View
435
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
paper
Citation preview
Latar Belakang Masalah
Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur
sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas.
Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya
dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan negara maju. Dalam kamus, kata “Miskin”
mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan).
Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh
adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi seseorang dalam
memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada di masyarakat. Faktor-faktor penghambat
tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal datang dari dalam
diri si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya. Teori
“kemiskinan budaya” (cultural poverty) yang dikemukakan Oscar Lewis, misalnya, menyatakan
bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut
oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja.
dalam konteks ke-Indonesiaan, Kemiskinan kultural merupakan buah dari kemiskinan
struktural, masyarakat terbentuk menjadi fatalis, semakin pasrah, menganggap miskin sebagai
nasib dan garis hidup, selain juga sering diperkual dalam mimbar-mimbar agama, mengenai
pemahaman keliru mengenai takdir untuk selalu bersabar dan bersyukur, sebagaimana ajaran
faham jabariyah, agar masyarakat tetap bersabar menerima ‘takdir’ yang ada.
Jika dilihat dari argumentasi diatas mayoritas kemiskinan yang hadir saat ini merupakan
dominasi kemiskinan struktural, tidak ada proses transformasi kelas dimana buruh tani tetaplah
menjadi buruh tani, begitu pula nelayan, pemulung, dan lain-lain. Jikapun ada program
penanggulangan kemiskinan sifatnya residual, proyek, insidental, tidak berkelanjutan dan tidak
mengena pada substansi atau menyentuh akar dari kemiskinan.
Kemiskinan budaya ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Karena, kemiskina budaya ini
merupakan kunci untuk menyelesaikan kemiskinan-kemiskinan lainnya. Budaya adalah pikiran,
akal budi. Dari pikiran dan akal budi, manusia kemudian bertindak. Tindakannya itulah yang
akan menggiring manusia kepada hasil. Sehingga, jika saat ini kemiskinan melanda kehidupan
masyarakat, hal itu merupakan akibat dari tindakan masyarakat itu sendiri. Dan tindakan
masyarakat itu bersumber dari pola pikir yang berkembang di masyarakat.
Rumusan Masalah
1. Apa penyebab terjadinya Kemiskinan Budaya/Kultural ?2. Solusi apa yang dapay digunakan untuk menangani Kemiskinan Budaya/Kultural ?3. Apa hambatan yang ditemui dalam penanganan kasus Kemiskinan
Budaya/Kultural ?
I. Penyebab Kemiskinan Budaya/Kultural
Pertama-tama perlu ditegaskan sekali lagi, bahwa yang dimaksudkan dengan kemiskinan
budaya di sini adalah kemiskinan filosofi, pandangan budaya seseorang atau kebiasaan hidup.
Bukan dalam artian bahwa masyarakat miskin kebudayaan dan khazanah kebudayaan.
Yang disebut kemiskinan kultural, adalah budaya yang membuat orang miskin, yang
dalam antropologi disebut Koentjaraningrat dengan mentalitas atau kebudayan kemiskinan
sebagai adanya budaya miskin. Seperti, masyarakat yang pasrah dengan keadaannya dan
menganggap bahwa mereka miskin karena turunan, atau karena dulu orang tuanya atau nenek
moyangnya juga miskin, sehingga usahanya untuk maju menjadi kurang. Semakin banyak
program-program yang bergerak dalam penanggulangan kemiskinan, namun makin banyak pula
jumlah orang miskin Karena mereka memiliki pandangan seperti demikian.
Berbicara tentang kemiskinan kultural, aspek sosial budaya dapat membuat orang
menjadi miskin. Seperti contoh pada studi kasus di beberapa daerah, dimana masyarakat daerah
tersebut sangat patuh terhadap budaya leluhurnya dan pada pemuka adat, sehingga sering kali
biaya yang dikeluarkan untuk upacara adat lebih besar daripada pendapatan yang diperoleh
masyarakat setempat. Ada pula budaya masyrakat yang menganggap pendidikan itu tidak
penting , oleh karena itu mereka terus berada dalam kebodohan yang mengakibatkan
ketidakmampuan bersaing dan ketidak cakaa bekerja untuk upaya mengentaskan kemiskinan
yang melanda mereka.
Secara kultural, kemiskinan juga disebabkan pandangan dunia yang keliru, yang
dipengaruhi pemahaman nilai-nilai agama yang sempit, pasif dan fatalistik. Pandangan ini
membuat masyarakat menjadi tertutup dan menolak akan terjadinya perkembangan pada dunia
luar sehingga membuat mereka semakin tertinggal, bersifat apatis dan semakin miskin.
Rasa malas dan sikap ketergantungan pada orang lain ataupun pemerintah menjadi
pemicu semakin suburnya masyarakat miskin secara kultural. Mereka enggan untuk bekerja
keras untuk merubah nasibnya karena mereka merasa sudah ditakdirkan untuk menjadi miskin.
Pola demikian semakin diperkuat dengan rasa ketergantungan mereka terhadap orang lain atau
pemerintah yang hanya memberikan bantuan , tidak memberdayakan mereka agar dapat
“mentas” dari kubangan kemiskinan.
Lebih lanjut kemiskinan dalam pandangan kultural (budaya), disebabkan rendahnya
kapabilitas masyarakat yang diakibatkan budaya masyarakat tertentu, misalnya rasa malas, tidak
produktif, ketergantungan pada orang lain, dan kebodohan. Adanya budaya gadai menggadai dan
hutang menghutang untuk dapat hidup serta tidak adanya kesetiaan terhadap satu jenis
pekerjaaan. Pola hidup pada masyarakat ketika panen raya, adat istiadat yang konsumtif seperti
berbagai pesta rakyat atau upacara perkawinan, kelahiran dan bahkan kematian yang dibiayai di
luar kemampuan dikarenakan prestise dan keharusan budaya juga turut melanggengkan
kemiskinan di masyarakat.
II. Pemecahan Masalah
Berkaitan dengan upaya penanggulangan masalah kemiskinan diperlukan upaya yang
memadukan berbagai kebijakan dan program pembangunan yang tersebar di berbagai sektor.
Kebijakan pengentasan kemiskinan menurut Gunawan Sumodiningrat (1998) dapat
dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu kebijakan tidak langsung, dan kebijakan yang langsung.
Kebijakan tidak langsung meliputi (1) upaya menciptakan ketentraman dan kestabilan situasi
ekonomi, sosial dan politik; (2) mengendalikan jumlah penduduk; (3) melestarikan lingkungan
hidup dan menyiapkan kelompok masyarakat miskin melalui kegiatan pelatihan. Sedangkan
kebijakan yang langsung mencakup: (1) pengembangan database dalam penentuan kelompok
sasaran ; (2) penyediaan kebutuhan dasar (pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan);
(3) penciptaan kesempatan kerja; (4) program pembangunan wilayah; dan (5) pelayanan
perkreditan.
Berangkat dari rumusan kebijakan di atas, diperlukan strategi yang terukur dan terencana
serta pelaksanaan yang efektif dalam menanggulangi kemiskinan kultural. Hal ini disebabkan
sasaran yang dituju dalam penanganan kemiskinan budaya lebih terkait dengan faktor budaya
masyarakat. Adapun untuk merubah gaya hidup, perilaku ataupun budaya masyarakat tidaklah
mudah dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Budaya yang ada dalam masyarakat
merupakan sesuatu yang telah lama berkembang dan mengalami proses pewarisan antar generasi.
Dikarenakan kemiskinan kultural muncul akibat gaya hidup dan perilaku yang
memiskinkan, maka strategi pengentasannya menggunakan pengembangan pendidikan watak
dan karakter. Pendidikan model ini atau yang lebih dikenal dengan pendidikan karakter bertujuan
untuk memberikan kesadaran kritis tentang kemiskinan itu sendiri sekaligus menumbuhkan nilai-
nilai baru yang bersifat produktif untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Dengan
pendidikan karakter ini diharapkan nantinya akan menumbuhkan nilai-nilainya budaya hemat,
produktif, kerja keras dan semangat pantang menyerah. Pembentukan karakter positif tersebut
dihasilkan melalui internalisasi nilai-nilai positif baik itu melewati jalur formal, informal,
maupun nonformal.
Pengentasan solusi kemiskinan kultural salah satunya dengan meningkatkan keterkaitan
antara sector tradisional dan modern , seperti yang dikemukakan oleh teori dualisme ekonomi.
Teori dualisme ekonomi, mencoba menganalisis ekonomi domestik dan internasional melalui dua
sektor independen. Sektor pertama adalah, sektor modern yang melihat ekonomi melalui
efisiensi produksi serta integrasi ekonomi dalam skala tinggi. Sektor ini kerap dianggap sebagai
sektor progresif. Di samping sektor modern, sektor berikutnya adalah sektor tradisional yang
memiliki karakteristik mode backward dalam pemenuhan produksinya. Teori dualisme melihat
bahwa pembangunan ekonomi dapat dilaksanakan melalui penggabungan serta transformasi
sektor, contohnya dari tradisional menjadi modern. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
memodernisasi struktur ekonomi, sosial, serta politik. Salah satu ciri dari pembangunan ekonomi
ke tahapa yang lebih tinggi adalah dengan adanya integrasi pasar serta institusi global (Gilpin,
1987: 66).
Sektor tradisional dengan karakteristik ‘backward’nya lambat laun akan tergantikan oleh
sektor modern ketika masyarakat mulai terbiasa dengan pasar dari organisasi ekonomi.
Moneterisasi kehidupana ekonomi, kemajuan kota, telekomunikasi, dan transportasi menjadi
penting karena dengan adanya perkembangan ini biaya transaksi ekonomi berkurang serta
mampu memfasilitasi perluasan pasar individu dan integrasi ke dalam interdepensi ekonomi
global. Kompetisi dan mekanisme pasar yang berupaya untuk naik ke tahap yang lebih tinggi
dalam efisiensi produksi serta pemaksimalan keuntungan menjadi faktor yang mendorong
terjadinya evolusi ekonomi (Gilpin, 1987: 67).
Peran pemerintah juga sangat signifikan untuk memecahkan masalah kemiskinan kultural
ini, diantaranya dengan aktif dalam penyuluhan guna penngkatan SDM serta pemberdayaan
masyarakat.
Beberapa langkah konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai upaya untuk percepatan
penanggulangan kemiskinan dan pengurangan pengangguran, dijabarkan dalam berbagai
program yang diharapkan menjadi instrumen utama kegiatan tersebut. Berbagai program yang
dilaksanakan diantaranya :
1. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-MANDIRI) merupakan
ekspansi dan integrasi program-program penanggulangan kemiskinan.
2. Program Keluarga Harapan (PKH), berupa bantuan khusus untuk Pendidikan dan
Kesehatan.
3. Program pemerintah lain yang bertujuan meningkatkan akses masyarakat miskin kepada
sumber permodalan usaha mikro dan kecil, listrik perdesaan, sertifikasi tanah, kredit
mikro, dan lain-lain.
4. Program pemerintah yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat seperti, program
wajib belajar, jaminan kesehatan, bantuan langsung, dan lain lain.
III. Hambatan
Dalam rangka penanggulangan msalah kemiskinan kultural banyak hambatan yang
mungkin akan ditemui , seperti yang sudah dibahas sebelumnya kemiskinan kultural diakibatkan
oleh pola hidup, paradigma ataupun hal-hal yang berasal dari diri individu itu sendiri. Sperti pada
masyarakat yang menganggap dirinya sudah ditakdirkan untuk miskin karena keturunan dari
keluarga miskin sehingga mereka menjadi malas untuk berusaha, berkompetisi untuk
memperbaiki kualitas hidupnya sehingga mereka lebih memilih bersikap apatis dan tergantung
pada orang lain.
Hambatan lainnya ada pada struktur sosial masyarakat, dimana masyrakat yang masih
menjunjung tinggi kebudayaan dan patuh pada pemuka adatnya, akan dengan senang hati dan
sukarela untuk untuk mengeluarkan biaya yang jor-joran hanya untuk mengadakan pesta rakyat
atau upacara-upacara adat.
Dari aspek pemerintah hambatan muncul karena aparatur pemerintah kurang tanggap
dan peduli terhadap masalah tersebut, mereka cenderung mengabaikan factor-faktor kultural
yang mendasari kemiskinan. Seperti contoh mereka hanya memberikan bantuan tanpa
pemberdayaan ataupun sosialisasi untuk pernaikan kualitas SDM. Karena kemiskinan kultural
tidak cukup diselesaikan dengan pemenuhan kebutuhan namun harus dihapuskan juga pola piker
atau filosofi yang melekat pada masyarakat, sehingga mereka dapat memiliki orientasi untuk
berusaha dan bekerja keras.
IV. Rekomendasi
Kemiskinan budaya ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Karena, kemiskina budaya ini
merupakan kunci untuk menyelesaikan kemiskinan-kemiskinan lainnya. Budaya adalah pikiran,
akal budi. Dari pikiran dan akal budi, manusia kemudian bertindak. Tindakannya itulah yang
akan menggiring manusia kepada hasil. Sehingga, jika saat ini kemiskinan melanda kehidupan
masyarakat, hal itu merupakan akibat dari tindakan masyarakat itu sendiri. Dan tindakan
masyarakat itu bersumber dari pola pikir yang berkembang di masyarakat.
Oleh karena itu, menurut penulis agaknya perlu inisiatif baru penanggulangan
kemiskinan yaitu dengan melibatkan aspek pendidikan dan kebudayaan terutama terkait dengan
program pendidikan karakter. Selain itu pendidikan karakter ini juga mengandung arti sebagai
upaya sungguh-sungguh untuk merubah watak dan perilaku masyarakat dalam rangka
pembentukan karakter bangsa (national character building) dapt mealalui pendidikan formal
maupun informal.
Adapun peran pemerintah yang harus lebih aktif falam sosialisasi pada
masyarakat guna untuk meningkatkan kualitas SDM serta perubahan polapikir yang sudah
mengakar, serta lebih menggunakan program-program yang bersifat memberdayakan tidak hanya
melayani atau memebrikan agar masyarakat tidak lagi ketergantungan.
DAFTAR PUSTAKA :
www.Kemiskinan Kultural dan FGD-RK__.html http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1205/17/khazanah/lainnya01.html . http://www.beritabuku2.html.co.id,(Hendri/bambang/rifky/lenggo/syawaldi) Pendekatan Pekerjaan Sosial Dalam Menangani Kemiskinan Di Tanah Air Edi Suharti. http://anggorocahyadi.wordpress.com/2011/03/28/kemiskinan-kultural-dan-alternatif-
penanggulanganya/ http://www.republika.co.id Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan, LP3ES, JakartaHafsah, Mohammad Jafar, 2008
Recommended