View
12
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
GAMBARAN KEPUASAN PESERTA BPJS KESEHATAN TERHADAP
PELAYANAN KESEHATAN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT
PALANG MERAH INDONESIA BOGOR TAHUN 2014
1Rahmi Wahyuni,
2Atik Nurwahyuni
1. Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia, Depok, 16426, Indonesia
2. Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia, Depok, 16426, Indonesia
Email: rahmi.inspirer@gmail.coom
Abstrak
Penelitian ini membahas gambaran serta hubungan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan status
kepesertaan dengan kepuasan pasien peserta BPJS Kesehatan terhadap pelayanan kesehatan rawat jalan Rumah
Sakit Palang Merah Indonesia Bogor. Rancangan penelitian adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan
potong lintang. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner dan analisis data dilakukan dengan
menggunakan analisis univariat dan bivariat uji Chi-Square. Hasil penelitian menggambarkan kepuasan pasien
sebesar 93,9% dan menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara umur, pekerjaan, dan status
kepesertaan, dengan kepuasan pasien.
Description of BPJS Kesehatan Patient Satisfaction in Outpatient Healthcare of
Palang Merah Indonesia Hospital Bogor 2014
Abstract
The focus of this study is descibe and discusses an overview as well as the relationship of age, sex, education,
employment, and membership status with BPJS Kesehatan patient satisfaction to outpatient healthcare of Palang
Merah Indonesia Hospital Bogor. The study design is descriptive quantitative with cross sectional approach.
Data was collected by questionaires, they were analyzed by univariate and bivariate Chi-Square test. The result
of this research shows that 93,9% of the patient are satisfied with hospital service. Beside, there is a significant
realtionship between age, employment, and membership status, with patient satisfaction.
Key words:
Patient satisfction; BPJS Kesehatan; patient characteristics
Pendahuluan
Dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28H ayat 1 dinyatakan bahwa setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dari pasal ini kita tahu
bahwa negara memiliki tanggung jawab terhadap kesehatan warga negaranya. Pemerintah
sudah membuat sebuah kebijakan tentang jaminan kesehatan yang merupakan komponen dari
sub sistem pendanaan kesehatan, sebagai langkah untuk menjalankan amanat undang-undang
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
dasar dalam menjamin kesehatan setiap warga negara. Jaminan kesehatan tersebut
dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN), bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan
prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat 1 UU
SJSN. Pada tahun 2011, aturan lebih lanjut tentang pelaksanaan jaminan kesehatan
dikeluarkan dengan dilahirkannya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Pasal 60 ayat (1) UU BPJS ini mengamanatkan
penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tepat pada tanggal 1 Januari 2014.
BPJS Kesehatan sendiri adalah transformasi dari PT. Askes.
Keberadaan BPJS Kesehatan diharapkan mampu mencapai target universal coverage
pada tahun 2019 (www.bpjs-kesehatan.go.id, 29 September 2014). Paling lambat 1 Januari
2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh
manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Untuk menunjang terwujudnya
jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk (universal coverage) serta terwujudnya lingkungan
dan perilaku sehat, maka penyelenggaraannya dilakukan dengan penunjukan fasilitas
penyelenggara pelayanan kesehatan.
Satu tahun berjalannya program jaminan kesehatan nasional, keberlangsungan BPJS
Kesehatan mengalami pro-kontra di tengah-tengah masyarakat. Hal ini berhubungan dengan
kepuasan yang dirasakan langsung oleh masyarakat yang menggunakan kartu BPJS
Kesehatan terhadap pelayanan yang mereka terima, baik di kantor BPJS Kesehatan, fasilitas
kesehatan tingkat pertama, atau pun fasilitas kesehatan lanjutan. Banyak manfaat, namun juga
ada keluhannya. Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan, Fajriadinur, menyebutkan bahwa BPJS
mendapatkan 86 persen kepuasan dari masyarakat (www.republika.co.id, 8 Januari 2014),
hasil ini melebihi target kepuasan yang hendak dicapai BPJS Kesehatan, yaitu 75%.
Sementara hasil survei kepuasan peserta BPJS Kesehatan yang dilakukan oleh lembaga riset
Myriad Research Committed pada penghujung tahun 2014 mendapatkan hasil kepuasan
peserta secara nasional mencapai 81%, dengan tingkat kepuasan berobat ke Puskesmas 80%,
klinik 80%, dan RS Swasta mencapai 83% (www.hukumonline.com, 18 Januari 2015).
Namun permasalahan BPJS juga dialami masyarakat, dimulai dari sosialisasi BPJS yang
masih kurang, antrian yang lama pada proses pengurusan kartu BPJS di kantor BPJS
Kesehatan, proses rujukan yang berbelit-belit, bahkan penolakan pasien oleh rumah sakit
karena sudah kepenuhan pasien (www.jawapos.com, 15 Desember 2014).
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
Pengukuran kepuasan dilakukan sebagai upaya untuk menjamin kualitas mutu
pelayanan kesehatan yang sudah diberikan selama satu tahun berjalannya program JKN, baik
oleh BPJS Kesehatan sebagai penyelenggaranya ataupun fasilitas kesehatan sebagai
penyelenggara pelayanan kesehatan.
Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (RS PMI) Bogor merupakan salah satu rumah
sakit swasta di Bogor sebagai fasilitas kesehatan lanjutan, bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan Kantor Cabang Bogor. Pada bulan Mei 2014, RS PMI Bogor menjadi 1 dari 12
rumah sakit swasta terpilih dari 12 wilayah Divisi Regional BPJS Kesehatan yang
mendapatkan penghargaan dari BPJS Kesehatan karena dinilai memiliki jalinan kemitraan
yang baik dengan BPJS Kesehatan serta telah menunjukkan loyalitas dan komitmennya
dalam melaksanakan program JKN (faskes.bpjs-kesehatan.go.id, 12 Oktober 2014) . Jumlah
kunjungan pasien BPJS di RS PMI yang melonjak menunjukkan adanya kemudahan akses
pelayanan kesehatan, namun persoalan yang muncul kemudian adalah jumlah pasien yang
banyak menuntut pasien harus mengantri lama di loket pendaftaran, pemeriksaan, dan
pengambilan obat. Kejadian ini penulis temui langsung saat melakukan observasi pada bulan
Deember 2014. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan utilisasi faskes oleh peserta.
Adapun jumlah kunjungan pasien rawat jalan Poliklinik Reguler RS PMI lima tahun terakhir
adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Jumlah Kujungan Pasien Rawat Jalan RS PMI Bogor Tahun 2010-2014
Rawat Jalan 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah 135160 104047 105408 103140 134567
Sumber: Data Rekam Medis RS PMI 2014
Adanya kenaikan jumlah kunjungan pasien rawat jalan pada tahun 2014 dari tahun
2013 sebesar 31427, diduga dipicu oleh pelaksanaan program JKN sejak tanggal 1 Januari
2014. Jumlah kunjungan pasien rawat jalan RS PMI Bogor pada tahun 2014 tampak pada
tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Kunjungan Pasien BPJS Rawat Jalan RS PMI Bogor Bulan Januari-
November Tahun 2014
Bulan Jumlah Pasien
BPJS
Januari 4179
Februari 4207
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
Sumber: Data Rekam Medis RS PMI 2014
Hal ini menjadi tantangan bagi penyelenggara layanan kesehatan bahwa peningkatan pasien
sejatinya harus tetap memperhatikan kualitas layanan yang diberikan.
Dengan terjadinya peningkatan jumlah kunjungan dari bulan ke bulan di unit rawat
jalan RS PMI Bogor pada tahun 2014, diharapkan sejalan dengan kepuasan pasien terhadap
kualitas layanan. Manfaat dari kartu BPJS Kesehatan yang diluncurkan pada 1 Januari 2014
diduga menjadi pemicu kenaikan jumlah kunjungan pasien rawat jalan RS PMI Bogor
tersebut. Belum adanya penelitian yang mengukur seberapa besar kepuasan pasien pengguna
kartu BPJS Kesehatan di unit rawat jalan RS PMI Bogor, membuat penulis melakukan
penelitian ini. Disamping adanya keluhan masyarakat yang disampaikan kepada penulis saat
penulis melakukan observasi di RS PMI.
Penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang kepuasan pasien peserta BPJS
Kesehatan terhadap pelayanan kesehatan rawat jalan di RS PMI Bogor tahun 2014.
Khususnya, untuk mendapatkan gambaran karakteristik pasien rawat jalan Peserta BPJS
Kesehatan seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan status kepesertaan di RS
PMI Bogor tahun 2014, untuk mendapatkan gambaran kepuasan pasien rawat jalan Peserta
BPJS Kesehatan terhadap pelayanan kesehatan di RS PMI Bogor tahun 2014, dan untuk
mendapatkan hubungan antara karakteristik pasien rawat jalan Peserta BPJS Kesehatan
dengan kepuasan di RS PMI Bogor tahun 2014.
Tinjauan Teoritis
Maret 5523
April 6417
Mei 7156
Juni 8123
Juli 6734
Agustus 9636
September 10860
Oktober 10911
November 10988
Jumlah 84734
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
Menurut J. M. Juran (1998) , ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam
manajemen mutu untuk mencapai output berupa customer satisfacton and loyalty (kepuasan
dan kesetiaan pelanggan dalam pemanfaatan suatu produk). Dua hal itu adalah features of
products (keunggulan produk) dan freedom from deficiencies (bebas dari segala kekurangan)
. Features harus mampu memenuhi kebutuhan pelanggan sehingga tercapai kepuasan
pelanggan. Dalam kasus ini proses manajemen mutu yang dilakukan berorientasi pada
pendapatan (income). Maksudnya adalah, bila kualitas suatu produk baik maka akan
meningkatkan kepuasan pelanggan, sehingga menigkatkan pendapatan. Biasanya, untuk
membuat sebuah produk dengan kualitas terbaik akan membutuhkan cost yang besar juga.
Freedom from deficiencies maksudnya adalah bebas dari segala keeroran yang menyebabkan
pengulangan kerja (rework), kegagalan hasil kerja, ketidakpuasan pelanggan, klaim
pelanggan, dan sebagainya. Dalam hal ini mutu berorientasi pada biaya (biaya perbaikan
produk), semakin baik kualitas produk makan akan kecil biaya perbaikannya (cost less).
Yang mempengaruhi kepuasan adalah karakteristik pasien dan karakteristik pemberi
pelayanan. Dari beberapa teori tentang karakteristik pasien yang mempengaruhi kepuasan
terhadap pelayanan, yaitu:
1. Umur
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani (2009) didapatkan bahwa ada
hubungan antara umur dengan kepuasan terhadap pelayanan kesehatan.
Pemanfaatan pelayanan kesehatan teranyak juga ada pada umur yang lebih tua
(lansia), seperti yang ditemukan pada penelitian Asnawi (2009), Hutabarat
(2013), dan Yulianti (2013). Jackson, Chamberlin, dan Kroenk dalam Cloud
(2003) mengatakan bahwa pasien tua (≥ 65 tahun) cenderung merasa lebih
puas dari pada pasien muda. Perhitungan umur berdasarkan kematangan
biologis menurut Departemen Kesehatan (2009) adalah sebagai berikut:
Masa balita: 0-5 tahun
Masa kanak-kanak: 5-11 tahun
Masa remaja awal tahun: 12-16 tahun
Masa remaja akhir: 17-25 tahun
Masa dewasa awal: 26-35 tahun
Masa dewasa akhir: 36-45 tahun
Masa lansia awal: 46-55 tahun
Masa lansia akhir: 65 tahun keatas
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
World Health Organization (WHO) menggolongkan lagi masa lanjut usia ke
dalam empat kelompok, yaitu:
Usia pertengahan (middle age): 45-59 tahun
Lanjut usia (elderly): 60-74 tahun
Lanjut usia tua (old): 75-90 tahun
Usia sangat tua (very old): diatas 90 tahun
2. Jenis Kelamin (gender)
Pada penelitian Asnawi (2009), Hutabarat (2013), Nurman (2000), dan
Yulianti (2013), ditemukan bahwa responden terbanyak adalah perempuan.
Nurman (2000) mendapatkan adanya hubungan jenis kelamin denga tingkat
kepuasan. Gary Lee Cloud (2003) dalam disertasinya menemukan bahwa
perempuan cenderung memiliki penilaian lebih terhadap fasilitas kesehatan
dibandingkan laki-laki. Jenis kelamin hanya dibedakan menjadi dua, yaitu
laki-laki dan perempuan.
3. Pendidikan
Menurut Tucker (2002), faktor individu yang positif memiliki hubungan
dengan kepuasan pasien adalah status kesehatan dan pendidikan. Pasien
dengan pendidikan rendah memiliki kepuasan lebih tinggi dari pada pasien
dengan pendidikan tinggi (Cloud, 2003). Nurman (2000) juga mendapatkan
adanya hubungan status pendidikan dengan tingkat kepuasan.
Mengacu pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 8 menyatakan bahwa jenjang
pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik dan kemampuan yang dikembangkan. Dalam
undang-undang ini, jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar
(enam tahun di sekolah dasar dan 3 tahun di Sekolah Menengah Pertama atau
sederajat), pendidikan menengah (tiga tahun di Sekolah Menengah Umum/
Kejuruan/ Keagamaan/ Kedinasan/ Luar biasa), dan pendidikan tinggi
(kelanjutan pendidikan menengah untuk menyiapkan peserta didik yang
memiliki kemampuan akademik dan profesional, seperti perguruan tinggi atau
sederajat).
4. Pekerjaan
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
Pada penelitian Nurman (2000) diadapatkan bahwa responden dengan
penghasilan rendah cenderung lebih puas terhadap pelayanan kesehatan yang
diterima daripada responden yang berpenghasilan tinggi. Sementara pada
penelitian Hutabarat (2013) dan Yulianti (2013) tidak didapatkannya
hubungan signifikan antara status pekerjaan dengan kepuasan terhadap
pelayanan kesehatan.
Jenis pekerjaan di Indonesia diatur dalam Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan
Indonesia (KBJI) 2002 yang mengelompokkan beragam jenis pekerjaan baik
di sektor formal atau pun informal berdasarkan aturan tertentu (tingkat dan
spesialisasi keahlian) sesuai dengan International Standard Classification of
Occupations (ISCO) 1988. Golongan pokok kerja ini adalah pejabat lembaga
legislatif, pejabat tinggi, dan manajer, tenaga profesional, teknisi dan asisten
tenaga profesional, tenaga tata usaha, tenaga usaha jasa dan usaha penjualan di
toko dan pasar, tenaga usaha pertanian dan peternakan, tenaga pengolahan dan
kerajinan Ybdi, operator dan perakit mesin, pekerjaan kasar, tenaga
kebersihan, dan tenaga Ybdi, serta anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI)
dan Kepolisian Negara RI.
5. Status Kepesertaan
Pada penelitian Hidiati dalam Fitriyani (2009), menyatakan bahwa terdapat
hubungan bermakna antara status kepesertaan dengan tingkat kepuasannya.
Sementara dari hasil penelitian oleh Fitriyani (2009) sendiri tidak didapatkan
adanya hubungan bermakna antara status kepesertaan dengan tngkat kepuasan.
Yang dimaksud dengan status kepesertaan dalam penelitian ini adalah pasien
Peserta Bantuan Iuran (Mantan Jamkesmas/ Jamkesda), Pekerja Penerima
Upah yaitu mantan Askes/ Jamsostek/ TNI/ Polri, dan Pekerja Bukan
Penerima Upah, yaitu peserta yang membayar sendiri iuran BPJS Kesehatan
sesuai kelas perawatannya, yang bukan mantanJamkesmas/ Jamkesda, juga
bukan mantan Askes/ Jamsostek/ TNI/ Polri.
Dari beberapa pandangan ahli mengenai kepuasan pasien terhadap pelayanan
kesehatan dan dimensi kualitas jasa pelayanan kesehatanadalah sebagai berikut:
1. Responsiveness
Maksud variabel ini menurut Parasuraman, dkk dalam Muninjaya (2011: 10)
adalah kecepatan pelayanan yang diberikan petugas kesehatan kepada pasien
dengan memberikan pelayanan sesuai dengan prosedur yang ada.. Menurut
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
Duggirala, Rajendra, & Anantharaman (2008), satu hal harus diperhatikan
dalam proses administrasi adalah keterlambatan (delay) dalam setiap
pelayanan yang ada. Keterlambatan ini tidak hanya menyebabkan
ketidakpuasan pasien tetapi juga kemarahan.
2. Reliability
Menurut Parasuraman, dkk dalam Muninjaya (2011: 10), varibel ini berbicara
tentang kemampuan petugas kesehatan untuk memberikan pelayanan
kesehatan dengan tepat waktu dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan.
Menurut Gronroos dalam Muninjaya (2011: 8), pengguna jasa pelayanan
kesehatan harus memahami resiko yang akan mereka hadapi jika memilih jasa
pelayanan yang ditawarkan oleh dokter. Dalam hal ini dokter dapat dipercaya
karena pengalaman dan reputasinya. Badri, dkk (2009) berpendapat bahwa
aspek reliability akan mempengaruhi kepuasan pasien. Pengukuran mutu
pelayanan kesehatan menurut Institute of Medicine (IOM 2001) salah satunya
adalah layanan kesehatan yang diberikan tepat waktu.
3. Emphaty and Equity
Menurut Parasuraman, dkk dalam Muninjaya (2011: 10), kriteria ini terkait
dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus petugas kesehatan kepada setiap
pasien, memahami kebutuhan mereka, dan memberikan kemudahan bagi
pasien untuk mendapatkan akses kesehatan. Petugas kesehatan harus memiliki
rasa empati dan perhatian khusus kepada pasien (Badri, dkk., 2008), termasuk
di dalamnya adalah kemampuan komunikasi petugas kesehatan. Naidu (2009)
juga mendapatkan bahwa kepedulian dokter akan mempengaruhi kepuasan
pelayanan kesehatan yang diterima. Dalam hal equity, IOM (2001)
mengartikan bahwa layanan kesehatan yang diterima pasien haruslah sama,
tanpa ada pembedaan perlakuan dari petugas kesehatan terhadap umur, status
kepesertaan, jenis kelamin, dan terhadap variabel sosial demografi lainnya.
4. Safety and Assurance
Menurut IOM (2001), pelayanan harus diniatkan dan dilakukan dalam rangka
membantu pasien, bukan untuk menyakitinya. Menurut Parasuraman, dkk
dalam Muninjaya (2011: 10), variabel ini meliputi faktor keramahan,
kompetensi, kredibilitas, dan keamanan, sehingga pasien tidak merasa
khawatir atas resiko yang akan mereka terima sebagai dampak dari tindakan
medis yang diberikan. Jager dan Plooy (2007) pada penelitiannya tentang
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
Service Quality Assurance and Tangibility for Public Health Care in South
Africa, mengungkapkan bahwa hal paling penting pada aspek assurance
adalah personal safety dan friendliness yang ditunjukkan dan diberikan oleh
petugas kesehatan. Penelitian Naidu (2009) juga mendapatkan pentingnya
seorang petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan secara profesional
dan memberikan keamanan bagi pasiennya.
5. Tangibility
Menurut Jager dan Plooy (2007), dua aspek tangibility yang secara signifikan
mempengaruhi kepuasan pasien adalah masalah kebersihan dan ketersedian
peralatan atau perlengkapan medis. Variabel ini melihat kepuasan pasien dari
sisi fasilitas fisik di rumah sakit, yang termasuk di dalamnya adalah
kebersihan, perawatan dan ketersediaan pelayanan seperti ruang tunggu, ruang
uji diagnosis, kamar bedah (ruang operasi), ruang perawatan, dan sebagainya
(Duggirala, dkk., 2008). Lingkungan menjadi added value terhadap fungsi
rumah sakit itu sendiri, yang meliputi fasilitas fisik, peralatan, gedung,
penampilan pegawai, dan sarana komunikasi (Raposo, dkk. 2008). Penelitian
Badri, dkk. (2009) dan Naidu (2009) juga mendapatkan bahwa aspek
lingkungan dan infrastruktur memiliki porsi cukup besar terhadap kepuasan
pelayanan.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross
sectional (potong lintang), yaitu melihat dan menilai keadaan responden pada satu saat
pengamatan, dengan menggunakan lembar pertanyaan (kuesioner). Pengambilan data
penelitian ini dilakukan di unit rawat jalan RS PMI Bogor selama satu minggu pada bulan
Januari 2015. Pelaksanaan penelitian dimulai dari survei penelitian, pengambilan data di
lapangan, dan pengolahan data. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien unit rawat
jalan yang merupakan peserta BPJS Kesehatan dan berobat ke RS PMI Bogor selama tahun
2014 (Januari-November). Sampel untuk penelitian ini adalah pasien unit rawat jalan RS PMI
Bogor yang mendapat manfaat BPJS Kesehatan (PBI, PPU, dan PBPU), sudah melakukan
pendaftaran, mendapat pemeriksaan dokter dan pelayanan obat, serta mampu menjawab
pertanyaan di dalam kuesioner (usia minimal 14 tahun).
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
Besar sampel penelitian ini dihitung dengan menggunakan perhitungan sampel estimasi
proporsi pada sampel acak startifikasi, yaitu stratified random sampling (Ariawan, 1998).
Keterangan:
n = jumlah sampel
Z2
a/2 = derajat kepercayaan yang diinginkan peneliti 95 % = 1,96
Ph = estimasi proporsi pasien rawat jalan berdasar status kepesertaan yang disarankan karena
tidak diketahuinya perkiraan proporsi pada stratum h (Ariawan, 1998) = 0,5
PPBI = PNnn PBI = PMandiri = 0,5
d = presisi yang diinginkan peneliti yaitu 10% = 0,1
N = jumlah populasi = 84734 pasien rawat jalan BPJS Kesehatan
Nh = jumlah elemen (populasi) pada stratum h
NPBI = NNnn PBI = NMandiri = 28244,7
wh = bobot untuk subjek pada stratum h = Nh/ N
Status
Kepesertaan
Nh wh N2
h Ph Nh Ph Nh Ph (1-
Ph)
N2
h Ph (1-Ph)/ wh
PBI 28244,7 0,33 797763078 0,5 14122,35 7061,175 604365968,18
Non PBI 28244,7 0,33 797763078 0,5 14122,35 7061,175 604365968,18
Mandiri 28244,7 0,33 797763078 0,5 14122,35 7061,175 604365968,18
Jumlah 84734 21183,5 1813097904,54
n = 1,962
. 1813097904,54
847342
. 0,12 + 1,96
2 . 21183,5
n = 96,9
Jadi diperlukan besar sampel keseluruhan sebanyak 99 (dibulatkan) pasien rawat jalan. Besar
sampel untuk masing-masing status kepesertaan BPJS Kesehatan adalah:
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
PBI: 99/3 = 33 pasien
PPU: 99/3 = 33 pasien
PBPU: 99/3= 33 pasien
Penelitian ini melibatkan Peserta BPJS Kesehatan yang berobat di unit rawat jalan RS
PMI Bogor, yang berumur 14 tahun atau lebih. Data pasien yang diambil adalah yang
melakukan rawat jalan, baik yang baru pertama kali ataupun yang sudah pernah sebelumnya.
Selanjutnya dilakukan wawancara dan pengisian kuesioner untuk kemudian diolah melalui
software SPSS 16.0 for windows. Pengolahan data penelitian dari lembar kuesioner yang
sudah diisi oleh responden dilawali dengan tahapan editing isian kuesioner apakah jawaban
yang ada sudah lengkap, jelas, dan konsisten. Selanjutnya data dicoding, yaitu merubah data
berbentuk huruf menjadi angka/ bilangan. Kemudian, setelah semua kuesioner terisi dengan
baik dan benar serta sudah dicoding, data akan diproses agar data yang sudah dientri bisa
dianalisis. Tahapan berikutnya adalah cleaning (pembersihan data), yaitu pengecekan
kembali data yang sudah dientri apakah ada kesalahan atau tidak. Data pun akhirnya siap
diolah dengan menggunakan software SPSS 16.0 for windows.
Analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Univariat, untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi variabel independen dan
dependen, yaitu karakteristik responden (pasien) dan dimensi kepuasan pasien.
2. Bivariat, untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan dependen, serta
mengidentifikasi variabel independen yang bermakna terhadap variabel dependen
dengan uji Chi Square (x2)
Hasil Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa distribusi responden rawat jalan RS
PMI sebagai peserta BPJS Kesehatan berdasarkan umur bahwa responden terbanyak adalah
kelompok lansia ( > 45 tahun) dengan jumlah 66 orang (66,7 %) dan kelompok dewasa (≤ 45
tahun) berjumlah 33 orang (33,3 %). Distribusi berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa
responden terbanyak adalah kelompok perempuan dengan jumlah 57 orang (57,6 %) dan
kelompok laki-laki berjumlah 42 orang (42,4 %). Dari variabel pendidikan responden
terbanyak adalah lulus SMA dengan jumlah 31 orang (31.3 %), sementara lulusan SD
sebanyak 29 orang (29.3), lulusan akademi/ perguruan tinggi sebanyak 22 orang (22.2), dan
lulusan SMP sebanyak 17 orang (17.2 %). Pekerjaan responden terbanyak adalah kelompok
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
pensiunan/ pengangguran/ RT dengan jumlah 64 orang (64.6 %), sementara kelompok
pekerjaan swasta berjumlah 23 orang (23.2 %), PNS ada 7 orang (7.1%), wirausaha sebanyak
4 orang (4.0%), dan paling sedikit adalah TNI/Polri sebanyak 1 orang (1.0%).
Kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan rawat jalan RS PMI Bogor
digambaran dengan memberikan penilaian “sangat puas”, “puas”, “sedang”, “tidak puas”, dan
“sangat tidak puas” disesuaikan dengan pertanyaan dan variabel pelayanan kesehatannya,
yaitu responsiveness, raliability, emphaty & equity, safety & assurnce, dan tangibility.
Selanjutnya, untuk jawaban sangat puas dan puas akan dikategorikan sebagai “puas” dan
jawaban sedang, tidak puas, serta tidak puas penulis kategorikan ke dalam “tidak puas”.
Alasan kenapa “sedang” termasuk dalam kategori tidak puas adalah karena berdasar hasil
wawancara yang penulis lakukan dengan responden melalui pengisian kuesioner, pilihan
“sedang” mengarah pada jawaban “kurang puas” dan menjadi batas kepuasan dengan standar
yang lebih tinggi.
Distribusi kepuasan responden terhadap responsiveness adalah puas, sebesar 51,50%
dan tidak puas 48,50%. Nilai kepuasan responden terhadap reliability adalah puas, sebesar
89,90% dan tidak puas 10,10%, nilai kepuasan responden terhadap emphaty & equity adalah
puas, sebesar 92,9% dan tidak puas 7,1%, nilai kepuasan responden terhadap safety &
assurance adalah puas, sebesar 97,0% dan tidak puas 3,0%, dan nilai kepuasan responden
terhadap tangibility adalah puas, sebesar 96,0% dan tidak puas 4,0%. Dari lima variabel
kepuasan ini didapatkan bahwa jumlah responden yang puas lebih besar daripada tidak puas,
yaitu 93,9%. Untuk hasil analisi bivariat didapatkan adanya hubungan bermakna antara umur,
pekerjaan, dan status kepesertaan terhadap kepuasan pasien. Sementara jenis kelamin dan
pendidikan tidak ada hubungan bermakna dengan kepuasan terhadap pelayanan.
Pembahasan
Dalam hasil kepuasan keseluruhan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diterima
adalah 93,9%. Angka ini melewati batas capaian kepuasan yang diharapkan BPJS
Kesehatan pada tahun 2014 sebesar 75%. Hasil ini juga lebih tinggi dari hasil survei
lembaga riset Myriad Research Committed pada penghujung tahun 2014, yang
mendapatkan hasil kepuasan peserta secara nasional sebesar 81%. Berdasar angka
komplain/keluhan yang penulis dapatkan dari 99 responden, setidaknya 36 responden yang
mengeluhkan beberapa bentuk pelayanan yang diterima, seperti tabel 7.1
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
Tabel 3. Keluhan Pasien BPJS Rawat Jalan RS PMI Bogor
Keluhan Frekuensi
Ada calo pendaftaran 2
Antrian kurang tertib 1
Antrian lama 11
Antrian lama, ada calo 1
Antrian lama, kualitas pelayanan kurang,
pemeriksaan satu hari full 1
Antrian lama, perawat kurang ramah 2
Antrian lama, waktu tunggu dokter lama 1
Antrian obat lama 1
Antrian obat lama, ada calo 1
Antrian pendaftaran buruk 1
Antrian pendaftaran lama 3
Antrian pendaftaran lama, ada calo 1
Antrian pendaftaran membludak 1
Antrian penuh 1
Dokter tidak memberi waktu konsul 1
Obat tidak ada 1
Obat tidak sesuai resep dokter 1
Pelayanan lambat 1
Petugas tidak ramah, waktu tunggu lama,
obat tidak sesuai resep dokter 1
Proses lama 1
Prosesnya lama 1
Sistem antrian buruk, ada calo 1
Total 36
Dari hasil analisis didapatkan bahwa dari 66 pasien lansia, yang puas terhadap
pelayanan kesehatan ada 65 orang (98,5%), sementara dari 33 pasien dewasa, yang puas
terhadap pelayanan kesehatan adalah 28 orang (84,8%). P value yang didapatkan adalah
0,015 , kecil dari 0,05 sehingga uji ini menggambarkan bahwa ada hubungan bermakna
antara umur dengan kepuasan pelayanan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Jackson, Chamberlin, dan Kroenke dalam Cloud (2003) yang mengatakan bahwa pasien tua
(≥ 65 tahun) cenderung merasa lebih puas dari pada pasien muda. Dalam studi yang
dilakukan oleh Naidu (2009) tentang Factors Affecting Patient Satisfaction and Halthcare
Quality, varibel sosiodemografi yang secara poitif memiliki hubungan dengan kepuasan
pasien, salah satunya adalah umur.
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Fitriyani (2009) tentang
Analisis Tingkat kepuasan Peserta Askes Sosial bahwa didapatkan hubungan bermakna
antara umur dengan kepuasan. Namun hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Hutabarat (2013) tentang Gambaran Kepuasan Peserta Kartu Jakarta Sehat, bahwa tidak ada
hubungan bermakna antara umur dengan kepuasan, begitu pula pada penelitian Nurman
(2000) tentang Kepuasan Paien Jaminan Terhadap Pelayanan Rawat Jalan RSUD Bekasi,
bahwa tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan tingkat kepuasan, dan penelitian
Yulianti (2013) tentang Analisis Kepuasan Pasien Unit Rawat Jalan di RS Bhakti Yudha
Depok, bahwa tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan tingkat kepuasan.
Berdasarkan hasil analisis, dari 57 pasien perempuan, yang puas terhadap pelayanan
kesehatan ada 52 orang (91,2%), sementara dari 42 pasien laki-laki yang puas adalah 41
orang (97,6%). P value yang didapatkan besar dari 0,05 yaitu 0,24 sehingga tidak ada
hubungan bermakna antara jenis kelamin pasien dengan kepuasan pelayanan yang diterima.
Hasil ini sama seperti hasil penelitian yang ditemukan pada pasien yang menggunakan Kartu
Jakarta Sehat di unit rawat jalan RS UKI (Hutabarat, 2013), bahwa tidak ada hubungan jenis
kelamin dan kepuasan pelayanan. Pada penelitian Yulianti (2013) juga didapatkan tidak
adanya hubungan bermakna antara jenis kelamin denga kepuasan pasien, begitu juga pada
penelitian Fitiriyani (2009) bahwa tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kepuasan.
Namun hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang ditemukan Nurman (2000) bahwa
ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepuasan. Hal ini tidak sesuai dengan hasil
penelitian yang ditemukan oleh Gary Lee Cloud (2003) tentang “Key patient characteristics
influencing customer satisfaction in community health centers” yang berdasar hasil
analisisnya, laki-laki memiliki kepuasan lebih tinggi dari pada perempuan.
Dari hasil analisis didapatkan bahwa, 22 pasien yang lulus akademi/PT yang merasa
puas terhadap pelayanan ada 18 orang (81,8%), dari 31 lulusan SMA yang merasa puas ada
30 orang (96,8%), dari 17 responden lulusan SMP yang merasa puas ada 17 orang (100%),
dan dari 29 responden lulusan SD yang merasa puas ada 28 orang (96,6%). Didapatkan p
value 0,0056, sehingga menurut uji statistik hasil ini menunjukkan tidak ada hubungan
bermakna antara pendidikan responden dengan status kepuasan pelayanan. Meskipun uji
statistik menyebutkan tidak ada perbedaan kepuasan pada karakteristik pendidikan,
ditemukan bahwa jumlah responden puas meningkat dengan semakin rendahnya tingkat
pendidikan seseorang. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil yang didapatkan oleh
Hutabarat (2013) dan Yulianti (2013) bahwa tidak ada hubungan pendidikan dengan tingkat
kepuasan pasien. Menurut Tucker (2002), faktor individu yang positif memiliki hubungan
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
dengan kepuasan pasien adalah status kesehatan dan pendidikan. Pasien dengan pendidikan
rendah memiliki kepuasan lebih tinggi dari pada pasien dengan pendidikan tinggi (Cloud,
2003). Hasil penelitian Naidu (2009) mendapatkan bahwa varibel sosiodemografi yang secara
poitif memiliki hubungan dengan kepuasan pasien salah satunya adalah pendidikan,
Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 7 orang pasien yang bekerja sebagai PNS dan
1 orang TNI/Polri, yang merasa puas terhadap pelayanan adalah 100%. Untuk responden
yang berprofesi swasta sebanyak 23 orang, yang merasa puas ada 21 orang (91,3%), dari 4
responden berprofesi wirausaha yang merasa puas ada 2 orang (50%), dan dari 64 responden
yang pensiunan/ pengangguran/ RT yang merasa puas ada 62 orang (96,9%). Didapatka p
value 0,004 sehingga hasil ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara pekerjaan
responden dengan status kepuasan pelayanan. Hasil ini sesuai dengan hasil yang ditemukan
Nurman (2000) bahwa ada hubungan antara pendapatan dengan tingkat kepuasan. Semakin
tinggi pendapatan, pasien cenderung semakin tidak puas terhadap pelayanan kesehatan yang
diterima, begitupun sebaliknya. Namun tidak sesuai dengan hasil penelitian Hutabarat (2013)
dan Yulianti (2013), yang mendapatkan bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan
tingkat kepuasan.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa dari 33 pasien PBI, yang puas terhadap
pelayanan adalah semuanya, 33 orang (100%), dari 33 pasien Non PBI yang puas juga
semuanya, 33 orang (100%), dan dari 33 pasien peserta BPJS mandiri yang puas ada 27
orang (81,8%). Dengan p value yang didapatkan adalah 0,002 maka hasil ini menunjukkan
ada hubungan bermakna antara status keesertaan pasien dengan status kepuasan pelayanan.
Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Hidiati dalam Fitriyani (2009) bahwa ada hubungan
bermakna antara status kepesertaan dengan tingkat kepuasan, namun tidak sesuai dengan
Fitriyani (2009) bahwa tidak ada hubungan status kepesertaan dengan kepuasan pasien.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kepuasan pasien peserta BPJS Kesehatan terhadap pelayanan kesehatan rawat jalan di
RS PMI Bogor adalah sebesar 93,9%, sedangkan yang menyatakan tidak puas akan
layanan sebesar 6,1%.
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
2. Kepuasan pasien terhadap aspek kecepatan pelayanan ,responsiveness, adalah sebesar
51,50%, sedangkan yang tidak puas ada 48,50%.
3. Kepuasan pasien terhadap aspek ketepatan pelayanan ,reliability, adalah sebesar
89,90%, sedangkan yang tidak puas ada 10,10%.
4. Kepuasan pasien terhadap aspek emphaty & equity adalah sebesar 92,9%, sedangkan
yang tidak puas 7,1%.
5. Kepuasan pasien terhadap aspek safety & assurance adalah sebesar 97,0%, sedangkan
yang tidak puas ada 3,0%.
6. Kepuasan pasien terhadap aspek tangibility adalah sebesar 96,0%, sedangkan yang
tidak puas ada 4,0%
7. Dalam hasil analisis uji bivariat diketahui bahwa yang memiliki hubungan bermakna
dengan kepuasan pasien adalah umur, pekerjaan, dan status kepesertaan.
8. Dalam hasil analisis uji bivariat diketahui bahwa tidak ada hubungan bermakna antara
jenis kelamin dan pendidikan dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan
rawat jalan di RS PMI Bogor.
9. Berdasar hasil wawancara penulis dengan responden, beberapa keluhan yang
disampaikan adalah perihal kecepatan pelayanan di pendaftaran seperti sistem antrian
pendaftaran yang tidak baik serta adanya para “calo” tiket pendaftaran, waktu tunggu
pelayanan yang lama (dari pendaftaran, pemeriksaan, dan pengambilan obat),
ketidaksesuain resep yang dituliskan dokter dengan yang diberikan petugas, dan
adanya cost sharing yang dikeluarkan pasien dalam range 7000-84.000
Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran kepuasan peserta BPJS Kesehatan terhadap
pelayanan kesehatan rawat jalan di RS PMI Bogor, maka ada beberapa saran yang bisa
dipertimbangkan, yaitu:
Bagi RS PMI Bogor:
1. Membuat sistem pendaftaran dengan perjanjian jadwal pemeriksaan pada H-1
sebelum pasien berobat ke rumah sakit.
2. Perihal adanya calo tiket pendaftaran, sebaiknya dibuatkan aturan bahwa yang berhak
melakukan pendaftaran adalah pihak keluarga pasien. Praktiknya, petugas pendaftaran
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
memeriksakan kartu identitas berupa KTP dan Kartu Keluarga si pendaftar saat di
loket pendaftaran.
3. Di loket pendaftaran perlu ditambahkan kursi tunggu untuk pasien.
4. Perlu dilakukan maintanance terhadap fasilitas dan sarana yang menunjang pelayanan
BPJS Kesehatan.
5. Di semua poli harus disediakan tempat untuk konsultasi pasien dengan dokter.
6. Pihak manajemen rumah sakit harus memastikan semua petugas rumah sakit
mendapatkan info dan pemahaman tentang jaminan pelayanan kesehatan lanjutan
yang diselenggarakan BPJS Kesehatan agar informasi yang diterima pasien sesuai
dengan pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan yang berlaku.
Bagi BPJS Kesehatan:
1. Melakukan penguatan komitmen faskes terhadap Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang
telah disepakati. Apabila faskes menjalankan pelayanan terhadap peserta BPJS
dengan baik maka diberikan apresiasi, apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai
maka harus dilakukan teguran.
2. Menyediakan kotak keluhan di depan BPJS Center dan loket pendaftaran untuk
difollow up selama minimal sebulan sekali sebagai bahan masukan dan evaluasi
terhadap rumah sakit.
3. Menaruh klausul perizinan ke dalam perjanjian dengan faskes tingkat lanju atau
meminta perizinan faskes agar BPJS Kesehatan diberikan space untuk menaruh
pengumuman atau informasi resmi dari BPJS Kesehatan, terutama di tempat-tempat
strategis seperti loket pendaftaran dan pengambilan obat.
4. Membuat pengumuman berupa banner/ poster/ spaduk yang bertuliskan informasi
pasien BPJS tanpa iur biaya jika sesuai dengan prosedur dan indikasi medis.
5. Pertemuan atau rapat koordinasi antara BPJS Center RS PMI dengan pihak rumah
sakit dua minggu sekali, untuk melakukan evaluasi pelaksanaan pelayanan peserta
BPJS Kesehatan dan melakukan tindak lanjut untuk pelayanan selanjutnya.
Daftar Referensi
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
Alhasheem, A.M., Alquraini, H., Chowdhury, R.I. (2011). Factors Influencing Patient
Satisfaction in Primary Healthcare Clinics in Kuwait. International Journal of Health
Care Quality Assurance, 24, 249-262.
Asnawi, A. (2009). Gambaran Persepsi Pasien Terhadap Pelayanan Kesehatan di
Puskesmas Sukmajaya Kota Depok Tahun 2009. Skripsi. FKM UI.
Atinga, R.A., Nkrumah, G.A., Domfeh, K.A. (2011). Managing Healthcare Quality in Ghana:
A Necessity of Patient Satisfaction. International Journal of Health Care Quality
Assurance, 24.
Azwar, A. (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara
Badri, M.A., Attia, S., Ustadi, A.M. (2009). Healthcare Quality And Moderators Of Patient
Satisfaction: Testing For Causality. International Journal of Health Care Quality
Assurance, 22, 382-410.
Cloud, G.L. (2003). Key Patient Characteristics Influencing Customer Satisfaction in
Community Health Centers. Dissertation. Philosophy of Arizona State University.
Duggirala, M., Rajendran, C., Anantharaman, R.N. (2008). Patient Perceived Dimensions Of
Total Quality Service In Healthcare. International Journal, 15, 560-583.
Fitriyani, K. (2009). Analisis Tingkat Kepuasan Peserta Askes Sosial Terhadap Pelayanan
Administrasi Kepesertaan di PT. Askes (Persero) Cabang Jakarta Timur Tahun 2009.
Skripsi. FKM UI.
Gill, L. & White, L. (2009). A Critical Review of Patient Satsfaction, Leadership in Health
Services. 22, 8-19.
Goestsch, D. & Davis, S.B. (1997). Introduction to Total Quality (2nd ed.). America:
Prentice-Hall.
Gryna, F., Chua, R., Defeo, J.A. (2007). Juran’s Quality Planning and Analysis for
Enterprise Quality (5th ed.). New York: Mc Graw-Hill.
hdr.undp.org, diakses 8 September 2014
Hutabarat, C.M. (2013). Gambaran Kepuasan Pasien Pengguna Kartu Jakarta Sehat di Unit
Rawat Jalan RSU UKI Tahun 2013. Tesis. FKM UI.
Jager D., Plooy, D. (2007). Measuring Tangibility and Assurance as Determinants of Service
Quality for Public Health Care in Southafrica. Department of Marketing. Tshwane
University of Technology.
Juran, J.M., & Godfrey A.B. (1998). Juran’s Quality Handbook (5th ed.). America:
McGraw-Hill.
Muninjaya, A.G. (2010). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran (EGC).
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
Naidu, A. (2009). Factors Affecting Patient Satisfaction and Healthcare Quality.
International Journal of Health Care Quality Assurance, 22, 366-381.
Nurma, Neneng D. (2000). Kepuasan Pasien Jaminan Terhadap Pelayanan Rawat Jalan
Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Bulan Mei-Juni 2000. Tesis. FKM UI.
Panduan praktis pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan
Paraschivescu, A.O. & Caprioara , F.M. (2014). StrategicQuality Management, 17, issue 1.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan
Kesehatan Nasional
Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program
Jaminan Kesehatan Nasional
Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional
Peraturan Presiden No. 111 tahun 2013 tentang Perubahan atas Perpres No. 12 tahun 2013
Raposo, M.L.., Alves, H.M., Duarte, P.A. (2008). Dimensions of Service Quality and
Satisfaction in Healthcare: A Patien’s Satisfaction Index. original paper.
Spath, P. (2009). Introduction to Healthcare Quality Management. Washington DC:
AUPHA Press.
Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
www.bpjs-kesehatan.go.id , diakses 20 September 2014
www.ropeg.kkp.go.id diakses 29 September 2014
www.jkn.kemkes.go.id diakses 29September 2014
www.kotabogor.id diakses 15 Desember 2014
www.jawapos.com diakses 15 Desember 2014
www.republika.co.id diakses 8 Januari 2015
www.hukumonline.com diakses 15 Januari 2015
Yulianti. (2013). Analisis Kepuasan Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Bhakti Yudha Depok
Tahun 2012. Tesis. FKM UI.
Gambaran kepuasan..., Rahmi Wahyuni, FKM, 2015
Recommended