EVALUASI RANAH AFEKTIF

Preview:

DESCRIPTION

EVALUASI RANAH AFEKTIF. Oleh : Shodiq Abdullah. PENGANTAR. Pembelajaran ( di sekolah ) umumnya lebih menekankan pada ranah kognitif . Afektif lebih sering sebagai kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) . Keduanya bisa saling mempengaruhi . - PowerPoint PPT Presentation

Citation preview

EVALUASI RANAH AFEKTIF

Oleh:Shodiq Abdullah

PENGANTAR• Pembelajaran (di sekolah) umumnya

lebih menekankan pada ranah kognitif.

• Afektif lebih sering sebagai kurikulum tersembunyi (hidden curriculum).

• Keduanya bisa saling mempengaruhi.• Evaluasi afektif (sebagai input

ataupun output) sangat diperlukan, terutama untuk pengembangan strategi pembelajaran.

HAKEKAT AFEKTIF• Cara merasakan atau mengekspresikan

emosi terhadap suatu obyek, yang menunjukkan penerimaan atau penolakan subyek yang terkait obyek tersebut.

• Emosi tersebut dapat berupa minat, sikap, apresiasi, nilai, dan emosi, baik yang terkait dengan obyek keagamaan maupun pendidikan agama.

MENGAPA AFEKTIF TERABAIKAN

• Persepsi bahwa tugas sekolah pada kognitif, sedang afektif menjadi tugas keluarga dan lembaga keagamaan.

• Adanya persepsi bahwa afektif merupakan urusan pribadi.

• Kesulitan melakukan evaluasi hasil belajar afektif.

Kompetensi Afektif harus dinyatakan secara Behavioral

• Identifikasi tujuan afektif secara umum (konstruk).

• Persempit konstruk menjadi komponen-komponen.

• Deskripsikan komponen dalam bentuk kata kerja tindakan.

• Kembangkan butir yang menunjukkan bukti adanya atau tidak-adanya konstruk.

Taxonomi Tujuan Afektif:

• Afektif merupakan kontinum yang bersifat hirarkhis, yang menunjukkan tingkatan internalisasi (dari sekedar kesadaran sampai pada kontrol perilaku).

Tingkatan Afektif (1):

1.Penerimaan/receiving: kepekaan thdp adanya fenomena dan stimulus tertentu shg menunjukkan kesediaan utk menerimanya (kesadaran, kesediaan menerima, memilih perhatian).

2.Penaggapan/responding: perilaku yg menunjukkan kehadiran secara aktif, melakukan sesuatu yg terkait dgn fenomena (persetujuan utk menanggapi, kesediaan menanggapi, kepuasan menanggapi).

Tingkatan Afektif (2):

3. Penghargaan/valuing: perasaan memiliki nilai dan menunjukkan konsistensi dalam perilaku yang terkait dengan fenomena tertentu (penerimaan nilai, kesukaan pada suatu nilai, komitmen).

4. Organisasi: konseptualisasi nilai dan penggunaan konsep tersebut untuk menentukan hubungan antar nilai (konseptualisasi nilai, organisasi sitem nilai).

Tingkatan Afektif (3):

5. Karakterisasi: organisasi nilai, keyakinan, dan gagasan ke dalam sistem yang konsisiten secara internal (membentuk karakter, ciri khas, kepribadian).

Problem dlm Evaluasi Afektif:

• Kesenjangan kepercayaan: kekaburan respon tertentu untuk hanya mencerminkan afek tertentu.

• Perubahan sikap secara superfisial.

• Ketidakstabilan sikap anak.

Metode Evaluasi Hasil Belajar Afektif (1):• Observasi langsung thd perilaku anak (dg

menggunakan skala penilaian, checklist).• Unobstrusif: observasi tidak langsung pada

perilaku, tetapi sesuatu yg dapat menunjukkan perilaku tertentu (mis. catatan daftar hadir, daftar kunjungan perpus, hasil kerja anak, tempat duduk).

Metode Evaluasi Hasil Belajar Afektif (2):

• Wawancara: bentuk terstruktur/ tidak terstruktur.

• Pertanyaan terbuka.• Angket tertutup: rangking,

skala.

STRATEGI MENGUKUR AFEKSI

• Afek merupakan kinerja tipikal, bukan merupakan suatu akhir dari upaya siswa (tidak benar-salah) atau bukan kinerja maksimal.

• Pendekatan mendasar untuk mengukur afektif adalah menggunakan petunjuk yang terpercaya tentang kecenderungan disposisi yang serupa dengan stimulus di masa depan.

Langkah Pengembangan Instrumen Afektif:

• Kenali gambaran orang yang memiliki atribut afektif yg hendak diukur.

• Kenali gambaran orang yang tidak memiliki atribut tersebut.

• Bangkitkan situasi yg potensial utk menunjukkan perilaku yg beda.

• Pilih situasi yang secara praktis & valid yg dpt memberi petunjuk adanya atribut tsb.

Penggunaan triangulasipenggunaan beberapa strategi/instrumen untuk mengukur afeksi yang sama hasil lebih meyakinkan dari pada hanya tunggal.

Karena bersifat ilusif, validitas instrumen afektif sering menggunakan kriteria sebagai buktinyakriteria apa yang dapat memberi petunjuk tentang adanya afeksi tersebut.

Laporan diri yang rendah inferensiterjadi bila kriteria yang dijadikan referensi afeksi merupakan sesuatu yang seharusnya/yang diharapkan mengarah pada afeksi tertentu (mis. harapan sosial).

Laporan diri yang tinggi inferensiterjadi bila kriteria tidak mudah dikenali sebagai sesuatu yang seharusnya/ diharapkan karena adanya inferensi yang melompat (tidak langsung terkait dengan sesuatu yang seharusnya).

Teknik Likert:• Mengungkap persetujuan responden

terhadap suatu pernyataan tentang afeksi tertentu

• Bersifat monoton: bentuk yang sama (pernyataan diikuti pilihan yang menunjukkan tingkat persetujuan yang berbeda).

• Monodimensi: mengukur dimensi afek yang tunggal.

Observasi Perilaku:

• Obyek: perilaku yang dapat memberi petunjuk tentang afeksi tertentu.

• Sedapat mungkin diusahakan subyek tidak merasa diamati/ seting alami.

• Menggunakan alat bantu: alat perekam (visual/audio).

Produk Siswa:

• Produk siswa sebagai indikator perilaku.

• Karya-karya tertentu yang dibuat oleh siswa dapat memberi petunjuk tentang afeksi siswa (buku harian, pekerjaan tangan).

SEKIAN,Semoga bermanfaat,

Amin.

Recommended