11
Latar Belakang Masalah Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan negara maju. Dalam kamus, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan). Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi seseorang dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada di masyarakat. Faktor-faktor penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal datang dari dalam diri si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya. Teori “kemiskinan budaya” (cultural poverty) yang dikemukakan Oscar Lewis, misalnya, menyatakan bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja. dalam konteks ke-Indonesiaan, Kemiskinan kultural merupakan buah dari kemiskinan struktural, masyarakat terbentuk menjadi fatalis, semakin pasrah, menganggap miskin sebagai nasib dan garis hidup, selain juga sering diperkual dalam mimbar-mimbar agama, mengenai pemahaman keliru mengenai takdir untuk selalu

FAKTOR KEMISKINAN BUDAYA.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

paper

Citation preview

Page 1: FAKTOR KEMISKINAN BUDAYA.docx

Latar Belakang Masalah

Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur

sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas.

Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya

dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan negara maju. Dalam kamus, kata “Miskin”

mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan).

Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh

adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi seseorang dalam

memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada di masyarakat. Faktor-faktor penghambat

tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal datang dari dalam

diri si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya. Teori

“kemiskinan budaya” (cultural poverty) yang dikemukakan Oscar Lewis, misalnya, menyatakan

bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut

oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja.

dalam konteks ke-Indonesiaan, Kemiskinan kultural merupakan buah dari kemiskinan

struktural, masyarakat terbentuk menjadi fatalis, semakin pasrah, menganggap miskin sebagai

nasib dan garis hidup, selain juga sering diperkual dalam mimbar-mimbar agama, mengenai

pemahaman keliru mengenai takdir untuk selalu bersabar dan bersyukur, sebagaimana ajaran

faham jabariyah, agar masyarakat tetap bersabar menerima ‘takdir’ yang ada.

Jika dilihat dari argumentasi diatas mayoritas kemiskinan yang hadir saat ini merupakan

dominasi kemiskinan struktural, tidak ada proses transformasi kelas dimana buruh tani tetaplah

menjadi buruh tani, begitu pula nelayan, pemulung, dan lain-lain. Jikapun ada program

penanggulangan kemiskinan sifatnya residual, proyek, insidental, tidak berkelanjutan dan tidak

mengena pada substansi atau menyentuh akar dari kemiskinan.

Kemiskinan budaya ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Karena, kemiskina budaya ini

merupakan kunci untuk menyelesaikan kemiskinan-kemiskinan lainnya. Budaya adalah pikiran,

akal budi. Dari pikiran dan akal budi, manusia kemudian bertindak. Tindakannya itulah yang

akan menggiring manusia kepada hasil. Sehingga, jika saat ini kemiskinan melanda kehidupan

Page 2: FAKTOR KEMISKINAN BUDAYA.docx

masyarakat, hal itu merupakan akibat dari tindakan masyarakat itu sendiri. Dan tindakan

masyarakat itu bersumber dari pola pikir yang berkembang di masyarakat.

Rumusan Masalah

1. Apa penyebab terjadinya Kemiskinan Budaya/Kultural ?2. Solusi apa yang dapay digunakan untuk menangani Kemiskinan Budaya/Kultural ?3. Apa hambatan yang ditemui dalam penanganan kasus Kemiskinan

Budaya/Kultural ?

I. Penyebab Kemiskinan Budaya/Kultural

Pertama-tama perlu ditegaskan sekali lagi, bahwa yang dimaksudkan dengan kemiskinan

budaya di sini adalah kemiskinan filosofi, pandangan budaya seseorang atau kebiasaan hidup.

Bukan dalam artian bahwa masyarakat miskin kebudayaan dan khazanah kebudayaan.

Yang disebut kemiskinan kultural, adalah budaya yang membuat orang miskin, yang

dalam antropologi disebut Koentjaraningrat dengan mentalitas atau kebudayan kemiskinan

sebagai adanya budaya miskin. Seperti, masyarakat yang pasrah dengan keadaannya dan

menganggap bahwa mereka miskin karena turunan, atau karena dulu orang tuanya atau nenek

moyangnya juga miskin, sehingga usahanya untuk maju menjadi kurang. Semakin banyak

program-program yang bergerak dalam penanggulangan kemiskinan, namun makin banyak pula

jumlah orang miskin Karena mereka memiliki pandangan seperti demikian.

Berbicara tentang kemiskinan kultural, aspek sosial budaya dapat membuat orang

menjadi miskin. Seperti contoh pada studi kasus di beberapa daerah, dimana masyarakat daerah

tersebut sangat patuh terhadap budaya leluhurnya dan pada pemuka adat, sehingga sering kali

biaya yang dikeluarkan untuk upacara adat lebih besar daripada pendapatan yang diperoleh

masyarakat setempat. Ada pula budaya masyrakat yang menganggap pendidikan itu tidak

penting , oleh karena itu mereka terus berada dalam kebodohan yang mengakibatkan

ketidakmampuan bersaing dan ketidak cakaa bekerja untuk upaya mengentaskan kemiskinan

yang melanda mereka.

Page 3: FAKTOR KEMISKINAN BUDAYA.docx

Secara kultural, kemiskinan juga disebabkan pandangan dunia yang keliru, yang

dipengaruhi pemahaman nilai-nilai agama yang sempit, pasif dan fatalistik. Pandangan ini

membuat masyarakat menjadi tertutup dan menolak akan terjadinya perkembangan pada dunia

luar sehingga membuat mereka semakin tertinggal, bersifat apatis dan semakin miskin.

Rasa malas dan sikap ketergantungan pada orang lain ataupun pemerintah menjadi

pemicu semakin suburnya masyarakat miskin secara kultural. Mereka enggan untuk bekerja

keras untuk merubah nasibnya karena mereka merasa sudah ditakdirkan untuk menjadi miskin.

Pola demikian semakin diperkuat dengan rasa ketergantungan mereka terhadap orang lain atau

pemerintah yang hanya memberikan bantuan , tidak memberdayakan mereka agar dapat

“mentas” dari kubangan kemiskinan.

Lebih lanjut kemiskinan dalam pandangan kultural (budaya), disebabkan rendahnya

kapabilitas masyarakat yang diakibatkan budaya masyarakat tertentu, misalnya rasa malas, tidak

produktif, ketergantungan pada orang lain, dan kebodohan. Adanya budaya gadai menggadai dan

hutang menghutang untuk dapat hidup serta tidak adanya kesetiaan terhadap satu jenis

pekerjaaan. Pola hidup pada masyarakat ketika panen raya, adat istiadat yang konsumtif seperti

berbagai pesta rakyat atau upacara perkawinan, kelahiran dan bahkan kematian yang dibiayai di

luar kemampuan dikarenakan prestise dan keharusan budaya juga turut melanggengkan

kemiskinan di masyarakat.

II. Pemecahan Masalah

Berkaitan dengan upaya penanggulangan masalah kemiskinan diperlukan upaya yang

memadukan berbagai kebijakan dan program pembangunan yang tersebar di berbagai sektor.

Kebijakan pengentasan kemiskinan menurut Gunawan Sumodiningrat (1998) dapat

dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu kebijakan tidak langsung, dan kebijakan yang langsung.

Kebijakan tidak langsung meliputi (1) upaya menciptakan ketentraman dan kestabilan situasi

ekonomi, sosial dan politik; (2) mengendalikan jumlah penduduk; (3) melestarikan lingkungan

hidup dan menyiapkan kelompok masyarakat miskin melalui kegiatan pelatihan. Sedangkan

kebijakan yang langsung mencakup: (1) pengembangan database dalam penentuan kelompok

Page 4: FAKTOR KEMISKINAN BUDAYA.docx

sasaran ; (2) penyediaan kebutuhan dasar (pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan);

(3) penciptaan kesempatan kerja; (4) program pembangunan wilayah; dan (5) pelayanan

perkreditan.

Berangkat dari rumusan kebijakan di atas, diperlukan strategi yang terukur dan terencana

serta pelaksanaan yang efektif dalam menanggulangi kemiskinan kultural. Hal ini disebabkan

sasaran yang dituju dalam penanganan kemiskinan budaya lebih terkait dengan faktor budaya

masyarakat. Adapun untuk merubah gaya hidup, perilaku ataupun budaya masyarakat tidaklah

mudah dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Budaya yang ada dalam masyarakat

merupakan sesuatu yang telah lama berkembang dan mengalami proses pewarisan antar generasi.

Dikarenakan kemiskinan kultural muncul akibat gaya hidup dan  perilaku  yang

memiskinkan, maka strategi pengentasannya menggunakan pengembangan pendidikan watak

dan karakter. Pendidikan model ini atau yang lebih dikenal dengan pendidikan karakter bertujuan

untuk memberikan kesadaran kritis tentang kemiskinan itu sendiri sekaligus menumbuhkan nilai-

nilai baru yang bersifat produktif untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Dengan

pendidikan karakter ini diharapkan nantinya akan menumbuhkan nilai-nilainya budaya hemat,

produktif, kerja keras dan semangat pantang menyerah. Pembentukan karakter positif tersebut

dihasilkan melalui internalisasi nilai-nilai positif baik itu melewati jalur formal, informal,

maupun nonformal.

Pengentasan solusi kemiskinan kultural salah satunya dengan meningkatkan keterkaitan

antara sector tradisional dan modern , seperti yang dikemukakan oleh teori dualisme ekonomi.

Teori dualisme ekonomi, mencoba menganalisis ekonomi domestik dan internasional melalui dua

sektor independen. Sektor pertama adalah, sektor modern yang melihat ekonomi melalui

efisiensi produksi serta integrasi ekonomi dalam skala tinggi. Sektor ini kerap dianggap sebagai

sektor progresif. Di samping sektor modern, sektor berikutnya adalah sektor tradisional yang

memiliki karakteristik mode backward  dalam pemenuhan produksinya. Teori dualisme melihat

bahwa pembangunan ekonomi dapat dilaksanakan melalui penggabungan serta transformasi

sektor, contohnya dari tradisional menjadi modern. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara

memodernisasi struktur ekonomi, sosial, serta politik. Salah satu ciri dari pembangunan ekonomi

Page 5: FAKTOR KEMISKINAN BUDAYA.docx

ke tahapa yang lebih tinggi adalah dengan adanya integrasi pasar serta institusi global (Gilpin,

1987: 66).

Sektor tradisional dengan karakteristik ‘backward’nya lambat laun akan tergantikan oleh

sektor modern ketika masyarakat mulai terbiasa dengan pasar dari organisasi ekonomi.

Moneterisasi kehidupana ekonomi, kemajuan kota, telekomunikasi, dan transportasi menjadi

penting karena dengan adanya perkembangan ini biaya transaksi ekonomi berkurang serta

mampu memfasilitasi perluasan pasar individu dan integrasi ke dalam interdepensi ekonomi

global. Kompetisi dan mekanisme pasar yang berupaya untuk naik ke tahap yang lebih tinggi

dalam efisiensi produksi serta pemaksimalan keuntungan menjadi faktor yang mendorong

terjadinya evolusi ekonomi (Gilpin, 1987: 67).

Peran pemerintah juga sangat signifikan untuk memecahkan masalah kemiskinan kultural

ini, diantaranya dengan aktif dalam penyuluhan guna penngkatan SDM serta pemberdayaan

masyarakat.

Beberapa langkah konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai upaya untuk percepatan

penanggulangan kemiskinan dan pengurangan pengangguran, dijabarkan dalam berbagai

program yang diharapkan menjadi instrumen utama kegiatan tersebut. Berbagai program yang

dilaksanakan diantaranya :

1. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-MANDIRI) merupakan

ekspansi dan integrasi program-program penanggulangan kemiskinan.

2. Program Keluarga Harapan (PKH), berupa bantuan khusus untuk Pendidikan dan

Kesehatan.

3. Program pemerintah lain yang bertujuan meningkatkan akses masyarakat miskin kepada

sumber permodalan usaha mikro dan kecil, listrik perdesaan, sertifikasi tanah, kredit

mikro, dan lain-lain.

4. Program pemerintah yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat seperti, program

wajib belajar, jaminan kesehatan, bantuan langsung, dan lain lain.

Page 6: FAKTOR KEMISKINAN BUDAYA.docx

III. Hambatan

Dalam rangka penanggulangan msalah kemiskinan kultural banyak hambatan yang

mungkin akan ditemui , seperti yang sudah dibahas sebelumnya kemiskinan kultural diakibatkan

oleh pola hidup, paradigma ataupun hal-hal yang berasal dari diri individu itu sendiri. Sperti pada

masyarakat yang menganggap dirinya sudah ditakdirkan untuk miskin karena keturunan dari

keluarga miskin sehingga mereka menjadi malas untuk berusaha, berkompetisi untuk

memperbaiki kualitas hidupnya sehingga mereka lebih memilih bersikap apatis dan tergantung

pada orang lain.

Hambatan lainnya ada pada struktur sosial masyarakat, dimana masyrakat yang masih

menjunjung tinggi kebudayaan dan patuh pada pemuka adatnya, akan dengan senang hati dan

sukarela untuk untuk mengeluarkan biaya yang jor-joran hanya untuk mengadakan pesta rakyat

atau upacara-upacara adat.

Dari aspek pemerintah hambatan muncul karena aparatur pemerintah kurang tanggap

dan peduli terhadap masalah tersebut, mereka cenderung mengabaikan factor-faktor kultural

yang mendasari kemiskinan. Seperti contoh mereka hanya memberikan bantuan tanpa

pemberdayaan ataupun sosialisasi untuk pernaikan kualitas SDM. Karena kemiskinan kultural

tidak cukup diselesaikan dengan pemenuhan kebutuhan namun harus dihapuskan juga pola piker

atau filosofi yang melekat pada masyarakat, sehingga mereka dapat memiliki orientasi untuk

berusaha dan bekerja keras.

IV. Rekomendasi

Kemiskinan budaya ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Karena, kemiskina budaya ini

merupakan kunci untuk menyelesaikan kemiskinan-kemiskinan lainnya. Budaya adalah pikiran,

akal budi. Dari pikiran dan akal budi, manusia kemudian bertindak. Tindakannya itulah yang

akan menggiring manusia kepada hasil. Sehingga, jika saat ini kemiskinan melanda kehidupan

masyarakat, hal itu merupakan akibat dari tindakan masyarakat itu sendiri. Dan tindakan

masyarakat itu bersumber dari pola pikir yang berkembang di masyarakat.

Page 7: FAKTOR KEMISKINAN BUDAYA.docx

Oleh karena itu, menurut penulis agaknya perlu inisiatif baru penanggulangan

kemiskinan yaitu dengan melibatkan aspek pendidikan dan kebudayaan terutama terkait dengan

program pendidikan karakter. Selain itu pendidikan karakter ini juga mengandung arti sebagai

upaya sungguh-sungguh untuk merubah watak dan perilaku masyarakat dalam rangka

pembentukan karakter bangsa (national character building) dapt mealalui pendidikan formal

maupun informal.

Adapun peran pemerintah yang harus lebih aktif falam sosialisasi pada

masyarakat guna untuk meningkatkan kualitas SDM serta perubahan polapikir yang sudah

mengakar, serta lebih menggunakan program-program yang bersifat memberdayakan tidak hanya

melayani atau memebrikan agar masyarakat tidak lagi ketergantungan.

Page 8: FAKTOR KEMISKINAN BUDAYA.docx

DAFTAR PUSTAKA :

www.Kemiskinan Kultural dan FGD-RK__.html http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1205/17/khazanah/lainnya01.html . http://www.beritabuku2.html.co.id,(Hendri/bambang/rifky/lenggo/syawaldi) Pendekatan Pekerjaan Sosial Dalam Menangani Kemiskinan Di Tanah Air Edi Suharti. http://anggorocahyadi.wordpress.com/2011/03/28/kemiskinan-kultural-dan-alternatif-

penanggulanganya/ http://www.republika.co.id Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan, LP3ES, JakartaHafsah, Mohammad Jafar, 2008