View
49
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
Tugas Ilmu Kalam MisbahuddinUIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015
Citation preview
HAKIKAT AGAMA DAN DIALOG ANTARAGAMA DALAM PEMIKIRAN
KALAM KONTEMPORER
Makalah
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam Oleh
Dosen Pembimbing Dr. M. Karman, M. Ag.
Oleh :
MISBAHUDIN (1152030060)
MUTIA FAUZIA (1152030070)
PBA/B/I
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt. Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk, maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam urusan pembelajaran.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Bandung, 5 Desember 2015
Penulis,
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................2
DAFTAR ISI ..................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................4
A. Latar belakang masalah ...............................................................................4
B. Rumusan masalah........................................................................................4
C. Tujuan masalah............................................................................................4
BAB II HAKIKAT AGAMA DAN DIALOG ANTARAGAMA DALAM
PEMIKIRAN KALAM KONTEMPORER........................................................5
A. Hakikat Agama dalam Pemikiran Kalam Kontemporer..............................5
1. Pengertian Hakikat Agama......................................................................5
2. Hakikat Agama dan Manusia..................................................................8
B. Dialog Antaragama dalam Pemikiran Kalam Kontemporer......................10
1. Pengertian Dialog Antargama...............................................................10
2. Etika dalam Dialog Antaragama...........................................................13
3. Hal yang di Harapkan dalam Dialog Antaragama.................................15
4. Permasalahan dalam Berdiaog Antaragama..........................................17
BAB III SIMPULAN ...................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Di tengah derasnya arus globalisasi, kita mendapatkan kenyataan bahwa agama
tetap diperbincangkan dan menarik. Kenyataan ini membuktikan bahwa tesis umum
tentang agama yang menempati subordinate (bawah) dalam kaitannya dengan
kemajuan sain dan teknologi sebenarnya tidak relevan. Dalam tahapan perkembangan
sosial.
kemasyarakatan tertentu dan waktu tertentu pula, pandangan tentang posisi bawah
agama dalam hubungannya dengan kemajuan sains dan teknologi bisa saja merupakan
fenomena sesaat. Kenyataan di atas selalu dibarengi dengan munculnya arus balik
yang bersifat keagamaan (Efendi, 2005: 261).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Agama dalam Ilmu Kalam Kontemporer?
2. Apa hubungan antara Agama dengan Manusia?
3. Apa yang dimaksud dengan Dialog Antaragama dan apa tujuanya?
4. Apakah Dialog Antar Agama Itu diperbolehkakn dalam Ilmu Kalam?
5. Mengapa dalam Agama perlu Dialog?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui Hakikat agama dalam Ilmu Kalam Kontemporer;
2. Untuk mengetahui hubunngan Agama dengan Manusia;
3. Untuk mengetahui Maksud dari Dialog Antaragama dan tujuan dialog
antaragama;
4. Untuk mengerhui hal-hal yang berhubungan dengann Dialog Antaragama.
4
BAB II
HAKIKAT AGAMA DAN DIALOG ANTARAGAMA DALAM PEMIKIRAN
KALAM KONTEMPORER
A. Hakikat Agama dalam Pemikiran Kalam Kontemporer
1. Pengertian Hakikat Agama
Agama menjadi istilah para antropolog, merupakan suatu universal yang dapat
ditemukan dalam setiap masyarakat dimanapun dan kapanpun. Suatu agama dipeluk
oleh pemeluknya karena mereka percaya bahwa agama itu benar dan akan memberi
keselamatan. Lebih dari itu, kenyakinan tersebut melahirkan kesadaran yang
mengakar behwa agama anutannya itu bersifat universal. Disini titik tolak pemeluk
agama (muslim) mendefinisikan agama anutannya (islam) dan agama lain dalam
kerangka kebenaran sehingga pemahaman terhadap “islam” menduduki posisi sentral
dalam pendefinisian dari kaum muslim dalam konteks hubungan antar agama. Karna
penjelasan tentang “islam” sekaligus menunjukan hakikat agama.1
Pengertian Agama, dapat dikelompokan dalam dua bagian, yaitu agama
menurut bahasa dan agama menurut istilah. Inilah beberapa kata Agama dengan
berbeda bahasa tetapi satu makna :
1. Ad-din ( bahasa Arab)
2. Religion (Inggris)
3. La religion (Prancis)
4. De religie (Blanda)
5. Die religion (Jerman)
Secara bahasa, agama berasal dari bahasa sangsakerta yang erat dengan agama
hindu dan budha, yang berisi “tidak pergi, tetap di tempat diwarisi turun temurun”.
Adapun arti kata din yang berarti menguasai, mendudukan, kepatuhan, balasan, atau
kebiasaan. Dan juga yang membentuk beberapa hukum yang perlu dipatuhi maupun
perintah yang wajib di lakukan maupun larangan yang harus dihindari, kata Din
1 Karman,M. 2015. ILMU KALAM Klasik Dan Temporer. Hal 71
5
dalam Al-qur’an disebut sebanyak 94 kali, dalam sebagai pemahaman dan konteks
sebagai berikut :
1. Pembahasan (Q.S Al-fatihah ayat 4)
2. Undang-undang duniawi atau peraturan yang dibuat oleh para raja (Q.S Yusuf
ayat 76)
3. Agama yang datang dari Allah S.W.T, bila dirangkaikan dengan kata Allah (Q.S
Al-imran ayat 83)
4. Agama yang dibawa oleh Rasulullah S.A.W sebagai agama yang benar, yakni
islam, bila kata Adin dirangkaikan dengan kata Al-haq (Q.S At-taubah ayat 33)
5. Agama selain islam (Q.S Al-kafirun ayat 6, dan Q.S As-saf ayat 9)
Seperti yang pernah ditulis oleh Isma’il Al-faruqi dalam bukunya, beliau
mengemukakan bahwa:
a.Tauhid sebagai inti pengalaman agama
Inti pengalama agama kata Al-faruqi adalah Tuhan, kalimat syahadat
menempati posisi sentral dalam setiap kedudukan, tindakan, dan pemikiran, setiap
muslim. Kehadiran Tuhan mengisi kesadaran muslim setiap waktu. Bagi kaum
Muslim, Tuhan benar-benar merupakan obsesi yang agung.
b.Tauhid sebagai pandangan dunia
Tauhid merupakan pandangan umum tentang realitas, kebenaran dunia, ruang
dan waktu, sejarah manusia, dan takdir.
c.Tauhid sebagai intisari islam
Esensi peradaban islam adalah islam sendiri. Tidak ada satu perintah pun
dalam islam yang bisa dilepaskan dari tauhid.2
Agama di era globalisasi dihadapkan pada berbagai tantanngan dan kekuatan
yang sangat kompleks. Agama oleh Bellah disebut sebagai kekuatan spiritual manusia
diharapkan mampu menjawab beberapa persoalan kehidupan masyarakat, baik sosial,
ekonomi, politik kemanusiaan, dan sebagainya. Dalam bahasa yang lebih luas, Bellah
menghendaki agar agama tidak hanya berkutat pada aspek eskatologis semata, tetapi 2 Muhibbuddin, 1971, sejarah syari’ah islam di Indonesia.
6
harus berperan aktif dalam masyarakat dengan tidak membelenggu dan membius
pemeluknya dalam ‘buaian’ semesta. Dengan jalan ini, diharapkan masyarakat tetap
survive membangun dan maju, tanpa harus menjadi permisif, karna selalu terkendali
dengan agama. Tantangan-tantangan tersebut menurut Sahliyeh, diperparah oleh gejala
terjadinya penyamarataan “crisis atmosphere”, sebagai nadi bagi upaya modernisasi
sebagai elite sekuler dalam dunia ketiga. Hal tersebut berakibat tumbuhnya
kekecewaan dengan nasionalis sekuler, problem wilayah, problem identitas nasional,
meluasnya keluhan-keluhan sosial ekonomi, serta krisis moralitas tradisional nilai-nilai
barat maupun dunia ke tiga.
Agama juga selain harus mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang ada, ia
juga harus bersaing dangan berbagai kekuatan di luar agama yang sangat beragam.
Kekuatan tersebut oleh E. jonhson diringkas menjadi delapan yaitu :
1. Demokrasi yang menuntut partisipasi.
2. Kesadaran global yang menghancurkan provinsialisme.
3. Kesadaran akan ketidak adilan ekonomi dan sosial, dan perlu penindakan
pengamanan.
4. Kesadaran secara besar-besaran dan perlu konflik secara damai.
5. Meterialisme yang memerlukan budaya tandingan untuk menyederhanakan
kehidupan dan nilai kemanusiaan.
6. Individualisme, berlebihan yang memunculkan masyarakat bebas dan
bertanggungjawab.
7. Etnosentrisme, rasisme dan kepekaan terhadap budaya lain, yang memerlukan
kata “gospel” ajaran, tentang martabat manusia yang asasi bagi setiap individu.
8. Feminism yang getol.3
2. Hakikat Agama dan Manusia
3 Karman,M. 2015. ILMU KALAM Klasik Dan Temporer. Hal 67
7
Alam terbentang luas dan manusia hidup didalamnya. Dengan panca indra dan
akal yang ada padanya, manusia dapat menyaksikan alam itu berdasarkat sifat dan
lakunya. Maka yang mula-mula timbul pada manusia itu adalah perasaan bahwa ada
sesuatu yang menguasai alam ini. Kesan pertamanya adalah, adanya yang maha kuasa.
Setelah kita tinjau hidup manusia dan perkembangan cara berfikir, sejak dari
zaman yang sangat sederhana (primitive) sampai ia meningkat ke bermasyarakat,
nyatalah sudah bahwa pokok asli pendapatnya ialah tentang adanya Yang Maha Kuasa
dan Gaib. Karna sebab pertama tentang adanya Yang Ada, adalah fitrah jiwa. Besab
itu maka agama manusia yang mula-mula itulah agama fitrah.4
Bahkan didalam buku yang menjelaskan tentang ilmu agama salah satunya
yang berkaitan denga Tuhan. Seperti ilmu ketuhanan yang dijelaskan oleh T.M.
Usman El Muhammady yang menjelaskan bahwa ilmu ketuhanan yang Maha Esa
adalah ilmu yang menerangkan tentang sifat-sifat Allah seperti yang dijelaskan dalam
agama islam. Agama islam mengajarkan kita tentang kekuasaan Tuhan, sifat-sifat
Tuhan hanya saja, bahwa tiap otak manusia tidak mampu untuk mempelajari Tuhan
itu, yang dimaksudkan adalah, tidak mampu menetapkan apa, siapa, dan bagaimana
Tuhan itu sebenarnya.
Karna ketidakmampuan manusia maka timbullah anggapan-anggapan
mengenai Tuhan, sehingga timbullah berbagai agama buatan manusia. Dengan
diutusnya Nabi Muhammad SAW, yang memperkenalkan dirinya berdasarkan wahyu
Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, yang
termaktub dalam Al-qur;an. Tanpa adanya Al-qur’an kita tidak akan mengetahui
bagaimana Allah.5
Salah satu yang berkaitan tentang kebebasan beragama disebutkan dalam surah
Al-baqarah ayat 256. Ayat tersebut hanya berkaitan dengan kebebasan memilih agama
Islam atau selainnya. Seseorang yang dengan sekarela dan penuh kesadaran telah
4 Hamka. 1959. Pelajaran agama islam Manusia dan Agama. 5 Muhammady, El Usman.1970. Ilmu ketuhanan yang maha esa.
8
memilih satu agama dan telah berkewajiban untuk melaksanakan ajaran agama
tersebut secara sempurna (mantap).
Akar-akar kebasan agama dijelaskan dalam Al-qur’an yang secara tegas yang
menyatakan bahwa perbedaan itu merupakan sunnatullah, sebagaimana dijelaskan
dalam surah Almaidah ayat 48. Tidak ada argumentasi apapun yang dapat menipis
eksistensi ini. Ayat tersebut tidak menafikan Allah untuk menjadikan manusia satu
warna. Para penafsir klasik umumnya menekankan dua hal :
1. Tugas kenabian bukan memaksa agar beriman.
2. Memberi petunjuk manusia hanyalah otoritas Tuhan.
Nabi Muhammad SAW berupaya mengajak manusia beriman kepada Allah
hingga hampir membahayakan dirinya, tetapi Allah tidak menghendaki demikian.
Sekiranya NAbi Muhammad masih tetap berusaha (untuk meakukannya), Allah SWT
telah memfonis bahwa beliau tidak akan berhasil. Kalaupun berhasil Allah tidak
menerimanya karna itu sebagi iman paksaan, sedangkan-Nya adalah iman yang tulus,
tanpa pamrih dan tanpa paksaan.
Masalah agama merupakan masalah sensitive, Kecintaan seseorang kepada
agamanya, dapat mendorong orang untuk bertindak secara melampawi batas
kewajaran dan bertentangan dengan akal sehat dan pikiran yang jernih jika akal
mendapat panghinaan. Masing-masing umat beragama menganggap baik perbuatan
yang mereka kerjakan dalam agama mereka sehingga apabila ada yang mencacinya
mereka akan segera bangkit untuk kemarahan yang berlebihan.
Upaya menghubungkan antar agama dapat dilakukan dengan memupuk saling
pengertian dan saling menghormati, seperti tidak mengejek simbol-simbol agama, dan
mengucap salam sebagai do’a keselamatan. Ayat-ayat Al-qur’an yang secara literal
melarang kaum muslim menjadikan non musim sebagai akhwan tempat berbagai
informasi dan sejenisnya tidak difahami dalam konteks hubungan permanen, melaikan
hubungan temporer, sesuai dengan dinamika hubungan antar agama.6
6 Karman, M. 2015. ILMU KALAM Klasik dan Kontemporer. Hal. 73
9
B. Dialog Antaragama dalam Pemikiran Kalam Kontemporer
1. Pengertian Dialog Agama
Dialog adalah percakapan mengenai persoalan bersama antara dua atau lebih
orang dengan perbedaan pandangan yang tujuan utamanya adalah agar setiap
partisipan dapat belajar dari yang lain sehingga ia dapat berubah dan tumbuh. Atau
cara melakukan perjumpaan dengan memahami diri sendiri dan dunia pada tingkatan
terdalam, membuka kemungkinankemungkinan untuk menggali dan menggapai makna
fundamental kehidupan secara individu maupun kolektif dengan berbagai dimensinya
(Bhaidawy, 2001: 25).7
Agama merupakan salah satu pembatas peradaban. Artinya, umat manusia
terkelompok dalam agama Islam, Kristen, Katolik, Konghucu dan sebagainya. Potensi
konflik antar mereka tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi
pecahnya konflik antar umat beragama perlu dikembangkan upaya-upaya dialog
untuk mengeliminir perbedaan-perbedaan pembatas di atas.
Dialog adalah upaya untuk menjembatani bagaimana benturan bisa dieliminir.
Dialog memang bukan tanpa persoalan, misalnya berkenaan dengan standar apa yang
harus digunakan untuk mencakup beragam peradaban yang ada di dunia. Dialog antar
umat beragama merupakan sarana yang efektif menghadapi konflik antar umat
beragama. Pentingnya dialog sebagai sarana untuk mencapai kerukunan, karena
banyak konflik agama yang anarkis atau melakukan kekerasan. Mereka melakukan
pembakaran tempat-tampat ibadah dan bertindak anarki, seperti penjarahan dan
perusakkan tempat tinggal.8
Dialog antaragama merupakan sebuah solusi dan menjadi titik inti dalam
perubahan dari kehidupan egosentris ke kehidupan dialogis, karena semua itu akan
mengajak diri kita dan orang lain untuk melakukan transformasi agar kita tetap dapat
eksis dan terbuka pada orang lain dari dunia yang berbeda .9
7 Bhaidawy, 2001 hal : 258 Elly Maranatha Bakkara, Leo Fernando Hutabarat. http://dialog-antar-umat-
beragama.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 30 oktober 2013, pukul 14.15 WIB.9 Bhaidawy, 2001: 56
10
Hubungan antaragama juga terkait dengan dialog antaragama. Penafsiran
eksklusif menafsirkan bahwa dialog dengan non muslim dianggap tidak penting,
karena tidak memiliki nilai positif. Az-Zamakhsyari, misalnya mengatakan
bahwasanya ahli kitab berdialog dengan perkataan dengan melampai batas (pernyataan
keji dan kecaman) maka tidak ada ruang dialog dengan mereka. Seperti hanya Az-
Zamarkhsyari, menurut Al-Qasimy, ahli al-kitab diberi ruang dengan orang muslim
dengan cara yang lebih keras, jika mereka menggunakan perkataan keji dann celaan.
Tidak ada dosa bagimu menghadapi mereka dengan cara yang keras.10
Agama merupakan masalah yang sangat sensitive bagi suatu bangsa, karena
agama merupakan identitas suci dibandingkan identitas sosial lainnya. Ketika terjadi
krisis, agama menjadi symbol pemersatu di satu sisi, dan pada sisi lain agama menjadi
factor pemecah belah. Krisis multidimensional yang melanda Indonesia sejak 1997
sampai sekarang menunjukan agama sebagai gejala sosial yang lebih bersifat
memecah belah kesatuan dibanding dengan mempersatukan.11 Seperti yang
diungkapkan M. Rasjidi, bahwa agama adalah masalah yang tidak dapat ditawar-
tawar, apalagi diganti.Ia mengibaratkan bahwa agama tidak seperti rumah atau pakaian
yang bisa diganti-ganti semau hati. Jika seseorang memeluk keyakinan, maka
keyakinan itu tidak dapat dipisahkan darinya. Berdasarkan keyakinan inilah,
menurutnya bahwa umat beragama sulit untuk berbicara secara objektif dalam soal
keagamaan, karena manusia dalam keadaan involved (terlibat)dengan hal tersebut.12
Mukti Ali, Hidup berdampingan antar berbagai macam kelompok agama
dengan hal itu belum dapat dikatakan dialog antar berbagai agama . karna dialog
sesunguhnya bukan hanya memberi informasi, mana yang sama dan mana yang
berbeda, antara ajaran yang satu dengan yang lalinya. Dialog antaragama juga bukan
suatu usaha agar orang yang diajak berbicara menjadi yakin akan kepercayaanya, dan
menjadikan orang lain mengubah agamanya kepada yang ia peluk. Dialog tidak
10 M. Karman, ILMU KALAM Klasik dan Kontemporer. Hal : 7611 Ahmad Syafi’I Mufid. Dialog Agama dan Kebangsaan. (Jakarta: Zikrul Hakim, 2001). Hal: 6.12 Zainul Abbas. Makalah: Hubungan Atar Agama di Indonesia(Tantangan dan Harapan). Hal:
1.
11
dimaksudkan untuk konfersi semacam itu untuk menggembirakan agamanya yang
diikut. Dialog antaragama bukanlah studi akademis terhadap agama, juga bukan
merupakan usaha untuk menyatukan semua ajaran agama menjadi satu. Dialog
antaragama juga bukan suaatu usaha untuk membentuk agama baru yang dapat di ikuti
oleh semua pihak. Dialog bukanlah berdebat adu argumentasi antara beberapa
kelompok pemeluk agama, hingga dengan dengan demikian ada yang menang dan ada
yang kalah. Dialog bukanlah usaha untuk meminta pertanggungjawaban orang lain
dalam menjalankan agamanya. Dialog bukanlah semua itu! Lalu, apa yang dimaksud
dialog antar agama itu? 13
Menurut Hans Kung bahwa dalam didalog tidak hanya meningkatkan rasa
toleransi tetapi juga pengalaman transformatif bagi pihak-pihak yang terlibat.14 Lebih
jauh A. Mukti Ali merumuskan bahwa dialog antaragama adalah pertemuan hati
danpikiran antar pemeluk berbgai kelompok agama. Dialog adalah komunikasi antara
orang-orang terpercaya pada tingkat agama. Dialog adalah jalan bersama untuk
mencapai kebenaran dan bekerjasama dalam proyek-proyek untuk kepentingan
bersama. Ia merupakan perjumpaan antara dua pemeluk agama, tanpa merasa rendah
dan tanpa agenda tujuan yang dirahasiakan. Sedangkan menurut KBBI dialog berasal
dari kata di•a•log yaitu percakapan (sandiwara, cerita, dsb), bisa juga disebut karya
tulis yg disajikan dl bentuk percakapan antara dua tokoh atau lebih.15
Dalam jangkauan yang lebih luas, diluar para peserta dialog, dialog
mengharukan adanya kebebasan beragama, hingga setiap orang bebas untuk
mengungkapkan pandangan agamanya kepada orang lain, dan membiarkan orang lain
menyampaikan ungkapanya. Dengan begitu menjadi jelas perbedaan dan persamaan
antara satu agama dengan agama lain.
Itu sebab, dialog antar agama membiarkan utuh hak setiap orang untuk mengamalkan
keyakinannya dan mennyampaikan kepada orang lain. Dialog tidak menuntut para
13 Sabri, Mohammad. 1999. Keberagaman Yang Saling Menyapa. Hal. 16614 M. Karman, ILMU KALAM Klasik dan Kontemporer. Hal : 7615 Setiawan, Ebta. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia Luar Jaringan,
12
pesertanya untuk meniggalkan kepercayaan agamanya atau sebagian dari kepercayaan
itu. Dialog agama adalah suatu perjumpaan yang sungguh-sungguh besahabat dan
berdasarkan hormat dan cinta dalam tingkatan agama aau berbagai kelompok pemeluk
agama. Karena itu sejak semula disadari betul perlunya komitmen bersama untuk
memeahami bagaimana proses dialog itu bisa terlangsung dan terbuka secara sejajar.
Dialog antaragama juga bisa mengambil bentuk komunikasi pengalaman
keagamaan (religius eperience) doa dan meditasi. Tentu dialog mistik seperti ini
hanya dapat dilakukan oleh pemimpin agama saja, atau orang-orang tertentu yang
memangn ingin mengetehui kehidupan pemimpin-pemimpin agama lain.
Dialog semacam ini jelas memiliki relavansi yang sangat kuat terhadap
pembinaan keruhanian masing-masing pemeluk agama. Sebab tataran dialog tidak lagi
seputar keagamaan-keagaman formal tetapi lebih kepada aspek yang substansial dan
transendental. Disini tema spritual lebih menjadi tema dominan dialog.16
2. Etika dalam Dialog Antar Agama
Dialog dalam konteks mengajak orang lain beriman hanya kepada Allah
merupakan bagian penting dari dakwah islam. Namun, penting dicatat bahwa dalam
berdakwah absolusitas ajaran agama yang oleh kaum muslim diyakini kebenaranya
secara absolut, tidak dapat diabsolutkan kepada orang lain diluar agama yang dipeluk
oleh mitra dialog. Kaum muslim dalam dialog dapat menunjukan identitas keimanan,
dan tidak memaksakanya kepada orang lain. Petunjuk yang diberikan oleh Al-qu’an
apabila berdialog dengan Ahl Kitab adalah menjunjung tinggi etika dan menghormati
mitra dialog dengan tidak menyalahkan keyakinan yang dimiliki mitra dialog.
Menurut, Hans Kung ketika penting dalam menjajakan dialog global dengan etika dan
hubungan antaragama diera kini, ada tiga hal penting dalam rangka dialog antaragama,
meliputi:
16 Sabri, Mohammad. 1999. Keberagaman Yang Saling Menyapa. Hal. 169
13
1. Hanya bila seorang berusaha memahami kepercayaan dan nilai-nilai ritus serta
simbol-simbol orang lain atau sesamanya maka ia dapat memahami orang lain
secara sungguh-sungguh.
2. Hanya bila seorang berusaha memahami kepercayaan orang lain, maka ia dapat
memahami imannya secara sungguh-sungguh, kekuatan dan kelemahan, segi-segi
yang konstan dan yang berubah.
3. Hanya jika seseorang berusaha memahami kepercayaan orang lain, ia dapat
menemukan dasar yang sama meskipun ada perbedaanya yang dapa menjadi
landasan untuk hidup bersama di dunia secara damai.17
Globalisasi yang melahirkan tatanan dunia yang satu menuntut umat eragama
meningkatkan kerjasama dan pemahaman sesama manusia karena secara realitas umat
beragama hidup dalam satu planet yang kecil. Perbedaan akidah dan pandangan hidup
tidak lagi menjadi halangan untuk bekerjasama dalam kebaikan. Ini sejalan pula
dengan peritah Allah dalam Q. S. Al-Maidah : (5) 2 untuk bekerjasama dalam
kebaikan dan ketakwaan serta sejalan pula dengan ajaran ahl kitabmencapai titik temu
atau sepakat (comon platform) sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Ali Imran (3) : 64.
Umat beragama dimasa kini dihdarapkan mampu melakukan selebrasi
Dialog dan kerukunan antar umat beragama masih merupakan barang mewah
banyak Negara didunia ini, di Timur Tengah, India, Burma, Irlandia, belum lagi di
Negara-negara bekas Uni Soviet dan Yugoslavia, keterangan antar umat beragama
masih sangat menhiasi berita surat kabar. Diberbagai Negara pluralitas keberagaman
manusia dapat dengan mudah mencabik-cabik kesatuan dan kesatuan bangsa.
Pluralitas agama di Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim begitu banyak
mendapat sorotan tajam oleh banyak pengamat dilua negeri. Meskipun beberapa
kalangan tertentu didalam negeri masih ada yang merasa yang tidak puas terhadap
kehidupan beragama ditanah air, namun para penagamat dari luar mulai melihat model
17 M. Karman, ILMU KALAM Klasik dan Kontemporer. Hal : 76
14
dialog dan keturunan hidup antarumat beragama di Indonesia sebagai alternatif yang
perlu dikembangkan.18
3. Hal yang di Harapkan dalam Dialog Antaragama
Kerukunan antarumat beragama merupakan salah satu hasil dari dialog ,
disamping hasil dari yang lain seperti, pergaulan akrab dan perdamaian. Dialog
berbeda dengan polemik. Polemik bersifat ofensif dan bertujuan mengalahkan lawan
atau melumpuhkan kegiatanya. Selain itiu dialog juga berbeda dengan apologi.
Apologi bersifat desendif. Seorang penulis apolog berusaha untuk membuktikan
kaidah-kaidah nya namun apabila diserang kadang-kadang bersifat polemis juga.
Keduanya yaitu apologi dan polemiik tidak keluar dari alam pemikiranya dan tidak
berusaha memasuki dan memahami alam pikiran orang lain. Yang dicari dalam dialog
adalah kebenaran Universal yang tidak memiliki sepenuhnya oleh masing-masing
pihak. Jadi kedua belah pihak harus mengakui kebenaran Universal. Dialog antar
agama bukan saja untuk mencari saling pengertian akan tetapi juga untuk mengambil
bagian dalam pengalaman batin Orang lain.
Terlaksananya suatu dialog memerlukan prasyarat kesadaran agama pada dua
belah pihak harus kuat. Apabila dialog tematis (formal) belum dapat dilaksanakan,
tidak ada alas an untuk meninggalkan dialog sama sekali. Usaha dialog antar agama
telah lama dirintis orang. Beberapa tokoh agama yang berpandangan jauh kedepan
telah banyak tampil memprakarsainya, namun inisiatif tersebut belum mendapat iklim
baik untuk maju secara lebih luas. Terlebih untuk dialog yang membicarakan suatu
doktrin teretentu seperti tentang Tuhan, Wahyu, Nabi, Dosa, Surga, Neraka, Roh, dan
lain sebagainya.19
Bagaimana pun setiap orang merasa agamannya yang paling benar. Tetapi
yang penting adalahkita bisa menjaga jarak antar pemeluk agama. Kata orang jawa
“nek cedek mambu tahi, nek adoh mambu kembang” (kalau dekat babu kotoran, kalau
jauh bau bunga). Artinya kalau persentuhan terlalu dekat menyangkut hal-hal yang 18 Abdullah, M. Amin. 1993. Etika Dan Dialog Antaar Agama Hal 11819 Dr. Zakiyah Daradjat, dkk. 1996. Perbandingan Agama 2 Hal 144 – 146
15
seharusnya tidak disentuhkanmungkin menjadi berbahaya dan deksruktif. Kalau kita
tidak siap dengan di sentuh maka justru akan memberi peluang akan timbulnya
konflik-konflik. Jadi terus terang dialog pada tataran subjektif atau dialogis, agak ragu-
ragu kecuali dalam batas perkawinan yang serius antar sejumlah orang yang memang
sudah siap mental dal siap ilmu.20
Dengan bersemagat untuk mencari kebenaran terus menerus, dialog
antaragama mempuyai fungsi kritis. Ini jangan dikacaukan dengan anggapan bahwa
dialog ini wahana untuk menentukan agama mana yang paling benar. Jika kata agama
dipahami secara konkrit dan bukan secara tafisis, maka dialog agama berarti dialog
antar orang-orang yang beragama. Manusia mendapatkan tetmpat yang sentral dalam
dialog. Tapi ingat, sebaiknya manusia pun tidak memahami secara metafisis,
melainkan manusia yang konkrit. Manusia konkrit berarti lingkungan budaya tertentu,
dan pada masa terrtentu. Dalam kekonkritanya inilah dialog mendapatkan sebagai
fungsi kritis.
Dialog antaragama tidak hanya bertentangan dengan imanmelaikan justru
menjadi tantangan bagi setiap orang yang terlibat untuk mengembangkan kejujuran
dan otensitas imanya. Sadar bahwa agama seorang tidak habis diungkapkan lewat
doktrin atau tradisi, setiap orang ditantang untuk melihat segi konkrit ataupraksisi dari
iman.demikian lah dialog berfungsi untuk melihat bagaimana relasi agama, hidup dan
relasi memiliki.
Dialog sebagai fugsi kritis tidak terlepas dari kehendak setiap orang untuk
mencari kebenaran terus-menerus. Kebenaran ini bukan seperti baang-barang yang
dijejer di super market atau pasar, yang bisa kita ambil diasaat kita membeutuhkanya.
Kebenaran mleliputi dimensi praktis dan refleksif tanpa refleksi religius,
pengalaman keagaman kkita menjadai buta, pengalaman membutuhkan iluminasi kritis
dan kebranian untuk mereklesifkanya. Sebaliknya refleksi tanpa pengalaman religius
akan menjadi refleksi yang kosong. Demikianlah dialog sebagai wahana refleksi
bersama, mempunyai daya kritis, baik dimensi praktis maupun refleksif, baik dalam 20 Nadjib, Emha Ainun. 1993. Dialog: Kritik dan Identitas Agama. Hal.162
16
kehidupan seorang secara pribadi maupun kelompok, substansi dialog kalau demikian
bukan lagi membandng-bandingkan agama tetapi lebih serupa dengnan kesaksian terus
memnerusatas realitas ilahi yang bersifat komprehensif dan menopang hidup orang
yang percaya. Kesaksian ini merupakan ungkapan seiap konstan dan kritis bagi orang-
orang yang hendak mencari kebenaran ditengah-tengah pluralitas agama.21
4. Permasalahan dalam Berdialog Antaragama
Dialog antar agama adalah dialog antara pemimpin jema’at agama. Mengapa
agama perlu dialog , karena mereka selalu saja terlbat konflik. Konflik antar agama
memang berati penyangkalan terhadap keabsahan agama yang terlibat dalam konflik
itu. Mereka adalah agama simbolik, tetapi dengan klaim sejati berikut kemutlakan dan
kesakalanya.
Dengan demikian hampir bisa dipastikan bahwa dialog antaragama seperti di
persepsikan selama ini tidak akan pernah bisa mencapai apa yang menjadi tujuanya.
Yakni kerjasama antaragama atau minimal mencegah terjadinya konflik sessama
mereka. Karna sebagai agama simbolik yang sudah sangat jauh terdirsorsi itu maka
dalam hubungan mereka satu dengan yang lain tidak ada agenda kecuali konflik.
Konflik antar antagonistik. Variasinya hanya akan berkisar pada pilihan-pilihan.
Kecuali apabila dialog itu sendiri memaksudkan sepenuhnya bagi poses bunuh
diri atau sekurang-kurangnya sebagai forum kritik radikal terhadap kedirian agama-
agama yang berssangkutan, artinya:
Pertama, bahwa dialog itu sendiri berani mempertanyakan secara mendasar
relevansi agama simbolik dengan agama real. Mana bagian dari agama simbolik itiu
yang bisa di verifikasi dengan hasrat kepasrahan kepada tuhan disatu pihak dengan
komitmen mewujudkakn keadilan, dilain pihak itulah yang layak dipertahankan.
Sebaliknya yang tidak bisa diverivikasi, kita kesampingkan.
21 Sunardi, Rt. 1993. Dialog: Cara Baru Beragama. Hal 77-79
17
Kedua, bahwa sekalipun suatu unsur dari agama simbolik itu bisa di verivikasi
sepenuhnya, seperti halnya ayat-ayat kitab suci , maka sebenarnya kemutlakan dan
kesakralanya, bukanlah bersifat dzat, kemutlakan dankesakralan kitab-kitab suci,
bukanlah terletak pada huruf dan kalimat kitab-kitab suci itu, melainkan semata-mata
karena muatan makna yang dikandungnya. Dalam bahas Ilmu Kalam (Asy-‘ari), huruf
dan kalimat-kallimat yang dibaca itu bukanlah hal yang qadim, azaly. Yang qadim,
azaly dan mutlak adalah makna. Yang terkandung didalamnya.
Jika demikan yang dimaksud dengan dialog antar agama, mana yang paling
layak dan bukan yang hanya layak, tapi mampu adalah umat itu sendiri, bukan
pemimpinnya.22
5. Tujuan Dialog Antaragama
Tujuan dialog antar agama adalah pemahaman bukan maksudnya untuk
mengalahkan yang lain untuk mencapai kesepakatan penuh atau pada suatu agama
universal. Cita-citanya adalah komunikasi untuk menjembatani jurang ketidaktahuan
dan kesalahpahaman timbal balik antara budaya dunia yang berbeda-beda.
Membiarkan mereka bicara dan mengungkapkan pandangan mereka dalam bahasa
mereka sendiri (Panikkar, 1994: 33)23
BAB III
SIMPULAN
Dari hasil-hasil pembahasan yang telah dijelaskan pada Bab II, dapat disimpulkan
bahwa sebagai berikut :
22 Mas’udi, Masdar Farid. 1993. Agama dan Dialognya. Hal: 155-15723 Panikkar, 1994 Hal: 33
18
1. Secara bahasa, agama berasal dari bahasa sangsakerta yang erat dengan agama
hindu dan budha, yang berisi “tidak pergi, tetap di tempat diwarisi turun
temurun”. Adapun arti kata din yang berarti menguasai, mendudukan,
kepatuhan, balasan, atau kebiasaan.
2. Upaya menghubungkan antar agama dapat dilakukan dengan memupuk saling
pengertian dan saling menghormati, seperti tidak mengejek simbol-simbol
agama, dan mengucap salam sebagai do’a keselamatan.
3. Masalah agama merupakan masalah sensitive, Kecintaan seseorang kepada
agamanya, dapat mendorong orang untuk bertindak secara melampawi batas
kewajaran dan bertentangan dengan akal sehat dan pikiran yang jernih jika akal
mendapat panghinaan.
4. Dialog adalah percakapan mengenai persoalan bersama antara dua atau lebih
orang dengan perbedaan pandangan yang tujuan utamanya adalah agar setiap
partisipan dapat belajar dari yang lain sehingga ia dapat berubah dan tumbuh.
Sedangkan Agama merupakan salah satu pembatas peradaban. Artinya, umat
manusia terkelompok dalam agama Islam, Kristen, Katolik, Konghucu dan
sebagainya. Potensi konflik antar mereka tidak bisa dihindari.
5. Dialog antaragama merupakan sebuah solusi dan menjadi titik inti dalam
perubahan dari kehidupan egosentris ke kehidupan dialogis, karena semua itu
akan mengajak diri kita dan orang lain untuk melakukan transformasi agar kita
tetap dapat eksis dan terbuka pada orang lain dari dunia yang berbeda.
6. Terlaksananya suatu dialog memerlukan prasyarat kesadaran agama pada dua
belah pihak harus kuat. Apabila dialog tematis (formal) belum dapat
dilaksanakan, tidak ada alas an untuk meninggalkan dialog sama sekali. Usaha
dialog antar agama telah lama dirintis orang.
7. Tujuan dialog antar agama adalah pemahaman bukan maksudnya untuk
mengalahkan yang lain untuk mencapai kesepakatan penuh atau pada suatu
agama universal. Cita-citanya adalah komunikasi untuk menjembatani jurang
ketidaktahuan dan kesalahpahaman timbal balik antara budaya dunia yang
19
berbeda-beda. Membiarkan mereka bicara dan mengungkapkan pandangan
mereka dalam bahasa mereka sendiri.
8. Dialog antaragama seperti di persepsikan selama ini tidak akan pernah bisa
mencapai apa yang menjadi tujuanya. Yakni kerjasama antaragama atau minimal
mencegah terjadinya konflik sessama mereka. Karna sebagai agama simbolik
yang sudah sangat jauh terdirsorsi itu maka dalam hubungan mereka satu dengan
yang lain tidak ada agenda kecuali konflik.
9. Dialog antaragama tidak hanya bertentangan dengan imanmelaikan justru
menjadi tantangan bagi setiap orang yang terlibat untuk mengembangkan
kejujuran dan otensitas imanya.
10. Kerukunan antarumat beragama merupakan salah satu hasil dari dialog ,
disamping hasil dari yang lain seperti, pergaulan akrab dan perdamaian. Dialog
berbeda dengan polemik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Amin. 1993. Etika Dan Dialog Antaar Agama. Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR;
Bassri, Hasan Dkk. Ilmu Kalam Sejarah Dan Pokok Pikiran Aliran-Aliran.
20
Dr. Zakiyah Daradjat, dkk. 1996. Perbandingan Agama 2. Jakarta: BUMI AKSARA;
Elly Maranatha Bakkara, Leo Fernando Hutabarat. http://dialog-antar-umat-
beragama.blogspot.com/. (Diakses pada tanggal 30 oktober 2013, pukul
14.15 WIB).
Hamka. 1959. Pelajaran Agama Islam Manusia Dan Agama. Jakarta: BULAN
BINTANG;
Karman, M. 2015. ILMU KALAM Klasik dan Kontemporer. Bogor: HILLIANA
PRESS;
Mas’udi, Masdar Farid. 1993. Agama dan Dialognya. Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR;
Mufid, Ahmad Syafi’I. 2001. Dialog Agama dan Kebangsaan. Jakarta: ZIKRUL
HAKIM;
Muhammady, El Usman.1970. Ilmu ketuhanan yang maha esa. Djakarta: PUSTAKA
AGUS SALIM.
Muhibbuddin, 1971, Sejarah Syari’ah Islam Di Indonesia, MAJALAH ILYA
ULUMUDDIN;
Nadjib, Emha Ainun. 1993. Dialog: Kritik dan Identitas Agama. Yogyakarta:
PUSTAKA PELAJAR;
Nasution, Harun. Teologi Islam, OP.CIT;
Sabri, Mohammad. 1999. Keberagaman Yang Saling Menyapa. Yogyakarta: ITTAQA
Press;
21
Setiawan, Ebta. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia Luar Jaringan,
Http//pusatbahasa.kemdiknas.go.id./KBBI;
Sunardi, Rt. 1993. Dialog: Cara Baru Beragama. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR;
Zainul Abbas. Makalah: Hubungan Atar Agama di Indonesia(Tantangan dan
Harapan);
22
Recommended