Dr. Ani Yuningsih, Dra., M.Si....membuka dialog, mencari solusi atau alternatif pemecahan masalah,...

Preview:

Citation preview

Dr. Ani Yuningsih, Dra., M.Si.

Pen

gelo

laan

Info

rmas

i

Lan

das

anIl

mia

hIl

mu

Ked

okt

eran

Ket

eram

pila

nK

linis

Pen

gelo

laan

Mas

alah

Kes

eh

atan

KOMPETENSI

KOMUNIKASI EFEKTIF

MAWAS DIRI DAN PENGEMBANGAN DIRI

PROFESIONALITAS YANG LUHUR

Kompetensi Inti◦ Mampu menggali dan bertukar informasi secara

verbal dan nonverbal dengan pasien pada semuausia, anggota keluarga, masyarakat, kolega danprofesi lain.

Lulusan Dokter Mampua. Berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya

b. Berkomunikasi dengan mitra kerja (sejawat danprofesi lain)

c. Berkomunikasi dengan masyarakat

Membangun hubungan melalui komunikasi verbal dannoverbal

Berempati secara verbal dan nonverbal Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang

santun dan dapat dimengerti Mendengarkan dengan aktif untuk menggali

permasalahan kesehatan secara holistik dankomprehensif

Menyampaikan informasi yang terkait kesehata(termasuk berita buruk, informed consent) danmelakukan konseling dengan cara yang santun, baikdan benar

Menunjukkan kepekaan terhadap aspekbiopsikososiokultural dan spiritual pasien dankeluarga.

Melakukan tatalaksana konsultasi danrujukan yang baik dan benar

Membangun komunikasi interprofesionaldalam pelayanan kesehatan

Memberikan informasi yang sebenarnya danrelevan kepada penegak hukum, perusahaanasuransi kesehatan, media massa dan pihaklainnya jika diperlukan.

Mempresentasikan informasi ilmiah secaraefektif

Melakukan komunikasi dengan masyarakatdalam rangka mengidentifikasi masalahkesehatan dan memecahkannya bersama-sama

Melakukan advokasi dengan pihak terkaitdalam rangka pemecahan masalah kesehatanindividu, keluarga dan masyarakat

Dalam rangka peningkatan kualitas pelayananmedis, KKI menerbitkan buku-buku pedomanyang bisa menjadi acuan kedua pihak, dokter danpasien:◦ Kemitraan Dalam Hubungan Dokter-Pasien, Tentang

Praktik Kedokteran maka buku kedua lebih ringkas danfokus pada pembahasan mengenai komunikasi efektifdokter-pasien

◦ “Petunjuk Praktis Komunikasi Efektif Dokter-Pasien”. Bersama “Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran” (informed consent) dan “Manual Rekam Medis”

◦ Pengembangan media pendukung komunikasi olehKelompok Kerja Komunikasi

Setiap orang yang melakukan konsultasimasalah kesehatannya untuk memperolehpelayanan kesehatan yang diperlukan baiksecara langsung maupun tidak langsungkepada dokter atau dokter gigi.

Dokter dan dokter gigi sebagaimanadimaksud dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteranadalah dokter, dokter spesialis, dokter gigidan dokter gigi spesialis lulusan pendidikankedokteran atau kedokteran gigi, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakuiPemerintah Republik Indonesia sesuai denganperaturan perundang–undangan.

Hubungan yang berlangsung antaradokter/dokter gigi dengan pasiennya selamaproses pemeriksaan/pengobatan/perawatanyang terjadi di ruang praktik perorangan, poliklinik, rumah sakit, dan puskesmas dalamrangka membantu menyelesaikan masalahkesehatan pasien.

Pengembangan hubungan dokter-pasien secaraefektif yang berlangsung secara efisien, dengantujuan utama penyampaian informasi ataupemberian penjelasan yang diperlukan dalamrangka membangun kerja sama antara dokterdengan pasien.

Komunikasi yang dilakukan secara verbal dannon-verbal menghasilkan pemahaman pasienterhadap keadaan kesehatannya, peluang dankendalanya, sehingga dapat bersama-samadokter mencari alternatif untuk mengatasipermasalahannya

Pengetahuan dan keterampilan mengenaikomunikasi yang mengikuti langkah-langkahkomunikasi yaitu memberi perhatian, membuka dialog, mencari solusi ataualternatif pemecahan masalah, danmenyimpulkan hasilnya.

Media pendukung komunikasi dapatberbentuk media cetak, elektronik, danperaga yang bisa berupa model atau contohnyata untuk kesamaan persepsi yang menghasilkan pemahaman yang sama dalamkomunikasi.

Kompetensi komunikasi menentukankeberhasilan dalam membantu penyelesaianmasalah kesehatan pasien.

Selama ini kompetensi komunikasi dapatdikatakan terabaikan, baik dalam pendidikanmaupun dalam praktikkedokteran/kedokteran gigi.

Dari sisi pasien, umumnya pasien merasadalam posisi lebih rendah di hadapan dokter(superior-inferior), sehingga takut bertanyadan bercerita atau hanya menjawab sesuaipertanyaan dokter saja.

Tidak mudah bagi dokter untuk menggaliketerangan dari pasien karena memang tidakbisa diperoleh begitu saja.

Perlu dibangun hubungan saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan pengertianakan kebutuhan, harapan, maupun kepentinganmasing-masing.

Dengan terbangunnya hubungan saling percaya, pasien akan memberikan keterangan yang benardan lengkap sehingga dapat membantu dokterdalam mendiagnosis penyakit pasien secara baikdan memberi obat yang tepat bagi pasien.

Komunikasi yang baik dan berlangsungdalam kedudukan setara (tidak superior-inferior) sangat diperlukan agar pasienmau/dapat menceritakan sakit/keluhan yang dialaminya secara jujur dan jelas.

Komunikasi efektif mampu mempengaruhiemosi pasien dalam pengambilan keputusantentang rencana tindakan selanjutnya, sedangkan komunikasi tidak efektif akanmengundang masalah.

Pasien merasa dokter menjelaskan keadaannyasesuai tujuannya berobat. Berdasarkanpengetahuannya tentang kondisi kesehatannya, pasien pun mengerti anjuran dokter, misalnyaperlu mengatur diet, minum atau menggunakanobat secara teratur, melakukan pemeriksaan(laboratorium, foto/rontgen, scan) danmemeriksakan diri sesuai jadwal, memperhatikankegiatan (menghindari kerja berat, istirahatcukup, dan sebagainya).

Pasien memahami dampak yang menjadikonsekuensi dari penyakit yang dideritanya(membatasi diri, biaya pengobatan), sesuaipenjelasan dokter.

Pasien merasa dokter mendengarkankeluhannya dan mau memahami keterbatasankemampuannya lalu bersama mencarialternatif sesuai kondisi dan situasinya, dengan segala konsekuensinya.

Pasien mau bekerja sama dengan dokterdalam menjalankan semua upayapengobatan/perawatan kesehatannya

Pasien tetap tidak mengerti keadaannya karenadokter tidak menjelaskan, hanya mengambilanamnesis atau sesekali bertanya, singkat danmencatat seperlunya, melakukan pemeriksaan, menulis resep, memesankan untuk kembali, ataumemeriksakan ke laboratorium/foto rontgen, dan sebagainya.

Pasien merasa dokter tidak memberinyakesempatan untuk bicara, padahal ia yang merasakan adanya perubahan di dalam tubuhnyayang tidak ia mengerti dan karenanya ia pergi kedokter. Ia merasa usahanya sia-sia karenasepulang dari dokter ia tetap tidak tahu apa-apa, hanya mendapat resep saja.

Pasien merasa tidak dipahami dan diperlakukansemata sebagai objek, bukan sebagai subjekyang memiliki tubuh yang sedang sakit.

Pasien ragu, apakah ia harus mematuhi anjurandokter atau tidak.

Pasien memutuskan untuk pergi ke dokter lain.

Pasien memutuskan untuk pergi ke pengobatanalternatif atau komplementer ataumenyembuhkan sendiri (self therapy).

Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh kedua pihak, pasien dan dokter.

Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisipasien dan keluarganya dan pasien pun percayasepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amatberpengaruh pada proses penyembuhan pasienselanjutnya. Pasien merasa tenang dan amanditangani oleh dokter sehingga akan patuhmenjalankan petunjuk dan nasihat dokter karenayakin bahwa semua yang dilakukan adalah untukkepentingan dirinya. Pasien percaya bahwadokter tersebut dapat membantu menyelesaikanmasalah kesehatannya.

Atas dasar kebutuhan pasien, dokter melakukanmanajemen pengelolaan masalah kesehatan bersamapasien.

Komunikasi efektif dokter-pasien adalah kondisiyang diharapkan dalam pemberian pelayanan medisnamun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum disiapkan untuk melakukannya.

Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman(guidance) untuk dokter guna memudahkanberkomunikasi dengan pasien dan atau keluarganya.

Melalui pemahaman tentang hal-hal penting dalampengembangan komunikasi dokter-pasiendiharapkan terjadi perubahan sikap dalam hubungandokter-pasien.

Kurtz (1998) ◦ Dengan kemampuan mengerti harapan,

kepentingan, kecemasan, dan kebutuhan pasien, maka patient-centered communication style tidakmemerlukan waktu lebih lama daripada komunikasiberdasarkan kepentingan dokter untukmenegakkan diagnosis (doctor-centered communication style)

Hippocrates ◦ The best physician is the one who has providence

to tell to the patients according to his knowledge the present situation, what has happened before and what is going to happen in the future

Pada dasarnya, setiap orang memerlukankomunikasi sebagai salah satu alat bantu dalam kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam bidang apapun.

Komunikasi berbicara tentang caramenyampaikan dan menerima pikiran-pikiran, informasi, perasaan, dan bahkanemosi seseorang, sampai pada titiktercapainya pengertian yang sama antarapenyampai pesan dan penerima pesan.

Aplikasi definisi komunikasi dalam interaksiantara dokter dan pasien di tempat praktikdiartikan tercapainya pengertian dankesepakatan yang dibangun dokter bersamapasien pada setiap langkah penyelesaian masalahpasien.

Untuk sampai pada tahap tersebut, diperlukanberbagai pemahaman seperti pemanfaatan jeniskomunikasi (lisan, tulisan/verbal, non-verbal), menjadi pendengar yang baik (active listener), adanya penghambat proses komunikasi (noise), pemilihan alat penyampai pikiran atau informasiyang tepat (channel), dan mengenalmengekspresikan perasaan dan emosi.

Source

Intended meaning

Encodes

Sends

Message

Received Receiver

DecodesPerceived meaning

Feedback

Noise

• Physical distraction• Semantic problems• Cultural differences

Channel

Dalam hubungan dokter-pasien, baik dokter maupunpasien dapat berperan sebagai sumber atau pengirimpesan dan penerima pesan secara bergantian.

Pasien sebagai pengirim pesan, menyampaikan apayang dirasakan atau menjawab pertanyaan doktersesuai pengetahuannya.

Sementara dokter sebagai pengirim pesan, berperanpada saat menyampaikan penjelasan penyakit, rencana pengobatan dan terapi, efek samping obatyang mungkin terjadi, serta dampak dari dilakukanatau tidak dilakukannya terapi tertentu.

Dalam penyampaian ini, dokter bertanggung jawabuntuk memastikan pasien memahami apa yang disampaikan.

Sebagai penerima pesan, dokter perluberkonsentrasi dan memperhatikan setiappernyataan pasien.

Untuk memastikan apa yang dimaksud olehpasien, dokter sesekali perlu membuatpertanyaan atau pernyataan klarifikasi.

Mengingat kesenjangan informasi danpengetahuan yang ada antara dokter dan pasien, dokter perlu mengambil peran aktif.

Ketika pasien dalam posisi sebagai penerimapesan, dokter perlu secara proaktif memastikanapakah pasien benar-benar memahami pesanyang telah disampaikannya.

Misalnya dalam menginterpretasikan kata “panas”.

Dalam dunia medik, warna yang berbeda, ukuranyang berbeda, rasa yang berbeda bisa jadimerupakan hal yang amat vital, karena bisamembedakan intensitas radang, intensitas nyeri, yang pada akhirnya bermuara pada perbedaandiagnosis maupun jenis obat yang harusdiminum.

Peran dokter sebagai fasilitator pembicaraanamat penting agar tidak terjadi salah interpretasi.

Disease centered communication style ataudoctor centered communication style. Komunikasi berdasarkan kepentingan dokterdalam usaha menegakkan diagnosis, termasukpenyelidikan dan penalaran klinik me

Illness centered communication style atau patient centered communication style. Komunikasiberdasarkan apa yang dirasakan pasien tentangpenyakitnya yang secara individu merupakanpengalaman unik. Di sini termasuk pendapatpasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yang dipikirkannya. ngenai tanda dan gejala-gejala.

Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan, serta kebutuhanpasien, patient centered communication style sebenarnya tidak memerlukan waktu lebih lama dari pada doctor centered communication style.

Keberhasilan komunikasi antara dokter danpasien pada umumnya akan melahirkankenyamanan dan kepuasan bagi kedua belahpihak, khususnya menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati itusendiri dapat dikembangkan apabila doktermemiliki ketrampilan mendengar dan berbicarayang keduanya dapat dipelajari dan dilatih.

Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannyatentang Emphatic Communication in Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan betapapentingnya empati ini dikomunikasikan. Dalamkonteks ini empati disusun dalam batasan definisiberikut: ◦ (1) kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti

kebutuhan pasien (a physician cognitive capacity to understand patient’s needs),

◦ (2) menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter terhadapperasaan pasien (an affective sensitivity to patient’s feelings),

◦ (3) kemampuan perilaku dokter dalammemperlihatkan/menyampaikan empatinya kepada pasien(a behavioral ability to convey empathy to patient).

Sementara, Bylund & Makoul (2002) mengembangkan 6 tingkat empatiyang dikodekan dalam suatu sistem (The Empathy Communication Coding System (ECCS) Levels). Berikut adalah contoh aplikasi empatitersebut:

Level 0: Dokter menolak sudut pandang pasien • Mengacuhkan pendapat pasien • Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien seperti

“Kalau stress ya, mengapa datang ke sini?” Atau “Ya, lebih baik operasisaja sekarang.”

Level 1: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara sambil lalu • “A ha”, tapi dokter mengerjakan hal lain: menulis, membalikkan badan,

menyiapkan alat, dan lain-lain

Level 2: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara implisit • Pasien, “Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja” • Dokter, “Ya...? Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini?

Level 3: Dokter menghargai pendapat pasien • “Anda bilang Anda sangat stres datang ke sini? Apa Anda

mau menceritakan lebih jauh apa yang membuat Andastres?”

Level 4: Dokter mengkonfirmasi kepada pasien • “Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa

besar usaha Anda untuk menyempatkan berolah raga”

Level 5: Dokter berbagi perasaan dan pengalaman (sharing feelings and experience) dengan pasien.

• “Ya, saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Andaberdua. Beberapa pasien pernah mengalami aborsispontan, kemudian setelah kehamilan berikutnya merekasangat, sangat, khawatir”

Empati pada level 3 sampai 5 merupakanpengenalan dokter terhadap sudut pandangpasien tentang penyakitnya, secara eksplisit.

Dari sekian banyak tujuan komunikasi maka yang relevandengan profesi dokter adalah:

(1) Memfasilitasi terciptanya pencapaian tujuan keduapihak (dokter dan pasien).

(2) Membantu pengembangan rencana perawatan pasienbersama pasien, untuk kepentingan pasien dan atas dasarkemampuan pasien, termasuk kemampuan finansial.

(3) Membantu memberikan pilihan dalam upayapenyelesaian masalah kesehatan pasien.

(4) Membimbing pasien sampai pada pengertian yang sebenarnya tentang penyakit/masalah yang dihadapinya.

(5) Membantu mengendalikan kinerja dokter dengan acuanlangkah-langkah atau hal-hal yang telah disetujui pasien.

Manfaat Berdasarkan hari penelitian, manfaat komunikasi

efektif dokter-pasien di antaranya: (1) Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima

pelayanan medis dari dokter atau institusi pelayanan medis.

(2) Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokteryang merupakan dasar hubungan dokter-pasien yang baik.

(3) Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dantindakan medis.

(4) Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal dalam menghadapi penyakitnya.

Whitcomb, M.E.( 2000) “Dalam kurikulum tradisional pendidikan dokter,

keterampilan komunikasi ditujukan untukmenggali riwayat penyakit. Kita harusmengajarkan kepada mahasiswa untuk mengertibahwa hal itu merupakan bagian yang termudah.”

“Kita harus mengajarkan kepada mereka tentangberkomunikasi dengan pasien, terutama dalamhal mendengarkan secara aktif. Benar-benarmendengarkan! Tidak hanya yang sudahdiucapkan pasien, melainkan hal-hal yang tidakterucapkan oleh pasien.”

Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan ketikadokter berhadapan dengan tugasnya (dealing with task), yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai peran dan fungsinya; mampumengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu, pembagian tugas profesi dengan tugas-tugas pribadiyang lain (dealing with one-self); dan mampumenghadapi berbagai macam tipe pasien sertamampu bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain (dealing with others).

Di dalam proses komunikasi dokter-pasien, sikapprofesional ini penting untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya pada dokter, yang merupakan landasan bagi berlangsungnyakomunikasi secara efektif (Silverman, 1998).

Kotak 1 : Pasien memimpin pembicaraan melaluipertanyaan terbuka yang dikemukakan oleh dokter(Patient takes the lead through open ended question by the doctor)

• Kotak 2 : Dokter memimpin pembicaraan melaluipertanyaan tertutup/terstruktur yang telahdisusunnya sendiri (Doctors takes the lead through closed question by the doctor).

• Kotak 3 : Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan negosiasi kedua belah pihak (Negotiating agenda by both).

1

2 3

3

Mengenali alasan kedatangan pasien

Penggalian riwayat penyakit (Van Thiel, 2000)

Pertanyaan-pertanyaan terbuka yang dapatditanyakan: ◦ Bagaimana pusing tersebut Anda rasakan, dapat

diceritakan lebih jauh? ◦ Menurut Anda pusing tersebut reda bila Anda melakukan

sesuatu, meminum obat tertentu, atau bagaimanamenurut Anda?

Sedangkan pertanyaan tertutup yang merupakaninti dari anamnesis meliputi: ◦ Eksplorasi terhadap riwayat penyakit dahulu◦ Eksplorasi terhadap riwayat penyakit keluarga◦ Eksplorasi terhadap riwayat penyakit sekarang, contoh

menggunakan pedoman Macleod’s clinical examination seperti disebutkan dalam Kurtz (1998)

Setelah sesi sebelumnya dilakukan denganakurat, maka dokter dapat sampai kepadasesi memberikan penjelasan.

Tanpa informasi yang akurat di sesisebelumnya, dokter dapat terjebak kedalamkecurigaan yang tidak beralasan

Materi Informasi apa yang disampaikan

Siapa yang diberi informasi

Berapa banyak atau sejauh mana

Kapan menyampaikan informasi

Di mana menyampaikannya

Bagaimana menyampaikannya

S = Salam

A = Ajak Bicara

J = Jelaskan

I = Ingatkan

Peraturan yang mengatur tentang tanggungjawab etik dari seorang dokter adalah KodeEtik Kedokteran Indonesia.

Kode Etik adalah pedoman perilaku dokter. Kode Etik harus memiliki sifat-sifat sebagai

berikut: (1) Kode etik harus rasional, tetapi tidak

kering dari emosi; (2) Kode etik harus konsisten, tetapi tidak

kaku; (3) Kode etik harus bersifat universal.

Komunikasi

Komunikasi

Interpersonal

Teknik Komunikasi,

Mencari dan

Menyaring Informasi

a. Pengertian komunikasi interpersonal

b. Sistem komunikasi interpersonal

c. Hubungan interpersonal

d. Komunikasi antarpribadi

e. Persepsi interpersonal

f. Konsep diri

g. Atraksi interpersonal

a. Definisi dan jenis-jenis komunikasib. Proses komunikasic. Hambatan komunikasi efektifd. Komunikasi nonverbal e. Keterampilan mendengar yang efektiff. Langkah-langkah untuk meningkatkan

keterampilan komunikasig. Indikator dari komunikator yang efektif h. Sumber informasi (primer, sekunder, tersier) i. Teknik memilih sumber informasi (medical journal

and textbook, medicaland scientific organizations, popular press, search engine)

j. Teknik memilih informasi

Empati sebagaimana dikemukakan kali pertama pada 1909 berasal dari bahasa latinem dan pathos yang artinya feeling into.

Lima puluh tahun kemudian hal tersebutdibahas pada ilmu psikososial danpsikoanalitik, bagaimana seseorang dapatmeraba-rasakan dirinya sebagai orang lain dengan tetap obyektif tanpa menyertakanemosi diri.

Keterampilan berkomunikasi dengankesetaraan, dilandasi empati disebutkomunikasi efektif.

Komunikasi tersebut lebih menjamin pesan (isi komunikasi) tersampaikan dan dimengertisehingga tujuan menggali informasi, menetapkan diagnosis dan pengobatan lebihtepat, efektif dan efisien

a. Orientasi: secara bertahap mahasiswa diberipembekalan komunikasi dan dilatih bagaimanamenciptakan suasana komunikasi(conditioning) yang nyaman, membangunkesetaraan dengan lawan bicara, membinarapport (mempertahankan kontak mata), mendengar aktif (mendengarkan danmerespons dengan bahasa tubuh), menghargaipasien sebagai manusia seutuhnya, memberitanggapan yang positif serta bersikap empati. Mempelajari contoh film atau role model sebagai pemicu.

b. Latihan komunikasi dengan empati: berlatihmenjadi pendengar aktif, bermain peran (role play) bagaimana mahasiswa mengalami sendiri (self experience) berkomunikasi empati dan non-empati secara bergantian. Merabarasakan bagaimana bila diperlakukan dengan empati dan nonempati

c. Umpan balik: melihat kembali serta mengkoreksisendiri sikap dan perilaku saat bermain peran (yang direkam dengan video) serta mendapatkanmasukan dari sejawat dan tutor.

d. De-roling: setelah selesai bermain peran dilakukanderoling, yaitu membasuh peran agar kepribadian saat bermain peran hilang dan kembali kepadakepribadian aslinya.

mahasiswa dilatih bagaimana berpikir kritisdengan membaca artikel yang berkaitandengan isu etikamoral dan profesionalismedalam praktik, melihat model atau film tentang perilaku komunikasi dengan empati(misalnya film Patch Adam), dan etika kedokteran (misalnya clonning), kemudianmembahasnya dalam diskusi kelompokdengan tutor. Dalam diskusi kelompokmahasiswa juga belajar berdiskusi dengan benar.

mahasiswa melakukan kunjungan rumah ataubangsal perawatan didampingi tutor dan dilatih keterampilan berkomunikasi denganempati secara langsung dengan pasien, keluarga pasien, atau orangorang yang berada di sekitar mereka.

Pengalaman praktik lapangan tersebutmembantu mempertajam empati, mengendalikan emosi, dan meningkatkan kemampuan komunikasi.

mahasiswa belajar dan mencari informasi dari berbagai sumber belajar antara lain di perpustakaan, termasuk searching internet

Selain cara berkomunikasi yang benar, jugadibutuhkan kompetensi ilmu pengetahuanmedis sebagai isi komunikasi.

Cara berkomunikasi dengan empati adalahalat atau kegiatan untuk terlaksananyakomunikasi efektif.

Komunikasi efektif tersebut dapatmeningkatkan kepatuhan pasien dan tarafkepuasan pasien.

Bioetik merupakan keilmuan interdisiplin. Berbeda dengan etika klinis, bioetik lebihmenekankan tentang hubungan langsung dokter-pasien, sedangkan etika klinis lebihmerupakan pedoman yang harus ditaati paradokter saat mempraktikkan keprofesiannya.

Pasien lebih memprioritaskan perasaan dan masalah dirinya yang sakit, mengharapkanlebih mendapat perhatian, empati, perlakuan yang ramah dan santun dalam upaya penyembuhan yang cepat.

Pasien mempunyai hak mendapatkaninformasi guna memahami penyakitnya, sehingga dapat mengambil keputusanmenerima atau menolak pengobatan (hakautonomy).

Dokter lebih menekankan pada penyakit (disease) dan selalumengacu pada profesionalisme (kaidah dasar moral) yang harusdianutnya. Mempunyai niat untuk berbuat baik (beneficence), memberikan pelayanan medis dengan standar kedokteran tertinggi, menghormati hak autonomi pasien, berlaku adil(justice) tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, dan agama.

Prinsip etika kedokteran yang harus dijunjung tinggi, do no harm (non-maleficence), yaitu tidak boleh merugikan pasien.

Citra profesionalisme kedokteran dalam etika klinis didasaridengan setiap tindakan baik untuk diagnostik maupun terapi harus sesuai indikasi, seizin pasien (informed consent), dan buktiklinis (evidence based medicine), mempertimbangkan preferensipasien, quality of life pasien, dan berbagai faktor humaniora (sosial, budaya, ekonomi, agama) yang dapat mempengaruhikesembuhan

Recommended