View
49
Download
4
Category
Preview:
DESCRIPTION
referat tentang CPAP
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Perkembangan sistem respiratori terdiri dari 3 proses, yaitu morfogenesis,
atau pembentukan seluruh struktur yang diperlukan, adaptasi pernafasan
pascanatal, dan pertumbuhan dimensial. Pada kebanyakan mamalia, morfogenesis
dan adaptasi pernafasan pascanatal terjadi sebelum atau tidak lama sesudah
kelahiran. Sebaliknya, pertumbuhan dimensional berlanjut sesudah kelahiran,
dengan kecepatan bergantung pada kebutuhan fungsional organ-organ lain dan
aktivitas metabolik. Kerusakan yang timbul pada masa morfogenesis cenderung
mengakibatkan gangguan struktur dan fungsi respiratori yang berat dan
ireversibel, dan biasanya mengakibatkan penurunan kemampuan bertahan hidup.
Namun kerusakan yang terjadi pada tahap lanjut biasanya reversibel atau masih
dapat dikompensasi oleh pertumbuhan itu sendiri kalau kerusakannya ireversibel
(1).
Janin yang awalnya ketergantungan dengan plasenta, harus dapat melakukan
pertukaran gas secara otonom. Hal ini membutuhkan suatu adaptasi, yaitu dengan
cara produksi surfaktan di alveolus, transformasi paru yang tadinya bersifat
respiratorik menjadi tempat pertukaran gas, dan pembentukan sirkulasi pulmonal.
Surfaktan berperan untuk menurunkan tegangan permukaan paru agar tidak
kolaps (1). Pada neonatus yang lahir preterm, sering terjadi gangguan adaptasi
pernafasan pascanatal sehingga dapat timbul distres nafas. Hal ini disebabkan
1
kurangnya produksi surfaktan pada neonatus sehingga permukaan paru cenderung
kolaps. Untuk mengatasinya, ada tiga hal paling penting yang selalu dilakukan
pada pencegahan dan manajemen distres nafas, yaitu a) glukokortikoid antenatal;
b) terapi pengganti surfaktan; dan c) continous positive airway pressure (CPAP)
serta positive end-expiratory pressure (PEEP) (2). Dalam makalah ini yang akan
kita bahas adalah mengenai manajemen distres nafas yang ketiga, yaitu CPAP.
Continuous positive airway pressure (CPAP) merupakan sebuah alat medis
yang secara mekanisme memberikan tekanan positif terhadap aliran udara
pernafasan spontan dalam suatu putaran pernafasan (3). Fungsi sistem CPAP
secara primer membantu meregulasikan aliran udara saat terjadi inhalasi ataupun
ekshalasi serta menjaga tekanan yang konsisten saat pembukaan jalan nafas (4).
CPAP berguna dalam mendukung fungsi respirasi bayi baru lahir preterm dengan
keadaan distres nafas karena fungsi kerjanya untuk mencegah terjadinya kolaps
alveoli. Energi yang digunakan juga lebih sedikit untuk membuka alveoli yang
kaku (5).
Beberapa penyulit dapat terjadi pada neonatus dengan distres nafas yang
tidak diresusitasi dengan bantuan CPAP. Penyebab utama dari distres nafas adalah
kurangnya produksi surfaktan. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan daya
mengembang paru dan memicu terjadinya ateletaksis (2). Selain itu, juga dapat
terjadi apne akibat ketidakmampuan paru untuk melakukan usaha nafas. Pada saat
apne, alveoli dapat mengalami ruptur dan terjadi kebocoran udara atau air leak
syndrome. Udara akan masuk ke rongga antara dinding dada dan lapisan paru
paling luar (pneumothorax) atau ke perikardium (pneumoperikardium) dan
2
mediastinum (pneumomediastinum). Juga dapat terjadi emfisema interstisial
akibat kebocoran udara diantara alveoli. Semua ini dapat membawa kearah
kematian (6,7).
Penggunaan secara tepat telah menunjukkan adanya penurunan kerja
pernafasan, mengurangi kebutuhan oksigen tubuh, membantu menjaga kapasitas
fungsi residual, mencegah terjadinya kolaps dan obstruksi saluran nafas atas,
mengurangi kejadian apne, bradikardi, dan episode sianosis, mengurangi banyak
re-intubasi pada neonatus yang di ekstubasi dari ventilasi mekanik serta mencegah
perlunya pengiriman bayi ke fasilitas medik tersier (3).
1.2. Rumusan masalah
Bagaimana mekanisme CPAP serta manfaatnya terhadap neonatus dengan
distres pernafasan ?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan tinjauan kepustakaan ini adalah untuk
memberikan pengetahuan dan gambaran kepada pembaca mengenai CPAP serta
manfaatnya terhadap neonatus dengan distres pernafasan.
1.4. Manfaat
Penulisan tinjauan pustaka ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi
bagi para mahasiswa kedokteran, dokter muda, dan klinisi di bidang kesehatan
serta dapat diterapkan pada praktik nyata terhadap resusitasi neonatus dengan
distres pernafasan.
3
BAB II
EMBRIOLOGI, ANATOMI, DAN FISIOLOGI PARU
2.1. Embriologi paru
Pembentukan paru diawali pada periode embrionik yaitu pada minggu 4-7
kehamilan. Primordium paru mulai tampak pada hari ke 26 sebagai dua tonjolan
ventral dari forgut dan akan berkembang menjadi paru dekstra dan sinistra. Mula-
mula kedua tonjolan tersebut membentuk bronkus, kemudian akan terus
bercabang menjadi bronkus subsegmental. Percabangan bronkus juga dibantu oleh
adanya interaksi antara epitel endodermal dan mesenkim mesodermal. Pada
minggu 6 kehamilan, terjadi periode pseudoglandular dimana paru menyerupai
kelenjar eksokrin. Pada periode ini, saluran nafas terus bercabang hingga
terbentuk bronkioli primitif. Diafragma juga dibentuk pada periode ini. Pada
minggu 16-26 terjadi fase kanalikular dimana pada periode ini merupakan awal
dari sekresi dan sintesis surfaktan. Sel epitel tipe 2 mulai mengakumulasikan
lamellar bodies yang berisi komponen surfaktan dan mulai mensekresikannya.
Pada minggu 24-38 terjadi periode sakular dimana saluran respiratori terminal
terus melebar dan membentuk struktur silindris yang disebut sakula. Terakhir
yaitu periode alveolar terjadi pada saat setelah lahir dimana akan terbentuk alveoli
terminal dan terbentuk septum alveoli (1,8).
2.2. Anatomi dan fisiologi paru
Sistem respiratori pada manusia dibagi menjadi dua, yaitu respiratorik atas
dan respiratorik bawah. Respiratorik atas dimulai dari lubang hidung sampai
4
dengan faring dan respiratorik bawah mulai dari laring sampai alveolus. Dalam
makalah ini, kita akan membahas tentang saluran respiratorik bawah, terutama
alveolus (1).
Sistem respiratorik bawah terdiri dari laring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan
alveolus. Cabang saluran nafas bronkiolus di dalam paru-paru akan berakhir pada
suatu struktur yang menyerupai kantong, yang dikenal dengan nama alveolus.
Alveolus terdiri dari lapisan epitel dan matriks ekstraseluler yang dikelilingi oleh
pembuluh darah kapiler. Alveolus mengandung 2 tipe sel utama, yaitu sel tipe 1
yang membentuk struktur dinding alveolus dan tipe sel 2 yang menghasilkan
cairan surfaktan (1).
Gambar 1.1 Anatomi alveolus (9).
Alveolus memiliki kecenderungan untuk kolaps karena ukurannya sangat
kecil, bentuknya yang sferikal dan adanya regangan permukaan. Namun, hal
tersebut dapat dicegah dengan adanya fosfolipid, yang dikenal dengan nama
surfaktan dan pori-pori pada dindingnya. Alveolus berdiameter 0,1 mm dengan
ketebalan dinding hanya 0,1 um. Pertukaran gas terjadi secara difusi pasif dengan
5
bergantung pada gradien konsentrasi. Setiap paru mengandung lebih dari 300 juta
alveolus. Setiap alveolus dikelilingi oleh sebuah pembuluh darah (1).
Gambar 1.2. Anatomi alveoli (10).
Tujuan respirasi ialah memberikan oksigen ke jaringan dan membuang
karbondioksida. Hal ini dilakukan dengan 4 mekanisme fungsional, yaitu ventilasi
paru, pertukaran gas di dalam paru, transfor oksigen dan karbondioksida dari
darah dan cairan tubuh ke dalam sel dan sebaliknya, dan regulasi respirasi (1).
Paru dapat mengembang dan mengempis dengan dua cara, yaitu gerakan
diafragma dan gerakan tulang rusuk. Pernafasan normal dan tenang biasanya
terjadi akibat gerakan diafragma. Saat inspirasi, diafragma akan berkontraksi dan
menarik permukaan bawah paru ke bawah. Saat ekspirasi, diafragma relaksasi dan
elastisitas paru, dinding dada dan struktur abdomen akan menekan paru. Dalam
pernafasan berat atau sulit, gaya elastisitas tidak cukup untuk menyebabkan
6
ekspirasi yang cepat dan normal sehingga dibutuhkan bantuan dari kontraksi otot
perut untuk mendorong isi perut ke atas (1).
Paru merupakan suatu struktur yang elastis, tanpa dinding dada, paru akan
mengkerut karena gaya elastisnya. Beberapa hal yang mengakibatkan paru dapat
mengembang diantaranya tekanan pleura, tekanan alveolar, tekanan
transpulmonar, dan surfaktan. Tekanan pleura merupakan tekanan cairan di dalam
rongga antara pleura viseral dan pleura parietal. Tekanan alveolar adalah tekanan
udara dalam alveolus paru. Pada saat istirahat, tekanan udara alveolar sama
dengan tekanan udara di atmosfer, yaitu 0 cmH20. Kemudian saat inspirasi,
tekanan alveolar menjadi negatif, yaitu -1 cmH20, sehingga udara sebanyak 0,5 L
mengalir ke dalam paru-paru. Sebaliknya saat ekpirasi, tekanan alveolar menjadi
+1cmh20 sehingga mampu mengeluarkan 0,5 liter udara ke atmosfer. Tekanan
transpulmonal merupakan perbedaan tekanan antara tekanan pleura dan tekanan
alveolar. Tekanan ini disebut juga sebagai tekanan rekoil (1).
Gaya elastisitas paru akan mempengaruhi derajat mengembangnya paru
(compliance paru) pada setiap inspirasi. Gaya elastisitas ini berasal dari tegangan
permukaan cairan yang melapisi bagian dalam alveolus serta rongga udara
lainnya. Pada saat permukaan air bersinggungan dengan udara, molekul-molekul
air di permukaan mempunyai gaya tarik-menarik yang kuat satu sama lain
sehingga selalu berusaha untuk mengecil atau mengkerut. Surfaktan merupakan
suatu agen yang bekerja aktif di dalam air yang bekerja untuk menurunkan
tegangan permukaaan air. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, surfaktan
diproduksi oleh sel epitel alveolar tipe II yang merupakan 10% dari permukaan sel
7
Tekanan = 2 x tegangan permukaan
Jari-jari alveolus
alveolus. Sel ini mempunyai granula-granula yang berisi inklusi lipid. komponen
terpenting dari surfaktan adalah fosfolipid dipalmitoylphospatidylcholine,
apoprotein surfaktan, dan ion kalsium. Fosfolipid terdiri dari bagian yang bersifat
hidrofilik (larut dalam air) dan hidrofobik (larut dalam lemak). Bagian hidrofobik
menghadap ke permukaan udara sehingga terjadi pengurangan gaya tarik-menarik
antar molekul air dan menyebabkan penurunan tegangan permukaan. Jika jalan
keluar udara dari alveolus tertutup, tegangan permukaan dalam alveolus akan
cenderung menyebabkan kolapsnya alveolus dengan cara menimbulkan tekanan
positif yang akan mendorong udara keluar. Besarnya tekanan alveolus dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut (1).
.
Makin kecil ukuran alveolusnya, makin besar tekanan yang ditimbulkan
oleh tegangan permukaan. Hal ini menjelaskan mengapa pada bayi prematur yang
kecil cenderung mengalami kolaps paru. Bayi prematur kecil memiliki ukuran
alveolus yang sangat kecil dan produksi surfaktan sangat sedikit atau bahkan
belum ada sehingga sangat mudah terjadi kolaps paru. Hal ini menyebabkan suatu
kondisi yang disebut sindrom gawat nafas neonatus sehingga memerlukan
tindakan tertentu yaitu pemberian bantuan pernafasan dengan tekanan positif
secara kontinyu (1).
Alveoli paru janin dalam uterus berisi cairan paru. Pada saat lahir dan bayi
mengambil nafas pertama, udara memasuki alveoli paru dan cairan paru
8
diabsorbsi oleh jaringan paru. Pada nafas kedua dan berikutnya, udara yang
masuk ke alveoli semakin banyak dan cairan paru diabsorbsi sehingga seluruh
alveoli berisi udara yang mengandung oksigen. Aliran darah paru meningkat
secara dramatis. Hal ini disebabkan oleh adanya ekspansi paru yang
membutuhkan tekanan puncak inspirasi dan tekanan akhir ekspirasi yang lebih
tinggi. Ekspansi paru dan peningkatan tekanan oksigen alveoli menyebabkan
penurunan resistensi vaskular paru dan peningkatan aliran darah paru setelah lahir.
Aliran intrakardial dan ekstrakardial mulai beralih arah yang kemudian diikuti
penutupan duktus arteriosus. Ekspansi paru yang inadekuat menyebabkan gagal
nafas (11).
Ventilasi paru dapat dipelajari dengan mengukur volume udara yang masuk
dan keluar paru. Biasanya menggunakan suatu alat yang disebut spirometri.
Terdapat empat volume paru yang jika semuanya dijumlahkan hasilnya sama
dengan volume maksimum paru yang mengembang, yaitu: a). volume tidal, yaitu
volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi pada setiap pernafasan normal
dengan jumlah kira-kira 500 mL; b) volume cadangan inspirasi, yaitu volume
udara tambahan yang masIh dapat masuk ke paru pada saat inspirasi maksimum
dengan jumlah sekitar 3000 ml; c) volume cadangan ekspirasi, yaitu volume udara
tambahan yang dapat dikeluarkan dari paru setelah ekspirasi maksimum dengan
jumlah sekitar 1100 ml; d) volume residu (RV), yaitu volume udara yang tersisa
dalam paru setelah ekspirasi paksa dengan jumlah sekitar 1200 ml (1).
Untuk menguraikan beberapa kejadian dalam suatu siklus paru, biasanya dua
atau lebih volume paru dijumlahkan sehingga muncul suatu istilah yang disebut
9
kapasitas paru. Terdapat empat kapasitas paru, yaitu, a) kapasitas inspirasi (IC),
yaitu hasil penjumlahan volume tidal dengan volume cadangan inspirasi dengan
jumlah sekitar 3500 ml, merupakan jumlah udara yang dapat diinspirasi setelah
ekspirasi normal dan menyebabkan paru-paru mengembang secara maksimum; b)
kapasitas residu fungsional (FRC), yaitu hasil penjumlahan volume cadangan
ekspirasi dengan volume residu dengan jumlah sekitar 2300 ml, dimana kapasitas
ini merupakan jumlah udara yang tersisa selama ekpirasi normal; c) kapasitas vital
(VC), yaitu volume cadangan inspirasi ditambah volume tidal dan volume
cadangan ekspirasi, merupakan jumlah maksimum udara yang dapat dikeluarkan
dari paru oleh seseorang yang melakukan ekpirasi maksimal setelah inspirasi
maksimal, berjumlah sekitar 4600 ml; d) kapasitas paru total (TLC), yaitu
kapasitas vital ditambah volume residu, merupakan volume maksimum udara
dalam paru yang dikembangkan sebesar mungkin. FRC merupakan parameter
fungsi paru yang penting untuk diketahui karena nilainya berubah secara
bermakna pada beberapa penyakit paru (1). Volume paru yang normal pada bayi
baru lahir tidak pernah mencapai angka nol, selalu terdapat sisa udara yang mana
sisa ini merupakan FRC (3).
10
Gambar 2.3. Volume dan kapasitas paru (12).
11
BAB III
CPAP DAN MANFAATNYA PADA DISTRES PERNAFASAN
3.1. Definisi
Nasal continous positive airway pressure (CPAP) merupakan suatu metode
noninvasif yang digunakan untuk membantu pernafasan secara spontan pada bayi
yang lahir dengan risiko terjadinya gawat nafas. Tujuan klinis dari CPAP itu
sendiri adalah untuk menjaga kapasitas residu fungsional paru melalui pembukaan
kembali alveoli atau mencegah kolaps alveoli dan mendukung pertukaran gas
untuk mengurangi kejadian apne melalui perbaikan oksigen arteri pulmoner
(paO2) (3,4).
CPAP telah digunakan sebagai alat untuk mendukung fungsi respirasi pada
bayi baru lahir dengan distres nafas sejak tahun 1971 oleh Gregory G dan secara
terus-menerus hingga sekarang digunakan sebagai strategi manajemen terpenting
pada penatalaksanaan bayi baru lahir dengan gangguan pernafasan (5).
3.2. Mekanisme sistem CPAP
CPAP merupakan sebuah bentuk tekanan positif, namun berbeda dengan
ventilasi mekanik. CPAP tidak mampu untuk menopang ventilasi alveolus secara
efektif saat terjadi apnea, oleh karena itu, harus ada usaha pernafasan agar
efektivitasnya tercapai (4).
CPAP meniru refleks fisiologis alami dari merintih, yang sering diperlihatkan
pada bayi dengan daya mengembang paru yang rendah dan FRC yang rendah.
Merintih merupakan fenomena pengereman ekspirasi yang dinamis yang
12
dihasilkan dari adduksi pita suara dan kontraksi diafragma, yang mana membatasi
pernafasan saat ekspirasi serta menjaga tekanan transpulmoner dan FRC di atas
tekanan tertutup kritis paru (4).
CPAP terdiri dari 4 komponen intermediet, yaitu pemanas/pelembab udara,
nasal interface, sirkuit pasien, dan peralatan penghasil tekanan. CPAP juga
menyediakan cara untuk memonitoring dan membatasi tekanan udara. Nasal
interface merupakan suatu alat yang menghubungkan sirkuit CPAP dengan
saluran nasal neonatus. Pengiriman CPAP dapat menggunakan nasal prong, bi-
nasal paringeal tubes, endo trakeal tubes (ETTs), naso-endo trakeal tubes (naso-
ETTs), pressurized platic bags, head box enclosures dan tight-fitting face masks
(13). Nasal CPAP dengan nasal prong merupakan jalur paling efisien untuk
mengirimkan tekanan positif ke alveoli (14). Karena tingginya kadar aliran udara
yang dihasilkan oleh sistem ini, sebuah pelembab udara harus ditambahkan untuk
memberikan udara yang 100% tersaturasi pada temperatur 37oC. Pelembab udara
merupakan komponen yang wajib dimiliki suatu sistem CPAP untuk mencegah
terjadinya komplikasi akibat CPAP. Pelembab udara yang tidak cukup kuat dapat
mengakibatkan obstruksi pernafasan, pneumothorax, dan trauma epitel sistem
respirasi. Secara normal, traktus respirasi atas dan isi nasal memainkan peranan
penting dalam melembabkan udara yang diinpirasi. Udara diinspirasi sebagai gas
yang kering, dan dingin, dan diekspirasi sebagai gas hangat dan lembab. Dengan
demikian, hidung, faring dan trakea memulihkan kehangatan dan kelembaban saat
terjadinya proses fisiologis pernafasan sehingga komplikasi dapat dihindari (4,13).
13
Sebuah kabel pemanas diulir melalui saluran inspirasi untuk mencegah
kebocoran atau kondensasi yang dapat terjadi saat udara hangat yang mengandung
air mengalami pendinginan saat bersentuhan dengan udara ruangan yang dingin
setelah melalui pelembab udara. Apabila kehangatan udara berkurang,
kemampuannya untuk mengandung air akan berkurang. Hal ini dapat
mengakibatkan pengeringan mukosa paru akibat terisapnya air yang terkandung di
mukosa paru oleh udara kering yang diinspirasi. Diperlukan suatu sirkit yang
berfungsi untuk mengalirkan udara secara terus-menerus dan merasakan apakah
suhu udara yang dikirimkan oleh CPAP cukup lembab atau tidak. Terdapat dua
macam sirkit yang biasa digunakan dalam sistem CPAP, yaitu sirkit ko-aksial dan
sirkit dua cabang (4,13).
Sebuah alat digunakan untuk menghasilkan tekanan positif pada sirkuit yaitu
dengan memasukkan pipa ekspirasi bagian distal dalam larutan asam asetat 0,25%
sampai katup CPAP. Secara normal, tekanan PEEP fisiologis adalah 2-3 cmH2O.
CPAP 5-8 cmH2O memerlukan lebih banyak alveoli untuk pertukaran gas
sehingga dapat meningkatkan FRC. CPAP dengan 6-8 cmH2O sebagai awalan
pada bayi preterm dengan sindrom gawat nafas merupakan titik awal yang baik.
Akan tetapi tekanan CPAP yang diperlukan oleh bayi bervariasi tergantung klinis
masing-masing. Aliran udara 5-10 liter per menit akan memberikan tekanan yang
adekuat dan mencegah terisap kembali karbondioksida. Sistem pengiriman udara
pada CPAP tergantung dari masing-masing jenis CPAP (15).
14
3.3. Jenis CPAP
CPAP dapat dihasilkan melalui berbagai macam alat termasuk infant
ventilator, bubble CPAP apparatus, dan infant flow driver. Setiap sistem mungkin
berbeda dari satu institusi dengan institusi lainnya (3).
1) Bubble CPAP
Bubble CPAP merupakan sebuah CPAP aliran tetap. CPAP dihasilkan
dengan cara merendam komponen tub ekspirasi atau sirkit ekspirasi CPAP di
bawah air untuk membuat tekanan dan osilasi serta mendapatkan kadar PEEP
yang diinginkan. Kadar CPAP ditentukan oleh sejumlah sentimeter dibawah air
dari permukaan, misalnya 6 cm dibawah permukaan air, berarti 6 cm H2O.
Konfirmasi dari pengiriman O2 diperesentasikan oleh adanya gelembung yang
aktif bekerja di bak air. Kemudian udara akan mengalir dan menempel atau
melekat di suatu sistem pelembab O2 untuk selanjutnya dikirimkan ke dalam tub
inspirasi. Bubble CPAP jarang memerlukan tekanan udara lebih dari 8 lpm.
Kebutuhan kadar tekanan bubble dipelihatkan pada tabel berikut (3, 15).
Flow Probe setting (cmH2O)
L/min
3 4 5 6 7 8 9 10
4 3.1 4.1 5.1 6.1 7.1 8.1 9.1 10
5 3.2 4.2 5.3 6.3 7.3 8.3 9.2 10.1
6 3.4 4.4 5.4 6.4 7.4 8.4 9.3 10.2
7 3.6 4.6 5.6 6.6 7.6 8.5 9.5 10.4
8 3.8 4.8 5.8 6.8 7.8 8.7 9.6 10.5
9 4 5 6 7 7.9 8.9 9.8 10.6
10 4.3 5.3 6.2 7.2 8.1 9 9.9 10.8
11 4.6 5.6 6.5 7.4 8.4 9.2 10.1 10.9
12 4.9 5.8 6.8 7.7 8.5 9.4 10.2 11.1
15
13 5.2 6.1 7 7.9 8.8 9.6 10.4 11.3
14 5.5 6.4 7.3 8.2 9 9.8 10.6 11.4
15 5.8 6.7 7.5 8.4 9.2 10 10.8 11.6
Gambar 2.4. kebutuhan tekanan CPAP (15).
Tidak adanya gelembung merupakan suatu peringatan bahwa terdapat
kebocoran udara dalam suatu sistem CPAP (4).
Gambar 4.3. Bubble CPAP (15)
2). Infant ventilator
CPAP jenis ini juga termasuk CPAP aliran tetap. CPAP melalui ventilator
infant dihasilkan melalui tub ekpirasi dan tak ada tekanan osilasi. Jika tekanan
turun terlalu rendah, ventilator akan berbunyi. Udara akan mengalir melewati
sistem pelembab udara (3,15).
16
Gambar 2.5. infant ventilator (15)
3) Infant flow driver.
Infant flow driver merupakan CPAP yang lebih efektif dibandingkan CPAP
ventilator. CPAP ini menyediakan berbagai macam aliran yang memiliki
generator tekanan nasal yang terintegrasi dan tekanan dipengaruhi oleh aliran
udara. Gas dikirimkan sebagai respon terhadap usaha respirasi neonatus.
Kebutuhan tekanan udara diperlihatkan pada tabel berikut (15).
Gambar 2.6. Kebutuhan tekanan pada CPAP pada infant flow drivers (15).
17
3.4. Manfaat CPAP pada distress pernafasan
Distres pernafasan atau respiratory distress syndrom (RDS) sering terjadi
pada neonatus preterm dengan usia kehamilan <32 minggu (16). RDS biasanya
terjadi akibat kurangnya produksi surfaktan karena paru belum matang (2). Pada
neonatus preterm, diperlukan FRC yang optimal untuk mendukung pertukaran gas
di alveolus (17). Dalam usaha memperbaiki FRC dan mencegah terjadinya kolaps
paru akibat surfaktan yang rendah, dapat digunakan CPAP. Beberapa efek
fisiologis dari CPAP antara lain mencegah kolaps alveoli, mencegah ateletaksis,
mendapatkan volume yang lebih baik dengan meningkatkan FRC, memberikan
kesesuaian perfusi ventilasi yang lebih baik dengan menurunkan pirau
intrapulmoner, mempertahankan surfaktan, mempertahankan jalan nafas dan
meningkatkan diameternya, mempertahankan diafragma, dan meningkatkan
kesesuaian nafas (11). CPAP juga menurunkan angka reintubasi pada neonatus
yang telah diekstubasi dari ventilasi mekanik serta mengurangi insidensi penyakit
paru kronik (displasia bronkopulmonal) (18).
3.5. Kriteria memulai CPAP
Semua bayi cukup bulan atau kurang bulan yang menunjukkan salah satu
gejala berikut ini harus dipertimbangkan menggunakan CPAP, yaitu a). frekuensi
nafas >60x/menit; b) merintih derajat sedang sampai parah; c) retraksi nafas; d)
saturasi oksigen <93% (preduktal); e) kebutuhan preduktal >60%, sering
mengalami apne. Untuk bayi <1500 gram dan jika ventilator tidak ada, gunakan
CPAP sampai tersedia ventilator. Komplikasi penggunaan CPAP antara lain
pneumothorak, distensi abdomen, trauma nasal, dan kegagalan CPAP (11,15).
18
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
CPAP merupakan suatu alat yang bekerja dengan cara memberikan tekanan
positif terus-menerus ke dalam paru. CPAP digunakan pada kondisi dimana paru
tidak mampu melakukan pernafasan secara efektif pada bayi baru lahir. CPAP
terdiri dari empat komponen penting agar dapat bekerja secara efektif, yaitu
sirkuit, nasal interface, pelembab udara, dan alat penghasil tekanan. Efek
fisiologis yang ditimbulkan oleh CPAP dan manfaatnya terhadap distres
pernafasan secara umum adalah mencegah kolapsnya alveoli dan meningkatkan
kapasitas residu fungsional (FRC) serta memperbaiki difusi udara pada alveoli.
Ada 3 jenis CPAP dimana masing-masing memiliki mekanisme tersendiri
dalam menjalankan sistemnya, yaitu bubble CPAP, ventilator CPAP, dan infant-
flow drivers. Kebutuhan tekanan berbeda-beda untuk setiap jenis CPAP.
Komplikasi CPAP itu sendiri antara lain pneumothoraks, distensi abdomen, dan
trauma nasal.
4.2. Saran
Sebaiknya, setiap instalasi kesehatan mampu menyediakan fasilitas resusitasi
terhadap neonatus seperti CPAP baik itu di kota besar maupun instalasi kesehatan
di daerah perifer karena perannya yang sangat penting dalam manajemen neonatus
yang lahir dengan gawat nafas sehingga dapat mengurangi angka kematian
neonatus yang diakibatkan oleh distres pernafasan.
19
Recommended