : Architectural Acoustics,1988)
3) Akustik plafon panggung
1) Ketinggian plafon panggung sangat bermacam-macam dan
biasanya bergantung dimensi ruang auditorium secara
keseluruhan. Peletakan plafon yang terlalu rendah kurang baik
bagi lantai penonton yang dibuat bertrap. Plafon raung
pangguang sebaiknya diselesaikan dengan bahan yang
memantulkan, agar pada keadaan tanpa bantuan peralatan
elektronik (sound sistems) suara dari penyaji dapat disebarkan
ke arah penonton.
2) Bentuk dan perletakan plafon dengan bahan yang memantulkan,
munculnya suara pantulan tidak lebih lama dari1/20 detik sura
asli.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Gambar.2
Contoh plafon area penonton
(Sumber : Architectural Acoustics,1988)
4) Area penonton
Selain panggung, raung penonton adalah ruangan yang sangat
penting. Ruangan ini harus didesain sedemikian rupa agar penonton
merasa nyaman saat menyaksikan sajian.
a) Dasar pertimbangan: kenyamanan audio dan visual
b) Strategi teknis: desain area penonton sebaiknya tidak
memanjang ke belakang, jarak maksimal 25 – 30 meter;
kemampuan manusia melihat secara jelas dan nyaman berada
pada sudut 20o kanan-kiri atau total 40
o. Oleh karena itu,
idealnya dibuat panggung yang lebarnya tidak melebihi lebar
bagian depan lantai penonton.
c) Posisi penonton ke arah panggung sekitar 100o kanan-kiri dari
ujung depan kanan-kiri panggung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Gambar.3
Contoh desain area penonton
(Sumber : Architectural Acoustics,1988)
Gambar.4
Contoh area penonton
(Sumber : Architectural Acoustics,1988)
5) Akustik dinding area penonton
a) Penyelesaian dinding ini dapat didesain dinding ganda, yaitu
sebagai insulasi bunyi dari luar dan untuk meningkatkan kualitas
bunyi dalam ruang.
b) Untuk pemantulan suara berada pada batas-batas bunyi
dengung, tidak semua bagian dinding dirancang untuk
memantulkan bunyi, yaitu di dekat area penonton bagian
belakang dan dinding belkang area penonton.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
c) Bentuk dinding yang membentuk sudut meruncing ke arah
penonton sebaiknya dihindarkan, pilih dinding yang sejajar atau
dinding membentuk sudut melebar ke arah area penonton, agar
tidak terjadi cacat akustik.
Gambar.5
Contoh dinding area penonton
(Sumber : Architectural Acoustics,1988)
6) Akustik lantai area penonton
a) Lantai penonton dapat diselesaikan mendatar untuk multifungsi
kegiatan, namun untuk menampung penonton yang jumlahnya
besar akan mendapatkan kualitas visual yang rendah, sehingga
penantaan dengan sistem lantai miring (sloped) atau bertrap
(inclined) dapat membantu.
b) Untuk prinsip terasering (inclined) dapat mengadopsi sitem
tangga dengan beda 15 – 25 cm.
c) Jumlah ideal kursi penonton untuk ditata berjajar adalah 12 – 15
buah, dengan asumsi bahwa penonton yang duduk di tengah-
tengah tidak menempuh perjalanan terlalu jauh ke arah selasar
utama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
d) Jarak antar kursi dalam baris (depan-belakang) min 86cm dan
sirkulasi sehingga jarak 115cm.
e) Lantai dilapisai dengan bahan lunak yang mampu menyerap
kebisingan.
Gambar.6
Contoh lantai area penonton
(Sumber : Architectural Acoustics,1988)
7) Akustik plafon area penonton
a) Bentuk dan perletakan plafon diatur agar pemantulan yang
terjadi merata dan berlangsung seketika kurang dari 1/20 detik
atau jarak tempuh lebih dari 20.7 m, pemantulan ini dapat
menguatkan bunyi.
b) Penonton yang duduk pada jarak 12m dari panggung dapat
mendengar bunyi asli secara baik.
c) Bentuk plafon dapat berupa bentuk gerigi, dimana plafon yang
menghadap penonton berada diatas panggung berlanjut kearah
area penonton yang duduk di belakang, untuk bagian plafon
yang mengahdap ke panggung sebaiknya dengan bahan
penyerap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
8) Prinsip desain akustik auditorium
Dalam penanganan desain akustik ruangan, ada beberapa faktor yang
seharusnya kita perhatikan untuk mendapatkan kenyamanan akustik,
diantaranya adalah :
a) Bentuk bidang pembatas ruang yaitu dinding, lantai ataupun
langit-langitnya.
b) Bahan bidang pembatas ruang, terutama mengenal karakter
bahan yang kita pergunakan, diantaranya:
- Bahan penyerap nada-nada tinggi
Yaitu bahan yang mengandung banyak hawa udara atau berpori-
pori lembut.
- Bahan penyerap nada-nada menengah dan rendah
Bekerja dengan prinsip pengubahan energi bunyi ke energi
mekanis yaitu dengan gerak getaran selaput membran atau pelat
yang relatif tipis tetapi padat.
c) Memperhatikan metode konstruktif pemasangan bahan dengan
pelat dan panel akustik yang tepat.
d) Isolasi dinding
e) Perletakan program ruang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
D. Tinjauan Khusus Seni Pertunjukan Tradisional Jawa
1. Sejarah Seni Pertunjukan
Kesenian adalah salah satu unsur kebudayaan yang bersifat universal.
Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang keberadaannya sangat
diperlukan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Kesenian
merupakan sesuatu yang hidup senapas dengan mekarnya rasa keindahan yang
tumbuh dalam sanubari manusia dari masa ke masa, dan hanya dapat dinilai
dengan ukuran rasa.
Seni dalam kehidupan budaya dan masyarakatnya memiliki dimensi dan
fungsi yang multi sebagai sosok seni, ia adalah ekspresi estetik manusia yang
merefleksi pandanagan hidup, cita-cita, realitas kedalam karya, yang berkat
bentuk dan isinyaberdaya membangkitkan pengalaman tertentu pada
penghayatnya. Seni pertunjukan itu lahir dari masyarakat, dan ditonton oleh
masyarakat. Artinya ia lahir dan dikembangkan di tengah, oleh, dan untuk
masyarakat. Oleh karena itu seni pertunjukan yang tumbuh dan berkembang
tidak bisa dipengaruhi oleh sistem yang ada, seperti sistem kekuasaan, sistem
kepercayaan, sistem sosial dan lain sebagainya.
Berdasarkan data-data arkeologis, baik dari prasasti, relief candi,
maupun dari sumber naskah kuno, dapat diketahui bahwa di Jawa seni
pertunjukan sudah dikenal setidaknya pada masa Jawa Kuno, yaitu pada abad
VIII M. Periode abad VIII-X dalam sejarah kebudayaan sering disebut sebagai
periode Jawa Tengah atau periode klasik tua. Sumber-sumber informasi untuk
periode tersebut masih terbatas pada prasasti-prasasti dan relief pada bangunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
candi. Uraian tentang adanya seni pertunjukan pada masa itu anatara lain dapat
diketahui pada prasasti Kuti yang berangka tahun 762 Saka (840 M).
- Seni pertunjukan tradional Jawa sudah dikenal sejak lama. Di
dalam beberapa relief maupun prasasti disebutkan beberapa bentuk pahatan
ataupun ukiran yang menggambarkan bagaimana masyarakat Jawa telah
berkesenian. Bahkan di dalam relief di candi-candi tertentu ditemukan pula
beberapa penggambaran bentuk-bentuk instrumen musik yang berupa kecapi
dan celempung pada candi Jago, reyong di candi Ngrimbi, kendhang di candi
tegawabgi, gong pada candi Kedato dan candi Panataran, bendhe dan terompet
pada candi Sukuh, dan sebagainya. Bila dilihat berdasarkan data yang
dikumpulkan diperoleh gambaran sekilas tentang bagaimana seni pertunjukan
masa JawaKuna sekitar abad V-XVI yang meliputi seni musik gamelan, seni
tari dan lawak topeng, serta wayang. Di dalam catatan sejarah Jawa tidak
diketahui sejak kapan bentuk kesenian ini pertama kali dikenal di Jawa.
Kemungkinan sejak pertama kali agama Islam mulai diperkenalkan di wilayah
Jawa. Dugaan ini mungkin cukup masuk akal mengingat adanya kebiasaan
membaca Al Qur‟an sambil melagukan yang sering dilakukan oleh para ulama
setiap selesai waktu sholat bahkan oleh penganut biasa yang telah lancer
membaca Al Qur‟an. (Drs. Sujarno, Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai,
Fungsi dan Tantangannya, 2003, Hal: 23-44)
2. Nilai-nilai Dalam Seni Pertunjukan Tradisional
Ada beberapa batasan mengenai arti seni pertunjukan tradisional
sebelum dapat mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam seni
pertunjukan. Akan lebih baik bila di ungkapkan terlebih dahulu apa seni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
pertunjukan tradisional tersebut. Seni pertunjukan adalah segala sesuatu yang
bisa ditonton tersebut harus mempunyai nilai estesis atau keindahan. Selain itu
pengertian bahwa seni pertunjukan adalah ekspresi dari suatu komunitas kecil
dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam berbagai ruang, baik ruang
ekonomi, sosial ataupun politik, sehingga tumbuh kesadaran untuk
mempertunjukannya.
Ditinjau dari sifat atau esensi dari difinisi seni pertunjukan tersebut
terlihat bahwa dalam diri setiap manusia mempunyai sifat dan sikap untuk
mengekspresikan dirinya untuk dpaat dilihat oleh orang lain. Jadi sifat dasar
untuk mempertunjukan sesuatu kepada orang lain itu ada dalam setiap diri
manusia. Kemudian, adanya sikap dasar tersebut dikemas dalam sebuah frame
tau bingkai yang digabungkan dalam siatu perilaku manusia yang ditentukan
baik secara perseorangan maupun public. Seni pertunjukan sangat bersifat
kompleks, sanagt tergantung kepada dimensinya apakah itu seni tari, seni
suara, seni rupa, dan lain sebagainya. Keberadaan seni pertunjukan pun sangat
tergantung kepada masyarakat yang melingkupi kesenian itu.
Seni pertunjukan Jawa dibagi menjadi empat yaitu:
Tari rakyat
Musik rakyat
Drama rakyat
Dan seni resitasi rakyat
Pembagian ini sebenarnya merupakan rekaan untuk membuat
pengelompokan secara sistematis agar lebih mudah untuk memahami. Namun
kenyataan yang ada bahwa seni pertunjukan Jawa pada umumnya merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
seni pertunjukan total atau total theatre yang didalamya mengandung hampir
semua aspek seni pertunjukan.
Contoh yang jelas adalah pertunjukan wayang kulit, bahwa di dalam
pertunjukan tersebut juga mengandung unsur seni tari dengan cara sang dalang
menarikan wayangnya, pengiring atau seni musiknya dengan iringan gamelan.
Wayang ini juga mengandung unsur drama, karena menampilkannya melalui
karakter-karakternya, serta seni resetasi yang diungkapkan oleh dalang pada
saat mengucapkan janturan. Oleh karena itu, hampir setiap kesenian
tradisioanal mengandung keempatnya yaitu unsur tari, musik, drama, serta
resitasi. Pada tahap perkembangan selanjutnya dilihat dari sifat keseniannya,
seni pertunjukan Jawa menjadi dua yaitu seni pertunjukan untuk kepentingan
ritual dan seni pertunjukan yang bersifat pseudo-ritual. Maksudnya suatu
kesenian yang bersifat “transisi”, dalam arti bahwa bila dikategorikan sebagai
bentuk seni pertunjukan sekuler belum sepenuhnya memenuhi persyaratan seni
komersial.
Di dalam setiap pementasannya, beberapa bentuk kesenian tradisional
ini selalu membawakan sebuah misi yang ingin disampaikan kepada para
penonton atau para pendengarnya.
Dengan demikian sebagai sebuah seni pertunjukan, kesenian-kesenian
tradisional selalu melihat atau menampilkan pesan atau nilai-nilai yang sesuai
pada masanya. Apakah itu pesan-pesan yang bersifat sosial, politik, moral dan
sebagainya. Sebenarnya ada beberapa nilai tertentu yang terdapat disetiap
pertunjukan tradisional. Secara garis besar nilai-nilai yang terkandung di dalam
seni pertunjukan tradisional dapat digunakan sebagai media pendidikan, media
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
penerangan atau sebagai suatu wadah (wahana) untuk menyampaikan kritik
sosial, serta sebagai media hiburan atau tontonan.
Nilai-nialai lainnya yang ada dalam seni pertunjukan wayang baik
wayang kulit maupun wayang orang antara lain: nilai patriotism, nilai
kesetiaan, nilai filsafat, serta nilai tata krama. Nilai patriotisme dari
pertunjukan wayang kulit ataupun wayang orang, misalnya dalam beberapa
ceritera tentang peperangan Bharata Yudda.
Nilai kesetian juga terlihat di dalam cerita seperti Begawan Ciptoning,
di sini tampak adanya kesetiaan antara atasan dan bawahan, antara suami dan
istri, serta kesetiaan membela tanah air (negara). Di dalam cerita wayang juga
terdapat nilai-nilai filsafat, seperti terlihat dalam lakon Dewaruci. Dalam cerita
tersebut dikisahkan Bima Sena (werkudara) yang diibaratkan berbadan tinggi
besar dapat masuk ke telinga Dewaruci yang badannya jauh lebih kecil. Dalam
cerita tersebut sarat dengan pesan-pesan moral yang disampaikan dalang
kepada para penonton maupun pendengarnya. Nilai tata karma juga dilihat
melalui dialog-dialog yang diucapkan baik oleh dalang (wayang kulit) ataupun
dialog anatara tokoh utama dengan para pembantunya dalam wayang orang.
Di sini pelaku harus bertindak sesuai dengan kedudukannya. Kalau hal
tersebut dilanggar, maka diantara mereka akan terjadi konflik. Dengan kata lain
dapat diketahui bahwa dengan melihat seni pertunjukan tradisional baik berupa
wayang orang, wayang kulit, ataupun kethoprak, kita suguhkan kepada segala
potret kehidupan sehingga dari semua aspek atau pun nilainya penonton dan
pendengar dapat memetiknya. Pendek kata melalui media seni pertunjukan
ternyata berbagai transformasi nilai-nilai budaya bisa didapat oleh masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
3. Fungsi Seni Pertunjukan Tradisional di Masyarakat Pendukungnya
Pada dasarnya seni pertunjukan tradisional secara umum mempunyai
empat fungsi utama yaitu:
Fungsi ritual
Fungsi pendidikan sebagai media tuntunan
Fungsi/media penerangan atau kritik sosial
Fungsi hiburan atau tontonan
a. Fungsi ritual
Pada awalnya tumbuhnya seni tradisi bermula dari adanya
keperluan-keperluan ritual. Seni yang dimunculkannya biasanya
dianalogikan dalam suatu gerak, suara, ataupun tindakan-tindakan tertentu
dalam suatu upacara ritual. Maksudnya adalah sebagai ungkapan atau
simbol untuk berkomunikasi kepada Yang Maha Kuasa, atau diagungkan.
Misalnya saja dari hasiltemuan prasasti POH 905 M yang ditulis oleh Sutter
Rein (1940: 3-28) yang disebutkan bahwa pada saat upacara penetapan seina
para seniman seperti seniman musik, tari maupun lawak diundang untuk
menghadirinya. Mereka juga menggelar pertunjukannya masing-masing
baik dari musiknya, tari maupun lawaknya. Dari uraian tersebut jelas terlihat
bahwa seni pertunjukan tradisional berfungsi secara ritual yaitu sebgai salah
satu prasyarat dalam sebuah acara penobatan seina.
Di dalam perkembangan selanjutnya, dewasa ini seni pertunjukan
tradisional juga masih dapat memperlihatkan fungsinya secara ritual.
Keberadaan pementasan wayang kulit di pedesaan misalnya, masih benyak
ditampilkan untuk keperluan upacara-upacara ritual seperti untuk keperluan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
upacara bersih desa atau memetri desa, ruwatan, upacara keselamatan
individu atau congkokan (memperingati usia 8 windu), untuk upacara
tingkepan, untuk upacara jumenengan raja dan sebagainya. Untuk
memenuhi fungsi secara ritual ini, seni pertunjukan yang ditampilkan
biasanya masih tetap berpijak kepada aturan-aturan tradisi yang berlaku.
Seperti untuk pementasan wayang kulit sebelum pertunjukan dimulai,
dilengkapi dengan beberapa sesaji yang harus dipenuhi. Sang dalang yang
bertanggung jawab dalam pementasan harus benar-benar bersih dan suci.
Begitu pula denagn lakon-lakon yang dipilih harus lakon yang suci dan
keramat yang juga disesuaikan dengan keperluan/hajatan tertentu.
b. Fungsi pendidikan
Salah satu fungsi dari seni pertunjukan tradisional yang tidak kalah
pentingnya adalah berfungsi sebagai media pendidikan atau sebagai
tuntunan bagi para penonton yang menikmatinya. Di dalam setiap
pementasan seni pertunjukan tradisional (wayang orang, wayang kulit,
maupun kethoprak), pada intinya para seniman yang melakukannya
mempunyai misi yang ingin disampaikan kepada penontonnya. Misi yang
akan disampaikan itu bisa melalui dialognya ataupun melalui gerakan
apabila itu berupa tarian.
Sebagai media pendidikan melalui transformasi nilai-nilai budaya
yang ada di dalam seni pertunjukan tradisional tersebut, maka seorang
seniman betul-betul dituntut untuk dapat berperan semaksimal mungkin atas
peran yang diembannya. Seni pertunjukan tradisional (wayang orang,
wayang kulit, maupun kethoprak) sebagai media pendidikan sebenarnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
sudah terkandung pada hakekat seni pertunjukan itu sendiri, dalam
perwatakan tokoh-tokohnya, serta dalam ceriteranya yang secara utuh.
Di dalam dialog-dialognya seni pertunjukan kethoprak juga penuh
dengan fungsi-fungsi pendidikan baik melalui jalan ceritanya maupun
gerakan-gerakan yang ditampilkan oleh para pelakunya. Fungsi pendidikan
yang paling menonjol adalah melalui dialog-dialog yang membedakan
misalnya antara juragan dengan abdinya. Di dalam percakapan biasanya
mereka menggunakan tingkatan bahasa ngoko dan para abdinya
menggunakan bahasa krama. Di sinilah bisa dipetik fungsinya bahwa di
dalam pembicaraan dengan siapa pun hendaknya selalu tanggap dengan
kedudukan kita masing-masing. Fungsi pendidikan yang dapat diambil
manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari misalnya juga nilai kerukunan
dalam keluarga Pandawa yang bisa diterapkan dalam keluarga.
c. Media penerangan sebagai kritik sosial
Dalam masa pembangunan seperti sekarang ini, seni pertunjukan
tradisional juga cukup efektif untuk menyampaikan pesan-pesan
pembangunan. Pesan-pesan pembangunan yang dapat disampaikan tokoh-
tokoh wayang bisa berbagai macam topik sesuai dengan keinginan. Bisa
topik-topik sekitar kepahlawanan, kebersamaan, kesetiaan, kepatuhan,
bahkan dapat pula berupa kritikan sosial yang cenderung banyak dilakukan
oleh masyarakat pada masa kini. Misalnya saja isue yang mencuat akir-akir
ini adalah masalah penegakan hukum, pemberantasan KKN dan sebagainya.
Di samping dilihat dari jenis tontonan yang dapat menyampaikan
pesan-pesan nilai, moral, pembangunan, kritik sosial yang ditampilkan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
kesenian tersebut (baik wayang orang, wayang kulit, maupun kethoprak).
Sebagai media untuk penyampaian kritik sosial, memang dengan bentuk
kesenian tradisional seungguh tepat. Masyarakat Indonesia yang menganut
paham paternalistik tentu sangat tabu apabila akan mengkritik seseorang
secara langsung, apabila kalau orang yang dikritik itu adalah pimpinannya,
atasannya, ataupun saudaranya, atau juga kondisi Negara saat ini. Media
yang sangat tepat untuk mengkritiknya adalah melalui kesenian tradisional,
denagn jalan menyindir melalui tokoh-tokoh yang diperankan ataupun
melalui dialog-dialog tertentu. Misalnya menyindir atau mengkritik
pimpinan yang sedang menjabat terkena kasus KKN, mengkritik aparat desa
yang sewenang-wenang dan sebagainya.
d. Fungsi hiburan (tontonan)
Fungsi seni pertunjukan tradisional (baik wayang orang, wayang
kulit, maupun kethoprak) sebagai sarana hiburan atau tontonan sudah jelas.
Biasanya penonton melihat kesenian bertujuan untuk mencari hiburan,
melepas lelah, menghilangkan stress dan bersantai ria. Pertunjukan ini
biasanya diselenggarakan untuk memperingati peristiwa atau sebagai sarana
hiburan dalam suatu keperluan. Namun demikian pemilihan lakon
disesuaikan dengan peristiwa yang diperingati. Sebagai sarana hiburan pun
pada wayang ataupun ketoprak juga tetap mengandung (memuat) ajaran,
tuntunan maupun nilai-nilai yang diperlukan oleh masyarakat.
4. Tantangan Seni Pertunjukan Tradisional di Masa Depan
Beberapa media massa pada akhir-akhir ini mengulas keberadaan seni
tradisi yang semakin memprihatinkan keberadaannya. Di samping mengulas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
tentang senimannya yang semakin memelas kehidupannya, ternyata panggung-
panggung hiburan tempat seni tradisi ini pentaspun juga semakin banyak yang
tutup, gulung tikar tidak beroperasi lagi. Bahkan banyak pula pangggung
hiburan tidak terawatt lagi, dan siapa yang bertanggungjawab terhadap gedung-
gedung pertunjukan itu biasanya para pengelolanya saling lepas
tanggungjawab. Keberadaan seni pertunjukan tradisional ternyata sangat
ditentukan oleh dua hal yang penting yaitu.
a. Faktor senimannya (pekerja seni/pelaku seni)
b. Kepedulian masyarakat pendukungnya.
a. Faktor seniman (pelaku seni)
Seniman adalah seseorang yang sepenuhnya kehidupannya
dicurahkan kepada salah satu bentuk kesenian. Profesi seniman diperoleh
seseorang dapat melalui bakat, dalam hal ini karena faktor keturunan dan
dapat pula karena belajar atau melalui sosialisasi. Keberadaan seniman seni
tradisi pada saat ini sungguh memprihatinkan. Mereka kurang dihargai atau
kurang memperoleh perhatian di masyarakat maupun pemerintah. Pekerja
seni dianggap sebagai pekerjaan yang diremehkan, dan kurang dapat
menjanjikan untuk kelangsungan hidup seseorang. Orientasi para seniman
ada kecenderungan berorientasi pada seni sebagai pencarian lahan hidup
(=baca uang). Dengan demikian berbagai macam jaln ditempuh, asal
mendatangkan uang. Mereka tidak mau atau tidak berani mengadakan
pembaharuan-pembaharuan dalam berperan, sehingga kadang kala sangat
membosankan penontonnya. Seniman-seniman tidak berani mengadakan
gebrakan-gebrakan (terobosan), aktingnya dinilai sangat mononton. Salah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
satu hal penyebab terjadinya hal seperti itu adalah tingkat pendididkan
mereka terlalu rendah. Sumber daya manusia (SDM) dalam perkumpulan
tersebut rendah, rata-rata hanya berpendididikan sekolah dasar (SD) ataupun
tertinggi sekolah tingkat atas (SLTA), tanpa ada latar pendididkan kesenian.
Mereka mempunyai darah seni karena keadaan keluarga, atau sering melihat
salah satu keluarga berkecimpung di kesenian, tanpa ada bekal kesenian
secara formal. Di samping SDM yang rendah, mereka ternyata kurang
disiplin dalam mengerjakan pekerjaan seninya. Hal semacam ini sering kali
mengecewakan para penonton, karena keterlambatan saat dimulainya
pertunjukan. Oleh karena para pemain seni tradisi telah berorientasi secara
komersial, sehingga sering meninggalkan grupnya, sering tidak tampil. Hal-
hal atau kendala seperti itulah yang sedikit demi sedikit akan menyurutkan
masyarakat untuk lebih menyenangi seni tradisi. Kalau keadaan ini terus
berlanjut, maka bukan tidak mungkin pada akhirnya seni tradisi akan
semakin hilang.
Kondisi seperti di atas ternyata tidak hanya dialami oleh para pelaku
atau pemain kethoprak maupun wayang orang, tetapi juga dialami oleh para
dalang wayang kulit. Oleh karena berorientasi komersial, tidak sedikit para
dalang yang mengejar kesenangan penontonnya. Para dalang tersebut
kurang memperhatikan nilai tuntunan yang harus diembannya. Mereka
hanya menitik beratkan kepada segi hiburan saja.
Tantangan keberadaan seniman seni tradisi dalam menatap masa
depan sebenarnya cukup berat. Sebab mereka harus dapat benar-benar
bersaing dengan jenis kesenian modern maupun kontemporer yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
banyak tampil bahkan merajai layar kaca (TV). Para seniman seni tradisi
hendaknya akan selalu tanggap terhadap perubahan lingkungannnya,
sehingga dapat membuat terobosan-terobosan baru tanpa meninggalkan
pakem. Hal demikian kiranya perlu dilakukan agar seni tradisi tetap dicintai
oleh masyarakat pendukungnya. Memang, untuk dapat merubah orientasi
para senimannya yang telah terlanjur bersifat komersial memang cukup sulit
dan butuh proses. Oleh sebab itu keterlibatan pemerintah pun sangat
diharapkan dalam penanganan pembinaan seni tradisi.
b. Faktor masyarakat pendukungnya
Di lihat daari animo penonton seni tradisi yang semakin lama
semakin sedikit, para pelaku seni tradisi hendaknya harus berani mengambil
gebragan atau inisiatif atau terobosan baru agar seni tradisi ini tetap diminati
oleh masyarakatnya. Tentu saja terobosan atau usaha ini tidak berhasil
apabila tanpa ada dukungan dari masyarakat sebagai pemangku kebudayaan
tersebut. Permasalahannya sekarang adalah bagaimana menumbuhkan
kesadaran dalam diri masyarakat untuk berkesenian. Uasaha tersebut sudah
adapat dilaksanakan sejak dini, khususnya melalui pengenalan seni tradisi di
sekolah-sekolah yang dilakukan terhadap anak didik. Mereka diperkenalkan
berbagai cerita ataupun lakon-lakon yang terdapat dalam seni tradisi.
Di samping bermanfaat sebagai hiburan juga mengandung nilai-nilai
moral yang dapat dijadikan cermin bagi kehidupan di dalam masyarakat.
Oleh karena itu, kepedulian masyarakat untuk selalu mencintai seni
pertunjukan tradisional perlu ditumbuhkan. Selain itu dari segi
masyarakatnya sendiri juga ditumbuhkan rasa saling menghargai dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
menghormati keberadaan seni pertunjukan-pertunjukan tradisional.
Sementara itu, dari pihak media massa terutama televise hendaknya semakin
membatasi ataupun menyeleksi terhadap sering munculnya seni tradisi.
Mereka harus pandai memilih dan memilah seni tradisi mana yang pantas
ditampilkan dan mana yang tidak pantas ditampilkan dalam acara
televisinya. (Drs. Sujarno, 2003, Hal: 49-62)
5. Seni Pertunjukan Tradisional di Surakarta
Surakarta salah satu kota di Indonesia yang merupakan bekas ibukota
kerajaan. Sebagaimana prinsip kultus dewa-raja, kerajaan merupakan pusat
kebudayaan, yang tentunya digunakan sebagai pusat acuan bagi perilaku dan
kehidupan masyarakat di sekitarnya. Sebagai kota raja, Surakarta mempunyai
predikat sebagai kota budaya. Hal itu terbukti bahwa Surakarta mempunyai
potensi budaya yang cukup kaya. Begitu pula halnya dalm potensi budaya yang
berupa seni pertunjukan.
Contoh salah satu kesenian tradisional:
a. Wayang kulit
Menurut Rasser, pertunjukan wayang kulit Jawa sebelumya
merupakan suatu pertunjukan ritual untuk mengundang roh nenek moyang
turun ke bumi agar menolong keturunannya yang masih hidup di dunia.
Wayang kulit Jawa murni yang bagus dikerjakan oleh seniman
penatah kulit yang ahli. Seperti telah kita ketahui, tokoh-tokoh wayang
adalah gambaran dari kisah-kisah klasik seperti Ramayana dan Mahabarata.
Masing-masing tokoh wayang dilukis dan ditatah sangat teliti, untuk
kemudian diberi atau ditancapi batang kayu yang memungkinkan seorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
dalang memerankan wayang-wayang itu. Kemampuan dalang untuk
memainkan wayang dibalik tabir akan memunculkan bayang-bayang
wayang, fenomena seperti inilah yang dianggap sebagai sebuah pertunjukan
mahakarya seni.
b. Ketoprak
Ketoprak adalah seni teater rakyak yang mengangkat berbagai
sejarah dan legenda atau cerita rakyat. Adapun mengenai modal dasar
pemain, untuk pertunjukan wayang oaring para pemainnya dituntut
menguasai olah tari, menguasai ontowecono, dan menguasai vocal (tembang
atau palaran). Sedangkan untuk pemain ketoprak pemain harus bisa acting,
perang, dan vocal.
c. Wayang Orang
Wayang orang adalah salah satu jenis teater tradisional Jawa yang
merupakan gabungan antara seni drama yang berkembang di Barat dengan
pertunjukan wayang yang tumbuh dan berkembang di Jawa. Lakon yang
dipentaskan disini bersumber pada ceritera-ceritera wayang purwa. Jenis
kesenian ini pada mulanya berkembang terutama di lingkungan kraton dan
kalangan para priyayi (bangsawan) Jawa.
Wayang orang secara harafiah berarti wayang yang diperankan oleh
orang. Walaupun beberapa ahli percaya wayang orang telah ada sejak abad
ke-12 di Jawa Timur, menurut tradisi pencipta wayang orang seperti yang ada
sekarang adalah Hamengkubuwana I (1755-1792) dari Yogyakarta atau
Mangkunegara I (1757-1795) dari Surakarta. Baik Keraton Yogyakarta
maupun Mangkunegara menganggap wayang orang bukan sekedar bentuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
hiburan, melainkan bagan dari upacara kenegaraan; seperti khitanan,
perkawinan, dan penyambutan tamu Negara.
Kata wayang orang berasal dari kata wayang wang diambil dari
bahasa Jawa Kuno. Wayang berarti “bayangan”, sedang wong berarti
“orang”. Jadi wayang orang dapat diartikan sebuah pertunjukan wayang yang
pelaku-pelakunya dimainkan oleh manusia (Hersapandi, 1999: 16).
wayang orangadalah sebuah drama tari yang terdapat di beberapa
daerah di Indonesia. Di Jawa Tengah istilah ini digunakan untuk menyebut
pertunjukan drama tari berdialog bahasa Jawa prosa yang biasanya
membawakan wiracarita Mahabharata dan Ramayana.
Banyak kaidah pertunjukan wayang orang diambil dari wayang kulit.
wayang orang bersumber pada versi Jawa dua epik India, Ramayana dan
Mahabharata. Pertunjukan wayang orangterbagi menjadi tiga, masing-
masing ditegaskan oleh hubungan perlambangan nada gamelan : pathet nem,
pathet sanga, dan pathet manyura jika menggunakan laras slendro; atau
pathet lima, pathet nem, dan pathet barang jika laras pelog yang digunakan.
Tata rias, busana, dan perwatakan wayang orangjuga diambil dari kaidah-
kaidah wayang kulit. Wayang orang merupakan personifikasi dari wayang
kulit yang terlihat jelas dari berbagai aspek antara lain sumber cerita,
penggolongan karakter, karawitan, antawacana (dialog), peranan dalang dan
busana serta tat riasnya. Dialog atau antawacana yang digunakan pada
pementasan wayang orang sama seperti dialog pada wayang kulit yakni,
dengan menggunakan bahas jawa kawi, bahas ngoko maupun karma, sesuai
dengan tokoh pada wayang tersebut. Dalam penyajiannya wayang orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
menggunakan gerak tari tradisi dengan norma gerak sesuai masing-masing
karakter pada tokohnya. Sumber cerita wayang orang baik di Surakarta
maupun Yogyakarta mengambil cerita Mahabarata ataupun Ramayana, dan
kedua sumber tersebut bisa dibagi menjadi beberapa episode serta beberapa
jenis lakon antara lain:
Lakon Baku adalah lakon yang diangkat dari cerita induk Ramayana dan
Mahabarata
Lakon Carangan adalah lakon yang dikembangkan dari sebuah peristiwa
yang termuat dalam cerita induk Ramayana dan Mahabarata.
E. Tinjauan Umum Kota Surakarta
1. Letak, Luas dan Batas
Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan “Kota Solo” secara umum
merupakan daerah dataran rendah dan berada antara pertemuan sengai-sungai
seperti Pepe, Jenes dengan Bengawan Solo, serta mempunyai ketinggian
kurang lebih 92 m dari permukaan air laut. Berdasarkan peta topografi Kota
Surakarta secara astronomi terletak antara: 110o
45c 152 – 110
o 45c 35
2 Bujur
Timur 7o 36c 00
2 – 7
0 56c 00
2 Lintang Selatan.
Dari sudut pandangan sosial ekonomi, wilayah Kota Surakarta
merupakan pusat aktivitas penduduk yaitu dalam pemerintahan, pendidikan,
dan perdagangan. Di samping itu, Surakarta atau Kota Solo sebagai pusat
kebudayaan Jawa.
Secara administratif wilayah Kota Surakarta berbatasan dengan daerah-
daerah lain. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Dati II Karanganyar
dan Kabupaten Dati II Boyolali, sebelah timur berpatasan dengan Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Dati II Sukoharjo dan Kabupaten Dati II Karanganyar, sebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Dati II Sukoharjo, dan sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Dati II Sukoharjo dan Kabupaten Dati II Boyolali.
Gambar.7
Peta Kota Solo
Sumber : Bappeda Kota Surakarta
2. Keadaan Sosial Budaya
Kebanyakan penduduk yang tinggal di Kota Surakarta adalah suku
bangsa Jawa. Mereka di dalam sikap hidupnya dipengaruhi oleh nilai-nilai
budaya Jawa, bahkan dalam pola cara berfikirnya dipengaruhi oleh nilai
budaya yang berlaku di masyarakatnya. Termasuk dalam pengertian nilai
budaya pada umumnya adalah beberapa konsepsi abstrak yang hidup di dalam
aalm pikiran warga masyarakat yang dianggap dan dijadikan pedoman tingkah
laku atau perbuatan manusia sebagai warga masyarakat itu. Contohnya aturan
sopan santun, adt istiadat, norma-norma dan lain sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Berdasarkan perkembangan kebudayaan, khususnya dalam bidang
keseniannya, yang tentu saja berpusat pada sistem sosial budaya daerah
Surakarta atau lebih dikenal “Kota Solo”. Bahwa sistem sosial budaya daerah
Surakarta atau Kota Solo itu dipengaruhi oleh norma-norma lama yang
berorientasi kepada sistem feodalisme. Dengan kata lain kita dapat
menyebutkan bahwa sistem budaya yang berlaku di daerah Surakarta itu
dipengaruhi oleh pola kebudayaan kraton.
Tampaknya para warga/masyarakat di Surakarta mempunyai pola cara
berfikir yang erat hubungannya dengan mitologi. Cirri dari pola cara berfikir
ini yaitu terlihat pada tingkah laku para warga masyarakat yang bersifat
religious, dengan upacara-upacara dan selamatan sebagai inti atau puncak
perbuatannya. Upacara-upacara yang merupakan bagian dari kebudayaan Jawa
itu, di dalam pelaksanaannya berorientasi pada kebudayaan Kraton Surakarta.
Begitu pula unsur-unsur kebudayaan lain, seperti kesenian, agama, bahasa,
kepercayaan, dan lain sebagainya.
Maka uraian keadaan sosial budaya masyarakat di Kota Surakarta atau
Kota Solo sangat berkaitan pada aspek kesenian, agam, dan bahasa. Ketiga
aspek tersebut memiliki kaitan yang erat dengan seni pertunjukan tradisional
Jawa.
3. Potensi Pariwisata Kota Surakarta
Kota Surakarta dengan motto pembangunan Panca Krida utama akan
menjadikan Kotamadya DATI II Surakarta sebagai kota budaya, kota
pariwisata, kota olahraga, kota pusat perdagangan dan jasa, kota pusat
perkembangan industri kerajinan rakyat serta kota pendidikan dan pelatihan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
kepariwisataan Kota Surakarta. Kepariwisataan di Kotamadya Surakarta
mengandalkan dua buah Keraton. yaitu Keraton Kasunanan dan Keraton
Mangkunegaran sebagai daya tarik utama.
Selain hal tersebut di atas, terdapat pula objek-obyek wisata yang cukup
menarik di dalam Kota Surakarta dan perlu dikembangkan antara lain : Taman
Wisata Budaya Sriwedari, Taman Wisata Olahraga, Taman Wisata Satwa Taru
Jurug, Museum Radyapustaka dan Musium Lukisan Dullah. Obyek wisata
lainnya yang bersifat pelayanan souvenir adalah Pasar Klewer, Pasar Triwindu,
Batik Shop, pembuatan keris, gamelan dan sebagainya. Sedangkan obyek
wisata di luar Kotamadya Surakarta adalah sebagai berikut :
- Di sebelah utara Kota Surakarta :
Musium Sangiran
Astana Girilayu
- Di sebelah timur Kota Surakarta :
Candi Sukuh dan Candi Ceto
Pemandian air hangat Bayanan
Puncak Lawu
Astana Mengadeg dan Astana Giribangun
- Di sebelah selatan Kota Surakarta :
Pantai Paranggupito
Waduk Gajah Mungkur Wonogiri
Puncak Silamuk dan Kahyangan Dlepih
- Di sebelah barat Kota Surakarta :
Rawa Jombor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Pemandian Pengging dan Cokrotulung
Waduk Cengklik
Disamping obyek wisata maka event juga merupakan daya tarik bagi
wisatawan, dengan maksud event yang dimaksud adalah suatu bentuk kegiatan
atau pertunjukan baik yang bersifat ritual maupun yang bersifat hiburan.
Adapun yang termasuk dalam event di Surakarta ini seperti : Sekaten, Kirab
Pusaka, Jumenengan, Maleman Sriwedari, Pesta Seni Akhir Tahun, Labuh
Pusaka, Wayang orang, Pagelaran kesenian, lukisan dan budaya lainnya.
Tanpa adanya event maka suasana kepariwisataan akan terasa gersang. Event-
event yang diselenggarakan secara rutin tiap-tiap tahun. Akhir-akhir ini
perkembangan dunia kepariwisataan di Surakarta menunjukan gejala
peningkatan. Peningkatan ini tdak terbatas pada wisatawan Nusantara saja
melainkan wisatawan Mancanegara.
Dengan diresmikan bandara Adisumarmo sebagai Bandara
Internasional penuh yang berate telah dilakukan penerbangan langsung dari
Surakarta ke luar negeri (sementara baru Singapura) tidak hanya akan
meramaikan penerbangan ked an dari Kodya Surakarta dan sekitarnya, tetapi
juga menguntungkan bagi wilayah Jawa Tengah dan DIY Yogyakarta. Dengan
segera dibangunnya jalan tol Semarang – Solo dan Solo – Yogyakarta, akan
memperbesar peluang dan sekaligus tantangan bagi kepariwisataan di
Kotamadya Surakarta. Kebijaksanaan ini secara langsung akan meningkat
kegiatan sektor Industri, perdagangan dan pariwisata di Kodya Surakarta dan
sekitarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Melihat prasarana, sarana dan sarana penunjang, faktor pendukung dan
event-event yang lain sudah sepantasnya dikatakan Surakarta sebagai tujuan
wisata, kalau dibandingkan dengan Semarang ataupun daerah lainnya di Jawa
Tengah, faktor-faktor yang dimiliki daerah-daerah tersebut tidak selengkap
yang dimiliki Surakarta, seperti :
- Peninggalan sejarah atau budaya
- Taman hiburan/ rekreasi baik yang sudah ada ataupun yang dalam tahap
pengembangan.
- Kesenian
- Event-event
- Obyek-obyek wisata di Surakarta
Dari berbagai hal diatas kita dapat berbangga hati tetapi kita harus tetap
mempersiapkan atau mengadakan pembenahan hal-hal yang sampai sekarang
ini dinilai masih kurang, khususnya di bidang industri pariwisata antara lain :
- Hotel Non Bintang/ Losmen jumlahnya masih perlu penyempurnaan agar
memenuhi persyaratan.
- Rumah makan/ pub/ restoran masih perlu di dorong untuk dapat menyajikan
kesenian tradisional.
- Pembenahan obyek-obyek wisata khususnya obyek-obyek wisata yang
dinilai masih menyedihkan perlu mendapatkan uluran tangan dari
pemerintah pusat karena terbatasnya dana bagi daerah tingkat II maupun
daerah tingkat I.
- Budaya BERSERI terhadap lingkungan belum dapat dilaksanakan secara
maksimal atau belum mendarah daging.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Usaha-usaha pemerintah daerah untuk mengatasi kendala tersebut antara lain :
- Mengadakan pembinaan, penyuluhan dan sarasehan- saraasehan baik
terhadap pengusaha industri pariwisata yang ada maupun terhadap
masyarakat.
- Bekerjasama dengan instansi vertical dan horizontal dalam meraih dana
untuk pengembangan kepariwisataan di daerah.
4. Kebijaksanaan Pemerintah Daerah Kota Madya Dati II Surakarta di
Bidang Pariwisata
Kebjaksanaan Pemerintah Daerah Kota Madya Dati II Surakarta dalam
usaha peningkatan kepariwisataan di Surakarta telah membuat Rencana
Pengembangan Pariwisata yang telah dibakukan oleh BAPPEDA Kotamadya
Dati II Surakarta sebagai Pola Dasar Pengembangan Pariwisata Kotamadya
Dati II Surakarta.
Rencana pegembangan tersebut meliputi :
- Pengembangan di bidang industri wisata, antara lain :
Performance centre ( pusat pertunjukan )
Daerah Hospitality Industri ( daerah pelayanan industri wisata)
Daerah Ammucement centre (pusat hiburan)
- Pengembangan dalam produk wisata adalah :
Obyek wisata kompleks Keraton Surakarta Hadiningrat.
Obyek wisata Istana Mangkunegaran.
Obyek wisata flora dan fauna daerah rekreasi Jurug.
Obyek wisata Taman Balekambang
Obyek wisata Taman Sriwedari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Daerah pusat perbelanjaan wisatawan dan daerah seni kerajinan.
Sesuai dengan rencana pengembangan pariwisata di Surakarta yang
dibakukan sebagai pola Dasar Pengembangan Pariwisata Kodya Dati II
Surakarta, maka tersedia lokasi pengembangan Daerah Industri Wisata antara
lain di Jalan Ahmad Yani (di sebelah selatan Taman Balekambang), lokasi
yang berada di sekitar Ketandan (sebelah selatan Pasar Gedhe) dan lokasi yang
berada di sekitar Taman satwa taru Jurug.
5. Arah Pengembangan Kota Surakarta
Untuk melihat arah dan prospek perkembangan kota Surakarta perlu
meninjau kondisi-kondisi sebagai berikut :
a. Prospek letak
Posisi Kodya DATI II Surakarta terletak pada 1100
- 1110 BT dan
7,60
- 80 LS merupakan posisi yang sangat strategis karena di samping
simpul pengembangan daerah sekitarnya, juga sebagai daerah penghubung
antara daerah propinsi Jateng, DIY, Jabar, dan DKI Jakarta dengan lalu
lintas yang sangat padat. Dampak positif dari posisi yang sangat strategis
tadi maka kota Surakarta berkembang menjadi Kota Pariwisata dan Kota
Dagang terkenal berdasarkan Perda No. 1 tahun 1989, wilayah Kodya DATI
II Surakarta dibagi dalam 4 wilayah Pengembangan, yaitu :
- Wilayah Pengembangan Utara
- WIlayah Pengembangan Barat
- Wilayah Pengembangan Timur
- Wilayah Pengembangan Selatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Dari 4 wilayah pengembangan tersebut, dirinci lagi menjadi 10 Sub
Wilayah Pengembangan (SWP), sebagai unit perencanaan. Adapun
kegiatan-kegiatan yang disediakan ruangnya di dalam wilayah Kodya DATI
II Surakarta mengacu pada pengembangan fungsi-fungsi Kodya Surakarta di
masa mendatang, yaitu :
- Penyediaan areal pusat pariwisata
- Penyediaan areal pusat pengembangan kebudayaan
- Penyediaan areal olahraga
- Penyediaan areal relokasi industri
- Penyediaan areal perluasan dan pengembangan pendidikan
- Penyediaan areal pusat perdagangan, pertokoan dan perbelanjaan.
- Penyediaan areal pusat perkantoran/ pusat administrasi
- Penyediaan areal lingkungan perumahan
b. Prospek Perdagangan
Prospek perdagangan yang mendukung perkembangan positif kota
Surakarta adalah :
- Kota Surakarta mempunyai sarana dan prasarana yamg terlengkap di
wilayah eks Karesidenan Surakarta, yang tentunya akan semakin
melancarkan jalannya dunia usaha.
- Merupakan kota perdagangan lama seiring dengan perkembangan
kotanya, menarik wisatawnan domestic maupun mancanegara untuk
mengunjunginya.
- Letak geografis Surakarta di simpul hubungan perkotaan potensial (
Semarang, Yogyakarta, Purwodadi, Surabaya, Pacitan dan Ponorogo) dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
rencana dibukanya bandara Internasioanl Adi Sumarmo sebagai bandara
Internasional menambah semarak dan kelancaran aktifitas di kota
Surakarta, (Rencana Pembangunan Lima Tahun ke 6 daerah Kodya
DATI II Surakarta, Buku III).
c. Prospek Pariwisata
Prospek pariwisata yang mendukung perkembangan positif Kota
Surakarta adalah pengembangan sarana Pariwisata wilayah DATI II, dengan
melihat berbagai factor yang ada yaitu :
- Jarak lokasi obyek terhadap kota yang ada.
- Sarana dan prasarana yang ada dan yang diperlukan di dalam kota untuk
menunjang kegiatan paket-paket wisata.
- Akumulasi kegiatan wisata yang mungkin dapat dikembangkan.
- Lingkup pelayanan obyek-obyek wisata.
Maka dapat disimpulkan bahwa jenis sarana dan prasarana seperti :
- Hotel, Tourist Information Center, Rumah makan/ restoran, tempat
hiburan umum, mandala wisata dan lain-lain lebih banyak ditempatkan di
Kodya Surakarta disamping penyediaan sesuai kebutuhan standart pada
kota Kabupaten sekitarnya.
F. Tinjauan Konsep Eklektik
Setelah masa arsitektur antik atau kuno, kemudian klasik, arsitektur Barat
memasuki zaman Post-Renaissance. Berikutnya arsitektur Barat berkembang pada
abad XIX atau zaman kolonial, kehampir seluruh dunia terutama wilayah koloni
atau jajahan orang-orang Eropa di Amerika, Amerika Latin, Afrika, Asia,
Australia, Selandia Baru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Pada daerah-daerah koloni tersebut berkembang dengan cepat dan
beberapa daerah sepenuhnya dikuasai oleh orang-orang Barat seperti Amerika dan
Australia. Pada masa itu atau sering disebut masa Pascakolonial, berkembang
Arsitektur Modern Pascakolonial.
Pada akhir zaman klasik, timbul kejenuhan terhadap bentuk, konsep dan
norma arsitektur klasik, yang sudah merajai dunia arsitektur sejak ribuan tahun
silam. Pada masa inilah timbul dan berkembang bentuk arsitektur mengikuti pola
pikir eklektik, menyebar keseluruh dunia bersamaan dengan penjelajahan dan
penaklukan orang Eropa keseluruh dunia dalam masa Kolonial dan Pascakolonial.
Eklektik artinya memilih terbaik dari yang sudah ada sebelumnya.
Arsitektur Eklektik adalah aliran memilih, memadukan unsur-unsur atau gaya ke
dalam bentuk tersendiri. Arsitek, pemilik bangunan atau keduanya bersama
memilih secara bebas, gaya-gaya atau bentuk-bentuk paling cocok dan pantas
menurut selera dan status sosio-ekonomi mereka.
Berdasarkan arti katanya maka Eklektisme dalam arsitektur sudah ada
sejak lama misalnya pada zaman Renaissance di mana elemen-elemen Romawi
(kolom, ornamen dan lain-lain) digabung dan ditambah dengan unsur-unsur,
kaidah dan bentuk baru. Demikan juga arsitektur Romawi telah mengambil unsur-
unsur Yunani digabung dan dikembangkan menjadi bentuk baru.
Dari segi sejarah dan ciri-ciri pengulangan bentuk-bentuk lama Eklektisme
dalam arsitektur sering disebut antara lain dengan Post-Renaissance , Neo-Klasik,
Kolonial, dan lain-lain. Masa itu dapat dikatakan belum terlalu banyak pilihan dan
percampuran, masih terbatas atau terikat pada kaidah-kaidah klasik. Oleh karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
itu dalam kajian perkembangan arsitektur sering disebut sebagai zaman Neo-
Klasik, atau Neo-Klasik Internasional karena sudah berkembang diseluruh dunia.
Arsitektur modern mulai berkembang pada abad XVI di Eropa dimulai
dengan Eklektisme, selain karena kejenuhan terhadap pola klasik lama juga
karena semakin banyak pilihan untuk digabungkan atau diulang tetapi dalam pola,
konsep dan bentuk baru. Pada abad XIX bentuk, gaya, konstruksi dan bahan-
bahan bangunan dalam arsitektur semakin berkembang bervariasi sehingga pilihan
pun semakin banyak. Eklektisme dalam arsitektur masa itu, lebih kompleks dan
bervariasi pula. Dalam sejarah perkembangan arsitektur istilah Eklektisme dipakai
untuk menandai gejala pemilihan atau percampuran gaya-gaya pada abad XIX
masa berakhirnya Klasikisme, masa awal Modernisasi dan bukan percampuran
maupun perkembangan pada masa sebelumnya.
Arsitektur Eklektisme awal abad XIX mengandung rasa sentimen dan
nostalgia pada keindahan gaya masa lampau. Sebagai contoh dari gejala
perkembangan arsitektur eklektik telah disebut tiga bangunan pada bab
pendahuluan. Eklektisme tidak selalu menggabungkan tetepi kadang-kadang
hanya menerapkan salah satu gaya saja tetepi dalam bentuk, sistem konstruksi,
fungsi dan secara konseptual berbeda dari klasik asli.
Eklektisme menandai perkembangan arsitektur abad XIX, dengan
ketidakpastian gaya. Percampuran bentuk menghasilkan gaya tersendiri,
memperlihatkan adanya pola pikir akademis, tetapi dalam bentuk konservatif.
Seni dalam hal ini termasuk arsitektur modern eklektik merupakan kelanjutan,
pengulangan seni klasik dan bukan perubahan secara revolusioner.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Fungsi bangunan klasik terbatas pada kebutuhan waktu itu misalnya kuil,
gereja, istana, tempat tinggal. Pada masa peralihan dari klasik ke modern ditandai
dengan Eklektisme, tuntutan kebutuhan lebih banyak di masa sebelumnya tidak
ada misalnya balai kota, stasiun kereta api, gedung pengadilan, opera, pavilliun,
gedung pameran, museum, dan lain-lain.
Arsitektur klasik mulai berkembang di Eropa, sejak zaman Yunani hingga
Renaissance. Oleh karena itu pada akhir zaman Klasikisme banyak bangunan di
sana mengulang kembali keindahan elemen-elemen klasik, dipadukan atau
diterapkan secara utuh. Pengulangan kembali secara utuh kadang-kadang disebut
Neo-Klasik seperti misalnya Neo-Gotik yang karena keindahan dan
kemegahannya konsep-konsepnya digunakan kembali, terutama untuk bangunan
monumental. (Dr. Harun Hadiwijono, 1994, hal: 150-158)
Penyebaran eklektisisme merambah berbagai bidang dapat diakui sebagai
metode baru dalam seni. Arsitektur sebagai cabang seni yang berkaitan erat
dengan teknik juga mendapatkan pengaruh dari penyebaran metode eklektisisme
ini, meskipun dikritik sebagai metode yang tidak konsisten, disebabkan oleh
pergeseran pandangan dalam menentukan berbagai elemen arsitektur yang
sebelumnya sangat kuat. Disadari atau tidak apakah arsitektur jenis ini merupakan
sebuah metode atau bukan sebenarnya adalah sesuatu yang berjalan dengan
sendirinya berkaitan dengan akulturasi berbagai arsitektur yang membentuk
tradisi berarsitektur di dalam kebudayaan masyarakat dimana saja. Sebagai sebuah
metode yang sering kali dianggap “murahan” karena seakan-akan tidak memiliki
dasar-dasar yang kuat untuk membuat sebuah obyek yang memiliki karakter
arsitektur tertentu. Di Indonesia, penyebutannya terkadang merupakan sesuatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
yang sedikit menggelikan karena yang disebut sebagai perancangan "eklektik"
membawa kita pada pandangan kebanyakan, yaitu kecenderungan untuk
menggabungkan arsitektur dari berbagai negara atau wilayah dan ditampilkan
begitu saja ke dalam arsitektur sebelumnya, untuk mencapai citra tertentu, bahkan
sebuah kesan untuk menggapai prestis.
Arsitektur eklektik bisa dikatakan sebagai hasil karya arsitektur yang
mempergunakan metode merancang secara eklektik. Eklektisme adalah sebuah
pergerakan arsitektur dengan metode menggabungkan (kombinasi) berbagai
aspek, ide, teori maupun yang ditujukan untuk membuat arsitektur terbaik dengan
kombinasi yang ada. Pergerakan ini diawali dari filsafat yang dikaitkan dengan
penggabungan berbagai perspektif pondasi filsafat untuk membentuk filsafat baru
yang lebih baik. Metodenya kemudian diterapkan dalam bidang-bidang ilmu
pengetahuan yang lain, diantaranya kedalam arsitektur.
(http:astudioarchitect.com)
Eklektik terdiri dari beberapa gaya yang diambil budaya barat dan timur.
Jadi tidak ada aturan baku yang menyebutkan bagaimana cara memadukan
beberapa gaya tersebut. Perkawinan timur dan barat itulah yang masuk pada
lingkup gaya eklektik. Gaya eklektik sendiri dikenal dalam istilah interior sebagai
gaya gado-gado, yang merupakan paduan dari beragam selera gaya.
(http:okezone.com)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
BAB III
TINJAUAN LAPANGAN
A. Tinjauan Lapangan Gedung Wayang Orang Sriwedari
1. Sejarah Singkat
Kawasan Sriwedari merupakan kawasan wisata budaya yang
mempunyai nilai sejarah dalam perkembangannya. Sriwedari yang berumur
kurang lebih satu abad. Pada Raja PB X yang bertahta tahun 1893-1939 M,
dibangunlah suatu taman di wilayah Kadipolo. Taman tersebut dufungsikan
sebagai hiburan bagi keluarga Raja dan abdi dalem Keraton Surakarta.
Pembangunan tersebut dilakukan pada hari Rebo Wage 28 Maulud 1831 atau
17 Juli 1901 M yang disebut dengan Taman Sriwedari.
Pada masa pemerintahan PB XI yang bertahta pada tahun 1930-1980
ada penambahan Gedung Wayang Orang dan Ketoprak. Dengan adanya UU
No. 5 tahun 1992 tentang cagar budaya sebagai landasan hukum untuk
melindungi peninggalan sejarah yang berumur 50 tahun dan Perda No. 8
tahun 1994 tentang pariwisata dan kebijakan Provinsi daerah TK I Jawa
Tengah yang berlaku hingga tahun 2006, maka mulailah ada pembenahan
pada Gedung Wayang Orang Sriwedari pada fasilitas pemetasan, kapasitas
pengunjung pada ruang pementasan Gedung Wayang Orang Sriwedari adalah
400 kursi.
2. Lokasi
Gedung wayang orang Sriwedari terletak didalam komplek kawasan
Wisata Taman Sriwedari di Jalan Slamet Riyadi Surakarta. Untuk akses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
masuk lokasi sangat mudah untuk dijangkau dengan berbagai kendaraan.
Bangunan ini hanya memiliki dua lantai, lantai pertama lobby, ruang
penonton, panggung, ruang rias, ruang ganti, ruang penyimpanan, ruang
control layar, lantai dua berupa balkon, ruang control cahaya dan lampu.
Gambar.8
Peta Surakarta
Sumber : www.indonesia-tourism.com/solo
3. Sirkulasi
a. Pengunjung
Bagan.1
Sirkulasi Pengunjung Gedung Wayang Orang Sriwedari
Sumber : Observasi Lapangan
Gedung
Wayang Orang
Sriwedari
Datang
Lavatory
Box
Karcis
Lobby Pulang
Ruang
Pementasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
b. Pengelola ( karyawan )
Bagan.2
Sirkulasi Penglola Gedung Wayang Orang Sriwedari
Sumber : Observasi Lapangan
c. Seniman
Bagan.3
Sirkulasi Seniman Gedung Wayang Orang Sriwedari
Sumber : Observasi Lapangan
4. Organisasi Ruang
Ruangan dalam Gedung Wayang Orang Sriwedari terdiri atas:
Lantai Sifat Ruang Jenis Ruang
Lantai satu Publik Lobby
Tiket Box
Ruang audience
Ruang panggung
Datang
Lavatory
Kantor
Pengelola Ruang
Pengelola
Gudang Pulang
Datang
Lavatory
Ruang
Latihan
Gudang Pulang
Ruang
Rias dan
Ganti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Semi Publik Ruang pengelolaan
Ruang administrasi
Latihan
Privat Ruang rias
Ruang ganti
Service Gudang
Lavatory
Lantai dua Publik Balkon
Service Ruang control cahaya dan lampu
Tabel.2
Organiasasi Ruang Gedung Wayang Orang Sriwedari
Sumber : Observasi Lapangan
5. Elemen Pembentuk Ruang
Ruang
Elemen Pembentuk Ruang
Lantai Dinding Ceiling
Lobby Keramik tile warna
putih 40 x 40 cm
Tembok finishing
cat warna putih
Eternit finishing
cat warna putih
R. Pentas Karpet wall to wall
warna biru
Tembok finishing
cat warna putih
Jendela dengan
kaca transparan
Eternit finishing
cat warna putih
R. Rias/ ganti Keramik tile warna
putih 40 x 40 cm
Tembok finishing
cat warna biru
Eternit finishing
cat warna putih
R. Kantor Keramik tile warna
putih 40 x 40 cm
Tembok finishing
cat warna putih
Eternit finishing
cat warna putih
Tabel.3
Elemen Pembentuk Ruang Gedung Wayang Orang Sriwedari
Sumber : Observasi Lapangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
6. Interior System
a. Pencahayaan
Karena setiap ada pementasan dimulai pada malam hari maka
pencahayaan yang digunakan adalah pencahayaan buatan. Jenis lampu
yang digunakan antara lain : Lampu Tl, Lampu Spot, Pencahayaan khusus.
Gambar.9
Pencahayaan buatan pada area panggung
Sumber: Dokumentasi Pribadi
b. Penghawaan
Penghawaan memakai system penghawaan buatan berupa ac split,
namun apabila diperlukan penghawaan alami dapat dilakukan dengan
sirkulasi udara terdapat pada bagian atas pintu/ lubang ventilasi.
Gambar.10
Penggunaan AC split dan box speaker
Sumber: Dokumentasi Pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
c. Akustik
Untuk pementasan biasanya pemain menggunakan pengeras suara
berupa seperangkat saund system, box speaker yang diletakkan pada samping
kiri dan kanan ruang audiens. Untuk menghindari cacat suara seperti gema
yang berkepanjangan dapat diatasi dengan banyaknya bukaan ventilasi
disepanjang dinding.
7. Furniture
Furniture pada lobby terdapat seperangkat meja resepsionis beserta
almari yang terbuat dari bahan kayu. Namun dikarenakan sudah tidak dipakai
terlihat kurang terawat. Sebelumnya meja tersebut digunakan untuk penonton
mencari informasi jadwal pementasan wayang orang, namun dikarenakan
semakin sedikitnya pengunjung yang datang meja resepsionis tersebut tidak
digunakan seperti pada fungsinya.
Gambar.11
Furniture pada lobby
Sumber: Dokumentasi Pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Furniture pada ruang penonton dibedakan menjadi 2 berupa kursi dari
spon finishing oscar warna merah dan hitam untuk kursi penonton VIP pada
deretan depan. Terdapat juga kursi dari kayu dengan rangka besi untuk
penonton kelas biasa pada deretan belakang.
Gambar.12
Furniture ruang penonton
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Pada ruang rias pemain terdapat seperangkat meja rias cermin beserta
kursi, meja rias menggunakan bahan kayu dan cermin untuk berias sebelum
pementasan dan kursi fabrikasi dari plastik.
Gambar.13
Pada ruang rias berupa seperangkat meja rias beserta kursi
Sumber: Dokumentasi Pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Pada ruang pengelola terdapat meja, kursi, dan almari yang terbuat
dari kayu. Alamari digunakan untuk menyimpan arsip berupa naskah lakon
yang dipentaskan maupun arsip kepengurusan wayang orang Sriwedari.
Selain digunakan oleh pengelola ruangan ini juga digunakan untuk rapat oleh
dalang maupun pengelola saat akan menentukan judul yang akan dipentaskan.
Gambar.14
Ruang kantor pengelola
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Ruang pengiring terdapat didepan panggung dan digunakan untuk
mengiringi pemain saat melakukan pementasan. Terdapat seperangkat
gamelan lengkap yang digunakan niaga maupun sinden saat mengiringi.
Gambar.15
Ruang pengiring gamelan
Sumber: Dokumentasi Pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Suasana pada saat pementasan ruangan penonton dibuat redup agar
lebih fokus saat menonton pementasan. Tata cahaya panggung menggunakan
permainan tata cahaya buatan unruk mengesankan suasana yang berbeda pada
setiap adegan. Misalnya adegan perang, dialog, maupun adegan terbang dan
menghilang sehingga terkesan dramatik.
Gambar.16
Suasana saat pementasan wayang orang
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar.17
Pementasan wayang orang Sriwedari
Sumber: Dokumentasi Pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
B. Tinjauan Lapangan Auditorium RRI Surakarta
1. Sejarah Singkat
Auditorium Radio Republik Indonesia Surakarta didirikan pada tahun
1958. Gedung ini termasuk salah satu fasilitas yang ada pada Radio Republik
Indonesia.Semenjak tahun 1958 sampai sekarang Gedung Auditorium ini telah
beberapa kali direnovasi. Auditorium tersebut merupakan salah satu tempat
pertunjukan kesenian yang berada di Surakarta. Pada tahun 1970 sampai
dengan tahun 1974, Auditorium RRI Surakarta sempat dijadikan sebagai
gedung bioskop namun kemudian gedung ini kembali difungsikan sebagai
gedung kesenian. Bangunan gedung auditorium RRI ini berada dalam
kompleks Radio Republik Indonesia Surakarta ,yang memiliki luas
keseluruhan bangunan 9975 m
2.
2. Lokasi
Lokasi Gedung Auditorium Radio Republik Indonesia terletak di Jalan
Abdulrahman Saleh No. 51 Surakarta, Telepon (0271) 63920 ,Faks. (0271)
668200.
3. Aktivitas dan Fasilitas
Aktivitas dan fasilitas yang dilaksanakan di dalam Gedung Auditorium
RRI Surakarta pada umumnya adalah kegiatan pertunjukan kesenian baik
kesenian traditional maupun pentas musik diatonis. Diatonis merupakan pentas
musik yang digunakan untuk menamakan musik non tradisional. Seni Musik
ini menggunakan aturan bahwa satu oktaf terdiri dari 8 nada, dapat dimainkan
scara instrumental atau sebagai pengiring vokal, alat musik yang digunakan
adalah alat musik non-traditional. Setiap dua minggu sekali pada gedung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
auditorium ini berlangsung pertunjukan wayang orang dan kethoprak.
Pagelaran wayang orang ini diperankan oleh para seniman dan seniwati RRI
Surakarta. Selain itu acara yang paling rutin dilaksanakan pada gedung tersebut
adalah pemilihan bintang radio dan televisi. Gedung Auditorium RRI Surakarta
juga dapat digunakan untuk umum atau disewakan. Aktivitas dan Fasilitas
tersebut adalah :
1) Pengunjung
Aktifitas Fasilitas
Datang
Mencari informasi
Membeli karcis
Menunggu masuk
Melihat pertunjukan
Beribadah
Pulang
Main entrance
Ruang informasi
Box karcis
Lobby
Ruang pertunjukan
Mushola
Side intrance
Tabel.4
Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI
Sumber: Observasi Lapangan
2) Pengelola
Aktifitas Fasilitas
Datang
Menyambut tamu
Kegiatan manageman
Mendaftar jadwal pertunjukan
Merawat peralatan
Main entrance
Kantor pengelola
Kantor pengelola
Ruang administrasi
Ruang control
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Menyiapkan alat pertunjukan
Pulang
Gudang
Side entrance
Tabel. 5
Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI
Sumber:Observasi Lapangan
3) Seniman
Aktifitas Fasilitas
Datang
Latihan
Menyiapkan pakaian
Mendaftar pementasan
Menyiapkan alat
Menyimpan alat
Pulang
Main entrance
Ruang latihan
Ruang rias
Ruang administrasi
Ruang control
Gudang
Side entrance
Tabel. 6
Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI
Sumber: Observasi Lapangan
4. Organisasi Ruang
Organisasi ruang Gedung Auditorium RRI Surakarta
Sifat Ruang Jenis Ruang
Publik Lobby
Ruang pertunjukan
Ruang receptionis
Semi Publik Ruang administrasi
Ruang istirahat pemain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Pivat Ruang rias
Ruang ganti putra
Ruang ganti putri
Service Lavatory
Gudang
Ruang workshop
Ruang operator/t teknisi
Tabel. 7
Organisasi Ruang Gedung Pertunjukan RRI
Sumber : Observasi Lapangan
5. Sirkulasi
Pola sirkulasi pada Gedung Pertunjukan RRI Surakarta
1) Sirkulasi Pengunjung
Bagan. 4
Pola Sirkulasi Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI
Sumber : Observasi Lapangan
LOBBY SE TICKET
BOX
R.
PERTUNJUKAN
AN
R.
INFORMASI
SE
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
2) Sirkulasi Pengelola
Bagan. 5
Pola Sirkulasi Pengelola Gedung Pertunjukan RRI
Sumber : Observasi Lapangan
c. Sirkulasi Pemain
Bagan.6
Pola Sirkulasi Pengelola Gedung Pertunjukan RRI
Sumber : Observasi Lapangan
6. Elemen Pembentuk Ruang
1) Lantai
Lantai pada area umum memakai ubin teraso berukuran 25 x 25 cm
berwarna kuning dan merah bata, sedangkan lantai pada ruang lobby dibuat
berpola.
2) Dinding
ME R. GANTI/RIAS R.TUNGGU
PEMAIN
R. LATIHAN
ME R. PEMENTASAN
ME KANTOR
R. RAPAT
R. ADMINISTRASI
SE
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Dinding pada ruangan lobby dan ruang – ruang lain selain ruang
audiens secara umum merupakan tembok plesteran dengan finishing cat
berwarna krem yang dikombinasikan dengan panel – panel kayu dan soft
board dengan warna natural. Sedangkan untuk dinding pada ruang audience
menggunakan bahan kayu dan acoustic board. Guna mendukung akustik
ruangan maka dinding bagian samping dibuat bergerigi, demikian pula pada
dinding bagian belakang ruangan auditorium. Warna yang digunakan adalah
warna natural dari kayu dan warna putih untuk bagian dinding yang
berbahan acoustic board.
3) Ceiling
Ceiling pada ruang lobby memakai bahan soft board dengan
finishing warna coklat tua. Penggunaan bahan ini untuk mendukung akustik
pada ruangan lobby. Ruang – ruang yang lain pada auditorium ini
menggunakan bahan eternity dengan finishing cat warna putih. Pada ruang
audience ceiling digunakan sebagai pemantul dan penyerap bunyi, hal ini
akan mendukung system akustik pada ruang pertunjukan, bahan yang
digunakan adalah acoustic board dengan warna putih yang berbentuk
concave ceiling.
7. Interior System
1) Pencahayaan
Sistem pencahayaan yang digunakan untuk lobby menggunakan
gabungan antara system penghawaan alami dan buatan yang berupa jendela
– jendela kaca, sky light dengan bahan kaca patri, dan dengan penggunaan
lampu TL.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Gambar.18
Sky Light pada lobby
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Ruang penonton pada gedung pertunjukan ini memakai system
pencahayaan buatan berupa lampu – lampu TL dan down light.
Gambar.19
Ruang penonton
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Pada panggung pencahayaannya memakai lampu – lampu spot light
dan lampu pijar guna mendukung pertunjukan. Ruangan – ruangan lain yang
ada pada auditorium ini memakai lampu TL.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Gambar.20
Panggung
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar.21
Ruang pengiring
Sumber: Dokumentasi Pribadi
2) Penghawaan
Pada ruang audience system penghawaan yang digunakan adalah
penghawaan buatan berupa AC central dan kipas angin yang diletakkan
pada ceiling.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Gambar.22
Kipas angin pada ceiling
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sementara untuk bagian lobby system penghawaan yang digunakan
adalah penghawaan alami yang berupa jendela dan buatan yang berupa
kipas angin. Penghawaan alami juga digunakan pada ruangan – ruangan
lain.
Gambar.23
Jendela pada lobby
Sumber: Dokumentasi Pribadi
3) Akustik
Penerapan bahan – bahan akustik untuk finishing interior pada
auditorium banyak digunakan sesuai dengan kebutuhan dan fungsi ruangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Langit – langit dan dinding pada ruang audience dibuat sedemikian rupa
sehingga dapat mendukung akustik ruanagn demikian pula lantai pada ruang
audience yang dibuat miring agar penonton dapat lebih dekat ke sumber
bunyi dan berfungsi untuk kenikmatan jarak pandang penonton. Selain itu
system penguat bunyi pada ruang pertunjukan memakai system pengeras
bunyi terdistribusi dengan menggunakan perangkat – perangkat elektronik
dengan fasilitas mixer kapasitas 24 channel.
Gambar.24
Sound System pada samping panggung
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar.25
Mixer untuk pengeras bunyi
Sumber: Dokumentasi Pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
8. Furniture
Furniture yang digunakan pada ruang kostum berupa alamari kaca dan
rak-rak kayu untuk meletakkan assesoris pakaian wayang orang.
Gambar.26
Ruang kostum
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Furniture yang digunakan pada ruang pertunjukan menggunakan
upholstery berwarna merah dan merupakan kursi permanent dengan dudukan
yang disa dilipat sehingga memudahkan sirkulasi penonton. Gedung
auditorium ini mempunyai daya tampung penonton sebesar 500 orang.
Gambar.27
Kursi penonton
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Pada ruang lobby furniture yang digunakan terbuat dari kayu dengan
finishing polytur demikian pula furniture pada ruangan – ruangan lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Gambar.28
Furniture pada lobby
Sumber: Dokumentasi Pribadi
9. Warna
Pada auditorium ini warna yang digunakan secara umum adalah warna-
warna natural. Warna bangunan gedung auditorium ini lebih banyak memakai
warna krem, coklat, dan putih dengan perpaduan kayu yang dirancang dalam
satu kesatuan bangunan.
Gambar.29
Warna pada dinding
Sumber: Dokumentasi Pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
10. Elemen Dekoratif
Elemen dekoratif yang dipakai dalam interior gedung auditorium ini
antara lain adalah relief – relief yang ada pada ruang lobby.
Gambar.30
Relief pada dinding lobby
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Penggunaan sky light yang berupa kaca patri juga merupakan elemen
dekoratif yang menambah nilai estetis gedung pertunjukan ini, selain itu
pemakaian ornament berupa ukiran bermaterial kayu juga digunakan untuk
menghiasi kolom – kolom struktur bangunan.
Gambar.31
Kolom pada lobby
Sumber: Dokumentasi Pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
11. Faktor Keamanan
Faktor keamanan perlu dipertimbangkan dalam suatu ruang auditorium.
Pada auditorium pertunjukan ini sistem keamanan yang digunakan meliputi
sistem keamanan dari bahaya kebakaran berupa tabung – tabung pemadam
kebakaran dan penggunaan system keamanan fisik dengan security.
Gambar.32
Tabung pemadam kebakaran Sumber: Dokumentasi Pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
12. Struktur Organisasi
Bagan. 7
Struktur Organisasi
Sumber : Dokumen RRI
DIREKSI
Manajer sub bag
administrasi dan
keuangan
Asisten
manajer
urusan
SDM
Asisten
manajer
urusan
keuangan
Asisten
manajer
urusan
umum
Manajer urusan
seksi siaran
Manajer urusan
seksi pemberitaan
Manajer urusan
seksi teknik
Manajer urusan
seksi pemasaran
Asisten manajer
urusan
perencanaan dan
program siaran
Asisten manajer
urusan redaksi
dan
dokumentasi
Asisten manajer
urusan teknik
stidio
Asisten manajer
urusan jasa
siaran
Asisten manajer
urusan
pendidikan dan
kebudayaan
Asisten manajer
urusan
komunikasi
Asisten manajer
urusan teknik
pemancar
Asisten manajer
urusan non jasa
siaran
Asisten manajer
urusan musik
dan hiburan
Asisten manajer
urusan masalah
aktual
Asisten manajer
urusan sarana
dan pra sarana
Kelompok Pejabat
Fungsional
Auditorium RRI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
BAB IV
PROGRAM DAN IDE GAGASAN
A. PROGRAM PERANCANGAN
1. Langkah Kerja
Bagan.8.
Langkah Kerja Perencanaan
Sumber : Analisa Penulis, 2010
Data Informasi Proyek
Desain terpilih
Evaluasi Desain
DESAIN
Alternatif Desain
Sketsa Desain
Konsep Desain
Human Faktor
Aspek Ekonomi
Interior System
Aspek Tema
Norma Desain Aspek Lingkungan
Aspek Budaya Aspek Politik
Aspek Sosial Aspek Keamanan
Rumusan
Masalah
Studi
Lapangan
Studi
Literatur
Proyek
Perancangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Pola Pemikiran
Tujuan
Perancangan
Faktor
Perancangan
Desain
Manusia Sasaran
Desain
Ruang
Karakter Ruang
Dimensi fungsi
ruang
- Pengelola
- Pengunjung
Konsep Desain Interior Gedung
Pertunjukan Seni Tradisional Jawa
Norma Desain
- Fungsi
- Teknis
- Efisiensi
- Estetis
Unsur Ruang
- Pembentuk Ruang
- Pelengkap Ruang
- Aspek Dekoratif
Aktifitas Kegiatan
Interior
Gedung
Pertunjukan
Kebutuhan Ruang :
- Lobby
- Cafetaria
- Tiket Box
- Souvenir shop
- Ruang panggung
- Ruang pengelolaan
- Ruang persiapan
- Ruang rias
- Ruang ganti
- Ruang ME
- Gudang
- Lavatory
Interior Sistem
- Lighting
- Penghawaan
- Akustik
- Sound
Sistem Keamanan
Desain
Perancangan
Sirkulasi
Zoning Grouping
Bagan. 9
Pola Pemikiran
Sumber : Analisa Penulis,
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
2. Pengertian Proyek
Pengertian dari judul “Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni
Tradisional Jawa “ adalah sebagai berikut:
“Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di
Surakarta” adalah suatu proses, pembuatan, merancangkan, merencanakan
desain ruang dalam suatu bangunan yang berupa tempat pertunjukan seni
tradisional Jawa untuk melengkapi fasilitas hiburan yang ada di Surakarta.
3. Asumsi Lokasi
1. Pertimbangan
Lokasi Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa berada di Jalan Slamet
Riyadi pada kompleks Taman Sriwedari.
Pertimabngan site plan didasarkan pada beberapa hal antara lain:
a. Luas tanah yang memenuhi
b. Lokasi tersebut menurut Rancangan Umum Tata Ruang Kota
Surakarta, yaitu daerah bagi perdagangan,bisnis, industri dan wisata.
c. Lokasi mempunyai akses yang tinggi terhadap fasilitas dan sarana
penunjang operasional.
d. Lokasi merupakan salah satu konsentrasi publik, sehingga berpotensi
untuk mudah dijangkau.
e. Lokasi termasuk sebagai kawasan hiburan Taman Sriwedari
f. Merupakan daerah City tour (Wisata Belanja Kota)
Berdasarkan pertimbangan diatas maka pemilihan lokasi ini
terletak di kawasan Sriwedari yang berada di Jalan Slamet Riyadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Gambar.33
Peta Lokasi
Sumber : www.indonesia-tourism.com/solo
4. Struktur Organisasi
Bagan. 10
Struktur Organisasi
Sumber : Analisa Penulis, 2010
lokasi
PIMPINAN / PENGELOLA
PIMPINAN PANGGUNG
ANGGUNGPPPPPPPPPA
NGGUNGPANGGUNG
SUTRADARA
PETUGAS
PANGGUNG
PETUGAS
TATA SUARA
PENARI PERAKIT
BUSANA
PENGRAWIT
PENYOBEK
KARCIS
PENJUAL
KARCIS
PENGANTAR
TAMU
PELAYAN
CAFÉ/
SHOUVENIR
SHOP
PENJAGA
MALAM
DALANG/ PIMPINAN
KARAWITAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
5. Status Badan Usaha
Pengelolaan oleh Negara memalui Dinas Pariwisata Seni dan Budaya dan
dengan perijinan dari PERDA serta Surat Gubernur Jawa Tengah Nomor
536/5743 perihal perijinan tentang usaha Rekreasi dan Hiburan.
6. Aktiftas dan Fasilitas
Aktifitas dan fasilitas dalam Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni
Tradisional Jawa dapat dijabarkan dalam bagan berikut ini :
Tempat Pelaku Aktifitas Fasilitas
Gedung
Pertunjukan
Pengunjung
- datang dan pergi
- menunggu
pertunjukan
- membeli tiket
- membeli makanan,
minuman ringan, dan
souvenir
- melihat pertunjukan
- Buang air kecil
- pintu masuk
(lobby)
- R. Tunggu :
Kursi tunggu, side
table
- Counter locket
- Snack bar &
souvenir shop
- R. Penonton :
kursi penonton,
stage, R.Gamelan
- Lavatory : closet,
urinoir, washtafel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Pengelola
Seniman
- Melayani
pengunjung
- Melayani penjualan
tiket
- Mempersiapkan
pertunjukan secara
teknis
- Briefing pemain
- Latihan
- Merias dan pakai
kostum
- Counter : meja
café, meja kasir,
kursi counter,
rak, dan almari
- Counter loket :
meja counter,
kursi counter.
- Sarana
pencahayaan,
sound sistem,
background,
persiapan ruang
pemain
- R. Persiapan dan
latihan
- R. Persiapan dan
latihan
- R. Rias dan R.
Ganti : almari
kostum, meja
rias, kursi rias
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
- Memainkan lakon
- Memainkan Gamelan
- Stage
- R. Gamelan :
seperangkat
gamelan dan
sound sistem
Tabel. 8
Aktifitas dan Fasilitas Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa
Sumber : Analisa Penulis, 2010
7. Sistem Operasional
Sistem operasional yang dimaksudkan dalam hal ini adalah waktu atau jam
operasional dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta yang
terdiri dari :
Pengunjung :
- Senin –Kamis jam 09.00 - 22.00
- Jumat libur
- Sabtu – Minggu jam 09.00 – 23.00
Pengelola :
- Senin –Kamis jam 09.00 - 23.00
- Jumat libur
- Sabtu – Minggu jam 09.00 – 24.00
Seniman :
- Senin –Kamis jam 09.00 - 23.00
- Jumat libur
- Sabtu – Minggu jam 09.00 – 24.00
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
8. Kebutuhan Ruang
1) Lobby : Berfungsi untuk menerima tamu, pusat informasi, dan dapat
sebagai ruang tunggu.
2) Café : Sebagai sarana hiburan dan tempat untuk makan, minum serta
menikmati music bagi pengunjung sebelum pertunjukan dimulai.
3) Tiket box : Sebagai tempat pembelian karcis.
4) Ruang panggung: Berfungsi untuk tempat dan panggung pementasan
pertunjukan.
5) Ruang Perlengkapan : Berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan barang-
barang perlengkapan pertunjukan.
6) Ruang Pengelola : Ruang yang berfungsi sebagai ruang kerja para
karyawan dan pengelola.
7) Ruang tata rias dan wardrobe: Ruang yang berfungsi untuk pemain saat
merias dan ganti pakaian sebelum mulai pertunjukan.
8) Ruang persiapan : digunakan untuk latihan sebelum menunggu giliran
pentas pertunjukan.
9) Ruang mechanical electrical: Ruang yang berfungsi untuk mengatur tata
cahaya, suara maupun ruang control layar saat pementasan berlangsung.
10) Souvenir shop: Ruang yang berfungsi menjual souvenir miniatur atau
replika tokoh pewayangan.
11) Lavatory : Sarana MCK dan membersihkan diri.
Sifat Ruang Jenis Ruang
Publik Lobby
Tiket Box
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Souvenir shop
Snack bar
Café
Ruang penonton
Ruang pamer
Semi Publik Stage/ panggung
Tempat penempatan gamelan
Ruang Persiapan
Ruang tunggu pemain
Privat Ruang rias
Ruang wardrobe
Ruang pengelola
Service Gudang
Ruang kontrol
Gudang perlengkapan
Lavatory
Tabel.9
Rencana ruang pada Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa
Sumber : Analisa Penulis, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
10. Hubungan Antar Ruang
Lobby
Loket
R. Informasi
R. Pengelola
R. Meeting
R. Tunggu
Cafe
Souvenir Shop
Snack Bar
R.Penonton
Panggung
R. Gamelan
R.Persiapan
R.Kontrol
Layar
R. Tata
Suara,lampu
R. Rias
R.Kostum
R.tunggu
Pemain
Lavatory
Gudang
Keterangan :
= berhubungan langsung
= berhubungan tidak langsung
Bagan. 11
Hubungan antar ruang
Sumber : Analisa Penulis, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
11. Sirkulasi
1) Pengelola
Mengawasi kegiatan yang berlangsung di Gedung Pertunjukan Seni
Tradisional Jawa dan juga sebagai pemegang kekuasaan atau pengelola
tempat ini.
Bagan. 12. Sirkulasi Pengelola
Sumber : Analisa Penulis, 2010
2) Karyawan
Melakukan kegiatan yang menyangkut penerimaan tamu, pelayanan
informasi, menejemen serta melayani pembelian karcis pertunjukan,
pemesanan dari costumers pada café maupun souvenir store.
Bagan. 13. Sirkulasi Karyawan
Sumber : Analisa Penulis, 2010
Datang
Lavatory
Ruang
mechanical
electrical
Ruang
Pengelola Gudang
g
Pulang
Ruang
perlengkapan
Datang
Lavatory
Ruang
Pengelola Pulang
Mengelola
Gedung
pertunjukan
Rapat
t
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
3) Pengunjung
Melakukan kegiatan berbelanja souvenir, makan dan minum di cafetaria,
serta menikmati pertunjukan digedung pertunjukan.
Bagan.14. Sirkulasi Pengunjung
Sumber : Analisa Penulis, 2010
4) Seniman
Melakukan latihan sebelum pertunjukan dimulai, dan merias wajah
maupun penampilan saat sebelum pentas pertunjukan.
Bagan.15. Sirkulasi Seniman
Sumber : Analisa Penulis, 2010
Datang
Lavatory
Ruang
Latihan
Gudang
perlengkapan
Pulang
Ruang
Rias dan
Ganti
Ruang
pementasan
Datang
Lavatory
Tiket
Box Lobby
Ruang
Pementasan
Cafe
Snack bar,
Souvenir Shop
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
12. Sistem Organisasi Ruang
Mempertimbangkan perencanaan bentuk organisasi ruang maka perlu
adanya :
a. Pengelompokan massa yang akan dilihat dari karakter dan macam kegiatan
yang diwadahi.
b. Karakter yang ditampilkan dengan bentuk-bentuk dinamis sehingga turut
mendukung dan membangun dari tema yang akan diangkat sehingga
menjadi kesatuan.
Alternatif Karakter/Kaidah Penerapan
Linear Bersifat fleksibel, terdiri dari
ruang yang berulang dalam
hal ukuran dan fungsi dari tiap
ruang disepanjang deretan
tersebut memiliki hubungan
dengan ruang luar
Massa bangunan
disusun berbaris
Radial Memadukan unsur-unsur pola
terpusat dan linear dengan
ruang-ruang pusat yang
dominan dan pola-pola linear
yang berkembang menjadi
jari-jarinya
Massa bangunan
menyebar dari satu
titik pusat massa
sebagai sentral
Cluster Menggabungkan ruang-ruang
yang berlainan bentuk tapi
bersifat kegiatan yang sama
Massa bangunan
disusun berkelompok
sesuai dengan kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
dan berhubungan satu sama
yang lain berdasarkan
penempatan & ukuran visual
seperti sumbunya
yang serupa
Memusat Bentuk stabil merupakan
komposisi terpusat yang
terdiri dari sejumlah ruang-
ruang sekunder yang
dikelompokkan mengelilingi
sebuah ruang pusat yang besar
dan dominan
Massa bangunan
disusun mengelilinggi
pusat massa
Tabel.11
Sistem Organisasi Ruang
Sumber : Analisa Penulis, 2010
Dasar pertimbangan yang digunakan antara lain berdasar pada sistem
pelayanan, aktivitas pengunjung, dan pencapaian tujuan atau tema yang
diangkat, maka setelah menimbang dari berbagai alternatif tersebut maka
dipilihlah bentuk memusat. Bentuk sirkulasi memusat merupakan komposisi
terpusat yang terdiri dari sejumlah ruang sekunder yang dikelompokkan
mengelilingi sebuah ruang pusat yang besar dan dominan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Gambar.34
Sirkulasi
Sumber: Dokumen pribadi
ZONA PUBLIK
ZONA SEMI PUBLIK
ZONA PRIVAT
ZONA SERVIS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
13. Zoning dan Grouping
1) Zoning Alternatif 1
Kelebihan :
a) Main Entrance berada langsung didepan zona penerimaan
b) Zona publik dapat dicapai dengan mudah oleh pengunjung
c) Pemantauan dan pelayanan pengelola ke area publik dan semi
publik dapat dengan mudah dilakukan
d) Zona privat berada pada area dengan tingkat kebisingan yang
rendah
e) Masing-masing kegiatan utama memiliki main entrance sendiri
Kekurangan :
a) Ruang pengelola berada tepat diarea publik
Zoning Alternatif 1
Sumber : Analisa Penulis, 2010
Publik
SemiPublik
Privat
Service
Zona Privat
Zona Publik
Zona Semi
Publik
Zona Publik
Zona Semi
Publik
Zona
Service
Zona
Service
Zona
Privat
Zona
Pengelola
M E
Zona
Service
S E
S E
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
b) Tidak adanya balance (keseimbangan) antar ruang untuk
kegiatan utama
c) Terlalu banyak zona konsesi yang tidak terpakai
d) Zona semi publik pada ruang gemelan dan panggung berada
pada area dengan tingkat kebisingan yang tinggi karena berada
di didepan.
e) Minimnya entrance yang digunakan untuk mengakses seluruh
ruangan
2) Zoning Alternatif 2
Zoning Alternatif 2
Sumber : Analisa Penulis, 2010
Publik
SemiPublik
Privat
Service
Zona
Pengelola
Zona privat
Zona Service
Zona
Penerimaan
Publik Zona Publik
Zo
na S
erv
ice
Zona Semi
Publik
M E
S E
S E
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
Kelebihan :
a) Main Entrance lebih banyak dan berada langsung di depan
zona kegiatan utama
b) Zona publik dapat dicapai dengan mudah oleh pengunjung
c) Zona semi publik pada ruang gemelan dan panggung berada
pada area dengan tingkat kebisingan yang cukup rendah
d) Zona pengelola berada pada area dengan tingkat kebisingan
yang sangat rendah
Kekurangan :
a) Zona pengelola terlalu jauh untuk pengawasan
b) Minimnya area service dan pendukung.
3) Zoning Alternatif 3
Zoning Alternatif 3
Sumber : Analisa Penulis, 2010
Zona publik
Zona
Pengelola
Zona Privat
Zona
Penerimaan
Publik
Zona Publik
M E
S E
Zona Service
Zona Semi
Publik
Zona Service
Zona Publik
S E
Publik
Semi Publik
Privat
Service
Zona publik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
Kelebihan :
e) Main Entrance berada langsung di depan zona kegiatan utama
f) Zona publik berada di depan sehingga dapat dicapai dengan
mudah oleh pengunjung
g) Zona semi publik pada ruang gemelan dan panggung berada
pada area dengan tingkat kebisingan yang cukup rendah
h) Zona sirkulasi pengelola dan pengunjung jelas sehingga tidak
menimbulkan kerancuan.
i) Adanya keseimbangan ruang antar kegiatan utama, pendukung
dan pengelola
Kekurangan :
a) Memerlukan lebih banyak pembagian ruang namun lebih baik
untuk kelancaran sirkulasi.
4. Grouping Alternatif 1
Publik
SemiPublik
Privat
Service
R.rias
Souvenir Shop,
Snack bar,
R.Penonton,
R.tunngu
R.persiapan,R.
tunggu pemain
Lobby, Café, Tiket
Box, R.Informasi
R.Gamelan,
Stage
Lavatory
Gudang,
Lavatory
R.rias
R.
Pengelola,
R.Meeting
R.staff
M E
R.Kontrol S E
S E
Gruping Alternatif 1
Sumber : Analisa Penulis, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
Kelebihan :
f) Main Entrance berada langsung didepan zona penerimaan
g) Lobby dapat dicapai dengan mudah oleh pengunjung
h) Pemantauan dan pelayanan pengelola ke area publik dan semi
publik dapat dengan mudah dilakukan
i) Ruang privat berada pada area dengan tingkat kebisingan yang
rendah
j) Masing-masing kegiatan utama memiliki main entrance sendiri
Kekurangan :
a) Ruang pengelola berada tepat diarea publik
b) Tidak adanya balance (keseimbangan) antar ruang untuk
kegiatan utama
c) Terlalu banyak Ruang yang tidak terpakai
d) Ruang gemelan dan panggung berada pada area dengan tingkat
kebisingan yang tinggi karena berada di depan
e) Minimnya entrance yang digunakan untuk mengakses seluruh
ruangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
5. Grouping Alternatif 2
Kelebihan :
a) Main Entrance lebih banyak dan berada langsung di depan
zona kegiatan utama
b) Lobby dapat dicapai dengan mudah oleh pengunjung
c) Ruang gemelan dan panggung berada pada area dengan tingkat
kebisingan yang cukup rendah
d) Sirkulasi antara pengunjung dengan pemain jelas sehingga
tidak menimbulkan kerancuan.
Publik
SemiPublik
Privat
Service
R.Pengelola,
R.Meeting,
R.Staff R.Rias,
R.Kostum
Gudang, Lavatory
Lobby,
R.Informasi,
Souvenir Shop,
Snack Bar,
R.Penonton
R.Tunggu, Cafe
La
va
tory
R.gamelan
Stage
M E
S E
S E
Gruping Alternatif 2
Sumber : Analisa Penulis, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Kekurangan :
a) R.pengelola terlalu jauh untuk pengawasan
b) Minimnya area service dan privat
6. Grouping Alternatif 3
Kelebihan :
a) Main Entrance berada langsung di depan Lobby
b) Lobby dan café berada di depan sehingga dapat dicapai dengan
mudah oleh pengunjung
R.Penonton
R.PengelolaR.Meet
ing, R.Staff
R.Kostum,
Ruang rias
Souvenir Shop,
Snack Bar,
Tiket Box
Zona Publik
M E
S E
Dapur, Lavatory
R.Tungu pemain, R.Persiapan,
R.Kontrol Layar, R. Gamelan,
Stage
R.Kontrol
Cafe
S E
Publik
Semi Publik
Privat
Service
R.Tunggu, Lobby
Gruping Alternatif 3
Sumber : Analisa Penulis, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
c) Pada ruang gemelan dan panggung berada pada area dengan
tingkat kebisingan yang cukup rendah karena berada ditengah.
d) Sirkulasi pengelola dan pengunjung jelas sehingga tidak
menimbulkan kerancuan.
e) Adanya keseimbangan ruang antar kegiatan utama, pendukung
dan pengelola
Kekurangan :
a) Memerlukan lebih banyak pembagian ruang namun lebih baik
untuk kelancaran sirkulasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
Dari 3 alternatif di atas dapat disumpulkan bahwa yang dipilih adalah
alternatif 3 dengan pertimbangan dari uraian yang ada.
ZONING:
Gambar.35
Zoning Terpilih
Sumber: Dokumen pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
GROUPING:
Gambar.36
Grouping Terpilih
Sumber: Dokumen pribadi
ZONA PUBLIK
ZONA SEMI PUBLIK
ZONA PRIVAT
ZONA SERVIS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
14. Elemen pembentuk ruang
a. Lantai
Ruang Dasar
Pertimbangan Kriteria Bahan Alternatif Bahan
R.Tunggu,
Tiket box
dan
Lobby
a. Efisiensi
penggunaan
bahan
b. Aktifitas
pengunjung
c. Lay out
d. Bentuk ruang
e. Fungsi ruang
f. Besaran ruang
g. Sistem
sirkulasi
h. Akustik
i. Dapat
menampung
pola penataan
ruang dan
furniture yang
dinamis
a. Mempunyai
sifat akustik
b. Desain dapat
memberikan
arahan
(guidance)
c. Tahan lama
d. Mudah
perawatan dan
pembersihan
e. Kuat menahan
beban
f. Tidak licin
g. Tahan lembab
h. Tahan gores
i. Daya pantul
sinar tidak lebih
dari 30%
a. Keramik tile
b. Granit
R.Pengelola,
R.rias,
R.persiapan
a. Efisiensi
penggunaan
bahan
b. Aktifitas
a. Mempunyai
sifat akustik
b. Tahan lama
c. Mudah
a. Keramik tile
b. Parket
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
pengunjung
c. Lay out
d. Bentuk ruang
e. Fungsi ruang
f. Besaran ruang
g. Sistem sirkulasi
h. Akustik
i. Dapat
menampung
pola penataan
ruang dan
furniture yang
dinamis
perawatan dan
pembersihan
d. Kuat menahan
beban
e. Tidak licin
f. Tahan lembab
g. Tahan gores
h. Daya pantul
sinar tidak lebih
dari 30%
Ruang
pentas,
ruang
gamelan,
Ruang
Penonton
a. Efisiensi
penggunaan
bahan
b. Aktifitas
pengunjung
c. Lay out
d. Bentuk ruang
e. Fungsi ruang
f. Besaran ruang
g. Sistem sirkulasi
h. Akustik
i. Dapat
menampung
a. Mempunyai sifat
akustik
b. Tahan lama
c. Mudah
perawatan dan
pembersihan
d. Kuat menahan
beban
e. Tidak licin
f. Tahan lembab
g. Tahan gores
h. Daya pantul
a. Karpet
b. Parket
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
pola penataan
ruang dan
furniture yang
dinamis
sinar tidak lebih
dari 30%
Snack bar,
Shouvenir
shop
a. Efisiensi
penggunaan
bahan
b. Aktifitas
pengunjung
c. Lay out
d. Bentuk ruang
e. Fungsi ruang
f. Besaran ruang
g. Sistem sirkulasi
h. Akustik
i. Dapat
menampung
pola penataan
ruang dan
furniture yang
dinamis
a. Mempunyai sifat
akustik
b. Desain dapat
memberikan
arahan
c. (guidance)
d. Tahan lama
e. Mudah perawatan
dan pembersihan
f. Kuat menahan
beban
g.Tidak licin
h.Tahan lembab
i. Tahan gores
j. Daya pantul sinar
tidak lebih dari
30%
a. Parket
Cafe,
Ruang
pamer
a. Efisiensi
penggunaan
bahan
b. Aktifitas
a. Mempunyai sifat
akustik
b. Desain dapat
memberikan
a. Keramik tile
b. Granit
c. Parket
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
pengunjung
c. Lay out
d. Bentuk ruang
e. Fungsi ruang
f. Besaran ruang
g. Sistem sirkulasi
h. Akustik
i. Dapat
menampung
pola penataan
ruang dan
furniture yang
dinamis
arahan
c. (guidance)
d. Tahan lama
e. Mudah perawatan
dan pembersihan
f. Kuat menahan
beban
g. Tidak licin
h. Tahan lembab
i. Tahan gores
j. Daya pantul sinar
tidak lebih dari
30%
Tabel.12
Elemen Pembentuk Ruang pada Lantai
Sumber : Analisa Penulis, 2010
b. Dinding
Ruang Dasar
Pertimbangan Kriteria Bahan Alternatif Bahan
R.Tunggu,
Tiket box
dan
Lobby
a. Lay out
b. Pola lantai
c. Potensi luar
ruang
d. Bentuk ruang
dan rencana
bukaan yang
a. Mendukung
akustik agar suara
dari luar ruangan
tidak masuk ke
dalam ruang .
b. Tahan lama
c. Tahan gesek
a. Gypsumboard
b. Partisi kayu
c. Granit
d. Kaca
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
ada
e. Dinding sebagai
pembatas
visual,
pelindung
cuaca, pengatur
sirkulasi udara,
pendukung
estetik
f. Akustik
g. Mendukung
fleksi- bilitas
ruang
h. Mendukung
suasana ruang
i. Fungsi ruang
d. Mudah perawatan
e. Tahan terhadap
perubahan suhu
dan kelembaban
f. Mendukung
fleksibilitas ruang
R.Pengelola
,R.rias,
R.persiapan
a. Lay out
b. Pola lantai
c. Potensi luar
ruang
d. Bentuk ruang
dan rencana
bukaan yang ada
e. Dinding sebagai
pembatas visual,
pelindung cuaca,
a. Mendukung
akustik agar suara
dari luar ruangan
tidak masuk ke
dalam ruang .
b. Tahan lama
c. Tahan gesek
d. Mudah perawatan
e. Tahan terhadap
perubahan suhu
a. Cat dinding
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
pengatur
sirkulasi udara,
pendukung
estetik
f. Akustik
g. Mendukung
fleksibilitas
ruang
h. Mendukung
suasana ruang
i. Fungsi ruang
dan kelembaban
f. Mendukung
fleksibilitas ruang
Ruang
pentas,
ruang
gamelan,
Ruang
Penonton
a. Lay out
b. Pola lantai
c. Potensi luar
ruang
d. Bentuk ruang
dan rencana
bukaan yang ada
e. Dinding sebagai
pembatas visual,
pelindung cuaca,
pengatur
sirkulasi udara,
pendukung
estetik
f. Akustik
a. Mendukung
akustik agar suara
dari luar ruangan
tidak masuk ke
dalam ruang .
b. Tahan lama
c. Tahan gesek
d. Mudah perawatan
e. Tahan terhadap
perubahan suhu
dan kelembaban
f. Mendukung
fleksibilitas ruang
a. Gypsumboard
b. Multiplek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
g. Mendukung
fleksi- bilitas
ruang
h. Mendukung
suasana ruang
i. Fungsi ruang
R. Tunggu ,
Shouvenir
shop
a. Lay out
b. Pola lantai
c. Potensi luar
ruang
d. Bentuk ruang
dan rencana
bukaan yang ada
e. Dinding sebagai
pembatas visual,
pelindung cuaca,
pengatur
sirkulasi udara,
pendukung
estetik
f. Akustik
g. Mendukung
fleksi- bilitas
ruang
h. Mendukung
suasana ruang
a. Tahan lama
b. Tahan gesek
c. Mudah perawatan
d. Tahan terhadap
perubahan suhu
dan kelembaban
e. Mendukung
fleksibilitas ruang
a. Cat dinding
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
i. Fungsi ruang
Cafe,
Ruang
pamer
a. Lay out
b. Pola lantai
c. Potensi luar
ruang
d. Bentuk ruang
dan rencana
bukaan yang ada
e. Dinding sebagai
pembatas visual,
pelindung cuaca,
pengatur
sirkulasi udara,
pendukung
estetik
f. Akustik
g. Mendukung
fleksi- bilitas
ruang
h. Mendukung
suasana ruang
i. Fungsi ruang
a. Mendukung
akustik agar suara
dari luar ruangan
tidak masuk ke
dalam ruang .
b. Tahan lama
c. Tahan gesek
d. Mudah perawatan
e. Tahan terhadap
perubahan suhu
dan kelembaban
f. Mendukung
fleksibilitas ruang
a. Cat tembok
b. Partisi kayu
c. Kaca
Tabel.13
Elemen Pembentuk Ruang pada Dinding
Sumber : Analisa Penulis, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
c. Langit-langit
Ruang Dasar
Pertimbangan Kriteria Bahan Alternatif Bahan
R.Tunggu,
Tiket box
dan
Lobby
a. Lay out
b. Konsep lantai
dan dinding
c. Fungsi ruang
dan aktifitas
d. Struktur serta
konstruksi atap
e. Ketinggian titik
lampu dan
rencana instalasi
f. Akustik
g. Mendukung
pada suasana
ruang
a. Mendukung
syarat akustik
b. Mempunyai
kuat yang
dapat dukung
konstruksi
listrik
c. Ringan
d. Tahan lama
e. Mudah
perawatan
f. Memiliki nilai
estetis
g. Tahan
terhadap
perubahan
suhu
a. Gypsumboard
b. Multiplek
c. Ekspos rangka
kayu
R.Pengelola
,R.rias,
R.persiapan
a. Lay out
b. Konsep lantai
dan dinding
c. Fungsi ruang
dan aktifitas
d. Struktur serta
a. Mendukung
syarat akustik
b. Mempunyai
kuat yang
dapat dukung
konstruksi
a. Gypsum board
b. Kayu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
konstruksi atap
e. Ketinggian titik
lampu dan
rencana instalasi
f. Akustik
g. Mendukung
pada suasana
ruang
listrik
c. Ringan
d. Tahan lama
e. Mudah
perawatan
f. Memiliki nilai
estetis
g. Tahan
terhadap
perubahan
suhu
Ruang
pentas,
ruang
gamelan,
Ruang
Penonton
a. Lay out
b. Konsep lantai
dan dinding
c. Fungsi ruang
dan aktifitas
d. Struktur serta
konstruksi atap
e. Ketinggian titik
lampu dan
rencana instalasi
f. Akustik
g. Mendukung
pada suasana
ruang
a. Mendukung
syarat akustik
b. Mempunyai
kuat yang
dapat dukung
konstruksi
listrik
c. Ringan
d. Tahan lama
e. Mudah
perawatan
f. Memiliki nilai
estetis
g. Tahan
terhadap
a. Gypsum board
b. Acoustic board
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
perubahan
suhu
Snack bar,
Shouvenir
shop
a. Lay out
b. Konsep lantai
dan dinding
c. Fungsi ruang
dan aktifitas
d. Struktur serta
konstruksi atap
e. Ketinggian titik
lampu dan
rencana instalasi
f. Akustik
g. Mendukung
pada suasana
a. Mendukung
syarat akustik
b. Mempunyai
kuat yang
dapat dukung
konstruksi
listrik
c. Ringan
d. Tahan lama
e. Mudah
perawatan
f. Memiliki nilai
estetis
g. Tahan
terhadap
perubahan
suhu
a. Gypsum board
b. kayu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
Café,
Ruang
pamer
a. Lay out
b. Konsep lantai
dan dinding
c. Fungsi ruang
dan aktifitas
d. Struktur serta
konstruksi atap
e. Ketinggian titik
lampu dan
rencana instalasi
f. Akustik
g. Mendukung
pada suasana
a. Mendukung
syarat akustik
b. Mempunyai
kuat yang
dapat dukung
konstruksi
listrik
c. Ringan
d. Tahan lama
e. Mudah
perawatan
f. Memiliki nilai
estetis
g. Tahan
terhadap
perubahan
suhu
a. Gypsum board
b. Anyaman rotan
Tabel.14
Elemen Pembentuk Ruang pada Langit-langit
Sumber : Analisa Penulis, 2010
15. Interior Sistem
a. Pencahayaan
Pada perencanaan dan perancangan interior Gedung Pertunjukan
Seni Tradisional Jawa di Surakarta ini memilih atau menggunakan dan
memanfaatkan pencahayaan alami maupun buatan. Untuk meminimalkan
penggunaan listrik maka pencahayaan alami dari pagi hingga sore dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
banyaknya dinding bangunan yang terbuat dari kaca maka cahaya matahari
dapat dengan mudah masuk ke dalam ruang. Selain menggunakan
pencahayaan alami pada perencanaan gedung ini juga menggunakan
pencahayaan buatan. Karena setiap pada pementasan dimulai pada malam
hari maka pencahayaan yang digunakan adalah pencahayaan buatan. Jenis
lampu yang digunakan antara lain : Lampu TL, Lampu Spotlight,
Downlight,dan pencahayaan khusus pada ruang pertunjukan.
Pencahayaan buatan :
Penggunaan tata lampu yang masing – masing memiliki karakter berbeda
dengan pemilihan :
- Jenis lampu fluorescent lamp yaitu penggunaan lampu TL dengan
distribusi downlight dimana aplikasi direct light lebih menonjol.
- Bentuk yang sesuai adalah TL Light Colour Characteristic, dimana
memiliki kekuatan pencahayaan sampai 250 lux.
- Penggunaan lampu pijar (incandescent lamp) yang penempatannya
secara downlight. Dengan begitu mampu mendistribusikan secara 90%
memancar langsung mengenai objek. Contoh penggunaan Philux Lamp
ataupun Argenta Lamp (dalam jenis Philips Compact Lighting).
Sistem pencahayaan pada auditorium ini memiliki beberapa penegasan
pola lighting yang mana perancangannya meninjau aspek jenis, distribusi,
dan bentuk pencahayaan. Adapun yang menjadi persyaratan :
1) Adanya sistem pengoperasian pencahayaan yang terorganisir sesuai
dengan kebutuhan ruang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
2) Kuat pencahayaan yang berkisar 100-500 lux dengan efek warna di
atas 70 cd.
3) Adanya penerangan – penerangan setempat, seperti penonjolan
dekoratif, area panggung, stage – stage lain yang diperlukan.
4) Pencahayaan yang menyeluruh pada ruang dengan meninjau karakter
dan sifat ruang.
Sistem pencahayaan pada gedung pertunjukan memiliki dua
klasifikai yang mana dua dari sistem pencahayaan tersebut memiliki peran
yang berbeda namun masih dalam satu operasional secara teknis, yaitu
sistem pencahayaan umum dan sistem pencahayaan khusus yang dapat
diuraikan sebagai berikut :
a) Pencahayaan umum
Pencahayaan umum adalah merupakan sistem pencahayaan yang
dapat digunakan secara bersamaan untuk kepentingan
umum.Penggunaan pencahayaan memakai jenis down light yang
masing – masing memiliki keuatan rata – rata 10-100 watt.
Penerapan dari sistem pencahayaan umum ini adalah :
- Pencahayaan pada ruang penonton yang mana dapat dinyalakan
sebelum dan atau sesudah pertunjukan dengan fungsi lain sebagai
penerangan pada waktu jam istirahat.
- Penerangan yang diletakkan pada gang – gang tempat duduk
penonton yang berfungsi sebagai pencahayaan jalur sirkulasi
penonton.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
- Pencahayaan yang diletakkan pada pintu utama, pintu keluar, dan
pada pintu – pintu darurat.
- Penerangan dengan tujuan dekorasi, yang mana mempergunakan
pijar lampu elektrik dengan pelepas listrik bertekanan tinggi
sehingga memiliki daya tahan yang lama dengan penggerak arus
melalui alat elektronik. Dekorasi semacam tulisan – tulisan,
penunjuk arah sirkulasi, ataupun bentuk – bentuk estetis lain.
b) Pencahayaan khusus
Sistem pencahayaan khusus merupakan pencahayaan yang digunakan
secara khusus guna menunjang kepentingan atraktif panggung.
Ada beberapa jenis penerangan yang ditempatkan pada titik utama,
yaitu :
- Foot light 500-800 watt, yaitu merupakan deretan pencahayaan
atau lampu yang ditempatkan pada pinggir panggung di bagian
depan. Menggunakan reflector dari bahan metal agar menghindari
dari kesilauan yang efeknya akan diterima oleh penonton, akan
tetapi akan mampu mengembalikan sinar ke panggung.
- House light, yaitu deretan lampu pencahayaan yang ditempatkan
pada langit – langit di samping panggung dengan kekuatan 200-50
watt.
- 8” Ellips’1 – Ref’rSpotlight dengan fungsi Follow Spot Light, yaitu
penyinaran dari lampu yang memiliki pencahayaan langsung dan
dapat diarahkan kepada objek yang dituju. Sistem pencahayaan ini
memerlukan peralatan yang cukup special mengingat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
operasionalnya sangat fleksibel yaitu dapat bergerak ke penjuru
arah dengan batas maksimal 2700 dengan kekuatan yang cukup
tinggi yaitu 500-1500 watt. ( http: www.philips.com)
Sistem pencahayaan pada gedung pertunjukan secara sistematis
dapat dijabarkan demikian :
Pada pencahayaan lobby, untuk ticket box menggunakan spot
light dengan maksud agar pengunjung yang masuk dapat
langsung melihatnya. Pada ruang tunggu dengan penyinaran
downlight yang dipadukan dengan wall lamp yang selain
sebagai elemen estetis namun juga sebagai penerang ruangan.
Pada setiap patung – patung terdapat lampu – lampu spot ke
arah atas. Selain itu di lobby terdapat hanging lamp sebagai
elemen estetis. Pencahayaan buatan ini pada siang hari hanya
sebagian yang digunakan (khususnya spot light), namun pada
malam hari sebelum pergelaran, lampu akan menyala penuh.
Pada ruang audience yang menjadi unsur terpenting dalam
pertunjukan ini sebelum adegan berjalan, maka downlight tetap
menyala, namun untuk menambah unsur kenyamanan pada tiap
trap terdapat lampu LED sehingga tiap naik dan turun terlihat
jelas. Wall lamp juga terdapat di sisi kiri dan kanan tembok
audience akan menyala saat pertunjukan belum berlangsung.
Ketika gamelan sudah berbunyi 15 menit sebelum jalannya
pertunjukan, downlight dimatikan, namun wall lamp tetap
menyala agar penonton yang baru datang masih dapat melintasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
trap dan mencari tempat duduk. Lampu spot panggung mulai
menyala redup (sinar kemerahan), 5 menit saat iringan gamelan
cepat wall lamp mati, namun lampu spot dari atas tengah
panggung menyala terang dengan sinar kuning, pada saat
pertunjukan lampu panggung mulai menyala bergantian sesuai
dengan fungsi dan suasana yang ingin ditampilkan.
b. Penghawaan
Untuk penghawaan mengingat siteplan bangunan ini terletak di
tengah kota, akan sulit memanfaatkan udara bebas. Selain sarat dengan
polusi, juga mempunyai kadar panas berlebih yang mengakibatkan
ketidaknyamanan ruang.
Penghawaan memakai sistem penghawaan buatan berupa ac
central dan penggunaan ac split pada salah satu ruangan, namun apabila
diperlukan penghawaan alami dapat dilakukan dengan sirkulasi udara
terdapat pada bagian jendela. Penempatan AC pada bangunan ini sebisa
mungkin untuk tidak terlihat/tersembunyi, kalaupun terlihat sedapat
mungkin bisa dijadikan sebagi salah satu elemen estetis pada ruangan.
c. Akustik
Material akustik pada ruang – ruang yang direncanakan adalah :
1) Lobby
Lobby merupakan area dengan kelonggaran ruang luas maka tidak
mengherankan jika banyak problem mengenai bunyi, namun mengingat
tingkat ruang yang tidak perlu mengedepankan pola akustik seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
musik room, maka perancangannya sebatas dapat meredam tingkat
bising yang tinggi. Adapun perencanaan material akustiknya adalah :
- Penggunaan bahan gypsum dengan pola pori yang teratur.
- Multiplek
- Elemen busa yang dapat diterapkan baik di ceiling ataupun pada
furnitur.
- Karpet dan permadani yang mampu meredam suara bising yang
penempatannya di lantai ataupun pada ceiling.
- Kaca yang merupakan jens absorbsi dengan daya olahan bunyi yang
baik.
2) Auditorium
Gedung pertunjukan yang memiliki fungsi sebagai tempat untuk
mementaskan suatu pertunjukan harus benar – benar memperhatikan
kondisi mendengar dalam suatu auditorium yang mana mengandung
persyaratan :
a) Energi bunyi harus terdistribusi secara merata (terdifusi) dalam
ruang. Ini dapat berupa pemilihan bahan yang digunakan pada
interior misalnya berupa dinding menggunakan multiplek dengan
penambahan unsur dekoratif.
b) Karakteristik degung optimal dimana harus disediakan dalam
auditorium untuk memungkinkan penerimaan bahan acara yang
paling disukai oleh penonton dan penampilan yang paling efisien
oleh pemain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
c) Harus ada kekerasan (loudness) yang cukup dalam tiap bagian
auditorium terutama di tempat duduk yang jauh.
d) Ruang diusahakan terhindar dari cacat akustik, seperti gema pantulan
yang berkepanjangan (long delayed reflection), gaung, pemusatan
bunyi, distorsi, bayangan bunyi, dan resonansi ruang.
e) Bising dan getaran yang akan mengganggu pendengaran atau
pementasan harus dihindari atau dikurangi dengan cukup banyak
dalam tiap bagian ruang.
Untuk pementasan biasanya pemain menggunakan pengeras suara
berupa seperangkat sound sistem, box speaker yang diletakkan pada
samping kiri dan kanan ruang duduk pengunjung. Dalam ruang
pertunjukan dapat diusahakan dengan melakukan :
1) Penonton diusahakan sedekat mungkin dengan sumber bunyi.
2) Lantai alas tempat duduk bagi penonton dibuat landai atau miring
mengingat sumber bunyi lebih mudah diserap apabila merambat
melewati penonton dengan sinar datang miring.
3) Sumber bunyi harus dikelilingi oleh permukaan – permukaan
pemantulan bunyi yang mana dapat berupa plaster, gypsum board,
playwood, plexiglass pada dinding.
4) Penonton diusahakan berada di daerah penonton yang menguntungkan
baik dalam melihat atau mendengar. Daerah tempat duduk yang luas
perlu dihindari, sedang lorong antara tempat duduk tidak ditempatkan
pada sumbu longitudinal auditorium.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
5) Sumber bunyi selain ditempatkan di depan auditorium, juga
ditempatkan pda samping – samping dinding ruang yang nantinya
akan diberikan sistem pantulan yang efektif, sehingga semua posisi
dapat menerima sinyal bunyi dari sumbernya.
6) Kesimpulan sistem distribusi suara menggunakan penguat suara
dengan sistem stereo yang mana penempatan loudspeakernya terdapat
pada depan dan atas penonton.
7) Adapun yang menjadi perencanaan material akustik pada ruang ini
adalah:
- Gypsum board dengan bentuk pola yang berpori menempel pada
dinding, ceiling, ataupun bentuk bantalan pada lantai digunakan
sebagai bidang pantul.
- Multiplek sebagai pelapis dalam yang berkarakteristik redam.
- Cetakan beton berongga sebagai dasar lantai.
- Papan kayu sebagai pemantul sekaligus sebagai absorbsi yang baik.
- Material busa berfungsi sebagai difuser.
- Karpet memiliki daya serap cukup baik, baik untuk meredam
impact sound maupun sebagai penyerap.
- Glasswool sebagai bantalan guna menimbulkan efek soft pada
bunyi.
16. Sistem Keamanan
Keamanan yang dimaksud adalah keamanan fisik manusia, fisik bangunan,
serta lingkungan, untuk sistem ini diperlukan unsur :
satpam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
adanya tangga dan pintu darurat
tanda petunjuk arah ( exit signs )
alat pengunci ( hardware locking )
tanda bahaya ( alarm )
Penyediaan tabung – tabung berisi gas zat arang atau bubuk yang
mengandung obat – obat anti api dengan dilengkapi alat penyemprot
Hidrant air, yaitu pipa dengan karan air dimana tersedia selang – selnag
dan alat penyemprot air dengan lampu control.
Sprinkle yang terpasang pada ceiling.
Heat detector yang terpasang pada ceiling.
17. Furniture
Furniture pada dasarnya disemua ruangan sebagai sarana untuk
kenyamanan pengunjung, pengelola, dan pemain. Disini furniture tidak semua
ruangan sama, namun disesuaikan dengan semua jenis ruangan. Furniture
disesuaikan dengan konsep desain yang diterapkan pada bentuk desain
furniture itu sendiri. Pemilihan bahan dan warna disesuaikan menurut
kebutuhan dan sesuai dengan tema yang akan dimunculkan.
Gambar.37
Sofa R.Tunggu
Sumber : dokumentasi pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
Furniture yang digunakan di ruang tunggu supaya pengunjung dapat
menunggu sebelum pertunjukan berlangsung adalah sofa yang didesain dengan
nyaman tetapi tetap sesuai dengan konsep perancangan perpaduan modern
dengan tradisional. Selain itu mereka juga dapat memanfaatkan ruang tunggu
untuk berbincang – bincang serta menikmati fasilitas yang disediakan misalnya
snack bar yang didesain tetap dengan unsur tradisionalnya jika ingin membeli
makanan, ataupun souvenir shop jika ingin membeli cindera mata.
Apabila ingin makan yang berat pengunjung dapat menikmati makanan
di café yang merupakan fasilitas tambahan dari gedung pertunjukan. Di sini
pengunjung dapat mengambil makanan sendiri (prasmanan) yang mans sudah
menjadi kebiasaan masyarakat pada umumnya saat makan sehingga tercipta
suasana yang santai.
Gambar.38
Perspektif lesehan Cafe
Sumber : dokumentasi pribadi
Café juga menyediakan tempat duduk yang ingin makan lebih bersantai
dapat duduk paa area lesehan atau lebih memilih duduk pada kursi-kursi yang
didesain menarik sambil menikmati live music dari tembang-tembang Jawa
sehingga semakin terasa kesan Jawa Tradisionalnya. Furniture menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
bahan kayu untuk memberi kesan tradisional dan stainlesstell yang lebih
terkesan modern.
Pada ruang audience, perancangan kursi penonton permanent dengan
desain khusus, apabila tidak sedang dipakai dapat dilipat sehingga
memudahkan untuk membersihkan lantai dibawahnya.
B. IDE GAGASAN
1. Konsep
Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di
Surakarta merupakan sebagai pusat pertunjukan seni tradisional yang
memperkenalkan salah satu seni dan budaya Jawa yang ada. Bangunan ini
akan mempunyai fasilitas yang berhubungan dengan konsep yang diangkat
dan diaplikasikan pada café, lobby, ruang pamer dan tentunya gedung
pementasan (auditorium).
2. Tema
Tema dari perancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional
Jawa ini adalah konsep perancangan mengacu pada pencampuran modern
tradisional atau yang disebut dengan eklektik. Tradisional Jawa diartikan
dengan asal dan sejarah dari pertunjukan seni Jawa itu sendiri yang identik
dengan budaya tradisional Jawa. Oleh karena itu, dalam perancangannya
direncanakan interior terdiri dari bermacam-macam pengaplikasian yang
menggabungkan tema modern dan tradisional, dan haruslah menjadi satu
kesatuan yang melengkapi konsep dan tema, yang dikomposisikan
sedemikian rupa sehingga dinamis tetapi tetap masih terlihat estetis.
Perancangan interior difokuskan pada panggung karena disinilah terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
segala pusat kegiatan. Pola perancangan dimulai dari lobby, disini perancang
menambahkan elemen – elemen estetis mulai dari patung sebagai simbol
penyambutan tamu dan panataan lampu yang menawan namun tetap nyaman,
dalam artian tidak menimbulkan silau tetapi juga tidak terlalu remang.
Tema yang diambil dalam interior gedung pertunjukan seni
tradisional Jawa ini berdasar pada tujuan yang mendasar untuk mewujudkan
penataan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa di Surakarta
dengan desain dan tema modern tradisional sebagai konsep perancangan
interior. Memasukkan unsur modern seperti penggunaan layar plasma LCD
digital, tata lampu, dan tata cahaya. Adanya unsur modern ini diharapkan
dapat membawa sesuatu yang baru sehingga dapat menambah daya tarik
penonton dengan didukung tata lampu dan suara yang baik. Agar pengunjung
tidak bosan dengan unsur modern maka perancang memadukan denagan gaya
eklektik berupa pencampuran dua gaya yaitu modern dan tradisional sehingga
perancangan gedung ini lain daripada gedung pertunjukan pada umumnya.
Penghawaan, pencahayaan, dan tata suara yang maksimal dengan
tujuan untuk menampilkan hasil yang terbaik. Panggung meupakan point of
interest dari segala aspek yang ada, maka dari itu penataannya harus
maksimal. Penggarapan panggung ini merupakan gabungan dari unsur
tradisional dan modern.
Pengertian Tema
Tema yang sesungguhnya adalah suatu elemen utama yang memberikan
arahan desain. Yang perlu kita ketahui adalah pada dasarnya tema dalam
desain interior terdiri dari dua bentuk yaitu tema sebagai konsep dan tema
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
sebagai dekoratif utama. Konsep adalah suatu ide, gagasan, pengertian yang
ada dalam pikiran manusia.
Pengertian modern:
Terbaru dalam desain arsitektur / interior
Meninggalkan yang lalu, lebih efisien, lebih fleksibel dan lebih praktis.
Ditandai dengan sesuatu yang minimal, eksplorasi ruang, material baru
dan teknologi baru.
Semua tanda-tanda ini mengarah kepada sistem masa depan (future
sistem).
Pengertian eklektik:
Arsitektur eklektik bisa dikatakan sebagai hasil karya arsitektur yang
mempergunakan metode merancang secara eklektik. Eklektisme adalah
sebuah pergerakan arsitektur dengan metode menggabungkan (kombinasi)
berbagai aspek, ide, teori maupun yang ditujukan untuk membuat arsitektur
terbaik dengan kombinasi yang ada. Pergerakan ini diawali dari filsafat yang
dikaitkan dengan penggabungan berbagai perspektif pondasi filsafat untuk
membentuk filsafat baru yang lebih baik. Metodenya kemudian diterapkan
dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan yang lain, diantaranya kedalam
arsitektur. Eklektik terdiri dari beberapa gaya yang diambil budaya barat dan
timur. Jadi tidak ada aturan baku yang menyebutkan bagaimana cara
memadukan beberapa gaya tersebut. Perkawinan timur dan barat itulah yang
masuk pada lingkup gaya eklektik. Gaya eklektik sendiri dikenal dalam istilah
interior sebagai gaya gado-gado, yang merupakan paduan dari beragam selera
gaya. (http:okezone.com)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
3. Suasana
Penerapan dari konsep terletak pada elemen-elemen interior sehingga
menimbulkan kesan tersendiri terhadap para pengunjung. Dan pada interior
gedung pertunjukan penerapan wujud dari konsep eklektik yang berupa
perpaduan modern dan tradisional. Ini diterapkan pada setiap perancangan
interior.
Gambar.39
Perspektif R.Pamer
Sumber : dokumentasi pribadi
Bahkan untuk menggambarkan dan memunculkan nuansa tradisional
pada setiap sudut ruang pamer terdapat manekin tokoh wayang dan patung ini
dirasa menarik perhatian pengunjung, karena secara tidak langsung
pengunjung dapat melihat dan mengetahui bentuk detail pakaian wayang
orang secara dekat. Selain manekin wayang orang pada ruang pamer terdapat
mural tentang cerita Ramayana dan Mahabharata. Selain itu pada area café
tersebut pengunjung dapat menikmati live music tradisional jawa, dan
terdapat display-display tentang cerita pewayangan atau gambar- gambar
tokoh-tokoh pewayangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
Gambar.40
Contoh tokoh wayang berupa Gatotkaca
Sumber : www.wisatasolo.com
Selain dari manekin wayang terdapat pula relief pada tiap dinding
bangunan gedung yang berada pada lobby dan cafe. Relief ini menceritakan
tentang cerita Ramayana dan Mahabharata. Sehingga dengan adanya relief
yang menceritakan tokoh pewayangan pengunjung dapat memahami dan
mengenal cerita pewayangan. Tidak hanya berupa aplikasi dari pewayangan
desain pada setiap sudut ruang banyak terdapat ukiran-ukiran Jawa yang
diaplikasikan pada kolom, dinding, area panggung, maupun furniture
sehingga tujuan dari tema eklektik yang telah diterapkan akan terwujud
dengan baik tanpa meninggalkan tema yang telah dipilih.
Gambar.41
Perspektif interior Stage
Sumber : dokumentasi pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
Pada panggung pertunjukan background panggung menggunakan kain
maka pada perancangan gedung pertunjukan seni tradisional Jawa ini
menggunakan visual dari layar plasma LCD digital.
4. Aspek Dekorasi dan Warna
a. Elemen Dekorasi
Bentuk gunungan diaplikasikan pada elemen dekoratif interior
gedung pertunjukan seni tradisional Jawa. Elemen ini diterapkan pada wood
panel untuk wall lamp, pintu, dan pada desain furniture berupa bentuk
gunungan. Elemen dekoratif banyak menggunakan bentuk gunungan
dikarenakan gunungan merupakan perumpamaan pintu gerbang istana oleh
karena itu desain pintu pada gedung ini diaplikasikan dari bentuk gunungan.
Selain alasan itu, gunungan identik dengan salah satu pertunjukan seni
tradisional Jawa contohnya: pada seni pertunjukan wayang kulit dan wayang
orang.
Filosofi gunungan yang menjadi tuntunan manusia agar dalam
berperilaku hendakanya menanamkan kebaikan kepada sesama. Filosofi dari
gunungan inilah yang menjadi dasar perancangan gedung pertunjukan seni
tradisioanl Jawa yang ingin membawa pesan pendidikan dan moral kepada
penontonnya. Perancangan gedung pertunjukan seni tradisional Jawa ingin
memberi kesan tersendiri kepada penonton yang datang. Pengunjung selain
mencari hiburan dan menonton pertunjukan dapat mengambil manfaatnya
setelah menonton, sehingga pesan dari cerita yang dipertunjukan maupun
misi perancangan dapat tersampaikan dengan jelas. Selain sebagai sarana
hiburan pertunjukan seni tradisional juga tetap mengandung (memuat)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
ajaran, tuntunan maupun nilai-nilai yang diperlukan oleh masyarakat. Salah
satu fungsi dari seni pertunjukan tradisional yang tidak kalah pentingnya
adalah berfungsi sebagai media pendidikan atau sebagai tuntunan bagi para
penonton yang menikmatinya.
Filosofi gunungan:
Gunungan adalah gambar wayang yang menyerupai gunung. Di
bagian bawah terlihat gambar pintu gerbang dijaga oleh dua raksasa
memegang pedang dan perisai. Gambar ini adalah perumpamaan pintu
gerbang istana dan digunakan pada waktu menggambarkan adegan suatu
istana. Sebelah atas terdapat gambar pohon kayu dibelit seekor ular raksasa
dan juga gambar segala macam binatang hutan, digunakan untuk adegan
dalam hutan.
Gambar.42
Contoh gambar berupa Gunungan
Sumber : .www.wayangku.wordpress.com
Menurut riwayat, gunungan itu ialah lambang keadaan dunia dan
isinya. Sebelum wayang dimainkan gunungan dicacak di tengah-tengah
kelir (layar wayang) agak cenderung ke kanan, yang artinya bahwa lakon
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
wayang belum dimulai dimainkan. Gunungan itu dipakai juga sebagai tanda
untuk mengganti cerita, ialah dicacakkan di tengah-tengah. Selain itu juga
digunakan sebagai perumpamaan angin, yakni dengan dijalankan cepat,
begitu pula buat perumpamaan api, dijalankan juga dengan cepat tetapi
gunungan dibalikkan yang bagian bercat merah, lambang api.
Gunungan juga digunakan dalam adegan di hutan rimba, dimainkan
pada waktu perampogan (wayang kumpulan segala tentara siap sedia
dengan senjata dan alat-alat perang). Dalam adegan perampogan sering
dalang mengucapkan keadaan jalan yang tidak rata, atau hutan terlalu lebat,
serta adegan prajurit menebang pohon untuk jalan. Setelah lakon dimainkan,
gunungan dicacakkan kembali di tengah kelir, menandakan cerita telah
tamat. Untuk tanda pengganti cerita atau babakan baru, maka gunungan
dicacakkan di tengah lalu dalang mengucapkan maksud cerita yang telah
selesai dan disambung dengan maksud cerita/babakan yang akan dimulai.
Dari uraian tersebut merupakan tuntunan bagi manusia, bahwa
perjalanan hidup manusia itu melalui tahapan-tahapan tertentu yang penuh
dengan liku-liku yang akhirnya bila masanya tiba manusia pun akan mati.
Ajaran inilah yang dapat diambil manfaatnya bagi penonton sebagai
tuntunan, sehingga dalam berpelilaku setiap harinya hendaknya selalu
menanamkan kebaikan kepada sesama.
b. Warna
Penerapan warna pada Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa ini
adalah penerapan warna yang disesuaikan dengan tema interiornya. Konsep
perancangan mengacu pada pencampuran modern tradisional atau yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
disebut dengan eklektik. Warna tradisional mengacu pada warna alam dan
tanah. Pada perancangan gedung ini banyak menggunakan warna alam dan
tanah berupa warna hijau, coklat, krem, hitam, dan abu-abu yang
diaplikasikan pada dinding, lantai, langit-langit maupun furniture.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
BAB V
KEPUTUSAN DESAIN
A. KESIMPULAN
Dari tinjauan dan analisa pada bab sebelunya maka diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Perancangan Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di
Surakarta
Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta adalah : suatu
proses, pembuatan, merancangkan, merencanakan desain tempat pertunjukan yang
menampung kegiatan manuasia untuk mengekspresikan dari perseorangan atau
komunitas dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam berbagai ruang
dalam suatu bangunan yang berupa tempat pertunjukan seni tradisional Jawa untuk
melengkapi fasilitas hiburan yang ada di Surakarta.
a. Lokasi dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta ini
perencanaannya akan diasumsikan di Surakarta tepatnya di daerah Sriwedari.
b. Objek pengerjaan perancangan ditekankan pada auditorium, lobby, ruang
pamer, dan cafe.
2. Konsep Perancangan Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional
Jawa di Surakarta
Setelah melalui studi literatur dan studi lapangan serta analisa, maka
permasalahan yang terdapat dalam rumusan masalah dapat dijawab dengan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157
a. Membuat konsep perwujudan dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa
di Surakarta yang mampu menjadikannya sebagai sarana hiburan rakyat dan
sarana pendidikan dalam rangka melestarikan budaya seni tradisional Jawa.
b. Membuat konsep perwujudan dalam penekanan yang menjadi alternatif
perancangan yaitu auditorium, lobby, ruang pamer, dan cafe.
3. Zoning dan Grouping
Zona dalam keseluruhan site akan dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu zona
publik, zona privat, zona semi-privat dan zona servis. Zona publik akan mewadahi
kegiatan seperti pelayanan di lobby, café, snack bar, souvenir shop, ruang
penonton, dan ruang pamer. Zona privat berupa ruang rias pemain dan ruang
pengelola. Zona semi-publik adalah ruang-ruang pemain yaitu ruang tunggu
pemain, ruang latihan, ruang pengiring dan stage. Sementara zona servis akan
mewadahi kegiatan ruang control dan kegiatan servis.
Gambar.43. Zoning Terpilih
Sumber: Analisa Penulis, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
158
Gambar.44. Grouping Terpilih
Sumber : Analisa Penulis, 2010
4. Tema dan Warna
Tema dari perancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa
ini adalah konsep perancangan mengacu pada pencampuran modern tradisional
atau yang disebut dengan eklektik. Tradisional Jawa diartikan dengan asal dan
sejarah dari pertunjukan seni Jawa itu sendiri yang identik dengan budaya
tradisional Jawa. Oleh karena itu, dalam perancangannya direncanakan interior
terdiri dari bermacam-macam pengaplikasian yang menggabungkan tema modern
ZONA PUBLIK
ZONA SEMI PUBLIK
ZONA PRIVAT
ZONA SERVIS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
159
dan tradisional, dan haruslah menjadi satu kesatuan yang melengkapi konsep dan
tema, yang dikomposisikan sedemikian rupa sehingga dinamis tetapi tetap masih
terlihat estetis.
Penerapan warna pada Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa ini
adalah penerapan warna yang disesuaikan dengan tema interiornya. Konsep
perancangan mengacu pada pencampuran modern tradisional atau yang disebut
dengan eklektik. Warna tradisional mengacu pada warna alam dan tanah. Pada
perancangan gedung ini banyak menggunakan warna alam dan tanah berupa warna
hijau, coklat, krem, hitam, dan abu-abu yang diaplikasikan pada dinding, lantai,
langit-langit maupun furniture.
5. Elemen Pembentuk Ruang
Ruang Lantai Dinding Ceiling
R.Tunggu,
Tiket box
dan
Lobby
a. Keramik tile
b. Granit
a. Gypsumboard
b. Partisi kayu
c. Granit
d. Kaca
a. Gypsumboard
b. Multiplek
c. Ekspos rangka
kayu
R.Pengelola,
R.rias,
R.persiapan
a. Keramik tile
b. Parket
a. Cat dinding a. Gypsum board
b. Kayu
Ruang
pentas,
ruang
a. Karpet
b. Parket
a. Gypsumboard
b. Multiplek
Gypsum board
Acoustic board
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
160
gamelan,
Ruang
Penonton
Snack bar,
Shouvenir
shop
a. Parket a. Cat dinding Gypsum board
kayu
Cafe,
Ruang
pamer
a. Keramik tile
b. Granit
c. Parket
a. Cat tembok
b. Partisi kayu
c. Kaca
Gypsum board
Anyaman rotan
Tabel.15
Elemen Pembentuk Ruang
Sumber : Analisa Penulis, 2010
6. Interior Sistem
Ruang Pencahayaan Penghawaan Akustik
R.Tunggu,
Tiket box
dan
Lobby
- Alami
- Buatan
- Alami
- Buatan
Gypsumboard
Multiplek
Ekspos rangka
kayu
R.Pengelola,
R.rias,
R.persiapan
- Buatan - Buatan Gypsum board
Panel kayu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
161
Ruang
pentas,
ruang
gamelan,
Ruang
Penonton
- Buatan - Buatan Acoustic board
Snack bar,
Shouvenir
shop
- Alami
- Buatan
- Alami
- Buatan
Gypsum board
kayu
Cafe,
Ruang
pamer
- Alami
- Buatan
- Alami
- Buatan
Gypsum board
Anyaman rotan
Tabel.16
Interior Sistem
Sumber : Analisa Penulis, 2010
7. Sistem Keamanan
Keamanan yang dimaksud adalah keamanan fisik manusia, fisik bangunan, serta
lingkungan, untuk sistem ini diperlukan unsur :
satpam
adanya tangga dan pintu darurat
tanda petunjuk arah ( exit signs )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
162
alat pengunci ( hardware locking )
tanda bahaya ( alarm )
Penyediaan tabung – tabung berisi gas zat arang atau bubuk yang
mengandung obat – obat anti api dengan dilengkapi alat penyemprot
Hidrant air, yaitu pipa dengan karan air dimana tersedia selang – selnag dan
alat penyemprot air dengan lampu control.
Sprinkle yang terpasang pada ceiling.
Heat detector yang terpasang pada ceiling.
B. SARAN
Dengan adanya ciri khas yang dimiliki oleh Gedung Pertunjukan Seni
Tradisional Jawa di Surakarta ini maka akan semakin menambah keunikan tersendiri
bagi suatu karya desain. Sebuah persembahan yang berguna bagi masyarakat tentunya
bila dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional Jawa Surakarta ini dapat
memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi para pengunjung akan kebudayaan
Jawa. Banyak nilai edukatif dan rekreatif yang bisa kita gali (eksplorasi) dengan
adanya Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta ini, dan kedepan
nantinya kita akan gunakan sebagai batu loncatan untuk mengembangkan sebuah
kebudayaan yang bermanfaat dan implikasinya adalah masyarakat semakin mencintai
kebudayaannya sendiri.
Demikian hal-hal yang dapat penulis kemukakan tentang Desain Interior
Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta. Dalam uraian ini tentunya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
163
masih banyak kekurangan disebabkan keterbatasan dalam mengumpulkan data serta
teknik penyusunannya. Semoga karya ini bermanfaat bagi perkembangan desain
interior Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
164
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Doelle, Leslie L. dan Leo Prasetio, MSc. 1993. Akustik Lingkungan. Jakarta:
Erlangga
D. K. Ching, Francis. 1996. Arsitektur : Bentuk, Ruang dan Susunannya. Jakarta:
Erlangga
Harun Hadiwiyono, Drs, 1994. Sari Sejarah Filsafat Barat. Jakarta: Kanisius
Mediastika, Christina E, Ph.D.2005. Akustika Bangunan. Jakarta: Erlangga
M. Echols dan Shadily , Hassan. 1992. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : PT.
Gramedia
Neufert, Ernest.2002 . Data Arsitek Jilid I edisi 33 . Jakarta : Erlangga.
Tim Penyusun KBBI. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Perum Balai
Pustaka.
Tim MGMP Kesda SMP Kota Surakarta.2008. Kesenian Daerah Kelas IX. Surakarta:
CV. Setiawan Mulya.
Panero, Julius & Martin.1980. Dimensi Manusia dan Ruang Interior. Jakarta:
Erlangga
Suptandar, J. Pamudji.1999. Desain Interior. Jakarta: Djambatan
Sutopo, H.B.2002. Metodologi Penelitian kualitatif, Surakarta: Sebelas Maret
University Press.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
165
Surjarno, Drs.2003. Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai, Fungsi dan Tantangannya,
Yogyakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata deputi Bidang
Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional Yogyakarta
Skripsi :
Rudi Setyawan. 2004. Perancangan Interior Jakarta Amusement Center. Surakarta:
Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS.
Yuni Kristansi. 2008. Perancangan dan Perancanaan Gedung Wayang Orang di
Surakarta. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS.
Website / Elektronik Data:
Presentasi Mata Kuliah AIS.2007
(http :www.wikipedia.co.id/Sriwedari.html). (diakses tanggal 19 Oktober 2008 pukul
15.50)
(http :www.ki-demang.com/Wayang wong.html). (diakses tanggal 11 Januari 2009
pukul 16.45)
(http :www.wisatasolo.com/gallery/main.html). (diakses tanggal 19 Oktober 2008
pukul 16.45)
(http :www.joglosemar.co.id). (diakses tanggal 13 Febuari 2010 pukul 20.15)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
166
LAMPIRAN
Recommended