View
75
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Kateterisasi saluran kemih adalah suatu tindakan memasukkan kateter melalui
uretra ke dalam kandung kemih.1 Kateter memungkinkan mengalirnya urine yang
berkelanjutan pada pasien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau pasien
yang mengalami obstruksi. Kateter juga menjadi alat untuk mengkaji keluaran
urine per jam pada pasien yang status hemodinamknya tidak stabil. Kateterisasi
dipergunakan hanya ketika memang benar benar terdapat indikasi, karena dengan
menginsersi kateter artinya kita memasukkan mikroorganisme ke dalam kandung
kemih.2
Pasien yang dikateterisasi dapat mengalami infeksi melalui berbagai cara.
Mempertahankan sistem drainase urine tertutup merupakan tindakan yang penting
untuk mengontrol infeksi sistem yang rusak dapat menyebabkan masuknya
mikroorganisme. 3Orang dengan sistem imun yang rendah sangat berisiko tinggi
terkena infeksi. Yohikawa (1993) telah mendemonstrasikan bahwa hampir 100%
pasien yang terpasang kateter berada dalam status bakteriuria setelah 3-4 minggu.
Mikroorganisme yang terdapat dalam kandung kemih bisa juga mengenai ginjal.1
Sehingga karena faktor- faktor diatas sangat penting kita sebagai dokter untuk
mengetahui bagaimana tekhnik menginsersi kateter yang benar, steril, dan kapan
kita harus melepas kateter.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kateterisasi uretra adalah memasukkan kateter ke dalam buli-buli melalui uretra.
Kateter memungkinkan mengalirnya urine yang berkelanjutan pada pasien yang
tidak mampu mengontrol perkemihan atau pasien yang mengalami obstruksi.
Kateter juga menjadi alat untuk mengkaji keluaran urine per jam pada pasien
yang status hemodinamknya tidak stabil. Karena kateterisasi kandung kemih
membawa risiko ISK dan trauma pada uretra, maka untuk mengumpulkan
spesimen maupun menangani inkontinensia, lebih dipilih tindakan yang lain.1
Terdapat dua tipe kateterisasi, kateterisasi indweling atau intermiten untuk
retensi yang merupakan dua bentuk insersi kateter. Pada teknik intermiten, kateter
lurus yang sekali pakai, dimasukkan cukup panjang untuk mengeluarkan urine
pada kandung kemih (5-10 menit). Pada saat kandung kemih kosong, kateter
dapat segera ditarik. Kateter intermiten dapat diulang jika diperlukan, tapi
pengunaan yang berulang meningkatkan risiko. Kateter menetap atau Foley tetap
di tempat dalam waktu yang lebih lama sampai pasien mampu berkemih dengan
tuntas dan spontan. Atau selama pengukuran akurat per jam dibutuhkan. Mungkin
juga perlu menganti kateter indweling secara periodik.2
Kateter lurus sekali pakai memiliki lumen tunggal dengan lubang kecil
yang berjarak sekitar 1,3 cm dari ujung kateter. Urine keluar dari ujung kateter,
melalui lumen, dan masuk ke dalam wadah. Kateter Foley menetap memiliki
balon kecil yang dapat digembungkan yang meligkari kateter tepat dibawah ujung
kateter. Apabila digembungkan, balon tertahan di pintu masuk kandung kemih
untuk menahan selang kateter tetap ditempatnya. Kateter menetap untuk retensi
juga memiliki dua atau tiga lumen di dalam bahan kateter. Satu lumen
mengeluarkan urine melalui kateter ke kandung pengumpul. Lumen kedua
membawa air steril ke dan dari dalam balon saat lumen digembungkan atau
dikempeskan. Lumen ketiga (pilihan) dapat digunakan untuk memasukkan cairan
atau obat-obatan ke dalam kandung kemih. Menentukan jumlah lumen adalah
2
mudah yaitu dengan menghiting jumlah drainase dan tempat injeksi pada ujung
kateter. 1,3
Tipe kateter ketiga memiliki ujung yang melengkung. Sebuah kateter
Counde digunakan pada pasien pria, yang mungkin mengalami pembesaran
prostat, yang mengobstruksi sebagian uretra. Kateter Counde tidak terlalu
traumatik selama insersi karena kateter ini lebih kaku dan lebih mudah dikontrol
daripada kateter yang ujungnya lurus.
2.2 Tujuan kateterisasi
Tindakan kateterisasi ini dimaksudkan untuk tujuan diagnosis maupun untuk
tujuan terapi
Tindakan diagnosis antara lain adalah:
1. Kateterisasi pada wanita dewasa untuk memperoleh contoh urine guna
pemeriksaan kultur urine. Tindakan ini diharapkan dapat mengurangi
resiko terjadinya kontaminasi sample urine oleh bakteri komensal yang
terdapat di sekitar kulit vulva dan vagina
2. Mengukur residu (sisa) urine yang dikerjakan sesaat setelah pasien miksi.
3. Memasukkan bahan kontras untuk pemeriksaan radiologi antara lain:
sistografi atau pemeriksaan adanya refluks vesiko-ureter melalui
pemeriksaan voiding cysto-urethrography (VUCG)
4. Pemeriksaan urodinamik untuk menentukan tekanan intra vesika
5. Untuk menilai produksi urine pada saat dan setelah oprasi besar
Tindakan kateterisasi untuk tujuan terapi antara lain adalah:
1. Mengeluarkan urine dari buli-buli pada keadaan obstruksi infravesikal
baik yang disebabkan oleh hiperplasia prostat maupun oleh benda asing
(bekuan darah) yang menyumbat uretra
2. Mengeluarkan urine pada disfungsi buli-buli
3. Diversi urine setelah tindakan oprasi sistem urinaria bagian bawah, yaitu
pada prostatektomi, vesikolitotomi
4. Sebagai splint setelah operasi rekonstruksi uretra untuk tujuan stabilisasi
uretra.
3
5. Pada tindakan kateterisasi bersih mandiri berkala (KBMB) atau clean
intermittent cateterization.
6. Memasukkan obat-obatan intravesika, antara lain sitostatika atau antiseptik
atau buli-buli
Kateter yang dipasang untuk tujuan diagnostik secepatnya dilepas setelah
tujuan selesai, tetapi yang ditunjukan untuk terapi, tetap dipertahankan hingga
tujuan itu terpenuhi.2
2.3 Indikasi Kateterisasi
Kateterisasi dapat diindikasikan untuk berbagai alasan. Apabila waktu
kateterisasi pendek upaya meminimalkan infeksi merupakan suatu prioritas,
maka metode kateterisasi intermiten adalah yang terbaik. Kateterisasi intermiten
juga dianjurkan untuk individu yang mengalami cedera medula spinalis yang tidak
dapat mengontrol kandung kemihnya secara rutin, pasien ini lebih sedikit
mengalami infeksi. Kateterisasi menetap digunakan jika diperlukan pengosongan
kandung kemih dalam jangka panjang.1,4
Indikasi kateterisasi:
o Kateterisasi intermiten
1. Meredakan rasa tidak nyaman akibat distensi kandung
kemih.
2. Ketentuan untuk menurunkan distensi.
3. Mengambil spesimen urine yang steril.
4. Mengkaji residu urine setelah pengosongan kandung kemih
5. Penatalaksanaan jangka panjang pasien, yang mengalami
cedera medula spinalis, degenerasi neuromuskular, atau
kandung kemih yang tidak kompeten.
o Kateterisasi menetap jangka pendek
1. Obstruksi pada aliran urine misalnya pembesaran prostat.
2. Perbaikan kandung kemih, uretra, dan struktur
disekelilingnya melalui pembedahan.
3. Mencegah obstruksi uretra akibat adanya bekuan darah.
4. Mengukur keluaran urine pada pasien yang menderita
penyakit kritis.
4
5. Irigasi kandung kemih secara intermiten atau secara
berkelanjutan.
o Kateterisasi menetap jangka panjang
1. Retensi urine yang berat disertai episode ISK yang
berulang.
2. Ruam kulit, ulkus, atau luka iritasi akibat kontak dengan
urine.
3. Penderita penyakit terminal yang merasa nyeri ketika linen
tempat tidur diganti
2.4 Pedoman Memilih Kateter yang Sesuai
Ukuran kateter harus ditentukan oleh saluran uretra pasien. Apabila sistem prancis
digunakan, semakin besar ukuran kateter, semakin besar nomor selang, semakin
besar ukuran kateter. Ukuran kateter dinyatakan dalam skala Cherier’s (french).
Ukuran ini merupakan ukuran diameter luar kateter. 1Fr sama dengan 0,33
milimeter atau 1mm sama dengan 3 Fr. Pada umumnya anak-anak membutuhkan
selang prancis berukuran 8 sampai 10 Fr, wanita membutuhkan 14-16 Fr dan pria
biasanya membutuhkan ukuran 16-18Fr. Panjang periode kateterisasi harus
menentukan tipe materi yang dipilih. Bahan kateter dapat berasal dari logam
(stainless), karet (lateks), silikon (siliconized). Kateter silikon murni atau teflon
direkomendasikan untuk penggunaan jangka panjang (2-3 bulan) karena materi ini
lebih sedikit menyebabkan terbentuknya krusta pada meatus uretra. Kedua tipe
kateter ini pada awalnya cukup mahal tetapi bertahan dalam jangka waktu lebih
lama. Delaminasi (pengelupasan lapisan) dapat merukapan masalah dalam
penggunaan kateter tipe silikon ini. Kateter polivinilclorida (PVC) juga sangat
mahal. Kateter ini cocok untuk interval 4-6 minggu kateter ini lunak pada suhu
tubuh dan menyesuaikan diri pada uretra. Kateter lateks atau karet
direkomendasikan untuk pengunaan dalam jangka waktu sedang (sampai 3
minggu). Kateter yang terbuat dari karet bentuknya lurus dan tanpa percabangan,
contoh kateter jenis ini adalah kateter Robinson dan kateter Nelaton. Coude
catheter yaitu kateter dengan ujung lengkung dan ramping. Kateter ini dipakai
jika kateter berujung lurus mengalami hambatan yaitu pada saat kateter masuk ke
5
uretra pars bulbosa yang berbentuk huruf “S”, adanya hiperplasia prostat yang
sangat besar, atau hambatan akibat sklerosis leher buli-buli. Dengan bentuk ujung
yang lengkung dan ramping kateter ini dapat menerobos ke hambatan tadi, contoh
kateter ini adalah kateter Tieman. Kateter Foley adalah kateter yang dapat
ditinggalkan menetap untuk jangka waktu tertentu karena dekat ujungnya terdapat
balon yang dikembangkan dengan mengisinya dengan air sehingga mencegah
kateter terlepas keluar dari buli-buli. Menurut percabangannya kateter dibagi
menjadi 2, kateter cabang 2 (two way catheter) yang mempunyai 2 buah jalan,
untuk mengeluarkan urine dan memasukkan air untuk mengembungkan balon,
dan kateter cabang 3 ( thre way catheter) yang mempunyai satu percabangan lagi
yang berfungsi untuk mengalirkan air pembilas yang dimasukkan melalui selang
infus. Kateter ini biasanya dipakai setelah operasi prostat untuk mencegah
timbulnya bekuan darah. Menentukan ukuran balon yang sesuai juga merupakan
aspek yang penting dalam kateterisasi. Ukuran balon memepunyai rentang dari 3
mm (pediatrik) sampai volume pasca operasi yang besar (75mm) ukuran paling
umum adalah 5mm-30mm. Volume 5mm cocok untuk kateterisasi standar,
volume yang kecil ini memungkinkan keoptimalan drainase kandung kemih dan
tidak mengganggu drainase kandung kemih. Kateter ukuran 30 mm biasanya
disimpan untuk digunakan setelah prostatektomi sebagai sebuah alat bantu dalam
mencapai hemostatis jaringan pembuluh darah di prostat pasca oprasi, hanya air
yang steril yang dapat digunakan untuk menggembungkan balon. Salin normal
dapat mengkristal sehingga menyebabkan pengempesan balon tidak sempurna
pada waktu kateter akan diangkat. Air tambahan tidak boleh dimasukkan ke
dalam balon sebagai penolong untuk kateter yang bocor karena tindakan itu akan
mendistorsi ujung kateter dan menyebabkan iritasi kandung kemih serta tidak
tuntasnya pengosongan kandung kemih. Perubahan dalam ukuran kateter (atau
bahkan obat-obatan anti spasmodik) dapat diperlukan untuk mengontrol
kebocoran. 1,2,4,5
6
gambar 1: A. Kateter Nelaton, B. Kateter Tiemann, C. Kateter Foley
2.5 Menginsersi Kateter
Sebelum menginsersi kateter harus menggunakan teknik aseptik secara ketat.
Peralatan harus dipersiapkan sebelum menginsersi. Langkah-langkah untuk
menginsersi kateter menetap dan kateter sekali pakai pada dasarnya sama.
Perbedaannya terletak pada prosedur yang dilakukan untuk mengembungkan
balon kateter menetap dan memfiksasi kateter. 1,3
Langkah –langkah menginsersi kateter:
Kaji status pasien:
o waktu terakhir kali pasien berkemih, dapat mengindikasikan
derajat kepenuhan kandung kemih.
o Tingkat kesadaran atau tahap perkembangan pasien: menunjukkan
kemampuan pasien untuk bekerjasama selama prosedur
o Keterbatasan mobilisasi dan fisik: mengetahui cara memposisikan
pasien
o Usia : menentukan ukuran kateter yang akan digunakan. Nomor 8
sampai 10 biasanya digunakan untuk anak-anak dan nomor 14
sampai 16 untuk wanita. Nomor 12 dapat dipertimbangkan untuk
wanita muda. Nomor 16 sampai 18 digunakan untuk pria.
o Kondisi patologis yang dapat merusak jalan masuk kateter
(misalnya pelebaran prostat)
o Alergi: menentukan alergi terhadap antiseptik, plester, atau karet
(lateks)
Menyiapkan peralatan:
o Sarung tangan steril
o Duk steril, satu duk berlubang
7
o Lubrikan steril : Meminimalkan trauma uretra
o Larutan pembersih antiseptik
o Bola kapas atau kasa berbentuk bujur sangkar
o Forsep
o Spuit yang sudah diisi dengan air steril: Digunakan untuk
menggembungkan balon kateter menetap
o Kateter dengan ukuran dan tipe yang benar untuk prosedur
(intermiten atau menetap)
o Lampu senter atau lampu gooseneck: Membantu melihat meatus
urinarius pada pasien wanita
o Selimut mandi
o Alas penyerap yang kedap air
o Sarung tangan sekali pakai, baskom berisi air hangat, sabun, lap
badan, dan handuk: Pemeliharaan kebersihan perineum sebelum
memasang kateter akan mengurangi risiko ISK.
o Selang drainase steril dan kantung penampung (dapat belum
ditempel dikateter), plester, peniti, pengaman pita elastis
o Wadah atau baskom steril: Wadah aliran urine jika kateter
intermiten digunakan
o Wadah spesimen steril: untuk menampung spesimen urine
Menjelaskan prosedur kepada pasien. Jelaskan sensasi tekanan yang
dirasakan selama kateter dimasukkan: Mengurangi ansietas dan
meningkatkan kerjasama
Mencari asisten jika diperlukan
Cuci tangan
Posisi menghadap pasien, berdiri di sebelah kiri jika kita menggunakan
tangan kanan, berdiri disebelah kanan jika menggunakan tangan kiri
Naikkan sisi pengaman tempat tidur pada sisi yang berlawanan dengan
tempat anda berdiri: Meningkatkan keamanan pasien
Tutup gorden atau bilik ruangan: Memberikan privasi dan meningkatkan
relaksasi
8
Letakkan alas kedap air
Atur posisi pasien:
o Wanita: Bantu untuk mengambil posisi dorsal rekumben
(terlentang dengan lutut ditekuk). Minta pasien untuk merelaksasi
paha sehingga paha dapat dirotasi ke arah luar (tungkai dapat
ditopang dengan bantal) atau posisikan pasien dengan posisi
berbaring miring (Sims’) dengan menekuk lututnya, apabila pasien
tidak mampu mengambil posisi terlentang posisi tersebut
memungkinkan untuk melihat struktur perineum dengan baik.
Ubah posisi jika pasien tidak dapat mengabduksi tungkai pada
sendi pinggul (mis, sendi atritis.)
o Pria: Bantu untuk mengambil posisi paha untuk sedikit
diabduksi Posisi terlentang mencegah ketegangan otot abdomen
dan panggul
Selimuti pasien:
o Wanita: Selimuti pasien dengan selimut mandi. Tempatkan selimut
dalam bentuk limas diatas pasien. Satu sudut pada bagian leher,
satu sudut pada setiap lengan dan sudut terakhir diatas perineum.
Tinggikan gaun diatas panggul.
o Pria: Selimuti bagian atas dengan selimut mandi dan tutupi
ektremitas bagian bawah dengan seprei tempat tidur sehingga
hanya bagian genetalia yang terpajan.
Kenakan sarung tangan sekali pakai. Bersihkan daerah perineum dengan
air dan sabun sesuai kebutuhan Dengan tujuan mengurangi keberadaan
mikroorganisme
Lepas dan buang sarung tangan yang telah dipakai. Cuci tangan.
Posisikan lampu untuk menyinari daerah perineum
Buka peralatan kateterisasi dan kateter
Kenakan sarung tangan steril
Atur suplai diatas daerah yang steril. Buka bagian dalam kemasan steril
yang berisi kateter. Tuangkan larutan antiseptik steril kedalam wadah yang
9
berisi bola kapas steril. Buka paket yang berisi lubrikan. Pindahkan wadah
spesimen (penutup harus dipasang longgar diatasnya) dan spuit yang
sudah terlebih dahulu diisi, dari kompartemen pengumpul pada troli ke
lapangan yang steril Semua ini harus dilakukan sebelum membersihkan
meatus uretra
Sebelum menginsersi kateter menetap, tes balon dengan menginjeksi
cairan dari spuit yang telah berisi cairan, ke dalam katup balon. balon
harus mengembung maksimal tanpa bocor. Tarik kembali cairan dan
tinggalkan spuit di pintu masuk kateter, jika memungkinkan.
Pasang duk steril:
o Wanita: Buat sisi bagian atas duk membentuk manset diatas kedua
tangan perawat. Tempatkan duk diatas tempat tidur diantara paha
pasien. Selipkan ujung yang dibentuk manset tepat dibawah
bokong, berhati-hatilah supaya sarung tangan tidak menyentuh
permukaan yang terkontaminasi. Angkat duk steril bolong dan
biarkan duk tetap tidak terlipat tanpa menyentuh objek nonsteril.
Tempatkan duk pada sehingga labia terlihat dan pastikan untuk
tidak menyentuh permukaan yang terkontaminasi.
o Pria: Tempatkan duk diatas paha tepat di bawah penis. Angkat duk
bolong. Buka lipatan duk dan pasang diatas penis dengan celah
yang bolong ditempatkan diatas penis.
Tempatkan peralatan steril dan isinya pada duk steril diantara para pasien
dan buka wadah spesimen urin (jika diperlukan), menjga permukaan
bagian dalam tetap steril.
Leskan lubrikan sepanjang sisi ujung kateter:
o Wanita : 2,5 sampai 5 cm
o Pria : 7,5 sampai 12,5 cm
Bersihkan meatus uretra
o Wanita:
1. Dengan tangan yang dominan, retraksi labia dengan hati-
hati sehingga keseluruhan meatus uretra terlihat.
10
Pertahankan posissi tangan yang tidak dominan ini selama
pelaksanaan prosedur.
2. Dengan tangan yang dominan, ambil bola kapas dengan
forsep dan bersihkan daerah perineum, menghapusnya dari
arah depan kebelakang dari klitoris ke anus. Gunakan bola
kapas yang baru utuk setiap apusan: Pada sepanjang daerah
yang dekat dengan lipatan labia, sepanjang daerah yang
jauh dari liptan labia, dan secara langsung pada meatus
o Pria:
1. Apabila pasien tidak disirkmsisi, retraksi prepusium dengan
tangan yang tidak dominan. Pegang batang penis, tepat
dibawah glans. Retraksi meatus uretra dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Pertahankan tangan
yang tidak dominan pada posisi ini selama insersi kateter.
2. Dengan tangan yang dominan ambil bola kapas dengan
forsep dan bersihkan penis. Mulai dari meatus. Lanjutkan
sampai ke arah bawah batang penis dengan menggunakan
gerakan melingkar. Ulangi proses ini tiga kali, dengan
mengganti bola kapas setiap kali proses.
Ambil kateter dengan tangan dominan yang telah mengenakan sarung
tangan sekitar 5 cm dari ujung kateter. Pegang ujung kateter dan lekuk
dengan longgar, ditelapak tangan yang tidak dominan. Letakkan ujung
distal kateter di wadah penampang urin (jika kateter belum dipasang ke
saluran atau kantung urin)
Insersi kateter:
o Wanita : pegang kateter ditangan yang dominan dan tangan yang
tidak dominan melanjutkan tindakan meretraksi labia.
1. Minta pasien mengambil nafas dalam, insersi kateter
melalui meatus secara perlahan (apabila tidak ada urine
yang muncul setelah selang diinsersi beberapa sentimeter,
kateter mungkin masuk ke dalam vagina. Apabila kateter
masuk ke dalam vagina, biarkan ditempat; kemudian ambil
11
insersi kateter lain kemudian lepaskan kateter yang
pertama).
2. Masukkan kateter sekitar 5 cm sampai 7,5 cm pada orang
dewasa, 2,5cm pada anak, atau sampai urine keluar.
Apabila insersi kateter menetap, masukkan lagi 5 cm
setelah urine keluar. Apabila ada tahanan, jangan memaksa
kateter untuk masuk.
3. Lepaskan labia dan pegang kateter dengan aman
menggunakan tangan yang tidak dominan.
o Pria: tinggikan penis ke posisi perpendikular terhadap tubuh
pasien dan berikan sinar kearah atas penis yang telah ditarik:
1. Minta pasien untuk berusaha keras untuk mengedan
kebawah seperti pada saat berkemih, untuk relaksasi sfinter
eksterna, insersi kateter melalui meatus secara perlahan
2. Masukkan kateter 17,5 sampai 22,5 cm pada orang dewasa,
5-7,5 cm pada anak kecil, atau sampai urine keluar. Apabila
ada tahanan, tarik kateter dan jangan memaksanya masuk
ke uretra. Apabila menginsersi kateter menetap, masukkan
lagi sepanjang 5 cm setelah urine keluar
3. Lapaskan penis dan tahan kateter dengan kuat
menggunakan tangan yang tidak dominan.
Jika dengan kateter intermiten, Lepaskan kateter intermiten sekali pakai.
Tarik kateter dengan perlahan dengan lembut sampai terlepas.
Gembungkan balon kateter menetap:
o Saat memegang kateter di meatus urinarius dengan tangan yang
tidak dominan, pegang pangkal kateter, letakkan diantara dua jari.
o Dengan menggunakan tangan yang dominan, pasang spuit (jika
belum terpasang), ketempat injeksi pada pangkal kateter
o Injeksi sejumlah total larutan secara perlahan. Apabila pasien
mengeluh nyeri yang tiba- tiba, aspirasi larutan dan masukkan
kateter lebih jauh. Jangan menginjeksikan cairan melebihi ukuran
balon
12
o Setelah mengembungkan balon sampai maksimal, lepaskan kateter
dari tangan yang tidak dominan dan tarik dengan perlahan untuk
merasakan adanya tahanan, kemudian masukkan kateter sedikit
lagi kedalam kandung kemih. Lepaskan spuite.
Sambungkan pangkal kateter ke selang penampung dan kantung drainase,
kecuali sudah disambungkan. Tempat kantung pada posisi tergantung.
Jangan letakkan kantung dikerangka pengaman tempat tidur, karena posisi
kantung drainase yang menggantung meninggkatkan aliran urine menjauhi
kandung kemih. Kantung yang ditempelkan pada pengaman tempat tidur,
ketinggiannya dapat berada diatas ketinggian kandung kemih, pada saat
pengaman tersebut dinaikkan.
Fiksasi kateter:
o Wanita: Gunakan tali elastis atau plester untuk memfiksasi kateter
ke bagian dalam paha. Biarkan sedikit longgar, sehingga gerakan
paha tidak menimbulkan tegangan pada kateter.
o Pria: Tempelkan kateter pada bagian atas paha atau abdomen
bagian bawah (penis diarahkan ke abdomen) dengan
mengguanakan plester. Penempelan kateter digunakan dengan
kendur, sehingga gerakan tidak akan menyebabkan ketegangan
pada kateter Sehingga mengurangi kemungkinan nekrosis
jaringan.
Pastikkan bahwa tidak ada hambatan atau lekukkan pada selang.
Tempatkan sisa lekukan selang diatas tempat tidur dan kaitkan pada
bagianbawah seprei tempat tidur dengan peniti dari set drainaseatau
dengan pita karet dan peniti pengaman.
Lapaskan peralatan sarung tangan dan buang peralatan, duk, serta urine
diwadah yang tepat.
Instruksikan posisi berbaring ditempat tidur pada pasien yang
menggunakan kateter: Berbaring miring menghadap ke sistem drainase
degan posisi kateter dan selang diletakkan pada paha bagian bawah atau
berbaring miring membelakangi sistem drainase dengan posisi kateter dan
selang terletak diantara tungkai.
13
Peringatkan pasien untuk tidak menarik kateter.
Cuci tangan
Palpasi kandung kemih dan tanyakan kenyamanan pasien
Observasi karakter dan jumlah urine di dalam sistem drainase.
Gambar 2: Teknik kateterisasi pada pria
2.6 Kesulitan dalam memasukkan kateter
Pada Pria
Kesulitan memasukkan kateter pada priadapat disebabkan oleh karena tertahan di
uretra pars bulbosa yang bentuknya seperti huruf “S”, ketegangan dari sfingter
uretra eksterna karena pasien merasa kesakitan dan ketakutan, atau terdapat
sumbatan organik di uretra yang disebabkan oleh batu uretra, striktur uretra,
kontraktur leher buli-buli atau tumor uretra.
Ketegangan sfinter uretra eksterna dapat diatasi dengan cara:
1. Menekan tempat itu selama beberapa menit dengan ujung kateter sampai
terjasi relaksasi sfingter dan diharapkan kateter masuk dengan lancar ke
buli-buli14
2. Pemberian anestesi topikal berupa campuran lidokain hidroklorida 2%
dengan jelly 10-20 ml yang dimasukkan per-uretram sebelum
dikateterisasi.
3. Pemberian sedatif parenteral sebelum kateterisasi
Pada Wanita
Tidak seperti pada pria,teknik pemasangan kateter pada wanita jarang menjumpai
kesulitan karena uretra wanita lebih pendek. Kesulitan yang sering dijumpai
adalah pada saat mencari muara uretra karena terdapat stenosis muara uretra atau
tertutupnya muara uretra oleh tumor uretra/ tumor vagina/ serviks. Untuk itu
mungkin perlu dilakukan dilatasi dengan busi a buble terlebih dahulu.2
2.7 Pencegahan Infeksi
Pasien yang dikateterisasi dapat mengalami infeksi melalui berbagai cara.
Mempertahankan sistem drainase urine tertutup merupakan tindakan yang penting
untuk mengontrol infeksi sistem yang rusak dapat menyebabkan masuknya
mikroorganisme. Daerah yang memilki resiko ini adalah daerah insersi kateter,
kantung drainase, sambungan selang, klep, dan sambungan antar selang dangan
kantung.
Selain itu kepatenan sistem untuk mencegah berkumpulnya urin di dalam
selang. Urine di dalam kantong drainase merupakan medium yang sangat baik
untuk pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri dapat berjalan menaiki selang
drainase untuk berkembang ditempat berkumpulnya urine. Apabila urin kembali
mengalir kembali ke dalam kandung kemih pasien kemungkinan akan terjadi
infeksi. Yohikawa (1993) telah mendemonstrasikan bahwa hampir 100% pasien
yang terpasang kateter berada dalam status bakteriuria setelah 3-4 minggu. Telah
tersedia anjuran tentang cara untuk mencegah infeksi pada pasien yang
dikateterisasi:
Pasien harus banyak minum untuk menghindari terjadinya enkrustasi pada
kateter dan tertimbunnya debris/ kotoran dalam buli-buli.
Selalu membersihkan nanah, darah dan getah/sekret kelenjar periuretra
yang menempel pada meatus uretra/ kateter dengan kapas basah.
Upayakan supaya klep pada sistem drainase tidak menyentuh permukaan
yang terkontaminasi
15
Jangan membuka titik-titik penghubung pada sistem drainase untuk
mengambil urine.
Apabila sambungan selang drainase terputus jangan menyentuh bagian
ujung kateter atau selang, bersihkan dulu ujung kateter dengan larutan
antimikroba sebelum menyambung kembali
Pastikan bahwa setiap pasien memiliki wadah terpisah utuk mengukur
urine guna mencegah kontaminasi silang.
Cegah pengumpulan urine di dalam selang dan refluks urine ke dalam
kandung kemih.
o Hindari meninggikan kantung drainase melebihi ketiggian
kandung kemih pasien.
o Apabila perlu meninggikan kantung selama memindahkan pasien
ke tempat tidur atau ke sebuah kursi roda, mula mula klem selang
atau kosongkan isi selang kedalam kantong drainase.
o Hindari lekukan selang yang besar, terbentang diatas tempat tidur.
o Alirkan drainase urine dari selang ke kantung.
o Sebelum melakukan latihan atau ambulasi, keluarkan semua urine
dari selang ke dalam kantung drainase
Hindari menekuk atau mengklem selang dalam waktu yang lama
Kosongkan kantung drainase sekurang-kurangnya setiap 8 jam. Apabila
tercatat bahwa keluaran urine banyak, kosongkan kantung dengan lebih
sering.
Lepaskan kateter segera setelah kondisi medis memungkinkan.
Plester atau fiksasi kateter dengan benar untuk pasien.
Lakukan praktek higiene rutin berdasarkan kebijakan lembaga dan setelah
defekasi atau inkontinensia urine. 1,3,4,5
2.8 Irigasi dan Instilasi Kateter.
Untuk mempertahankan kepatenan kateter urine menetap, kadang- kadang perlu
untuk mengirigasi atau membilas kateter. Darah, pus, atau sedimen dapat
terkumpul di dalam selang dan menyebabkan distensi kandung kemih serta
menyebabkan urine tetap berada ditempatnya. Masuknya larutan steril, untuk
16
membersihkan selang dari materi yang terakumulasi di dalamnya. Untuk pasien
yang mengalami infeksi kandung kemih, dilakukan irigasi kandung kemih yang
larutannya terdiri dari larutan antiseptik atau antibiotik untuk membersihkan
kandung kemih atau mengobati infeksi lokal. Kedua irigasi tersebut menerapkan
tehknik asepsis steril.
Sebelum melakukan irigasi, harus dievaluasi apakah ada penyumbatan.
Apabila jumlah urine di dalam kantong drainase lebih sedikit dari pada asupan
cairan pasien mungkin terjadi penyumbatan pada selang. Apabila urine tidak
keluar dengan bebas, lakukan pemijatan pada selang. Pemijatan dilakukan dengan
menekan kemudian melepaskan tekanan pada selang drainase dengan kuat secara
bergantian. Pemijatan dilakukan harus selalu dimulai dari arah pasien ke kantong
drainase, sehingga bekuan darah atau sedimen tidak akan didorong masuk kembali
ke kateter.
Sistem tertutup dipertahankan selama irigasi atau instilasi yang bersifat
intermiten. Saat irigasi dipergunakan spuit steril dengan kapasitas yang
menampung 30 sampai 50 mililiter dengan jarum berukuran 19-22 yang memiliki
panjang 1 inci, untuk memasukkan larutan yang diprogramkan kedalam kateter.
Tehknik ini efektif untuk mengirigasi kateter yang tersumbat sebagian atau untuk
instilasi kandung kemih.
Upaya irigasi intermiten tunggal lebih aman dan mengurangi kemungkinan
pemaparan infeksi ke dalam saluran kemih. Ada dua metode tambahan untuk
irigasi kateter. Salah satunya ialah sistem irigasi kandung kemih secara tertutup.
Sistem ini memungkinkan seringnya irigasi intermiten atau kontinu tanpa
gangguan pada sistem kateter steril. Sistem ini paling sering digunakan pada
pasien yang menjalani bedah genitourinaria dan yang kateternya berisiko
mengalami penyumbatan oleh fragmen lendir dan bekuan darah. Sistem lain
dilakukan dengan membuka sistem drainase tertutup untuk menginstilasi irigasi
kandung kemih. Tehknik ini menimbulkan resiko lebih besar untuk terjadinya
infeksi. Namun demikian, tehknik ini mungkin diperlukan saat kateter tersumbat
dan kateter tidak ingin diganti (misalnya setelah pembedahan prostat).1
2.9 Melepaskan Kateter Menetap
17
Untuk mengangkat kateter diperlukan sebuah handuk sekali pakai yang bersih,
sebuah wadah sampah, dan sebuah spuit steril yang ukurannya sama dengan
volume larutan di dalam balon kateter yang digembungkan. Sarung tangan sekali
pakai juga direkomendasikan. Pada ujung setiap kateter tertera sebuah label yang
menerangkan volume larutan (5-30 ml) di dalam balon. Posisikan pasien pada
posisi yang sama dengan posisi selama kateterisasi. Beberapa institusi
merekomendasikan untuk mengumpulkan spesimen urine steril pada kesempatan
ini, atau mengirimkan ujung kateter untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
Stelah melepas plester, perawat menempatkan handuk diantara paha pasien wanita
atau diatas paha pasien pria. Insersi spuit ke dalam tempat injeksi. Kebanyakan
tempat injeksi merapat dengan sendirinya, dan hanya ujung spuite yang perlu
dimasukkan. Tarik secara perlahan, seluruh larutan untuk mengempiskan balon
secara total. Apabila sebagian larutan tertinggal, balon yang sudah dikempiskan
sebagian akan membuat saluran uretra mengalami trauma pada saat kateter
diangkat. Setelah mengempiskan balon, akan dijelaskan bahwa pasien mungkin
akan merasakan suatu sensasi terbakar saat kateter ditarik. Kemudian kateter
ditarik keluar secara lembut dan perlahan.
Normal bagi pasien untuk mengalami disuria kususnya apabila kateter
telah terpasang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Kateter menyebabkan
inflamasi pada kanal uretra. Pasien mungkin juga mengeluarkan urine dengan
sering sampai kandung kemih memperoleh kembali tonusnya secara utuh.
Evaluasi fungsi berkemih pasien dengan mula mula memperhatikan
pengeluaran air kemih setelah kateter diangkat, dan mendokumentasi waktu serta
jumlah pengeluaran urine selama 24 jam berikutnya. Apabila jumlah urine yang
dikeluarkan kecil, dibutuhkan evaluasi distensi kandung kemih yang sering.
Apabila lebih dari 8 jam tidak terjadi pengeluaran kemih, mungkin kateter perlu
diinsersi kembali.1
2.10 Alternatif untuk kateterisasi uretra
Untuk menghindari resiko terkait insersi kateter melalui uretra, terdapat 2
alternatif pengeluaran urine. Kateterisasi suprapubik dilakukan dengan
pembedahan yakni menempatkan kateter kedalam kandung kemih, melalui
dinding abdomen diatas simfisis pubis. Ini dilakukan dengan prosedur dibawah
18
pengaruh anestesia lokal atau general. Kateter difiksasi ditempatnya dengan
jahitan, rekat tubuh komersil yang telah disiapkan, atau keduanya. Urine mengalir
kedalam kantung drainase. Kateter suprapubis relatif sedikit menimbulkan nyeri
dan mengurangi insidensi infeksi yang umum terjadi pada pengguna kateter
retensi. Wanita yang menjalani histerektomi vagina juga dapat memperoleh
manfaat sementara dari insersi kateter suprapubis setelah menjalani pembedahan.
Kateter suprapubis dapat tersumbat oleh sedimen, bekuan darah atau
dinding abdomen itu sendiri. Harus di pantau asupan dan keluaran pasien,
mengobservasi adanya tanda infeksi ginjal (misalnya nyeri tekan pada pinggang,
menggigil, demam dan memantau tampilan urine). Penyebaran infeksi ke ginjal
dapat mengindikasikan dilakukannya pengangkatan kateter. Asupan cairan yang
adekuat akan membantu meminimalkan resiko penyumbatan oleh sedimen atau
infeksi akibat stagnansi urine. Kateter suprapubis harus tetap paten sepanjang
waktu, dan kulit di sekitar tempat insersi harus di berikan perawatan.
Alternatif kedua untuk kateterisasi ialah penggunaan kateter kondom.
Kateter kondom cocok di gunakan untuk pria yang mengalami inkontinensia atau
dalam setatus koma, yang masih memiliki kemampuan mengosongkan kandung
kemih sampai tuntas dan spontan. Kondom merupakan penyelubungan karet
yang lunak, lentur, yang membungkus penis. Kondom dapat di gunakan pada
malam hari saja atau sepanjang hari, tergantung pada kebutuhan pasien. Ada tiga
metode umum untuk memfiksasi kateter kondom. Satu metode menggunakan
plester atau karet elastis yang melingkari bagian atas kondom untuk memfiksasi
tetap di tempat. Kondom lain menggunakan perekat langsung di bagian dalam
kondom. Metode ketiga menggunakn cincin yang dapat di gembungkan di dalam
kondom untuk memfiksasi pemasangan kondom. Apapun tipe atau ukuran
kondom yang di gunakan harus di pastikan suplai darah ke penis tidak terganggu.
Ujung kondom terpasang dengan tepat ke dalam selang drainase plastik.
Sebuah kantung drainase dapat di gantungkan pada sisi tempat tidur atau dapat di
ikatkan di tungkai pasien. Kateter kondom itu sendiri memiliki resiko infeksi
yang kecil. Infeksi pada penggunaan kateter kondom biasanya merupakan akibat
dari terbentuknya sekresi di sekitar uretra, trauma pada meatus uretra, atau
terbentuknya tekanan di dalam aliran keluar selang.
19
Kateter kondom harus di ganti setiap hari untuk memeriksa adanya
iritasi kulit. Setiap kali mengganti kateter, meatus uretra dan penis harus di
bersihkan secara menyeluruh. Adanya pelintiran kondom pada tempat
terpasangnya selang drainase mengiritasi kulit dan menyumbat aliran keluar
urine. Selang drainase harus sering di periksa untuk memastiakan kepatenannya.1,2
2.11 Perawatan Restorasi
Pasien dapat memiliki kembali fungsi perkemihan normalnya melalui aktifitas
khusus, seperti melatih kembali kantung kemih (bladder retraining ) atau melatih
kebiasaan berkemih. Apabila kedua aktifitas di atas tidak mungkin dilakukan
maka kateterisasi mandiri dapat di gunakan untuk mengontrol pengeluaran urine
pasien.
Bladder retraining
Tujuan Bladder retraining (melatih kembali kantung kemih) ialah untuk
mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi
pengeluaran air kemih. Program tersebut meliputi penyuluhan, upaya berkemih
yang terjadwal, dan memberikan umpan balik positif. Fungsi kandung kemih
untuk sementra mungkin terganggu setelah satu periode kateterisasi.
Kateterisasi Mandiri
Beberapa pasien yang mengalami gangguan kronis seperti seperti cedera medula
spinalis belajar untuk melakukan kateterisasi secara mandiri. Pasien harus mampu
secara fisik untuk memanipulasi pelaratan dan posisi supaya kateterisasi berhasil.
Pasien harus di ajarkan tentang struktur saluran urinarius, teknik bersih
berhadapan dengan teknik steril, pentingnya asupan cairan yang adekuat, dan
frekuensi melakukan kateterisasi mandiri, biasanya kateter mandiri di lakukan
setiap 6 sampai 8 jam.1
BAB III
KESIMPULAN
Kateter memungkinkan mengalirnya urine yang berkelanjutan pada pasien yang
tidak mampu mengontrol perkemihan atau pasien yang mengalami obstruksi. 20
Kateter juga menjadi alat untuk mengkaji keluaran urine perjam pada pasien yang
status hemodinamiknya tidak stabil1. Kateterisasi dapat diindikasikan untuk
berbagai alasan. Apabila waktu kateterisasi pendek upaya meminimalkan infeksi
merupakan suatu prioritas, maka metode kateterisasi intermiten adalah yang
terbaik.2 Ukuran kateter harus ditentukan oleh saluran uretra pasien. Apabila
sistem prancis digunakan, semakin besar ukuran kateter, semakin besar nomor
selang.1 Sebelum menginsersi kateter harus menggunakan teknik aseptik secara
ketat. Peralatan harus dipersiapkan sebelum menginsersi. Langkah-langkah untuk
menginsersi kateter menetap dan kateter sekali pakai pada dasarnya sama.
Perbedaannya terletak pada prosedur yang dilakukan untuk mengembungkan
balon kateter menetap dan memfiksasi kateter. Pasien yang dikateterisasi dapat
mengalami infeksi melalui berbagai cara. Mempertahankan sistem drainase urine
tertutup merupakan tindakan yang penting untuk mengontrol infeksi sistem yang
rusak dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme.1,2
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Potter P., et al. Fundamental of Nursing 4rh ed: Concepts, Process, and
Practice, Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC. 2008.
2. Purnomo B. Dasar-dasar Urologi.jakarta. Sagung Seto. 2012
21
3. Perry A., et al. Keterampilan dan prosedur dasar. Jakarta. Penerbit buku
kedokteran EGC. 2007
4. Kozier B., et al. Fundamental of Nursing 7rh ed: Concepts, Process, and
Practice. New Jersey. Pearson. 2010
5. Wiliams L., et al. Nursing Prosedures Fourth Edition. Philadelphia.A
Walters Kluwer Company. 2009.
22
Recommended