View
8
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KARYA AKHIR
HUBUNGAN EKSPRESI PROGRAMMED DEATH-LIGAND 1 (PD-L1) DENGAN DERAJAT TUMOUR-INFILTRATING
LYMPHOCYTES (TILs) PADA ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL
THE CORRELATION BETWEEN PROGRAMMED DEATH-LIGAND 1 (PD-L1) EXPRESSION AND THE DEGREE OF TUMOUR-INFILTRATING LYMPHOCYTES (TILs) IN COLORECTAL
ADENOCARCINOMA
NURSAKTI HAMZAH
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 (Sp.1) PROGRAM STUDI ILMU PATOLOGI ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2019
KARYA AKHIR
HUBUNGAN EKSPRESI PROGRAMMED DEATH-LIGAND 1
(PD-L1) DENGAN DERAJAT TUMOUR-INFILTRATING LYMPHOCYTES (TILs) PADA ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL
THE CORRELATION BETWEEN PROGRAMMED DEATH-LIGAND 1 (PD-L1) EXPRESSION AND THE DEGREE OF TUMOUR-INFILTRATING LYMPHOCYTES (TILs) IN COLORECTAL
ADENOCARCINOMA
NURSAKTI HAMZAH C107215204
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 (Sp.1) PROGRAM STUDI ILMU PATOLOGI ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2019
i
HUBUNGAN EKSPRESI PROGRAMMED DEATH-LIGAND 1
(PD-L1) DENGAN DERAJAT TUMOUR-INFILTRATING
LYMPHOCYTES (TILs) PADA ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL
KARYA AKHIR
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Spesialis-1 (Sp.1)
Program Studi
Ilmu Patologi Anatomi
Disusun dan diajukan oleh
NURSAKTI HAMZAH
Kepada
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 (Sp.1)
PROGRAM STUDI ILMU PATOLOGI ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
ii
iii
iv
PRAKATA
Alhamdulilah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya akhir ini dapat diselesaikan
dengan baik. Penulisan karya akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam
rangka penyelesaian Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Disamping itu, penulis
bermaksud untuk menyumbangkan pikiran mengenai programmed death-ligand 1
(PD-L1) dan tumour-infiltrating lymphocytes (TILs) pada adenokarsinoma kolorektal.
Dalam penelitian dan penulisan karya akhir ini, penulis mendapat banyak
bantuan dari berbagai pihak dan karena itu ucapan terimakasih yang sebesar-
besarnya disampaikan kepada:
1. dr. Upik A. Miskad, Ph.D, SpPA(K), sebagai pembimbing pertama yang
dengan penuh perhatian membimbing dan memberikan dorongan pada
penyusunan karya akhir ini.
2. Prof. dr. Syarifuddin Wahid, Ph.D, SpPA(K), Sp.F sebagai pembimbing
kedua dalam penelitian yang selalu membimbing, mendukung, mereview
dan mendorong penulis hingga menyelesaikan karya akhir ini.
3. Dr. dr. Andi Alfian Zainuddin, MKM yang telah membimbing dan membantu
penulis dalam metodologi penelitian dan analisis statistik dalam karya akhir
ini.
4. dr. Ni Ketut Sungowati, Sp.PA(K), sebagai salah satu penguji dalam
meneliti, mereview dan dengan penuh ketulusan membimbing penulis baik
dalam penelitian ini maupun sebagai pengajar.
v
5. dr. Muh. Husni Cangara, PhD, Sp.PA sebagai salah satu penguji dalam
penelitian dan dengan penuh ketulusan membimbing penulis baik dalam
penelitian maupun pada masa pendidikan.
6. Dr. dr. Berti Julian Nelwan, Mkes, Sp.PA sebagai Ketua Departemen
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang selama
ini telah membimbing sekaligus membina penulis selama menempuh masa
pendidikan.
7. Dr. dr Rina Masadah, M.Phil, Sp.PA(K), yang pada saat penulis menyusun
karya akhir ini masih menjabat sebagai Ketua Program Studi Departemen
Patologi Anatomi yang selama ini telah membimbing dan mendorong penulis
untuk menyelesaikan karya akhir ini dan membimbing penulis selama
menempuh masa pendidikan.
8. Seluruh staf pengajar di bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin tanpa terkecuali (dr. Truly D.Dasril Sp.PA(K), dr.
Djumadi Achmad, Sp.PA(K), dr. Mahmud Ghaznawie, Sp.PA(K), dr.
Cahyono Kaelan, Sp.PA(K),SpS.,PhD, dr. Gunawan Arsyadi, Sp.PA(K),
Dr.dr. Gatot S.Lawrence, Sp.PA(K), dr. Anna Maria Tjoanto, Sp.PA(K),
dr.Juanita, Sp.PA, dr. Ruth Norika Amin, M.Kes,Sp.PA, dr. Imeldy
Prihatni M.Kes,Sp.PA, dr. Andy Visi Kartika, M.Kes,Sp.PA, dr. Syamsu
Rijal, M.Kes,Sp.PA, dr. Devy Marisca, M.Kes, Sp.PA) atas bantuan dan
bimbingan selama penulis menempuh pendidikan maupun dalam penyusunan
karya akhir ini.
9. Rektor dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makasar,
atas kesediaannya menerima penulis menjadi peserta didik di Program
vi
Pendidikan Dokter Spesialis-1, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makasar.
10. Manajer Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.
11. Kementrian Kesehatan Republik indonesia atas bantuan dana pendidikan
melalui Beasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis Kemenkes sejak
tahun 2016.
12. Semua teman sejawat residen di Bagian Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar atas bantuan dan
dorongannya selama penulis menjalani masa pendidikan dan dalam
penyusunan karya akhir ini, khususnya dr. Halidah Rahawarin, M.Kes,
Sp.PA, dr. Yolanda Manule, dr. Huswatun Hasanah, dr. Rini Yusriany,
dan juga atas kerjasama dan kekompakannya selama ini.
13. Seluruh pegawai di Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin dan Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Universitas
Hasanuddin dan Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makasar, serta
karyawan Sentra Diagnostik Patologia Makassar.
14. Orang tua (ayahanda Hamzah(alm.) dan ibunda Sitti Nuriah(almh.)), kakak-
kakakku (Hasyim Hamzah, Nurwahidah Hamzah, Thabrani Hamzah,
Hamdani Hamzah dan Nurjannah Hamzah), dan seluruh keluarga atas doa,
dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis.
15. Yang tercinta suami (Muhammad Yusuf Achmad,ST), dan anak (Arung
Najwan Yusuf) yang telah menjadi pendorong dan penyemangat terbesar
bagi penulis selama menjalani pendidikan.
vii
16. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat di sebutkan satu
persatu.
Akhirnya hanya Allah SWT yang dapat membalas semua amalan kebaikan yang
telah diberikan. Semoga karya akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
rahmat-Nya senantiasa tercurah bagi kita semua. Akhir kata, penulis memohon maaf
yang sebesar-besarnya apabila dalam tulisan ini terdapat hal-hal yang tidak
berkenan.
Makassar, 10 Juni 2019
NURSAKTI HAMZAH
viii
ABSTRAK
Nursakti Hamzah
Hubungan Ekspresi Programmed Death-Ligand 1 (PD-L1) dengan Derajat
Tumour-Infiltrating Lymphocytes (TILs) pada Adenokarsinoma Kolorektal
Dibimbing oleh Upik A. Miskad, Syarifuddin Wahid
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ekspresi programmed
death-ligand 1 (PD-L1) sel tumor dengan derajat tumour-infiltrating lymphocytes
(TILs) pada adenokarsinoma kolorektal. Penelitian ini dilakukan dengan metode
cross-sectional dengan mengambil 52 sampel adenokarsinoma kolorektal periode
tahun 2014-2016 secara simple random. Terhadap spesimen dari sampel dilakukan
pewarnaan imunohistokimia dengan antibodi rabbit monoclonal PD-L1 dan dilakukan
penilaian derajat TILs stroma berdasarkan pewarnaan hematoxylin-eosin (H-E).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara ekspresi PD-L1
sel tumor dengan derajat TILs pada adenokarsinoma kolorektal berdasarkan uji Chi-
square, yaitu diperoleh nilai p=0,017 (p<0,05). Hasil ini mengindikasikan bahwa
derajat TILs berpotensi untuk digunakan sebagai salah satu faktor prediktif terhadap
ekspresi PD-L1 sel tumor pada adenokarsinoma kolorektal.
Kata Kunci : PD-L1, TILs, adenokarsinoma kolorektal.
ix
ABSTRACT
Nursakti Hamzah
The Correlation between Programmed Death-Ligand 1 (PD-L1) Expression and
the Degree of Tumour-Infiltrating Lymphocytes (TILs) in Colorectal
Adenocarcinoma
Supervised by Upik A.Miskad, Syarifuddin Wahid
The purpose of this study was to find out the correlation between programmed
death-ligand 1 (PD-L1) expression of tumour cell and the degree of tumour-
infiltrating lymphocytes (TILs) in colorectal adenocarcinoma. Cross-sectional method
was used in this study by taking 52 samples of colorectal adenocarcinoma in the
period of 2014-2016 using simple random technique. To each specimen of the
samples, for PD-L1, immunohistochemistry (IHC) staining was performed using a
rabbit monoclonal antibody, and the assessment of degree of stromal TILs was
done on hematoxylin-eosin (H-E) staining. The result of this study showed that there
was a significant correlation between PD-L1 expression of tumour cell and the
degree of TILs in colorectal adenocarcinoma based on the Chi-square test where the
value of p = 0.017 (p < 0.05) was obtained. It indicates that the degree of TILs has a
potential to be used as one of the predictive factors to PD-L1 expression of tumour
cell in colorectal adenocarcinoma.
Keywords: PD-L1, TILs, colorectal adenocarcinoma
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA AKHIR iii
PRAKATA iv
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvii
DAFTAR SINGKATAN xviii
BAB I. PENDAHULUAN 1
I.1. Latar Belakang Masalah 1
I.2. Rumusan Masalah 6
I.3. Tujuan Penelitian 6
I.3.1. Tujuan Umum 6
I.3.2. Tujuan Khusus 7
I.4. Hipotesis 7
I.5 Manfaat Penelitian 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 9
II.1. Anatomi dan Histologi Kolorektal 9
II.2. Kanker Kolorektal 12
II.2.1. Definisi Kanker Kolorektal 12
II.2.2. Insiden Kanker Kolorektal 13
xi
II.2.3. Jenis Kanker Kolorektal 14
II.2.4. Faktor Resiko Kanker Kolorektal 14
II.2.5. Sistem Grading Adenokarsinoma Kolorektal 16
II.2.6. Sistem Staging Kanker Kolorektal 17
II.2.7. Karsinogenesis Kanker Kolorektal 18
II.3. Aspek Imunologi Tumor 23
II.3.1. Antigen Tumor 23
II.3.2. Respon Imun Terhadap Tumor 27
II.3.3. Checkpoint Signaling Imun 32
II.4. Faktor Prognostik Pada Kanker Kolorektal 42
II.4.1. Tumour-Infiltrating Lymphocytes (TILs) 42
II.4.2. Ekspresi Programmed Death-Ligand 1
(PD-L1) 43
II.5. Penanganan Kanker Kolorektal 44
Kerangka Teori 49
Penjelasan Kerangka Teori 50
BAB III. KERANGKA KONSEP 52
III.1. Identifikasi Variabel 52
III.2. Klasifikasi variabel 52
Kerangka Konsep 53
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN 54
IV.1. Desain Penelitian 54
IV.2. Tempat dan Waktu Penelitian 54
IV.3. Populasi Penelitian 54
IV.4. Sampel dan Cara Pengambilan Sampel 54
IV.5. Perkiraan Besar Sampel 55
IV.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 55
xii
IV.6.1. Kriteria Inklusi 55
IV.6.2. Kriteria Eksklusi 56
IV.7. Cara Kerja 56
IV.7.1. Alokasi Subyek 56
IV.7.2. Prosedur Pewarnaan Hematoxylin-Eosin 57
IV.7.3. Prosedur Pewarnaan Imunohistokimia 58
IV.7.4. Interpretasi Hasil Pewarnaan
Imunohistokimia 59
IV.7.5. Metode Skoring Tumour-Infiltrating
Lymphocytes (TILs) 59
IV.8. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif 62
IV.8.1. Definisi Operasional 62
IV.8.2. Kriteria Obyektif 63
IV.9. Pengolahan dan Analisa Data 65
IV.10. Alur Penelitian 66
IV.11. Personalia Penelitian 66
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 67
V.1. Hasil Penelitian 67
V.1.1.Jumlah Sampel 67
V.1.2. Karakteristik Sampel 74
V.1.3. Analisis Perbedaan Derajat TILs
Berdasarkan Grade Histopatologi 75
V.1.4. Analisis Perbedaan Ekspresi PD-L1
Berdasarkan Grade Histopatologi 77
V.1.5. Analisis Hubungan Ekspresi PD-L1
dengan Derajat TILs 78
V.2. Pembahasan 79
xiii
V.2.1. Perbedaan Derajat TILs Berdasarkan
Grade Histopatologi 81
V.2.2. Perbedaan Ekspresi PD-L1 Berdasarkan
Grade Histopatologi 83
V.2.3. Hubungan Ekspresi PD-L1 dengan
Derajat TILs 85
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 87
VI.1. Kesimpulan 87
VI.2. Saran 87
DAFTAR PUSTAKA 89
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Tabel 1. Kriteria derajat histologi adenokarsinoma kolorektal 17
Tabel 2. Karakteristik sampel 74
Tabel 3. Derajat TILs berdasarkan grade histopatologi 75
Tabel 4. Ekspresi PD-L1 sel tumor berdasarkan grade histopatologi 77
Tabel 5. Ekspresi PD-L1 sel tumor dengan derajat TILs 78
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar 1. Anatomi kolorektal 9
Gambar 2. Histologi kolorektal yang menunjukkan empat lapisan
dinding usus besar. 12
Gambar 3. Perubahan morfologi dan molekuler pada adenoma-
carcinoma sequence. 21
Gambar 4. Perubahan morfologi dan molekuler pada mismatch repair
pathway 23
Gambar 5. Tiga fase ‘cancer immunoediting’ terdiri dari fase
elimination, equilibrium, dan escape 30
Gambar 6. Struktur gen, mRNA dan protein PD-L1 35
Gambar 7. Struktur protein PD-L1 36
Gambar 8. PD-1/PD-L1 signaling, menurunkan proliferasi, survival
dan produksi sitokin dari sel T CD8+ 41
Gambar 9. Konsep imunoterapi pada suatu kanker 46
Gambar 10. Langkah-langkah dalam penilaian derajat TILs 61
Gambar 11. TILs stroma dilaporkan dalam persentase 62
Gambar 12. Adenokarsinoma rekti diferensiasi baik, obj.4x 68
Gambar 13. Adenokarsinoma rekti diferensiasi sedang, obj.10x 68
Gambar 14. Adenokarsinoma kolon diferensiasi buruk, obj.4x 68
Gambar 15. TILs derajat rendah, obj.4x(A) dengan area stroma
yang menunjukkan TILs 10%, obj.10x(B) 69
Gambar 16. TILs derajat sedang. Area stroma yang menunjukkan
TILs 20% obj.10x (A) dan area stroma dengan TILs
30%, obj.10x (B) 70
xvi
Gambar 17. TILs derajat tinggi, obj.4x (A), dengan area stroma
yang menunjukkan TILs 70%, obj.10x (B) 70
Gambar 18. A,B: sampel dengan ekspresi PD-L1 positif (terwarnai
pada ≥ 50% sel tumor/skor 2), obj.4x 71
Gambar 19. A,B: sampel dengan ekspresi PD-L1 positif (terwarnai
pada 5%-49% sel tumor/skor 1), obj.4x 71
Gambar 20. A,B: sampel dengan ekspresi PD-L1 negatif (< 5%
sel tumor yang terwarnai / skor 0), obj.4x 72
Gambar 21. Ekspresi PD-L1 dengan intensitas kuat, obj.40x 72
Gambar 22. Ekspresi PD-L1 dengan intensitas sedang, obj.40x 72
Gambar 23. Ekspresi PD-L1 dengan intensitas lemah, obj.40x 73
Gambar 24. Ekspresi PD-L1 negatif, obj.40x 73
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearence)
2. Daftar Sampel Penelitian
xviii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
PD-L1 programmed death-ligand 1
TILs tumour-infiltrating lymphocytes
H-E hematoxylin-eosin
MHC major histocompatibility complex
MSI microsatellite instability
MSI-h microsatellite instability-high
NK natural killer
IFN-γ interferon-gamma
PD-1 programmed death-1
FAP familial adenomatous polyposis
MMR mismatch repair
EMAST elevated microsatellite alterations at selected
tetranukleotida repeats
CEA carcinoembryogenic antigen
AFP Α-fetoprotein
APC antigen presenting cell
CTLA-4 cytotoxic T-lymphocyte-associated antigen 4
TCR T-cell receptor
ITIM immune receptor tyrosine-based inhibitory motif
ITSM immunoreceptor tyrosine-based switch motif
MAPK mitogen-activated protein kinase
PI3K phosphoinositide 3-kinase
HIF-1 hypoxia-inducible factor alpha
HRE hypoxia response element
STAT-3 signal transducer and activation of transcription-3
xix
miR microRNA
Bcl-xl B-cell lymphoma-extra large
TGF-β Transforming growth factor beta
APC adenomatous polyposis coli
DNA deoxyribose-nucleic acid
RNA ribose-nucleic acid
KRAS Kirsten rat sarcoma viral oncogene homolog
BRAF B-Raf proto-oncogene, serine/threonine kinase
HER-2 human epidermal growth factor receptor
EBV Epstein-Barr virus
HPV human papilloma virus
HTLV-1 human T-lymphotropic virus type 1
Treg regulatory T cell
CD cluster of differentiation
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Kanker kolorektal adalah keganasan ketiga yang paling sering
ditemukan dan merupakan penyebab utama kematian keempat akibat
kanker di dunia, dan terhitung sekitar 1,4 juta kasus baru dan hampir
700.000 kematian di tahun 2012. (Ferlay et al., 2015; Arnold et al., 2016)
Pada tahun 2030, diperkirakan kejadiannya meningkat 60% menjadi lebih
dari 2,2 juta kasus baru dan 1,1 juta kematian. (Arnold et al., 2016)
Kanker kolorektal merupakan kanker paling terbanyak ketiga pada
pria dan yang kedua pada wanita. Pada tahun 2012, di seluruh dunia
diperkirakan terdapat 746.000 kasus baru pada pria (10,0% dari total
insiden kanker pada pria) dan terdapat 614.000 kasus baru pada wanita
(9,2% dari total insiden kanker pada wanita). (Ferlay et al., 2015)
Kematian akibat kanker kolorektal di seluruh dunia lebih banyak
dilaporkan di wilayah yang kurang berkembang, yaitu 52% pada tahun
2012 yang dianggap menggambarkan kelangsungan hidup yang lebih
buruk di wilayah ini. (Ferlay et al., 2015) Di Indonesia, data tahun 2012
menunjukkan insiden kanker kolorektal pada pria menempati urutan kedua
terbanyak setelah kanker paru-paru dan terbanyak ketiga pada wanita
setelah kanker payudara dan kanker serviks. Sementara angka kematian
akibat kanker kolorektal menempati urutan ketiga penyebab kematian
2
terbanyak pada pria akibat kanker, dan urutan keempat penyebab
kematian terbanyak pada wanita. (WHO, 2014) Di Makassar, berdasarkan
data dari Rumah Sakit Pendidikan Dr.Wahidin Sudirohusodo (RSWS)
tercatat lebih dari 100 kasus kanker kolorektal tipe adenokarsinoma
selama tahun 2017.(Data rekam medik RSWS)
Menurut jenis histopatologinya, kanker kolorektal memiliki berbagai
macam jenis. Dari berbagai penelitian yang dilakukan mengenai kanker
kolorektal, jenis yang paling banyak ditemukan adalah adenokarsinoma,
yaitu lebih dari 90% kasus. (Fleming, Ravula, Tatishchev, & Wang, 2012 ;
Schneider & Langner, 2014)
Limfosit yang ditemukan pada area tumor dikenal dengan sebutan
tumour-infiltrating lymphocytes (TILs). (Jakubowska, Kisielewski,
Kańczuga-Koda, Koda, & Famulski, 2017; Yao et al., 2017) TILs
dianggap sebagai gambaran respon imun primer host melawan tumor,
dimana TILs merupakan salah satu bagian penting dari lingkungan mikro
tumor yang berperan dalam menekan pertumbuhan tumor. (Gooden,
Bock, Leffers, Daemen, & Nijman, 2011; Mei et al., 2014; Bupathi & Wu,
2016) Salah satu subpopulasi dari TILs yang memegang peran penting
dalam imunitas terhadap tumor adalah sel T sitotoksik CD8+ yang
merupakan bentuk respon imun adaptif, yang dapat melakukan fungsi
surveilans dengan mengenali dan membunuh secara langsung sel-sel
target, dalam hal ini sel-sel tumor yang mengekspresikan peptida yang
berasal dari antigen tumor dan dipresentasikan pada molekul major
3
histocompatibility complex (MHC) kelas I. (Abbas, Lichtman, & Pillai, 2017;
Yao et al., 2017)
Saat ini, derajat TILs dapat dinilai dari preparat yang menggunakan
pewarnaan hematoxylin-eosin (H-E) sesuai rekomendasi International
TILs Working Group, 2014. TILs dapat dinilai pada intratumor, yaitu TILs
yang bersentuhan langsung dengan sel tumor atau berada dalam sarang
tumor, dan pada stroma tumor, yaitu area di antara sarang tumor.
Beberapa penelitian saat ini menyimpulkan bahwa TILs pada stroma
lebih baik digunakan sebagai parameter dalam diagnostik dibandingkan
TILs intratumor dengan menggunakan pewarnaan H-E. Penilaian TILs
pada stroma tidak akan dipengaruhi oleh densitas dan pola pertumbuhan
tumor, oleh karena TILs dinilai pada area di antara sarang tumor.
(Salgado et al., 2015)
Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa infiltrasi limfosit memiliki
kaitan dengan survival yang lebih baik pada beberapa tipe kanker.
(Gooden et al., 2011) Penelitian dengan skala cukup besar dengan
menggunakan 2369 sampel pasien kanker kolorektal di Israel
mengarahkan bahwa TILs merupakan salah satu indikator prognostik
setelah disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, etnis, stadium, grade, dan
status microsatellite instability (MSI). (Rozek et al., 2016) Hyuk et al dalam
penelitiannya memperoleh hasil adanya hubungan yang signifikan antara
derajat TILs dengan derajat diferensiasi tumor pada kanker kolorektal,
yaitu derajat TILs yang rendah berhubungan dengan derajat diferensiasi
4
yang buruk. Penelitian tersebut juga mengkonfirmasi bahwa derajat TILs
berhubungan secara signifikan dan independent dengan prognosis yang
buruk terhadap overall survival tetapi bukan terhadap disease-free survival
berdasarkan analisis multivariate. (Hyuk, 2012) Beberapa penelitian juga
telah menunjukkan bahwa dengan adanya infiltrasi TILs, baik TILs
intratumor maupun TILs pada stroma tumor, memiliki kontribusi terhadap
prognosis yang lebih baik pada kanker kolorektal. (Deschoolmeester,
Baay, Lardon, Pauwels, & Peeters, 2011)
Pada tahap awal karsinogenesis, sel-sel imun yang menginfiltrasi
tumor terutama sel T CD8+ dan sel natural killer (NK) berpotensi
membatasi pertumbuhan tumor atau mencegah metastasis sel tumor.
Namun, tumor juga dapat mengembangkan beberapa mekanisme untuk
menghindari respon imun tubuh. (Parcesepe, Giordano, Laudanna,
Febbraro, & Pancione, 2016; Smith & Kang, 2014)
Programmed death-1 (PD-1; CD279) adalah salah satu bagian
dari sel T regulator yang terekspresi pada permukaan sel T, sel B dan NK
aktif. (Keir, Butte, Freeman, & Sharpe, 2008; Wang et al., 2016) PD-1
dapat mengalami upregulasi selektif akibat paparan yang persisten
terhadap antigen, sehingga ekspresi PD-1 pada sel T merupakan salah
satu penanda akan sel T yang exhausted (kelelahan). (Dong, Sun, &
Zhang, 2017) Ligannya, programmed death -ligand 1 (PD-L1; B7-H1 dan
CD274) terekspresi pada sel tumor, sel T dan sel B, makrofag, dan
sejumlah tipe sel tertentu. Ikatan antara PD-L1 dengan PD-1 akan
5
menghantarkan sinyal inhibitor yang akan mengurangi produksi sitokin
dan proliferasi sel T dan pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan
apoptosis sel T. Ekspresi PD-L1 pada tumor telah digambarkan sebagai
marker prediktif untuk respon tumor terhadap imunoterapi anti-PD-1 atau
anti-PD-L1 dalam beberapa tipe keganasan. (L. Wang et al., 2016)
Penelitian sebelumnya dengan sampel kanker kolorektal yang
dilakukan oleh Rosenbaum et al di Amerika Serikat mendapatkan bahwa
secara histologik, tumor dengan ekspresi PD-L1 positif lebih cenderung
dengan diferensiasi yang buruk, dan berhubungan secara signifikan
dengan usia yang lebih tua dan pada jenis kelamin wanita. Namun, dalam
penelitian tersebut menggambarkan tumor dengan PD-L1 positif
mengandung sejumlah besar TILs CD8+ dan secara signifikan TILs lebih
cenderung pada tumor dengan ekspresi PD-L1 positif. (Rosenbaum,
Bledsoe, Morales-Oyarvide, Huynh, & Mino-Kenudson, 2016) Sedangkan
penelitian oleh Masugi et al, mengungkapkan ekspresi PD-L1 tumor
kolorektal berbanding terbalik dengan kadar TILs pada analisis
univariabel, namun tidak memiliki hubungan yang signifikan pada analisis
multivariabel. Sampai saat ini, masih sedikit yang diketahui tentang
hubungan yang kompleks antara PD-L1 dan TILs. (Masugi et al., 2017)
Penelitian ini pertama dilakukan dengan mengambil sampel
penderita kanker kolorektal di Makassar, untuk menilai derajat TILs
(pada stroma) dan ekspresi PD-L1 sel tumor pada kanker kolorektal tipe
adenokarsinoma, dan selanjutnya untuk menentukan apakah derajat TILs
6
memiliki korelasi dengan ekspresi PD-L1, yang penting untuk digunakan
sebagai faktor prediktif maupun prognostik pada penderita kanker
kolorektal.
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan derajat TILs pada adenokarsinoma
kolorektal derajat diferensiasi baik, sedang, dan diferensiasi buruk?
2. Apakah terdapat perbedaan ekspresi PD-L1 sel tumor pada
adenokarsinoma kolorektal derajat diferensiasi baik, sedang, dan
diferensiasi buruk?
3. Apakah terdapat perbedaan derajat TILs pada adenokarsinoma
kolorektal dengan ekspresi PD-L1 sel tumor yang negatif dan
positif?
I.3. Tujuan Penelitian
I.3.1. Tujuan Umum
Menentukan hubungan ekspresi PD-L1 sel tumor dengan derajat
TILs pada kanker kolorektal tipe adenokarsinoma.
7
I.3.2. Tujuan Khusus
1. Menentukan derajat TILs pada adenokarsinoma kolorektal
diferensiasi baik, diferensiasi sedang, dan diferensiasi buruk
dengan pewarnaan H-E.
2. Menentukan ekspresi PD-L1 sel tumor pada adenokarsinoma
kolorektal diferensiasi baik, diferensiasi sedang, dan diferensiasi
buruk dengan pewarnaan immunohistokimia.
3. Membandingkan derajat TILs antara adenokarsinoma kolorektal
dengan sel tumor yang menunjukkan ekspresi PD-L1 positif dan
adenokarsinoma kolorektal dengan sel tumor yang menunjukkan
ekspresi PD-L1 negatif.
I.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat perbedaan derajat TILs dengan derajat
diferensiasi adenokarsinoma kolorektal : semakin rendah
derajat TILs, semakin buruk derajat diferensiasinya.
2. Terdapat perbedaan ekspresi PD-L1 pada sel tumor dengan
derajat diferensiasi adenokarsinoma kolorektal : semakin
positif ekspresi PD-L1 pada sel tumor, semakin buruk derajat
diferensiasinya.
8
3. Terdapat hubungan ekspresi PD-L1 sel tumor dengan
derajat TILs pada adenokarsinoma kolorektal : semakin
positif ekspresi PD-L1 pada sel tumor, maka semakin
rendah derajat TILs.
I.5. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi ilmiah tentang konsep biologis hubungan
ekspresi PD-L1 dan derajat TILs pada kanker kolorektal tipe
adenokarsinoma.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih
lanjut terutama aspek imunologi pada kanker kolorektal.
3. Data penelitian ini dapat digunakan sebagai faktor prediktif dan
faktor prognostik penderita kanker kolorektal terutama untuk
kepentingan imunoterapi.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Anatomi dan Histologi Kolorektal
Usus besar (kolorektal) memanjang dari ileum terminal ke kanalis
anus. Selain rektum dan appendiks vermiform, usus besar dibagi
menjadi empat bagian: kolon kanan atau kolon ascendens, kolon tengah
atau kolon transversum, kolon kiri atau kolon descendens, dan kolon
sigmoid. Sigmoid bersambungan dengan rektum, yang berakhir pada
kanalis anus. (AJCC, 2006)
Gambar 1. Anatomi kolorektal (Mescher, 2013)
10
Saekum merupakan kantong berongga yang berawal dari
segmen proksimal kolon kanan. Ukurannya 6 cm hingga 9 cm dan diliputi
oleh peritoneum. Kolon ascendens berukuran panjang 15-20 cm dengan
permukaan posteriornya (maupun kolon descendens) hanya memiliki
sedikit peritoneum sehingga kontak langsung dengan retroperitoneum.
Sebaliknya, permukaan anterior dan lateral dari kolon ascendens (dan
kolon descendens) memiliki serosa dan berada intraperitoneal. Fleksura
hepatika menghubungkan kolon ascendens dengan kolon transversum
melewati hanya bagian inferior ke hepar dan anterior ke duodenum.
(AJCC, 2006)
Kolon transversum sepenuhnya intraperitoneal, ditunjang oleh
mesenterium panjang yang melekat pada pankreas. Fleksura splenik
menghubungkan kolon transversum ke kolon descendens, melewati
bagian inferior ke limpa dan anterior ke cauda pankreas. Ukuran kolon
descendens sepanjang 10–15 cm. Kolon kembali lagi menjadi
sepenuhnya intraperitoneal di kolon sigmoid, dimana mesenterium
berkembang pada batas medial dari m.psoas major posterior belakang
dan meluas ke rektum. Transisi dari kolon sigmoid ke rektum ditandai oleh
fusi tenia dari kolon sigmoid untuk membentuk otot longitudinal
sirkumferensial dari rektum yang berada kira-kira 12–15 cm dari linea
dentata. (AJCC, 2006)
Rektum memiliki panjang sekitar 12 cm, memanjang di proksimal
dari fusi tenia ke puborektalis ring di distal. Rektum diliputi oleh
11
peritoneum di depan dan di kedua sisi pada sepertiga atas dan hanya di
dinding anterior pada sepertiga bagian tengahnya. Peritoneum
direfleksikan di lateral dari rektum untuk membentuk fossa perirectal dan
di anterior, uterus atau lipatan rektovesikal. Tidak ada lapisan peritoneal di
sepertiga bawah, yang sering diketahui sebagai ampula rektum. Kanalis
anal, yang panjangnya 3-5 cm, memanjang dari puborectalis sling ke anal
verge. (AJCC, 2006)
Histologi dinding usus besar terdiri dari empat lapisan : (Mescher,
2013)
1. Lapisan mukosa, terutama mengandung kelenjar intestinal tubular
yang berada hingga ke muskularis mukosa, dilapisi oleh sel-sel
goblet dan sel absortif dengan sejumlah kecil sel-sel
neuroendokrin. Sel-sel absortif kolumnar atau kolonosit memiliki
mikrovili yang iregular dan ruang interselular yang berdilatasi untuk
absorbsi cairan yang aktif. Sel-sel goblet yang memproduksi mukus
lubrikan menjadi lebih banyak di sepanjang kolon dan rektum. Stem
cell epitelial berada pada sepertiga bawah setiap kelenjar.
2. Lapisan submukosa, memiliki vaskularisasi yang baik.
3. Lapisan muskularis, memiliki lapisan sirkuler yang khas, dengan
otot longitudinal luar hanya ada pada tenia coli.
4. Lapisan serosa, dengan adventitia pada rektum.
Pada kanalis anal, epitel kolumnar yang melapisi rektum berubah
menjadi epitel skuamous berlapis dari kulit anus. Di dekat anus, lapisan
12
sirkular dari muskularis rektum membentuk spinkter anus interna, dengan
kontrol selanjutnya oleh otot striae dari spinkter anus eksterna. (Mescher,
2013)
Gambar 2. Histologi kolorektal yang menunjukkan empat lapisan dinding usus
besar. (Mescher, 2013)
II.2 Kanker Kolorektal
II.2.1 Definisi Kanker Kolorektal
Kanker kolorektal didefinisikan sebagai keganasan yang timbul
pertama kali di kolon atau rektum yang merupakan bagian akhir dari
13
traktus gastrointestinal. Keganasan yang berasal dari epitel kolorektal
disebut dengan karsinoma kolorektal. (S.R. Hamilton, F.T. Bosman,
P.Boffetta, M.Ilyas, 2010)
II.2.2 Insiden Kanker Kolorektal
Kanker kolorektal merupakan kanker paling terbanyak ketiga pada
pria dan yang kedua pada wanita. Pada tahun 2012, di seluruh dunia
diperkirakan terdapat 746.000 kasus baru pada pria (10,0% dari total
insiden kanker pada pria) dan terdapat 614.000 kasus baru pada wanita,
(9,2% dari total insiden kanker pada wanita). (Ferlay et al., 2015)
Di Indonesia, data tahun 2012 menunjukkan insiden kanker
kolorektal pada pria menempati urutan kedua terbanyak setelah kanker
paru-paru dan terbanyak ketiga pada wanita setelah kanker payudara dan
kanker serviks. Sementara angka kematian akibat kanker kolorektal
menempati urutan ketiga penyebab kematian terbanyak pada pria akibat
kanker, dan urutan keempat penyebab kematian terbanyak pada wanita.
(WHO, 2014) Di Makassar, berdasarkan data dari Rumah Sakit
Pendidikan Dr.Wahidin Sudirohusodo (RSWS) tercatat lebih dari 100
kasus kanker kolorektal tipe adenokarsinoma selama tahun 2017.
(Data rekam medik RSWS)
14
II.2.3 Jenis Kanker Kolorektal
Menurut jenis histopatologinya, kanker kolorektal memiliki berbagai
macam jenis. Dari berbagai penelitian yang dilakukan mengenai kanker
kolorektal, jenis yang paling banyak ditemukan adalah adenokarsinoma.
Lebih dari 90% karsinoma kolorektal adalah adenokarsinoma. Karsinoma
kolorektal jenis lainnya yang lebih jarang meliputi karsinoma
neuroendokrin, sel skuamous, sel spindel dan undifferentiated carcinoma.
(Fleming et al., 2012)
Lebih dari 90% karsinoma kolorektal merupakan adenokarsinoma
yang berasal dari sel-sel epithelial dari mukosa kolorektal, dimana formasi
glandular menjadi dasar dalam grading histopatologi pada
adenokarsinoma kolorektal. (Fleming et al., 2012; S.R. Hamilton, F.T.
Bosman, P.Boffetta, M.Ilyas, 2010) Pada penelitian mengenai gambaran
histologi kanker kolorektal dari tahun 1998-2001 di Amerika Serikat
dengan 522.630 kasus kanker kolorektal didapatkan gambaran
histopatologis dari karsinoma kolorektal sebesar 96% berupa
adenokarsinoma, 2% karsinoma lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4%
epidermoid carcinoma, dan 0,08% berupa sarcoma. (Stewart, Wike, Kato,
Lewis, & Michaud, 2006)
II.2.4 Faktor Resiko Kanker Kolorektal
Secara umum perkembangan kanker kolorektal merupakan
interaksi antara faktor lingkungan dan faktor genetik. Kanker kolorektal
15
dapat berkembang dari faktor lingkungan yang bersifat multipel yang
beraksi terhadap predisposisi genetik. Terdapat banyak faktor yang dapat
meningkatkan atau menurunkan resiko terjadinya kanker kolorektal.
Faktor resiko terhadap kanker kolorektal sendiri dapat dibagi menjadi dua,
yaitu faktor yang dapat dimodifikasi seperti merokok dan konsumsi
alkohol, dan yang tidak dapat dimodifikasi seperti riwayat kanker
kolorektal atau polip adenoma individu dan keluarga. (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2017)
Beberapa faktor resiko terhadap kanker kolorektal : (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2017)
a. Faktor genetik. Sekitar 20% kasus kanker kolorektal memiliki riwayat
keluarga. Kerentanan genetik misalnya pada familial adenomatous
polyposis (FAP) dan hereditary nonpolyposis colon cancer syndrome
menyebabkan kanker kolorektal.
b. Penurunan aktifitas fisik dan obesitas dihubungkan dengan resiko
kanker kolon. Aktifitas fisik yang teratur bersifat protektif yang
dikatakan dapat mengurangi resiko kanker kolorektal hingga 50%.
Sementara kurangnya aktifitas fisik dapat menyebabkan kelebihan
berat badan yang dapat menjadi faktor yang meningkatkan resiko
kanker kolorektal.
c. Faktor diet. Beberapa peneltian, termasuk yang dilakukan oleh
American Cancer Society, menemukan bahwa konsumsi tinggi
daging merah dan/atau daging yang telah diproses meningkatkan
16
resiko kanker kolorektal, begitu pula dengan mengkonsumsi daging
merah yang dimasak pada temperatur tinggi dengan waktu masak
yang lama. Selain itu, mengkonsumsi sedikit buah dan sayur juga
memiliki resiko kanker kolorektal yang lebih tinggi.
d. Vitamin D. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa individu dengan
kadar vitamin D yang rendah meningkatkan resiko kanker kolorektal,
namun hubungan vitamin D dan kanker sampai saat ini masih belum
diketahui secara pasti.
e. Merokok dan alkohol. Banyak penelitian telah membuktikan bahwa
merokok tobako dapat menyebabkan kanker kolorektal. Individu
yang mengkonsumsi alkohol secara sedang dengan 2-4 porsi per
hari selama hidupnya, memiliki resiko 23% lebih tinggi terhadap
kanker kolorektal dibanding individu yang mengkonsumsi kurang dari
1 porsi alkohol perhari.
II.2.5 Sistem Grading Adenokarsinoma Kolorektal
Sistem grading berdasarkan World Health Organization (WHO), yang
mengklasifikasikan adenokarsinoma kolorektal menjadi 4 derajat (grade),
yaitu : (S.R. Hamilton, F.T. Bosman, P.Boffetta, M.Ilyas, 2010)
17
Tabel 1. Kriteria derajat histologi adenokarsinoma kolorektal
Kriteria Kategori diferensiasi
Grade Descriptive grade
>95% bentukan glandular
Well- differentiated
1 Low
50-95% bentukan glandular
Moderately differentiated
2 Low
>0-49% bentukan glandular
Poorly differentiated
3 High
High level of microsatellite instability
Variable Variable Low
Kategori ” undifferentiated carcinoma “ (grade 4) ditujukan untuk karsinoma
tanpa bentukan glandular, produksi mucin, atau neuroendocrine, squamous atau
diferensiasi sarcomatoid;
Klasifikasi yang dikemukakan oleh C. Dukes (1929-1935)
memberikan dasar pada berbagai sistem stadium yang digunakan
sekarang. Klasifikasi ini terbagi menjadi 2 gambaran histopatologi, yaitu
kedalaman penetrasi ke dalam dinding dan ada atau tidaknya metastase
pada kelenjar limfe regional. Klasifikasi TNM saat ini lebih banyak dipakai
menggantikan klasifikasi lainnya, termasuk klasifikasi Dukes. (S.R.
Hamilton, F.T. Bosman, P.Boffetta, M.Ilyas, 2010)
II.2.6 Sistem Staging Kanker Kolorektal
Klasifikasi staging (pentahapan) kanker digunakan untuk
menentukan luas atau ekstensi kanker dan nilai prognostik pasien. Sistem
yang paling banyak digunakan adalah sistem TNM yang dibuat oleh
18
American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan International Union for
Cancer Control (UICC). Sistem ini mengklasifikasikan ekstensi tumor
primer (T), kelenjar getah bening regional (N) dan metastasis jauh (M),
sehingga staging akan dinilai berdasarkan T, N dan M. Klasifikasi TNM
yang terbaru adalah TNM edisi ke 7 dan mulai digunakan pada 1 Januari
2010. (Edge & Compton, 2010; Jacques et al., 2009)
II.2.7 Karsinogenesis Kanker Kolorektal
Mekanisme terjadinya kanker kolorektal dianggap merupakan
kejadian molekuler yang heterogen termasuk faktor genetik dan
epigenetik. Setidaknya terdapat 2 jalur genetik yang telah dikenal luas
yaitu melalui jalur APC/β-catenin dan jalur microsatellite instability (MSI).
Kedua jalur ini merupakan akumulasi dari berbagai mutasi, akan tetapi
berbeda dalam hal gen-gen yang terlibat pada masing-masing jalur.
Sementara faktor epigenetik, paling sering disebabkan oleh proses
metilasi yang kemudian menginduksi gene silencing, dan dapat
meningkatan progresifitas pada kedua jalur tersebut. (Kumar, Abbas, &
Aster, 2015)
Sekitar 5% dari semua kanker kolorektal disebabkan oleh mutasi
genetik yang diwariskan, dan sisanya 95% kasus, sekitar 20% memiliki
riwayat keluarga yang terkena namun tidak dapat dikategorikan ke
sindrom kanker kolorektal herediter manapun. Hal ini dikatakan mungkin
19
disebabkan oleh perubahan genetik sekunder akibat predisposisi yang
diturunkan, atau faktor dari diet dan lingkungan. (Dintinjana, Redzović, &
Dintinjana, 2014)
Adenoma-Karsinoma Sequence / Jalur APC/β-catenin
Transformasi dari mukosa kolon normal menjadi kanker invasif
dapat berkembang melalui suatu tahapan akumulasi perubahan genetik
dan epigenetik. Sebagian besar kanker kolorektal berkembang dari
kondisi adenoma yang sudah ada sebelumnya yang memiliki lesi
malignan genetik, dimana transformasi ini dapat berlangsung selama 10-
15 tahun. Perkembangan kanker kolorektal didasari oleh faktor spesifik
dan mekanisme patogenetik yang bersifat kompleks dan heterogen.
Faktor-faktor etiologi termasuk paparan lingkungan dan pola makan,
masih menjadi tantangan besar dalam mendefinisikan agen spesifik yang
mempengaruhi resiko kanker kolorektal (Dintinjana et al., 2014)
Pada jalur ini, yang khas adalah mutasi dari APC (adenomatous
polyposis coli) pada proses neoplastik awal. Untuk bisa menyebabkan
adenoma, kedua kopi gen APC harus mengalami inaktifasi fungsional,
baik melalui proses mutasi genetik ataupun melalui proses epigenetik.
Gen APC merupakan kunci negatif dari regulator β-catenin, sebuah
komponen dari jalur Wnt signaling. β-catenin merupakan protein
sitoplasmik tetapi bekerja pada nukleus sebagai faktor transkripsi. Protein
APC normalnya mengikat dan memicu degradasi β-catenin, sehingga
apabila fungsi APC hilang, maka β-catenin akan menumpuk dan
20
ditranslokasi ke inti sel, yang kemudian akan membentuk kompleks
dengan DNA-binding factor TCF, selanjutnya mengaktifkan transkripsi gen
termasuk MYC dan cyclin D1 yang akan memicu proliferasi sel. (Kumar et
al., 2015)
Mutasi APC selanjutnya diikuti oleh mutasi gen lainnya, misalnya
mutasi aktivasi KRAS, yang akan memicu pertumbuhan sel dan
mencegah terjadinya apoptosis. Pendapat bahwa mutasi KRAS
merupakan kejadian terakhir pada perkembangan kanker kolorektal,
didukung oleh hasil penelitian bahwa mutasi KRAS jarang (<10%)
ditemukan pada adenoma yang berukuran kurang dari 1 cm, tetapi sering
(sekitar 50%) ditemukan pada adenoma yang berukuran lebih dari 1 cm
dan pada adenokarsinoma kolorektal. (Kumar et al., 2015)
Polip adenomatosa atau adenoma adalah lesi prekursor yang
penting untuk kanker. Hanya sebagian kecil adenoma berkembang
menjadi kanker, dimana adenoma berukuran >1 cm diperkirakan memiliki
kemungkinan 15% berkembang menjadi karsinoma selama periode 10
tahun. Individu dengan familial adenomatous poliposis yang sangat
mempengaruhi perkembangan adenoma, dapat berkembang menjadi
kanker kolorektal pada dekade ketiga sampai kelima kehidupan.
(Dintinjana et al., 2014)
Progresifitas tumor juga dihubungkan dengan mutasi pada gen-gen
penekan tumor (tumor suppressor genes), seperti gen-gen yang
21
mengkode SMAD2 dan SMAD4 yang merupakan efektor sinyal
transforming growth factor beta (TGF-β). Secara normal, sinyal TGF-β
menghambat siklus sel, sehingga hilangnya fungsi dari gen tersebut
menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol. Gen penekan tumor
TP53, diketahui mengalami mutasi pada 70%-80% kanker kolon. (Kumar
et al., 2015)
Gambar 3. Perubahan morfologi dan molekuler pada adenoma-carcinoma
sequence. (Kumar et al., 2015)
Microsatellite Instability (MSI) Pathway
Mikrosatelit merupakan pengulangan singkat urutan nukleotida
yang tersebar di seluruh genom. Karena dari cara berulang itu maka
rentan terhadap kesalahan selama replikasi. Sistem mismatch repair
(MMR) deoxyribose-nucleic acid (DNA) dapat mengenali dan
memperbaiki kesalahan ini. Microsatellite instability (MSI) adalah
konsekuensi dari ketidakmampuan sistem MMR memperbaiki kesalahan.
Anggota sistem MMR yang telah diidentifikasi adalah MSH2, MLH1,
MSH6, PMS2, MLH3, MSH3, PMS1, dan Exo1.73. Sekitar 60% dari
22
semua kanker, terdapat bentuk lain dari MSI (EMAST-elevated
microsatellite alterations at selected tetranukleotida repeats). (Dintinjana
et al., 2014)
Pada pasien dengan defisiensi MMR DNA, mutasi-mutasi akan
tertimbun di dalam pengulangan mikrosatelit, yang dihubungkan dengan
MSI. Kondisi ini dihubungkan dengan MSI-high atau tumor MSI-h.
Beberapa rangkaian mikrosatelit berlokasi pada gen yang mengkode
atau mempromosi regulasi pertumbuhan sel, misalnya gen yang
mengkode reseptor TGF-β tipe II. Oleh karena TGF-β menghambat
proliferasi sel epitel kolon, maka mutasi reseptor TGF-β tipe II dapat
menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol. (Kumar et al.,
2015)
Subset microsatellite unstable dari kanker kolon tanpa disertai
mutasi dari MMR DNA, menunjukkan adanya hipermetilasi CpG island
(CIMP). Pada tumor ini, region promotor MLH1 mengalami hipermetilasi,
sehingga menyebabkan penurunan ekspresi MLH1 dan fungsi perbaikan.
Mutasi aktivasi pada onkogen BRAF(B-Raf proto-oncogene) sering
ditemukan pada kanker ini, sebaliknya, KRAS dan TP53 tidak mengalami
mutasi. Dengan demikian gabungan antara MSI, mutasi BRAF, metilasi
pada target tertentu, seperti MLH1 merupakan ciri dari jalur
karsinogenesis ini. (Kumar et al., 2015)
23
Gambar 4. Perubahan morfologi dan molekuler pada mismatch repair pathway.
(Kumar et al., 2015)
II.3. Aspek Imunologi Tumor
II.3.1 Antigen Tumor
Berbagai tumor ganas mengekspresikan berbagai jenis molekul
yang akan dikenali oleh sistem imun sebagai antigen asing. Jika sistem
imun mampu bereaksi terhadap tumor pada seorang individu, tumor
tersebut pasti mengekspresikan antigen yang dilihat sebagai antigen asing
(nonself) oleh sistem imun individu tersebut. (Abbas, Abul K,
Lichtman,Andrew H. and Pillai, 2016)
Klasifikasi dari antigen tumor ini awalnya dibagi dua berdasarkan
pola ekspresinya, yaitu tumor-spesific antigen dan tumor-associated
antigen. Tumor-spesific antigen merujuk pada antigen yang diekspresikan
hanya oleh sel tumor dan tidak pada sel normal, bisa bersifat unik hanya
diekspresikan oleh satu jenis tumor dan bisa pula oleh beberapa tumor
24
dengan tipe yang sama. Sementara tumor-associated antigen merujuk
pada antigen yang diekspresikan baik oleh sel tumor maupun oleh sel
normal namun mengalami perubahan atau disregulasi. (Abbas et al.,
2017)
Sekarang ini klasifikasi modern berdasarkan pada struktur
molekuler, sumber antigen yang diekspresikan oleh sel tumor yang
menstimulasi sel T, dan respon antibodi terhadap pejamunya.
Berikut ini merupakan pembagian utama dari antigen : (Abbas et al., 2017)
A. Produk dari gen-gen yang bermutasi.
Onkogen dan gen-gen tumor supressors yang bermutasi akan
menghasilkan protein yang berbeda dengan protein seluler normal
yang akhirnya bisa memicu respon tumor. Contoh produk onkogen
adalah mutasi Ras, yang didapatkan pada sekitar 10 % karsinoma
pada manusia. Contoh produk gen tumor supressors adalah p53 yang
bermutasi yang didapatkan pada sekitar 50% tumor pada manusia.
Produk-produk dari gen ini bisa berupa protein sitosol maupun nuklear
yang mengalami degradasi dalam proteasom sehingga bisa
dipresentasikan oleh molekul MHC kelas I.
B. Protein seluler yang tidak bermutasi namun terekspresi secara
abnormal.
Antigen tumor ini merupakan protein normal yang ekspresinya
abnormal, sehingga memacu sistem imun. Contohnya adalah HER2
25
(human epidermal growth factor receptor 2) /Neu yang mengalami
overekspresi pada kanker payudara dan karsinoma lainnya.
C. Antigen dari virus onkogenik.
Produk dari virus onkogen ini berperan sebagai antigen yang dapat
memicu respon dari sel T. Kebanyakan dari tumor yang diinduksi oleh
virus DNA ini, protein antigen yang mengkode virus terdapat dalam
nukleus, sitoplasma, dan membran plasma sel tumor. Protein virus
yang disintesis secara endogen ini dapat diproses dan
dipresentasikan oleh molekul MHC pada permukaan sel tumor.
Peptida virus ini merupakan antigen asing, karenanya tumor yang
diinduksi virus DNA ini merupakan tumor paling imunogenik yang
diketahui. Contohnya virus EBV (Epstein-Barr virus) penyebab
limfoma sel B dan kanker nasofaring, HPV (human papilloma virus)
penyebab karsinoma di serviks, orofaring dan tempat lain, dan lain-
lain. Contoh virus RNA (retrovirus) adalah human T-lymphotropic
virus type 1 (HTLV-1) yang merupakan penyebab leukimia atau
limfoma sel T pada orang dewasa.
D. Antigen Onkofetal
Protein ini terekspresi normal selama perkembangan normal fetus
tetapi tidak pada jaringan matur, terekspresi pada level tinggi pada
beberapa jenis kanker. Contohnya adalah carcinoembryogenic
antigen (CEA) yang konsentrasinya meningkat pada keganasan kolon,
pankreas, lambung, dan payudara. Α-fetoprotein (AFP) juga
26
merupakan antigen onkofetal yang meningkat pada karsinoma hepar,
kanker sel germinal, dan kadang-kadang pada kanker pankreas dan
lambung. Protein ini juga digunakan sebagai penanda tumor sehingga
cukup penting untuk kepentingan diagnosis.
E. Antigen berupa glikolipid dan glikoprotein yang mengalami perubahan
Kebanyakan dari tumor pada manusia dan tumor eksperimental
mengekspresikan glikoprotein dan glikolipid permukaan yang
konsentrasinya lebih tinggi ataupun dalam bentuk abnormal, yang
dapat berfungsi sebagai penanda diagnostik maupun terapi target.
Molekul ini dapat berupa gangliosid, antigen blood group, dan musin.
Gangliosid yaitu GM2, GD2, dan GD3 merupakan glikolipid yang
mengalami overekspresi pada neuroblastoma, melanoma, dan banyak
sarkoma.
F. Antigen tissue-spesific differentiation
Tumor-tumor dapat mengekspresikan molekul yang secara normal
hanya terekspresi pada sel asal tumor dan tidak pada jaringan
lainnya. Antigen ini disebut differentiation antigens karena spesifik
untuk stadium diferensiasi tertentu dari berbagai macam jenis sel.
Contohnya adalah tyrosine pada melanoma yang merupakan antigen
diferensiasi melanosit. Contoh lain adalah CD10 dan CD20 yang
merupakan penanda permukaan dari tumor-tumor yang berasal dari
sel B. Antigen-antigen ini merupakan molekul normal diri sendiri
sehingga biasanya tidak menginduksi respon imun yang kuat.
27
II. 3. 2 Respon Imun Terhadap Tumor
Selama lebih dari satu abad telah dikemukakan bahwa fungsi
fisiologis sistem imun adaptif adalah untuk mencegah pertumbuhan
berlebihan sel yang bertransformasi dan menghancurkan sel-sel
tersebut sebelum sel-sel ini menjadi tumor yang berbahaya.
Pengendalian dan eliminasi sel ganas oleh sistem imun disebut sebagai
immune surveillance. (Abbas, Abul K, Lichtman,Andrew H. and Pillai,
2016)
Menurut Dunn et al, terminologi yang lebih luas dan lebih tepat
adalah cancer immunoediting yang mencakup 3 proses yaitu 3 E :
elimination, equilibrium, dan escape. (Dunn, Bruce, Ikeda, Old, &
Schreiber, 2002)
A. Fase Elimination
Fase ini mewakili proses yang dulunya merupakan konsep cancer
immunosurveillance, yang bila mampu mengeradikasi tumor yang
berkembang, maka tumor tidak akan masuk ke fase selanjutnya. Fase
ini meliputi konsep dasar dari cancer immunosurveillance, dimana saat
berhasil menghentikan perkembangan tumor, maka dapat dikatakan
menggambarkan suatu proses editing yang sempurna tanpa melewati
tahap selanjutnya. Pada tahap awal dari eliminasi, ketika suatu tumor
solid mencapai ukuran tertentu, maka tumor akan bertumbuh invasif
dan membutuhkan pasokan darah yang cukup akibat produksi dari
28
protein-protein yang stromagenik dan angiogenik. Pertumbuhan yang
invasif menyebabkan kerusakan minor di jaringan sekitar yang akan
menginduksi sinyal inflamatori dan akhirnya akan menarik sel-sel dari
sistem imun innate (sel Natural Killer T (NKT), NK, sel T γδ, makrofag,
dan sel dendritik) ke lokasi tersebut. Struktur pada sel-sel yang
bertransformasi akan dikenali oleh infiltrasi sel imun seperti sel NKT,
NK, atau sel T γδ yang nantinya akan menstimulasi produksi dari IFN-γ.
Pada fase kedua, IFN-γ yang pertama kali diproduksi dapat
menyebabkan kematian tumor dalam jumlah yang terbatas sebagai
akibat mekanisme antiproliferatif dan apoptotik. Selain itu, juga dapat
menginduksi produksi dari kemokin CXCL 10 (interferon- inducible
protein-10, IP-10), CXCL 9 (monokine induced by IFN-γ, MIG) dan
CXCL 11 (inteferon-inducible T cell chemoacttractant, I-TAC) dari sel
tumor itu sendiri sebagaimana dari jaringan normal sekitarnya.
Setidaknya beberapa dari kemokin ini memiliki kapasitas angiostatik
yang poten yang dapat menghambat pembentukan pembuluh darah
baru dalam tumor yang pada akhirnya dapat meningkatkan kematian
sel-sel tumor. Debris sel tumor yang terbentuk baik akibat langsung
maupun tidak langsung dari produksi IFN-γ pada tumor, kemudian akan
diingesti oleh sel dendritik pada kelenjar limfe. Kemokin yang diproduksi
selama proses inflamasi yang menghebat akan menarik lebih banyak
sel-sel NK dan makrofag pada lokasi yang dimaksud. Pada fase ketiga,
sel NK yang menginfiltrasi tumor dan makrofag akan berinteraksi
29
secara timbal balik dalam memproduksi IFN-γ dan IL-12, dan akan
membunuh lebih banyak sel tumor melalui mekanisme yang melibatkan
tumor necrosis factor-related apoptosis-inducing ligand, perforin dan
reactive oxygen, serta nitrogen intermediate. Saat pembersihan oleh
kelenjar limfe, sel-sel dendritik baru yang berimigrasi akan
menginduksi sel-sel T helper CD4+ spesifik tumor untuk menghasilkan
IFN-γ yang pada akhirnya akan memfasilitasi perkembangan sel T
CD8+ spesifik tumor. Pada fase keempat, sel-sel T CD8+ dan CD4+
akan menetap pada lokasi tumor, dan sel-sel T sitolitik akan
menghancurkan sisa-sisa sel tumor yang mengekspresikan antigen
yang imunogenitasnya meningkat akibat paparan dari produksi lokal
IFN-γ.
B. Fase Equilibrium
Pada fase ini sistem imun pejamu dan sel tumor yang lolos dari fase
eliminasi memasuki equilibrium yang dinamis, dimana sel-sel limfosit
dan IFN-γ memberikan tekanan secara terus menerus terhadap sel
tumor namun tidak dapat dieliminasi sepenuhnya, terdiri dari sel tumor
yang bermutasi dan tidak stabil secara genetik. Periode ini mengikuti
pola seleksi Darwin, dimana meskipun banyak sel tumor yang
dihancurkan, tetapi muncul varian baru dengan mutasi yang berbeda
yang meningkatkan resistensinya terhadap respon imun. Hasil akhir
dari fase ini adalah populasi baru klon tumor dengan immunogenitas
yang berkurang, berasal dari populasi parental yang heterogen akibat
30
manipulasi dari sistem imun. Sepertinya periode ini merupakan yang
terpanjang dari ketiga fase, dan dapat berlangsung lebih dari periode
bertahun-tahun.
C.Fase Escape
Pada fase ini, varian sel tumor yang telah diseleksi pada fase
equilibrium sebelumnya dapat berkembang dalam lingkungan dengan
sistem imun yang intak. Adanya defek dari sistem imun ini
kemungkinan besar muncul ketika perubahan genetik dan epigenetik
membuat sel tumor resisten terhadap deteksi dan/atau eliminasi sistem
imun, yang membuat tumor dapat meluas dan bisa dideteksi secara
klinis, dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Gambar 5. Tiga fase ‘cancer immunoediting’ terdiri dari fase elimination, equilibrium, dan escape. Pada a dan b : sel-sel tumor yang sedang berkembang (biru), varian sel tumor (merah), stroma dan sel-sel yang tidak bertransformasi (abu-abu). Pada c : varian tambahan dari tumor (oranye) yang terbentuk dari fase equilibrium. Lingkaran kecil berwarna oranye menandakan sitokin, dan flashes
putih menandakan aktivitas sitotoksik limfosit melawan sel tumor. (Dunn et al., 2002)
31
Tubuh mampu melawan dan mengeliminasi sel-sel tumor melalui
mekanisme pertahanan oleh sel-sel imun. Akan tetapi tumor
menggunakan beberapa mekanisme untuk dapat menghindari destruksi
oleh sistem imun : (Abbas, Lichtman, & Pillai, 2016).
Beberapa tumor menghambat ekspresi antigen yang menjadi
sasaran serangan sistem imun. Tumor ini disebut antigen loss
variant. Jika antigen yang hilang tersebut tidak terlibat dalam
pemeliharaan sifat-sifat keganasan tumor tersebut, maka sel tumor
varian tersebut akan terus tumbuh dan menyebar.
Tumor lain ada yang menghambat ekspresi MHC kelas I, sehingga
mereka tidak dapat menyajikan antigen kepada sel T CD8+. Sel
NK mengenali molekul yang diekspresikan oleh sel tumor, namun
tidak pada sel normal, dan sel NK akan teraktivasi jika sel
targetnya tidak mempunyai molekul MHC kelas I. Oleh karena itu
sel NK mempunyai mekanisme untuk membunuh sel tumor negatif
MHC kelas I.
Tumor mengikat jalur yang menghambat aktivasi sel T. Beberapa
tumor mengekspresikan ligan untuk reseptor penghambat sel T
(misalnya programmed death-1 (PD-1)). Tumor juga mungkin
hanya memicu sedikit produksi kostimulator B pada antigen
presenting cell (APC), menyebabkan kecenderungan pengikatan
yang lebih memilih reseptor penghambat cytotoxic T-lymphocyte-
associated antigen 4 (CTLA-4) pada sel T daripada reseptor
32
perangsang CD28. Hasil akhirnya adalah penurunan aktivasi sel T
setelah pengenalan antigen tumor. Beberapa jenis tumor dapat
memicu regulatory T cell (Treg), yang juga menekan respon imun
anti tumor.
Terdapat tumor lain yang dapat mensekresi sitokin imunosupresif,
misalnya TGF-β, atau memicu sel Treg yang menekan respon
imun.
II.3.3 Checkpoint Signaling Imun
Neoantigen yang dihasilkan oleh kanker sebagai akibat dari
adanya sejumlah perubahan genetik maupun epigenetik, menjadi
potensial untuk dikenali oleh sistem imun, sehingga dapat memicu respon
imun sel T. Koordinasi oleh sel T sitotoksik yang akan berikatan dengan
sel-sel kanker dan melakukan pembunuhan, diperlukan agar proteksi
sistem imun menjadi efektif. (He, Hu, Hu, & Li, 2015) Dalam kondisi
fisiologis yang normal, terdapat status keseimbangan antara molekul
checkpoint imun yang membuat respon imun dari sel T tetap dalam
intensitas dan cakupan yang tepat agar meminimalkan kerusakan pada
jaringan normal di sekitarnya, dan mencegah reaksi autoimun. Namun,
beberapa jalur dimanfaatkan oleh sel kanker untuk melakukan upregulasi
sinyal negatif melalui molekul permukaan sel, yang akan menghambat
aktivasi atau menginduksi apoptosis dari sel T, dan pada akhirnya dapat
33
memicu progresitas dan metastasis dari kanker. (He et al., 2015; Zou,
2005)
Penelitian pada molekul checkpoint imun saat ini terutama
difokuskan pada CTLA-4, PD-1 dan ligannya PD-L1 (B7H1) dan PD-L2
(B7DC). Berbeda dengan CTLA-4 yang meregulasi aktivitas sel T
terutama pada stadium awal, PD-1 membatasi aktivitas sel T dalam
lingkungan mikro tumor terutama pada stadium yang lebih lanjut dari
pertumbuhan tumor. (He et al., 2015; Zou, 2005)
CTLA-4 (CD152) adalah glikoprotein membran yang hampir
menyerupai CD28, berikatan dengan ligan yang sama dari famili B7
(CD80 dan CD86) pada permukaan antigen APC. Adanya stimulasi
antigenik dari T-cell receptor (TCR), menyebabkan sel T memperoleh
kapasitas untuk mengekspresikan CTLA-4 yang akan mengikat molekul
B7 dengan afinitas yang lebih besar dari CD28. Interaksi CTLA-4/B7 akan
menghambat respon sel T, yang berbeda halnya dengan ikatan CD28/B7
yang mengaktifkan imunitas sitotoksik. Sehingga, hal ini penting dalam
mempertahankan toleransi imun. (Passardi, Canale, Valgiusti, & Ulivi,
2017)
Programmed Death-1 (PD-1) dan Programmed Death-Ligand 1(PD-L1)
Pada saat sel T mengenali antigen yang diekspresikan oleh MHC
pada sel target, sitokin inflamasi kemudian diproduksi yang akan memulai
proses inflamasi. Sitokin ini menyebabkan programmed death-ligand 1
34
(PD-L1) terekspresi di jaringan, mengaktifkan protein programmed death-1
(PD-1; CD279) pada sel T yang mengarah pada toleransi imun. (Alsaab,
Sau, Alzhrani, & Tatiparti, 2017)
PD-1 adalah suatu co-reseptor inhibitor yang terekspresi pada
permukaan sel T CD8+ dan CD4+, sel NK, limfosit B, dan beberapa jenis
TILs. (Passardi et al., 2017) Selain itu, PD-1 dapat mengalami upregulasi
selektif akibat adanya paparan yang persisten terhadap antigen, sehingga
ekspresi PD-1 pada sel T merupakan salah satu penanda akan T sel yang
exhausted (kelelahan) . (Dong et al., 2017)
PD-1 adalah protein transmembran tipe 1 yang dikode oleh gen
PDCD1. Struktur PD-1 tediri dari suatu extracelular IgV domain, suatu
regio transmembran hidrofobik, dan intracellular domain. Intracellular tail
meliputi suatu bagian yang potensial fosforilasi yang berlokasi pada
immune receptor tyrosine-based inhibitory motif (ITIM) dan
immunoreceptor tyrosine-based switch motif (ITSM). Penelitian
menunjukkan bahwa ITSM aktif penting untuk efek inhibitor PD-1 terhadap
sel T. (He et al., 2015)
PD-1 memiliki dua ligan yaitu PD-L1 juga disebut B7-H1; (CD274)
dan PD-L2 (B7-DC; CD273), yang keduanya merupakan coinhibitor. (He
et al., 2015)
PD-L1 dikode oleh gen CD274 yang berada pada kromosom 9
manusia pada band p24. PD-L1 adalah protein 40kDa yang mengandung
35
290 asam amino. Disebutkan bahwa regio promoter dari gen CD274
mengandung beberapa elemen yang memberikan respon terhadap IFN-γ ,
yang diperlukan untuk upregulasi ekspresi PD-L1 yang dimediasi oleh
IFN-γ. (Guo, Lin, & Kwok, 2017) PD-L1 berperan sebagai protein
transmembran yang terdiri dari satu regio transmembran dan dua
extracellular domain, Ig-C dan Ig-V. PD-L1 juga memiliki cytoplasmic
domain yang pendek dan menyalurkan sinyal intraselular. Gen CD274
yang mengkode protein PD-L1 terdiri atas 7 ekson yang masing-masing
ekson mengkode bagian tertentu dari protein PD-L1. (Chen J., Jiang,C.C.,
Jin L., and Zhang, 2015)
Gambar 6. Struktur gen, mRNA dan protein PD-L1. Gen PD-L1 mengandung 7
ekson, ekson 1 mengkode 5’UTR dan ekson 2-6 masing-masing mengkode signal sequence, IgV-like domain, IgC-like domain, transmembrane dan intracellular domain,dan ekson 7 mengkode intracellular domain dan 3’UTR. Protein PD-L1 mengandung satu transmembrane domain dan 2 extracellular
domain, IgV-like dan IgC-like. (Chen J., Jiang,C.C., Jin L., and Zhang, 2015)
36
Gambar 7. Struktur protein PD-L1. (Guo et al., 2017) Regulasi PD-L1
Programmed death-ligand 1 (PD-L1) terekspresi pada sel tumor, sel
T dan sel B, makrofag, dan sejumlah tipe sel tertentu. (L. Wang et al.,
2016) PD-L1 terdapat pada membran plasma dan sitoplasma sel kanker,
tapi tidak semua kanker atau tidak semua sel dalam suatu kanker
mengekspresikan PD-L1. Ekspresi PD-L1 dipicu oleh molekul
proinflamatori yang multipel, termasuk IFN-γ tipe I dan II, TNF-α, LPS,
GM-CSF, dan VEGF, begitu pula dengan sitokin IL-10 dan IL-4, dimana
IFN-γ merupakan pemicu yang paling poten yang dihasilkan oleh sel T
yang teraktivasi. (He et al., 2015) Sementara itu, berbeda halnya dengan
PD-L1 yang dapat terekspresi pada sejumlah tipe sel tertentu, ekspresi
PD-L2 sangat terbatas pada APC. (Chen J., Jiang,C.C., Jin L., and Zhang,
2015)
37
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekspresi PD-L1 diregulasi
oleh beberapa signaling pathway, faktor transkripsional, dan faktor
epigenetik. (Chen J., Jiang,C.C., Jin L., and Zhang, 2015)
1. Signaling Pathway
MAPK Pathway
Aktivasi mitogen-activated protein kinase (MAPK) signalling
pathway dapat menyebabkan upregulasi ekspresi PD-L1. MAPK
pathway berperan dalam upregulasi PD-L1 melalui aktivasi
onkogenik dari EGFR pada non small cell lung carcinoma (NSCLC).
MAPK pathway juga terlibat dalam upregulasi PD-L1 pada sel-sel
kanker yang mendapatkan terapi obat kemoterapi. Contohnya,
paclitaxel menyebabkan ekspresi PD-L1 yang dihilangkan oleh
MEK inhibitor U0126. Selain itu, konsentrasi cisplatin juga memicu
ekspresi PD-L1 melalui aktivasi MAPK.
PI3K/Akt Pathway
Peranan Phosphoinositide 3-kinase (PI3K)/Akt pathway
dalam regulasi PD-L1 pada sel kanker pertama kali dicetuskan oleh
penemuan bahwa penambahan PI3K inhibitor pada sel-sel
melanoma yang resisten terhadap BRAF inhibitor menyebabkan
pengurangan ekspresi PD-L1. Hal ini didukung oleh observasi
bahwa penurunan PTEN menyebabkan upregulasi PD-L1 yang
dihapus oleh inhibisi Akt. Menariknya, meskipun upregulasi
transkripsional telah menunjukkan berkaitan dengan peningkatan
38
PD-L1 yang diperantarai oleh PI3K/Akt, mekanisme
posttranslational juga terlibat, aktivasi Akt pada sel-sel kanker kolon
menyebabkan upregulasi protein PD-L1 tanpa mempengaruhi level
dari ekspresi mRNA PD-L1. Tampaknya, pathway PI3K/Akt
meregulasi ekspresi PD-L1 baik melalui mekanisme transkripsional
maupun posttranslational dengan cara yang tergantung tipe sel dan
jaringan. Sementara inhibisi Akt menyebabkan penurunan ekspresi
PD-L1, efektor downstream mTOR/S6 tidak menunjukkan sebagai
perantara Akt dalam menyebabkan ekspresi PD-L1. Sebaliknya,
nuclear factor NF-ϰB yang merupakan target downstream dari Akt,
menunjukkan meregulasi ekspresi PD-L1. Akt mengaktivasi NF-ϰB,
yang menyebabkan upregulasi PD-L1 secara transkripsional.
2. Faktor Transkripsional
Sejumlah faktor transkripsional telah dibuktikan memiliki peranan
dalam penghindaran sel kanker dari sistem imun.
HIF-1 (hypoxia-inducible factor alpha)
Peningkatan level HIF-1 berhubungan dengan peningkatan
ekspresi PD-L1, mengarahkan bahwa lingkungan yang hipoksia
menyebabkan peningkatan ekspresi HIF-1, dan juga dapat
menyebabkan penekanan sistem imun dalam hal memicu
proliferasi sel dan menghambat apoptosis. HIF-1 meregulasi PD-L1
dengan berikatan dengan hypoxia response element (HRE) dari
promoter PD-L1 untuk mengaktifkan transkripsi PD-L1.
39
STAT3
STAT3 (signal transducer and activation of transcription-3) telah
dibuktikan berikatan dengan promoter PD-L1 untuk meregulasi
ekspresi PD-L1 secara transkripsional. Latent membran protein 1
(LMP1) dari virus Epstein Barr (EB) meningkatkan ekspresi PD-L1
seiring dengan peningkatan phosphorylated STAT3 (pSTAT3) dan
inhibisi dari pSTAT3 inhibitor oleh JAK3 inhibitor CP-690550
mengurangi LMP1 menyebabkan ekspresi PD-L1.
NF-ϰB
Nuclear factor NF-ϰB yang merupakan faktor transkripsional umum
terlibat dalam ekspresi PD-L1 yang dipicu oleh LMP1 sebagai NF-
ϰB inhibitor caffeic acid phenethyl ester menurunkan picuan PD-L1.
NF-ϰB juga sebagai mediator utama dari ekspresi PD-L1 yang
dipicu oleh IFN-γ.
3. Faktor Epigenetik
Regulasi epigenetik juga telah dibuktikan terlibat dalam ekspresi
PD-L1 pada sel kanker. Beberapa microRNA (miRs) telibat dalam
regulasi ekspresi PD-L1. MiR-513, miR-570,miR-34a dan miR-200
memiliki hubungan timbal balik dengan ekspresi PD-L1. MiRs
tersebut dapat berkomplemen dengan 3-untranslated regions dari
PD-L1 untuk menekan ekspresi protein PD-L1. MiR-197
menurunkan ekspresi PDL1 secara tidak langsung dengan
menargetkan PD-L1 regulator STAT3.
40
PD-1/PD-L1 Signaling
Sejumlah penelitian melaporkan bahwa PD-L1 dapat berinteraksi
dengan PD-1, dan interaksi ini menghantarkan sinyal penghambat untuk
meregulasi toleransi imun dan imunopatologi. PD-1/PD-L1 signaling dapat
menggunakan efek inhibitornya pada respon imun melalui jalur signaling
seperti phosphatase-1 (SHP-1), T-cell receptor (TCR), Phosphoinositide 3-
kinase (PI3K). (Guo et al., 2017)
Interaksi PD-L1 pada sel T efektor dengan PD-1 akan menghambat
transduksi sinyal TCR, menyebabkan inhibisi aktivitas sitotoksik sel T.
SHP-1 dapat meregulasi aktivitas sel T CD8+ dan melakukan inhibisi
SHP-1 melalui sodium stibogluconate meningkatkan fungsi tyrosine-based
inhibitory motif (ITIM) dan immunoreceptor tyrosine-based switch motif
(ITSM). ITSM dapat menyebabkan terjadinya fosforilasi tyrosine pada
ITSM motif dari PD-1, kemudian mengambil SHP-1 dan SHP-2 ke ITSM
motif. Setelah pengambilan tersebut, jalur signaling dapat menghambat
stop signal, dan menghambat interaksi sel T dan sel dendritik. Akhirnya,
blokade transduksi signal TCR menyebabkan inhibisi PI3K/Akt (Akt
dikenal sebagai Protein kinase B) dan mitogen-activated protein kinase
(MAPK) signaling. Dan yang terpenting, inhibisi aktivasi PI3K menekan
ekspresi B-cell lymphoma-extra large (Bcl-xl) dan aktivasi Akt, yang
akhirnya akan menyebabkan peningkatan apoptosis sel T. (Guo et al.,
2017)
41
Gambar 8. PD-1/PD-L1 signaling, menurunkan proliferasi, survival dan produksi
sitokin dari sel T CD8+. (X. Wang, Teng, Kong, & Yu, 2016)
PD-L1 bukan hanya menghambat fungsi aktivasi sel T melalui jalur
PI3K/Akt dan jalur Ras/MEK/ERK, tapi juga melalui inhibisi faktor
transkripsi yang penting untuk survival sel T. Interaksi PD-1 dan PD-L1
juga dilaporkan menghambat ekspresi GATA-3 dan T-bet. GATA-3
merupakan faktor transkripsi untuk diferensiasi sel Th2. Sedangkan T-bet,
diketahui sebagai faktor transkripsi T-box, yang dapat berkontribusi
terhadap perkembangan sel T. (Guo et al., 2017)
Namun apakah semua jenis kanker menggunakan mekanisme
yang sama dari PD-L1 signaling, dimana beberapa jenis kanker memiliki
prognosis yang berbeda yang mungkin disebabkan karena mekanisme
PD-L1 yang berbeda, masih dianggap belum terlalu jelas dan masih
diperlukan eksplorasi lebih lanjut. (X. Wang et al., 2016)
42
II.4. Faktor Prognostik Pada Kanker Kolorektal
II.4.1. Tumour-Infiltrating Lymphocytes (TILs)
Mekanisme pertahanan anti tumor lokal menggambarkan
perkembangan dan organisasi dari lingkungan mikro tumor. Komposisi
dari populasi sel dan proporsi relatif dari adanya sel-sel inflamasi pada
area ini memberikan efek pada kualitas dan karakteristik dari respon
inflamasi. Limfosit yang ditemukan langsung pada area tumor dikenal
dengan sebutan tumour-infiltrating lymphocytes (TILs). (Jakubowska et al.,
2017; Yao et al., 2017) TILs terdiri dari subset limfosit dengan proporsi
yang berbeda, antara lain sel T CD8+, sel T CD4+, sel Natural Killer (NK),
dan sel B, dimana sel limfosit T dianggap sebagai bagian yang paling
dominan pada lingkungan mikro tumor dan memiliki peran utama dalam
respon imun anti-tumor. (Antohe et al., 2019) Subtipe limfosit T sebagai
bagian dari TILs memiliki peranan tersendiri dalam lingkungan mikro
tumor. Sel T CD8+ akan mengenali dan dapat membunuh secara
langsung sel-sel tumor yang mengekspresikan peptida yang berasal dari
antigen tumor dan dipresentasikan pada molekul major histocompatibility
complex (MHC) kelas I. (Abbas et al., 2017) Adapun sel T helper CD4+
akan membantu mengaktifkan sel T CD8+ untuk menekan pertumbuhan
tumor. Sementara sel T regulator (Treg), merupakan salah satu subtipe
dari sel T yang dapat menekan respon imun anti-tumor dengan
menghambat aktivitas sel T CD8+. (Smith & Kang, 2014)
43
Hyuk et al dalam penelitiannya memperoleh hasil adanya
hubungan yang signifikan antara derajat TILs dengan derajat diferensiasi
tumor pada kanker kolorektal, yaitu derajat TILs yang rendah
berhubungan dengan derajat diferensiasi yang buruk. Penelitian tersebut
juga mengkonfirmasi bahwa derajat TILs berhubungan secara signifikan
dan independent dengan prognosis yang buruk terhadap overall survival
tetapi bukan terhadap disease-free survival berdasarkan analisis
multivariate. (Hyuk, 2012) Beberapa penelitian juga telah menunjukkan
bahwa infiltrasi TILs, baik di dalam sarang tumor maupun di stroma tumor,
berkontribusi terhadap prognosis yang lebih baik. (Deschoolmeester et al.,
2011)
II.4.2 Ekspresi Programmed Death-Ligand 1 (PD-L1)
Ekspresi PD-L1 pada sel tumor dapat menggambarkan
penghindaran imun. (Koganemaru et al., 2017; Pardoll, 2016) Penelitian
sebelumnya melaporkan bahwa ekspresi PD-L1 yang tinggi pada sel
tumor berhubungan dengan stadium tumor yang lebih lanjut dan survival
yang buruk pada kanker kolorektal.(S. Shi et al., 2013) Kogenmaru et al
pada penelitiannya menyimpulkan bahwa ekspresi PD-L1 yang tinggi
pada sel tumor memiliki dampak yang negatif terhadap survival penderita
kanker kolorektal stadium III. (Koganemaru et al., 2017)
Peranan ekspresi PD-L1 pada karsinoma kolorektal masih kurang
jelas, beberapa penelitian yang dipublikasikan melaporkan hasil yang
44
bertentangan apakah ekspresi PD-L1 memberikan indikasi prognosis yang
lebih baik atau lebih buruk. (Rosenbaum et al., 2016)
Penelitian yang dilakukan oleh Shi et al menunjukkan bahwa
pasien dengan ekspresi positif PD-L1 memiliki resiko yang tinggi terhadap
kematian dibandingkan dengan pasien dengan ekspresi negatif PD-L1.
Dalam penelitian tersebut juga membuktikan bahwa ekspresi PD-L1
berhubungan dengan gambaran klinik dan patologik yang buruk pada
pasien kanker kolorektal, dan selain itu juga menunjukkan bahwa derajat
ekspresi PD-L1 juga prediktif terhadap perkembangan penyakit dan
kematian spesifik kanker. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa pasien
dengan ekspresi positif PD-L1 secara signifikan memiliki risiko tinggi
terhadap perkembangan kanker, kematian spesifik kanker dan overall
survival yang lebih pendek. Peningkatan resiko ini tidak tergantung pada
usia, ukuran tumor, lokasi tumor, status diferensiasi, dan stadium TNM.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ekspresi PD-L1 sebagai prediktor
terhadap prognosis yang buruk pada kanker kolorektal. (S. Shi et al.,
2013)
II.5. Penanganan Kanker Kolorektal
Penatalaksanaan kanker kolorektal bersifat multidisiplin yang
melibatkan beberapa spesialisasi/subspesialisasi. Pilihan dan
rekomendasi terapi tergantung pada beberapa faktor, antara lain stadium
kanker, histopatologi, kemungkinan efek samping, atau kondisi pasien.
45
Terapi bedah merupakan modalitas utama untuk kanker stadium dini
dengan tujuan kuratif. Kemoterapi adalah pilihan pertama pada kanker
stadium lanjut dengan tujuan paliatif. Pada kanker rektum, radioterapi
merupakan salah satu modalitas utama terapi. Saat ini, terapi biologis
(targeted therapy) dengan antibodi monoklonal telah berkembang pesat
dan dapat diberikan dalam berbagai situasi klinis, baik sebagai obat
tunggal maupun kombinasi dengan modalitas terapi lainnya. (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2017)
Imunoterapi adalah pendekatan terapeutik aktif yang dirancang
untuk memicu sistem imun dalam merespon tumor-specific antigen dan
menyerang sel tumor. (Koido et al., 2013) Perkembangan imunoterapi
yang paling menonjol dalam dekade terakhir adalah munculnya
checkpoint inhibitor, yang merupakan antibodi monoklonal yang
memodifikasi jalur sinyal MHC-TCR dengan menargetkan molekul co-
inhibitor seperti PD-1, PD-L1/2. (Lynch & Murphy, 2016) Selain itu,
pemberian antibodi anti-CTLA-4 dan anti-PD-1 disebutkan juga dapat
menekan secara efektif jalur penghambat aktivasi sel T reaktif pada tumor.
(Sun, Suo, Yan, & Crc, 2016)
46
Gambar 9. Konsep imunoterapi pada suatu kanker. APC menyajikan antigen
tumor dan molekul B7 pada sel T CD8+. CTLA-4 dan CD28 pada sel T akan berkompetisi untuk berikatan dengan B7, dimana CTLA-4 memiliki afinitas yang lebih besar untuk berikatan dengan B7 sehingga menyebabkan T-cell deactivation (A). Antibodi anti-CTLA-4 mencegah ikatan CTLA-4/B7 dan menyebabkan ikatan antara CD28/B7 sehingga menghasilkan T-cell activation (B). Ikatan antara PD-1 pada sel T dengan PD-L1 menghasilkan T-cell deactivation (C). Antibodi anti-PD-1 (ataupun anti-PD-L1) mencegah ikatan PD-1/PD-L1 dan menyebabkan pelepasan molekul sitotoksik untuk membunuh sel tumor (D). (Davies, 2014)
Kontras dengan beberapa keganasan seperti pada melanoma,
kanker ginjal maupun kanker paru, karsinoma kolorektal umumnya
menunjukkan tingkat respon yang rendah terhadap penghambat PD-1
atau PD-L1. Namun, subset dari karsinoma kolorektal dengan MSI dan
peningkatan TILs menunjukkan respon terhadap agen anti-PD-1.
(Rosenbaum et al., 2016)
Sejak keberhasilan terapi checkpoint inhibitor dibuktikan pada
melanoma maligna, kanker sel renal, dan kanker paru, beberapa
47
percobaan telah dilakukan pada tumor solid, khususnya pada kanker
kolorektal metastase. Pada kanker kolorektal, uji klinik fase II dilakukan
dengan menggunakan pembrolizumab sebagai terapi kanker kolorektal
mismatch repair-deficient dan mismatch repair-proficient. Pembrolizumab
diberikan secara intravena dengan dosis 10mg/kg setiap 14 hari.
Sebanyak total 32 pasien kanker kolorektal terdaftar dalam uji ini, dengan
10 pasien di antaranya dengan tumor mismatch repair-deficient dan 18
pasien dengan tumor mismatch repair-proficient. Pada pasien dengan
mismatch repair-deficient memiliki tingkat immune –related objectived
respone sebesar 40% dan tingkat immune- related progression- free
survival pada 30 minggu sebesar 78%, dan sangat kontras dengan pasien
mismatch repair-proficient yang memiliki tingkat immune –related
objectived respone sebesar 0% dan tingkat immune- related
progression- free survival sebesar 11%. Meskipun penelitian ini dalam
kohort relatif kecil pada pasien kanker kolorektal, namun hasil
penelitiannya signifikan dan memberikan dukungan yang lebih jauh
terhadap konsep mutasi yang berkaitan dengan pengenalan neoantigen
adalah komponen penting dalam respon imun anti tumor endogen.
Dengan demikian, pasien dengan mismatch repair–deficient bisa
bermanfaat terhadap pemberian imunoterapi checkpoint inhibitor anti PD–
1, namun masih diperlukan penelitian yang lebih lanjut untuk mendukung
kesimpulan ini. (Sun et al., 2016)
48
Saat ini, sejumlah uji klinis fase III sedang dilakukan untuk
mengetahui kegunaan anti-PD-1 atau anti-PD-L1 pada kanker kolorektal
dengan mismatch repair–deficient. Dua uji klinis menggali penggunaan
pembrolizumab atau atezolizumab pada first line dengan metastasis, dan
dan satu uji klinis menggali penggunaan atezolizumab dalam kombinasi
dengan asam folinic, fluorourasil, dan oxaliplatin sebagai terapi adjuvant
untuk kanker kolorektal dengan mismatch repair–deficient stadium III.
(Overman, Ernstoff, & Morse, 2018)
49
Kerangka Teori
Keterangan :
+ = efek stimulatori
- = efek inhibitori
† = mekanisme pembunuhan sel tumor
SEL T
SEL T
Sel Tumor
† TCR Signaling
TCR
(+) MHC
APC
TCR
MHC
TCR
MHC
(-) TCR
Signaling
SHP–1, SHP–2
(-)
PI3K
/Akt
↓Bcl-xl
Apoptosis
CTLA4 CD28
(-) (+)
B7
Sel NK IFN- γ
makrofag
IL-12
Kemokin
(+)
†
ELIMINASI
ESCAPE
†
*MAPK pathway
*PI3K/Akt pathway
*HIF-1
*STAT3
*NF-ϰB
*miR-513
*miR-570
*miR-34a
*miR-200
*miR-197
(+)
CD8
Derajat TILs
PD-L1
(+)
(+)
(-)
PD-1
50
Penjelasan Kerangka Teori
Pada saat sel T mengenali antigen yang diekspresikan oleh major
histocompatibility complex (MHC) pada sel target, dalam hal ini antigen
tumor, sitokin inflamasi kemudian diproduksi yang akan memulai proses
inflamasi dan akan menarik sel-sel imun, terutama sel-sel natural killer
(NK) dan makrofag pada tahap awal dari fase eliminasi tumor. Sel NK
akan melepaskan interferon-γ (IFN-γ) yang dapat membunuh sel-sel tumor
dalam jumlah yang terbatas melalui mekanisme anti-proliferatif dan
apoptotik yang dimilikinya. Selain itu, dilepaskan pula kemokin yang
bersifat angiostatik terhadap tumor sehingga juga dapat membunuh sel-
sel tumor. Selanjutnya, sel NK dan makrofag berinteraksi positif dalam
melepaskan sitokin, yaitu IFN-γ oleh sel NK dan IL-12 oleh makrofag
sehingga akan menambah lebih banyak sel-sel tumor yang dapat dibunuh.
Pada tahap lebih lanjut, sel-sel T helper CD4+ akan memfasilitasi
perkembangan sel T CD8+ yang akan mengaktifkan respon sitotoksik dari
sel T untuk dapat memusnahkan sel-sel tumor secara sempurna sehingga
dapat dikatakan jika proses eliminasi tumor berhasil.
Namun, tumor juga menemukan cara agar bisa lolos dari respon
imun host, sehingga memasuki fase escape, di antaranya sel tumor akan
menghambat ekspresi MHC kelas I agar tidak dapat menyajikan antigen
pada sel T CD8+. Tumor juga mungkin hanya memicu sedikit produksi
kostimulator B7 pada antigen presenting cell (APC) dan cenderung untuk
lebih berikatan dengan cytotoxic T lymphocyte-associated antigen 4
51
(CTLA-4) yang merupakan reseptor penghambat dibandingkan berikatan
dengan CD28 yang merupakan reseptor perangsang terdapat aktivasi sel
T. Selain itu, sel tumor diketahui mengekspresikan programmed death-
ligand 1 (PD-L1). Ekspresi PD-L1 sendiri dapat dipicu oleh IFN-γ yang
dihasilkan oleh sel T yang teraktivasi, dan diregulasi oleh beberapa
signaling pathway, faktor transkripsional maupun faktor epigenetik yang
dapat memicu maupun menghambat ekspresi PD-L1. Jika PD-L1
berikatan dengan programmed-death 1 (PD-1) dari sel T yang
menyebabkan terjadinya fosforilasi tyrosine pada immunoreceptor
tyrosine-based switch motif (ITSM) motif dari PD-1, kemudian mengambil
SHP-1 dan SHP-2 ke ITSM motif, selanjutnya akan menghambat
transduksi signal T-cell receptor (TCR). Akhirnya, blokade transduksi
signal TCR menyebabkan inhibisi PI3K/Akt dan mitogen-activated protein
kinase (MAPK) signaling, dimana inhibisi aktivasi PI3K dapat menekan
ekspresi B-cell lymphoma-extra large (Bcl-xl) dan aktivasi Akt, yang
akhirnya akan menyebabkan peningkatan apoptosis sel T dan akan
berpengaruh pada derajat tumour-infiltrating lymphocytes (TILs).
52
BAB III
KERANGKA KONSEP
III.1. Identifikasi Variabel
Pada penelitian ini terdapat tiga variable, yaitu :
1. Ekspresi PD-L1
2. Derajat TILs
3. PD-1/PD-L1 signaling pathway
III.2. Klasifikasi Variabel
1. Jenis variabel berdasarkan skala pengukuran, yaitu :
a. Ekspresi PD-L1 : variabel ordinal
b. Derajat TILs : variabel ordinal
2. Peran variabel berdasarkan fungsinya, yaitu :
a. Variabel bebas : ekspresi PD-L1
b. Variabel antara : PD-1/PD-L1 signaling pathway
c. Variabel tergantung : derajat TILs.
53
Kerangka Konsep
Keterangan :
Ekspresi
PD-L1 sel tumor Derajat TILs
Ekspresi
PD-1
Variabel bebas
Variabel tergantung
Variabel antara Variabel yang
tidak diteliti
PD-1/PD-L1 Signaling Pathway
(-)
TCR Signaling
(-) PI3/Akt signaling
↓ Bcl-xl
Apoptosis
sel T
54
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
IV.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian observasi analitik dengan
desain Cross Sectional untuk mengetahui ekspresi PD-L1 sel tumor pada
adenokarsinoma kolorektal yang dihubungkan dengan derajat TILs.
IV.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada Laboratorium Patologi Anatomi RS.
Universitas Hasanuddin Makassar, antara bulan Januari 2019 sampai
Maret 2019.
IV.3. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah jaringan biopsi dan reseksi asal
kolorektal yang dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi RSUP
Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar dan RS. Universitas Hasanuddin
Makassar tahun 2014 sampai tahun 2016, dan didiagnosa sebagai
adenokarsinoma kolorektal dengan pewarnaan H-E.
IV.4. Sampel dan Cara Pengambilan Sampel
Sampel adalah seluruh populasi terjangkau yang memenuhi kriteria
inklusi dan dipilih secara acak (simple random sampling).
55
IV.5. Perkiraan Besar Sampel
N = (𝑍𝛼 √2𝑃𝑄 + 𝑍𝛽 √𝑃1𝑄1+𝑃2𝑄2 )
2
(𝑃1−𝑃2)2
Keterangan :
N : Jumlah sampel
Zα : tingkat kemaknaan = 90%
P1 : proporsi efek standar
P2 : proporsi efek yang diteliti
q : (1-p)
Zβ : power = 80%
Perkiraan besar sampel minimal adalah 22.
IV.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
IV.6.1. Kriteria Inklusi
a. Sediaan biopsi dan reseksi kolorektal yang disertai dengan data
klinik dasar pasien.
b. Sediaan preparat/slide biopsi (dengan ukuran yang adekuat untuk
pemeriksaan dengan beberapa lapangan pandang mikroskopik)
dan reseksi kolorektal yang didiagnosis sebagai adenokarsinoma
kolorektal dengan pewarnaan H-E, oleh dua orang Spesialis
Patologi Anatomi.
56
c. Blok parafin dari jaringan yang didiagnosa sebagai
adenokarsinoma kolorektal yang diproses sesuai standar untuk
pemeriksaan menggunakan pewarnaan imunohistokima.
IV.6.2. Kriteria Eksklusi
a. Sediaan dari jaringan yang didiagnosa sebagai adenokarsinoma
kolorektal tanpa disertai data klinik dasar yang lengkap.
b. Sediaan preparat/slide dari jaringan yang didiagnosis sebagai
adenokarsinoma kolorektal pada pewarnaan H-E dengan ukuran
yang terlalu kecil/sedikit.
c. Sediaan blok parafin dari jaringan yang didiagnosa sebagai
adenokarsinoma kolorektal yang sudah rusak ataupun habis
dipotong.
.
IV.7. Cara Kerja
IV.7.1. Alokasi Subyek
1. Seluruh sampel yang memenuhi syarat berdasarkan pemeriksaan
histopatologi sebagai adenokarsinoma kolorektal.
2. Seluruh sampel yang memenuhi syarat diambil blok paraffin dan
dilakukan pewarnaan kemudian dikelompokkan berdasarkan
ekspresi PD-L1 dan membandingkan setiap kelompok tersebut
berdasarkan derajat TILs.
57
IV.7.2. Prosedur Pewarnaan Hematoxylin-Eosin
Setelah pengumpulan blok jaringan, jaringan didinginkan kembali
dalam lemari es, kemudian dipotong dengan mikrotom setebal 3 µm.
Selanjutnya jaringan hasil potongan mikrotom dimasukkan ke dalam water
bath dengan suhu ± 60oC. Potongan dalam water bath diambil
menggunakan kaca objek polysilane, ditiriskan sampai kering, kemudian
diletakkan di atas slide warmer bersuhu ± 60oC selama 15 menit,
kemudian dilakukan pewarnaan.
Slide jaringan yang telah siap untuk diwarnai lalu direndam dalam 2
wadah larutan xylol masing-masing selama 5 menit, kemudian direndam
dalam 2 wadah larutan alkohol 95% masing-masing selama 2 menit,
dilanjutkan dengan merendam slide dalam larutan alkohol 70% selama 2
menit. Slide tersebut selanjutnya dibilas dengan air mengalir selama 5
menit lalu direndam dalam larutan Hematoxylyn Mayer selama 15 menit
dan dibilas kembali dengan air mengalir sampai slide berwarna biru.
Setelah itu slide direndam dalam larutan Eosin 1% selama 5 menit,
kemudian direndam kembali dalam deretan alkohol, dimulai dari alkohol
70% selama 2-5 menit kemudian dalam 2 wadah larutan alkohol 95%
masing-masing selama 2-5 menit. Setelah langkah dehidrasi tersebut,
slide direndam dalam larutan carbol xylol selama 5 menit, lalu direndam
dalam larutan xylol selama 2-5 menit. Slide tersebut lalu ditiriskan dan
ditutup menggunakan deck glass dengan bantuan entelan sebagai cairan
58
perekat. Slide-slide yang telah ditutup tersebut siap untuk dilihat di bawah
mikroskop cahaya.
IV.7.3. Prosedur Pewarnaan Imunohistokimia
Sediaan preparat dideparafinisasi dengan xylene, 2 kali masing-
masing selama 5 menit dan direhidrasi masing-masing selama 5 menit
berturut-turut dengan alkohol 96%, alkohol 80% dan alkohol 70%.
Kemudian dicuci dengan air mengalir selama 5 menit. Slide dimasukkan
ke dalam larutan TRS, lalu dipanaskan pada microwave selama 10 menit.
Setelah didinginkan dan dicuci dengan PBS 2 kali, masing-masing selama
5 menit. Lalu pinggir jaringan ditandai, selanjutnya dilakukan perokside
block selama 15 menit. Preparat dicuci kembali dengan PBS 2 kali,
masing-masing selama 5 menit, kemudian diberi protein block selama 5
menit, dan dicuci lagi dengan PBS 2 kali, masing-masing selama 5 menit.
Pemberian antibodi primer PD-L1 menggunakan rabbit monoclonal antibody,
clone 28-8 (CELL MARQUE) dengan dilusi 1:50. Sediaan lalu dicuci
dengan PBS 2 kali, masing-masing selama 5 menit. Diberikan Ultratek
anti-polyvalent (ScyTek) selama 10 menit. Sediaan dicuci kembali dengan
PBS 2 kali, masing-masing selama 5 menit. Kemudian diberi Ultratek HRP
(ScyTek) selama 10 menit, lalu dicuci kembali dengan PBS 2 kali, masing-
masing selama 5 menit. Selanjutnya sediaan diinkubasi dengan
chromogen Diaminobenzidine (DAB) dan dicuci dengan air mengalir
59
selama 5 menit, kemudian direndam di larutan hematoxylin selama 5
menit. Sediaan lalu dicuci kembali dengan air mengalir. Setelah itu
dilakukan dehidrasi dengan alkohol bertingkat (alkohol 70%, alkohol 80%,
alkohol 96%) masing-masing selama 5 menit lalu dilakukan clearing ( xylol
I, xylol II) masing-masing selama 5 menit. Slide lalu dikeringkan, kemudian
diberi entelan lalu ditutup dengan deck glass.
IV.7.4. Interpretasi Hasil Pewarnaan Imunohistokimia
Ekspresi PD-L1 adalah deteksi protein PD-L1 pada membran sel
dengan menggunakan mikroskop cahaya oleh 2 orang Spesialis Patologi
Anatomi berdasarkan metode imunohistokimia. Ekspresi positif akan
tampak terwarnai coklat yang terlingkar keseluruhan dan atau sebagian
pada lokasi antigen, yakni pada membran sel tumor yang dideteksi.
IV.7.5. Metode Skoring Tumour-Infiltrating Lymphocytes (TILs)
Metode skoring TILs yang digunakan serupa dengan metode skoring
TILs pada kanker payudara berdasarkan rekomendasi International TILs
Working Group, 2014 adalah sebagai berikut : (Salgado et al., 2015)
1. TILs dilaporkan dalam kompartemen stroma (=% TILs stroma),
yaitu area yang diinfiltrasi oleh sel-sel radang mononuklear pada
seluruh area stroma tumor. Area yang ditempati oleh sel-sel tumor
60
dan stroma pada area jaringan yang masih normal tidak dilakukan
penilaian. Persentase yang dilaporkan adalah nilai rata-rata dari
beberapa area stroma yang representatif yang menggambarakan
berbagai densitas TILs ( tidak berfokus pada area hot spot).
2. Area dengan artefak, nekrosis, dan hialinisasi regresif di sekitar
area tumor tidak dilakukan penilaian.
3. Dilakukan penilaian terhadap semua sel-sel inflamatori
mononuklear, termasuk limfosit dan sel plasma, sedangkan
granulosit dan leukosit PMN lainnya tidak dilakukan penilaian.
61
Gambar 10. Langkah-langkah dalam penilaian derajat TILs. (Salgado et al.,
2015)
62
Gambar 11. TILs stroma dilaporkan dalam persentase. (Salgado et al., 2015)
IV.8. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif
IV.8.1. Definisi Operasional
1. Adenokarsinoma kolorektal adalah gambaran proliferasi epitel
kelenjar kolorektal dengan inti atipia, pleomorfik, kromatin kasar,
dan nukleoli prominent yang sudah menginvasi melewati membran
basal, dengan derajat diferensiasinya dinilai berdasarkan
persentase bentukan tubuler yang terlihat.
63
2. Ekspresi PD-L1 adalah kuantitas sel tumor kolorektal yang
terwarnai coklat pada membran sel, diperoleh melalui hasil
pemeriksaan histopatologi menggunakan pewarnaan
imunohistokimia yang dilihat dengan mikroskop cahaya.
3. Derajat TILs adalah densitas sel-sel inflamatori mononuklear dalam
area stroma tumor, diperoleh melalui hasil pemeriksaan
histopatologi menggunakan pewarnaan H-E, dilihat dengan
mikroskop cahaya, sesuai dengan rekomendasi dari Intenational
TILs working group, 2014.
4. Pewarnaan imunohistokimia PD-L1 adalah deteksi kompleks
antigen-antibodi PD-L1 dengan menggunakan antibodi rabbit
monoclonal PD-L1.
IV.8.2. Kriteria Obyektif
1. Ekspresi PD-L1 dihitung berdasarkan besarnya persentase
sel-sel tumor yang terwarnai pada intensitas apapun
berdasarkan pewarnaan imunohistokimia.
Skor 0 = <5%,
Skor 1 = 5-49%,
skor 2 = ≥50%.
Selanjutnya skor dikategorikan “negatif” jika memiliki skor 0, dan
“positif” jika memiliki skor 1-2. (Rosenbaum et al., 2016)
64
Adapun intensitas pewarnaan imunohistokimia dengan
menggunakan antibodi PD-L1 yang terwarnai terlingkar secara
keseluruhan dan atau sebagian pada membran sel tumor
ditentukan berdasarkan skoring :
Skor 0 = tidak terwarnai
Skor 1 = terwarnai lemah
Skor 2 = terwarnai sedang
Skor 3 = terwarnai kuat
Pewarnaan dinyatakan “negatif” jika tidak terwarnai (skor 0), dan
“positif” jika terwarnai dengan intensitas apapun (skor 1,2,3).
(Phillips et al., 2015)
2. TILs dihitung berdasarkan besarnya persentase sel-sel
inflamatori mononuklear pada area stroma tumor, yaitu area
stroma di antara sarang tumor, termasuk pada area invasive
margin tumor, sesuai rekomendasi dari International TILs
working group, 2014. Persentase ditentukan berdasarkan nilai
rata-rata densitas TILs dari 5 area stroma (menggunakan
pembesaran mikroskopik objective (obj.)10x) dengan densitas
TILs yang beragam (tidak berfokus pada area hot spot), untuk
kemudian dapat menilai TILs stroma dengan lebih jelas
(menggunakan pembesaran mikroskopik yang lebih kuat).
Sampel dikelompokkan berdasarkan nilai skoring :
65
Skor 1 = rendah (0-10% TILs),
skor 2 = sedang (20-40% TILs),
skor 3 = tinggi (50-90% TILs).
(Jakubowska et al., 2017)
3. Grade histopatologi adenokarsinoma kolorektal yaitu :
1) Diferensiasi baik : bentukan tubuler kelenjar yang masih baik
pada tumor lebih besar dari 95%.
2) Diferensiasi sedang : bentukan tubuler kelenjar pada tumor
sekitar 50-95%.
3) Diferensiasi buruk : bentukan tubuler kelenjar pada tumor
kurang dari 50%. (S.R. Hamilton, F.T. Bosman, P.Boffetta,
M.Ilyas, 2010)
IV.9. Pengolahan dan Analisa Data
Semua data yang diperoleh dari hasil penelitian dicatat dan
dikelompokkan berdasarkan tujuan dan jenis data, kemudian
dilakukan analisa yang sesuai, yaitu :
1. Analisis Univariat : untuk mendeskripsikan karakteristik data dasar
berupa distribusi frekuensi, nilai rata-rata, standar deviasi dan
rentangan nilai.
2. Analisis bivariat :
Uji X2 (Chi square) : Untuk membandingkan 2 variabel yang
berskala nominal antara dua kelompok atau lebih yang tidak
66
berpasangan. Pada penelitian ini digunakan untuk menilai ada
tidaknya korelasi antara ekspresi PD-L1 tumor dengan derajat TILs.
IV.10. Alur Penelitian
IV.11. Personalia Penelitian
Pelaksana : dr. Nursakti Hamzah
Pembimbing I : dr. Upik A. Miskad, Ph.D, Sp.PA(K)
Pembimbing II : Prof. dr. Syarifuddin Wahid, Ph.D, Sp.PA(K), Sp.F
Pembimbing Metodologi Penelitian : Dr.dr. Andi Alfian Zainuddin, MKM.
Pengumpulan data dan slide yang telah didiagnosa sebagai
adenokarsinoma kolorektal
Pengumpulan blok parafin yang sesuai kriteria
Pembuatan slide menggunakan
pewarnaan imunohistokimia PD-L1
Penentuan skoring ekspresi PD-L1
berdasarkan hasil pewarnaan imunohistokimia
oleh dua orang Spesialis Patologi Anatomi
Melakukan analisa data secara statistik
Penentuan grade histopatologi dan
skoring derajat TILs berdasarkan
hasil pewarnaan Hematoxylin-Eosin
oleh dua orang Spesialis Patologi
Anatomi
67
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1 Hasil Penelitian
V.1.1 Jumlah Sampel
Pada penelitian ini, sebanyak 52 sampel dikumpulkan dari
laboratorium Patologi Anatomi RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar
dan RS Universitas Hasanuddin Makassar periode tahun 2014-2016 yang
didiagnosis sebagai adenokarsinoma kolorektal. Sampel yang
dikumpulkan dan memenuhi kriteria inklusi kemudian dievaluasi ulang
oleh dua orang Spesialis Patologi Anatomi dengan diagnosis konsisten.
Kemudian dilakukan penilaian terhadap derajat tumour-infiltrating
lymphocytes (TILs). Pewarnaan imunohistokimia dilakukan untuk
mengamati dan menentukan ekspresi programmed death-ligand 1 (PD-L1)
pada sel tumor tiap sampel.
Dari seluruh sampel yang dikumpulkan, diperoleh 15 sampel
dengan derajat diferensiasi baik, 33 sampel diferensiasi sedang, dan
sebanyak 4 sampel dengan diferensiasi buruk dengan gambaran
histopatologi sesuai yang ditunjukkan Gambar 12-14.
68
Gambar 12. Adenokarsinoma rekti diferensiasi baik, obj.4x.
Gambar 13. Adenokarsinoma rekti diferensiasi sedang, obj.10x.
Gambar 14. Adenokarsinoma kolon diferensiasi buruk, obj.4x.
69
Penentuan derajat TILs dilakukan dengan melakukan penilaian
besarnya persentase sel-sel inflamatori mononuklear pada area stroma
tumor sesuai rekomendasi dari International TILs working group, 2014.
Pada penelitian ini, TILs yang dinilai adalah TILs stroma. TILs
dikategorikan ke dalam tiga kelompok, skor 1 = rendah (0-10% TILs), skor
2 = sedang (20-40% TILs), skor 3 = tinggi (50-90% TILs).
Gambar 15. TILs derajat rendah, obj.4x(A) dengan area stroma yang menunjukkan TILs 10%, obj.10x(B).
A
B
70
Gambar 16. TILs derajat sedang. Area stroma yang menunjukkan TILs
20%,obj.10x (A) dan area stroma dengan TILs 30%, obj.10x (B).
Gambar 17. TILs derajat tinggi, obj.4x (A), dengan area stroma yang menunjukkan TILs 70%, obj.10x (B)
A
B
A
B
71
Sementara penentuan ekspresi PD-L1 dilakukan dengan menilai
besarnya persentase sel-sel tumor yang terwarnai coklat secara melingkar
keseluruhan dan atau sebagian pada membran sel tumor dengan
intensitas apapun pada pewarnaan imunohistokimia, sebagaimana yang
diperlihatkan pada Gambar 18-24.
Gambar 18. A,B : sampel dengan ekspresi PD-L1 positif (terwarnai pada ≥ 50%
sel tumor / skor 2), obj.4x.
Gambar 19. A,B : sampel dengan ekspresi PD-L1 positif (terwarnai pada 5%-49% sel tumor / skor 1), obj.4x.
72
Gambar 20. A,B: sampel dengan ekspresi PD-L1 negatif (< 5% sel tumor yang
terwarnai / skor 0), obj.4x.
Gambar 21. Ekspresi PD-L1 dengan intensitas kuat, obj.40x.
Gambar 22. Ekspresi PD-L1 dengan intensitas sedang, obj.40x.
73
Gambar 23. Ekspresi PD-L1 dengan intensitas lemah, obj.40x.
Gambar 24. Ekspresi PD-L1 negatif, obj.40x.
74
V.1.2 Karakteristik Sampel
Karaktristik umum sampel dijabarkan sebagai berikut.
Tabel 2. Karakteristik sampel (n=52)
Karakteristik N Minimum Maksimum Mean SD
Umur (tahun) 52 29 81 55,83 11,575
Karakteristik: n (%)
Umur :
< 40 tahun 4 (7,7)
≥ 40 tahun 48 (92,3)
Jenis Kelamin :
Laki-laki 27 (51,9)
Perempuan 25 (48,1)
Grade histopatologi:
Diferensiasi baik 15 (28,8)
Diferensiasi sedang
Diferensiasi buruk
33 (63,5)
4 (7,7)
Derajat TILs :
Rendah 23 (44,2)
Sedang
Tinggi
21 (40,4)
8 (15,4)
Ekspresi PD-L1 :
Positif 44 (84,6)
Negatif 8 (15,4)
Berdasarkan Tabel 2, didapatkan bahwa dari total 52 sampel,
kategori umur <40 tahun sebanyak 4 (7,7%) sampel dan kategori umur
75
≥40 tahun sebanyak 48 (92,3%) sampel dengan mean pada umur 55,83
tahun, usia minimum 29 tahun dan maksimum pada usai 81 tahun.
Jumlah sampel dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 27 (51,9%)
sampel dan jenis kelamin perempuan sebanyak 25 (48,1%) sampel.
Berdasarkan grade histopatologi, jumlah sampel yang tergolong derajat
diferensiasi baik sebanyak 15 (28,8%), diferensiasi sedang sebanyak 33
(63,5%), dan diferensiasi buruk sebanyak 4 (7,7%) sampel. Jumlah
sampel dengan TILs derajat rendah diperoleh sebanyak 23 (44,2%)
sampel, derajat sedang sebanyak 21 ( 40,4%) sampel, dan derajat tinggi
sebanyak 8 (15,4%) sampel. Adapun ekspresi PD-L1 positif sebanyak 44
(84,6%) sampel, dan ekspresi PD-L1 negatif diperoleh sebanyak 8
(15,4%) sampel.
V.1.3 Analisis Perbedaan Derajat TILs Berdasarkan Grade
Histopatologi
Tabel 3. Derajat TILs berdasarkan grade histopatologi
Grade Histopatologi
Derajat TILs Total (%)
Rendah (%) Sedang (%) Tinggi (%) Diferensiasi
Baik
7 (46,7)
6 (40,0)
2 (13,3)
15 (100)
Diferensiai sedang
Diferensiasi
buruk
13 (39,4)
3
(75,0)
14 (42,4)
1
(25,0)
6 (18,2)
0
(0,0)
33 (100)
4
(100)
Total 23 (44,2)
21 (40,4)
8 (15,4)
52 (100)
Uji Chi-square
p = 0,619
76
Berdasarkan Tabel 3, dari total 52 sampel, terdapat 23 (44,2%)
sampel dengan derajat TILs rendah, 21 (40,4%) sampel dengan derajat
TILs sedang, dan sebanyak 8 (15,4%) sampel dengan derajat TILs tinggi.
Pada kelompok derajat diferensiasi baik, dari total 15 sampel, sebanyak 7
(46,7%) sampel dengan derajat TILs rendah, 6 (40,0%) dengan derajat
TILs sedang, dan sebanyak 2 (13,3%) sampel dengan derajat TILs tinggi.
Pada kelompok derajat diferensiasi sedang, dari total 33 sampel,
sebanyak 13 (39,4%) sampel dengan derajat TILs rendah, 14 (42,4%)
dengan derajat TILs sedang, dan sebanyak 6 (18,2%) sampel dengan
derajat TILs tinggi. Adapun pada kelompok derajat diferensiasi buruk, dari
total 4 sampel, sebanyak 3 (75,0%) sampel dengan derajat TILs rendah,
1 (25,0%) sampel dengan derajat TILs sedang, dan tidak terdapat (0,0%)
sampel dengan derajat TILs tinggi. Berdasarkan uji Chi-square, diperoleh
nilai p = 0,619 (p > 0.05) sehingga disimpulkan tidak terdapat perbedaan
yang bermakna derajat TILs pada sampel adenokarsinoma kolorektal
derajat diferensiasi baik, sedang, dan diferensiasi buruk.
77
V.1.4 Analisis Perbedaan Ekspresi PD-L1 Berdasarkan Grade
Histopatologi
Tabel 4. Ekspresi PD-L1 sel tumor berdasarkan grade histopatologi
Grade histopatologi
Ekspresi PD-L1 Total (%)
Positif(%) Negatif(%)
Diferensiasi
Baik
12
(80,0)
3
(20,0)
15
(100)
Diferensiasi
sedang
Diferensiasi
buruk
29
(87,9)
3
(75,0)
4
(12,1)
1
(25,0)
33
(100)
4
(100)
Total 44
(84,6)
8
(15,4)
52
(100)
Uji Chi- Square
Tabel 4 menunjukkan dari total 52 sampel, terdapat 44 (84,6%)
sampel dengan ekspresi PD-L1 sel tumor positif dan 8 (15,4%) sampel
dengan ekspresi PD-L1 sel tumor negatif. Dari total 15 sampel yang
termasuk dalam derajat diferensiasi baik, sebanyak 12 (80,0%) sampel
dengan ekspresi PD-L1 sel tumor positif dan 3 (20,0%) sampel dengan
ekspresi PD-L1 sel tumor negatif. Pada kelompok sampel dengan derajat
diferensiasi sedang, dari total 33 sampel, sebanyak 29 (87,9%) sampel
dengan ekspresi PD-L1 sel tumor positif dan 4 (12,1%) sampel dengan
ekspresi PD-L1 sel tumor negatif. Sementara pada kelompok sampel
dengan derajat diferensiasi buruk, dari total 4 sampel, sebanyak 3
(75,0%) sampel dengan ekspresi PD-L1 sel tumor positif dan 1 (25,0%)
p=0,683
78
sampel dengan ekspresi PD-L1 sel tumor negatif. Berdasarkan uji Chi-
square, diperoleh nilai p = 0,683 (p > 0.05) sehingga disimpulkan tidak
terdapat perbedaan yang bermakna ekspresi PD-L1 sel tumor pada
sampel adenokarsinoma kolorektal derajat diferensiasi baik, sedang, dan
diferensiasi buruk.
V.1.5 Analisis Hubungan Ekspresi PD-L1 dengan Derajat TILs
Tabel 5. Ekspresi PD-L1 sel tumor dengan derajat TILs
Ekspresi PD-L1 Derajat TILs Total
(%)
Rendah(%) Sedang(%) Tinggi(%)
Positif 22
(50,0)
18
(40,9)
4
(9,1)
44
(100)
Negatif 1
(12,5)
3
(37,5)
4
(50,0)
8
(100)
Total 23
(44,2)
21
(40,4)
8
(15,4)
52
(100)
Uji Chi- Square
Tabel 5 memperlihatkan, pada kelompok sampel dengan ekspresi
PD-L1 sel tumor positif, dari total 44 sampel, sebanyak 22 (50,0%) sampel
menunjukkan TILs dengan derajat rendah, 18 (40,9%) sampel dengan
TILs derajat sedang, dan 4 (9,1%) sampel dengan TILs derajat tinggi..
Sementara pada kelompok ekspresi PD-L1 sel tumor negatif, dari total 8
sampel, sebanyak 1 (12,5%) sampel menunjukkan TILs dengan derajat
rendah, 3 (37,5%) sampel dengan TILs derajat sedang, dan 4 (50,0%)
p = 0,017
79
sampel dengan TILs derajat tinggi. Dengan uji hipotesis Chi-square,
diperoleh nilai p =0,017 (p < 0.05) yang berarti secara statistik terdapat
hubungan bermakna antara ekspresi PD-L1 sel tumor dengan derajat
TILs.
V.2. Pembahasan
Pada penelitian ini, penilaian TILs stroma juga mencakup TILs
pada area stroma di invasive margin tumor, sebagaimana pada penelitian
oleh Iseki et al sebelumnya yang menilai TILS stroma pada area invasive
front dari tumor, dimana area ini dianggap sebagai area yang optimal
untuk menilai TILs. (Iseki, Shibutani, Maeda, & Nagahara, 2018)
Pelaporan TILs dalam bentuk persentase oleh kebanyakan ahli
patologi lebih mendekati 5-10% dari nilai yang dianggap lebih sesuai
untuk digambarkan, misalnya persentase TILs dengan nilai 13,5% jarang
dilaporkan, dan kebanyakan ini akan dilaporkan sebagai nilai 15%.
(Salgado et al., 2015) Sebagaimana pada penelitian ini, TILs
dikategorikan ke dalam tiga kelompok, skor 1 = rendah (0-10% TILs), skor
2 = sedang (20-40% TILs), skor 3 = tinggi (50-90% TILs). Beberapa nilai
antara 10-20% atau antara 40-50%, akan ditentukan oleh observer untuk
dimasukkan ke dalam kelompok yang lebih mendekati dengan hasil
penilaian. Sebagai contoh, nilai 13,5% dilaporkan sebagai nilai 15%,
namun dimasukkan ke dalam skor 1 = rendah (0-10% TILs).
80
Berbagai penelitian menilai TILs dengan melibatkan penilaian
terhadap subpoplasi TILs, terutama CD4+ dan CD8+ pada sejumlah tipe
kanker. (F. Shi et al., 2018; Salima, Gandamihardja, & Harsono, 2016;
Hassan, 2015) Namun, pada penelitian ini hanya menilai TILs stroma
berdasarkan pewarnaan H-E, tanpa menilai subpopulasi dari TILs.
Pada Tabel 2 yang menggambarkan karakteristik umum sampel,
terlihat bahwa pada kategori umur, sampel penderita adenokarsinoma
kolorektal yang berusia <40 tahun jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
yang berusia ≥40 tahun (4 vs 48 sampel). Hasil yang serupa juga
didapatkan pada penelitian oleh Shi et al yang melaporkan angka yang
lebih tinggi pada penderita kanker kolorektal >40 tahun, dan terutama
pada usia >60 tahun. (S. Shi et al., 2013) Hal ini sesuai dengan
kecenderungan peningkatan resiko kanker kolorektal pada usia yang lebih
tua. (Amersi, Agustin, & Ko, 2005) Mekanisme terjadinya kanker kolorektal
dianggap merupakan kejadian molekuler yang heterogen termasuk faktor
genetik dan epigenetik. (Kumar et al., 2015) Transformasi dari mukosa
kolon normal menjadi kanker invasif dapat berkembang melalui suatu
tahapan akumulasi perubahan genetik dan epigenetik. Sebagian besar
kanker kolorektal disebutkan berkembang dari kondisi adenoma yang
sudah ada sebelumnya yang memiliki lesi malignan genetik, dimana
transformasi ini dapat berlangsung selama 10-15 tahun. (Dintinjana et al.,
2014) Adanya rentang waktu yang cukup lama ini mungkin menjadi salah
81
satu faktor yang mendasari lebih banyaknya kasus-kasus kanker
kolorektal yang ditemukan pada usia yang lebih tua.
Sementara itu, hubungan jenis kelamin terhadap perkembangan
kanker kolorektal masih dianggap belum jelas. (Amersi et al., 2005) Pada
penelitian ini, didapatkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan jumlahnya
hampir sama, meskipun jenis kelamin laki-laki sedikit lebih banyak
dibandingkan perempuan (27 vs 25 sampel). Beberapa penelitian
sebelumnya juga memperoleh hasil yang serupa, seperti penelitian oleh
Valentini et al yang mendapatkan jumlah subyek penelitian penderita
kanker kolorektal dengan jenis kelamin laki-laki yang kurang lebih sama
dengan jumlah penderita dengan jenis kelamin perempuan. (Valentini et
al., 2018)
V.2.1 Perbedaan Derajat TILs Berdasarkan Grade Histopatologi
Dalam penelitiannya, Hyuk et al memperoleh hasil adanya
hubungan yang signifikan antara derajat TILs dengan derajat diferensiasi
tumor pada kanker kolorektal, yaitu derajat TILs yang rendah
berhubungan dengan derajat diferensiasi yang buruk. (Hyuk, 2012)
Namun berdasarkan penelitian oleh Huszno et al, didapatkan bahwa
terdapat kecenderungan TILs dengan derajat yang lebih tinggi pada
sampel penderita kanker payudara dengan grade histopatologi yang lebih
tinggi (lebih buruk). (Huszno, N., Lange, K., & Nowara, 2017)
Berdasarkan uji hipotesis Chi-square, pada penelitian ini tidak
82
didapatkan adanya perbedaan yang bermakna derajat TILs antara
kelompok sampel dengan derajat diferensiasi baik, diferensiasi sedang,
dan diferensiasi buruk. Perbedaan hasil yang kontroversial dengan
penelitian sebelumnya mungkin disebabkan karena perbedaan jumlah
sampel dan distribusi kelompok sampel yang tidak sama.
Pada penelitian ini, sebagaimana yang diperlihatkan pada Tabel 3,
dimana pada derajat diferensiasi buruk lebih banyak ditemukan memiliki
TILs dengan derajat rendah. Dikemukakan bahwa ekspresi programmed
death-1 (PD-1) dapat mengalami upregulasi pada sel T yang exhausted
(kelelahan) terhadap paparan yang terus-menerus dari antigen tumor.
(Dong et al., 2017) PD-1 yang diekspresikan pada sel T jika berikatan
dengan programmed death-ligand 1 (PD-L1) yang diekspresikan oleh sel
tumor akan menghambat transduksi signal T-cell receptor (TCR),
menyebabkan inhibisi aktivitas sitotoksik sel T dan pada akhirnya dapat
meningkatkan apoptosis pada sel T. (Guo et al., 2017; Karwacz, Arce,
Bricogne, Kochan, & Escors, 2012) Beberapa penelitian sebelumnya
menemukan adanya hubungan yang bermakna antara overekspresi PD-1
dengan derajat diferensiasi tumor pada beberapa tipe kanker. (Kawahara
et al., 2018; Mo et al., 2016) Hal ini mungkin dapat dikaitkan dengan
meningkatnya sel T yang exhausted seiring dengan peningkatan grade
histopatologi tumor.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa infiltrasi limfosit yang tinggi
pada kanker kolorektal dihubungkan gambaran molekular yang spesifik
83
pada kanker ini, dalam hal ini microsatellite instability-high (MSI–h).
(Masugi et al., 2017) MSI–h bersifat lebih imunogenik dibandingkan
dengan tumor microsatellite stable akibat adanya sejumlah besar peptida
abnormal akibat mutasi frameshift.(Deschoolmeester et al., 2011)
Selain itu, sejumlah besar Treg diketahui juga terdapat pada berbagai tipe
tumor, termasuk tumor pada kolorektal, yang kemungkinan dipicu oleh sel-
sel tumor yang berproliferasi maupun yang telah mati yang menyediakan
sejumlah besar self-antigen yang akan dikenali oleh Treg. Disebutkan
pula, peningkatan Treg kemungkinan juga dipicu oleh kondisi inflamasi
pada tumor yang merekrut Treg. Dipercaya, Treg dapat menekan respon
imun anti tumor pada lingkungan mikro tumor. Peningkatan Treg pada
area tumor, akan mempengaruhi ratio sel T CD8+ dengan Treg, dan
dilaporkan berhubungan dengan prognosis yang buruk pada sejumlah
keganasan. (Nishikawa & Sakaguchi, 2010)
Hal ini mungkin dapat dikaitkan dengan adanya sampel dengan derajat
diferensiasi yang lebih buruk, tetapi memiliki derajat TILs yang tinggi.
Namun, pada penelitian ini, tidak dilakukan penilaian terhadap profil
molekular maupun subpopulasi TILs pada sampel.
V.2.2 Perbedaan Ekspresi PD-L1 Berdasarkan Grade Histopatologi
Berdasarkan yang diperlihatkan pada Tabel 4, diperoleh bahwa
ekspresi PD-L1 sel tumor positif didapatkan baik pada kelompok sampel
84
dengan derajat diferensiasi baik, diferensiasi sedang maupun pada
sampel dengan diferensiasi buruk. Pada penelitian ini, PD-L1 terekspresi
bukan hanya pada membran sel tumor saja, namun sebagian juga
terekspesi pada sitoplasma. Hal ini juga didapatkan dari penelitian-
penelitian sebelumnya dari berbagai jenis kanker yang menilai ekspresi
PD-L1 pada membran dan sitoplasma sel. (Sunshine et al., 2017; Hua et
al., 2012; Mahoney et al., 2016; Pan, Ye, Wu, An, & Wu, 2015) Diketahui
bahwa PD-L1 merupakan protein transmembran yang terdiri dari satu
regio transmembran dan dua extracellular domain, Ig-C dan Ig-V. Selain
itu, PD-L1 juga memiliki cytoplasmic domain yang pendek dan
menyalurkan sinyal intraselular. (Chen J., Jiang,C.C., Jin L., and Zhang,
2015)
Penelitian oleh Rosenbaum et al di Amerika Serikat mendapatkan
bahwa secara histologik, tumor dengan ekspresi PD-L1 positif lebih
cenderung dengan diferensiasi yang buruk. (Rosenbaum et al., 2016)
Sementara Lin et al dalam penelitiannya menggunakan analisis univariat
mendapatkan bahwa ekspresi PD-L1 memiliki hubungan yang signifikan
dengan stadium tumor yang lebih tinggi. (Lin et al., 2017)
Berdasarkan uji hipotesis Chi-square, pada penelitian ini tidak
didapatkan adanya perbedaan yang bermakna ekspresi PD-L1 sel tumor
antara kelompok sampel derajat diferensiasi baik, diferensiasi sedang,
maupun diferensiasi buruk. Perbedaan hasil yang kontroversial dengan
penelitian sebelumnya mungkin disebabkan karena perbedaan jumlah
85
sampel, distribusi kelompok sampel yang tidak seimbang, dan
penggunaan antibodi PD-L1 dengan clone yang berbeda.
Menurut Kim et al, mekanisme mendasar upregulasi PD-L1 pada
sel-sel kanker kolorektal CIMP-H (CpG island methylator phenotype-high)
dan MSI-h terutama pada yang diferensiasi buruk masih belum jelas.
Beberapa penelitian mengenai PD-L1 terhadap sejumlah keganasan,
seperti non-small cell lung cancer, renal cell carcinoma, dan kanker
payudara sedikit banyak memberikan petunjuk bahwa peningkatan
gambaran epithelial-mesenchymal transition (EMT) mungkin ada
hubungannya dengan ekspresi PD-L1 pada sel tumor, dimana derajat
diferensiasi yang buruk dianggap salah satu bagian dari EMT. (Kim, Park,
Cho, Lee, & Kang, 2016)
V.2.3 Hubungan Ekspresi PD-L1 dengan Derajat TILs
Saat ini, telah banyak penelitian yang menyatakan bahwa ekspresi
PD-L1 memiliki kaitan yang signifikan dengan adanya infiltrasi TILs pada
beberapa kanker. (Lin et al., 2017)
Lin et al dalam penelitiannya mendapatkan bahwa infiltrasi TILs
umumnya didapatkan pada sampel penderita dengan sel tumor yang
mengekspresikan PD-L1. (Lin et al., 2017) Sedangkan penelitian oleh
Masugi et al, mengungkapkan ekspresi PD-L1 tumor kolorektal
berbanding terbalik dengan kadar TILs pada analisis univariabel, namun
86
tidak memiliki hubungan yang signifikan pada analisis multivariabel.
(Masugi et al., 2017)
Berdasarkan uji hipotesis Chi-square, didapatkan hubungan yang
bermakna antara ekspresi PD-L1 sel tumor dengan derajat TILs pada
penelitian ini, yaitu ekspresi PD-L1 yang positif lebih banyak ditemukan
pada adenokarsinoma kolorektal dengan derajat TILs yang lebih rendah.
Tabel 5 memperlihatkan bahwa pada sampel dengan ekspresi PD-
L1 sel tumor yang positif lebih cenderung dengan derajat TILs yang lebih
rendah. Interaksi PD-L1 pada sel T efektor dengan PD-1 akan
menghambat transduksi signal TCR, menyebabkan inhibisi aktivitas sel T
sitotoksik. Akhirnya, blokade transduksi signal TCR menyebabkan inhibisi
PI3K/Akt dan MAPK signaling. Dan yang terpenting, inhibisi aktivasi PI3K
menekan ekspresi B-cell lymphoma-extra large (Bcl-xl) dan aktivasi Akt
(Protein kinase B), yang akhirnya akan menyebabkan peningkatan
apoptosis sel T. (Guo et al., 2017) Hal ini akhirnya berpengaruh pada
jumlah sel T, dan mungkin menjelaskan diperolehnya derajat TILs yang
lebih rendah.
Di sisi lain, adanya infiltrasi sel-sel T merupakan salah satu faktor
yang dapat memicu ekspresi PD-L1 sel tumor akibat adanya interferon-γ
yang dilepaskan oleh sel T. (Kim et al., 2016) Hal ini mungkin dapat
dikaitkan dengan adanya sampel dengan ekspresi PD-L1 sel tumor yang
positif, namun dengan derajat TILs yang tinggi.
87
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1 Kesimpulan
1. Tidak terdapat perbedaan bermakna derajat tumour-
infiltrating lymphocytes (TILs) pada adenokarsinoma
kolorektal derajat differensiasi baik, sedang, dan buruk.
2. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna ekspresi
programmed death-ligand 1 (PD-L1) sel tumor pada
adenokarsinoma kolorektal derajat differensiasi baik, sedang,
dan buruk.
3. Terdapat hubungan bermakna antara ekspresi PD-L1 sel
tumor dengan derajat TILs pada adenokarsinoma kolorektal,
yaitu ekspresi PD-L1 sel tumor yang positif berhubungan
dengan derajat TILs yang lebih rendah.
VI. 2 Saran
1. Penilaian derajat TILs dapat digunakan sebagai prediktif
terhadap ekspresi PD-L1 sel tumor pada adenokarsinoma
kolorektal.
2. Pemeriksaan imunohistokimia PD-L1 sebaiknya dilakukan
untuk prediktif dan prognostik pada penderita kanker
kolorektal, terutama untuk kepentingan imunoterapi.
88
3. Pada penelitian berikutnya, penilaian derajat TILs maupun
ekspresi PD-L1 sel tumor yang menghubungkan dengan
grade histopatologi, sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan sampel dengan jumlah yang lebih banyak
dengan karakteristik sampel yang lebih seragam atau
seimbang, terutama pada kelompok grade histopatologi.
4. Pada penelitian berikutnya dengan menggunakan sampel
kanker kolorektal, penilaiaan derajat TILs sebaiknya juga
menilai profil molekular sampel, terutama status
microsatellite-instability.
5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang mengkonfirmasi
derajat TILs dengan menilai subpopulasi TILs, terutama sel T
sitotoksik dengan pewarnaan imunohistokimia menggunakan
antibodi CD8.
89
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Abul K, Lichtman,Andrew H. and Pillai, S. (2016). Basic Immunology: Functions and Disorders of the Immune System. American Journal of Epidemiology (Vol. 155). https://doi.org/10.1093/aje/155.2.185-a
Abbas, A. K., Lichtman, A., & Pillai, S. (2017). Cellular and Molecular Immunology (9th ed.). Philadelphia: Elsevier Inc.
AJCC. (2006). Colon and Rectum (Sarcomas, lymphomas, and carcinoid tumors of the large intestine or appendix are not included.). American Joint Committee on Cancer, 107–118. https://doi.org/10.1186/1477-7800-3-34
Alsaab, H. O., Sau, S., Alzhrani, R., & Tatiparti, K. (2017). PD-1 and PD-L1 Checkpoint Signaling Inhibition for Cancer Immunotherapy : Mechanism , Combinations , and Clinical Outcome, 8(August), 1–15. https://doi.org/10.3389/fphar.2017.00561
Amersi, F., Agustin, M., & Ko, C. Y. (2005). Colorectal Cancer : Epidemiology , Risk Factors , and Health Services, 18(3), 133–140.
Antohe, M., Nedelcu, R. I., Nichita, L., Popp, C. G., Cioplea, M., Brinzea, A., … Bleotu, C. (2019). Tumor infiltrating lymphocytes : The regulator of melanoma evolution ( Review ), 4155–4161. https://doi.org/10.3892/ol.2019.9940
Arnold, M., Sierra, M. S., Laversanne, M., Soerjomataram, I., Jemal, A., & Bray, F. (2016). Global patterns and trends in colorectal cancer incidence and mortality. Gut, 66(4), 683–691. https://doi.org/10.1136/gutjnl-2015-310912
Bupathi, M., & Wu, C. (2016). Biomarkers for immune therapy in colorectal cancer: mismatch-repair deficiency and others. Journal of Gastrointestinal Oncology, 7(5), 713–720. https://doi.org/10.21037/jgo.2016.07.03
Chen J., Jiang,C.C., Jin L., and Zhang, Z. D. (2015). Regulation of PDL1 : A novel role of prosurvival signalling in cancer, 1–31.
Davies, M. (2014). New modalities of cancer treatment for NSCLC : focus on immunotherapy, 63–75.
Deschoolmeester, V., Baay, M., Lardon, F., Pauwels, P., & Peeters, M. (2011). Immune Cells in Colorectal Cancer : Prognostic Relevance and Role of MSI, 377–392. https://doi.org/10.1007/s12307-011-0068-5
90
Dintinjana, R. D., Redzović, A., & Dintinjana, M. (2014). Molecular Pathways of Colorectal Carcinogenesis are Promising Mistery ?, 1–5. https://doi.org/10.4172/2157-2518.S10-003
Dong, Y., Sun, Q., & Zhang, X. (2017). PD-1 and its ligands are important immune checkpoints in cancer, 8(2), 2171–2186.
Dunn, G. P., Bruce, A. T., Ikeda, H., Old, L. J., & Schreiber, R. D. (2002). Cancer immunoediting : from immuno- surveillance to tumor escape. Nature Immunology, 3(11), 991–998. https://doi.org/10.1038/ni1102-991
Edge, S. B., & Compton, C. C. (2010). The american joint committee on cancer: The 7th edition of the AJCC cancer staging manual and the future of TNM. Annals of Surgical Oncology, 17(6), 1471–1474. https://doi.org/10.1245/s10434-010-0985-4
Ferlay, J., Soerjomataram, I., Dikshit, R., Eser, S., Mathers, C., Rebelo, M., … Bray, F. (2015). Cancer incidence and mortality worldwide : Sources , methods and major patterns in GLOBOCAN 2012, 386. https://doi.org/10.1002/ijc.29210
Fleming, M., Ravula, S., Tatishchev, S. F., & Wang, H. L. (2012). Colorectal carcinoma: Pathologic aspects. Journal of Gastrointestinal Oncology. https://doi.org/10.3978/j.issn.2078-6891.2012.030
Gooden, M. J. M., Bock, G. H. De, Leffers, N., Daemen, T., & Nijman, H. W. (2011). The prognostic influence of tumour-infiltrating lymphocytes in cancer : a systematic review with meta-analysis. British Journal of Cancer, 105(1), 93–103. https://doi.org/10.1038/bjc.2011.189
Guo, L., Lin, Y., & Kwok, H. F. (2017). The function and regulation of PD-L1 in immunotherapy. ADMET and DMPK, 5(3), 159. https://doi.org/10.5599/admet.5.3.442
Hassan, Z. M. (2015). Comparative Analysis of CD4+ and CD8+ T Cells in Tumor Tissues, Lymph Nodes and the Peripheral Blood from Patients with Breast Cancer, 19(January), 35–44. https://doi.org/10.6091/ibj.1289.2014
He, J., Hu, Y., Hu, M., & Li, B. (2015). Development of PD-1/PD-L1 Pathway in Tumor Immune Microenvironment and Treatment for Non-Small Cell Lung Cancer. Scientific Reports, 5(July), 1–9. https://doi.org/10.1038/srep13110
Hua, D., Sun, J., Mao, Y., Chen, L., Wu, Y., & Zhang, X. (2012). B7-H1 expression is associated with expansion of regulatory T cells in colorectal carcinoma, 18(9), 971–978. https://doi.org/10.3748/wjg.v18.i9.971
91
Huszno, J., N., E. Z., Lange, D., K., Z., & Nowara, E. (2017). The association of tumor lymphocyte infiltration with clinicopathological factors and survival in breast cancer, 68(1), 26–32.
Hyuk, L. J. (2012). Prognostic Significance of Tumor-Infiltrating Lymphocytes for Patients With Colorectal Cancer. Archives of Surgery, 147(4), 366. https://doi.org/10.1001/archsurg.2012.35
Iseki, Y., Shibutani, M., Maeda, K., & Nagahara, H. (2018). A new method for evaluating tumor- infiltrating lymphocytes ( TILs ) in colorectal cancer using hematoxylin and eosin ( H-E ) - stained tumor sections, 1–12.
Jacques, F. F., Isabelle, S., R., D., S., E., C., M., M., R., … Bray. (2009). Colon and Rectum Cancer Staging. American Cancer Society, 1.
Jakubowska, K., Kisielewski, W., Kańczuga-Koda, L., Koda, M., & Famulski, W. (2017). Stromal and intraepithelial tumor-infiltrating lymphocytes in colorectal carcinoma. Oncology Letters, 14(6), 6421–6432. https://doi.org/10.3892/ol.2017.7013
Karwacz, K., Arce, F., Bricogne, C., Kochan, G., & Escors, D. (2012). PD-L1 co-stimulation, ligand-induced TCR down-modulation and anti-tumor immunotherapy, 1(1), 86–88. https://doi.org/10.1002/emmm.201100165.www.landesbioscience.com
Kawahara, T., Ishiguro, Y., Ohtake, S., Kato, I., Ito, Y., Ito, H., … Nakaigawa, N. (2018). PD-1 and PD-L1 are more highly expressed in high-grade bladder cancer than in low- grade cases : PD-L1 might function as a mediator of stage progression in bladder cancer, 1–6.
Keir, M. E., Butte, M. J., Freeman, G. J., & Sharpe, A. H. (2008). PD-1 and Its Ligands in Tolerance and Immunity. https://doi.org/10.1146/annurev.immunol.26.021607.090331
Kim, J. H., Park, H. E., Cho, N., Lee, H. S., & Kang, G. H. (2016). Characterisation of PD-L1-positive subsets of microsatellite-unstable colorectal cancers. Nature Publishing Group, 115(4), 490–496. https://doi.org/10.1038/bjc.2016.211
Koganemaru, S., Inoshita, N., Miura, Y., Miyama, Y., Fukui, Y., Ozaki, Y., … Takano, T. (2017). Prognostic value of programmed death-ligand 1 expression in patients with stage III colorectal cancer. Cancer Science, 108(5), 853–858. https://doi.org/10.1111/cas.13229
Koido, S., Ohkusa, T., Homma, S., Namiki, Y., Takakura, K., Saito, K., … Tajiri, H. (2013). Immunotherapy for colorectal cancer. World Journal of Gastroenterology, 19(46), 8531–8542.
92
https://doi.org/10.3748/wjg.v19.i46.8531
Komite Penanggulangan Kanker Nasional, K. K. R. (Ed.). (2017). PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN KANKER KOLOREKTAL. Jakarta.
Kumar, V., Abbas, A. K., & Aster, J. C. (2015). Pathologic Basic of Disease. 9Ed. Philadelphia: Elsevier.
Lin, G., Fan, X., Zhu, W., Huang, C., Zhuang, W., & Xu, H. (2017). Prognostic significance of PD-L1 expression and tumor infiltrating lymphocyte in surgically resectable non-small cell lung cancer Patient characteristics, 8(48), 83986–83994.
Lynch, D., & Murphy, A. (2016). The emerging role of immunotherapy in colorectal cancer. Annals of Translational Medicine, 4(16), 305–305. https://doi.org/10.21037/atm.2016.08.29
Mahoney, K. M., Sun, H., Liao, X., Hua, P., Callea, M., & Freeman, G. J. (2016). Antibodies to the cytoplasmic domain of PD-L1 most clearly delineate cell membranes in immunohistochemical staining, 3(12), 617–632. https://doi.org/10.1158/2326-6066.CIR-15-0116.Antibodies
Masugi, Y., Nishihara, R., Yang, J., Mima, K., Da Silva, A., Shi, Y., … Ogino, S. (2017). Tumour CD274 (PD-L1) expression and T cells in colorectal cancer. Gut, 66(8), 1463–1473. https://doi.org/10.1136/gutjnl-2016-311421
Mei, Z., Liu, Y., Liu, C., Cui, A., Liang, Z., Wang, G., … Li, C. (2014). Tumour-infiltrating inflammation and prognosis in colorectal cancer : systematic review and meta-analysis, (February), 1595–1605. https://doi.org/10.1038/bjc.2014.46
Mescher, A. L. (2013). Junqueira’s Basic Histology, Text and Atlas 13th Ed. McGraw Hill Education.
Mo, Z., Liu, J., Zhang, Q., Chen, Z., Mei, J., Liu, L., … You, Z. (2016).
Expression of PD ‑ 1 , PD ‑ L1 and PD ‑ L2 is associated with
differentiation status and histological type of endometrial cancer, 944–950. https://doi.org/10.3892/ol.2016.4744
Nishikawa, H., & Sakaguchi, S. (2010). Regulatory T cells in tumor immunity, 767, 759–767. https://doi.org/10.1002/ijc.25429
Overman, M. J., Ernstoff, M. S., & Morse, M. A. (2018). Where We Stand With Immunotherapy in Colorectal Cancer : Toxicity Management, 239–247.
Pan, Z., Ye, F., Wu, X., An, H., & Wu, J. (2015). Clinicopathological and
93
prognostic significance of programmed cell death ligand1 ( PD-L1 ) expression in patients with non-small cell lung cancer : a meta-analysis, 1(3), 462–470. https://doi.org/10.3978/j.issn.2072-1439.2015.02.13
Parcesepe, P., Giordano, G., Laudanna, C., Febbraro, A., & Pancione, M. (2016). Cancer-Associated Immune Resistance and Evasion of Immune Surveillance in Colorectal Cancer. Gastroenterology Research and Practice, 2016. https://doi.org/10.1155/2016/6261721
Pardoll, D. M. (2016). The blockade of immune checkpoints in cancer immunotherapy, 12(4), 252–264. https://doi.org/10.1038/nrc3239.The
Passardi, A., Canale, M., Valgiusti, M., & Ulivi, P. (2017). Immune checkpoints as a target for colorectal cancer treatment. International Journal of Molecular Sciences, 18(6). https://doi.org/10.3390/ijms18061324
Phillips, T., Simmons, P., Inzunza, H. D., Cogswell, J., Novotny, J., Taylor, C., & Zhang, X. (2015). Development of an Automated PD-L1 Immunohistochemistry (IHC) Assay for NonSmall Cell Lung Cancer, (August). https://doi.org/10.1097/PAI.0000000000000256
Rosenbaum, M. W., Bledsoe, J. R., Morales-Oyarvide, V., Huynh, T. G., & Mino-Kenudson, M. (2016). PD-L1 expression in colorectal cancer is associated with microsatellite instability, BRAF mutation, medullary morphology and cytotoxic tumor-infiltrating lymphocytes. Modern Pathology, 29(9), 1104–1112. https://doi.org/10.1038/modpathol.2016.95
Rozek, L. S., Schmit, S. L., Greenson, J. K., Tomsho, L. P., Rennert, H. S., Rennert, G., & Gruber, S. B. (2016). Tumor-Infiltrating lymphocytes, Crohn’s-like lymphoid reaction, and survival from colorectal cancer. Journal of the National Cancer Institute, 108(8), 1–8. https://doi.org/10.1093/jnci/djw027
S.R. Hamilton, F.T. Bosman, P.Boffetta, M.Ilyas, H. M. (2010). World Health Organization Classification Tumours of the Digestive System.
Salgado, R., Denkert, C., Demaria, S., Sirtaine, N., Klauschen, F., Pruneri, G., … Loi, S. (2015). The evaluation of tumor-infiltrating lymphocytes (TILS) in breast cancer: Recommendations by an International TILS Working Group 2014. Annals of Oncology, 26(2), 259–271. https://doi.org/10.1093/annonc/mdu450
Salima, S., Gandamihardja, S., & Harsono, A. L. I. B. (2016). Korelasi antara Ekspresi Tumor Infiltrating, (38), 43–47.
Schneider, N. I., & Langner, C. (2014). Prognostic stratification of
94
colorectal cancer patients : current perspectives, 291–300.
Shi, F., Chang, H., Zhou, Q., Zhao, Y.-J., Wu, G.-J., & Song, Q.-K. (2018). Distribution of CD4 + and CD8 + exhausted tumor- infiltrating lymphocytes in molecular subtypes of Chinese breast cancer patients, 6139–6145.
Shi, S., Wang, L., Wang, G., Guo, Z., Wei, M., & Meng, Y. (2013). B7-H1 Expression Is Associated with Poor Prognosis in Colorectal Carcinoma and Regulates the Proliferation and Invasion of HCT116 Colorectal Cancer Cells, 8(10), 1–11. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0076012
Smith, H. A., & Kang, Y. (2014). The Metastasis-Promoting Roles of Tumor-Associated Immune Cells (Vol. 91). https://doi.org/10.1007/s00109-013-1021-5.The
Stewart, S. L., Wike, J. M., Kato, I., Lewis, D. R., & Michaud, F. (2006). A population-based study of colorectal cancer histology in the United States, 1998-2001. Cancer, 107(SUPPL.), 1128–1141. https://doi.org/10.1002/cncr.22010
Sun, X., Suo, J., Yan, J., & Crc, H. (2016). 2016 Colorectal Cancer : Global view Immunotherapy in human colorectal cancer : challenges and prospective, 22(28), 6362–6372. https://doi.org/10.3748/wjg.v22.i28.6362
Sunshine, J. C., Nguyen, P. L., Kaunitz, G. J., Cottrell, T. R., Berry, S., Esandrio, J., … Taube, J. M. (2017). PD-L1 Expression in Melanoma : A Quantitative Immunohistochemical Antibody Comparison, (12), 1–8. https://doi.org/10.1158/1078-0432.CCR-16-1821
Valentini, A. M., Pinto, F. Di, Cariola, F., Guerra, V., Caruso, M. L., & Pirrelli, M. (2018). PD-L1 expression in colorectal cancer defines three subsets of tumor immune microenvironments, 9(9), 8584–8596.
Wang, L., Ren, F., Wang, Q., Baldridge, L. A., Monn, M. F., Fisher, K. W., … Cheng, L. (2016). Significance of Programmed Death Ligand 1 (PD-L1) Immunohistochemical Expression in Colorectal Cancer. Molecular Diagnosis & Therapy, 20(2), 175–181. https://doi.org/10.1007/s40291-016-0188-1
Wang, X., Teng, F., Kong, L., & Yu, J. (2016). PD-L1 expression in human cancers and its association with clinical outcomes, 5023–5039.
WHO. (2014). Indonesia, cancer country profiles, 22–23.
Yao, W., He, J., Yang, Y., Wang, J., Qian, Y., Yang, T., & Ji, L. (2017). The Prognostic Value of Tumor- infiltrating Lymphocytes in
95
Hepatocellular Carcinoma : a Systematic Review and Meta- analysis. Scientific Reports, (July), 1–11. https://doi.org/10.1038/s41598-017-08128-1
Zou, W. (2005). IMMUNOSUPPRESSIVE NETWORKS IN THE TUMOUR ENVIRONMENT AND THEIR THERAPEUTIC RELEVANCE, 5(April). https://doi.org/10.1038/nrc1586
96
TILs PD-L1
No. No.Slide H-E
Blok Umur (tahun)
Jenis
Kelamin
Persentase area TILs Lokasi Derajat diferensias
i
Low (0-10%)
Moderate (20-40%)
High (50-90%)
Skor 0 (<5%)
Skor 1 (5-49%)
Skor 2 (≥50%)
Negatif Positif Positif
1 P14.2424 + 81 L 60,40,50,50,50 = 50% rektum sedang 50% sedang
2 P14.2678 (3) + 46 P 10,10,5,5,10 = 8% rektum sedang 10% sedang
3 P14.3227 (I) + 49 P 40,10,5,2,2 = 12% colon baik 10% lemah
4 P14.3681 (3) + 58 L 30,25,20,10,5 = 18% colon sedang 20% lemah
5 P14.3405 + 77 L 60,60,50,60,60 =58% rektum baik 60% -
6 P14.3323 (3) + 55 P 50,60,50,50,60 = 55% rektum baik 55% -
7 P14.2824 (3) + 71 P 70,60,50,60,40 = 56% caecum sedang 60% -
8 P14.3581(2) + 65 P 40,10,20,5,5 = 16% rektum sedang 20% sedang
9 P14.3656(2) + 56 L 10,10,10,10,5 = 9% rektum sedang 10% sedang
10 P15.2189 A + 68 P 10,5,5,10,10 = 8% Colon buruk 10% lemah
11 P15.1761 + 45 L 10,10,10,5,10 = 9% colon buruk 10% lemah
12 P15.1744(1) + 67 P 10,10,5,5,10 = 8% rektum sedang 10%
13 P15.1813(I2) + 49 L 10,40,10,30,25 =23% rektum sedang 25% lemah
14 P15.3104(1) + 64 L 40,40,10,10,5 = 21% rektum buruk 20% lemah
15 P15.2661(A) + 68 L 30,5,5,10,5 = 11% rektum sedang 10% lemah
16 H15.802(IA) + 24 P 5,5,10,5,10= 7% colon sedang 10%
17 P15.3243 A + 42 P 20,15,5,10,5 =11% >>PMN rektum baik 10% lemah
18 P15.2745(2A) + 52 P 45,60,50,60,60 =55% rektum sedang 55% lemah
19 H15.457 - 61 P 30,30,40,20,20 =28% colon jelek 30%
20 P15.3596 (IA) + 60 L 10,20,5,10,`15 =12% rektum sedang 10% sedang
21 P15.3571 A + 29 L 10,10,20,50,20 = 22% colon sedang 20% lemah
22 P15.3568 A + 37 L 10,10,10,20,20 = 14% colon sedang 15% lemah
23 P15.3686 A + 45 P 40,10,5,5,15 = 15% colon buruk 15% lemah
24 P15.3530 B + 58 P 5,5,10,5,10= 7% rektum baik 10% sedang
25 P15.3760 B + 43 P 30,50,30,40,40 = 38% rektum sedang 40% kuat
26 P15.3761(1) + 54 L 20,50,20,20,40 = 30% colon sedang 30% kuat
27 P15.3985 B +→ - 60 P 70,20,30,30,40 = 38% colon baik 40%
28 P15.4229 A + 76 L 5,5,30,5,10 = 11% rektum sedang 10% kuat
29 P15.4170 Ia + 75 P 20,30,50,30,50 = 36% rektum sedang 40% kuat
30 P15.4101 4A + 46 L 5,20,10,5,20 = 12% colon sedang 10% lemah
31 P15.1120(5) +→ - 55 P 50,60,40,50,40 = 48% caecum baik 50%
32 P15.2409 A + 54 L 10,5,5,5,10 = 7% rektum baik 10% lemah
33 P16.0990 IB + 52 P 20,30,10,20,10 = 18% rektum sedang 20% sedang
34 P16.1041 B + 60 L 20,10,30,20,30 = 22% rektum baik 20% lemah
35 P16.1120 B + 63 P 20,40,30,40,50 = 36% rektum baik 40% sedang
36 P16.1181 IA + 36 L 50,10,40,5,20 = 25% colon sedang 25% lemah
37 P16.1584 IA + 52 P 45,45,50,50,40 =46% rektum sedang 50% sedang
38 P16.1976 B + 68 L 40,30,40,20,30 =32% rektum sedang 30% lemah
39 P16.2070 A + 68 L 50,20,30,50,10 = 32% colon sedang 30% kuat
40 P16.2315 (1) + 69 L 50,40,40,50,50 = 46% rektum sedang 50% sedang
41 P16.2325 IA + 65 P 10,10,10,5,5 = 8% Sigmoid baik 10% kuat
42 P16.2543 + 38 L 10,10,10,20,5 =11% rektum sedang 10% kuat
43 P16.2587 B + 43 P 50,50,60,30,40 =46% rektum sedang 50% sedang
44 P16.2643 B + 51 P 20,10,10,5,10 = 11% sigmoid sedang 10% lemah
45 P16.2742 IA + 53 L 20,30,30,30,30 = 28% colon sedang 30% kuat
46 P16.2796 IID + 63 L 20,10,10,5,20 = 13% colon sedang 15% sedang
47 P16.3077 A + 46 P 10,5,5,20,10 = 10% rektum sedang 10% lemah
48 H15.008 IIA + 54 P 10,10,5,5,10 = 8% colon baik 10% kuat
49 P16.0520 B + 52 P 5,5,10,10,10 = 8% colon sedang 10% lemah
50 P16.2639 B + 52 P 30,10,30,20,20 = 22% rektum baik 20% sedang
51 H15.096 - 65 P 10,10,5,10,5 = 8% rektum sedang 10%
52 H16.440 + 62 L 30,20,20,10,10 = 18% rektum baik 20% lemah
53 P15.3968 A + 49 L 60,40,50,50,50 = 50% rektum sedang 50%
54 P15.4269 A + 74 L rektum baik 10%
55 P14.2487 - 46 P 10,10,40,20,10 =18% rektum baik 20%
56 P14.3128 - 57 P 25,5,5,5,10 = 10% rektum baik 10%
57 P14.2450 - 67 L 60,50,50,50,40 = 50% colon baik 50%
58 P14.3543 - 52 P 60,50,50,40,60= 52% colon sedang 50%
59 P14.3895 A + 48 P 60,40,30,20,40 = 38% rektum sedang 40% -
60 P14.3466 - 40 P 60,50,40,50,40 = 48% rektum jelek 50%
61 P14.4755 - 54 P 10,40,10,5,5 = 14% colon sedang 15%
62 P15.3603 - 58 P 20,10,10,5,5 = 10% rektum sedang 10%
63 P15.2174 - 83 L 50,40,40,30,50 = 42% rektum sedang 40%
64 P16.1712 - 84 L 10,5,5,10,5 = 7% rektum sedang 10%
65 H15.435 - 59 P 10,5,20,10,5 = 10% colon sedang 10%
66 P16.2746 - 42 L 50,40,40,50,50= 46% colon sedang 50%
67 P16.3190 - 58 L 70,60,50,50,60= 58% colon sedang 60%
68 P16.2741 - 59 P 50,30,20,30,20 = 30% rektum sedang 30%
69 H14.744 IA + 47 P 10,30,30,20,10 = 20% rektum baik 20% lemah
70 H15.054 A + 74 L 5,10,10,20,5 = 8% rektum sedang 10% sedang
71 H15.270 B + 51 L 30,10,5,5,10 = 12% colon jelek 10%
72 H15.393 B + 69 P 50,40,50,30,40 = 42% colon sedang 40%
73 H15.426 - 64 P 50,40,30,10,20 = 30% rektum sedang 30%
74 H16.0469 + 58 P 10,40,30,20,30 = 26% rektum sedang 30%
75 H16.0499 B + 58 L 5,10,5,10,20= 10% rektum baik 10% sedang
76 H16.0571 B + 58 P 5,10,5,5,10= 7% colon sedang 10%
77 H16.0869 A + 57 L 20,40,30,10,10 = 22% rektum sedang 20% sedang
78 H16.0960 A + 49 P 40,50,30,50,40= 42% rektum baik 40% kuat
79 H16.0970 B + 42 L 50,40,20,10,10= 26% caecum baik 30%
80 H16.0994 A + 58 P 5,10,5,5,10 =7% rektum sedang 10%
81 P14.0513 (3) + 72 P 50,40,10,20,30 = 30% colon sedang 30%
82 P14.0710 (1) + 79 L 40,30,10,10,5 = 19% colon sedang 20%
83 P14.0764 (3) + 57 L 60,50,40,40,50 = 48% colon sedang 50%
84 P14.0880 (3) + 57 L 20,30,20,40,20 =26% colon sedang 30%
85 P14.1181 (3) + 48 L 40,30,30,40,30 =34% colon sedang 35%
86 P14.1384 (3) + 76 L 20,10,10,5,5 = 10% colon sedang 10%
87 P14.1775 (3) + 42 P 50,50,40,50,40 = 46% colon sedang 50%
88 P14.1898 (3) + 65 L 20,40,10,10,5= 17% colon sedang 20%
89 P14.1978 (3) + 54 L 40,30,10,5,10 = 19% colon sedang 20%
90 P14.2183 (3) + 66 P 50,60,50,40,50 = 50% colon sedang 50%
91 P15.1436 (3) + 69 P 50,40,20,40,30 = 36% rectum sedang 40%
92 P15.0300 (3) - 69 P rectum sedang 20%
93 P15.0322 (3) - 56 L rectum jelek 10%
94 P15.1433 (1) - 73 L 20,10,10,10,20 = 15% rectum sedang 15%
95 P15.0529 (3) + 70 L 20,20,40,10,10 = 20% rectum jelek 20%
96 P15.0576 (2) + 63 P 40,40,20,20,40 = 32% rectum sedang 30%
97 P15.0313 (3) + 49 P 40,30,40,10,20 =32% caecum sedang 30%
98 P15.0959 (1) - 36 P 40,30,30,20,30 = 30% rectum baik 30%
99
100
Recommended