View
234
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN
KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS
Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah
DYAH KUSUMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2005
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkaitan Sektor Unggulan dan Karakteristik Tipologi Wilayah dalam Pengembangan Kawasan Strategis: Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Oktober 2005
Dyah Kusumawati NRP A253040034
ABSTRAK
DYAH KUSUMAWATI. Keterkaitan Sektor Unggulan dan Karakteristik Tipologi Wilayah dalam Pengembangan Kawasan Strategis: Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh SETIA HADI, BABA BARUS, dan YAYAT SUPRIATNA.
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, memberikan pengaruh yang luas dalam penentuan sistem perencanaan pembangunan wilayah di Indonesia. Pemerintah daerah memiliki kewenangan yang lebih besar di dalam merencanakan arah pembangunan daerahnya. Adanya desentralisasi pembangunan diharapkan dapat mengurangi kesenjangan antarwilayah akibat pembangunan sentralistik yang cenderung mengejar pertumbuhan dan mengabaikan pemerataan. Pembentukan kawasan-kawasan khusus sebagai prioritas pengembangan wilayah dilakukan dalam upaya meminimalkan kesenjangan antarwilayah. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sektor unggulan serta pemusatan aktivitas sektor, karakteristik tipologi wilayah, pola sebaran spasial potensi sumber daya wilayah, dan pola interaksi spasial di Kawasan Kedungsapur. Sektor unggulan dianalisis dengan menggunakan analisis input-output, analisis location quotient, dan analisis shift-share. Karakteristik tipologi wilayah dianalisis dengan analisis komponen utama, analisis kluster dan analisis diskriminan. Pola sebaran spasial potensi sumber daya wilayah dengan menggunakan analisis spasial. Pola interaksi wilayah dilihat dengan mendeskripsikan pola berdasarkan data aliran barang antarzona wilayah di Kawasan Kedungsapur.
Hasil analisis menunjukkan sektor-sektor ekonomi yang mampu memberikan efek multiplier bagi pertumbuhan ekonomi Kawasan Strategis Kedungsapur dan berpotensi untuk menjadi sektor unggulan wilayah adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau; sektor industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki; sektor industri barang dari kayu dan hasil hutan lain; sektor industri pupuk, kimia, dan barang dari karet; serta sektor restoran. Pemusatan aktivitas sektor unggulan di Kota Semarang, Kabupaten Kendal, dan Kabupaten Semarang. Karakteristik tipologi wilayah berdasarkan potensi sumber daya wilayah yang ada di Kawasan Strategis Kedungsapur menunjukkan tiga kelompok tipologi. Pola sebaran spasial potensi sumber daya di Kawasan Kedungsapur, menunjukkan bahwa daerah-daerah yang termasuk dalam tipologi I sebagian besar adalah wilayah Kota Semarang dan Kota Salatiga, sedangkan daerah-daerah yang masuk dalam tipologi II sebagian besar adalah wilayah Kabupaten Semarang dan Kabupaten Kendal, sementara tipologi III sebagian besar adalah wilayah Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan. Pola interaksi spasial yang ada di Kawasan Kedungsapur belum menunjukkan adanya keseimbangan interaksi antarwilayah dalam kawasan.
KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN
KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS
Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah
DYAH KUSUMAWATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2005
Judul Tesis : Keterkaitan Sektor Unggulan dan Karakteristik Tipologi Wilayah dalam Pengembangan Kawasan Strategis: Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah
Nama : Dyah Kusumawati NRP : A253040034
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si Ketua
Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc Ir. Yayat Supriatna, MURP Anggota Anggota Diketahui
Dekan Sekolah Pascasarjana
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc Tanggal Ujian: 25 Oktober 2005 Tanggal Lulus: Tanggal
Lulus
Sebuah persembahan untuk:
♦ Mama, seiring do’a, restu, serta keyakinan dalam setiap langkahku
♦ Suami terkasih, atas pengertian, semangat
serta motivasi dalam mewujudkan cita
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala izin dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini mengambil judul Keterkaitan Sektor Unggulan dan Karakteristik Tipologi Wilayah dalam Pengembangan Kawasan Strategis: Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah.
Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si. selaku Ketua Komisi Pembimbing serta Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc., dan Bapak Ir. Yayat Supriatna, MURP sebagai anggota Komisi Pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih penulis haturkan pula kepada Bapak Dr. Ir. HR. Sunsun Saefulhakim, M.Agr. selaku penguji luar komisi atas segala sarannya guna penyempurnaan tesis ini. Kepada keluarga serta semua pihak yang telah memberikan motivasi dan dukungan bagi kelancaran penyusunan tesis ini, penulis ucapkan terima kasih.
Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat dan memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak. Jika terdapat kebenaran, adalah semata-mata dari Allah, tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah SWT.
Bogor, Oktober 2005
Dyah Kusumawati
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 13 April 1973 dari pasangan Hadijono dan Sutji Murniati. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Pendidikan SD hingga SMA diselesaikan di kota kelahiran penulis, sedangkan pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret di Surakarta, lulus pada tahun 1996. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2004 dan diterima di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah melalui beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).
Penulis bekerja pada Departemen Keuangan RI dan pernah ditempatkan di Bandung pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran Provinsi Jawa Barat dari tahun 1997 s.d. 1999. Kemudian ditempatkan di Jakarta pada Direktorat Pembinaan Anggaran - Direktorat Jenderal Anggaran dari tahun 1999 s.d. 2004. Saat ini penulis bertugas pada Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan di Jakarta.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...................................................................................... 1 Perumusan Masalah ............................................................................... 5 Tujuan Penelitian ............................................................................... 8 Manfaat Penelitian ............................................................................... 8 Sistematika Penulisan ............................................................................ 9
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Pembangunan Wilayah .................................................... 10 Kesenjangan dalam Pembangunan Wilayah ......................................... 12 Strategi Pengembangan Wilayah .......................................................... 14 Teori Lokasi ......................................................................................... 22 Pendekatan Sektoral dan Pendekatan Wilayah dalam Pembangunan ... 23 Skala Prioritas dalam Pembangunan Wilayah ....................................... 25 Kerangka Pemikiran .............................................................................. 29 Studi yang Terkait dengan Pengembangan Kawasan Strategis ............ 31
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 32 Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 32 Kerangka Analisis Penelitian ................................................................ 32 Metode Analisis ..................................................................................... 34
KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Kondisi Wilayah ................................................................................... 51 Komposisi Penduduk ............................................................................ 56 Kondisi Perekonomian .......................................................................... 63 Sistem dan Prasarana Wilayah .............................................................. 75 Kelembagaan ......................................................................................... 78
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sektor Unggulan dan Pemusatan Aktivitas Sektor................................. 82 Karakteristik Tipologi Wilayah di Kawasan Kedungsapur ................... 108 Pola Sebaran Spasial Potensi Sumber Daya Wilayah Kedungsapur ...... 115 Interaksi Spasial dalam Kawasan Kedungsapur .................................... 116
ix
Arahan Pengembangan Kawasan Kedungsapur ................................... 120
SIMPULAN Simpulan ............................................................................................... 127 Saran .................................................................................................... 128
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 130
LAMPIRAN .................................................................................................. 135
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Produk Domestik Regional Bruto kabupaten dan kota di Kawasan Strategis Kedungsapur Provinsi Jawa Tengah tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 …………………………………......
2 PDRB per kapita kabupaten dan kota dalam Kawasan Kedungsapur serta Provinsi Jawa Tengah tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 ……….…............................…………………….
3 Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Kemiskinan Manusia pada kabupaten dan kota dalam Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah tahun 1999 dan 2002 ……........................................................
4 Transaksi input-output ….........………………………………………
5 Luas wilayah dan jumlah kecamatan pada kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur Provinsi Jawa Tengah ..........................…..
6 Ketinggian wilayah, rata-rata hari hujan, dan rata-rata curah hujan pada kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 2003……
7 Penggunaan lahan di Kawasan Kedungsapur tahun 1999……………..
8 Penggunaan lahan di Kawasan Kedungsapur tahun 2003……..………
9 Kepadatan penduduk masing-masing kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 1999 dan tahun 2003…………......…….......……
10 Jumlah penduduk masing-masing kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 1999-2003 ............………………………………
11 Persentase perkembangan penduduk kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 1999-2003…………………………………………
12 Banyaknya penduduk lahir, mati, datang, dan pindah di Kawasan Kedungsapur tahun 2003……………………………………………...
13 Banyaknya penduduk menurut kelompok umur………………………
14 Banyaknya penduduk menurut tingkat pendidikan……………………
15 Banyaknya penduduk kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur menurut mata pencaharian …...................................………………….
16 PDRB Kawasan Kedungsapur tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 ..............................……………………………….
17 Persentase kontribusi per sektor PDRB Kawasan Kedungsapur tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993……………………...
18 Persentase pertumbuhan sektoral PDRB Kawasan Kedungsapur tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 ………………
4
6
7
37
51
52
54
55
56
57
58
58
59
60
62
64
65
66
xi
19 PDRB menurut sektor di kabupaten dan kota dalam Kawasan Kedungsapur tahun 2003 atas dasar harga berlaku .....................……
20 PDRB menurut sektor di kabupaten dan kota dalam Kawasan Kedungsapur tahun 2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 …........
21 Luas panen dan produksi tanaman padi dan palawija di Kawasan Kedungsapur .........................................................................................
22 Persentase luas panen dan produksi tanaman padi dan palawija di Kawasan Kedungsapur terhadap luas panen dan produksi padi dan palawija di Provinsi Jawa Tengah .........................................................
23 Luas panen dan produksi tanaman perkebunan serta produksi hasil hutan di Kawasan Kedungsapur ...........................................................
24 PDRB per kapita kabupaten dan kota, kawasan serta provinsi tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 ......................
25 Banyaknya sarana kesehatan di Kawasan Kedungsapur………………
26 Banyaknya sarana pendidikan di Kawasan Kedungsapur……………..
27 Program pembangunan bersama antardaerah di Kawasan Kedung- sapur tahun 1998 dan tahun 2005 ………………………………….....
28 Sepuluh sektor terbesar menurut peringkat output di Kawasan Kedungsapur tahun 2003 …………………………………………….
29 Sepuluh sektor terbesar menurut peringkat nilai tambah di Kawasan Kedungsapur tahun 2003 ………………………………….
30 Komposisi nilai tambah bruto menurut komponennya di Kawasan Kedungsapur tahun 2003 …………………………………………….
31 Komposisi permintaan akhir menurut komponennya di Kawasan Kedungsapur tahun 2003 ……………………………………………..
32 Angka pengganda masing-masing sektor …………………………….
33 Indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan menurut sektor ekonomi tahun 2003 …………………………………………………..
34 Pengelompokan sektor ekonomi berdasarkan daya penyebaran dan derajat kepekaan ………………………………………………………
35 Hasil analisis komponen utama terhadap sektor-sektor ekonomi .........
36 Hasil perhitungan analisis location quotient terhadap PDRB kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 2000 dan 2003 ...
37 Hasil analisis shift-share kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 2000 dan 2003 ……………...................................
38 Pengelompokan kecamatan menurut tipologi wilayah di Kawasan Kedungsapur ………………………………………………………….
39 Karakteristik tipologi wilayah di Kawasan Kedungsapur …………….
68
68
72
72
73
74
76
76
79
83
84
86
87
88
90
93
97
100
109
112
113
xii
40 Matriks pergerakan barang (aliran masuk) antarzona (angkutan jalan) di Kawasan Kedungsapur .........………………………………...
41 Matriks pergerakan barang (aliran keluar) antarzona (angkutan jalan) di Kawasan Kedungsapur ............…………………………………….
117
118
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto kabupaten dan kota dalam Kawasan Strategis Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah tahun 2000-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 …......
2 Peranan prasarana wilayah dalam meningkatkan daya saing wilayah
3 Kerangka 7-S Mc-Kinsey…………………………………………….
4 Hubungan antara pengembangan wilayah, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi .................................................................
5 Kerangka pemikiran …………………………………………………
6 Kerangka analisis penelitian ………………………………………....
7 Bagan alir penentuan sektor unggulan ..................................................
8 Kerangka analisis tipologi wilayah .......................................................
9 Grafik jumlah penduduk kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur Provinsi Jawa Tengah selama tahun 1999 – 2003……...
10 Komposisi jumlah penduduk masing-masing kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur menurut tingkat pendidikan…………….....
11 PDRB Kawasan Kedungsapur menurut lapangan usaha tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993……………………...
12 Peta wilayah penelitian .............................…………………………...
13 Pola sebaran sektor-sektor ekonomi berdasarkan Indeks Daya Penyebaran (SDIBL) dan Indeks Derajat Kepekaan (SDIFL). ……….
14 Hubungan antara keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang (SDIBL) dengan angka pengganda PDRB …………………
15 Hubungan antara keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang (SDIBL) dengan angka pendapatan (IM-1) ………………..
16 Hubungan antara pengganda PDRB dengan angka pengganda pendapatan (IM-1) …………………………………………………….
17 Keterkaitan antarkabupaten dan antarkota di Kawasan Kedungsapur ..
18 Peta tipologi wilayah Kedungsapur …………………………………..
19 Peta potensi sumber daya fisik ..............................................................
20 Peta tipologi wilayah berdasarkan potensi sumber daya fisik ..............
5
19
20
25
30
33
42
48
57
61
64
81
91
94
95
96
119
124
125
126
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Tabel I-O Kawasan Kedungsapur tahun 2003 ....………………………. 136
2 Koefisien input ………………………………………………………….. 141
3 Matriks kebalikan (I-A)-1 ………………….…………………………… 145
4 Keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan ........................…….. 149
5 Penentuan sektor unggulan …………………………………………….. 151
6 Hasil analisis location quotient PDRB gabungan kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 2000 dan 2003 .......................................... 153
7 Hasil analisis shift-share Kawasan Kedungsapur tahun 2000 dan 2003… 154
8 Variabel analisis tipologi wilayah .....................……………………….. 155
9 Hasil analisis komponen utama variabel SDA ...………………………. 156
10 Hasil analisis komponen utama variabel SDM dan SDS ..…………….. 156
11 Hasil analisis komponen utama variabel SDB ………………………… 157
12 Hasil analisis komponen utama faktor penciri utama (SDA, SDM dan SDS, SDB) ..............................................................................………… 157
13 Karakteristik tipologi wilayah ........................………………………… 158
14 Hasil analisis diskriminan ........................................................................ 160
15 Penilaian tingkat potensi pengembangan sumber daya fisik ...............…. 161
16 Skor tingkat potensi pengembangan ................................................…… 162
xv
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang
kemudian diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004,
memberikan pengaruh yang luas dalam penentuan sistem perencanaan
pembangunan wilayah di Indonesia. Salah satunya adalah pemerintah daerah
memiliki kewenangan yang lebih besar di dalam merencanakan arah
pembangunan daerahnya. Otonomi daerah telah mengakibatkan pergeseran
paradigma pembangunan wilayah yang semula sangat sentralistik ke arah
pengembangan wilayah yang desentralistik, yaitu dengan diserahkannya beberapa
kewenangan pemerintahan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengelola
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Daerah semakin dituntut untuk dapat memecahkan masalah-masalah
pembangunan di daerahnya termasuk konflik-konflik yang terkait dengan
pengembangan wilayah, karena pemerintah daerah serta masyarakat lokal
yang paling mengetahui potensi wilayah serta kebutuhan pengembangan
wilayahnya.
Desentralisasi pembangunan diharapkan dapat mengurangi kesenjangan
antarwilayah akibat paradigma pembangunan sentralistik yang cenderung
mengejar pertumbuhan ekonomi serta mengabaikan pemerataan. Selama ini
kebijakan pembangunan yang sentralistik cenderung menerapkan arah serta
strategi pembangunan wilayah yang homogen tanpa memperhatikan dan
mempertimbangkan keberagaman potensi yang dimiliki oleh masing-masing
daerah, sehingga apa yang menjadi potensi unggulan wilayah tidak dimanfaatkan
secara optimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakatnya maupun
pengembangan wilayahnya.
Upaya pengembangan wilayah (regional development) harus diarahkan pada
pemecahan masalah ketimpangan antarwilayah dalam tingkat kesejahteraan dan
pertumbuhan ekonomi. Selain itu dalam rangka desentralisasi, pengembangan
wilayah juga harus merupakan alat koordinasi pembangunan sektoral di daerah.
Sehingga perlu penekanan pendekatan wilayah terpadu melalui rencana tata ruang
2
pada skala nasional, provinsi maupun kabupaten (Tjahjati 1992). Lebih lanjut
seperti dikemukakan oleh Rustiadi et. al (2004), pembangunan berbasis
pengembangan wilayah dan lokal memandang penting keterpaduan antarsektor,
antarspasial (keruangan), serta antarpelaku pembangunan di dalam maupun
antardaerah. Sehingga setiap program-program pembangunan sektoral
dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah.
Sebagaimana dikemukakan oleh Anwar (2004), bahwa selama ini telah
terjadi kebijakan salah arah (misleading policy) karena ukuran keberhasilan
pembangunan cenderung hanya dilihat dari terciptanya laju pertumbuhan
perekonomian yang tinggi dengan strategi yang dipergunakan adalah mendorong
industrialisasi yang dipercepat di kawasan-kawasan perkotaan. Pendekatan
pembangunan tersebut memang telah berhasil mempercepat pertumbuhan
kawasan perkotaan yang melampaui kawasan lainnya terutama wilayah perdesaan
atau dengan kata lain kebijaksanaan pembangunan telah bersifat urban bias yang
mendorong percepatan urbanisasi dan pada akhirnya akan menimbulkan biaya-
biaya sosial yang tinggi. Lebih lanjut akibat dari terjadinya percepatan urbanisasi
selain menimbulkan dampak positif juga juga menimbulkan dampak negatif, yaitu
terserap dan terkurasnya sumber daya yang dimiliki wilayah perdesaan oleh
kawasan perkotaan, baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
Aliran sumber daya dari wilayah perdesaan ke kawasan perkotaan terjadi
seiring dengan ditetapkannya perkotaan sebagai pusat-pusat pertumbuhan, namun
sejauh mana dukungan sumber daya tersebut mampu memberikan manfaat balik
yang signifikan bagi wilayah perdesaan perlu dijadikan pertimbangan oleh
Pemerintah Daerah dalam menentukan kebijakan pengembangan wilayahnya.
Oleh karena itu seperti dikemukakan Riyadi (2002), bahwa pengembangan
wilayah atau pengembangan tata ruang wilayah perlu dimulai dengan
menganalisis kondisi wilayah, potensi unggulan wilayah, dan permasalahan yang
ada di wilayah tersebut untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar pertimbangan
dalam menentukan strategi pengembangan wilayah dengan berdasarkan
keterkaitan antara perkembangan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya, potensi
sumber daya alam, serta ketersediaan prasarana wilayah dalam mendukung
aktivitas perekonomian di wilayah tersebut.
3
Pemerintah Daerah perlu menentukan sektor dan komoditi apa saja yang
diperkirakan bisa tumbuh cepat di wilayah tersebut. Sektor dan komoditi tersebut
haruslah yang merupakan sektor unggulan atau mempunyai prospek untuk
dipasarkan ke luar wilayah atau diekspor di masa yang akan datang dan dapat
dikembangkan secara maksimal. Sektor tersebut perlu didorong, dikembangkan,
dan disinergikan dengan sektor-sektor lain yang terkait. Menurut Tarigan (2004a),
beberapa sektor dikatakan bersinergi apabila pertumbuhan salah satu sektor akan
mendorong sektor lain untuk tumbuh. Begitu pula sebaliknya sehingga terdapat
dampak pengganda yang cukup berarti, yang pada akhirnya akan mempercepat
pertumbuhan ekonomi wilayah.
Salah satu upaya pengembangan wilayah yang dilaksanakan oleh pemerintah
Provinsi Jawa Tengah adalah dengan meningkatkan pertumbuhan dan keterkaitan
kawasan yang berkembang dan kurang berkembang, yang dilakukan dengan
meningkatkan perkembangan kawasan-kawasan potensial, pengembangan sektor
unggulan di kawasan terbelakang, mengupayakan pengembangan sektoral dalam
kawasan, antara kawasan berkembang dan kurang berkembang untuk mendukung
terbentuknya keseimbangan perkembangan baik sektoral maupun wilayah, pola
investasi diarahkan secara sistematis dengan mengupayakan optimasi
pertumbuhan dan pemerataan sesuai dengan potensi wilayah, disiapkan insentif
dan disinsentif pembangunan sesuai dengan kebijakan pengembangan ruang
(Bappeda Provinsi Jawa Tengah 2003).
Berkenaan dengan hal tersebut, sebagaimana telah ditetapkan melalui
Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jawa Tengah, salah satu bentuk kawasan kerjasama strategis dalam
provinsi adalah Kawasan Strategis Kedungsapur (Kendal-Demak-Ungaran-
Salatiga-Semarang-Purwodadi) yang melibatkan empat kabupaten dan dua kota,
yaitu Kota Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten
Semarang, Kota Salatiga, serta Kabupaten Grobogan. Pembentukan kawasan-
kawasan khusus yang menjadi prioritas pembangunan didasarkan pada
pertimbangan bahwa terdapat kecenderungan kesenjangan antara kota atau
kabupaten yang merupakan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah di
sekitarnya. Adanya indikasi kesenjangan wilayah pada kawasan tersebut, dapat
4
dilihat dari perbandingan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) masing-
masing kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur seperti disajikan dalam
Tabel 1, Kota Semarang sebagai pusat pertumbuhan di Kawasan Kedungsapur
memiliki PDRB yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten maupun
kota di sekitarnya.
Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto kabupaten dan kota di Kawasan Strategis Kedungsapur Provinsi Jawa Tengah tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 (dalam juta rupiah)
Tahun Kabupaten/Kota
1999 2000 2001 2002 2003 Kab. Kendal 1 517 442.73 1 550 774.69 1 592 755.77 1 629 913.63 1 664 885.50 Kab. Demak 723 427.58 744 316.44 769 047.86 789 539.07 812 187.46 Kab. Semarang 999 629.79 1 047 365.80 1 082 378.77 1 124 598.85 1 167 267.05 Kota Semarang 4 899 241.88 5 142 532.90 5 405 239.40 5 626 854.73 5 875 871.63 Kota Salatiga 245 601.15 254 362.19 263 634.76 273 700.06 284 493.05 Kab. Grobogan 676 482.89 711 751.54 741 821.41 765 475.33 798 159.51 Sumber: BPS, 2004
Laju pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah apabila dilihat dari laju
pertumbuhan PDRB rata-rata atas dasar harga konstan tahun 1993 pada kabupaten
dan kota yang termasuk dalam Kawasan Strategis Kedungsapur selama kurun
waktu 1999-2003, dengan rata-rata pertumbuhan tertinggi sebesar 4.66% adalah
Kota Semarang. Sedangkan terendah adalah Kabupaten Kendal dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 2.35% dan Kabupaten Demak dengan rata-rata pertumbuhan
sebesar 2.94% seperti ditampilkan pada Gambar 1. Rata-rata laju pertumbuhan
PDRB di kedua kabupaten tersebut bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan
rata-rata laju pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Tengah pada kurun waktu yang
sama 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 yaitu sebesar 3.70%.
Pertumbuhan ekonomi Kota Semarang lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan kabupaten dan kota di sekitarnya, selain karena Kota Semarang
merupakan salah satu pusat kegiatan perekonomian dan perdagangan di Provinsi
Jawa Tengah, juga didukung dengan letaknya yang strategis dilalui jalur arteri
primer antarprovinsi. Namun tentu saja perkembangan perekonomian Kota
Semarang tidak terlepas dari dukungan sumber daya baik sumber daya alam
5
maupun manusia dari daerah-daerah di sekitarnya, sementara adalah suatu hal
yang ironis bahwa Kabupaten Kendal dan Kabupaten Demak yang memiliki rata-
rata pertumbuhan PDRB terendah adalah kabupaten yang berbatasan langsung
dengan Kota Semarang.
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
2000 2001 2002 2003Tahun
Per
tum
buha
n P
DR
B (%
)
Kab. Kendal Kab. Demak Kab. Semarang Kota Semarang Kota Salatiga Kab. Grobogan
Gambar 1 Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto kabupaten dan
kota dalam Kawasan Strategis Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah tahun 2000–2003 atas dasar harga konstan tahun 1993.
Oleh karena itu, pembentukan kawasan-kawasan khusus sebagai prioritas
pengembangan wilayah dalam upaya meminimalkan kesenjangan antarwilayah di
Provinsi Jawa Tengah perlu didukung dengan mewujudkan keterpaduan sektoral
dan wilayah sebagai pertimbangan dalam menentukan strategi pengembangan
wilayah secara berimbang, khususnya Kawasan Strategis Kedungsapur yang
mencakup daerah-daerah kabupaten dan kota di sekitar Kota Semarang.
Perumusan Masalah
Perkembangan wilayah serta pertumbuhan perekonomian Kota Semarang
sebagai pusat pertumbuhan tentunya tidak lepas dari adanya dukungan sumber
daya dari daerah-daerah di sekitarnya baik sumber daya alam maupun sumber
daya manusia. Namun sejauh mana kontribusi yang telah diberikan oleh daerah-
daerah tersebut dapat memberikan imbal balik yang signifikan terhadap
6
pertumbuhan dan pengembangan daerah belakangnya, adalah perlu didukung
dengan kebijakan pengembangan antarwilayah yang tepat.
Agar tidak terjadi aliran sumber daya ke wilayah pusat pertumbuhan yang
tidak disertai dengan aliran manfaat ke daerah-daerah sekitar, perlu adanya suatu
strategi pengembangan antarwilayah berimbang yang dapat mengurangi
kesenjangan antara daerah pusat pertumbuhan dengan daerah-daerah sekitarnya,
dalam hal ini adalah kabupaten dan kota yang berada dalam Kawasan
Kedungsapur. Sementara ini sebagai salah satu indikasi adanya kesenjangan
tersebut ditunjukkan oleh pendapatan per kapita Kota Semarang yang sangat
dominan apabila dibandingkan dengan kabupaten atau kota yang merupakan
hinterland-nya. PDRB per kapita dalam kurun waktu 1999-2003 atas dasar harga
konstan tahun 1993 menunjukkan bahwa Kabupaten Demak dan Kabupaten
Grobogan memiliki PDRB per kapita terendah, bahkan lebih rendah dari PDRB
per kapita Provinsi Jawa Tengah sebagaimana disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 PDRB per kapita kabupaten dan kota dalam Kawasan Kedungsapur serta Provinsi Jawa Tengah tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 (dalam rupiah)
Kabupaten/Kota/ Tahun Provinsi 1999 2000 2001 2002 2003
Kab. Kendal 1 758 877.91 1 824 737.51 1 810 201.40 1 840 210.84 1 868 210.30Kab. Demak 778 505.27 766 614.18 776 345.51 792 404.43 780 131.84Kab. Semarang 1 270 863.92 1 257 018.97 1 294 194.39 1 339 458.75 1 385 213.97Kota Salatiga 1 697 066.42 1 756 790.55 1 816 974.11 1 881 294.02 1 951 028.07Kota Semarang 3 824 156.71 3 959 928.10 4 088 522.54 4 215 803.23 4 308 516.94Kab. Grobogan 518 963.07 539 665.25 557 181.08 570 525.17 591 341.42Jawa Tengah 1 283 382.74 1 323 937.72 1 356 627.15 1 392 082.57 1 436 656.99Sumber: BPS, 2004
Selain itu kesenjangan antardaerah dalam Kawasan Strategis Kedungsapur
juga dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks
Kemiskinan Manusia (IKM) pada masing-masing kabupaten maupun kota
sebagaimana disajikan dalam Tabel 3. Selama dua kurun waktu yaitu tahun 1999
dan 2002, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Grobogan memiliki IPM yang paling
rendah apabila dibandingkan dengan kabupaten atau kota lainnya bahkan lebih
7
rendah dari IPM Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Kendal 62.1 dan 65.5
sedangkan Kabupaten Grobogan 64.2 dan 65.5. Begitu pula halnya dengan IKM
yang masih tinggi untuk Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak dan Kabupaten
Grobogan apabila dibandingkan dengan kabupaten atau kota lain di Kawasan
Kedungsapur.
Tabel 3 Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Kemiskinan Manusia pada kabupaten dan kota dalam Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah tahun 1999 dan 2002
Kabupaten/Kota/ IPM IKM Provinsi 1999 2002 1999 2002
Kab. Kendal 62.1 65.5 24.9 24.2Kab. Demak 65.9 66.4 22.6 24.9Kab. Semarang 67.9 69.5 24.1 16.2Kota Semarang 70.2 73.6 12.6 9.5Kota Salatiga 71.5 72.8 10.1 9.2Kab. Grobogan 64.2 65.5 20.2 20.2Provinsi Jawa Tengah 64.6 66.3 23.2 21.0
Sumber: BPS, BAPPENAS, UNDP, 2004
Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Jawa Tengah serta pemerintah
kabupaten maupun pemerintah kota dalam Kawasan Strategis Kedungsapur perlu
mengkaji secara lebih mendalam strategi pengembangan kawasan tersebut, di
antaranya adalah dengan penentuan sektor strategis yang memang potensial untuk
dikembangkan dan mampu menunjukkan karakteristik wilayah serta mempunyai
keterkaitan ke depan dan ke belakang yang cukup signifikan dengan sektor-sektor
lain. Sehingga dengan diketahuinya sektor unggulan akan berpengaruh pada
penentuan strategi pengembangan wilayah baik dari aspek perekonomian wilayah
maupun aspek pemanfaatan lahan perkotaan dan perdesaan yang sesuai bagi
aktivitas sektor unggulan.
Dengan memperhatikan uraian di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sektor apa yang merupakan sektor unggulan dan mampu memberikan efek
multiplier bagi pertumbuhan ekonomi Kawasan Strategis Kedungsapur serta
bagaimana pemusatan aktivitas sektor dalam kawasan tersebut ?
8
2. Bagaimana karakteristik tipologi wilayah berdasarkan potensi wilayah yang
ada di Kawasan Strategis Kedungsapur yang mendukung pengembangan
kawasan pada umumnya dan khususnya pengembangan wilayah perkotaan
serta perdesaan di kawasan tersebut ?
3. Bagaimana pola sebaran spasial potensi sumber daya wilayah Kawasan
Strategis Kedungsapur ?
4. Sejauh mana interaksi spasial yang ada mampu mendukung pengembangan
wilayah di Kawasan Strategis Kedungsapur secara berimbang ?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis sektor unggulan yang mampu memberikan efek multiplier bagi
pertumbuhan ekonomi Kawasan Strategis Kedungsapur serta pemusatan
aktivitas sektor dalam kawasan tersebut.
2. Menganalisis karakteristik tipologi wilayah berdasarkan potensi wilayah yang
ada di Kawasan Strategis Kedungsapur yang mendukung pengembangan
kawasan pada umumnya dan khususnya pengembangan wilayah perkotaan
serta perdesaan di kawasan tersebut.
3. Menganalisis pola sebaran spasial potensi sumber daya wilayah Kawasan
Strategis Kedungsapur.
4. Mengkaji sejauh mana interaksi spasial yang ada mampu mendukung
pengembangan wilayah di Kawasan Strategis Kedungsapur secara berimbang.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna dalam hal :
1. Memberikan data dan informasi sebagai bahan pertimbangan Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten maupun Pemerintah Kota di
Kawasan Strategis Kedungsapur dalam perumusan kebijakan pengembangan
wilayahnya.
2. Memberikan masukan dan informasi kepada Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota di Kawasan Strategis
9
Kedungsapur khususnya dalam menentukan sektor prioritas dan program
pembangunan yang terkait dengan pengembangan wilayah.
Sistematika Penulisan
Laporan hasil penelitian ini akan disajikan dengan sistematika sebagai
berikut:
Bab Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
Bab Tinjauan Pustaka, yang mencakup kerangka teori yang berkaitan dengan
pengembangan wilayah serta dasar pemikiran tentang pentingnya keterkaitan
sektoral dan spasial dalam pengembangan wilayah, model yang digunakan,
kerangka pemikiran serta studi maupun penelitian terkait yang pernah
dilaksanakan.
Bab Metode Penelitian, yang menjelaskan mengenai lokasi penelitian, jenis dan
sumber data penelitian, kerangka analisis penelitian serta metode analisis yang
digunakan.
Bab Kajian Umum Wilayah, yang menjelaskan secara deskriptif kondisi umum
wilayah dan karakteristik umum wilayah penelitian.
Bab Hasil dan Pembahasan, yang menjelaskan hasil analisis kuantitatif maupun
analisis deskriptif mengenai keterkaitan sektor unggulan dan tipologi wilayah
dalam pengembangan kawasan strategis, serta arahan pengembangan Kawasan
Kedungsapur.
Bab Simpulan, berisi simpulan berikut saran bagi pemerintah daerah yang
merupakan arahan dan bahan pertimbangan dalam penentuan strategi kebijakan
pengembangan wilayah.
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Pembangunan Wilayah
Perencanaan dalam rangka pembangunan wilayah memberikan makna
sebagai upaya yang dapat dilakukan untuk menghubungkan pengetahuan atau
teknik yang telah dilandasi kaidah-kaidah ilmiah ke dalam praksis (praktik-praktik
yang dilandasi teori) serta dalam perspektif kepentingan orang banyak atau publik.
Sementara pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya terkoordinasi yang
dilakukan dengan tujuan menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah
kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya secara
manusiawi. Sedangkan wilayah merupakan suatu area geografis yang memiliki
ciri tertentu serta menjadi media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan
berinteraksi. Sehingga dalam hal ini perencanaan pembangunan wilayah dapat
diartikan sebagai upaya untuk merumuskan serta mengaplikasikan kerangka teori
ke dalam kebijakan ekonomi maupun program pembangunan yang di dalamnya
juga mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial
dan lingkungan untuk mencapai kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan
(Dahuri dan Nugroho 2004).
Perencanaan pembangunan wilayah dalam hubungannya dengan suatu
daerah sebagai wilayah pembangunan, merupakan suatu proses perencanaan
pembangunan yang bertujuan melakukan perubahan menuju arah perkembangan
yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya
dalam wilayah atau daerah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan
berbagai sumber daya yang ada, serta harus memiliki orientasi yang bersifat
menyeluruh, lengkap, namun tetap berpegang pada asas prioritas (Riyadi dan
Bratakusumah 2004).
Selama ini perencanaan pembangunan wilayah hanya ditinjau dari aspek
sosial-ekonomi dengan tekanan lebih kepada mewujudkan pertumbuhan ekonomi
sehingga dalam menunjukkan pertumbuhan ekonomi sering over estimate akibat
tidak adanya koreksi atas dampak negatif pertumbuhan ekonomi (Anwar dan Hadi
1996). Namun kemudian dengan adanya paradigma shift dalam pembangunan
maka konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) mulai
11
muncul, seperti yang dikemukakan oleh The Brundtland Commission dalam
Turner et al. (1994), yaitu pemanfaatan sumber daya alam didasarkan kepada
prinsip bahwa pemenuhan kebutuhan pada masa sekarang hendaknya
mempertimbangkan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi
kebutuhannya, oleh karenanya dalam perencanaan pembangunan wilayah mulai
mempertimbangkan aspek wilayah atau tata ruang sebelum sampai kepada tahap
investasi.
Dalam menyusun perencanaan pembangunan berbasis pengembangan
wilayah menurut Rustiadi et al. (2004), memandang penting keterpaduan sektoral,
spasial serta keterpaduan antarpelaku pembangunan di dalam dan antarwilayah.
Salah satu ciri penting pembangunan wilayah adalah adanya upaya mencapai
pembangunan berimbang (balanced development), dengan terpenuhinya potensi-
potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan setiap wilayah
maupun daerah yang beragam sehingga dapat memberikan keuntungan dan
manfaat yang optimal bagi masyarakat di seluruh wilayah.
Sebagai upaya mewujudkan pembangunan berimbang, maka seperti
dikemukakan oleh Anwar (2005), bahwa dalam pembangunan wilayah perlu
senantiasa diarahkan pada tujuan pengembangan wilayah, antara lain mencapai:
(1) pertumbuhan (growth), yaitu terkait dengan alokasi sumber daya-sumber
daya yang langka terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam, dan
sumber daya buatan untuk hasil yang maksimal sehingga dapat dimanfaatkan
untuk kebutuhan manusia dalam meningkatkan kegiatan produktivitasnya;
(2) pemerataan (equity), yang terkait dengan pembagian manfaat hasil
pembangunan secara adil sehingga setiap warga negara yang terlibat perlu
memperoleh pembagian hasil yang memadai secara adil, dalam hal ini perlu
adanya kelembagaan yang dapat mengatur manfaat yang diperoleh dari proses
pertumbuhan material maupun non-material di suatu wilayah secara adil; serta
(3) keberlanjutan (sustainability), bahwa penggunaan sumber daya baik yang
ditransaksikan melalui sistem pasar maupun di luar sistem pasar harus tidak
melampaui kapasitas kemampuan produksinya.
Untuk dapat mencapai tujuan pembangunan wilayah dimaksud perlu adanya
perencanaan pembangunan wilayah yang berdimensi lokasi dalam ruang dan
12
berkaitan dengan aspek sosial-ekonomi wilayah. Perencanaan pembangunan
wilayah yang berdimensi ruang menyangkut perencanaan dalam tata guna tanah,
tata guna air, tata guna udara, serta tata guna sumber daya alam lainnya sebagai
satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sedangkan perencanaan pembangunan
wilayah dari aspek ekonomi adalah penentuan peranan sektor-sektor
pembangunan dalam mencapai target pembangunan yaitu pertumbuhan, yang
kemudian diikuti dengan kegiatan investasi pembangunan baik investasi
pemerintah maupun swasta. Penentuan peranan sektor-sektor pembangunan
diharapkan dapat mewujudkan keserasian antarsektor pembangunan, sehingga
dapat meminimalisasi inkompabilitas antarsektor dalam pemanfaatan ruang,
mewujudkan keterkaitan antarsektor baik ke depan maupun ke belakang, serta
proses pembangunan yang berjalan secara bertahap ke arah yang lebih maju dan
menghindari kebocoran maupun kemubaziran sumber daya (Anwar 2005).
Selanjutnya pengembangan suatu wilayah harus berdasarkan pengamatan
terhadap kondisi internal, sekaligus mengantisipasi perkembangan eksternal.
Faktor-faktor internal mencakup pola-pola pengembangan SDM, informasi pasar,
sumber daya modal dan investasi, kebijakan dalam investasi, pengembangan
infrastruktur, pengembangan kemampuan kelembagaan lokal dan kepemerintahan,
serta berbagai kerjasama dan kemitraan. Sedangkan faktor eksternal meliputi
kesenjangan wilayah dan pengembangan kapasitas otonomi daerah, perdagangan
bebas dan otonomi daerah itu sendiri. Sehingga dalam konsep pengembangan
wilayah paling tidak didasarkan pada prinsip-prinsip antara lain: (1) berbasis pada
sektor unggulan; (2) dilakukan atas dasar karakteristik daerah; (3) dilakukan
secara komprehensif dan terpadu; (4) mempunyai keterkaitan kuat ke depan dan
ke belakang; serta (5) dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi dan
desentralisasi (Bappenas 2004).
Kesenjangan dalam Pembangunan Wilayah
Paradigma pembangunan yang cenderung mengejar pertumbuhan ekonomi
dan mengabaikan pemerataan, di beberapa negara terutama negara-negara
berkembang termasuk di Indonesia telah menunjukkan bahwa konsep
pembangunan yang hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi pada akhirnya
13
akan menimbulkan kesenjangan atau disparitas antargolongan masyarakat maupun
antarwilayah yang semakin lebar. Seperti yang dikemukakan oleh Anwar (2005),
bahwa yang diharapkan muncul dengan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang
tinggi melalui pembangunan kutub-kutub pertumbuhan di kota-kota besar (growth
poles strategy) yang semula diramalkan akan terjadi efek menetes ke bawah
(tricle down effect) dari pusat-pusat pertumbuhan ke wilayah hinterland-nya
ternyata tidak pernah terjadi. Bahkan dengan ditetapkannya pusat-pusat
pertumbuhan, yang terjadi adalah net-effect-nya yaitu menimbulkan pengurasan
besar-besaran (massive backwash effect) dari wilayah perdesaan ke kawasan kota-
kota. Dengan kata lain strategi kutub pertumbuhan yang urban bias, telah
menimbulkan terjadinya transfer neto sumber daya dari wilayah perdesaan ke
kawasan perkotaan secara besar-besaran.
Oleh karena itu sebagai tantangan pembangunan di masa yang akan datang,
upaya mewujudkan masyarakat yang makin berkeadilan termasuk keadilan dan
pemerataan antardaerah dilakukan melalui kebijakan dan program-program
pembangunan dengan ciri tersebut atau yang lebih dikenal dengan pengembangan
wilayah (regional development), sehingga diharapkan dapat memperbaiki
pembangunan sektoral dan pembangunan yang bertumpu pada pusat-pusat
pertumbuhan (growth centers), karena pembangunan sektoral dan pembangunan
dengan pusat-pusat pertumbuhan meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan
ekonomi namun gagal mengatasi ketimpangan atau kesenjangan antardaerah
(Mubyarto 2000).
Timbulnya disparitas antarwilayah menurut Rustiadi et al. (2004), antara
lain disebabkan oleh beberapa faktor utama yang terkait dengan variabel fisik
maupun variabel ekonomi wilayah, yaitu: (1) geografi; (2) sejarah; (3) politik; (4)
kebijakan pemerintah; (5) administrasi; (6) sosial-budaya; dan (7) ekonomi. Suatu
wilayah yang memiliki kondisi geografi lebih baik akan mempunyai kemampuan
untuk berkembang yang lebih baik dibandingkan wilayah dengan kondisi geografi
kurang menguntungkan. Bentuk organisasi serta kondisi perekonomian pada
masa lalu akan mempengaruhi tingkat perkembangan masyarakat di suatu wilayah
dalam hal menumbuhkan inisiatif dan kreativitas dalam bekerja dan berusaha.
Instabilitas politik serta sistem administrasi yang tidak efisien akan menghambat
14
pengembangan wilayah dalam hal hilangnya peluang investasi akibat
ketidakpastian usaha terutama di bidang ekonomi dan perijinan yang rumit.
Kebijakan pemerintah yang tidak tepat dengan lebih menekankan pada
pertumbuhan pembangunan tanpa diimbangi dengan pemerataan. Nilai-nilai
sosial-budaya masyarakat yang konservatif dan kontraproduktif akan menghambat
perkembangan ekonomi wilayahnya.
Faktor-faktor ekonomi yang dapat mengakibatkan kesenjangan
antarwilayah, antara lain: faktor yang terkait dengan perbedaan kuantitas dan
kualitas dari faktor produksi yang dimiliki (lahan, infrastruktur, tenaga kerja,
modal, organisasi, dan perusahaan), faktor yang terkait dengan lingkaran setan
kemiskinan (Cumulative causation of poverty propensity), faktor yang terkait
dengan pasar bebas, dan pengaruhnya pada spread effect maupun backwash effect,
serta faktor yang terkait dengan distorsi pasar (imobilitas, kebijakan harga,
keterbatasan spesialisasi, ketrampilan tenaga kerja yang terbatas, dan sebagainya).
Strategi Pengembangan Wilayah
Sejalan dengan dilaksanakannya otonomi daerah, tiap-tiap pemerintah
daerah memiliki kewenangan dalam menentukan kebijakan pengembangan
wilayahnya, yang tentu tidak menutup kemungkinan timbulnya perbedaan
kepentingan dan prioritas antarsektor dan antardaerah yang dapat memicu
terjadinya konflik antardaerah. Oleh karenanya untuk mencegah munculnya
benturan akibat egosektoral antardaerah terutama antara kabupaten dan kota perlu
adanya suatu strategi pengembangan wilayah yang dapat meminimalkan friksi-
friksi yang mungkin timbul dengan adanya desentralisasi. Undang-undang
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur kembali
mengenai penyelenggaraan urusan pemerintahan bahwa pemerintah daerah dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah
dan dengan pemerintah daerah lainnya, yang sebelumnya dalam Undang-undang
Nomor 22 tahun 1999 disebutkan bahwa tidak ada hubungan antara daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota.
Salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka penyerasian pembangunan
daerah untuk mengurangi disparitas, mewujudkan keterpaduan pembangunan,
15
serta mempercepat kemajuan pembangunan daerah, dilaksanakan melalui
pendekatan berbasis wilayah yang pada prinsipnya adalah meminimalisasi friksi
dan memaksimalisasi sinergitas sehingga terwujud keserasian pembangunan
daerah di wilayah pengembangan, yang mencakup tiga aspek, yakni: (1)
keserasian pertumbuhan antardaerah, antarwilayah maupun antarkawasan yang
berorientasi pada kepentingan bersama pengembangan potensi lokal, (2)
keserasian kebijakan dan program-program pembangunan sektoral dan daerah
dalam skenario pengembangan wilayah, serta (3) keserasian di antara stakeholders
dalam dinamika pengembangan wilayah (Sumarsono 2004).
Pengembangan Kawasan Strategis
Untuk dapat berperan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, menurut
Warseno (2000), suatu kawasan perlu dikelola secara terpadu, komprehensif, dan
berkesinambungan agar perkembangannya lebih terarah dan teratur. Oleh
karenanya perlu beberapa perencanaan yang dikembangkan dalam
pengembangan kawasan, seperti penetapan rencana strategis kawasan (strategic
plan), pengembangan spasial dan infrastruktur (spatial and infrastructure
development), pengembangan investasi (investment development), pengembangan
kelembagaan (institution development), dan pengembangan sumber daya manusia
(human resources development).
Menurut Firman (1992), dalam upaya pencapaian hasil-hasil pembangunan
sektor-sektor secara optimal maka diperlukan adanya perencanaan tata ruang di
mana sektor-sektor tersebut berlokasi, karena yang terjadi selama ini adalah
perkembangan sektor-sektor pembangunan kurang diimbangi dengan penataan
ruang wilayah pengembangan. Salah satunya dengan membentuk kawasan
strategis yaitu kawasan–kawasan yang akan menjadi lokasi atau arena bagi
pengembangan sektor-sektor pembangunan yang dipandang strategis dari segi
penataan ruangnya, juga dapat mencakup kawasan-kawasan strategis yang
diusulkan oleh daerah dalam hal ini adalah provinsi.
Lebih lanjut dikemukakan oleh Firman (1992), bahwa yang menjadi kriteria
kawasan strategis prioritas adalah:
(1) Kawasan strategis yang pengembangannya mempunyai dampak nasional.
16
(2) Kawasan strategis yang pengembangan sektor strategis di atasnya
membutuhkan lahan dalam skala besar.
(3) Kawasan strategis yang di atasnya akan dikembangkan sektor strategis dengan
prioritas tinggi.
(4) Kawasan strategis yang memiliki prospek ekonomi cukup cerah dengan minat
dan kecenderungan investasi swasta dan pemerintah cukup tinggi.
(5) Kawasan strategis yang dimaksudkan untuk memacu pembangunan wilayah
yang terbelakang, miskin, dan kritis.
Selanjutnya yang dimaksud dengan kawasan strategis adalah kawasan yang
mempunyai lingkup pengaruh yang berdampak nasional, penguasaan dan
pengembangan lahan relatif besar, mempunyai prospek ekonomi yang relatif baik,
serta mempunyai daya tarik investasi (Bappeda Provinsi Jawa Tengah 2003).
Pembentukan kawasan-kawasan pengembangan strategis dalam suatu wilayah
adalah sebagai bagian dari penataan ruang yang dilakukan berdasarkan fungsi
kawasan dan aspek kegiatan meliputi kawasan perkotaan, kawasan perdesaan,
serta kawasan tertentu.
Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992
tentang Penataan Ruang telah diatur mengenai kawasan tertentu, yaitu kawasan
yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan
ruangnya diprioritaskan. Penataan ruang untuk kawasan tertentu diselenggarakan
untuk mengembangkan tata ruang kawasan yang strategis dan diprioritaskan
dalam rangka penataan ruang wilayah nasional atau wilayah provinsi atau wilayah
kabupaten maupun kota, meningkatkan fungsi kawasan lindung dan kawasan budi
daya, mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan pertahanan keamanan.
Pada dasarnya strategi pembangunan kawasan harus disusun atas prinsip
strategi keterkaitan (linkages) antarkawasan. Strategi berbasis antarkawasan dapat
diwujudkan dengan mengembangkan keterkaitan fisik antarkawasan melalui
pembangunan berbagai infrastruktur fisik yang dapat menciptakan keterkaitan
yang saling memperkuat (sinergis) antarkawasan. Sehingga keterkaitan
antarwilayah yang diharapkan adalah bentuk-bentuk keterkaitan yang sinergis
dan bukan saling memperlemah (Anwar dan Rustiadi 2003).
17
Suatu wilayah atau kawasan dapat dijadikan sebagai pusat pertumbuhan
apabila memenuhi kriteria sebagai pusat pertumbuhan baik secara fungsional
maupun secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan merupakan
lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat
hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi
kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya).
Sedangkan secara geografis, pusat pertumbuhan merupakan lokasi dengan fasilitas
dan kemudahan yang mampu menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) serta
menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi dan masyarakat pun
memanfaatkan fasilitas yang ada di lokasi tersebut. Sehingga wilayah sebagai
pusat pertumbuhan pada dasarnya harus mampu mencirikan antara lain:
hubungan internal dari berbagai kegiatan atau adanya keterkaitan antara satu
sektor dengan sektor lainnya, keberadaan sektor-sektor yang saling terkait
menciptakan efek pengganda yang mampu mendorong pertumbuhan daerah
belakangnya, adanya konsentrasi geografis berbagai sektor atau fasilitas yang
menciptakan efisiensi, serta terdapat hubungan yang harmonis antara pusat
pertumbuhan dengan daerah belakangnya (Tarigan 2004a).
Dalam hal ini upaya mewujudkan keseimbangan antarkawasan menjadi
penting karena pada dasarnya keterkaitan yang bersifat simetris akan mampu
mengurangi kesenjangan antarwilayah yang pada akhirnya akan mampu
memperkuat pembangunan ekonomi wilayah secara menyeluruh. Selain karena
kesenjangan antarwilayah selama ini telah menimbulkan banyak permasalahan
baik sosial, ekonomi maupun politik, terlebih karena kemiskinan yang terjadi di
suatu tempat akan berbahaya bagi wilayah lainnya dan juga ketika kesejahteraan
di suatu tempat yang lain tidak terdistribusikan secara adil ke seluruh wilayah
(Rustiadi et al. 2004).
Upaya dalam hal promosi dan pengembangan kawasan yang bernilai
strategis sebenarnya telah dimulai pada periode 90-an, yang tampak pada
kebijakan pembangunan nasional pada masa itu, antara lain: (1) pertumbuhan
sekaligus pemerataan pembangunan ekonomi dengan struktur ekonomi yang
didominasi sektor industri dan pemasaran yang saling menguatkan dengan sektor-
sektor pertanian, pertambangan, pariwisata, transportasi, dan telekomunikasi; (2)
18
peningkatan penanaman modal asing dan domestik; (3) peningkatan desentralisasi
serta peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan; (4)
pengembangan kawasan strategis; (5) pembangunan berkelanjutan (Deni dan
Djumantri 2002). Lebih lanjut dikemukakan bahwa upaya tersebut diawali
dengan pemanfaatan rencana tata ruang wilayah baik tingkat nasional maupun
tingkat provinsi, terutama pada rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang yang
menggambarkan keterkaitan kawasan dengan sarana dan prasarana wilayah, yaitu
dengan adanya kawasan andalan serta sektor unggulan sebagai prime-mover
dalam pengembangan kawasan tersebut. Pengembangan kawasan andalan
merupakan alternatif dalam meningkatkan perekonomian nasional selain sebagai
upaya mengatasi kesenjangan pembangunan antarwilayah.
Pengembangan Spasial dan Infrastruktur
Pada dasarnya pengembangan spasial dalam kaitannya dengan
pengembangan suatu wilayah dapat dibedakan menjadi dua antara lain adalah
yang bersifat perluasan (expansion), yaitu pengembangan spasial dengan
melakukan pergeseran ke arah luar dari pusat wilayah, dan yang bersifat
penggabungan (consolidation), yaitu melakukan intensifikasi aktivitas sosial-
ekonomi pengambilan keputusan spasial dari suatu pusat wilayah (Hilhorst
1985). Dalam kerangka pengembangan wilayah di dalam suatu kawasan, upaya
pengembangan spasial perlu didukung dengan adanya pengembangan prasarana
wilayah. Prasarana wilayah dalam pengembangan suatu wilayah seperti
dikemukakan oleh Mukti (2002), harus dapat berfungsi secara sosial maupun
ekonomi (internal dan eksternal) antara lain menyediakan pelayanan jasa kepada
masyarakat, mendukung roda perekonomian wilayah, mempromosikan
pertumbuhan ekonomi wilayah, menjaga kontinuitas produksi suatu wilayah,
memperlancar distribusi barang dan jasa, meningkatkan aksesibilitas ke wilayah
luar, mempromosikan perdagangan antarwilayah dan internasional,
mempromosikan wilayah sebagai daerah tujuan investasi dan wisata, serta
meningkatkan komunikasi dan informasi antarwilayah.
Pengembangan prasarana wilayah (physical infrastructure) memegang
peranan penting bagi tumbuhnya perekonomian suatu wilayah. Peran prasarana
wilayah sangat mendukung dalam pengembangan komoditas ataupun sektor
19
unggulan wilayah seperti dapat dilihat pada Gambar 2. Strategi pengembangan
prasarana dalam mendukung pengembangan wilayah pada umumnya diturunkan
dari visi dan misinya. Visinya yaitu tersedianya prasarana wilayah yang andal,
efisien, adaptif, dan antisipatif dalam mendukung perekonomian wilayah,
sedangkan misinya adalah mempromosikan untuk wilayah yang mulai
berkembang, untuk daerah yang sudah berkembang adalah sebagai pendukung,
dan untuk daerah yang terbelakang adalah membuka akses ke wilayah yang lebih
luas (Mukti 2002).
Keunggulan Bersaing Wilayah
Forward Komoditas/Sektor Unggulan Backward
P r a s a r a n a W i l a y a h
Gambar 2 Peranan prasarana wilayah dalam meningkatkan daya saing wilayah.
Kapasitas pelayanan infrastruktur secara sederhana dapat dilihat dan diukur
dari jumlah sarana pelayanan, jumlah jenis sarana pelayanan yang ada, serta
kualitas sarana pelayanan (Rustiadi et al. 2004). Semakin banyak jumlah dan jenis
sarana pelayanan serta semakin tinggi aktivitas sosial ekonomi mencerminkan
kapasitas wilayah yang tinggi, karena banyaknya jumlah sarana pelayanan dan
jumlah jenis sarana pelayanan berkorelasi kuat dengan jumah penduduk di suatu
wilayah.
Pengembangan Kelembagaan
Selain dukungan dari aspek prasarana wilayah, dalam pengembangan
wilayah diperlukan juga pengembangan kelembagaan, yang dalam hal ini
kelembagaan (institution) merupakan aturan main (rule of the game) dan juga
sebagai organisasi, yang diharapkan dapat berperan penting dalam mengatur
penggunaan serta pengalokasian sumber daya secara efisien, merata, dan
berkelanjutan. Secara operasional indikator pengembangan kelembagaan dapat
20
dilihat dari: (1) perkembangan peraturan, perundang-undangan serta kebijakan-
kebijakan; dan (2) keberadaan serta perkembangan lembaga-lembaga (organisasi)
masyarakat baik formal maupun non-formal, dan juga lembaga pemerintahan
(Rustiadi et al. 2004).
Upaya melembagakan strategi pengembangan wilayah adalah ditujukan
untuk memperbaiki kultur wilayah, yaitu kultur yang mampu meningkatkan
produktivitas dan kultur yang mampu memahami arti keunggulan bersaing dalam
bentuk berubahnya etos kerja dan pola interaksi sumber daya di dalam wilayah
maupun di luar wilayah. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 3, bahwa dengan
pendekatan kerangka 7-S Mc-Kinsey mampu memperlihatkan hubungan di antara
komponen-komponen kelembagaan organisasi yang pada akhirnya akan bermuara
pada pembentukan dan pengaruh kultur dalam organisasi. Sedangkan dalam
konteks pengembangan wilayah, melembagakan strategi bertujuan mengubah
kultur masyarakat agar menjadi lebih produktif, inovatif, dan profesional (Arlianto
2002).
Strategy
Structure
Systems
Shared Value(Culture)
Skill (Manajemen)
Staff (Manajemen)
Style (Leadership)
Gambar 3 Kerangka 7-S Mc-Kinsey.
21
Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pengembangan sumber daya manusia terkait dengan pembangunan manusia
seperti dijelaskan oleh UNDP (United Nations Development Programme), bahwa
pembangunan manusia menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari
pembangunan. Paradigma pembangunan manusia terdiri dari empat komponen
utama, antara lain: (1) Produktivitas, masyarakat harus dapat meningkatkan
produktivitas mereka dan berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh
penghasilan dan pekerjaan berupah, (2) Pemerataan, masyarakat harus
mempunyai akses untuk memperoleh kesempatan yang adil, (3) Kesinambungan
dan keberlanjutan, akses untuk memperoleh kesempatan tidak hanya untuk
generasi sekarang tetapi juga generasi yang akan datang, (4) Pemberdayaan,
pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat harus
berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses-proses yang
mempengaruhi kehidupan mereka (BPS, Bappenas, dan UNDP 2004).
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur pencapaian secara
keseluruhan dari suatu negara maupun wilayah dalam tiga dimensi dasar
pembangunan manusia, yaitu: lamanya hidup yang diukur dengan harapan hidup
pada saat lahir, pengetahuan atau tingkat pendidikan diukur dengan kombinasi
antara angka melek huruf pada penduduk dewasa dan rata-rata lama sekolah, serta
suatu standar hidup yang layak diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah
disesuaikan (purchasing power parity-rupiah).
Terkait dengan pengembangan wilayah dan adanya desentralisasi
menimbulkan kekhawatiran bahwa pemerintah daerah akan mengabaikan
pembangunan sosial jangka panjang karena pemerintah daerah akan cenderung
mengutamakan kegiatan ekonomi jangka pendek yang lebih cepat menghasilkan.
Pemanfaatan konsep pembangunan manusia sebagai alat advokasi bagi
pembangunan daerah yang berkelanjutan adalah sangat penting untuk dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan, karena indeks
pembangunan manusia menyajikan ukuran kemajuan pembangunan yang lebih
memadai dan lebih menyeluruh daripada ukuran tunggal pertumbuhan PDRB per
kapita yang selama ini digunakan.
22
Teori Lokasi
Menurut Glasson (1978), terdapat tiga pendekatan yang terkait dengan teori
lokasi khususnya lokasi industri, antara lain: (1) pendekatan biaya terkecil, yang
berusaha menjelaskan lokasi berdasarkan meminimisasi biaya-biaya faktor; (2)
analisis daerah pasar, yang lebih menitikberatkan permintaan, atau faktor-faktor
pasar; (3) pendekatan maksimalisasi laba, akibat logis dari kedua pendekatan di
atas.
Terkait dengan pendekatan pertama, seperti dikemukakan oleh Weber
dalam Glasson (1978), bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri,
yaitu: (1) biaya pengangkutan dan (2) biaya tenaga kerja, yang keduanya
merupakan faktor-faktor regional umum yang menentukan pola lokasi yang
fundamental dalam kerangka geografis; (3) kekuatan aglomeratif atau
deglomeratif, sebagai faktor-faktor lokal yang menentukan tingkat dispersi dalam
kerangka umum. Sedangkan Losch dalam Glasson (1978), mengemukakan bahwa
lokasi optimum adalah tempat laba maksimum, di mana kelebihan penerimaan
atas biaya adalah besar, dengan asumsi: (1) tidak ada perbedaan dalam distribusi
input bahan baku, tenaga kerja, dan modal; (2) kepadatan penduduk sama dan
selera yang konstan; (3) tidak ada interdependensi lokasional antarperusahaan.
Pendekatan yang ketiga merupakan gabungan kedua pendekatan sebelumnya,
yaitu mencari lokasi yang memberikan keuntungan maksimal setelah
memperhatikan lokasi yang mempertimbangkan yang menghasilkan ongkos
terkecil dan lokasi dengan penerimaan terbesar (Tarigan 2004b).
Keuntungan berlokasi pada tempat konsentrasi atau terjadinya aglomerasi
disebabkan oleh faktor skala ekonomi (economic of scale) atau aglomerasi
(economic of localization). Economic of scale dapat diartikan sebagai keuntungan
karena dapat berproduksi berdasarkan spesialisasi sehingga produksi lebih besar
dan biaya per unit lebih efisien. Adapun yang mendasari hal tersebut adalah
faktor-faktor produksi yang tidak dapat dibagi (indivisibility). Sedangkan
economic of agglomeration adalah keuntungan karena di tempat itu terdapat
berbagai keperluan dan fasilitas yang dapat dipergunakan oleh perusahaan, yang
dapat meningkatkan efisiensi perusahaan (Tarigan 2004b).
23
Pendekatan Sektoral dan Pendekatan Wilayah dalam Pembangunan
Perencanaan wilayah menurut Glasson (1978), pada umumnya mencakup
perencanaan fisik dan perencanaan ekonomi dalam suatu wilayah, dan
perencanaan pada tingkat regional (wilayah) adalah perencanaan tingkat
menengah yang merupakan penghubung antara perencanaan tingkat nasional dan
perencanaan pada tingkat lokal.
Dalam perspektif paradigma keterkaitan antarwilayah, perencanaan
pembangunan wilayah dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu melalui
pendekatan sektoral dan pendekatan wilayah. Adapun pendekatan sektoral
dilaksanakan dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang
ada di wilayah tersebut, pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi atas
sektor-sektor yang seragam atau dianggap seragam. Sedangkan pendekatan
wilayah dilakukan bertujuan melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai
kegiatan dalam ruang wilayah, sehingga terlihat perbedaan fungsi ruang yang satu
dengan ruang yang lainnya. Perbedaan fungsi tersebut terjadi karena perbedaan
lokasi, perbedaan potensi, dan perbedaan aktivitas utama pada masing-masing
ruang yang harus diarahkan untuk bersinergi agar saling mendukung penciptaan
pertumbuhan yang serasi dan seimbang (Tarigan 2004a).
Lebih lanjut oleh Rustiadi et al. (2004), dikemukakan bahwa keterpaduan
sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis antara sektor-sektor
pembangunan, sehingga setiap program-program pembangunan dalam
kelembagaan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Dan
keterpaduan sektoral tidak hanya mencakup hubungan antarlembaga pemerintahan
tetapi juga antara pelaku-pelaku ekonomi secara luas dengan latar sektor yang
berbeda, dalam hal ini wilayah yang berkembang ditunjukkan dengan adanya
keterkaitan antarsektor ekonomi wilayah, sehingga terjadi transfer input dan
output barang dan jasa antar sektor yang sangat dinamis. Sedangkan keterpaduan
spasial membutuhkan interaksi spasial yang optimal yang ditunjukkan dengan
adanya struktur keterkaitan antarwilayah yang dinamis.
Pendekatan sektoral dilakukan dengan menentukan sektor unggulan yang
memiliki keterkaitan antarsektor dalam suatu perekonomian atau kontribusi
berbagai sektor dalam perekonomian secara keseluruhan, sebagaimana
24
dikemukakan Arief (1993), bahwa suatu sektor dikatakan sebagai sektor kunci
atau sektor unggulan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) mempunyai
keterkaitan ke depan dan ke belakang yang relatif tinggi; (2) menghasilkan output
bruto yang relatif tinggi sehingga mampu mempertahankan final demand yang
relatif tinggi pula; (3) mampu menghasilkan penerimaan bersih devisa yang relatif
tinggi; dan (4) mampu menciptakan lapangan kerja yang relatif tinggi.
Menurut Daryanto (2004), terdapat beberapa cara atau teknik dalam
kuantifikasi untuk mengidentifikasi suatu sektor atau komoditas disebut sebagai
sektor atau komoditas unggulan. Antara lain adalah dengan menghitung besarnya
indeks forward dan backward linkage, yang dikenal pada analisis tabel input-
output. Suatu sektor atau komoditas akan menjadi unggulan apabila nilai forward
linkage dan backward linkage lebih besar dari satu, dan backward spread effect
dan forward spread effect lebih kecil dari satu. Kriteria ini dikenal dengan nama
Rasmussen’s dual criterion, yaitu untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan
sektor atau komoditas unggulan yang akan dikembangkan terhadap pembangunan
sektor atau komoditas lainnya baik ke depan maupun ke belakang.
Pendekatan wilayah merupakan cara pandang untuk memahami kondisi, ciri,
dan hubungan sebab-akibat dari unsur-unsur pembentuk ruang wilayah seperti
penduduk, sumber daya alam, sumber daya buatan, sosial, ekonomi, budaya, fisik
dan lingkungan serta merumuskan tujuan, sasaran, target pengembangan wilayah.
Pendekatan wilayah juga didasarkan pada suatu pandangan bahwa keseluruhan
unsur manusia (dan mahluk hidup lainnya) dan kegiatannya beserta lingkungan
berada dalam suatu sistem wilayah. Sehingga perencanaan dengan pendekatan
wilayah adalah suatu upaya perencanaan agar interaksi manusia dengan
lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk mengupayakan
kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan (Deni dan Djumantri 2002).
Seperti dikemukakan oleh Anwar (1996), bahwa pendekatan analisis
pembangunan wilayah yang lebih tepat harus mampu mencerminkan adanya
kerangka berfikir yang menyangkut interaksi antara aktivitas-aktivitas ekonomi
spasial dan mengarah kepada pemanfaatan sumber daya secara optimal antara
kegiatan di kawasan kota-kota dan wilayah-wilayah belakangnya (hinterland), di
samping interaksi tersebut berlangsung dengan wilayah-wilayah lainnya yang
25
lebih jauh. Karena antara kawasan kota dan wilayah belakangnya dapat terjadi
hubungan fungsional yang tumbuh secara interaktif yang dapat saling mendorong
atau saling menghambat dalam mencapai tingkat kemajuan optimum bagi
keseluruhannya.
Skala Prioritas dalam Pembangunan Wilayah
Pembangunan Wilayah Berbasis Sumber Daya
Pengembangan wilayah yang berbasis sumber daya seperti dikemukakan
oleh Zen (2001), merupakan usaha memberdayakan suatu masyarakat yang berada
di suatu daerah untuk memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di sekeliling
mereka dengan menggunakan teknologi yang relevan dengan kebutuhan serta
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang bersangkutan.
Sehingga hubungan antara sumber daya manusia, sumber daya alam, teknologi
serta lingkungan dalam konteks pengembangan wilayah dapat ditampilkan seperti
pada Gambar 4.
Sumber Daya Manusia
Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup
Teknologi Sumber Daya Alam
Pengembangan Wilayah
Gambar 4 Hubungan antara pengembangan wilayah, sumber daya alam, sumber
daya manusia dan teknologi.
26
Namun adanya keterbatasan (scarcity) dalam hal ketersediaan sumber daya,
hendaknya menjadi pertimbangan pemerintah khususnya pemerintah daerah
dalam melaksanakan program-program pembangunan daerahnya sehingga dalam
perencanaan pembangunan perlu ditetapkan adanya skala prioritas pembangunan,
yang didasarkan pada pemahaman bahwa: (1) setiap sektor memiliki sumbangan
langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran-sasaran
pembangunan, (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya
dengan karakteristik yang berbeda-beda, serta (3) aktivitas sektoral tersebar secara
tidak merata dan spesifik di mana beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas
yang terpusat terkait dengan sebaran sumber daya alam, sumber daya buatan
(infrastruktur) dan sumber daya sosial yang ada. Perkembangan sektor strategis
tersebut memiliki dampak langsung dan tidak langsung yang signifikan, dampak
tidak langsung terwujud akibat perkembangan sektor tersebut berdampak
berkembangnya sektor-sektor lain dan secara spasial berdampak luas di seluruh
wilayah (Saefulhakim 2004).
Model Input-Output dalam Perencanaan Pembangunan
Model input-output menyajikan informasi mengenai transaksi barang dan
jasa serta saling keterkaitan antarsatuan kegiatan ekonomi untuk suatu waktu
tertentu yang disajikan dalam bentuk tabel (Muchdie 2002). Dan menurut Badan
Pusat Statistik (2000), sebagai model kuantitatif, model input-output mampu
memberikan gambaran menyeluruh tentang:
(1) Struktur perekonomian yang mencakup struktur output dan nilai tambah
masing-masing kegiatan ekonomi di suatu daerah.
(2) Struktur input antara (intermediate input), yaitu penggunaan barang dan jasa
oleh kegiatan produksi di suatu daerah.
(3) Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri
maupun barang-barang impor.
(4) Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh kegiatan produksi
maupun permintaan akhir untuk konsumsi, investasi, dan ekspor.
Sejauh ini model analisis input-output dapat memberikan informasi yang
sangat berharga bagi perencanaan pembangunan daerah, terutama informasi
mengenai keterkaitan struktural antarsektor perekonomian yang dapat
27
memberikan arahan dalam menetapkan sektor-sektor prioritas dalam
pembangunan wilayah. Lebih lanjut dijelaskan oleh Saefulhakim (2004), bahwa
dalam proses penyusunan tabel input-output digunakan beberapa asumsi, yaitu:
(1) Prinsip Homogenitas: aktivitas-aktivitas ekonomi yang dikategorikan ke
dalam suatu sektor tertentu diasumsikan memiliki karakteristik sistem
produksi yang homogen yakni struktur input dan output yang homogen dan
tidak ada substitusi input antar aktivitas satu dengan aktivitas lainnya.
(2) Prinsip Linearitas atau Proporsionalitas: proporsi input-input suatu sektor
bersifat tetap, tidak bergantung pada skala produksi atau output (constant
return to scale).
(3) Prinsip Aditivitas: kinerja sistem produksi suatu sektor ditentukan oleh kinerja
sistem produksi sektor-sektor lainnya, namun pengaruh dari masing-masing
sektor tersebut bersifat sendiri-sendiri tidak bersifat interaktif.
Berdasarkan asumsi tersebut, maka model yang dikembangkan berdasarkan
tabel input-output memiliki beberapa keterbatasan, antara lain adalah pada rasio
input yang diasumsikan konstan selama periode analisis. Akibatnya perubahan
susunan input atau perubahan teknologi dalam kegiatan produksi tidak dapat
dideteksi melalui model input-output. Walaupun model input-output mengandung
beberapa keterbatasan, namun tabel input-output tetap merupakan sumber
informasi yang komprehensif dalam melakukan berbagai analisis ekonomi, yang
dapat dimanfaatkan dalam melakukan evaluasi, analisis, dan perencanaan
pembangunan di bidang ekonomi (BPS 2000).
Menurut Isard dalam Glasson (1978), tabel input-output memiliki beberapa
kegunaan, antara lain:
(1) Dapat merekam secara ringkas dalam suatu cara yang konsisten dan
mendalam, sejumlah informasi mengenai perekonomian daerah serta
keterkaitan antarsektor.
(2) Menentukan suatu ketertiban statistik yang diinginkan atas badan-badan
pengumpul data dan investigasi empiris.
(3) Menunjukkan kekurangan-kekurangan dalam data dan membantu
melengkapinya.
28
(4) Menyajikan suatu perkiraan perekonomian serta memfasilitasi perbandingan
atas sebagian sektor yang paling penting dan keterkaitan dengan sektor-sektor
perekonomian lainnya.
Beberapa kegunaan analisis input-output menurut Tarigan (2004b) yaitu:
(1) Dapat menggambarkan keterkaitan antarsektor sehingga memperluas wawasan
terhadap perekonomian wilayah. Sehingga perekonomian wilayah tidak hanya
dilihat sebagai kumpulan sektor-sektor, tetapi merupakan suatu sistem yang
saling berhubungan. Dan perubahan pada salah satu sektor akan berdampak
pada keseluruhan sektor walaupun secara bertahap.
(2) Dapat mengetahui daya menarik (backward linkage) dan daya mendorong
(forward linkage) dari setiap sektor, sehingga mempermudah dalam
menetapkan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian wilayah.
(3) Meramalkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemakmuran, apabila
permintaan akhir dari beberapa sektor diketahui akan meningkat, yang dapat
dianalisis melalui kenaikan input antara dan kenaikan input primer yang
merupakan nilai tambah (kemakmuran).
(4) Merupakan salah satu alat analisis yang penting dalam perencanaan
pembangunan ekonomi wilayah karena bisa melihat permasalahan secara
komprehensif.
Begitu pula menurut Bendavid-Val (1991), bahwa analisis input-output
merupakan alat analisis yang memiliki kekuatan dalam mengidentifikasi aktivitas
ekonomi regional serta keterkaitan di antaranya, yang dapat menawarkan
kesempatan yang luas untuk meningkatkan pendapatan dalam suatu wilayah.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan model
input-output antara lain yang dilakukan oleh Ramdani (2003), yakni untuk
mengetahui sektor prioritas yang potensial dikembangkan di Kabupaten Musi
Rawas dengan menyusun tabel input-output Kabupaten Musi Rawas tahun 2001
yang diturunkan dari tabel input-output Provinsi Sumatera Selatan. Dari hasil
analisis input-output tersebut dapat diidentifikasi tujuh sektor prioritas di
Kabupaten Musi Rawas antara lain industri kecil (makanan dan minuman),
industri lainnya, tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, bangunan,
peternakan, dan pertambangan migas.
29
Hidayat dan Nazara (2005), menggunakan metode input-output untuk
menganalisis perubahan struktur ekonomi dan kebijakan strategi pembangunan
Jawa Timur tahun 1994 dan 2000, dengan menganalisis berbagai sektor unggulan
dalam perekonomian Provinsi Jawa Timur pada periode yang sama. Penelitian ini
menggunakan metode analisis input-output yang telah banyak digunakan untuk
menganalisis sektor unggulan, tingkat keterkaitan antarsektor perekonomian serta
angka pengganda sektor ekonomi. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
telah terjadi pergeseran dalam beberapa sektor unggulan dan angka pengganda
sektoral pada periode tersebut.
Kerangka Pemikiran
Pergeseran paradigma pembangunan dari pembangunan yang bertujuan
mencapai pertumbuhan ekonomi ke arah pembangunan yang tidak hanya
mementingkan pertumbuhan tetapi juga mengarah kepada pemerataan dan
keberlanjutan, telah membawa implikasi pada bergesernya paradigma
pengembangan wilayah yang semula cenderung bersifat top-down dan sektoral
menjadi pengembangan wilayah yang selain bersifat bottom-up juga berdasarkan
pada potensi sumber daya yang dimiliki suatu wilayah dengan
mempertimbangkan asas pemerataan serta keberlanjutan.
Upaya pengembangan kawasan strategis yang mencakup beberapa
kabupaten dan kota dengan keberagaman potensi yang dimiliki oleh masing-
masing daerah, sangat diperlukan adanya pengetahuan dan pemahaman dari
pelaku perekonomian (stakeholder), dalam hal ini pemerintah daerah selaku
pengambil kebijakan serta masyarakat, terhadap potensi sumber daya yang
dimiliki serta harus didukung dengan kemampuan daerah dalam menganalisis
potensi dan menentukan sektor prioritas. Sehingga akan sangat membantu dalam
proses pengembangan wilayah tersebut, sebagaimana ditunjukkan dalam
Gambar 5, bahwa dalam pengembangan wilayah yang berbasis sumber daya
memerlukan adanya keterpaduan antarsektor maupun antarwilayah dalam
pelaksanaan pembangunan wilayah.
Pengembangan wilayah yang memadukan perencanaan perekonomian
wilayah dengan perencanaan ruang wilayah akan memberikan hasil yang lebih
30
seimbang serta meminimalkan kesenjangan antardaerah yang biasanya muncul
akibat pelaksanaan pembangunan wilayah yang tidak merata. Oleh karena itu
penentuan prioritas pembangunan wilayah selain didasarkan pada hasil analisis
dalam menentukan sektor unggulan wilayah juga mempertimbangkan potensi
sumber daya wilayah tersebut yang secara tidak langsung mencerminkan tingkat
perkembangan daerah. Sehingga penentuan strategi pengembangan wilayah
dapat dilakukan selain berdasarkan prioritas sektor unggulan daerah juga
berdasarkan prioritas lokasi pengembangan.
Pengembangan Wilayah
Sumber Daya Alam
Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Buatan
Sumber Daya Sosial
Pemanfaatan Sumber Daya Berimbang dan Berkelanjutan
Sektor Unggulan Wilayah
Potensi Sumber Daya Wilayah
Keterbatasan Sumber Daya
Keterpaduan Perencanaan Ekonomi Wilayah
dan Perencanaan Wilayah
Struktur Ekonomi Wilayah dan Keterkaitan Spasial
Strategi Pengembangan Wilayah Berimbang
Gambar 5 Kerangka pemikiran.
31
Studi yang terkait dengan pengembangan kawasan strategis
Penelitian yang terkait dengan pengembangan kawasan-kawasan strategis di
Provinsi Jawa Tengah di antaranya penelitian mengenai Kawasan Strategis
Subosuko (Surakarta-Boyolali-Sukoharjo) yang dilakukan oleh Tri Hardjoko
(1998), adalah untuk mengenali potensi ekonomi dan identifikasi sektor-sektor
strategis di kawasan tersebut dan juga melihat indikasi dan peluang sinergi
antarsektor maupun antarwilayah dengan menggunakan analisis location quotient,
analisis shift-share, serta analisis deskriptif karakteristik wilayah yang dilakukan
dalam upaya memberikan arahan pengembangan sektor-sektor strategis di
kawasan tersebut. Penelitian ini memberikan identifikasi potensi ekonomi serta
sektor-sektor basis di kawasan tersebut, walaupun belum secara jelas
menunjukkan adanya keterkaitan antarsektor karena keterbatasan metode analisis
yang digunakan.
Penelitian tentang Kawasan Strategis Kedungsapur terutama yang terkait
dengan analisis perekonomian wilayah pada umumnya baru sampai pada tahap
identifikasi sektor basis di masing-masing kabupaten dan kota dengan
menggunakan analisis location quotient, seperti yang dilakukan oleh Dinas Tata
Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2001 yang
menghasilkan identifikasi sektor basis pada masing-masing kabupaten dan kota
dalam Kawasan Kedungsapur. Namun hasil studi tersebut belum dapat
memberikan gambaran mengenai keterkaitan antarsektor ekonomi khususnya
keterkaitan input-output dalam kerangka pengembangan wilayah di Kawasan
Kedungsapur. Sehingga untuk mendukung arahan kebijakan pengembangan
wilayah di Kawasan Kedungsapur diperlukan tambahan analisis yang mampu
menunjukkan keterkaitan antarsektor dan antarwilayah sebagai salah satu upaya
mewujudkan sinergi pembangunan dalam kawasan tersebut.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam ruang lingkup Kawasan Kerjasama
Strategis dalam Provinsi Jawa Tengah, yaitu Wilayah Kedungsapur yang
merupakan gabungan dari empat kabupaten dan dua kota (Kabupaten Kendal,
Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kota Semarang, Kota Salatiga, dan
Kabupaten Grobogan) yang terletak di bagian utara Provinsi Jawa Tengah.
Penelitian, pengolahan, dan analisis data dilaksanakan dari bulan Mei sampai
dengan Agustus 2005.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder antara lain:
PDRB Provinsi Jawa Tengah, Tabel I-O Provinsi Jawa Tengah, Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah, PDRB (Kota Semarang, Kabupaten
Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten Grobogan, dan
Kota Salatiga), data statistik ekonomi, penduduk, infrastruktur atau sarana dan
prasarana wilayah (Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal,
Kabupaten Demak, Kabupaten Grobogan, dan Kota Salatiga), data potensi desa
tahun 2003, peta administrasi wilayah Kedungsapur (Kendal-Demak-Ungaran-
Semarang-Salatiga-Purwodadi), dan peta sumber daya fisik di wilayah
Kedungsapur.
Instansi atau pihak-pihak yang menjadi sumber pengambilan data dalam
penelitian ini antara lain: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, Bappeda
Provinsi Jawa Tengah, Bappeda Kota Semarang, Dinas Permukiman dan Tata
Ruang Provinsi Jawa Tengah, serta instansi maupun dinas terkait lainnya.
Kerangka Analisis Penelitian
Berdasarkan pemahaman bahwa dalam pengembangan kawasan strategis
memerlukan adanya keterpaduan perencanaan perekonomian wilayah serta
perencanaan wilayah, maka kerangka analisis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
32
Tabel I-O Kawasan Kedungsapur tahun 2003 (30 Sektor)
Data Podes Tahun 2003
Peta Kesesuaian Lahan Prov. Jawa Tengah
Pola Spasial Sumber daya Wilayah di Kawasan Kedungsapur
Analisis I - O
Koef. Input (aij)
Invers Matriks Leontief (bij)
Analisis Keterkaitan
Analisis Multiplier
DBL-IBL DIBL-DIFL
Income Multipler, PDRB Multiplier
Ikhtisar
Sektor Unggulan
Kriteria Sektor Unggulan
Analisis LQ
SSA
Pemusatan Aktivitas Sektor (LQij)
Keunggulan kompetitif (DFij)
Lokasi Sektor Unggulan
Analisis Komponen
Utama (PCA)
Factor Score
Factor Loading
AnalisisKluster Kel. Tipologi Wilayah
Karakteristik Tipologi
Tipologi Wilayah
Analisis SpasialPeta Potensi
Sumber Daya Fisik
Kriteria tingkat potensi pengembangan untuk 12 jenis
tanaman perkebunan
Peta Tipologi Potensi
Sumber Daya Fisik
Overlay Peta Potensi Sumber Daya Fisik dan Peta Tipologi Wilayah
Analisis Deskriptif
Persentase aliran barang (masuk/keluar) antar zona dalam Kawasan Kedungsapur
Interaksi tinggi
Interaksi rendah
Skema Pola Interaksi
Spasial
PDRB Kab/Kota di Kawasan Kedungsapur
Data Matriks Aliran Barang (masuk/keluar)
Analisis Diskriminan
Peta TipologiWilayah
Tujuan Sumber Data Analisis Hasil
Sektor Unggulan Kawasan Kedungsapur dan Lokasi Pemusatan Sektor Unggulan
Tipologi Wilayah di Kawasan Kedungsapur
Pola Interaksi Spasial di Kawasan Kedungsapur
Gambar 6 Kerangka analisis penelitian.
34
Metode Analisis
Metode analisis serta parameter yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain:
Analisis Input-Output (Input-Output Analysis)
Analisis input-output dilakukan untuk mengetahui sektor unggulan yang ada
di Kawasan Kedungsapur, dan untuk dapat melakukan analisis tersebut perlu
dibangun struktur tabel input-output Kawasan Kedungsapur. Penggunaan analisis
ini dengan pertimbangan bahwa tabel I-O merupakan gambaran lebih rinci dari
sistem neraca ekonomi wilayah sehingga dengan terbangunnya tabel I-O Kawasan
Kedungsapur diharapkan dapat digunakan untuk: (1) memperkirakan dampak
permintaan akhir dan perubahannya (pengeluaran rumahtangga, pengeluaran
pemerintah, investasi, dan ekspor) terhadap berbagai output sektor produksi, nilai
tambah, pendapatan masyarakat, kebutuhan tenaga kerja, pajak, dan sebagainya,
(2) mengetahui komposisi penyediaan dan penggunaan barang atau jasa sehingga
mempermudah analisis tentang kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya;
dan (3) memberi petunjuk mengenai sektor-sektor yang mempunyai pengaruh
terkuat serta sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi.
Analisis input-output dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
data sekunder, yakni tabel input-output yang merupakan tabel transaksi domestik
atas dasar harga produsen yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik Provinsi Jawa
Tengah dan digunakan sebagai dasar dalam menyusun tabel input-output Kawasan
Kedungsapur tahun 2003. Tabel input-output Kawasan Kedungsapur tahun 2003
diturunkan dari tabel input-output Provinsi Jawa Tengah tahun 2003 yang
disesuaikan (updating). Metode simulasi yang digunakan untuk menurunkan
tabel input-output tersebut adalah dengan metode non-survei, dalam hal ini
dilakukan dengan metode simulasi RAS.
1. Metode RAS
Metode RAS merupakan salah satu dari beberapa metode non-survei yang
dapat dilakukan untuk menyusun suatu estimasi struktur input-output dalam
lingkup wilayah tertentu. Kelebihan dari pendekatan metode non-survei ini
menurut Djohar (1999), adalah dapat digunakan untuk menjelaskan kegiatan
35
perekonomian pada saat kegiatan tersebut sedang berjalan maupun telah
berlangsung, serta dapat digunakan untuk memprediksi kegiatan perekonomian di
masa yang akan datang, selain itu biaya yang diperlukan relatif lebih murah
dibandingkan dengan metode survei.
Metode RAS adalah suatu metode untuk memperkirakan matriks koefisien
input yang baru pada tahun t : “A(t)” dengan menggunakan informasi koefisien
input dasar “A(0)”, total permintaan antara tahun t, dan total input antara tahun t.
Metode RAS pertama kali dikembangkan oleh Prof. Richard Stone dari
Cambrigde University, Inggris dan telah banyak digunakan untuk keperluan
penyusunan tabel input-output up-dating oleh Badan Pusat Statistik. Karena
metode ini merupakan metode penyusunan tabel input-output non-survei maka
dalam pelaksanaannya dilakukan pendekatan-pendekatan matematis (BPS 2000).
Metode ini dapat digunakan untuk mengestimasi perubahan koefisien input
antara, yaitu dengan menghitung nilai-nilai pengganda menurut baris dan nilai-
nilai pengganda menurut kolom tanpa menguraikan faktor ekonomi yang
mempengaruhi besarnya nilai pengganda tersebut. Melalui pendekatan matematis
metode ini akan menyusun matriks diagonal R dan S atas dasar data yang
dibutuhkan untuk dapat menggunakan metode RAS.
Secara matematis metode RAS terdiri dari matriks [A]0 merupakan matriks
koefisien input pada tahun dasar. Matriks [R] merupakan matriks diagonal yang
menunjukkan pengganda menurut kolom dan elemen-elemennya menunjukkan
pengaruh substitusi, dan matriks [S] merupakan matriks diagonal yang
menunjukkan pengaruh pengganda menurut baris dan elemen-elemennya
menunjukkan pengaruh fabrikasi.
Apabila ri dan sj berturut-turut merupakan elemen matriks diagonal [R] dan
[S], dan misalkan Xij(0) adalah input antara sektor j yang berasal dari output
sektor i pada tahun dasar, maka untuk menjaga konsistensi hasil estimasi ri dan sj,
perlu ditambahkan dua persamaan pembatas sebagai berikut: n ∑ ri xij (0)sj = bi, i = 1, 2, ……., n i=1 dan n ∑ ri xij (0)sj = kj, i = 1, 2, ……., n i=1
36
dengan bi = jumlah permintaan antara sektor i pada tahun t
kj = jumlah input antara sektor j pada tahun t
Dengan persamaan pembatas tersebut diperoleh 2n persamaan dengan 2n
bilangan yang tidak diketahui, dan hanya ada 2n-1 persamaan yang bebas
sedangkan persamaan yang satunya bergantung kepada persamaan lainnya.
Selanjutnya matriks koefisien input untuk tahun proyeksi t dapat diperkirakan
dengan rumus [A]t = [R] [A]0 [S], dan penyelesaian dilakukan secara aproksimatif
dengan menggunakan prosedur iteratif yang konvergen sehingga hasil perhitungan
sangat tergantung pada jumlah iterasi yang dilakukan. Apabila elemen matriks [R]
dan [S] telah diperoleh maka elemen matriks [A]t dapat diestimasi dan koefisien
hasil estimasi ini merupakan koefisien input antara untuk periode t. Sehingga tabel
input-output yang telah disesuaikan (updating) berdasarkan koefisien tersebut
dapat disusun untuk kemudian diturunkan tabel input-output Kawasan
Kedungsapur tahun 2003.
2. Tabel Input-Output
Struktur tabel I-O seperti disajikan dalam Tabel 4, dapat dibagi kedalam
empat kuadran, yaitu intermediate quadrant (Kuadran I), final demand quadrant
(Kuadran II), primary input quadrant (Kuadran III), dan primary input to final
demand quadrant (Kuadran IV).
Kuadran I merupakan gambaran transaksi antarsektor dalam proses
produksi, yang menunjukkan ketergantungan ekonomi antara sektor-sektor
produksi dalam suatu perekonomian. Perubahan tingkat output satu sektor akan
menyebabkan adanya reaksi ekonomi pada sektor lain yang ada dalam tabel
melalui keterkaitan ekonomi.
Kuadran II menunjukkan matriks permintaan akhir terhadap output masing-
masing sektor. Dalam hal ini total permintaan akhir terhadap output suatu sektor
sama dengan jumlah dari permintaan konsumsi rumah tangga (household
consumption), pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap bruto,
perubahan stok, dan ekspor untuk output sektor yang bersangkutan.
Kuadran III menunjukkan matriks nilai tambah (added values) masing-
masing sektor faktor produksi (plus impor). Dalam kuadran ini mendaftar input-
input ‘awal’ setiap sektor dalam sistem produksi, yang meliputi gaji dan upah,
37
surplus usaha, penyusutan, pajak tak langsung neto dan subsidi, dan impor. Nilai
tambah bruto (PDRB untuk level regional) dari suatu sektor merupakan
penjumlahan dari input-input tersebut kecuali impor.
Kuadran IV merupakan transfer nilai tambah antar institusi yang meliputi:
(1) rumah tangga, (2) pemerintah, (3) perusahaan swasta, dan (4) institusi
eksternal wilayah atau luar negeri.
Tabel 4 Transaksi input-output
Permintaan Internal Wilayah
Permintaan Antara Permintaan Akhir
Permintaan Eksternal Wilayah
1 2 … J … N C G I E
Total Output
1 X11 … … X1j … X1n C1 G1 I1 E1 X12 X21 … … X2j … X2n C2 G2 I2 E2 X2: … … … … … … … … … … … i … … … Xij … … Ci Gi Ii Ei Xi
: … … … … … … … … … … …
Inpu
t Ant
ara
n Xn1 … … Xnj … Xnn Cn Gn In En Xn
W W1 … … Wj … Wn CW GWIW EW W
T T1… … Tj … Tn
CT GT IT ET T Inpu
t Int
erna
l Wila
yah
Nila
i Tam
bah
S S1 … … Sj … Sn CS GS IS ES S Input
Eksternal Wilayah
M M1 … … Mj … Mn CM GMIM - M
Total Input X1 … … Xj
… XnC G I E X
Keterangan:
i,j : sektor ekonomi: i=1,2,..,n; j=1,2,..,n Xij : banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j Xi : total output sektor i; Xj : total input sektor j; untuk sektor yang sama (i=j),
total output sama dengan total intput (Xi=Xj) Ci : permintaan konsumsi rumah tangga terhadap output sektor i Gi : permintaan konsumsi (pengeluaran belanja rutin) pemerintah terhadap
output sektor i Ii : permintaan pembentukan modal tetap netto (investasi) dari output sektor i;
output sektor i yang menjadi barang modal Ei : ekspor barang dan jasa sektor i, output sektor i yang diekspor atau dijual ke
luar wilayah, permintaan wilayah eksternal terhadap output sektor i Yi : total permintaan akhir terhadap output sektor i (Yi = C i+ Gi + I i+ Ei)
38
Wj : pendapatan (upah dan gaji) rumah tangga dari sektor j, nilai tambah sektor j yang dialokasikan sebagai upah dan gaji anggota rumah tangga yang bekerja di sektor j
Tj : pendapatan pemerintah (Pajak Tak Langsung) dari sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi pendapatan asli daerah dari sektor j
Sj : surplus usaha sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi surplus usaha Mj : impor sektor j, komponen input produksi sektor j yang diperoleh atau dibeli
dari luar wilayah
Terkait dengan keperluan analisis, parameter yang paling utama adalah
koefisien teknologi aij yang secara matematis diformulasikan sebagai berikut:
j
ijij X
Xa = atau Xij = aij . Xj (1)
di mana:
aij : rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j
(=Xij) terhadap total input sektor j (=Xj).
Dengan demikian, tabel I-O secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
a11X1 + a12X2 + … a1jXj …+ a1nXn + Y1 = X1
a21X1 + a22X2 + … a2jXj …+ ainXn + Y2 = X2
: : :
ai1X1 + ai2X2 + … aijXj.… + ainXn + Yi = Xi (2)
: : :
an1X1 + an2X2 + … aijXn….. + annXn + Yn = Xn
atau
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
=
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
+
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
n
i
n
i
n
i
nnnn
ij
n
n
X
X
XX
Y
Y
YY
X
X
XX
aaa
a
aaaaaa
2
1
2
1
2
1
21
22221
11211 :M
(3)
Dengan notasi matriks dirumuskan sebagai berikut:
AX + Y = X (4)
39
Matriks A merupakan matriks koefisien hubungan langsung antarsektor
(koefisien teknologi), dengan demikian maka
X – AX = Y
(I – A)X= Y
X = (I – A)-1.Y
Matriks (I–A) dikenal sebagai matriks Leontief (Saefulhakim 2004),
merupakan parameter penting di dalam analisis I-O. Invers matriks tersebut,
matriks (I-A)-1 atau B adalah matriks invers Leontief (matriks saling hubungan
langsung dan tidak langsung antar sektor). Karena (I–A)-1 Y = BY, maka
peningkatan produksi (X) merupakan akibat tarikan permntaan akhir Y. Gradien
peningkatannya ditentukan oleh elemen-elemen matriks B.
Sebagaimana dikemukakan oleh Saefulhakim (2004), bahwa dengan analisis
I-O dapat menjelaskan hal-hal sebagai berikut :
a. Keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) (a*j):
menunjukkan efek langsung dari perubahan output suatu sektor terhadap total
tingkat produksi sektor-sektor yang menyediakan input bagi sektor tersebut.
∑=n
iijj aa*
Untuk membandingkan dengan sektor lainnya, a*j kemudian dinormalisasikan
menjadi a*j , sebagai rasio antara keterkaitan langsung ke belakang sektor j
dengan rata-rata keterkaitan langsung ke belakang untuk sektor-sektor lainnya.
∑∑
==
jj
j
jjn
jj a
naa
aa
*
*
*1
**
Nilai a*j > 1 menunjukkan bahwa sektor j memiliki keterkaitan ke belakang
yang kuat atau memiliki pengaruh langsung yang kuat terhadap pertumbuhan
sektor-sektor lain.
b. Keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage) (ai*): menunjukkan
efek langsung dari perubahan output (tingkat produksi) suatu sektor terhadap
total tingkat produksi sektor-sektor yang menggunakan output sektor tersebut.
∑=j
iji aa *
40
Untuk membandingkan dengan sektor lainnya, ai* kemudian dinormalisasikan
menjadi ai* , sebagai rasio antara keterkaitan langsung ke depan sektor i
dengan rata-rata keterkaitan langsung ke depan untuk sektor-sektor lainnya.
∑∑
==
ii
i
iin
ii a
naa
aa
*
*
*1
**
c. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang (direct and indirect
backward linkage) (b*j): menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung
dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor tertentu, pada
peningkatan total output seluruh sektor perekonomian. Sebagai parameter
yang menunjukkan kekuatan suatu sektor dalam mendorong peningkatan
seluruh sektor perekonomian, dapat diformulasikan sebagai berikut:
∑=i
ijj bb*
di mana bij adalah elemen-elemen invers matriks Leontief B=(I-A)-1.
Untuk membandingkan dengan sektor lainnya, b*j kemudian dinormalisasikan
menjadi b*j , sebagai rasio antara keterkaitan langsung dan tidak langsung ke
depan sektor j dengan rata-rata keterkaitan langsung dan tidak langsung ke
depan untuk sektor-sektor lainnya.
∑∑
==
jj
j
jjn
jj b
nbb
bb
*
*
*1
**
d. Keterkaitan langsung dan tak langsung ke depan (direct and indirect forward
linkage) (bi*):
∑=i
iji bb *
Untuk membandingkan dengan sektor lainnya, bi* dinormalisasikan menjadi
bi* , sebagai rasio antara keterkaitan langsung dan tidak ke depan sektor i
dengan rata-rata keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan untuk
sektor-sektor lainnya.
∑∑
==
ii
i
iin
ii b
nbb
bb
*
*
*1
**
41
3. Analisis Dampak
a. Output Multiplier ( OMj)
Yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j terhadap
peningkatan total output seluruh sektor di wilayah penelitian. Angka yang
diperoleh sama dengan angka keterkaitan langsung dan tidak langsung ke
belakang seperti yang telah diuraikan di atas.
∑=i
ijjO bM
bij : elemen inverse matriks Leontief
b. Income Multiplier ( IMj)
Yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j terhadap
peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah
penelitian.
∑=i
ijiI
jIj
I bvv
M 1
Ivi : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i terhadap total output
sektor i untuk i=j, maka Ivi = Ivj
bij : elemen inverse matriks Leontief
c. Total Value-Added Multiplier atau multiplier PDRB (GDPMj)
Yaitu merupakan dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j
terhadap peningkatan PDRB wilayah penelitian.
∑=i
ijiGDP
jGDPj
GDP bvv
M 1
GDPvi : rasio Produk Domestik Regional Bruto dari sektor i terhadap total
output sektor i untuk i=j, maka GDPvi = GDPvj
bij : elemen inverse matriks Leontief
Kriteria Sektor Unggulan
Kriteria yang digunakan dalam menentukan sektor unggulan dalam
penelitian ini adalah: (1) sektor yang memiliki keterkaitan ke depan yang relatif
tinggi; (2) sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang yang relatif tinggi;
42
(3) sektor yang memiliki angka pengganda pendapatan dan angka pengganda
PDRB yang besar.
Penentuan sektor unggulan dilakukan berdasarkan keragaman variasi data
dengan menggunakan analisis komponen utama. Variabel yang digunakan adalah
keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan (Standardized Direct Indirect
Forward Linkage), keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang
(Standardized Direct Indirect Backward Linkage), angka pengganda pendapatan
(Income Multiplier), angka pengganda pajak (Tax Multiplier), dan angka
pengganda PDRB (Value-Added Multplier).
Langkah-langkah dalam penentuan sektor unggulan (Gambar 7) antara lain:
(1) menentukan faktor penciri utama dari variabel-variabel tersebut dengan
menggunakan analisis komponen utama;
(2) dari hasil analisis komponen utama diperoleh akar ciri (eigenvalue);
(3) faktor skor dikalikan dengan akar ciri sebagai faktor pembobot, pembobotan
dilakukan terhadap nilai faktor skor dari seluruh sektor-sektor ekonomi;
(4) dari hasil perkalian tersebut diperoleh nilai skor untuk kemudian di-rescalling;
(3) nilai skor hasil pembobotan sebagai dasar penentuan sektor unggulan, yang
ditunjukkan dengan besaran nilai antara 0 sampai 1, di mana nilai skor 1
menunjukkan urutan teratas sektor unggulan.
Factor Loading Factor Analysis Variabel Penentu
Factor Score Eigenvalue sebagai Faktor Pembobot
Skor = ∑ λα . Fα
α ∑λα α
Gambar 7 Bagan alir penentuan sektor unggulan.
43
Analisis Pembagian Lokasi (Location Quotient Analysis)
Analisis pembagian lokasi merupakan metode yang digunakan untuk
mengetahui gambaran umum mengenai kemampuan sektor-sektor pembangunan
di suatu wilayah dalam mendukung proses pembangunan di daerahnya. Metode
ini dilakukan dengan membandingkan kemampuan sektor-sektor pembangunan
dalam suatu daerah atau wilayah dengan kondisi sektor-sektor pembangunan yang
ada di daerah yang lebih luas (Riyadi dan Bratakusumah 2004).
Seperti dikemukakan oleh Blakely (1994), bahwa Location Quotient
Analysis dapat didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada
subwilayah ke-i terhadap persentase aktivitas total wilayah yang diamati.
Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah: (1) kondisi geografis
relative seragam; (2) pola-pola aktivitas bersifat seragam; (3) setiap aktivitas
menghasilkan produk yang sama (Saefulhakim 2004).
Analisis ini dilakukan berdasarkan data PDRB menurut lapangan usaha
tahun 2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 dari masing-masing kabupaten
dan kota di Kawasan Kedungsapur. Dalam penelitian ini, penerapan rumusan
matematis analisis pembagian lokasi adalah sebagai berikut:
IJ
IJ I
J
LQ X XX X=
//
.
. ..
Keterangan:
Xij : aktivitas sektor ke-j di kabupaten atau kota ke-i dalam Kawasan
Kedungsapur
Xi. : total PDRB di kabupaten atau kota ke-i dalam Kawasan Kedungsapur
X.j : total sektor ke-j di Kawasan Kedungsapur
X.. : total PDRB kabupaten atau kota di Kawasan Kedungsapur
Hasil analisis pembagian lokasi tersebut diinterpretasikan sebagai berikut:
Jika nilai LQij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu
aktivitas di subwilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah atau
terjadi pemusatan aktivitas di subwilayah ke-i.
Jika nilai LQij = 1, maka subwilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa aktivitas
setara dengan pangsa total atau konsentrasi aktivitas di wilayah ke-i sama dengan
rata-rata total wilayah.
44
Jika nilai LQij < 1, maka subwilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih
kecil dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan di seluruh
wilayah.
Analisis Keunggulan Kompetitif Wilayah (Shift-Share Analysis)
Shift-share analysis dilakukan untuk memahami pergeseran struktur
aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan
cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Pemahaman struktur aktivitas
dari hasil analisis shift-share juga menjelaskan kemampuan berkompetisi
(competitiveness) aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau
perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas (Saefulhakim 2004).
Dengan analisis ini dapat diperoleh gambaran kinerja aktivitas di suatu wilayah
berdasarkan tiga komponen hasil analisis, yaitu:
1) Komponen Laju Pertumbuhan Total (Komponen share). Komponen ini
menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang
menunjukkan dinamika total wilayah.
2) Komponen Pergeseran Proporsional (Komponen proportional shift).
Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif,
dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang
menunjukkan dinamika sektor atau aktivitas total dalam wilayah.
3) Komponen Pergeseran Diferensial (Komponen differential shift). Ukuran ini
menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas
tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor atau aktivitas tersebut
dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan
maupun ketakunggulan) suatu sektor atau aktivitas tertentu di subwilayah
tertentu terhadap aktivitas tersebut di subwilayah lain.
Persamaan analisis shift-share ini adalah sebagai berikut :
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛−+
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛−+
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛−=
XX
XX
XX
XX
XXSSA
ti
ti
tij
tij
t
t
ti
ti
t
t
)0(
)1(
)0(
)1(
)0(
)1(
)0(
)1(
)0(
)1(
..
...... 1
a b c
Keterangan: a = komponen share
b = komponen proportional shift
45
c = komponen differential shift, dan
X.. = Nilai total aktivitas dalam total wilayah
X.i = Nilai total aktivitas tertentu dalam total wilayah
Xij = Nilai aktivitas tertentu dalam unit wilayah tertentu
t1 = titik tahun akhir
t0 = titik tahun awal
Analisis Tipologi Wilayah
Untuk mengetahui tipologi wilayah yang ada di wilayah penelitian,
dilakukan analisis komponen utama, analisis kluster, dan analisis diskriminan.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Statistica 6.0. Data
yang digunakan dalam analisis ini adalah data potensi desa masing-masing
kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 2003, kemudian ditentukan
variabel-variabel terpilih yang diasumsikan mampu menggambarkan serta
menjelaskan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya
buatan, dan sumber daya sosial pada masing-masing kecamatan yang ada di
wilayah tersebut (Lampiran 8).
Variabel-variabel yang diasumsikan mampu menjelaskan potensi sumber
daya alam, antara lain: (1) kepadatan penduduk (jumlah penduduk per luas
kecamatan), (2) intensitas unit ruang (jumlah desa per luas kecamatan), (3)
intensitas dan variasi daya dukung lahan (luas lahan sawah per luas kecamatan,
luas ladang, huma, tegal, kebun, kolam, tambak, tebat, empang, penggembalaan,
dan padang rumput per luas kecamatan, luas lahan perkebunan dan hutan rakyat
per luas kecamatan, luas perumahan dan permukiman per luas kecamatan, luas
lahan untuk bangunan industri per luas kecamatan), (4) posisi kecamatan dalam
tata ruang wilayah (invers jarak rata-rata dari desa-desa dalam kecamatan ke pusat
kabupaten atau kota yang membawahi), (5) bentang lahan dominan (topografi dan
rasio banyaknya desa yang terlintasi sungai per jumlah desa dalam kecamatan).
Variabel-variabel yang diasumsikan mampu menjelaskan potensi sumber
daya manusia, antara lain: (1) intelektualitas (jumlah penduduk tidak sekolah atau
tidak tamat atau belum tamat SD, jumlah tamat SD, jumlah tamat SLTP, jumlah
tamat SMU, jumlah tamat akademi atau perguruan tinggi per seribu penduduk),
46
(2) kesehatan (invers jumlah orang meninggal akibat penyakit per seribu
penduduk), (3) daya beli (invers jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I per
jumlah keluarga, invers banyaknya penduduk yang tidak mempunyai pekerjaan
per jumlah keluarga), (4) aksesibilitas informasi (banyaknya keluarga yang
berlangganan telepon dan banyaknya keluarga yang mempunyai televisi per
jumlah keluarga), (5) kewirausahaan (jumlah industri kerajinan per seribu
penduduk). Variabel-variabel yang diasumsikan mampu menjelaskan potensi
sumber daya sosial, antara lain: kegiatan dan kelompok sosial (banyaknya jenis
kelompok sosial dan banyaknya jenis kelompok olah raga).
Variabel-variabel yang diasumsikan mampu menjelaskan potensi sumber
daya buatan, antara lain: (1) fasilitas perumahan (jumlah bangunan rumah per
jumlah keluarga), (2) fasilitas pendidikan (jumlah SD dan sederajat per seribu
penduduk, jumlah SLTP dan sederajat per seribu penduduk, jumlah SMU, SMK,
dan sederajat per seribu penduduk, jumlah perguruan tinggi dan sederajat per
seribu penduduk), (3) fasilitas kesehatan (jumlah rumah sakit, rumah sakit
bersalin, poliklinik, puskesmas, puskesmas pembantu, tempat praktek dokter,
tempat praktek bidan per seribu penduduk), (4) fasilitas perhubungan dan
komunikasi (jumlah ketersediaan terminal angkutan umum roda-4 di kecamatan
dan jumlah stasiun KA per seribu penduduk, jumlah wartel, kiospon, warpostel,
dan warnet per seribu penduduk), (6) fasilitas perekonomian (jumlah toko,
warung, dan kios per seribu penduduk, jumlah restoran, rumah makan, serta kedai
makanan dan minuman per seribu penduduk, jumlah bank umum dan bank
perkreditan rakyat (BPR) per seribu penduduk).
1. Analisis Komponen Utama
Tujuan dilakukannya analisis komponen utama terhadap variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Untuk mentransformasikan suatu
struktur data dengan variabel-variabel yang saling berkorelasi menjadi struktur
data baru dengan variabel-variabel baru (yang kemudian disebut sebagai
Komponen Utama atau Faktor) yang tidak saling berkorelasi (Ortogonalisasi
Variabel); (2) Untuk menyederhanakan variabel sehingga banyaknya variabel
baru yang dihasilkan jauh lebih sedikit dari pada variabel asalnya, tetapi proses
47
penyederhanaan tersebut tidak mengurangi total kandungan informasinya atau
total ragamnya relatif tidak berubah.
Seperti dikemukakan oleh Saefulhakim (2004), bahwa dengan dilakukan
analisis komponen utama akan membantu menyelesaikan permasalahan
multicollinearity, yaitu adanya fenomena saling berkorelasi antarvariabel penjelas,
serta mempermudah dalam memahami, mengkomunikasikan, dan menetapkan
prioritas penanganan terhadap hal-hal yang lebih pokok dari struktur
permasalahan yang dihadapi. Analisis komponen utama terhadap variabel-
variabel sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya sosial, dan
sumber daya buatan yang digunakan dalam penelitian ini, dilakukan secara
bertahap pada masing-masing kelompok variabel. Untuk variabel sumber daya
sosial, dalam proses analisis komponen utama digabung dengan sumber daya
manusia karena jumlahnya yang sedikit. Setelah dari masing-masing kelompok
variabel sumber daya tersebut dihasilkan faktor penciri utama, baru kemudian
dilakukan analisis kluster (Gambar 8).
2. Analisis Kluster
Teknik pewilayahan merupakan salah satu teknik untuk membatasi wilayah
berdasarkan kemiripan karakteristik tertentu dari suatu hamparan wilayah
(Saefulhakim 2004). Teknik klasifikasi wilayah yang akan digunakan pada
analisis ini menggunakan bantuan teknik analisis multivariabel dengan analisis
kluster. Unit-unit analisis yang dikelompokkan akan bergerombol sesuai dengan
kedekatan atau kemiripan karakteristiknya masing-masing.
Setelah diperoleh faktor penciri utama pada masing-masing kelompok dan
faktor penciri utama dari keseluruhan sumber daya wilayah yang ada kemudian
dilakukan analisis kluster untuk mengetahui tipologi wilayah di Kawasan
Kedungsapur berdasarkan sumber daya yang ada di masing-masing wilayah dalam
hal ini adalah kecamatan. Sehingga wilayah pada masing-masing kecamatan di
Kawasan Kedungsapur dapat dibedakan berdasarkan sumber daya yang ada di
tiap-tiap kecamatan tersebut.
48
SDA SDB
PCA PCA PCA
SDM, SDS
Seleksi Variabel Karakteristik Wilayah
Data PODES SP 2003
Factor Loading
Factor Score
λ ≥ 1
PCA
Factor Loading
Factor Score
Factor Loading
λ ≥ 1 λ ≥ 1
Factor Loading
Factor Score
λ ≥ 1
Analisis Kluster
Kelompok Wilayah
Analisis Diskriminan
Analisis Tipologi
Kelompok Wilayah dengan Faktor Utamanya
Factor Score
Tipologi Wilayah
Gambar 8 Kerangka analisis tipologi wilayah.
49
3. Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan merupakan salah satu analisis multivariabel untuk
menentukan variabel mana yang membedakan secara nyata kelompok-kelompok
yang telah ada secara alami. Analisis diskriminan digunakan untuk menentukan
variabel yang mana yang merupakan penduga terbaik dari pembagian kelompok-
kelompok yang ada (Saefulhakim 2004).
Fungsi yang terbentuk sebenarnya mirip dengan fungsi regresi. Dalam hal
ini variabel bebas (Y) adalah resultan skor klasifikasi, yaitu kelompok tipologi.
Sedangkan variabel tak bebasnya (X) adalah variabel-variabel yang digunakan
sebagai penduga.
Y = a + b1X1 + b2X2 + bmXm
Variabel dengan nilai koefisien regresi terbesar merupakan variabel yang
mempunyai peranan terbesar dalam membedakan kelompok-kelompok yang ada.
Analisis Spasial
Analisis spasial dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sebaran
potensi sumber daya wilayah dalam Kawasan Kedungsapur, yaitu dengan
melakukan operasi tumpang-tindih (overlay) dengan menggunakan data atribut
atau tabel dua dimensi yang dikombinasikan selanjutnya diaplikasikan ke peta
hasil. Sebagaimana dikemukakan oleh Barus dan Wiradisastra (2000), bahwa
operasi tumpang-tindih dalam SIG umumnya dilakukan dengan salah satu dari
lima cara yang dikenal, yaitu: (a) pemanfaatan fungsi logika dan fungsi bolean,
(b) pemanfaatan fungsi relasional, (c) pemanfaatan fungsi aritmatika, (d)
pemanfaatan data atribut, dan (e) menyilangkan dua peta langsung. Analisis ini
dilakukan dengan menggunakan software Sistem Informasi Geografi (SIG)
ArcView 3.3, berdasarkan hasil analisis tipologi wilayah, peta administrasi, dan
peta kesesuaian lahan di Kawasan Kedungsapur.
Hasil analisis tipologi wilayah menunjukkan kelompok-kelompok wilayah
berdasarkan sumber daya yang dimiliki sebagai pendekatan untuk mengetahui
karakteristik wilayah berdasarkan sumber daya (menurut data PODES yang
mencerminkan SDA, SDM dan SDS, SDB di Kawasan Kedungsapur). Kemudian
dengan memadukan hasil tipologi wilayah yaitu kelompok-kelompok wilayah
50
tipologi dengan peta administrasi wilayah dapat diketahui peta tipologi wilayah
di Kawasan Kedungsapur.
Peta yang menunjukkan kesesuaian lahan untuk beberapa jenis variasi
tanaman perkebunan di Kawasan Kedungsapur Provinsi Jawa Tengah, digunakan
dalam penelitian ini untuk melihat banyaknya jenis tanaman perkebunan yang
dapat tumbuh di daerah tersebut sebagai dasar penetapan tingkat potensi
pengembangan, mencakup 12 jenis tanaman, yaitu: karet, kelapa, kopi, kakao,
cengkeh, lada, tebu, tembakau, nanas, jambu mete, pisang, dan kapas. Kriteria
kesesuaian lahan dilakukan pada tingkat ordo, yaitu: S (sesuai), $ (kurang sesuai),
dan N (tidak sesuai). Pemberian skor kategori tingkat potensi pengembangan
dilakukan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan tersebut (Lampiran 16).
Hasil kategori tersebut ditampilkan dalam bentuk peta potensi sumber daya
fisik yang menunjukkan tingkat potensi pengembangan untuk beberapa jenis
variasi tanaman perkebunan yang ada di Kawasan Kedungsapur. Selanjutnya dari
peta tipologi wilayah berdasarkan sumber daya (SDA, SDM, SDB, dan SDS dari
data Podes 2003) dan peta potensi sumber daya fisik diperoleh peta tipologi
wilayah berdasarkan potensi sumber daya fisik yang menunjukkan karakteristik
wilayah berdasarkan SDA, SDM, SDB, SDS serta tingkat potensi pengembangan
sumber daya fisik.
Analisis Deskriptif Interaksi Spasial
Analisis interaksi spasial mempelajari hubungan yang berupa pergerakan
komoditi, barang-barang, orang, informasi, dan lainnya antara titik-titik dalam
ruang. Analisis ini menekankan pada saling ketergantungan dari tempat dan area.
Interaksi spasial semakin menurun karena jarak dengan asumsi kondisi lain
sama (Saefulhakim 2004). Dalam penelitian ini untuk mengetahui dan
menggambarkan pola interaksi spasial yang ada di Kawasan Strategis
Kedungsapur, dilakukan secara deskriptif berdasarkan data persentase aliran
barang baik aliran masuk maupun aliran keluar antarkabupaten dan antarkota
dalam Kawasan Kedungsapur. Sehingga dapat diketahui pola interaksi spasial
berdasarkan pergerakan aliran barang di Kawasan Kedungsapur.
KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Kondisi Wilayah
Letak Geografis dan Wilayah Administrasi
Wilayah Kedungsapur yang terdiri dari empat kabupaten dan dua kota,
yaitu Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kota
Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Grobogan, terletak di bagian utara
Provinsi Jawa Tengah. Wilayah ini secara geografis terletak di antara 109°10’-
111°25’ BT dan 6°43’26"-7°32’ LS, dengan batas-batas administrasi sebagai
berikut: (1) Sebelah utara: Laut Jawa, Kabupaten Jepara, Kabupaten Kudus, dan
Kabupaten Pati; (2) Sebelah selatan: Kabupaten Wonosobo, Kabupaten
Temanggung, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sragen, dan Provinsi Jawa Timur;
(3) Sebelah timur: Kabupaten Blora dan Provinsi Jawa Timur; dan (4) Sebelah
barat: Kabupaten Batang (Gambar 12).
Luas lahan di wilayah Kedungsapur secara keseluruhan adalah
5.256.212 km2, dan secara administrasi Kawasan Kedungsapur terdiri dari
89 kecamatan yang berada dalam wilayah administrasi masing-masing kabupaten
dan kota. Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Kendal merupakan kabupaten
yang memiliki wilayah terluas apabila dibandingkan dengan kabupaten dan kota
lain di kawasan ini dengan jumlah kecamatan paling banyak, yaitu masing-
masing 19 kecamatan. Luasan lahan masing-masing kabupaten dan kota dirinci
dalam Tabel 5.
Tabel 5 Luas wilayah dan jumlah kecamatan pada kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur Provinsi Jawa Tengah
No. Kabupaten/Kota Luas Daerah (Km2) Jumlah Kecamatan 1 2 3 4 5 6
Kabupaten Kendal Kabupaten Demak Kabupaten Semarang Kota Salatiga Kota Semarang Kabupaten Grobogan
1 002.230897.430950.20656.781
373.7001 975.865
19 14 17 4 16 19
Sumber: BPS dan Bappeda, 2003
52
Kondisi Fisik Wilayah
Keadaan fisik wilayah Kawasan Kedungsapur secara umum meliputi
wilayah dataran rendah dan perbukitan, di bagian utara terletak pada ketinggian
antara 0 – 25 m yang merupakan dataran rendah, sedangkan di bagian selatan
memiliki ketinggian antara 0 – 2.579 m yang merupakan daerah pegunungan.
Kawasan Kedungsapur memiliki curah hujan rata-rata per tahun sebesar 2.296
mm dan hari hujan rata-rata 100 hari/tahun. Kondisi topografi dan iklim secara
rinci seperti disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Ketinggian wilayah, rata-rata hari hujan dan rata-rata curah hujan pada kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 2003
No Kabupaten/Kota Ketinggian (m dpl)
Hari Hujan (hari)
Curah Hujan (mm)
1 2 3 4 5 6
Kabupaten Kendal Kabupaten Demak Kabupaten Semarang Kota Salatiga Kota Semarang Kabupaten Grobogan
4 - 25793 - 100
318 - 1450450 - 800
0.75 - 34850 - 500
117 78
115 126 131
34
2 485 1 770
2 287 2 815
3 733 686
Rata-rata 100 2 296 Sumber: BPS dan Bappeda, 2003
Kawasan Kedungsapur berdasarkan ketinggian lokasi memiliki
karakteristik wilayah sebagai berikut: (1) Bagian utara , merupakan daerah
pesisir membentang dari Kabupaten Kendal, Kota Semarang hingga Kabupaten
Demak dan juga merupakan kawasan pantai yang dibudidayakan menjadi
kawasan tambak selain menjadi daerah hilir atau muara beberapa sungai, (2)
Bagian selatan, merupakan daerah pegunungan dan dataran tinggi yang sudah
tidak aktif lagi yaitu Gunung Ungaran, serta merupakan daerah yang cukup
subur, banyak mata air, hulu sungai, dan tambang mineral, serta (3) Bagian timur
dan tenggara, merupakan daerah rawan banjir yaitu termasuk wilayah
Kabupaten Demak (Dinas Permukiman dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah
2002).
Jenis tanah di Kawasan Kedungsapur pada umumnya adalah tanah latosol,
aluvial, dan grumosol dengan tingkat produktivitas yang cukup bervariasi dari
53
tingkat produktivitas rendah sampai tingkat produktivitas tinggi sehingga cukup
baik untuk pertanian dan perkebunan.
Kawasan Kedungsapur memiliki sumber air yang berada di permukaan
tanah seperti sungai, danau, bendungan, laut dan pantai maupun air tanah.
Sumber air selain sungai adalah Rawa Pening, merupakan danau yang terletak di
tiga kecamatan dalam wilayah Kabupaten Semarang yaitu Kecamatan
Ambarawa, Kecamatan Tuntang, dan Kecamatan Banyubiru. Danau ini
dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik, irigasi, perikanan darat,
pariwisata, dan rekreasi. Waduk Kedungombo, yang terletak di Kabupaten
Grobogan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan penduduk, kepentingan industri
rumah tangga, dan juga berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan
di daerah tersebut (Dinas Permukiman dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah
2002).
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kawasan Kedungsapur dalam tahun 1999 secara
keseluruhan adalah untuk lahan pertanian seluas 169.878.2 Ha atau sekitar
32.32% dari total luas lahan di Kawasan Kedungsapur. Sedangkan untuk
penggunaan lahan non-sawah adalah seluas 355.742.7 Ha atau 67.68%.
Penggunaan lahan untuk lahan sawah yang terluas dibandingkan penggunaan
lahan lain di wilayahnya adalah Kabupaten Demak, yaitu 56.90% atau sekitar
51.064 Ha. Sedangkan daerah dengan penggunaan lahan untuk sawah paling
kecil adalah Kota Semarang hanya 10.74% atau sekitar 4.015 Ha, hal ini
dimungkinkan karena Kota Semarang merupakan salah satu pusat kegiatan
perdagangan dan industri di Provinsi Jawa Tengah sehingga penggunaan lahan
sebagian besar digunakan untuk aktivitas non-pertanian. Secara rinci penggunaan
lahan di Kawasan Kedungsapur selama tahun 1999 disajikan dalam Tabel 7.
Pada tahun 2003 atau selama kurun waktu lima tahun penggunaan lahan di
Kawasan Kedungsapur telah mengalami perubahan komposisi penggunaan
antara lahan pertanian (sawah) dan non-pertanian (non-sawah). Hal tersebut
dimungkinkan mengingat semakin berkembangnya aktivitas non-pertanian yang
mengakibatkan berkurangnya penggunaan lahan untuk sawah maupun kegiatan
54
pertanian lainnya. Penggunaan lahan pada masing-masing kabupaten dan kota di
Kawasan Kedungsapur secara rinci selama tahun 2003 disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 7 Penggunaan lahan di Kawasan Kedungsapur tahun 1999 Luas Lahan (Ha)
Jenis Lahan Kab. Kab. Kab. Kota Kota Kab. Kawasan Kendal Demak Semarang Semarang Salatiga Grobogan Kedungsapur
Lahan Sawah 26 939.0 51 064.0 24 572.0 4 015.0 1 173.1 62 115.0 169 878.1 Teknis 15 938.0 17 113.0 5 445.0 275.0 564.1 17 725.0 57 060.1 1/2 Teknis 1 980.0 6 955.0 3 388.0 596.0 127.0 2 427.0 15 473.0 Sederhana PU 1 360.0 3 200.0 5 566.0 887.0 278.0 3 045.0 14 336.0 Sederhana 7 086.0 2 425.0 3 829.0 258.0 - 2 451.0 16 049.0 Non PU Tadah Hujan 575.0 21 371.0 6 344.0 1 999.0 204.1 36 467.0 66 960.1 Lahan Kering 73 288.0 38 679.0 70 448.7 33 352.0 4 505.0 135 470.0 355 742.7 Bangunan/ 14 666.0 13 243.0 19 410.0 13 898.0 2 456.0 28 472.0 92 145.0 Halaman Tegal/Kebun 22 551.0 15 409.0 29 765.0 8 500.0 1 659.0 29 661.0 107 545.0 Tebat/Empang/ 584.0 42.0 2 648.0 4.0 - 48.0 3 326.0 Rawa Tambak 2 427.0 5 171.0 - 1 999.0 - - 9 597.0 Hutan 16 783.0 1 572.0 10 126.0 1 650.0 - 68 691.0 98 822.0 Perkebunan 7 788.0 - 6 031.0 1 396.0 168.0 709.0 16 092.0 Lainnya 8 489.0 3 242.0 2 468.7 5 905.0 222.0 7 889.0 28 215.7 Jumlah 100 227.0 89 743.0 95 020.7 37 367.0 5 678.1 197 585.0 525 620.8
Sumber: BPS dan Bappeda, 1999
Komposisi penggunaan lahan di Kawasan Kedungsapur pada tahun 2003
apabila dibandingkan dengan komposisi penggunaan lahan pada tahun 1999,
telah menunjukkan adanya penurunan luasan lahan pertanian (sawah) dan
penambahan luasan penggunaan untuk lahan non-pertanian (non-sawah) sebesar
2.295.4 Ha atau sekitar 0.44% dari luas total lahan di Kawasan tersebut.
Perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian (sawah) menjadi lahan non-
pertanian terjadi di Kabupaten Demak dan Kota Salatiga, dengan luas perubahan
lahan di Kabupaten Demak adalah 2.291 Ha atau sekitar 2.55% dari luas
keseluruhan, yaitu 89.746 Ha sedangkan di Kota Salatiga perubahan luas lahan
adalah sekitar 362.8 Ha atau 6.39% dari luas lahan seluruhnya sebesar
5.678.1 Ha.
55
Tabel 8 Penggunaan lahan di Kawasan Kedungsapur tahun 2003
Luas Lahan (Ha) Jenis Lahan Kab. Kab. Kab. Kota Kota Kab. Kawasan
Kendal Demak Semarang Semarang Salatiga Grobogan Kedungsapur Lahan Sawah 26 472.0 48 773.0 24 478.0 3 913.0 810.3 63 136.4 167 582.7 Teknis 15 577.0 19 430.0 5 524.0 165.0 378.2 18 715.0 59 789.2 1/2 Teknis 1 977.0 5 558.0 4 016.0 633.9 126.9 2 002.0 14 313.8 Sederhana PU 7 957.0 2 439.0 7 917.0 1 044.0 139.2 7 738.4 27 234.5 Sederhana - 1 543.0 1 018.0 61.0 - - 2 622.0 Non PU Tadah Hujan 961.0 19 803.0 6 003.0 2 009.1 166.0 34 681.0 63 623.1 Lahan Kering 73 751.0 40 970.0 70 542.7 33 457.4 4 867.8 134 450.0 358 038.9 Bangunan/ 14 945.0 13 302.0 18 695.0 13 876.9 2 996.0 28 318.0 92 132.9 Halaman Tegal/Kebun 22 867.0 15 550.0 29 660.0 8 394.0 1 564.0 27 539.0 105 574.0 Tebat/Empang/ 12.0 62.0 2 623.0 414.5 - 15.0 3 126.5 Rawa Tambak 3 122.0 7 211.0 19.0 1 857.1 - 24.0 12 233.1 Hutan 15 987.0 1 575.0 6 342.0 1 515.7 - 70 120.2 95 539.9 Perkebunan 7 785.0 - 9 633.0 1 178.1 - 268.0 18 864.1 Lainnya 9 033.0 3 270.0 3 570.7 6 221.1 307.8 8 165.8 30 568.3 Jumlah 100 223.0 89 743.0 95 020.7 37 370.4 5 678.1 197 586.4 525 621.6
Sumber: BPS dan Bappeda, 2003
Luas lahan Kawasan Kedungsapur 5.256.212 km2 atau 16.15% dari luas
lahan di Provinsi Jawa Tengah secara keseluruhan, yaitu 32.544.12 km2, dan
apabila dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah dengan tingkat perubahan
lahan pertanian ke non-pertanian berkisar 0.01% hingga 0.05% per tahun,
perubahan penggunaan lahan di Kawasan Kedungsapur dari lahan pertanian ke
lahan non-pertanian 0.44% pada tahun 2003. Konversi lahan ke lahan non-
pertanian tersebut cukup signifikan di Kota Salatiga dan Kabupaten Demak, hal
tersebut dimungkinkan karena tingkat kepadatan penduduk di kedua daerah
tersebut cukup tinggi, yaitu berturut-turut 2.579 jiwa/km2 dan 1.133 jiwa/km2,
sehingga kebutuhan akan pemanfaatan lahan untuk kegiatan non-pertanian
khususnya permukiman serta penggunaan lainnya seperti lahan untuk keperluan
industri meningkat.
56
Komposisi Penduduk
Jumlah dan Perkembangan Penduduk
Jumlah penduduk yang tinggal di Kawasan Kedungsapur pada tahun 2003
adalah 5.631.478 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk pada masing-masing
kabupaten maupun kota adalah seperti yang disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9 Kepadatan penduduk masing-masing kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 1999 dan tahun 2003
Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk
(Jiwa) Kepadatan Penduduk
(Jiwa/Km2)
Luas Lahan (Km2) 1999 2003 1999 2003
Kabupaten Kendal 1 002.23 868 498 891 166 866 889Kabupaten Demak 897.43 935 913 1 017 075 1 043 1 133Kabupaten Semarang 950.20 788 149 844 889 829 889Kota Salatiga 56.78 144 621 146 467 2 547 2 579Kota Semarang 373.70 1 290 159 1 378 193 3 452 3 688Kabupaten Grobogan 1 975.86 1 310 822 1 353 688 663 685Kawasan Kedungsapur 5 256.21 5 338 162 5 631 478 1 015 1 071
Sumber: BPS dan Bappeda, 2003
Tingkat kepadatan penduduk di Kawasan Kedungsapur selama dua titik
tahun, yaitu tahun 1999 sebesar 1.015 jiwa/km2 dan tahun 2003 sebesar 1.071
jiwa/km2, apabila dilihat secara keseluruhan selama kurun waktu tersebut tidak
mengalami perubahan tingkat kepadatan penduduk yang signifikan. Pada Tabel 9
tampak bahwa Kota Semarang sebagai pusat pertumbuhan berada pada posisi
teratas dalam hal tingkat kepadatan penduduk per kilometer persegi, hal tersebut
menunjukkan bahwa Kota Semarang yang merupakan pusat aktivitas
perekonomian di Provinsi Jawa Tengah maupun di Kawasan Kedungsapur
mempunyai daya tarik yang cukup tinggi bagi penduduk untuk menjadikan Kota
Semarang selain sebagai tempat bekerja juga sebagai tempat tinggal.
Jumlah penduduk kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur seperti
disajikan dalam Tabel 10, menunjukkan bahwa selama kurun waktu 5 tahun,
yaitu tahun 1999-2003 jumlah penduduk pada masing-masing kabupaten
maupun kota terus meningkat.
57
Tabel 10 Jumlah penduduk masing-masing kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 1999-2003 (jiwa)
Kabupaten/Kota 1999 2000 2001 2002 2003
Kabupaten Kendal 868 498 878 591 882 929 887 286 891 166Kabupaten Demak 935 913 980 218 990 600 996 384 1 017 075Kabupaten Semarang 788 149 834 826 838 022 841 137 844 889Kota Salatiga 144 621 144 792 145 301 145 649 146 467Kota Semarang 1 290 159 1 309 667 1 322 320 1 350 005 1 378 193Kabupaten Grobogan 1 310 822 1 324 417 1 337 130 1 345 675 1 353 688Kawasan Kedungsapur 5 338 162 5 472 511 5 516 302 5 566 136 5 631 478
Sumber: BPS dan Bappeda, 2003
Pada Gambar 9, tampak bahwa Kota Semarang dan Kabupaten Grobogan
memiliki jumlah penduduk yang paling banyak dibandingkan dengan kabupaten
maupun kota lain di kawasan tersebut.
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1400000
1600000
Kab. Kendal
Kab. Demak
Kab.Semarang
KotaSalatiga
KotaSemarang
Kab. Grobogan
Jum
lah
Pend
uduk
(Jiw
a)
19992000200120022003
Gambar 9 Grafik jumlah penduduk kabupaten dan kota di Kawasan
Kedungsapur selama tahun 1999–2003.
Pada Tabel 11, rata-rata laju perkembangan penduduk di Kawasan
Kedungsapur pada masing-masing kabupaten maupun kota apabila dibandingkan
dengan rata-rata perkembangan penduduk pada Kawasan Kedungsapur tahun
2002/2003 yaitu 1.12%, menunjukkan bahwa Kabupaten Demak dengan rata-rata
58
perkembangan sebesar 2.11% merupakan daerah dengan tingkat perkembangan
penduduk tertinggi di antara kabupaten dan kota lainnya.
Tabel 11 Persentase perkembangan penduduk kabupaten dan kota di Kawasan
Kedungsapur tahun 1999-2003
Kabupaten/Kota 1999/2000 2000/2001 2001/2002 2002/2003 Rata-rata Kabupaten Kendal 1.16 0.49 0.49 0.44 0.65 Kabupaten Demak 4.73 1.06 0.58 2.08 2.11 Kabupaten Semarang 5.92 0.38 0.37 0.45 1.78 Kota Salatiga 0.12 0.35 0.24 0.56 0.32 Kota Semarang 1.51 0.97 2.09 2.09 1.66 Kabupaten Grobogan 1.04 0.96 0.64 0.60 0.81 Kawasan Kedungsapur 2.52 0.80 0.90 1.38 1.12
Sumber: BPS dan Bappeda, 2003, diolah
Faktor-faktor pertambahan penduduk di kawasan ini antara lain adalah
adanya kelahiran dan kematian serta penduduk yang datang dan pergi merupakan
faktor-faktor pertambahan penduduk alami. Jumlah pertambahan penduduk
alami di Kawasan Kedungsapur tahun 2003 sebanyak 54.383 jiwa yang terdiri
dari faktor kelahiran sebanyak 36.406 jiwa dan penduduk yang datang sebanyak
17.977 jiwa. Kota dan kabupaten dengan angka pertambahan alami tertinggi
pada tahun 2003 adalah Kota Semarang, sebanyak 20.910 jiwa dan
kemudian Kabupaten Demak dengan angka pertambahan penduduk alami
sebanyak 16.955 jiwa.
Tabel 12 Banyaknya penduduk lahir, mati, datang, dan pindah di Kawasan Kedungsapur tahun 2003
Kabupaten/ Faktor Alami Migrasi Pertambahan Kota Lahir Mati Jumlah Datang Pergi Jumlah Alami
Kab. Kendal 7 888 4 449 3 439 3 441 3 000 441 3 880 Kab. Demak 14 111 3 671 10 440 10 576 4 061 6 515 16 955 Kab. Semarang 7 363 3 295 4 068 2 828 3 144 (316) 3 752 Kota Salatiga 882 705 177 2 072 1 431 641 818 Kota Semarang 17 162 6 948 10 214 37 063 26 367 10 696 20 910 Kab. Grobogan 14 708 6 640 8 068 *) *) *) 8 068 Jumlah 62 114 25 708 36 406 55 980 38 003 17 977 54 383
Sumber: BPS dan Bappeda, 2003, diolah *) Data migrasi tidak tersedia
59
Migrasi merupakan faktor utama penyebab pertambahan penduduk di Kota
Semarang, yaitu sebanyak 10.696 jiwa pada tahun 2003, dibandingkan
dengan kelahiran sebagai faktor alami pertambahan penduduk. Begitu pula hanya
dengan Kota Salatiga yang pertambahan penduduknya juga lebih banyak
disebabkan oleh pendatang yang masuk ke kota tersebut.
Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagai pusat pertumbuhan di Provinsi
Jawa Tengah, Kota Semarang mempunyai daya tarik yang cukup kuat untuk
dijadikan daerah tujuan migrasi baik oleh penduduk dalam Kawasan
Kedungsapur yang berbatasan langsung dengan Kota Semarang maupun aliran
penduduk yang datang dari kabupaten dan kota lain di Provinsi Jawa Tengah.
Sementara Kota Salatiga yang letaknya cukup strategis pada jalur arteri primer
yang menghubungkan antara Kota Semarang dengan Kota Surakarta dan
sekitarnya, merupakan daya tarik tersendiri bagi migran (Tabel 12).
Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur
Struktur penduduk berdasarkan kelompok umur di Kawasan Kedungsapur
seperti disajikan pada Tabel 13, menunjukkan bahwa penduduk di kawasan ini
didominasi oleh kelompok usia produktif yaitu 15-64 tahun sebanyak 3.727.374
jiwa atau sekitar 66.10% dari total penduduk kawasan sedangkan kelompok usia
belum atau tidak produktif yang berada pada kelompok umur 0-14 tahun dan 65
tahun lebih sebanyak 1.904.104 jiwa (33.81%).
Tabel 13 Banyaknya penduduk menurut kelompok umur Kabupaten/Kota Kelompok Umur (Tahun) Jumlah 0 - 14 15 – 64 65+ Kabupaten Kendal 265 822 577 700 47 644 891 166Kabupaten Demak 329 526 647 484 40 065 1 017 075Kabupaten Semarang 206 081 577 510 61 298 844 889Kota Salatiga 35 136 102 194 9 137 146 467Kota Semarang 389 090 952 056 37 047 1 378 193Kabupaten Grobogan 408 309 870 430 74 949 1 353 688Jumlah 1 633 964 3 727 374 270 140 5 631 478
Sumber: BPS dan Bappeda, 2003, diolah
60
Hal tersebut menunjukkan bahwa potensial angkatan kerja di kawasan
ini masih cukup tinggi dengan angka tingkat rasio ketergantungan (dependency
ratio) sebesar 510, yang artinya setiap 1000 penduduk usia produktif
menanggung sebanyak 510 penduduk usia belum atau tidak produktif.
Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikan yang dimiliki (Tabel 14), menunjukkan
bahwa jumlah penduduk di Kawasan Kedungsapur yang menamatkan pendidikan
dasar (SD) pada tahun 2003 sebanyak 1.830.238 jiwa atau sekitar 37.36%
dari total penduduk menurut tingkat pendidikan yang tercatat secara statistik.
Tabel 14 Banyaknya penduduk menurut tingkat pendidikan
Kabupaten/ Tidak Sekolah/ Tamat Tamat Tamat Tamat Jumlah Kota Belum/Tidak SD SMP SMU Akademi/PT
Tamat SD Kab. Kendal 295 462 297 770 104 416 62 920 12 409 772 977 Kab. Demak 186 983 338 913 129 964 63 648 13 038 732 546 Kab. Semarang 295 570 260 124 125 471 88 074 20 531 789 770 Kota Salatiga*) 40 190 40 833 27 801 21 213 5 142 135 179 Kota Semarang 338 052 294 435 252 079 264 314 94 209 1 243 089 Kab.Grobogan 361 261 598 163 156 838 91 750 16 820 1 224 832 Jumlah 1 517 518 1 830 238 796 569 591 919 162 149 4 898 393
Sumber: BPS dan Bappeda, 2003, diolah *) Data tahun 2000
Apabila dibandingkan antara kabupaten serta kota di kawasan tersebut,
menunjukkan bahwa Kabupaten Grobogan dengan 361.261 jiwa atau
29.49% dari total penduduknya tidak sekolah atau belum sekolah atau tidak
tamat SD serta 48.83% atau 598.163 jiwa hanya tamat SD. Dan Kabupaten
Demak sebanyak 46.26% penduduknya hanya tamat SD. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di Kabupaten Demak dan Kabupaten
Grobogan perlu menjadi prioritas utama dalam upaya meningkatkan kualitas
sumber daya manusia di kedua daerah tersebut. Gambaran kondisi penduduk
menurut tingkat pendidikan di masing-masing kabupaten dan kota dalam
Kawasan Kedungsapur secara rinci dapat dilihat pada Gambar 10.
Secara umum penduduk di kawasan ini memiliki tingkat pendidikan yang
masih rendah karena persentase penduduk yang tamat pendidikan dasar (SD)
61
lebih banyak daripada tamatan sekolah menengah (SMP dan SMU) yang hanya
sekitar 28.34% total penduduk menurut tingkat pendidikan yang tercatat secara
statistik.
0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000
Kendal Demak Semarang
Kota Salatiga
Kota Semarang
Grobogan
Jum
lah
Pend
uduk
(Jiw
a)
Tidak Sekolah/ Belum/ Tidak Tamat SD Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMU
Tamat Akademi/PT
Gambar 10 Komposisi jumlah penduduk masing-masing kabupaten dan kota
di Kawasan Kedungsapur menurut tingkat pendidikan.
Demikian halnya dengan jumlah penduduk yang tidak sekolah atau belum
sekolah atau tidak tamat pendidikan dasar masih cukup tinggi yaitu sekitar
30.97% dari total keseluruhan. Hal ini terkait dengan ketersediaan sarana
pendidikan menengah (SMP dan SMU) serta akademi maupun perguruan tinggi
yang pada umumnya masih terpusat di kota-kota besar seperti Kota Semarang
dan Kota Salatiga, sedangkan pada level kabupaten sarana pendidikan tingkat
menengah pun masih sangat terbatas.
Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Berdasarkan data pada Tabel 15, apabila dilihat menurut mata
pencahariannya maka sebagian besar penduduk di Kawasan Kedungsapur sekitar
31.29% atau sebanyak 999.134 jiwa bermata pencaharian sebagai petani.
Sedangkan nelayan merupakan mata pencaharian yang paling sedikit dilakukan
oleh penduduk di kawasan tersebut, hanya sebanyak 15.826 jiwa atau 0.49%
dari total penduduk menurut mata pencaharian.
62
Daerah dengan jumlah penduduk yang bekerja di bidang pertanian paling
banyak adalah Kabupaten Grobogan sejumlah 478.777 jiwa, dan yang paling
sedikit bekerja di bidang ini adalah Kota Salatiga sejumlah 5.557 jiwa.
Tabel 15 Banyaknya penduduk kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur menurut mata pencaharian
Mata Kab. **) Kab. *) Kab. Kota Kota Kab. Jumlah Pencaharian Kendal Demak Semarang Salatiga Semarang Grobogan
Petani 125 714 203 304 163 574 5 557 22 208 478 777 999 134 Buruh Tani 171 746 - 103 268 8 356 19 055 9 588 312 013 Nelayan 11 405 - 1 779 - 2 227 415 15 826 Pengusaha 3 864 71 156 17 181 3 768 17 824 6 598 120 391 Buruh Industri 69 680 58 029 71 348 16 320 179 833 35 256 430 466 Buruh Bangunan - 19 299 30 315 11 183 132 302 - 193 099 Pedagang 30 113 71 156 30 190 11 903 75 417 85 342 304 121 Pengangkutan 9 912 19 806 11 636 5 797 28 398 17 782 93 331 PNS/ABRI 12 849 796 23 342 11 347 87 585 - 135 919 Pensiunan 5 812 - 7 733 6 686 37 322 - 57 553 Pertambangan - 628 - - - - - Lainnya 83 761 50 249 36 555 30 472 216 634 113 600 531 271 Jumlah 524 856 494 423 496 921 111 389 818 805 747 358 3 193 124
Sumber: BPS dan Bappeda, 2003, diolah *) data tahun 2000, **) data tahun 2001
Banyaknya jumlah penduduk yang bekerja sebagai petani di Kabupaten
Grobogan dikarenakan lahan pertanian di kabupaten tersebut masih cukup luas
apabila dibandingkan dengan luas lahan pertanian kabupaten lain di wilayah
Kedungsapur. Sehingga penduduk sebagian besar mengusahakan lahan yang
dimilikinya untuk ditanami dengan tanaman pangan seperti padi, palawija, dan
sayur-sayuran serta beberapa tanaman perkebunan di antaranya adalah tembakau.
Meskipun tembakau yang dihasilkan di Kabupaten Grobogan mutunya tidak
terlalu bagus, namun selain tanaman tersebut merupakan salah satu tanaman
perkebunan yang sesuai untuk ditanam di daerah ini juga karena secara ekonomi
menanam tembakau dinilai oleh petani setempat cukup menguntungkan sehingga
banyak masyarakat yang mengusahakan tanaman tersebut. Hal ini dimungkinkan
karena banyaknya perusahaan rokok kretek skala menengah di Kawasan
Kedungsapur sebagai tujuan pemasaran.
63
Untuk bidang industri dan bangunan, Kota Semarang merupakan daerah
dengan penduduk yang bekerja di bidang ini paling banyak, yakni 312.135 jiwa
dan yang paling sedikit bekerja di bidang ini adalah penduduk Kabupaten
Grobogan hanya 35.256 jiwa. Banyaknya penduduk di Kota Semarang yang
bekerja di sektor industri disebabkan antara lain oleh keberadaan kawasan-
kawasan industri besar yang sebagian besar memusat di Kota Semarang,
sehingga tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor ini cukup tinggi. Sedangkan
Kabupaten Grobogan bukan merupakan lokasi pemusatan aktivitas industri,
terutama industri skala besar dan menengah. Industri yang berkembang di
daerah ini sebagian besar adalah industri kecil dan rumah tangga.
Selanjutnya untuk penduduk yang bekerja di sektor perdagangan yang
terbanyak adalah Kota Semarang. Penduduk yang bekerja di sektor jasa
khususnya jasa pengangkutan terbanyak adalah Kota Semarang, yaitu 28.398
jiwa dan yang paling sedikit bekerja di bidang ini adalah penduduk Kota Salatiga
5.797 jiwa. Banyaknya penduduk Kota Semarang yang bekerja di sektor jasa
pengangkutan dikarenakan tingginya aktivitas perekonomian yang tentunya juga
membutuhkan sarana transportasi yang memadai untuk mendukung kelancaran
mobilitas baik barang maupun penduduk.
Kondisi Perekonomian
Produk Domestik Regional Bruto
Kondisi perekonomian Kawasan Kedungsapur secara keseluruhan dapat
dilihat berdasarkan total Pendapatan Domestik Regional Bruto kabupaten dan
kota yang ada dalam kawasan tersebut. Selama kurun waktu lima tahun (1999-
2003), PDRB Kawasan Kedungsapur setiap tahunnya mengalami peningkatan
seperti yang ditampilkan dalam Tabel 16 yang menunjukkan PDRB Kawasan
Kedungsapur atas dasar harga konstan tahun 1993.
Rata-rata pertumbuhan PDRB Kawasan Kedungsapur per tahun selama
tahun 1999-2003 yang dihitung berdasarkan PDRB Kawasan Kedungsapur atas
dasar harga konstan tahun 1993 adalah sebesar 4.00%.
64
Tabel 16 PDRB Kawasan Kedungsapur tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 (dalam juta rupiah)
Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 Pertanian 1 169 370.87 1 215 595.44 1 210 225.85 1 261 664.69 1 288 251.87 Pertambangan dan Penggalian 34 543.17 32 472.81 35 018.39 35 098.58 36 506.30 Industri Pengolahan 2 838 231.45 2 895 351.29 3 041 520.62 3 137 502.70 3 258 296.90 Listrik, gas, dan air Minum 132 123.59 138 471.97 144 877.49 156 534.42 162 435.16 Bangunan 291 674.29 291 244.72 311 839.05 324 191.90 337 036.89 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2 487 465.83 2 637 438.18 2 744 145.30 2 846 972.65 2 963 382.77 Pengangkutan dan Komunikasi 471 648.46 517 782.34 557 346.46 579 316.31 609 398.16
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 461 131.31 498 416.45 514 753.53 527 790.56 546 683.06
Jasa-jasa 1 175 637.07 1 224 330.36 1 295 151.28 1 341 009.87 1 400 873.08 Total 9 061 826.03 9 451 103.56 9 854 877.96 10 210 081.67 10 602 864.19
Sumber: BPS, 1999-2003, diolah
0 500000
1000000 1500000 2000000 2500000 3000000 3500000
1999 2000 2001 2002 2003
Tahun
PDR
B (J
uta
rupi
ah)
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas, dan air minum Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
Gambar 11 PDRB Kawasan Kedungsapur menurut lapangan usaha tahun
1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993.
Kontribusi masing-masing sektor dalam PDRB Kawasan Kedungsapur
selama tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 seperti disajikan
pada Tabel 17 dan Gambar 11, menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan
memberikan kontribusi terbesar dengan persentase yang stabil setiap tahunnya,
yaitu pada kisaran 30% dari total nilai PDRB, kemudian pemberi kontribusi
terbesar berikutnya berturut-turut adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran,
pertanian, serta jasa-jasa.
65
Hal tersebut menunjukkan bahwa aktivitas perekonomian di Kawasan
Kedungsapur didominasi oleh aktivitas industri pengolahan, perdagangan, hotel,
dan restoran, pertanian serta jasa-jasa. Dalam Tabel 17 yang menyajikan PDRB
Kawasan Kedungsapur tahun 2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 menurut
sektor di setiap kabupaten maupun kota, dapat dilihat bahwa sektor industri
pengolahan memberikan kontribusi terbesar yaitu 30.73%, kemudian
perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 27.95%, jasa-jasa sebesar 13.21% serta
pertanian sebesar 12.15%.
Tabel 17 Persentase kontribusi per sektor PDRB Kawasan Kedungsapur tahun
1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993
Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 Pertanian 12.90 12.86 12.28 12.36 12.15Pertambangan dan Penggalian 0.38 0.34 0.36 0.34 0.34Industri Pengolahan 31.32 30.64 30.86 30.73 30.73Listrik, gas, dan air minum 1.46 1.47 1.47 1.53 1.53Bangunan 3.22 3.08 3.16 3.18 3.18Perdagangan, Hotel, dan Restoran 27.45 27.91 27.85 27.88 27.95Pengangkutan dan komunikasi 5.20 5.48 5.66 5.67 5.75Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 5.09 5.27 5.22 5.17 5.16Jasa-jasa 12.97 12.95 13.14 13.13 13.21Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Sumber: BPS, 1999-2003, diolah
Daerah yang memberikan kontribusi terbesar pada PDRB Kawasan
Kedungsapur secara keseluruhan, adalah Kota Semarang dengan hampir di
semua sektor kecuali sektor pertanian memberikan kontribusi lebih dari 30%,
karena sebagai salah satu pusat pertumbuhan di Provinsi Jawa Tengah dan pusat
pertumbuhan di Kawasan Kedungsapur maka aktivitas perekonomian terutama
perdagangan, industri, serta aktivitas terkait lainnya yaitu pengangkutan,
bangunan, dan industri pengolahan sangat tinggi.
Apabila dilihat pada Tabel 18, persentase pertumbuhan masing-masing
sektor PDRB Kawasan Kedungsapur selama tahun 1999-2003 menunjukkan
kondisi yang berfluktuasi setiap tahunnya. Sektor dengan rata-rata pertumbuhan
tertinggi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu 6.64%, kemudian
sektor listrik, gas, dan air minum sebesar 5.31%, sektor perdagangan, hotel, dan
66
restoran serta sektor jasa memiliki rata-rata pertumbuhan yang sama yaitu 4.48%
per tahun.
Tabel 18 Persentase pertumbuhan sektoral PDRB Kawasan Kedungsapur tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993
Sektor 1999/2000 2000/2001 2001/2002 2002/2003 Rata-rata
Pertanian 3.95 -0.44 4.25 2.11 2.47Pertambangan dan Penggalian -5.99 7.84 0.23 4.01 1.52Industri Pengolahan 2.01 5.05 3.16 3.85 3.52Listrik, gas, dan air minum 4.80 4.63 8.05 3.77 5.31Bangunan -0.15 7.07 3.96 3.96 3.71Perdagangan, Hotel, dan
Restoran 6.03 4.05 3.75 4.09 4.48Pengangkutan dan
Komunikasi 9.78 7.64 3.94 5.19 6.64Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan 8.09 3.28 2.53 3.58 4.37Jasa-jasa 4.14 5.78 3.54 4.46 4.48
Sumber: BPS, 1999-2003, diolah
Sektor dengan rata-rata pertumbuhan terendah adalah sektor pertambangan
dan penggalian sebesar 1.52% serta sektor pertanian yaitu 2.47%, dan pada
sektor pertanian terdapat kecenderungan untuk terus menurun dengan semakin
meningkatnya aktivitas perekonomian non-pertanian seperti perdagangan dan
industri serta jasa-jasa lainnya. Sementara daerah yang memberikan kontribusi
sektor pertanian tertinggi terhadap PDRB atas dasar harga konstan tahun 1993 di
Kawasan Kedungsapur adalah Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak.
Kedua kabupaten tersebut merupakan daerah yang memiliki lahan pertanian
(sawah) serta lahan untuk aktivitas pertanian atau perkebunan lainnya yang
paling luas yaitu masing-masing 63.136.4 Ha dan 48.773 Ha. Terlebih
Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak termasuk daerah sentra tanaman
pangan di Provinsi Jawa Tengah khususnya padi. Berdasarkan data Statistik
Tanaman Pangan tahun 2004, menunjukkan bahwa realisasi produksi padi
Kabupaten Grobogan tahun 2004 memberikan kontribusi sebanyak 530.673 ton
atau sekitar 6.23% dari total produksi padi Provinsi Jawa Tengah, sedangkan
Kabupaten Demak memberikan kontribusi sebanyak 500.025 ton atau sekitar
67
5.87% dari total produksi padi secara keseluruhan di Provinsi Jawa Tengah.
Oleh karena itu perlu adanya upaya optimalisasi di bidang pertanian untuk
meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Selain itu karena sektor pertanian
merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja di kawasan ini
(Tabel 15).
Perbandingan secara rinci kontribusi masing-masing daerah terhadap
PDRB Kawasan Kedungsapur dapat dilihat pada Tabel 19 dan 20. Secara
keseluruhan, sektor-sektor yang memberikan kontribusi terhadap PDRB
Kawasan Kedungsapur selama tahun 1999-2003 menunjukkan persentase
kontribusi yang tidak terlalu fluktuatif, dalam arti pergeseran kontribusi
antarsektor tidak terlalu signifikan. Hanya untuk sektor pertanian
memperlihatkan kecenderungan yang semakin menurun, hal tersebut
dimungkinkan karena meningkatnya aktivitas non-pertanian yang dilihat
berdasarkan meningkatnya perubahan penggunaan lahan pertanian ke non-
pertanian. Sebaliknya untuk sektor pengangkutan menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan kontribusi walaupun kecil, di antaranya disebabkan
meningkatnya aktivitas perdagangan yang akan berpengaruh pada kegiatan
pendistribusian komoditas perdagangan yang terkait dengan sektor
pengangkutan.
Pertanian
Sektor pertanian merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar
keempat terhadap total PDRB di Kawasan Kedungsapur sebesar 12.15% (Tabel
17) dengan tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun 2.47% (Tabel 18) namun
menunjukkan perkembangan yang semakin menurun, sementara Kawasan
Kedungsapur mencakup Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak yang
merupakan sentra produksi tanaman pangan khususnya padi di Provinsi Jawa
Tengah. Berdasarkan luas panen dan produksi tanaman padi dan palawija di
Kawasan Kedungsapur (Tabel 21 dan 22), Kabupaten Grobogan merupakan
kabupaten penghasil padi (padi sawah dan padi ladang) dengan tingkat produksi
terbesar setelah Kabupaten Cilacap, yaitu 566.347 ton pada tahun 2003 atau
memberikan kontribusi sebesar 6.97% terhadap total produksi padi di Provinsi
Jawa Tengah.
51
Tabel 19 PDRB menurut sektor di kabupaten/kota dalam Kawasan Kedungsapur tahun 2003 atas dasar harga berlaku (juta rupiah)
Sektor Kota Kota Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kawasan Semarang Salatiga Kendal Demak Semarang Grobogan Kedungsapur - Pertanian 187 822.69 40 160.68 1 359 057.17 1 352 719.76 747 936.45 1 145 395.19 4 833 091.94 - Pertambangan dan Penggalian 64 873.33 5 474.26 23 306.48 6 334.34 6 661.37 26 055.30 132 705.08 - Industri Pengolahan 5 552 262.37 167 883.23 2 195 644.50 273 370.14 1 624 724.63 59 918.01 9 873 802.88 - Listrik, gas, dan air minum 346 724.44 30 601.32 100 549.97 15 592.58 57 351.73 17 920.98 568 741.01 - Bangunan 734 821.01 48 033.15 117 732.12 73 208.70 60 534.43 123 628.79 1 157 958.20 - Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7 497 423.33 152 889.85 916 920.91 587 972.13 702 975.97 449 899.15 10 308 081.33 - Pengangkutan dan komunikasi 1 227 110.95 73 782.26 149 310.39 94 922.84 113 792.10 86 368.68 1 745 287.21 - Keuangan, Persewaan dan Js. Perusahaan 1 059 953.98 65 715.30 131 290.61 86 287.12 149 443.06 117 633.57 1 610 323.64 - Jasa-jasa 2 451 939.02 219 037.96 528 414.62 251 614.07 453 413.54 391 249.54 4 295 668.75
Total 19 122 931.11 803 578.01 5 522 226.77 2 742 021.68 3 916 833.27 2 418 069.21 34 525 660.05 Sumber: BPS, 1999-2003, diolah
Tabel 20 PDRB menurut sektor di kabupaten/kota dalam Kawasan Kedungsapur tahun 2003 atas dasar harga konstan 1993 (juta rupiah)
Sektor Kota Kota Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kawasan
Semarang Salatiga Kendal Demak Semarang Grobogan Kedungsapur - Pertanian 39 767.14 15 306.58 320 101.58 364 677.11 183 381.80 365 017.65 1 288 251.87 - Pertambangan dan Penggalian 14 957.60 1 837.40 8 154.27 2 065.09 1 988.02 7 503.92 36 506.30 - Industri Pengolahan 1 853 089.13 56 348.00 731 918.72 91 355.39 495 506.49 30 079.17 3 258 296.90 - Listrik, gas, dan air minum 90 860.06 9 925.83 32 664.27 4 856.63 19 560.77 4 567.60 162 435.16 - Bangunan 210 562.50 15 555.16 35 235.36 23 354.55 20 074.87 32 254.45 337 036.89 - Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2 086 739.01 51 315.65 290 673.44 161 652.23 207 472.84 165 529.60 2 963 382.77 - Pengangkutan dan komunikasi 436 026.04 31 420.40 38 915.86 34 903.73 36 915.42 31 216.72 609 398.16 - Keuangan, Persewaan dan Js. Perusahaan 374 387.96 22 970.67 43 649.58 27 529.44 44 798.91 33 346.51 546 683.06 - Jasa-jasa 769 482.18 79 813.36 163 572.42 101 793.29 157 567.94 128 643.89 1 400 873.08
Total 5 875 871.63 284 493.05 1 664 885.50 812 187.46 1 167 267.05 798 159.51 10 602 864.19 Sumber: BPS, 1999-2003, diolah
Selain tanaman padi Kabupaten Grobogan juga merupakan daerah utama
penanaman jagung dengan produksi sebesar 413.221 ton pada tahun 2003 atau
memberikan kontribusi sekitar 21.45% dari total produksi jagung di Provinsi
Jawa Tengah. Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak juga merupakan
daerah utama penanaman kedelai di Provinsi Jawa Tengah, dengan produksi
masing-masing 57.796 ton dan 8.194 ton pada tahun 2003 atau memberikan
kontribusi sekitar 40.61% dan 5.76% terhadap total produksi kedelai di Provinsi
Jawa Tengah.
Sedangkan untuk subsektor tanaman perkebunan, pada Tabel 23
menunjukkan bahwa Kawasan Kedungsapur sebenarnya cukup potensial untuk
pengembangan tanaman perkebunan apabila dilihat dari variasi jenis tanaman
perkebunan yang ada di kawasan ini cukup banyak sehingga dapat dikatakan
bahwa tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman perkebunan pada umumnya
cukup baik. Terutama di Kabupaten Kendal untuk perkebunan rakyat dengan
komoditas perkebunan yang dihasilkan antara lain tembakau, kapuk, kelapa,
kopi, cengkeh, panili, tebu, karet, teh, jambu mete, kayu manis, lada, kapulaga,
kemiri, aren, kemukus, kakao, dan nilam, sedangkan untuk perkebunan PTP dan
perkebunan swasta komoditas yang dihasilkan antara lain karet, kopi, kakao,
pala, cengkeh, kapuk, dan teh.
Di Kabupaten Semarang, tanaman perkebunan rakyat yang dihasilkan
antara lain kelapa, cengkeh, kopi, kapok, tebu, kapulaga, jahe, kunyit, casiavera,
aren, jambu mete, rosela, dan tembakau dengan total produksi 14.033.50 ton
pada tahun 2003, sedangkan hasil perkebunan PTP dan perkebunan swasta antara
lain karet, kopi, kakao, teh, cengkeh, dan pala dengan total produksi pada tahun
2003 masing-masing 3.154.05 ton dan 513.759 ton.
Sementara kabupaten lain yang cukup potensial untuk tanaman perkebunan
adalah Kabupaten Grobogan dan komoditas tanaman perkebunan rakyat yang
dihasilkan yaitu kelapa, tembakau, kapas, kapuk randu, tebu, jarak, mete, dan
kenanga dengan total produksi pada tahun 2003 sebanyak 533.961.76 ton dan
28.791.720 butir kelapa.
Untuk kontribusi subsektor kehutanan di Kawasan Kedungsapur yang
merupakan hasil hutan antara lain kayu jati, kayu rimba, dan kayu bakar,
70
dihasilkan oleh Kabupaten Kendal dengan produksi kayu jati sebanyak 12.116
M3 dan kayu rimba sebanyak 221 M3, Kabupaten Demak produksi kayu jati
sebanyak 103 M3 dan kayu rimba 43 M3, sedangkan Kabupaten Grobogan
produksi kayu jati sebanyak 4.916.24 M3 dan kayu rimba 237.667.88 M3.
Kontribusi subsektor peternakan di Kawasan Kedungsapur, diperoleh dari
produksi daging ternak atau unggas (sapi, kerbau, domba, kambing, ayam ras
dan bukan ras, itik), produksi susu, serta produksi telur yang pada umumnya
dihasilkan oleh kabupaten dan kota di kawasan ini. Di Kabupaten Demak
sebagian besar masyarakatnya mengkonsumsi daging kerbau sehingga kerbau
lebih banyak dipotong untuk dikonsumsi daripada sapi, sementara populasi
kerbau di kabupaten ini semakin menurun. Sedangkan subsektor perikanan di
Kawasan Kedungsapur didukung dari hasil perikanan laut (Kabupaten Kendal,
Kota Semarang, dan Kabupaten Demak) dan hasil perikanan darat yang berasal
dari kolam, perairan umum, serta tambak yang pada umumnya dihasilkan oleh
semua kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur.
Industri Pengolahan
Industri yang berkembang di Kawasan Kedungsapur sangat beragam dari
industri kecil dan rumah tangga hingga industri besar maupun sedang. Di
Kabupaten Kendal industri hasil pertanian merupakan industri yang paling
banyak diusahakan di Kabupaten Kendal. Berdasarkan data statistik tahun 2003
jumlah perusahaan yang termasuk kelompok industri hasil pertanian sebanyak
18 perusahaan besar dan 9.568 unit usaha kecil, kemudian berurutan industri
aneka sebanyak dua unit usaha besar dan 3.302 unit usaha kecil, industri kimia
sebanyak tiga unit usaha besar dan 2.762 unit usaha kecil, serta industri logam,
mesin dan elektronika sebanyak lima unit usaha besar dan 1.408 unit usaha kecil.
Kota Salatiga berdasarkan data statistik tahun 2003 juga didominasi oleh
kelompok industri hasil pertanian yaitu sebanyak 1.048 unit usaha, kemudian
diikuti industri aneka (besar dan kecil) sebanyak 585 unit usaha, industri
logam dan mesin sebanyak 182 unit usaha, dan industri kimia (besar) sebanyak
dua unit usaha.
Berdasarkan Statistik Industri Besar Sedang tahun 2002, di Kota Semarang
terdapat 377 unit industri besar sedang, yang sebagian besar merupakan industri
71
makanan, minuman, dan tembakau yaitu sebanyak 79 unit usaha, kemudian
industri pengolahan kimia dan barang dari kimia (72 unit), industri pengolahan
barang dari kertas, industri percetakan dan penerbitan (58 unit), industri tekstil,
pakaian jadi, dan kulit serta industri pengolahan kayu, bambu, rotan, dan
sejenisnya masing-masing 49 unit, industri pengolahan logam, mesin, dan
peralatan (44 unit), industri pengolahan bahan galian bukan logam (10 unit),
industri pengolahan logam dasar serta industri pengolahan lainnya masing-
masing delapan unit usaha.
Berdasarkan data statistik tahun 2003 dari 84 unit usaha yang ada, industri
yang paling banyak terdapat di Kabupaten Semarang adalah industri tekstil,
barang kulit, dan alas kaki (24 unit), kemudian industri barang kayu dan hasil
hutan lain (23 unit), industri makanan, minuman, dan tembakau (18 unit),
industri pupuk, kimia, dan barang dari karet (11 unit), industri semen dan barang
bukan logam (4 unit), industri kertas dan barang cetakan serta industri lainnya
masing-masing dua unit.
Sebagian besar industri yang ada di Kabupaten Demak adalah industri
makanan dan minuman (1.240 unit usaha) yang pada umumnya merupakan
industri skala kecil atau rumah tangga dan skala sedang, kemudian industri
kerajinan rakyat (1.132 unit), serta industri sandang dan bahan bangunan (582
unit). Sedangkan di Kabupaten Grobogan, berdasarkan skala industri sebagian
besar adalah industri rumah tangga (8.286 unit), industri kecil (1.353 unit) dan
industri sedang (15 unit). Dan jenis industri yang paling banyak adalah industri
hasil pertanian dan kehutanan, industri aneka pertenunan, dan industri logam,
mesin, dan kimia.
70
Tabel 21 Luas panen dan produksi tanaman padi dan palawija di Kawasan Kedungsapur Padi Jagung Ketela Pohon Ketela Rambat Kacang Tanah Kedelai Kacang Hijau
Kabupaten/Kota L. Panen Produksi L. Panen Produksi L. Panen Produksi L.Panen Produksi L. Panen Produksi L. Panen Produksi L. Panen Produksi (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) 1 Kab. Kendal 36 080 191 514 13 817 48 547 2 309 37 483 492 6 279 4 357 5 260 95 126 1 812 1 692 2 Kab. Demak 91 718 505 748 17 647 63 030 846 13 128 263 3 219 252 317 5 449 8 194 22 533 23 347 3 Kab. Semarang 30 537 158 625 12 571 44 671 2 218 35 024 830 10 465 2 793 3 167 280 354 - - 4 Kota Semarang 4 394 22 062 306 960 868 13 671 61 725 258 283 26 30 81 82 5 Kota Salatiga 1 326 6 809 860 2 677 510 7 557 69 841 1 1 - - - - 6 Kab. Grobogan 100 525 566 347 110 789 413 221 2 338 36 410 252 3 150 4 078 4 953 37 978 57 796 34 812 32 703 Kawasan Kedungsapur 264 580 1 451 105 155 990 573 106 9 089 143 273 1 967 24 679 11 739 13 981 43 828 66 500 59 238 57 824 Provinsi Jawa Tengah 1 535 625 8 123 839 559 973 1 926 243 215 374 3 469 795 11 253 139 486 147 226 174 332 98 163 142 315 92 500 91 553 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Tengah, 2003
Tabel 22 Persentase luas panen dan produksi tanaman padi dan palawija di Kawasan Kedungsapur terhadap luas panen dan produksi tanaman padi dan palawija di Provinsi Jawa Tengah Padi Jagung Ketela Pohon Ketela Rambat Kacang Tanah Kedelai Kacang Hijau Kabupaten/Kota Ls. Panen Produksi Ls. Panen Produksi Ls. Panen Produksi Ls. Panen Produksi Ls. Panen Produksi Ls. Panen ProduksiLs. Panen Produksi (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) 1 Kab. Kendal 2.35 2.36 2.47 2.52 1.07 1.08 4.37 4.50 2.96 3.02 0.10 0.09 1.96 1.85 2 Kab. Demak 5.97 6.23 3.15 3.27 0.39 0.38 2.34 2.31 0.17 0.18 5.55 5.76 24.36 25.50 3 Kab. Semarang 1.99 1.95 2.24 2.32 1.03 1.01 7.38 7.50 1.90 1.82 0.29 0.25 - - 4 Kota Semarang 0.29 0.27 0.05 0.05 0.40 0.39 0.54 0.52 0.18 0.16 0.03 0.02 0.09 0.09 5 Kota Salatiga 0.09 0.08 0.15 0.14 0.24 0.22 0.61 0.60 0.00 0.00 - - - - 6 Kab. Grobogan 6.55 6.97 19.78 21.45 1.09 1.05 2.24 2.26 2.77 2.84 38.69 40.61 37.63 35.72
Kawasan Kedungsapur 17.23 17.86 27.86 29.75 4.22 4.13 17.48 17.69 7.97 8.02 44.65 46.73 64.04 63.16 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Tengah, 2003
71
Tabel 23 Luas panen dan produksi tanaman perkebunan serta produksi hasil hutan di Kawasan Kedungsapur
Hasil Perkebunan Hasil hutan
Kabupaten/ Kota Tanaman Perkebunan Rakyat
Perkebunan PTP/PNP Perkebunan Swasta Kayu Jati Kayu
rimba Kayu Bakar
Luas Panen Produksi Luas PanenProduks
i Luas
Panen Produksi Produksi Produksi Produksi (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (M3) (M3) (SM) 1 Kab. Kendal 17 243.67 13 042.76 4 648.58 2 906.36 16 158.48 1 728.03 12 116.00 221.00 187.00 2 Kab. Demak 8 487.43 3 520.57 - - - - 103.00 43.00 32.00 4 989 250*)
3 Kab. Semarang 13 467.92 14 033.50 3 170.40 3 154.05 287 157.48 513 759.00 - - - 4 Kota Semarang 2 103.11 1 617.64 - - - - - - - 5 Kota Salatiga - - - - - - - - - 6 Kab. Grobogan 18 365.88 533 961.76 - - - - 4 916.24 237 667.88 1 411.00 28 791 720*) Jumlah 59 668.01 566 176.23 7 818.98 6 060.41 303 315.96 515 487.03 17 135.24 237 931.88 1 630.00 33 780 970*) Sumber: BPS dan Dinas Pertanian, 2003 Keterangan : *) Kelapa = dalam butir
Pendapatan Per Kapita
Pendapatan per kapita di Kawasan Kedungsapur apabila dihitung
berdasarkan total PDRB kawasan dibagi dengan jumlah penduduk, menunjukkan
bahwa di Kawasan ini secara umum dapat dikatakan memiliki pendapatan PDRB
per kapita yang cukup tinggi dan ada kecenderungan meningkat setiap tahunnya.
Bahkan apabila dibandingkan dengan PDRB per kapita Provinsi Jawa Tengah,
PDRB per kapita di Kawasan Kedungsapur selama tahun 1999-2003 di atas
PDRB per kapita Provinsi Jawa Tengah. Namun jika dilihat pada masing-masing
kabupaten dan kota yang ada di kawasan tersebut, terlihat bahwa pendapatan per
kapita Kota Semarang sangat dominan dibandingkan dengan pendapatan per
kapita kabupaten dan kota yang merupakan hinterland-nya.
Tabel 24 PDRB per kapita kabupaten dan kota, kawasan serta provinsi tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 (dalam rupiah)
Kabupaten/Kota/ Tahun Provinsi 1999 2000 2001 2002 2003
Kabupaten Kendal 1 758 877.91 1 824 737.51 1 810 201.40 1 840 210.84 1 868 210.30 Kabupaten Demak 778 505.27 766 614.18 776 345.51 792 404.43 780 131.84 Kabupaten Semarang 1 270 863.92 1 257 018.97 1 294 194.39 1 339 458.75 1 385 213.97 Kota Salatiga 1 697 066.42 1 756 790.55 1 816 974.11 1 881 294.02 1 951 028.07 Kota Semarang 3 824 156.71 3 959 928.10 4 088 522.54 4 215 803.23 4 308 516.94 Kabupaten Grobogan 518 963.07 539 665.25 557 181.08 570 525.17 591 341.42 KS Kedungsapur 1 697 555.45 1 727 014.08 1 786 500.81 1 834 321.27 1 882 785.34 Jawa Tengah 1 283 382.74 1 323 937.72 1 356 627.15 1 392 082.57 1 436 656.99 Sumber: BPS, 2004, diolah
PDRB per kapita dalam kurun waktu 1999-2003 atas dasar harga konstan
tahun 1993 menunjukkan bahwa Kabupaten Semarang, Kabupaten Demak, dan
Kabupaten Grobogan memiliki PDRB per kapita terendah, bahkan lebih rendah
dari PDRB per kapita Provinsi Jawa Tengah sebagaimana disajikan pada
Tabel 24. Sehingga tingginya PDRB per kapita Kawasan Kedungsapur tidak
mencerminkan telah terpenuhinya tingkat kesejahteraan penduduk di kawasan
tersebut, karena Kota Semarang sebagai pusat pertumbuhan masih mendominasi
kontribusi perekonomian kawasan. Sementara Kabupaten Grobogan yang
merupakan kabupaten dengan wilayah terluas di kawasan tersebut, justru
75
memiliki PDRB per kapita terendah dibandingkan dengan kabupaten maupun
kota lainnya.
Apabila laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan tahun 1993 serta
PDRB per kapita pada masing-masing kabupaten dan kota dibandingkan dengan
laju pertumbuhan PDRB dan PDRB per kapita Kawasan Kedungsapur, maka
Kota Semarang merupakan daerah dengan laju pertumbuhan PDRB tertinggi
melebihi laju pertumbuhan PDRB kawasan yaitu 4.65% dan PDRB per kapita
sebesar Rp4 079 385.50. Sementara daerah yang memiliki laju pertumbuhan
PDRB tinggi yaitu 4.22% namun PDRB per kapita rendah adalah Kabupaten
Grobogan, hal ini mencerminkan bahwa sebenarnya daerah tersebut memiliki
potensi pengembangan yang cukup tinggi namun belum terolah dengan baik
sehingga pendapatan per kapitanya masih rendah. Sedangkan Kota Salatiga dan
Kabupaten Kendal adalah daerah dengan PDRB per kapita yang cukup tinggi
namun laju pertumbuhan PDRB-nya di bawah laju pertumbuhan PDRB
kawasan, yang artinya daerah tersebut walaupun relatif maju namun agak
terhambat perkembangannya. Daerah yang memiliki PDRB per kapita dan laju
pertumbuhan PDRB yang tergolong rendah jika dibandingkan dengan laju
pertumbuhan PDRB kawasan maupun PDRB per kapita kawasan secara
keseluruhan yaitu Kabupaten Demak dan Kabupaten Semarang, menunjukkan
bahwa tingkat kemakmuran di daerah tersebut masih rendah.
Sistem dan Prasarana Wilayah
Sarana Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang ada di Kawasan Kedungsapur meliputi rumah
sakit umum, puskesmas, puskesmas pembantu, rumah bersalin, serta balai
pengobatan secara rinci ada pada Tabel 25. Namun pada umumnya keberadaan
fasilitas kesehatan tersebut hanya memusat di Kota Semarang, sementara di
kabupaten dan kota lainnya seperti Kabupaten Grobogan dengan jumlah
penduduk pada tahun 2003 sebanyak 1.353.688 jiwa, begitu pula halnya
Kabupaten Demak dengan penduduk sebanyak 1.017.075 jiwa, jumlah fasilitas
kesehatan yang ada dirasakan masih belum memadai.
76
Tabel 25 Banyaknya sarana kesehatan di Kawasan Kedungsapur
RUMAH PUSKESMAS PUSKESMAS RUMAH BALAI Kabupaten/Kota SAKIT PEMBANTU BERSALIN PENGOBATAN/ UMUM LAINNYA
Kabupaten Kendal 3 25 51 - - Kabupaten Demak 3 24 54 4 20 Kabupaten Semarang 3 25 63 8 37 Kota Salatiga 4 6 15 3 6 Kota Semarang 17 37 34 39 61 Kabupaten Grobogan 4 30 69 - - Jumlah 34 147 286 54 124
Sumber: BPS dan Bappeda, 2003
Sarana Pendidikan
Ketersediaan fasilitas pendidikan di Kawasan Kedungsapur dilihat dari
banyaknya SD, SMP, SMU, serta akademi atau perguruan tinggi baik sekolah
negeri maupun swasta pada Tabel 26. Lokasi fasilitas tersebut menyebar di
seluruh kabupaten dan kota dalam kawasan tersebut.
Tabel 26 Banyaknya sarana pendidikan di Kawasan Kedungsapur
Kabupaten/Kota SD SMP SMU AKADEMI/ PERGURUAN TINGGI
Kabupaten Kendal 676 112 33 - Kabupaten Demak 574 53 39 - Kabupaten Semarang 727 118 31 - Kota Salatiga 104 22 25 4 Kota Semarang 675 158 77 54 Kabupaten Grobogan 868 134 36 - JUMLAH 3,624 597 241 58
Sumber: BPS dan Bappeda, 2003
Jumlah SD terbanyak ada di Kabupaten Grobogan yaitu 868 buah,
sedangkan paling sedikit adalah Kota Salatiga 104 buah. Untuk SMP, SMU, dan
akademi serta perguruan tinggi jumlah terbanyak adalah Kota Semarang yaitu
SMP sebanyak 158 buah, SMU sebanyak 77 buah, dan akademi serta perguruan
tinggi sebanyak 54 buah. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa
ketersediaan fasilitas pendidikan menengah dan akademi serta perguruan tinggi
sebagian besar ada di Kota Semarang dan Kota Salatiga. Sedangkan di
77
Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, dan Kabupaten
Grobogan sebagian fasilitas pendidikan yang tersedia adalah untuk pendidikan
dasar. Sehingga kesenjangan tingkat pendidikan penduduk di kawasan ini salah
satunya disebabkan oleh masih terbatasnya fasilitas pendidikan pendidikan yang
tersedia.
Sistem Transportasi
Keberadaan sistem transportasi yang memadai di Kawasan Kedungsapur
sangat diperlukan untuk mendukung pengembangan Kawasan Kedungsapur baik
di dalam kawasan maupun keluar kawasan. Sistem transportasi yang ada
meliputi transportasi darat yaitu jalan raya dan kereta api, transportasi laut, dan
transportasi udara.
1. Transportasi Darat
Untuk mendukung kelancaran arus penumpang antardaerah di wilayah
Kedungsapur terdapat beberapa terminal angkutan yang masih dimungkinkan
adanya penambahan terminal untuk beberapa daerah yang selama ini belum
memiliki terminal angkutan yang memadai untuk mendukung secara optimal
aktivitas wilayah baik aliran orang maupun aliran barang.
Selain menggunakan jalan raya sebagai salah satu sarana transportasi darat,
di Kawasan Kedungsapur juga terdapat lintasan jalur kereta api yang
menghubungkan antara aliran barang dari arah barat yaitu DKI Jakarta dan Jawa
Barat ke Jawa Timur maupun sebaliknya. Dalam kawasan ini terdapat juga
stasiun kelas II di Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, dan Kabupaten
Grobogan, serta stasiun kelas III di Kabupaten Kendal, Kota Semarang, dan
Kabupaten Grobogan (Dinas Permukiman dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah
2001).
2. Transportasi Laut
Kawasan Kedungsapur didukung dengan jalur transportasi laut, yaitu
melalui Pelabuhan Tanjung Emas yang ada di Kota Semarang sehingga
mempermudah arus aliran barang maupun penumpang yang keluar dan masuk
Kota Semarang.
78
Keberadaan Pelabuhan Tanjung Emas di Kota Semarang sebagai sarana
pendukung aktivitas arus perdagangan dan arus penumpang, diharapkan juga
dapat dimanfaatkan secara optimal oleh kabupaten dan kota lain yang ada di
Kawasan Kedungsapur dalam upaya mendukung kegiatan pendistribusian serta
pemasaran barang-barang hasil produksi daerahnya ke daerah lain di luar
kawasan.
3. Transportasi Udara
Selain transportasi laut, Kawasan Kedungsapur juga didukung dengan
adanya Bandar Udara Ahmad Yani yang mempermudah kelancaran arus barang
maupun arus penumpang yang keluar dan masuk melalui Kota Semarang.
Keberadaan sarana transportasi udara ini perlu dioptimalkan pemanfaatannya
bagi pengembangan Kawasan Kedungsapur.
Kelembagaan
Kawasan Strategis Kedungsapur yang mencakup enam daerah yaitu
Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kota Semarang,
Kota Salatiga, dan Kabupaten Grobogan dalam pengelolaannya melibatkan
kantor-kantor dinas maupun instansi di wilayah tersebut, antara lain Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah masing-masing kabupaten maupun kota,
Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah, Dinas
Pertanian, Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Dinas atau Kantor Perikanan dan
Kelautan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas atau Kantor
Perhubungan, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas atau Kantor
Pertanahan, Dinas atau Kantor Koperasi dan UKM, Dinas atau Kantor Tenaga
Kerja dan Kependudukan, serta instansi lain yang terkait.
Untuk mengkoordinasikan program-program pembangunan yang terkait
dengan pengembangan kawasan telah dibentuk Sekretariat Bersama Kerjasama
Antardaerah Kedungsapur, yang berlokasi di Kantor Pemerintah Kota Semarang
serta berfungsi mengatur kesepakatan bersama mengenai ruang lingkup
kerjasama antardaerah pada bidang-bidang tertentu. Kesepakatan Bersama
antarpemerintah kabupaten maupun kota di Kawasan Kedungsapur yang pernah
79
dirintis pada tahun 1998, ditetapkan pada tanggal 21 Desember 1998 dengan
Nomor: 130/07272, Nomor: 16/Perj-XII/1998, Nomor: 261/1998, Nomor:
762A/1998, Nomor: 1694/1998, dan Nomor: 180/1998, serta ditandatangani oleh
masing-masing kepala daerah yang terkait dan kesepakatan tersebut berlaku
selama lima tahun untuk selanjutnya dapat ditinjau dan diperpanjang kembali.
Dengan berakhirnya kesepakatan bersama pada tahun 2003, maka pada
tanggal 15 Juni 2005 dengan Nomor: 30 Tahun 2005, Nomor: 130.1/0975.A,
Nomor: 130/02646, Nomor: 63 Tahun 2005, Nomor: 130.1/A.00016, dan
Nomor: 130.1/4382 telah diperbaharui kembali keputusan bersama tentang
Kerjasama Program Pembangunan di Wilayah Kedungsapur dan ditetapkan
kembali bidang-bidang yang menjadi program pembangunan bersama dalam
kawasan tersebut. Bidang-bidang yang menjadi program pembangunan bersama
antardaerah di Kawasan Kedungsapur berdasarkan keputusan bersama tahun
1998 dan yang telah diperbaharui pada tahun 2005 disajikan dalam Tabel 27.
Tabel 27 Program pembangunan bersama antardaerah di Kawasan Kedungsapur tahun 1998 dan tahun 2005
No. Tahun 1998 No. Tahun 2005 1.
2.
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pembangunan perkotaan dan pengembangan teknologi Pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup Industri dan perdagangan Perumahan dan pemukiman Transportasi Pertanian dan pengairan Pariwisata Pendidikan dan Kebudayaan
1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9. 10.
Tata ruang, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup Industri dan perdagangan Pembangunan sarana dan prasarana Perhubungan dan pariwisata Kebersihan dan kesehatan Pertanian dan pengairan Pendidikan dan kebudayaan Kependudukan, ketenagakerjaan, dan masalah sosial Keamanan dan ketertiban Bidang lain yang dianggap perlu
Sumber: Keputusan Bersama Pemerintah Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kota Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Grobogan tahun 1998 dan tahun 2005
Berdasarkan laporan review Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Kedungsapur tahun 2002, pelaksanaan program pembangunan bersama tahun
1998 di wilayah Kedungsapur dinilai belum optimal karena peranan pemerintah
80
kabupaten maupun pemerintah kota masih sangat dominan dalam menentukan
program-program pembangunan di masing-masing daerahnya, sehingga belum
menunjukkan adanya keterpaduan dalam pelaksanaan program-program
pembangunan yang telah ditetapkan. Oleh karena itulah pada tahun 2005
kembali disusun program-program pembangunan yang akan dilaksanakan secara
terpadu berdasarkan skala prioritas, yaitu dengan meletakkan program
pembangunan tata ruang, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya alam
sebagai prioritas utama yang melandasi program-program pembangunan di
bidang lain, dengan pertimbangan bahwa pelaksanaan program-program
pembangunan tersebut harus tetap mengacu pada konsep penataan ruang
kawasan Kedungsapur yang telah disepakati bersama.
Dengan demikian tidak terjadi friksi-friksi akibat adanya konflik
kepentingan antarpemerintah kabupaten maupun kota terutama pada wilayah
perbatasan kabupaten atau kota, dan pembangunan dilaksanakan berdasarkan
tujuan penataan ruang Kawasan Kedungsapur, yaitu: (1) Mengembangkan sistem
interaksi antarruang wilayah terutama untuk meningkatkan intensitas kegiatan
perekonomian wilayah, (2) Memeratakan pembangunan dengan membuka
wilayah yang secara geografis terisolir dibandingkan dengan wilayah lain, (3)
Mengarahkan pembangunan dan perkembangan daerah maju agar dapat
menyebarkan perkembangan ke wilayah di sekitarnya, (4) Mengkoordinasikan
pembangunan baik antarsektor maupun antarwilayah dalam Kedungsapur agar
terjadi efisiensi dan efektifitas dalam pembangunan, (5) Menjaga kelestarian
lingkungan, pemantapan kawasan fungsi lindung, dan pengarahan pemanfaatan
kawasan budidaya, (6) Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dengan
memperhatikan kelestarian dan pembangunan berkelanjutan, (7) Memantapkan
struktur perkotaan berupa pengarahan hirarki kota dan sistem pusat permukiman
perkotaan dan perdesaan, (8) Mengarahkan pembangunan ke pusat-pusat
perdesaan, kota-kota kecamatan dan keterkaitan kota utama dan wilayah
belakang, (9) Mengembangkan sistem prasarana terpadu sehingga tercipta
interrelasi dan interkoneksi jaringan sarana dan prasarana wilayah, (10)
Pengembangan kawasan yang diprioritaskan baik dalam skala lokal maupun
regional (Dinas Permukiman dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah 2002).
Gambar 12 Peta wilayah penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sektor Unggulan dan Pemusatan Aktivitas Sektor
Perekonomian di Kawasan Kedungsapur secara umum didominasi oleh
aktivitas industri pengolahan, perdagangan, hotel, dan restoran, pertanian serta
jasa-jasa. Hal tersebut dilihat berdasarkan besarnya kontribusi sektor tersebut
terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) gabungan kabupaten dan kota
di Kawasan Kedungsapur. Untuk mengetahui lebih mendalam sektor-sektor
ekonomi yang merupakan sektor unggulan maka dilakukan analisis input-output.
Tabel input-output Kawasan Kedungsapur disusun berdasarkan asumsi bahwa
aktivitas-aktivitas ekonomi yang dikategorikan ke dalam suatu sektor tertentu
memiliki karakteristik sistem produksi yang homogen, yakni struktur input dan
output yang homogen dan tidak ada substitusi input antara aktivitas satu dengan
aktivitas lainnya, proporsi input-input suatu sektor bersifat tetap, tidak bergantung
pada skala produksi atau output, kinerja sistem produksi suatu sektor ditentukan
oleh kinerja sistem produksi sektor-sektor lainnya, namun pengaruh dari masing-
masing sektor tersebut bersifat sendiri-sendiri tidak bersifat interaktif. Sehingga
dalam analisis ini rasio input diasumsikan konstan selama periode analisis, serta
perubahan susunan input atau perubahan teknologi dalam kegiatan produksi tidak
diperhitungkan.
Sektor Unggulan Kawasan Kedungsapur
Analisis input-output dilakukan berdasarkan PDRB Kawasan Kedungsapur
yang merupakan penjumlahan PDRB kabupaten dan kota di kawasan tersebut
sehingga dapat diidentifikasi dan dianalisis lebih lanjut mengenai sektor-sektor
perekonomian yang merupakan sektor unggulan (leading sector). Struktur
perekonomian Kawasan Kedungsapur yang mencakup PDRB enam daerah yaitu
Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kota Semarang,
Kota Salatiga, dan Kabupaten Grobogan, terdiri dari 30 sektor ekonomi yang
merupakan penjabaran dari sembilan lapangan usaha.
83
1. Struktur Output
Struktur output yang terbentuk di Kawasan Kedungsapur tahun 2003 adalah
sebesar 65.491.584 juta rupiah, yang merupakan nilai dari seluruh produk
yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor-faktor
produksi yang tersedia di kawasan tersebut. Dengan mengetahui besarnya output
yang dihasilkan oleh masing-masing sektor, maka akan dapat ditelaah sektor-
sektor apa saja yang memberikan kontribusi terbesar dalam menghasilkan output
secara keseluruhan. Dari total output yang dihasilkan di Kawasan Kedungsapur
tersebut, terdapat sepuluh sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terbesar
dalam pembentukan struktur output kawasan seperti disajikan secara rinci
dalam Tabel 28.
Tabel 28 Sepuluh sektor terbesar menurut peringkat output di Kawasan Kedungsapur Provinsi Jawa Tengah tahun 2003
Urutan Sektor Nilai Distribusi
(Juta Rp) (%)
1 7. Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 12 177 136 18.59 2 16. Perdagangan Besar dan Eceran 11 104 560 16.96 3 8. Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 8 934 119 13.64 4 27. Pemerintahan Umum 4 270 888 6.52 5 11. Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 3 949 699 6.03 6 1. Tanaman Bahan Makanan 3 709 195 5.66 7 15. Bangunan 2 544 223 3.88 8 9. Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lain 2 421 875 3.70 9 10. Industri Kertas dan Barang Cetakan 2 353 483 3.59
10 17. Restoran 1 904 209 2.91 Sektor Lainnya 12 122 199 18.51 Jumlah 65 491 584 100.00
Sumber: Tabel I-O Kawasan Kedungsapur tahun 2003 (updating)
Tabel input-output Kawasan Kedungsapur tahun 2003 menggunakan
klasifikasi 30 sektor ekonomi, dan dari 30 sektor tersebut dapat diketahui sepuluh
sektor ekonomi yang memberikan kontribusi output lebih besar dibandingkan
dengan sektor lainnya. Lima sektor dengan output terbesar di kawasan ini yaitu
dengan total nilai sebesar 40.436.402 juta rupiah atau sekitar 61.74% adalah
84
sektor industri makanan, minuman, dan tembakau (7) yang outputnya mencapai
12.177.136 juta rupiah atau sekitar 18.59% dari total output, diikuti sektor
perdagangan besar dan eceran (16) dengan nilai output mencapai 11.104.560
juta rupiah atau sekitar 16.96% dari total output, dan sektor industri tekstil, barang
kulit, dan alas kaki (8) yang memberikan kontribusi output sekitar 13.64% atau
sebesar 8.934.119 juta rupiah. Kemudian sektor pemerintahan umum (27)
dan sektor industri pupuk, kimia, dan barang dari karet (11) masing-
masing 6.52% atau sebesar 4.270.888 juta rupiah dan 6.03% atau sebesar
3.949.699 juta rupiah.
2. Struktur Nilai Tambah Bruto
Nilai tambah bruto merupakan balas jasa terhadap faktor produksi yang
tercipta karena adanya kegiatan produksi. Oleh karenanya jumlah output (nilai
produksi) yang dihasilkan berpengaruh dalam menentukan besarnya nilai tambah
di masing-masing sektor, selain ditentukan pula oleh banyaknya biaya yang
diperlukan dalam proses produksi. Sehingga suatu sektor ekonomi yang memiliki
output yang besar belum tentu menghasilkan nilai tambah yang besar juga, tetapi
tergantung pula dengan besarnya biaya produksi dalam proses produksinya.
Tabel 29 Sepuluh sektor terbesar menurut peringkat nilai tambah di Kawasan Kedungsapur Provinsi Jawa Tengah tahun 2003
Urutan Sektor Nilai Distribusi
(Juta Rp) (%) 1 16. Perdagangan Besar dan Eceran 9 377 897 27.16 2 7. Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 4 456 333 12.91 3 1. Tanaman Bahan Makanan 3 277 906 9.49 4 27. Pemerintahan Umum 3 042 828 8.81 5 8. Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 2 363 384 6.85 6 15. Bangunan 1 157 958 3.35 7 11. Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 1 117 622 3.24 8 10. Industri Kertas dan Barang Cetakan 891 912 2.58 9 17. Restoran 866 415 2.51
10 19. Angkutan Darat 818 219 2.37 Sektor Lainnya 7 155 187 20.72 Jumlah 34 525 660 100.00
Sumber: Tabel Input Output Kawasan Kedungsapur tahun 2003 (updating)
85
Apabila dilihat berdasarkan peringkat nilai tambah bruto, terdapat sepuluh
sektor ekonomi yang memberikan sumbangan terbesar bagi total nilai tambah
yang diciptakan di Kawasan Kedungsapur tahun 2003. Tabel 29 menyajikan
secara rinci kontribusi yang diberikan oleh sektor-sektor tersebut terhadap nilai
tambah secara keseluruhan. Lima sektor di antara sepuluh sektor ekonomi
tersebut, merupakan sektor yang memberikan sumbangan terbesar yaitu sebesar
22.518.348 juta rupiah atau sekitar 65.22% dari total nilai tambah yang tercipta di
kawasan tersebut. Sektor perdagangan besar dan eceran (16) merupakan sektor
yang mempunyai peran terbesar dalam penciptaan nilai tambah yaitu 9.377.897
juta rupiah atau sekitar 27.16% dari keseluruhan nilai tambah. Kemudian di urutan
kedua adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau (7) yang
menciptakankan nilai tambah sebesar 4.456.333 juta rupiah atau memberikan
kontribusi terhadap nilai tambah di kawasan ini sekitar 12.91%. Sektor ketiga
yang memberikan kontribusi sekitar 9.49% terhadap nilai tambah yang tercipta
secara keseluruhan adalah sektor tanaman bahan makanan (1) yaitu sebesar
3.277.906 juta rupiah. Kemudian secara berurutan sektor pemerintahan umum
(27) dan sektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki (8) masing-masing
sebesar 3.042.828 juta rupiah dan 2.363.384 juta rupiah atau sekitar 8.81% dan
6.85% dari nilai tambah keseluruhan.
Sembilan sektor di antara sepuluh sektor ekonomi yang merupakan
peringkat terbesar dalam menciptakan nilai tambah di Kawasan Kedungsapur,
yaitu sektor perdagangan besar dan eceran, industri makanan, minuman, dan
tembakau, tanaman bahan makanan, industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki,
bangunan, industri pupuk, kimia, dan barang dari karet, industri kertas dan barang
cetakan, restoran, dan jasa pemerintahan umum, juga merupakan sektor yang
mempunyai nilai output terbesar dalam struktur perekonomian Kawasan
Kedungsapur.
Komponen nilai tambah terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha (sewa,
bunga, dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tak langsung neto. Struktur nilai
tambah di Kawasan Kedungsapur tahun 2003 seperti disajikan pada Tabel 30
menunjukkan bahwa surplus usaha merupakan komponen nilai tambah yang
terbesar yaitu 18.462.615 juta rupiah atau sekitar 53.48% dari total nilai tambah,
86
kemudian komponen upah dan gaji sebesar 11.104.834 juta rupiah atau
sekitar 32.16%. Sedangkan komponan penyusutan dan pajak tak langsung
masing-masing hanya mencapai porsi 8.38% dan 5.98%.
Tabel 30 Komposisi nilai tambah bruto menurut komponennya di Kawasan Kedungsapur Provinsi Jawa Tengah tahun 2003
Kode Komponen Nilai Tambah Nilai Distribusi (Juta Rp) (%)
201 Upah dan Gaji 11 104 834 32.16202 Surplus Usaha 18 462 615 53.48203 Penyusutan 2 894 901 8.38204 Pajak Tak Langsung 2 063 310 5.98
Jumlah 34 525 660 100.00Sumber: Hasil olah data, Tabel I-O Kawasan Kedungsapur 2003
Sehingga berdasarkan struktur nilai tambah tersebut, porsi upah dan gaji
lebih rendah apabila dibandingkan dengan surplus usaha. Sementara upah dan gaji
merupakan komponen nilai tambah yang bisa langsung diterima oleh pekerja.
Sedangkan surplus usaha yang merupakan penerimaan bagi pengusaha dan belum
tentu dapat langsung dinikmati oleh masyarakat, dalam hal ini khususnya tenaga
kerja, mengingat dalam surplus usaha tersebut termasuk bagian yang disimpan
atau ditanam di perusahaan sebagai laba yang ditahan.
3. Struktur Permintaan Akhir
Selain digunakan oleh sektor produksi dalam rangka proses produksi, barang
dan jasa juga digunakan oleh konsumen untuk memenuhi permintaan akhir antara
lain konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal, ekspor,
serta perubahan stok. Jumlah komponen permintaan akhir tersebut apabila
dikurangi dengan impor maka akan sama dengan jumlah penggunaan akhir barang
dan jasa yang berasal dari faktor produksi domestik atau PDRB menurut
penggunaan.
Struktur permintaan akhir di Kawasan Kedungsapur tahun 2003 menurut
komponennya dirinci dalam Tabel 31, dengan total permintaan akhir mencapai
43.802.923 juta rupiah. Dari total jumlah permintaan akhir tersebut, sebanyak
87
20.995.776 juta rupiah didistribusikan untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga
atau sekitar 47.93%. Sedangkan untuk pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar
3.042.828 juta rupiah atau sekitar 6.95%, pembentukan modal tetap sebesar
4.995.341 juta rupiah atau sekitar 11.31%, perubahan stok sebesar 656.086 juta
rupiah atau sekitar 1.50%, dan ekspor sebesar 14.152.892 juta rupiah atau sekitar
32.31%. Hal tersebut menunjukkan bahwa di Kawasan Kedungsapur masih perlu
adanya peningkatan investasi usaha untuk menggalakkan aktivitas perekonomian
wilayah.
Tabel 31 Komposisi permintaan akhir menurut komponennya di Kawasan Kedungsapur Provinsi Jawa Tengah tahun 2003
Kode Sektor Nilai Distribusi terhadap Distribusi (Juta Rp) Permintaan Akhir terhadap PDRB (%) (%)
301 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 20 995 776 47.93 60.81 302 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 3 042 828 6.95 8.81 303 Pembentukan Modal Tetap Bruto 4 955 341 11.31 14.35 304 Perubahan Stok 656 086 1.50 1.90 304 Ekspor 14 152 892 32.31 40.99
Jumlah Permintaan Akhir 43 802 923 100.00 - Impor (9 277263) - (26.86) Total PDB 34 525 660 - 100.00
Sumber: Tabel I-O Kawasan Kedungsapur 2003 (updating)
Apabila ditelaah struktur permintaan akhir terhadap PDRB, terlihat bahwa
pengeluaran konsumsi rumah tangga menghabiskan 60.81% dari total PDRB atau
nilai tambah yang diciptakan di Kawasan Kedungsapur. Sedangkan pengeluaran
konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, dan perubahan stok
masing-masing sebesar 8.81%, 14.35% dan 1.90% dari total nilai tambah tersebut.
Permintaan barang untuk ekspor mencapai 40.99% dari keseluruhan nilai tambah,
dan pembelian barang dari impor mencapai 26.86% dari nilai tambah.
4. Angka Pengganda
Untuk mengetahui pengaruh suatu sektor dalam perekonomian antara lain
dilihat dari besarnya angka pengganda yang dapat menunjukkan dampak langsung
88
maupun tidak langsung terhadap kinerja sistem perekonomian wilayah. Pada
Tabel 32 disajikan beberapa angka pengganda yang dianalisis dalam penelitian ini
antara lain angka pengganda output (output multiplier) yaitu dampak peningkatan
permintaan akhir atas output suatu sektor terhadap peningkatan total ouput seluruh
sektor di wilayah Kedungsapur.
Tabel 32 Angka pengganda masing-masing sektor
Sektor Pengganda Pengganda Pengganda Output Pendapatan Nilai Tambah
Tanaman Bahan Makanan 1 1.0814 1.0845 1.0619Tanaman Perkebunan 2 1.1211 1.0912 1.1079Peternakan dan Hasil-hasilnya 3 1.4843 1.4092 1.3842Kehutanan 4 1.0764 1.1406 1.0992Perikanan 5 1.1934 1.1500 1.1282Penggalian 6 1.1138 1.0834 1.1063Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 7 1.7150 2.2724 2.3730Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 8 1.8240 2.0739 2.2109Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lain 9 1.5909 1.9187 1.9882Industri Kertas dan Barang Cetakan 10 1.3015 1.4502 1.4619Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 11 1.4948 1.7524 1.9252Industri Logam, Mesin, dan Peralatan 12 1.5059 1.7596 1.8281Industri Lainnya 13 1.0464 1.3129 1.1895Listrik, gas dan air minum 14 1.4082 1.5130 1.4608Bangunan 15 1.4712 1.2562 1.5322Perdagangan Besar dan Eceran 16 1.1817 1.1515 1.1168Restoran 17 1.7641 1.5134 1.9648Hotel 18 1.5046 1.3840 1.4642Angkutan Darat 19 1.4056 1.4693 1.3635Angkutan Air 20 1.2858 1.3076 1.3685Angkutan Udara 21 1.4659 1.5177 1.5168Jasa Penunjang Angkutan 22 1.2707 1.3185 1.2724Komunikasi 23 1.3116 1.2727 1.2507Bank 24 1.2442 1.1472 1.1981Lembaga Keuangan selain Bank 25 1.1874 1.0813 1.1681Real Estate dan Jasa perusahaan 26 1.1502 1.1883 1.1020Pemerintahan Umum 27 1.3109 1.0729 1.2325Sosial Kemasyarakatan 28 1.3349 1.1275 1.2591Hiburan dan Rekreasi 29 1.5307 1.3974 1.5076Jasa-jasa Lainnya 30 1.2342 1.0971 1.1651
Sumber: Tabel I-O Kawasan Kedungsapur 2003 (updating), diolah
89
Angka pengganda output terbesar dimiliki oleh sektor industri tekstil, barang
dari kulit, dan alas kaki (8) yaitu sebesar 1.8240, kemudian berturut-turut sektor
restoran, sektor industri makanan, minuman, dan tembakau (7), sektor restoran
(17), serta sektor industri barang kayu dan hasil hutan lain (9). Sektor lain yang
juga memiliki angka pengganda yang relatif tinggi adalah sektor hiburan dan
rekreasi (29), sektor industri logam, mesin, dan peralatan (12), sektor hotel (18),
sektor industri pupuk, kimia, dan barang dari karet (11), sektor peternakan dan
hasil-hasilnya (3), dan sektor bangunan (15).
Selanjutnya adalah angka pengganda pendapatan (income multiplier) yaitu
dampak permintaan akhir atas output sektor tertentu terhadap peningkatan total
pendapatan rumah tangga secara keseluruhan (termasuk sebagian pendapatan
yang dibelanjakan kembali ke dalam perekonomian) di Kawasan Kedungsapur.
Sektor yang memiliki angka pengganda pendapatan terbesar adalah sektor industri
makanan, minuman, dan tembakau (7) yaitu sebesar 2.2724, kemudian sektor lain
yang juga mempunyai angka pengganda pendapatan relatif tinggi adalah sektor
industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki (8), sektor industri barang kayu
dan hasil hutan lain (9), sektor industri logam, mesin, dan peralatan (12), sektor
industri pupuk, kimia, dan barang dari karet (11), sektor angkutan udara (21),
sektor restoran (17), sektor listrik, gas, dan air minum (14), sektor angkutan darat
(19), serta industri kertas dan barang cetakan (10).
Angka pengganda nilai tambah (Total value-added multiplier) menunjukkan
dampak peningkatan pemintaan akhir atas output sektor tertentu terhadap PDRB
Kawasan Kedungsapur. Sektor-sektor yang memiliki angka pengganda nilai
tambah relatif tinggi adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau (7)
yaitu sebesar 2.2730, kemudian sektor industri tekstil, barang dari kulit, dan alas
kaki (8), sektor industri barang kayu dan hasil hutan lain (9), sektor restoran (17),
sektor industri pupuk, kimia, dan barang dari karet (11), sektor industri logam,
mesin, dan peralatan (12), sektor bangunan (15), sektor angkutan udara (21),
sektor hiburan dan rekreasi (29), serta sektor hotel (18).
5. Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan
Tingkat keterkaitan antarsektor produksi dalam suatu aktivitas
perekonomian dapat dilihat berdasarkan daya penyebaran dan derajat kepekaan.
90
Sehingga sektor-sektor yang merupakan sektor unggulan dapat ditentukan
berdasarkan indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan.
Tabel 33 Indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan menurut sektor ekonomi tahun 2003
Kode Sektor Indeks Daya Penyebaran
(SDIBL)
Indeks Derajat Kepekaan (SDIFL)
1 Tanaman Bahan Makanan 0.7988 1.30712 Tanaman Perkebunan 0.8282 0.85103 Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.0965 0.88754 Kehutanan 0.7952 0.91765 Perikanan 0.8816 0.82686 Penggalian 0.8228 0.83377 Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 1.2669 1.64948 Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 1.3474 1.21699 Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lain 1.1752 0.8513
10 Industri Kertas dan Barang Cetakan 0.9614 0.897811 Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 1.1042 1.191912 Industri Logam, Mesin, dan Peralatan 1.1125 1.038713 Industri Lainnya 0.7730 1.284014 Listrik, gas dan air minum 1.0402 0.959915 Bangunan 1.0868 1.005916 Perdagangan Besar dan Eceran 0.8729 1.799717 Restoran 1.3032 0.878118 Hotel 1.1115 0.793319 Angkutan Darat 1.0383 1.080220 Angkutan Air 0.9498 0.818821 Angkutan Udara 1.0829 0.847122 Jasa Penunjang Angkutan 0.9387 0.901123 Komunikasi 0.9689 0.844924 Bank 0.9191 0.794925 Lembaga Keuangan selain Bank 0.8771 0.785326 Real Estate dan Jasa perusahaan 0.8497 1.341227 Pemerintahan Umum 0.9684 0.766428 Sosial Kemasyarakatan 0.9861 0.785929 Hiburan dan Rekreasi 1.1308 0.887230 Jasa-jasa Lainnya 0.9118 0.9564
Sumber: Tabel I-O Kawasan Kedungsapur 2003 (updating), diolah
91
Daya penyebaran menunjukkan tingkat keterkaitan ke belakang (backward
linkage), yaitu untuk mengetahui keterkaitan teknis kegiatan industri maupun
kegiatan ekonomi dengan bahan mentah dan bahan baku penunjang produksinya.
Sedangkan derajat kepekaan menunjukkan tingkat keterkaitan ke depan (forward
linkage), yaitu untuk mengetahui keterkaitan teknis kegiatan ekonomi dengan
penjualan barang jadi atau barang hasil produksinya. Dari tabel input output
Kawasan Kedungsapur tahun 2003 dapat diturunkan indeks daya penyebaran dan
indeks derajat kepekaan sektor-sektor ekonomi di kawasan tersebut, seperti
disajikan pada Tabel 33. Sektor yang memiliki daya penyebaran tertinggi di
Kawasan Kedungsapur adalah sektor industri tekstil, barang dari kulit, dan alas
kaki (8) yang ditunjukkan oleh indeks daya penyebaran sebesar 1.3474. Hal ini
dapat diartikan bahwa kenaikan satu unit output sektor tersebut akan
mengakibatkan kenaikan output sektor-sektor ekonomi lainnya (termasuk
sektornya sendiri) secara keseluruhan sebesar 1.3474 unit.
Scatterplot (DATA-BL_FL2 3v*30c)
1
234
56
7
8
910
11
12
13
1415
16
17
18
19
20 2122
232425
26
2728
2930
0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4
SDIBL
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
SD
IFL
Gambar 13 Pola sebaran sektor-sektor ekonomi berdasarkan Indeks Daya
Penyebaran (SDIBL) dan Indeks Derajat Kepekaan (SDIFL).
92
Sektor lainnya yang memiliki indeks daya penyebaran lebih dari satu
berturut-turut adalah sektor restoran (17), sektor industri makanan, minuman, dan
tembakau (7), sektor industri barang kayu dan hasil hutan lain (9), sektor hiburan
dan rekreasi (29), sektor industri logam, mesin, dan peralatan (12), sektor hotel
(18), sektor industri pupuk, kimia, dan barang dari karet (11), sektor peternakan
dan hasil-hasilnya (3), sektor bangunan (15), sektor angkutan udara (21) , sektor
listrik, gas, dan air minum (14), serta sektor angkutan darat (19).
Sedangkan sektor yang mempunyai derajat kepekaan tertinggi di Kawasan
Kedungsapur adalah sektor perdagangan besar dan eceran (16) dengan indeks
daya penyebaran sebesar 1.7997, yang menunjukkan bahwa apabila terjadi
kenaikan permintaan akhir atas sektor-sektor lain sebesar satu unit maka sektor
perdagangan besar dan eceran akan mengalami peningkatan output sebesar
1.7997 unit. Sektor-sektor lain yang memiliki derajat kepekaan cukup tinggi
adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau (7), sektor real estate
dan jasa perusahaan (26), sektor tanaman bahan makanan (1), sektor industri
lainnya (13), sektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki (8), sektor industri
pupuk, kimia, dan barang dari karet (11), sektor angkutan darat (19), sektor
industri logam, mesin, dan peralatan (12), serta sektor bangunan (15).
Berdasarkan indeks daya penyebaran (Standardized Direct Indirect
Backward Linkage) dan indeks derajat kepekaan (Standardized Direct Indirect
Forward Linkage), sektor-sektor ekonomi di Kawasan Kedungsapur dapat
dikelompokkan ke dalam empat kelompok seperti disajikan dalam Gambar 13 dan
Tabel 34, yaitu: Kelompok I mencakup sektor-sektor yang mempunyai indeks
daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan relatif tinggi atau di atas rata-rata,
Kelompok II terdiri dari sektor-sektor yang mempunyai derajat kepekaan tinggi
(di atas rata-rata) tetapi indeks derajat penyebarannya rendah (di bawah rata-rata),
Kelompok III meliputi sektor-sektor yang mempunyai indeks daya penyebaran
dan indeks derajat kepekaan rendah (di bawah rata-rata), dan Kelompok IV
merupakan kelompok sektor yang mempunyai indeks daya penyebaran tinggi (di
atas rata-rata) tetapi indeks derajat kepekaan rendah (di bawah rata-rata).
93
Tabel 34 Pengelompokan sektor ekonomi berdasarkan daya penyebaran dan derajat kepekaan
Daya Penyebaran (αj) Rendah (αj < 1) Tinggi ( αj > 1 )
Ting
gi ( β i
> 1
)
Kelompok II ( 1) Tanaman bahan makanan (13) Industri lainnya (16) Perdagangan besar dan eceran (26) Real estate dan jasa perusahaan
Kelompok I ( 7) Industri makanan, minuman,
dan tembakau ( 8) Industri tekstil, barang kulit
dan alas kaki (11) Industri pupuk, kimia, dan
barang dari karet (12) Industri logam, mesin, dan
peralatan (15) Bangunan (19) Angkutan darat
Der
ajat
Kep
ekaa
n (β
i)
Ren
dah
( βi <
1 )
Kelompok III ( 2) Tanaman perkebunan ( 4) Kehutanan ( 5) Perikanan ( 6) Penggalian (10) Industri kertas dan barang cetakan (20) Angkutan air (22) Jasa penunjang angkutan (23) Komunikasi (24) Bank (25) Lembaga keuangan selain bank (27) Pemerintahan umum (28) Sosial kemasyarakatan (30) Jasa-jasa lainnya
Kelompok IV ( 3) Peternakan dan hasil-hasilnya ( 9) Industri barang dari kayu dan
hasil hutan lain (14) Listrik, gas dan air minum (17) Restoran (18) Hotel (21) Angkutan udara (29) Hiburan dan rekreasi
Sektor-sektor yang memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang
kuat pada perekonomian wilayah di Kawasan Kedungsapur antara lain sektor
industri makanan, minuman, dan tembakau, sektor industri tekstil, barang kulit,
dan alas kaki, sektor industri pupuk, kimia, dan barang dari karet, sektor industri
logam, mesin, dan peralatan, sektor bangunan, serta sektor angkutan darat.
Artinya bahwa sektor-sektor tersebut mampu menggerakkan sektor-sektor
ekonomi lain dalam meningkatkan outputnya pada setiap kenaikan satu unit
permintaan akhir keenam sektor tersebut.
Sedangkan sektor-sektor yang memiliki keterkaitan ke depan relatif tinggi
namun keterkaitan ke belakang lemah adalah sektor tanaman bahan makanan,
sektor industri lainnya, sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor real
94
estate dan jasa perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan satu unit
permintaan akhir sektor-sektor ekonomi lainnya akan mengakibatkan peningkatan
output keempat sektor tersebut. Tingginya keterkaitan ke depan khususnya untuk
sektor tanaman bahan makanan, disebabkan karena hasil produksi sektor ini
banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri terutama industri
makanan, minuman, dan tembakau.
6. Keterkaitan Antarsektor
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan di atas dapat diketahui
keterkaitan antarsektor dengan melihat angka pengganda serta daya penyebaran
dan derajat kepekaan masing-masing sektor. Seperti yang disajikan pada Gambar
14, bahwa terdapat hubungan yang linier antara indeks daya penyebaran
(keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang) dengan angka pengganda
PDRB.
Scatterplot (Data Resume Tabel I-O 14v*30c)VM-1 = -0.6828+2.1098*x
1 2
3
4 56
7
8
9
10
1112
13
1415
16
17
181920
21
22 232425
262728
29
30
0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang (SDIBL)
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
2.2
2.4
2.6
Ang
ka P
engg
anda
PD
RB
(VM
-1)
SDIBL:VM-1: r = 0.9099, p = 0.0000
Gambar 14 Hubungan antara keterkaitan langsung dan tidak langsung ke
belakang (SDIBL) dengan angka pengganda PDRB.
Sektor-sektor yang memiliki indeks daya penyebaran tinggi menunjukkan
bahwa peningkatan permintaan akhir output sektor tersebut akan menyebabkan
peningkatan pemakaian input bahan baku yang mengakibatkan peningkatan total
output seluruh sektor perekonomian sehingga terjadi peningkatan PDRB wilayah
95
tersebut, antara lain sektor industri makanan, minuman, dan tembakau (7),
industri tekstil, barang kulit dan alas kaki (8), industri barang dari kayu dan
hasil hutan lain (9), industri pupuk, kimia, dan barang dari karet (11), industri
logam, mesin, dan peralatan (12), dan restoran (17).
Selanjutnya apabila dilihat hubungannya dengan angka pengganda
pendapatan, menunjukkan bahwa sektor-sektor yang memiliki keterkaitan
langsung dan tidak langsung ke belakang tinggi atau angka pengganda output
yang tinggi ternyata belum tentu memiliki pengganda pendapatan yang relatif
tinggi pula, artinya peningkatan permintaan akhir atas output sektor tersebut akan
meningkatkan permintaan total output seluruh sektor di wilayah penelitian akibat
meningkatnya permintaan input bahan baku dari sektor-sektor lain yang
selanjutnya akan memberikan pengaruh pada peningkatan pendapatan rumah
tangga secara keseluruhan yang terkait dengan sektor input tersebut walaupun
dampaknya tidak sebesar dampak peningkatan total output di seluruh wilayah
(Gambar 15).
Scatterplot (DATA_MULTIPLIR&BLFL 14v*30c)
IM-1 = -0.2714+1.6486*x
1 2
3
4 56
7
8
9
10
1112
13
14
1516
17
1819
20
21
2223
2425
26
2728
29
30
0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang(SDIBL)
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
2.2
2.4
Ang
ka P
engg
anda
Pen
dapa
tan
(IM-1
)
SDIBL:IM-1: r = 0.8134, p = 0.00000005
Gambar 15 Hubungan antara keterkaitan langsung dan tidak langsung ke
belakang (SDIBL) dengan angka pengganda pendapatan (IM-1).
96
Scatterplot (DATA_MULTIPLIR&BLFL 14v*30c)
IM-1 = 0.1961+0.8277*x
1 2
3
4 56
7
8
9
10
1112
13
14
15
16
17
1819
20
21
2223
2425
26
2728
29
30
1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 2.6
Angka Pengganda PDRB(VM-1)
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
2.2
2.4
Ang
ka P
engg
anda
Pen
dapa
tan
(IM-1
)
VM-1:IM-1: r = 0.9469, p = 0.0000
Gambar 16 Hubungan antara angka pengganda PDRB dengan angka
pengganda pendapatan (IM-1).
Sedangkan apabila dilihat hubungan antara angka pengganda PDRB (value
added multiplier) dengan angka pengganda pendapatan, menunjukkan bahwa
sektor-sektor yang mempunyai angka pengganda PDRB yang tinggi memiliki
angka pengganda pendapatan yang tinggi pula, artinya dampak peningkatan
permintaan akhir atas output sektor tertentu, pada akhirnya akan meningkatkan
total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah Kedungsapur
(Gambar 16).
Apabila dilakukan analisis komponen utama terhadap sektor-sektor ekonomi
berdasarkan variabel-variabel yang merupakan hasil analisis input-output, maka
dapat diketahui bahwa tidak ada keterkaitan antara sektor-sektor perekonomian di
bagian hulu dengan sektor-sektor ekonomi di bagian hilir. Tabel 35 menunjukkan
bahwa antara sektor hulu maupun hilir tidak terkait yang ditunjukkan dengan dua
faktor komponen utama yang saling bebas (orthogonal). Faktor komponen utama
pertama (F1) menunjukkan bahwa sektor hilir mempunyai keterkaitan yang nyata
terhadap angka pengganda pendapatan (IM-1), angka pengganda surplus usaha
(SM-1) serta angka pengganda PDRB (VM-1). Sedangkan faktor komponen
kedua (F2) menunjukkan bahwa sektor hulu tidak mempunyai keterkaitan yang
97
nyata dengan variabel-variabel lainnya, secara tidak langsung menunjukkan pula
bahwa hasil dari sektor ini seperti halnya sektor pertanian belum dimanfaatkan
secara optimal oleh sektor industri, karena cenderung langsung dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tanpa melalui proses pengolahan sehingga
akumulasi nilai tambah kurang optimal. Oleh karenanya perlu diupayakan adanya
keterkaitan antara sektor hulu dan sektor hilir, sehingga dapat menghasilkan nilai
tambah yang signifikan terutama bagi sektor-sektor ekonomi yang termasuk
dalam sektor hulu.
Tabel 35 Hasil analisis komponen utama terhadap sektor-sektor ekonomi
Variabel Kode F1 F2 F3 Standardized Direct Backward Linkage Standardized Direct & Indirect Backward Linkage Standardized Direct Forward Linkage Standardized Direct & Indirect Forward Linkage Income Multiplier Type I Business Surplus Multiplier Type I Depreciation Multiplier Type I Value Added Tax Multuplier Type I Import Multiplier Type I Total Value Added Multiplier Type I
SDBL SDIBLSDFL SDIFL IM-1 SM-1 DM-1 TM-1 MM-1 VM-1
0.9464 0.9388 0.1111 0.1019 0.9203 0.8662 0.6557 0.2360
-0.0018 0.9829
-0.0124 -0.0270 0.9829 0.9808 0.2437 0.1498
-0.0962 -0.2573 0.0207 0.1298
0.1779 0.2198
-0.1007 -0.1011 -0.0286 0.0210 0.3303 0.6205 0.9189
-0.0373 Ragam Dapat Diterangkan Proporsi Ragam Dapat diterangkan terhadap Total Ragam
4.8487 0.4848
2.1036 0.2104
1.4417 0.1442
Untuk mengidentifikasi sektor unggulan di Kawasan Kedungsapur,
ditentukan berdasarkan beberapa kriteria, di antaranya adalah: (1) sektor yang
mempunyai keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang yang besar, (2)
sektor yang memiliki angka pengganda yang tinggi, terutama angka pengganda
PDRB dan angka pengganda pendapatan. Atas dasar kriteria sektor unggulan serta
pembobotan yang dilakukan terhadap sektor-sektor tersebut berdasarkan
keragaman variasi data (Lampiran 5), maka sektor unggulan di Kawasan
Kedungsapur adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau (7), sektor
industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki (8), sektor industri barang dari kayu
dan hasil hutan lain (9), sektor industri pupuk, kimia, dan barang dari karet (11),
dan sektor restoran (17). Sektor-sektor tersebut merupakan sektor-sektor yang
mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di Kawasan Kedungsapur, karena
dinilai memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang relatif tinggi serta
98
memberikan dampak pengganda yang relatif besar dibandingkan dengan sektor-
sektor ekonomi lainnya.
Sehingga apabila komponen permintaan akhir yaitu belanja pemerintah,
konsumsi rumah tangga, ekspor, serta investasi diarahkan kepada sektor unggulan,
maka akan dapat menggerakkan aktivitas sektor-sektor ekonomi lainnya secara
simultan, yang dapat meningkatkan aktivitas perekonomian wilayah di Kawasan
Kedungsapur. Selanjutnya dapat memberikan dampak multiplier yang signifikan
bagi akumulasi nilai tambah di kawasan ini, dan pada akhirnya dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat serta kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan. Selain itu pengembangan sektor unggulan yang dalam hal ini adalah
sektor industri dan sektor restoran, agar diarahkan mengoptimalkan pemanfaatan
sumber daya lokal yang ada sebagai bahan baku industrinya dan meminimalkan
ketergantungan terhadap bahan baku impor.
Pemusatan Aktivitas Sektor di Kawasan Kedungsapur
Analisis LQ yang dilakukan terhadap kabupaten dan kota yang ada di
kawasan Kedungsapur dapat memberikan informasi tentang pemusatan aktivitas
sektor maupun subsektor yang ada di wilayah tersebut. Perhitungan analisis LQ
dilakukan terhadap PDRB menurut lapangan usaha pada masing-masing
kabupaten dan kota serta PDRB gabungan kabupaten dan kota sebagai PDRB
Kawasan Kedungsapur pada tahun 2000 dan tahun 2003 atas dasar harga konstan
tahun 1993, seperti disajikan secara rinci pada Tabel 36.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis LQ pada tahun 2000 menunjukkan
bahwa sektor pertanian memusat di Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak,
Kabupaten Semarang, dan Kabupaten Grobogan. Hal itu didukung oleh data
penggunaan lahan tahun 2000, lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian
khususnya sawah di Kabupaten Demak adalah seluas 50.839 Ha atau sekitar
56.65% dari luas wilayah keseluruhan, sedangkan luas lahan sawah di
Kabupaten Grobogan adalah 59.769 Ha atau sekitar 30.25% dari luas wilayah
keseluruhan. Sehingga adanya pemusatan aktivitas sektor pertanian di kabupaten
ini didukung dengan penggunaan lahan wilayahnya untuk aktivitas pertanian,
begitu pula dengan penduduknya yang sebagian besar bermata pencaharian
99
sebagai petani, Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan termasuk di antara
beberapa kabupaten yang ditetapkan sebagai sentra produksi padi dan palawija di
Provinsi Jawa Tengah. Sektor pertambangan dan penggalian menunjukkan
pemusatan aktivitas di Kabupaten Kendal, Kota Salatiga, dan Kabupaten
Grobogan.
Sektor industri pengolahan memusat di Kabupaten Kendal, Kabupaten
Semarang dan Kota Semarang. Sektor listrik, gas, dan air minum terkonsentrasi di
Kabupaten Kendal, Kabupaten Semarang, dan Kota Salatiga. Sektor bangunan
memusat di Kota Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Grobogan. Sedangkan
sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang hanya terkonsentrasi di Kota
Semarang. Sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, sewa, dan
jasa perusahaan menunjukkan pemusatan aktivitas di Kota Semarang dan Kota
Salatiga. Sedangkan sektor jasa-jasa terkonsentrasi di empat daerah yang
termasuk Kawasan Kedungsapur kecuali Kabupaten Kendal dan Kabupaten
Demak.
Berdasarkan hasil analisis LQ pada tahun 2003 menunjukkan perubahan
komposisi pemusatan sektor di beberapa kabupaten. Sektor pertanian memusat di
empat kabupaten yaitu Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten
Semarang, dan Kabupaten Grobogan berdasarkan nilai LQ di masing-masing
kabupaten tersebut yang lebih besar dari 1 sebagaimana hasil perhitungan pada
Tabel 36. Hal tersebut didukung dengan luasan penggunaan lahan untuk kegiatan
pertanian di ketiga wilayah kabupaten tersebut memang cukup signifikan secara
keseluruhan, serta aktivitas mata pencaharian utama penduduknya yang sebagian
besar bekerja di sektor pertanian.
Di Kabupaten Kendal berdasarkan data penggunaan lahan tahun 2003 lahan
untuk kegiatan pertanian khususnya sawah seluas 26.472 Ha, yang didukung
dengan banyaknya penduduk yang bekerja di sektor tersebut sebanyak 297.460
jiwa atau sekitar 56.67% dari total penduduk menurut mata pencaharian
(Tabel 15). Penggunaan lahan untuk sawah di Kabupaten Demak tahun 2003
seluas 48.773 Ha, dengan jumlah penduduk yang bekerja di sektor tersebut
adalah 203.304 jiwa atau sekitar 41.12% dari total penduduk menurut mata
pencaharian (Tabel 15).
100
Tabel 36 Hasil perhitungan analisis LQ terhadap PDRB kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 2000 dan 2003 No Lapangan Usaha Kab. Kendal Kab. Demak Kab. Semarang Kota Semarang Kota Salatiga Kab. Grobogan 2000 2003 2000 2003 2000 2003 2000 2003 2000 2003 2000 2003 1 Pertanian 1.58 1.60 3.45 3.64 1.42 1.31 0.06 0.06 0.44 0.45 3.54 3.78
2 Pertambangan dan Penggalian 1.39 1.43 0.72 0.75 0.52 0.50 0.73 0.74 1.92 1.89 2.74 2.663 Industri Pengolahan 1.44 1.43 0.37 0.38 1.35 1.38 1.03 1.02 0.65 0.64 0.12 0.12
4 Listrik, Gas, dan Air Minum 1.38 1.28 0.40 0.39 1.03 1.10 0.99 1.01 2.17 2.28 0.39 0.375 Bangunan 0.59 0.67 0.90 0.93 0.52 0.54 1.16 1.13 1.73 1.72 1.30 1.26
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 0.62 0.62 0.73 0.73 0.63 0.64 1.28 1.27 0.65 0.64 0.75 0.75
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0.43 0.40 0.75 0.75 0.51 0.54 1.30 1.30 2.02 1.88 0.72 0.67
8 Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 0.50 0.51 0.66 0.66 0.73 0.75 1.26 1.23 1.62 1.57 0.77 0.809 Jasa-jasa 0.69 0.74 0.97 0.95 1.00 1.02 1.01 0.99 2.14 2.12 1.25 1.24
Sumber: BPS dan Bappeda, 2000 dan 2003, diolah
101
Jumlah produksi padi yang dihasilkan pada tahun 2003 berdasarkan data
statistik pertanian Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Demak
adalah 488.402 ton, di samping produk unggulan tanaman perkebunan antara lain
tembakau, belimbing, jambu merah delima, kacang hijau dan kedelai, dan produk
subsektor perikanan yang meliputi perikanan laut, tambak, kolam, dan perairan
umum. Sedangkan Kabupaten Grobogan yang merupakan kabupaten dengan
lahan sawah terluas yaitu 61.136 Ha pada tahun 2003, dengan banyaknya
penduduk yang bekerja di sektor tersebut 488.365 jiwa atau sekitar 65.34% dari
total penduduk menurut mata pencaharian. Berdasarkan data statistik pertanian
Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Grobogan, produksi padi yang dihasilkan pada tahun 2003 adalah sebanyak
607.812 ton dan terjadi surplus produksi padi sebanyak 166.253 ton. Apabila
dilihat per subsektor Kabupaten Semarang dan Kabupaten Grobogan
menunjukkan adanya pemusatan untuk aktivitas subsektor tanaman bahan
makanan, tanaman perkebunan, peternakan, dan kehutanan. Terlebih Kabupaten
Grobogan merupakan daerah penyangga tanaman pangan di Provinsi Jawa Tengah
yang didukung oleh potensi sumber daya lahan yaitu lahan sawah, lahan kering,
hutan negara, dan hutan rakyat dengan topografi dan iklim yang menunjang
perkembangan pertanian.
Sementara sektor pertambangan dan penggalian yang nilai LQ-nya > 1
adalah Kabupaten Kendal, Kota Salatiga, dan Kabupaten Grobogan menunjukkan
bahwa adanya pemusatan aktivitas sektor khususnya penggalian di wilayah
tersebut. Sedangkan sektor jasa-jasa menunjukkan adanya pemusatan aktivitas
sektor tersebut di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Grobogan
sehingga sektor ini merupakan sektor yang cukup potensial untuk dikembangkan
di wilayah tersebut, melihat adanya potensi di daerah ini khususnya pariwisata
yang belum dioptimalkan.
Sektor industri pengolahan memusat di Kabupaten Kendal, Kabupaten
Semarang, dan Kota Semarang. Pemusatan aktivitas industri menunjukkan
konsentrasi aktivitas kegiatan industri di ketiga daerah tersebut. Di Kabupaten
Kendal industri yang berkembang adalah industri hasil pertanian, industri kimia,
industri logam dan mesin. Industri yang berkembang di Kabupaten Semarang
102
adalah industri makanan, minuman, dan tembakau, industri tekstil, barang kulit,
dan alas kaki, industri barang kayu dan hasil hutan lain, industri kertas dan barang
cetakan, industri pupuk, kimia, dan barang dari karet, industri semen dan barang
bukan logam, industri logam dasar besi dan baja, industri alat angkutan, mesin,
dan peralatan, serta industri barang lainnya. Sedangkan industri yang berkembang
di Kota Semarang juga cukup bervariasi yaitu industri makanan, minuman, dan
tembakau, industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki, industri pengolahan kayu,
bambu, rotan, rumput, dan sejenisnya, industri pengolahan barang dari kertas,
percetakan, dan penerbitan, industri pengolahan kimia dan barang dari kimia,
industri pengolahan bahan galian bukan logam, industri pengolahan logam dasar,
industri pengolahan logam, mesin, dan peralatannya serta industri pengolahan
lainnya.
Sektor listrik, gas, dan air minum terkonsentrasi di Kabupaten Kendal,
Kabupaten Semarang, Kota Semarang serta Kota Salatiga. Hal tersebut
dimungkinkan mengingat banyaknya aktivitas industri di Kabupaten Kendal,
Kabupaten Semarang, dan Kota Semarang, sedangkan Kota Salatiga yang
memiliki nilai LQ tertinggi untuk sektor ini terkait dengan tingginya nilai LQ
sektor bangunan yang menunjukkan bahwa sebagian besar energi digunakan
untuk mendukung aktivitas non-pertanian atau lebih pada aktivitas perkantoran,
pendidikan, permukiman, serta aktivitas lainnya. Hal tersebut diperkuat dengan
tingginya angka kepadatan penduduk di Kota Salatiga yaitu 2.579 jiwa per km2,
sehingga kebutuhan akan energi pun lebih besar. Tingginya tingkat kepadatan
penduduk di Kota Semarang dan Kota Salatiga juga merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan adanya konsentrasi sektor bangunan di dua daerah ini selain
fungsinya sebagai pusat aktivitas perekonomian, pemerintahan, pendidikan,
perdagangan, dan aktivitas lainnya.
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran terkonsentrasi di Kota Semarang
yang merupakan pusat aktivitas perekonomian di Provinsi Jawa Tengah. Kota
Semarang sebagai pusat perekonomian di Provinsi Jawa Tengah maupun di
Kawasan Kedungsapur, berfungsi sebagai kota pengumpul barang-barang hasil
produksi yang akan dipasarkan baik di tingkat nasional maupun internasional,
selain itu juga sebagai daerah pemasaran bagi produk-produk yang dihasilkan oleh
103
kabupaten atau kota lain di Provinsi Jawa Tengah. Konsentrasi aktivitas
perdagangan di Kota Semarang ditunjukkan dengan besarnya kontribusi sektor
perdagangan Kota Semarang terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah maupun
terhadap PDRB Kawasan Kedungsapur. Kontribusi terhadap PDRB Provinsi
Jawa Tengah tahun 2003 sebesar 7.497.423.33 juta rupiah atau sekitar 17.82%
dari total sektor perdagangan dalam PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut harga
berlaku, serta sebesar 2.086.739.01 juta rupiah atau sekitar 18.8% dari total
sektor perdagangan dalam PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut harga konstan
atas dasar tahun 1993. Sedangkan kontribusi sektor ini di Kawasan Kedungsapur
tahun 2003 adalah sekitar 72.73% dari total sektor perdagangan dalam PDRB
Kawasan Kedungsapur menurut harga berlaku, dan sekitar 70.41% dari total
sektor perdagangan dalam PDRB Kawasan Kedungsapur menurut harga konstan
atas dasar tahun 1993.
Sektor pengangkutan dan komunikasi memusat di Kota Semarang dan Kota
Salatiga, karena selain Kota Semarang yang didukung oleh ketersediaan fasilitas-
fasilitas pengangkutan yang memadai baik transportasi darat termasuk stasiun
kereta api, transportasi laut yang didukung dengan keberadaan Pelabuhan Tanjung
Emas, serta transportasi udara yaitu adanya Bandar Udara Ahmad Yani.
Sedangkan Kota Salatiga merupakan kota transit, yang berada di jalur utama
transportasi darat yang menghubungkan Kota Semarang dengan kota-kota lain di
bagian selatan Provinsi Jawa Tengah seperti Surakarta dan sekitarnya.
Sektor keuangan, sewa, dan jasa perusahaan berdasarkan hasil analisis LQ
menunjukkan bahwa sektor tersebut memusat di Kota Semarang dan Kota
Salatiga. Konsentrasi sektor ini di Kota Semarang mendukung fungsi kota ini
sebagai pusat kegiatan perekonomian baik di Provinsi Jawa Tengah maupun di
Kawasan Kedungsapur khususnya. Sementara pemusatan sektor keuangan, sewa,
dan jasa perusahaan di Kota Salatiga mendukung kegiatan utama kota ini yang
terkonsentrasi pada aktivitas pemerintahan, kegiatan pendidikan, serta aktivitas
perekonomian lainnya.
Berdasarkan analisis LQ maka di Kawasan Kedungsapur, pemusatan
aktivitas sektor sekunder dan sektor tersier yang merupakan sektor unggulan yaitu
industri pengolahan (industri makanan, minuman, dan tembakau, industri tekstil,
104
barang kulit, dan alas kaki, industri barang dari kayu dan hasil hutan lain, industri
pupuk, kimia, dan barang dari karet) dan sektor restoran adalah di Kabupaten
Kendal, Kabupaten Semarang, dan Kota Semarang.
Pemusatan aktivitas sektor unggulan terjadi di Kota Semarang, Kabupaten
Kendal, dan Kabupaten Semarang karena daerah-daerah tersebut memiliki
keunggulan komparatif yaitu lokasi yang strategis berada di jalur arteri primer.
Sehingga sangat mendukung dari sisi transportasi input bahan baku serta
kemudahan dalam pemasaran hasil industri. Selain itu ketersediaan sarana dan
prasarana transportasi maupun sarana perekonomian yang relatif memadai di
daerah-daerah ini, mengakibatkan angkutan barang maupun penumpang serta
transaksi ekonomi bisa lebih cepat, tepat waktu, lebih murah karena banyak
pilihan. Terutama Kota Semarang memiliki aksesibilitas yang tinggi baik darat,
laut maupun udara yaitu adanya Pelabuhan Tanjung Emas serta bandar udara
Ahmad Yani.
Keunggulan Kompetitif
Berdasarkan analisis shift-share yang dilakukan terhadap perekonomian
wilayah Kedungsapur, menunjukkan bahwa laju perekonomian wilayah di
Kawasan Kedungsapur adalah sebesar 0.1231 seperti disajikan pada Tabel 37.
Sektor-sektor pertanian, pertambangan, dan penggalian, serta sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan memiliki laju pertumbuhan yang lebih rendah
dibandingkan dengan laju pertumbuhan di Kawasan Kedungsapur. Sedangkan
sektor-sektor lain seperti sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air
minum, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor
pengangkutan dan komunikasi memiliki laju pertumbuhan yang relatif lebih tinggi
dibandingkan sektor primer (pertanian, pertambangan dan penggalian) dan sektor
tersier (keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan).
Dari hasil perhitungan analisis shift-share Kawasan Kedungsapur, apabila
dilihat dari komponen keunggulan kompetitif masing-masing kabupaten maupun
kota, menunjukkan bahwa untuk Kabupaten Kendal memiliki keunggulan
kompetitif pada sektor bangunan dan jasa-jasa. Sedangkan Kabupaten Demak
memiliki keunggulan kompetitif pada sektor pertanian, pertambangan dan
penggalian, dan bangunan. Kabupaten Grobogan memiliki keunggulan kompetitif
105
pada sektor pertanian dan keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, sementara
Kota Salatiga pada sektor pertanian dan listrik, gas, air minum.
Kabupaten Semarang memiliki keunggulan kompetitif pada sektor industri
pengolahan, listrik, gas, dan air minum, bangunan, pengangkutan dan komunikasi,
keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa. Hal ini menunjukkan
bahwa Kabupaten Semarang banyak memiliki sektor yang cukup potensial untuk
dikembangkan di masa yang akan datang, dan didukung dengan letak wilayah
yang strategis, potensi sumber daya wilayah yang cukup baik, serta kondisi
infrastruktur yang memadai.
Kota Semarang sebagai pusat aktivitas perekonomian di Provinsi Jawa
Tengah juga memiliki keunggulan kompetitif pada beberapa sektor ekonomi
antara lain sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan,
sektor listrik, gas dan air minum, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor
pengangkutan dan komunikasi, serta sektor keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan. Lokasi wilayah yang strategis, dukungan infrastruktur yang sangat
memadai serta kapasitas sumber daya manusia yang relatif tinggi merupakan
faktor-faktor yang mendukung pengembangan perekonomian di Kota Semarang.
Dari beberapa analisis yang dilakukan untuk mengetahui sektor-sektor
unggulan di Kawasan Kedungsapur berikut lokasi pemusatan aktivitas sektor
unggulan serta sektor-sektor ekonomi yang memiliki keunggulan kompetitif di
kawasan tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa sektor-sektor yang menjadi
sektor unggulan di Kawasan Kedungsapur merupakan sektor sekunder yaitu
industri pengolahan antara lain: industri makanan, minuman, dan tembakau,
industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri kayu dan hasil hutan
lainnya, industri pupuk, kimia, dan barang dari karet, serta sektor tersier yaitu
perdagangan, hotel, dan restoran yang dalam hal ini adalah sektor restoran.
Dengan pemusatan aktivitas sektor industri pengolahan di Kabupaten Kendal,
Kota Semarang, dan Kabupaten Semarang serta pemusatan aktivitas sektor
perdagangan, hotel, dan restoran (khususnya sektor restoran) adalah Kota
Semarang. Adanya pemusatan aktivitas sektor unggulan di Kota Semarang dan
Kabupaten Semarang juga didukung dengan hasil analisis shift-share. Hasil
analisis shift-share menunjukkan bahwa baik Kabupaten Semarang maupun Kota
106
Semarang memiliki keunggulan kompetitif pada sektor industri pengolahan, dan
Kota Semarang juga merupakan satu-satunya daerah di Kawasan Kedungsapur
yang memiliki keunggulan kompetitif sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
Sedangkan sektor primer (sektor pertanian) khususnya sektor tanaman bahan
makanan meskipun bukan merupakan sektor unggulan, namun apabila dilihat
berdasarkan kontribusi nilai tambah yang diberikan serta derajat kepekaan yang
lebih besar dari satu, sektor ini dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan
prioritas pengembangan mengingat sebagian besar penduduk di kawasan ini yaitu
1.326.973 jiwa atau sekitar 41.55% dari jumlah penduduk keseluruhan yang
tercatat secara statistik bekerja pada sektor pertanian seperti disajikan pada
Tabel 15.
Kesenjangan antarwilayah di Kawasan Kedungsapur terjadi antara daerah
yang berbasis sektor primer yaitu Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak,
dengan daerah yang berbasis sektor sekunder terutama industri pengolahan yaitu
Kota Semarang, Kabupaten Semarang dan Kabupaten Kendal. Kontribusi sektor
terhadap perekonomian wilayah Kedungsapur apabila dilihat berdasarkan PDRB
gabungan kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur atas dasar harga konstan
tahun 1993, menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan memberikan
kontribusi sekitar 30.73% dari total PDRB (Tabel 17) dan daerah yang
memberikan kontribusi terbesar bagi sektor industri di kawasan ini adalah Kota
Semarang yaitu sebesar 56.87% . Begitu pula halnya dengan kontribusi terhadap
sektor perdagangan, hotel, dan restoran di Kawasan Kedungsapur didominasi oleh
Kota Semarang sekitar 70.41% (Tabel 17). Sedangkan kontribusi terbesar
terhadap sektor pertanian di Kawasan Kedungsapur diberikan oleh Kabupaten
Demak (28.30%) dan Kabupaten Grobogan (28.33%).
Kesenjangan yang terjadi antara kabupaten atau kota yang memiliki sektor
primer khususnya pertanian sebagai sektor basis dengan kabupaten atau kota yang
memiliki sektor basis industri pengolahan dapat diminimalisasi, yaitu dengan
menyusun perencanaan pengembangan wilayah secara terpadu dalam kerangka
pengembangan Kawasan Strategis Kedungsapur. Sehingga keunggulan yang
dimiliki oleh masing-masing kabupaten maupun kota baik keunggulan komparatif
maupun keunggulan kompetitif dapat dioptimalkan, antara lain dengan
107
pemanfaatan sumber daya lokal yang ada di kawasan ini sebagai pendukung
kegiatan industri pengolahan maupun restoran yang merupakan sektor unggulan.
Penguatan terhadap perekonomian wilayah di Kawasan Kedungsapur perlu
dilakukan apabila kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan strategis di Provinsi
Jawa Tengah, agar kawasan ini tidak hanya dinilai strategis dalam hal lokasinya
yang berada di jalur arteri primer atau Kota Semarang yang menjadi bagian dari
kawasan ini, tetapi karena kawasan ini memang merupakan simpul aktivitas
perekonomian yang dapat memberikan dampak bagi aktivitas perekonomian di
wilayah lain secara signifikan.
Hal tersebut dilihat berdasarkan hasil perhitungan analisis LQ terhadap
gabungan PDRB kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 2000 dan
tahun 2003 (Lampiran 6) menunjukkan perbedaan komposisi sektor basis dalam
kawasan. Pada tahun 2000 sektor-sektor yang terkonsentrasi di kawasan ini adalah
sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air minum, sektor perdagangan,
hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, sewa,
dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa. Sedangkan pada tahun 2003 sektor
industri pengolahan tidak lagi merupakan sektor basis kawasan, karena sektor-
sektor yang merupakan sektor basis di kawasan ini adalah sektor listrik, gas, dan
air minum, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor keuangan, sewa, dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam lingkup Kawasan Kedungsapur, perlu dikaji
secara lebih mendalam peluang pengembangan potensi sektor lain yang dimiliki
oleh kawasan ini, seperti sektor pertanian yang umumnya merupakan sektor basis
di daerah-daerah di luar Kota Semarang.
Sektor-sektor basis yang ada dalam Kawasan Kedungsapur pada umumnya
sama dengan sektor-sektor basis yang ada di Kota Semarang. Sehingga dapat
dikatakan bahwa pengaruh Kota Semarang dalam kawasan ini sangat signifikan
dan masih mendominasi aktivitas perekonomian di wilayah ini. Sementara
apabila perhitungan analisis LQ dilakukan dengan tidak menyertakan PDRB Kota
Semarang sebagai komponen PDRB Kawasan Kedungsapur, menunjukkan
adanya perbedaan komposisi sektor basis yang ada di Kawasan Kedungsapur
yaitu sektor pertanian, sektor listrik, gas, dan air minum, serta sektor jasa-jasa.
108
Demikian pula berdasarkan analisis shift-share yang dilakukan terhadap
kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur dalam lingkup Provinsi Jawa
Tengah (Lampiran 7), menunjukkan bahwa daya saing sektor industri pengolahan
maupun sektor perdagangan, hotel, dan restoran sangat lemah. Hal tersebut
dimungkinkan karena perekonomian wilayah kabupaten maupun kota di luar
kawasan ini lebih kuat dan mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi
perekonomian Provinsi Jawa Tengah.
Karakteristik Tipologi Wilayah di Kawasan Kedungsapur
Analisis tipologi wilayah kecamatan-kecamatan di Kawasan Kedungsapur
dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama dilakukan analisis komponen
utama (PCA) terhadap variabel-variabel terpilih yang diasumsikan mampu
menggambarkan serta menjelaskan potensi sumber daya alam (natural capital),
sumber daya manusia (human capital), sumber daya buatan (man-made capital)
dan sumber daya sosial dan kelembagaan (social-institutional capital) pada
masing-masing kecamatan yang ada di wilayah Kedungsapur.
Analisis komponen utama untuk kelompok variabel sumber daya alam,
menghasilkan tiga faktor utama yang bersifat saling bebas, dan keempat faktor
utama ini mampu menggambarkan keragaman total sebesar 70.22%. Faktor
utama 1 (SDA_1), menunjukkan korelasi nyata dengan kepadatan penduduk,
rasio jumlah desa dengan luas kecamatan, rasio luas penggunaan lahan untuk
perumahan dan permukiman dengan luas kecamatan, jarak rata-rata dari masing-
masing desa ke kabupaten atau kota yang membawahi. Faktor utama 2 (SDA_2),
berkorelasi nyata dengan luas lahan sawah, dan topografi desa atau kelurahan
dalam kecamatan. Faktor utama 3 (SDA_3), berkorelasi nyata dengan banyaknya
desa yang terlintasi sungai dalam kecamatan. Hasil analisis dapat dilihat pada
Lampiran 9.
109
Tabel 37 Hasil analisis shift-share kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 2000 dan 2003
Kabupaten Kendal Kabupaten Demak Kabupaten Grobogan No. Lapangan Usaha Pergeseran Total Pergeseran Total Pergeseran Total
Pertumbuhan Ekonomi
Pergeseran Proporsional
Diferensial Diferensial Diferensial 1 Pertanian 0.1231 -0.0733 -0.0331 0.0167 0.0256 0.0256 0.0677 0.1174
2 Pertambangan dan Penggalian 0.1231 -0.0057 -0.0194 0.0981 0.0167 0.0167 -0.0336 0.0839
3 Industri Pengolahan 0.1231 0.0031 -0.0587 0.0676 -0.0133 -0.0133 -0.0438 0.0824
4 Listrik, Gas dan Air minum 0.1231 0.0498 -0.1285 0.0444 -0.0572 -0.0572 -0.0618 0.1111
5 Bangunan 0.1231 0.0355 0.0913 0.2500 0.0045 0.0045 -0.0341 0.1246
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 0.1231 0.0030 -0.0416 0.0845 -0.0339 -0.0339 -0.0007 0.1254
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0.1231 0.0807 -0.1411 0.0628 -0.0279 -0.0279 -0.0858 0.1180
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan 0.1231 -0.0304 -0.0322 0.0605 -0.0208 -0.0208 0.0438 0.1365
9 Jasa-jasa 0.1231 0.0234 0.0419 0.1884 -0.0615 -0.0615 -0.0053 0.1413
110
Lanjutan (Tabel 37)
Kabupaten Semarang Kota Semarang Kota Salatiga No. Lapangan Usaha Pergeseran Total Pergeseran Total Pergeseran Total
Pertumbuhan Ekonomi
Pergeseran Proporsional
Diferensial Diferensial Diferensial 1 Pertanian 0.1231 -0.0733 -0.0892 -0.0394 -0.0762 -0.0265 0.0097 0.0595
2 Pertambangan dan Penggalian 0.1231 -0.0057 -0.0569 0.0605 0.0376 0.1550 -0.0248 0.0926
3 Industri Pengolahan 0.1231 0.0031 0.0203 0.1465 0.0211 0.1474 -0.0070 0.1192
4 Listrik, Gas dan Air minum 0.1231 0.0498 0.0599 0.2328 0.0418 0.2147 0.0556 0.2285
5 Bangunan 0.1231 0.0355 0.0413 0.2000 -0.0120 0.1467 -0.0139 0.1448
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 0.1231 0.0030 -0.0007 0.1254 0.0092 0.1353 -0.0075 0.1186
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0.1231 0.0807 0.0474 0.2513 0.0258 0.2297 -0.0850 0.1188
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan 0.1231 -0.0304 0.0192 0.1119 0.0018 0.0946 -0.0364 0.0563
9 Jasa-jasa 0.1231 0.0234 0.0150 0.1616 -0.0006 0.1460 -0.0147 0.1318 Sumber: BPS dan Bappeda, 2000 dan 2003, diolah
111
Selanjutnya analisis komponen utama untuk kelompok variabel sumber daya
manusia dan sumber daya sosial menghasilkan lima faktor utama yang bersifat
saling bebas, dan kelima faktor utama ini mampu menggambarkan keragaman
total sebesar 74.77%. Faktor utama 1 dalam kelompok variabel ini (SDM.SDS_1),
menunjukkan korelasi nyata dengan jumlah penduduk tamat SD, jumlah
penduduk tamat SMU, jumlah penduduk tamat akademi atau perguruan tinggi,
banyaknya keluarga yang berlangganan telepon, banyaknya keluarga yang
memiliki televisi, serta banyaknya jenis kelompok sosial (P3A, kelompok tani,
Kelompok Tani Nelayan Andalan, kelompok usaha ternak). Faktor utama 2
(SDM.SDS_2), berkorelasi nyata dengan jumlah penduduk yang tidak sekolah
atau tidak tamat atau belum tamat SD. Faktor utama 3 (SDM.SDS_3), berkorelasi
nyata dengan invers banyaknya penduduk yang tidak mempunyai pekerjaan, dan
banyaknya jenis kelompok olah raga. Faktor utama 4 (SDM.SDS_4), berkorelasi
nyata dengan indeks kewirausahaan yaitu jumlah industri kerajinan per seribu
penduduk. Faktor utama 5 (SDM.SDS_5), berkorelasi nyata dengan invers jumlah
orang yang meninggal akibat penyakit. Hasil analisis dapat dilihat pada
Lampiran 10.
Analisis komponen utama untuk kelompok variabel sumber daya buatan
menghasilkan lima faktor utama yang bersifat saling bebas, dan kelima faktor
utama ini mampu menggambarkan keragaman total sebesar 78.68%. Faktor
utama 1 (SDB_1), menunjukkan korelasi nyata dengan jumlah rumah sakit, rumah
sakit bersalin, dan poliklinik, jumlah tempat praktek dokter, dan bidan, serta rasio
jumlah wartel, kiospon, warpostel, dan warnet. Faktor utama 2 (SDB_2),
berkorelasi nyata dengan jumlah SLTP dan sederajat, jumlah SMU dan sederajat,
serta jumlah perguruan tinggi dan akademi. Faktor utama 3 (SDB_3), berkorelasi
nyata dengan jumlah SD dan sederajat, serta jumlah puskesmas dan puskesmas
pembantu. Faktor utama 4 (SDB_4), berkorelasi nyata dengan jumlah restoran,
rumah makan, kedai makanan-minuman, dan jumlah bank umum dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR). Faktor utama 5 (SDB_5), berkorelasi nyata dengan
jumlah bangunan rumah. Hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 11.
Selanjutnya pada tahap kedua, setelah diperoleh hasil analisis komponen
utama untuk masing-masing kelompok variabel antara lain SDA_1, SDA_2,
112
SDA_3, SDM.SDS_1, SDM.SDS_2, SDM.SDS_3, SDM.SDS_4, SDM.SDS_5,
SDB_1, SDB_2, SDB_3, SDB_4, dan SDB_5 maka dengan menggabungkan
seluruh faktor utama yang diperoleh yaitu sebanyak 13 faktor utama, dilakukan
analisis komponen utama yang kedua untuk memperoleh variabel dalam jumlah
yang lebih sedikit dan saling bebas. Dalam proses analisis komponen utama tahap
kedua ini dihasilkan enam faktor utama, dan mampu menggambarkan keragaman
total sebesar 69.44%. Faktor utama 1 (F1), menunjukkan korelasi nyata dengan
SDA_1, SDM.SDS_1, dan SDB_1. Faktor utama 2 (F2), berkorelasi nyata
dengan SDB_4. Faktor utama 3 (F3), berkorelasi nyata dengan SDM.SDS_4
dan SDB_3. Faktor utama 4 (F4), berkorelasi nyata dengan SDM.SDS_3. Faktor
utama 5 (F5), menunjukkan korelasi nyata dengan SDA_3 dan SDM.SDS_2.
Sedangkan faktor utama 6 (F6), berkorelasi nyata dengan SDB_2. Hasil analisis
dapat dilihat pada Lampiran 12.
Tabel 38 Pengelompokan kecamatan menurut tipologi wilayah di Kawasan
Kedungsapur
Tipologi I Tipologi II Tipologi III 1. Argomulyo 2. Tingkir 3. Sidomukti 4. Banyumanik 5. Gajah Mungkur 6. Semarang Selatan 7. Candisari 8. Tembalang 9. Pedurungan 10. Semarang Timur 11. Semarang Utara 12. Semarang Tengah 13. Semarang Barat 14. Tugu 15. Ngaliyan
1. Kedungjati 2. Geyer 3. Demak 4. Getasan 5. Susukan 6. Kaliwungu 7. Suruh 8. Pabelan 9. Tuntang 10. Banyubiru 11. Jambu 12. Sumowono 13. Ambarawa 14. Bawen 15. Bringin 16. Pringapus 17. Bergas 18. Ungaran 19. Plantungan 20. Sukorejo 21. Pageruyung 22. Singorojo 23. Limbangan 24. Boja 25. Sidorejo 26. Mijen 27. Gunungpati 28. Gayamsari
1. Karangayung 2. Penawangan 3. Toroh 4. Pulokulon 5. Kradenan 6. Gabus 7. Ngaringan 8. Wirosari 9. Tawangharjo 10. Grobogan 11. Purwodadi 12. Brati 13. Klambu 14. Godong 15. Gubug 16. Tegowanu 17. Tanggungharjo 18. Mranggen 19. Karangawen 20. Guntur 21. Sayung 22. Karangtengah 23. Bonang 24. Wonosalam 25. Dempet 26. Kebonagung 27. Gajah
28. Karanganyar 29. Mijen 30. Wedung 31. Tengaran 32. Bancak 33. Patean 34. Kaliwungu 35. Brangsong 36. Pegandon 37. Ngampel 38. Gemuh 39. Ringinarum 40. Weleri 41. Rowosari 42. Kangkung 43. Cepiring 44. Patebon 45. Kota Kendal 46. Genuk
113
Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis kluster (cluster analysis) dan
analisis diskriminan untuk mengetahui pola perbedaan karakteristik wilayah
dalam Kawasan Kedungsapur. Dan berdasarkan enam faktor utama yang
dihasilkan dalam analisis komponen utama tahap dua, dengan dilakukan analisis
gerombol dapat diperoleh tiga kelompok besar kecamatan dalam Kawasan
Kedungsapur (Tabel 38).
Tabel 39 Karakteristik tipologi wilayah di Kawasan Kedungsapur
Tipologi Karakteristik I SDA, tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi, intensitas unit ruang
yang cukup padat, intensitas dan variasi daya dukung lahan yang didominasi oleh penggunaan lahan untuk perumahan dan permukiman, serta letak kecamatan dalam tata ruang wilayah yang cukup strategis namun tidak banyak banyak desa atau kelurahan yang terlintasi sungai. SDM dan SDS, masyarakatnya sebagian besar memiliki intelektualitas yang cukup tinggi, aksesibilitas informasi dan komunikasi yang cukup baik, serta adanya aktivitas sosial yang cukup tinggi. SDB, ketersediaan fasilitas kesehatan serta fasilitas komunikasi yang cukup baik dibandingkan dengan wilayah lainnya.
II SDA, tingkat kepadatan penduduk yang tidak begitu tinggi (sedang), intensitas unit ruang yang tidak terlalu padat, intensitas dan variasi daya dukung lahan yang tidak hanya didominasi oleh penggunaan lahan untuk perumahan dan permukiman, letak dalam tata ruang yang tidak terlalu strategis namun cukup banyak desa atau kelurahan yang terlintasi sungai. SDM dan SDS, masih banyak penduduk yang tidak sekolah/tidak tamat/belum tamat SD, namun dalam hal indeks kewirausahaan cukup tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya, serta adanya aktivitas sosial yang cukup. SDB, ketersediaan fasilitas pendidikan cukup memadai (dari tingkat SD sampai PT atau akademi), serta fasilitas kesehatan dan fasilitas perekonomian yang cukup memadai.
III SDA, tingkat kepadatan penduduk rendah, intensitas unit ruang yang tidak terlalu padat, intensitas dan variasi daya dukung lahan yang tidak didominasi oleh penggunaan lahan untuk perumahan dan permukiman, letak kecamatan dalam tata ruang wilayah yang kurang strategis, dan tidak terlalu banyak desa atau kelurahan yang terlintasi sungai. SDM dan SDS, masyarakatnya sebagian besar memiliki intelektualitas yang tidak terlalu tinggi, aksesibilitas informasi dan komunikasi yang kurang baik, serta kurang adanya aktivitas sosial dalam masyarakat. SDB, ketersediaan fasilitas kesehatan, komunikasi, dan perekonomian yang kurang memadai
Tipologi I terdiri dari 15 kecamatan, yang mencakup sebagian besar
kecamatan di Kota Semarang dan Kota Salatiga. Tipologi II terdiri dari 28
114
kecamatan, yang mencakup sebagian besar kecamatan di Kabupaten Semarang
dan Kabupaten Kendal, serta sebagian kecil kecamatan di Kota Semarang, Kota
Salatiga, Kabupaten Demak, dan Kabupaten Grobogan. Sedangkan tipologi III
terdiri dari 46 kecamatan, yang mencakup sebagian besar kecamatan di Kabupaten
Grobogan, Kabupaten Demak, Kabupaten Kendal serta sebagian kecil kecamatan
di Kabupaten Semarang dan Kota Semarang. Adapun karakteristik masing-masing
tipologi tersebut seperti dijelaskan pada Tabel 39 dan secara detil pada
Lampiran 13.
Kemudian dengan analisis diskriminan (Lampiran 14) dapat diketahui
berdasarkan Classification Matrix yang menunjukkan bahwa pengelompokan atau
pewilayahan tersebut sudah dilakukan dengan benar dengan tingkat kebenaran
100%. Pembagian kelompok tipologi tersebut telah benar dan diketahui pula
variabel-variabel yang paling berpengaruh dalam menentukan kelompok tipologi
wilayah di Kawasan Kedungsapur. Berdasarkan hasil Classification Function
sebagaimana disajikan pada Lampiran 14, dapat dijelaskan bahwa:
Tipologi I, mempunyai kriteria di mana F1 merupakan faktor yang mempunyai
peranan terbesar dalam membedakan kelompok-kelompok yang ada. Adapun F1
menunjukkan korelasi nyata terhadap variabel-variabel kepadatan penduduk,
jumlah desa per luas kecamatan, penggunaan lahan untuk perumahan atau
permukiman, jarak rata-rata masing-masing desa ke kabupaten/kota yang
membawahi, jumlah tamatan SD, SMU dan PT atau Akademi, banyaknya
keluarga yang berlangganan telepon dan memiliki televisi, banyaknya jenis
kelompok sosial, serta jumlah RS, RS bersalin, poliklinik, tempat praktek dokter
dan bidan, jumlah wartel/kiospon/warpostel.
Tipologi II, mempunyai kriteria di mana F5 merupakan faktor yang mempunyai
peranan terbesar dalam membedakan kelompok-kelompok yang ada. Adapun F5
menunjukkan korelasi nyata terhadap variabel-variabel ada atau tidaknya lintasan
sungai, jumlah tidak sekolah atau tidak tamat atau belum tamat SD.
Tipologi III, mempunyai kriteria di mana F3 merupakan faktor yang mempunyai
peranan terbesar dalam membedakan kelompok-kelompok yang ada. Adapun F3
menunjukkan korelasi nyata terhadap variabel-variabel jumlah industri kerajinan,
jumlah SD dan sederajat, serta jumlah puskesmas dan puskesmas pembantu.
115
Pola Sebaran Spasial Potensi Sumber Daya Wilayah Kedungsapur
Berdasarkan analisis kluster yang dilakukan dengan melihat potensi sumber
daya yang ada di Kawasan Kedungsapur meliputi sumber daya alam, sumber daya
manusia, sumber daya sosial dan sumber daya buatan, maka diperoleh tipologi
wilayah di Kawasan Kedungsapur berdasarkan kecamatan. Pola sebaran spasial
kecamatan berdasarkan potensi sumber daya yang dimiliki di Kawasan
Kedungsapur memunculkan kelompok-kelompok wilayah kecamatan yang
berbeda dengan pengelompokkan kecamatan secara administratif (Gambar 18).
Dari pola pengelompokkan tersebut, dapat dikemukakan bahwa sebagian
besar wilayah kecamatan yang ada di Kawasan Kedungsapur menunjukkan
karakteristik tipologi III yaitu wilayah dengan potensi sumber daya alam yang
cukup namun kondisi infrastruktur kurang memadai serta kapasitas sumber daya
manusia tidak terlalu tinggi.
Selanjutnya karakteristik sumber daya fisik yang ada di Kawasan
Kedungsapur diidentifikasi berdasarkan tingkat potensi pengembangan sumber
daya fisik di kawasan ini. Penentuan tingkat potensi pengembangan sumber daya
fisik tersebut dilakukan berdasarkan peta sumber daya fisik yang menunjukkan
kesesuaian untuk beberapa jenis tanaman perkebunan, dalam hal ini adalah 12
jenis tanaman perkebunan yang sesuai untuk dikembangkan di kawasan ini.
Tingkat potensi pengembangan sumber daya fisik ditentukan dari banyaknya
variasi jenis tanaman yang sesuai serta tingkat kesesuaian tanaman tersebut,
sebagaimana dirinci pada Lampiran 15 dan 16. Dari hasil penentuan tingkat
potensi pengembangan tersebut diperoleh empat tingkat potensi pengembangan
sumber daya fisik di kawasan ini, antara lain tingkat potensi pengembangan:
(1) tinggi, (2) sedang, (3) agak rendah/terbatas, serta (4) rendah.
Kemudian peta tipologi wilayah berdasarkan sumber daya alam, sumber
daya manusia dan sumber daya sosial, serta sumber daya buatan di Kawasan
Kedungsapur tersebut di-overlay dengan peta potensi sumber daya fisik (Gambar
19) diperoleh peta tipologi wilayah berdasarkan potensi sumber daya fisik
(Gambar 20). Hasil overlay tersebut menunjukkan menghasilkan karakteristik
tipologi wilayah sebagai berikut: bahwa daerah yang termasuk dalam tipologi I
dicirikan oleh potensi SDA yang terbatas dengan tingkat potensi pengembangan
116
sumber daya fisik sedang, kondisi infrastruktur (SDB) baik dan kapasitas SDM
yang tinggi, kemudian tipologi II selain dicirikan oleh potensi SDA yang cukup
baik dengan didukung tingkat potensi pengembangan sumber daya fisik relatif
tinggi, kondisi infrastruktur (SDB) yang cukup memadai namun kapasitas SDM
masih kurang, sedangkan tipologi III selain dicirikan oleh potensi SDA yang
cukup namun hanya sebagian kecil yang memiliki tingkat potensi pengembangan
sumber daya fisik relatif tinggi sedangkan sebagian besar wilayah memiliki
tingkat potensi pengembangan sumber daya fisik agak rendah, kondisi
infrastruktur (SDB) kurang memadai serta kapasitas SDM tidak terlalu tinggi.
Potensi sumber daya fisik yang dimiliki oleh beberapa daerah di Kawasan
Kedungsapur yang dalam hal ini dilihat berdasarkan kesesuaian terhadap beberapa
jenis tanaman perkebunan, menunjukkan adanya potensi lokal yang dimiliki oleh
kawasan ini yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri yang ada di
kawasan ini. Industri makanan, minuman, dan tembakau yang merupakan sektor
unggulan kawasan, berdasarkan hasil analisis input-output menunjukkan bahwa
kandungan komponen impornya relatif kecil serta memiliki keterkaitan dalam hal
penyediaan bahan baku selain dari tanaman bahan makanan juga dari tanaman
perkebunan.
Interaksi Spasial dalam Kawasan Kedungsapur
Adanya interaksi spasial antarkabupaten dan antarkota di Kawasan
Kedungsapur dapat dilihat berdasarkan pola pergerakan aktivitas masyarakat
serta aliran pemasaran komoditas dalam kawasan tersebut. Sistem transportasi
yang ada di Kawasan Kedungsapur antara lain: sistem transportasi darat yang
memanfaatkan jalan raya dan jalur kereta api, sistem transportasi laut melalui
pelabuhan yang ada, serta sistem transportasi udara melalui bandar udara yang ada
di Kota Semarang.
Letak Kawasan Kedungsapur yang cukup strategis mampu mengakomodir
pergerakan penduduk maupun barang yang melalui wilayah ini maupun
pergerakan di dalam kawasan sendiri. Untuk pergerakan di dalam kawasan
dilakukan dengan sarana angkutan darat jalan raya dan jalur kereta api.
117
Analisis aliran barang di wilayah Kedungsapur yang dilakukan oleh Dinas
Permukiman dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah tahun 2001 dengan
menggunakan matriks pergerakan barang (O-D matriks) antarzona (angkutan
jalan) di Kawasan Kedungsapur sebagai data masukan dalam melakukan analisis
aliran barang. Penggunaan data sektor transportasi dilakukan karena kebutuhan
prasarana perhubungan merupakan salah satu faktor utama penunjang pergerakan
barang dalam kawasan.
Tabel 40 Matriks pergerakan barang (aliran masuk) antarzona (angkutan jalan) di Kawasan Kedungsapur (%)
Daerah Tujuan Daerah Kab. Grobogan Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Kendal
Asal Kota Semarang Kota Salatiga Kab. Grobogan 0.00 46.51 6.68 46.96Kab. Demak 29.59 0.00 67.93 2.57Kab. Semarang Kota Semarang 0.94 2.24 95.87 0.95Kota Salatiga Kab. Kendal 4.60 3.98 91.41 0.00
Sumber: Dinas Permukiman dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah, 2001
Berdasarkan Tabel 40, pergerakan barang (aliran masuk) antarzona angkutan
jalan di Kawasan Kedungsapur menunjukkan bahwa aliran barang masuk yang
paling besar adalah antara Kabupaten Semarang, Kota Semarang, dan Kota
Salatiga yaitu sebesar 95.87%. Ketiga daerah tersebut mempunyai pengaruh yang
dominan dalam pergerakan barang, baik dari sisi aksesibilitas maupun kondisi
perekonomian wilayah di daerah tersebut. Selain itu di daerah tersebut terdapat
banyak industri-industri besar yang berskala nasional maupun regional, sehingga
aktivitas aliran barang didominasi oleh kegiatan pendistribusian hasil produksi
maupun pengangkutan faktor input produksi antardaerah tersebut.
Sementara pergerakan aliran barang yang terkecil di Kawasan Kedungsapur
adalah dari Kabupaten Semarang, Kota Semarang, dan Kota Salatiga menuju
Kabupaten Grobogan yaitu hanya sebesar 0.94%. Hal ini disebabkan karena masih
kurangnya penyediaan sarana dan prasarana perhubungan dengan kondisi baik
yang mendukung aktivitas pergerakan antardaerah tersebut. Terlebih aktivitas
118
perekonomian baik perdagangan dan jasa di Kabupaten Grobogan tidak terlalu
banyak, karena fasilitas penunjang kegiatan perekonomian masih belum memadai
dan memang sebagian besar penggunaan lahan di daerah ini adalah untuk aktivitas
pertanian sehingga tidak terdapat industri yang berskala besar. Akibatnya aliran
barang antara Kabupaten Grobogan dengan daerah lainnya kecil.
Tabel 41 Matriks pergerakan barang (aliran keluar) antarzona (angkutan jalan) di Kawasan Kedungsapur (%)
Daerah Tujuan Daerah Kab. Grobogan Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Kendal
Asal Kota Semarang Kota Salatiga Kab. Grobogan 0.00 43.78 2.25 60.40Kab. Demak 26.28 0.00 10.81 14.02Kab. Semarang Kota Semarang 41.23 43.70 75.13 25.57Kota Salatiga Kab. Kendal 32.50 12.53 11.50 0.00
Sumber: Dinas Permukiman dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah, 2001
Untuk pergerakan barang atau aliran keluar antarzona (angkutan jalan) di
Kawasan Kedungsapur yang disajikan pada Tabel 41, menunjukkan bahwa aliran
barang keluar antardaerah di Kawasan Kedungsapur yang memiliki interaksi
tinggi adalah antara Kabupaten Semarang, Kota Semarang, dan Kota Salatiga.
Sama halnya dengan pergerakan aliran barang yang masuk di ketiga daerah ini
yang juga tinggi karena memang tingkat aktivitas produksi maupun aktivitas
perekonomian di daerah ini cukup tinggi dan banyaknya industri serta didukung
dengan ketersediaan fasilitas pemasaran hasil produksi seperti pusat-pusat
perbelanjaan dan sebagainya.
Sementara pergerakan aliran barang yang keluar antardaerah di Kawasan
Kedungsapur yang memiliki interaksi terkecil adalah antara Kabupaten Grobogan
dengan Kabupaten Semarang, Kota Semarang, dan Kota Salatiga yaitu hanya
sebesar 2.25%. Tingkat aliran barang keluar yang rendah di kabupaten ini
disebabkan karena aktivitas produksi di Kabupaten Grobogan lebih berorientasi
kepada pemenuhan kebutuhan masyarakatnya (pemenuhan kebutuhan lokal),
sehingga tidak banyak aktivitas produksi di daerah ini yang berorientasi untuk
119
dipasarkan di luar daerah yaitu Kabupaten Semarang, Kota Semarang, dan Kota
Salatiga. Terlebih di ketiga daerah tersebut, untuk memenuhi kebutuhan barang
yang bersifat kebutuhan primer bagi masyarakatnya telah dipenuhi atau disuplai
dari daerah-daerah lain di Kawasan Kedungsapur yang memiliki aksesibilitas dan
sumber daya yang lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten Grobogan.
Pola aliran barang antardaerah di Kawasan Kedungsapur tersebut
menunjukkan pola interaksi spasial meskipun tidak mewakili keseluruhan
aktivitas pergerakan dalam kawasan baik aliran manusia maupun barang. Untuk
pola pergerakan penduduk di kawasan ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
pola pergerakan internal dan pola pergerakan regional (Dinas Permukiman dan
Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah 2002).
Keluar/Masuk
PKL-1
PKL-1
Kendal
PKL-1
Purwodadi
Ungaran
PKL-2
Ambarawa Salatiga PKL-2 Keterangan : interaksi tinggi Pusat Kegiatan Nasional interaksi sedang Pusat Kegiatan Wilayah interaksi rendah Pusat Kegiatan Lokal
SEMARANG Demak
Gambar 17 Keterkaitan antarkabupaten dan antarkota di Kawasan Kedungsapur.
120
Berdasarkan matriks aliran barang yang masuk maupun yang keluar
antarkabupaten maupun antarkota dalam Kawasan Kedungsapur dapat
ditampilkan dalam bentuk pola interaksi antarwilayah yang menunjukkan bahwa
tingkat interaksi antarwilayah tertinggi adalah antara Kota Semarang, Kabupaten
Semarang, dan Kota Salatiga (Gambar 17). Hal tersebut didukung dengan lokasi
industri yang pada umumnya berada di daerah tersebut, serta lokasinya yang
terletak pada jalur primer yang menghubungkan dengan kota atau kabupaten lain
di bagian selatan Provinsi Jawa Tengah seperti Kota Surakarta, dan Kabupaten
Boyolali serta Daerah Istimewa Yogyakarta. Sehingga belum ada interaksi
antarwilayah yang seimbang antarkabupaten maupun antarkota di Kawasan
Kedungsapur.
Arahan Pengembangan Kawasan Kedungsapur
Pengembangan wilayah di Kawasan Kedungsapur harus dilaksanakan dalam
kerangka pengembangan wilayah terpadu untuk mewujudkan pertumbuhan
wilayah yang berimbang dan saling memperkuat antarwilayah di dalam kawasan
tersebut. Oleh karena itu, arahan pengembangan wilayah sehubungan dengan
diketahuinya sektor unggulan di Kawasan Kedungsapur dan pemusatan aktivitas
sektor unggulan serta karakteristik tipologi wilayah yang ada di dalam kawasan,
antara lain:
1) Kawasan Kedungsapur yang ditetapkan sebagai salah satu kawasan strategis di
Provinsi Jawa Tengah diharapkan bahwa makna strategis tersebut tidak hanya
karena keberadaan Kota Semarang sebagai pusat pemerintahan maupun pusat
perekonomian di Provinsi Jawa Tengah, namun benar-benar mampu menjadi
suatu kawasan di mana perekonomian wilayahnya mampu menstimulasi
aktivitas perekonomian dalam kawasan sendiri maupun wilayah di sekitar
kawasan. Sehingga kesenjangan serta ketidakberimbangan antarwilayah yang
diindikasi terjadi di dalam Kawasan Kedungsapur dapat diminimalkan.
2) Pengembangan perekonomian wilayah terpadu dalam Kawasan Kedungsapur
perlu diawali dengan identifikasi sektor unggulan wilayah serta pemahaman
terhadap karakteristik sumber daya wilayah dalam kawasan tersebut. Karena
upaya pengembangan sektor unggulan wilayah sangat memerlukan dukungan
121
prasarana wilayah yang memadai, yang mampu memperlancar perekonomian
wilayah, meningkatkan aksesibilitas antarwilayah, serta memperlancar
komunikasi dan informasi antarwilayah. Prasarana wilayah sangat berperan
dalam meningkatkan daya saing wilayah yang pada akhirnya akan
meningkatkan perekonomian wilayah.
3) Sebagian besar wilayah Kawasan Kedungsapur khususnya di Kabupaten
Demak dan Kabupaten Grobogan berada pada tipologi III, yang umumnya
memiliki keterbatasan aksesibilitas dengan wilayah lain, sehingga kebijakan
pengembangan wilayah di kedua kabupaten ini hendaknya diarahkan pada
program-program pembangunan dan perbaikan infrastruktur wilayah sebagai
langkah awal untuk memperbaiki aksesibilitas antarwilayah. Karena
Kabupaten Demak maupun Kabupaten Grobogan memiliki keunggulan
komparatif serta keunggulan kompetitif yang cukup kuat di sektor pertanian.
Potensi yang dimiliki oleh kedua kabupaten ini perlu didukung dengan
kapasitas sumber daya manusia dan prasarana yang memadai. Program-
program peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam kerangka
pembangunan wilayah yang dapat dilakukan selain melalui jalur pendidikan
formal dan informal juga melalui strategi pengembangan kelembagaan
masyarakat di tingkat lokal, seperti kelompok tani, atau kelompok usaha
lainnya. Selain itu untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian yang
merupakan potensi unggulan wilayah, pemerintah daerah melalui perannya
sebagai pembuat regulasi dan kebijakan, perlu mengupayakan program-
program peningkatan investasi usaha di sektor pertanian untuk mengolah
produk-produk pertanian maupun meningkatkan kualitas produk agar mampu
bersaing dengan produk pertanian wilayah lain, serta membuka peluang
pengembangan industri pengolahan produk pertanian menjadi barang setengah
jadi yang memenuhi standar kriteria bahan baku bagi industri pengolahan
lainnya.
4) Kabupaten Semarang dan Kabupaten Kendal yang memiliki keunggulan
komparatif sektor industri pengolahan dan juga sektor pertanian, serta
berdasarkan tipologi wilayah secara umum memiliki potensi sumber daya
alam yang cukup baik, kapasitas sumber daya manusia yang memadai serta
122
ketersediaan prasarana wilayah yang mampu mendukung aksesibilitas dengan
wilayah lain, maka program-program pengembangan wilayah di kedua
kabupaten ini dapat diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah atas aktivitas
perekonomian wilayah yang relatif sudah cukup berkembang. Sebagai daerah
yang menjadi lokasi pemusatan aktivitas sektor unggulan di Kawasan
Kedungsapur selain Kota Semarang, program-program pengembangan
wilayah agar diarahkan untuk membuka peluang bagi berkembangnya industri
skala menengah dan skala kecil (usaha kecil dan menengah) yang berbasis
sumber daya lokal. Dalam hal ini pemerintah daerah harus dapat menciptakan
iklim investasi yang kondusif yang didukung dengan regulasi perijinan yang
tidak menghambat kelancaran usaha serta pengembangan kelembagaan yang
berhubungan dengan penyediaan modal usaha.
5) Kota Semarang merupakan salah satu lokasi pemusatan aktivitas sektor
industri pengolahan, maka pengembangan wilayah untuk daerah yang
cenderung sudah berkembang dan merupakan pusat pertumbuhan hendaknya
lebih diarahkan kepada program-program pembangunan yang selain mampu
menstimulasi perekonomian di daerahnya, juga mampu menggerakkan
aktivitas perekonomian daerah lain yang menjadi hinterland-nya. Begitu pula
halnya dengan Kota Salatiga yang cenderung mencirikan daerah urban,
meskipun bukan merupakan lokasi pemusatan sektor industri. Keunggulan
yang dimiliki oleh kedua kota ini antara lain lokasinya yang strategis yaitu
berada di jalur arteri primer serta ketersediaan sarana dan prasarana yang
mendukung aktivitas wilayah khususnya perekonomian wilayah. Selain itu
Kota Semarang dan Kota Salatiga juga merupakan daerah pemasaran produk
hasil pertanian maupun hasil industri. Program-program pengembangan
wilayah yang dapat dilaksanakan di kedua daerah ini, antara lain: program
peningkatan kerjasama antardaerah dalam bidang-bidang tertentu yang dapat
mengurangi kesenjangan antara daerah yang berkembang dengan daerah yang
belum berkembang, di mana bentuk kerjasama tersebut bersifat saling
memperkuat sehingga akan menguntungkan bagi daerah yang masih belum
berkembang. Pengembangan pola-pola kemitraan dengan dunia usaha di luar
kawasan sebagai upaya mencari peluang bagi pemasaran produk unggulan
123
kawasan. Penentuan regulasi yang berhubungan dengan pemasaran suatu
komoditas dalam kawasan, agar daerah penghasil komoditas tersebut tidak
langsung memasarkan komoditasnya ke luar kawasan karena adanya alternatif
tujuan pemasaran.
6) Pola interaksi antarwilayah yang terbentuk di antara Kabupaten Semarang,
Kota Semarang, serta Kota Salatiga menunjukkan tingginya interaksi
antarwilayah tersebut dibandingkan dengan interaksi dengan wilayah lainnya.
Untuk mewujudkan pembangunan wilayah yang berimbang, perlu adanya
upaya untuk meningkatkan interaksi antara daerah yang memiliki aktivitas
perekonomian wilayah yang kuat dengan daerah yang memiliki keterbatasan
perekonomian, sehingga terjalin keterkaitan antarwilayah yang tidak saling
memperlemah melainkan membentuk suatu hubungan yang saling
memperkuat dan bersinergi dalam kerangka pengembangan kawasan strategis.
7) Peningkatan peran sektor unggulan bagi perekonomian wilayah kabupaten
maupun kota yang berada dalam Kawasan Kedungsapur, dapat dilakukan
dengan membangun keterkaitan antardaerah. Salah satunya adalah melalui
kerjasama antardaerah di Kawasan Kedungsapur dalam hal pengembangan
potensi unggulan wilayah, sehingga dapat meningkatkan perekonomian
wilayah di kawasan ini yang pada akhirnya akumulasi nilai tambah tidak
hanya dinikmati oleh Kota Semarang saja namun dapat memberikan nilai
tambah bagi kabupaten dan kota lain di Kawasan Kedungsapur dan dapat
meminimalkan kesenjangan antardaerah.
8) Program-program pengembangan wilayah masing-masing kabupaten maupun
kota dalam kawasan harus merupakan pengembangan wilayah secara terpadu,
yang menunjukkan keterkaitan antarsektor maupun antarwilayah. Hal tersebut
perlu didukung dengan berfungsinya kelembagaan yang berperan sebagai
wadah kerjasama program pembangunan di wilayah Kedungsapur yaitu
Sekretariat Bersama Kerjasama Antardaerah Kedungsapur secara efektif dan
efisien.
124
Gambar 18 Peta tipologi wilayah Kedungsapur.
125
Gambar 19 Peta potensi sumber daya fisik.
126
Gambar 20 Peta tipologi wilayah berdasarkan potensi sumber daya fisik.
SIMPULAN
Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat
diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Sektor-sektor ekonomi yang mampu memberikan efek multiplier bagi
pertumbuhan ekonomi Kawasan Strategis Kedungsapur dan berpotensi untuk
menjadi sektor unggulan wilayah adalah sektor industri makanan, minuman,
dan tembakau, sektor industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, sektor
industri barang dari kayu dan hasil hutan lain, sektor industri pupuk, kimia,
dan barang dari karet, dan sektor restoran. Selain sektor-sektor tersebut
memiliki daya penyebaran dan derajat kepekaan yang relatif tinggi, juga
memiliki pengganda pendapatan dan pengganda PDRB yang relatif tinggi
dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya. Pemusatan aktivitas
sektor unggulan adalah di Kota Semarang, Kabupaten Kendal, dan Kabupaten
Semarang. Hal tersebut didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang
cukup memadai untuk mendukung aktivitas perekonomian wilayah.
2. Karakteristik tipologi wilayah berdasarkan potensi sumber daya wilayah yang
ada di Kawasan Strategis Kedungsapur menunjukkan tiga kelompok tipologi
yaitu tipologi I yang merupakan wilayah dengan potensi sumber daya alam
yang terbatas namun kondisi infrastruktur baik dan kapasitas sumber daya
manusia yang tinggi, tipologi II yaitu dengan karakteristik wilayah dengan
potensi sumber daya alam yang cukup baik, kondisi infrastruktur yang cukup
memadai namun kapasitas sumber daya manusia masih kurang, serta tipologi
III yang merupakan wilayah dengan potensi sumber daya alam yang cukup
namun kondisi infrastruktur kurang memadai serta kapasitas sumber daya
manusia tidak terlalu tinggi.
3. Pola sebaran spasial potensi sumber daya di Kawasan Kedungsapur,
menunjukkan bahwa daerah-daerah yang termasuk dalam tipologi I adalah
sebagian besar unit wilayah Kota Semarang dan Kota Salatiga dengan tingkat
potensi pengembangan sumber daya fisik terbatas dan sebagian wilayah
memiliki potensi sumber daya fisik sedang, sedangkan daerah yang masuk
128
dalam tipologi II adalah sebagian besar unit wilayah Kabupaten Semarang dan
Kabupaten Kendal yang didukung dengan tingkat potensi sumber daya fisik
relatif tinggi, sementara sebagian besar wilayah kecamatan di Kawasan
Kedungsapur berada pada tipologi III yaitu meliputi sebagian besar unit
wilayah Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan yang sebagian besar
wilayahnya memiliki keterbatasan potensi pengembangan sumber daya fisik.
4. Pola interaksi spasial yang ada di Kawasan Kedungsapur belum menunjukkan
adanya keseimbangan interaksi antarwilayah dalam kawasan tersebut, karena
untuk daerah yang tidak merupakan pusat aktivitas perekonomian seperti
Kabupaten Grobogan memiliki interaksi yang terbatas dengan daerah-daerah
lain di Kawasan Kedungsapur. Terlebih interaksi Kabupaten Grobogan dengan
Kota Semarang, Kabupaten Semarang, dan Kota Salatiga yang berada pada
jalur arteri primer masih sangat rendah apabila dibandingkan dengan daerah
lain di Kawasan Kedungsapur.
5. Pembangunan wilayah dalam lingkup Kawasan Kedungsapur masih
didominasi oleh aktivitas Kota Semarang sebagai pusat pertumbuhan di
kawasan tersebut. Hal itu antara lain ditunjukkan dari hasil identifikasi sektor
unggulan kawasan yaitu sektor industri pengolahan yang juga merupakan
sektor basis Kota Semarang. Karakteristik tipologi wilayah berdasarkan
sumber daya baik sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya
buatan, dan sumber daya sosial yang dimiliki oleh Kota Semarang
menunjukkan bahwa kota tersebut mencirikan kondisi wilayah yang sudah
sangat berkembang. Sehingga dalam kerangka pengembangan wilayah
Kawasan Strategis Kedungsapur menunjukkan belum adanya keberimbangan
pembangunan wilayah terutama antara Kota Semarang sebagai pusat
pertumbuhan dengan kabupaten dan kota di sekitarnya yang merupakan
hinterland-nya, akibatnya masih terjadi kesenjangan antarwilayah dalam
kawasan ini.
Saran
Untuk meminimalkan kesenjangan antarwilayah dalam Kawasan Strategis
Kedungsapur perlu dilakukan pembangunan wilayah berimbang dengan
129
mempertimbangkan keterpaduan perencanaan spasial maupun perencanaan
ekonomi wilayah. Adanya sinergi dalam pembangunan wilayah di kawasan
tersebut diharapkan dapat memberikan akumulasi nilai tambah, tidak hanya bagi
pusat pertumbuhan tetapi juga bagi daerah-daerah yang menjadi hinterland-nya,
sehingga pengurasan besar-besaran (massive backwash effect) sumber daya dari
wilayah perdesaan ke kawasan perkotaan sebagai pusat pertumbuhan tidak akan
terjadi.
Antara pusat pertumbuhan dengan daerah-daerah belakangnya perlu adanya
hubungan fungsional yang tumbuh secara interaktif yang saling mendorong dan
mengarah kepada pemanfaatan sumber daya secara optimal. Oleh karena itu
dalam pengembangan Kawasan Strategis Kedungsapur perlu memperhatikan pola
interaksi spasial aktual antarwilayah sebagai dasar dalam penentuan kebijakan
pengembangan wilayah, sehingga sebaiknya dilakukan penelitian secara khusus
yang dapat memberikan informasi aktual pola interaksi baik aliran orang maupun
aliran barang di dalam kawasan tersebut. Dengan demikian dapat diperkirakan
kebutuhan sarana dan prasarana transportasi yang mampu mendukung
aksesibilitas ke daerah sentra industri, pasar, maupun lokasi sumber daya serta
dapat meminimalkan kesenjangan interaksi antarwilayah
Untuk mendukung pengembangan Kawasan Strategis Kedungsapur secara
terpadu diharapkan dapat mengoptimalkan kinerja kelembagaan yang ada yaitu
Sekretariat Bersama Kerjasama Antardaerah Kedungsapur selaku koordinator
program-program pembangunan bersama antardaerah dengan tidak hanya
mempertimbangkan keterkaitan antarsektor dan antardaerah, tetapi juga perlu
mengikutsertakan masyarakat karena pengembangan wilayah akan berpengaruh
pada pengembangan masyarakat di wilayah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Anwar A. 1996. Memahami Proses Pembentukan Sistem Perkotaan dan Analisis
Ekonomi Kawasan Kota serta Dampaknya Kepada Wilayah Perdesaan. Analisis Sistem Ekonomi Perkotaan dan Pembangunan Ekonomi Regional. Program Studi PWD. Sekolah Pascasarjana IPB.
________. 2004. Permasalahan Pertanahan Berkait dengan Pembangunan Agropolitan dan Wilayah Perdesaan serta Peranan Sektor Pertanian. Ekonomi Sumber Daya dan Kelembagaan. Program Studi Perencanaan Wilayah. Sekolah Pascasarjana IPB.
________. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, Tinjauan Kritis. Bogor: P4W Press.
Anwar A, Hadi S. 1996. Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Majalah Kajian Ekonomi dan Sosial Prisma Tahun 1996; Nomor Khusus 25 Tahun Prisma 1971-1996. Jakarta: LP3ES.
Anwar A, Rustiadi E. 2003. Alternatif Sistem Perencanaan Pembangunan Bagi Masa Depan Indonesia. Makalah dalam Seminar Nasional Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Ekonomi Politik Baru Pasca UUD 1945 dan Peresmian Himpunan Perencana Pembangunan Wilayah. Jakarta.
Arief S. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. Jakarta: UI Press.
Arlianto DM. 2002. Disain Kelembagaan Pengembangan Wilayah. Di dalam: Urbanus M.A., Socia Prihawantoro, penyunting. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah, Kajian Konsep dan Pengembangan. Jakarta: PPKTPW-BPPT. hlm 67-93.
Barus B, Wiradisastra US. 2000. Sistem Informasi Geografi, Sarana Manajemen Sumberdaya. Bogor: Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB.
Bendavid-Val A. 1991. Regional and Local Economic Analysis for Practitioners. Ed ke-4. London: Praeger.
Blakely EJ. 1994. Planning Local Economic Development. Ed ke-2. London: Sage Publications.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2004. Jawa Tengah Dalam Angka. Semarang: BPS Provinsi Jawa Tengah.
[BPS,Bappeda] Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 1999 - 2003. Kota Semarang Dalam Angka. Semarang: BPS dan Bappeda Kota Semarang.
____________. 1999 - 2003. Kabupaten Semarang Dalam Angka. Ungaran: BPS dan Bappeda Kabupaten Semarang.
____________. 1999 - 2003. Kota Salatiga Dalam Angka. Salatiga: BPS dan Bappeda Salatiga.
131
[BPS, Bappeda]. 1999 - 2003. Kabupaten Kendal Dalam Angka. Kendal: BPS dan Bappeda Kabupaten Kendal.
_____________. 1999 - 2003. Kabupaten Demak Dalam Angka. Demak: BPS dan Bappeda Kabupaten Demak.
_____________. 1999 - 2003. Kabupaten Grobogan Dalam Angka. Grobogan: BPS dan Bappeda Kabupaten Grobogan.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2000. Kerangka Teori dan Analisis Tabel Input-Output. Jakarta: BPS Jakarta.
_____________. 2000. Teknik Penyusunan Tabel Input-Output. Jakarta: BPS Jakarta.
_____________. 2002. Statistik Industri Besar dan Sedang. Semarang: BPS Kota Semarang.
_____________. 2003. PDRB Kota Semarang 2003. Semarang: BPS Kota Semarang.
_____________. 2003. PDRB Kabupaten Semarang 2003. Ungaran: BPS Kabupaten Semarang.
_____________. 2003. PDRB Kota Salatiga 2003. Salatiga: BPS Kota Salatiga.
_____________. 2003. PDRB Kabupaten Kendal 2003. Kendal: BPS Kabupaten Kendal.
_____________. 2003. PDRB Kabupaten Demak 2003. Demak: BPS Kabupaten Demak.
_____________. 2003. PDRB Kabupaten Grobogan 2003. Grobogan: BPS Kabupaten Grobogan.
[BPS, Bappenas, UNDP] Badan Pusat Statistik, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan United Nations Development Programme. 2004. Indonesia: Laporan Pembangunan Manusia 2004, Ekonomi dan Demokrasi: Membiayai Pembangunan Manusia Indonesia. Jakarta; BPS, Bappenas, dan UNDP.
[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah. 2003. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 – 2018.
Dahuri R, Nugroho I. 2004. Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta: LP3ES.
Daryanto A. 2004. Keunggulan Daya Saing dan Teknik Identifikasi Komoditas Unggulan dalam Mengembangkan Potensi Ekonomi Regional. AGRIMEDIA Volume 9 Nomor 2 Desember 2004. Bogor: MMA-IPB.
Deni R, Djumantri M. 2002. Pergeseran Pendekatan dalam Perencanaan Pengembangan Wilayah/Kawasan di Indonesia. Di dalam: Haryo Winarso, Pradoo, Denny Zulkaidi, Miming Miharja, penyunting. Pemikiran dan Praktek Perencanaan dalam Era Transformasi di Indonesia. Bandung: Departemen Teknik Planologi-ITB. hlm 9-26.
132
Dinas Permukiman dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah. 2001. Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kedungsapur.
____________. 2002. Review Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kedungsapur.
Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah. 2004. Statistik Tanaman Pangan.
[Bappenas] Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal. 2004. Pengembangan Ekonomi Daerah Berbasis Kawasan Andalan: Membangun Model Pengelolaan dan Pengembangan Keterkaitan Program. Info Kajian Bappenas Volume 1 Nomor 2 Oktober 2004. Jakarta: Bappenas.
Djohar I. 1999. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Kotamadya Batam dengan Pendekatan Model SNSE [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Firman T. 1992. Studi Perencanaan Ruang Kawasan-kawasan Strategis. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Nomor 3 Triwulan I/Maret 1992. Bandung: Lembaga Penelitian Perencanaan Wilayah dan Kota-ITB.
Glasson J. 1978. An Introduction to Regional Planning, Concepts, Theory and Practice. Great Britain: The Anchor Press Ltd.
Hidayat A, Nazara S. 2005. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi (Economic Landscape) dan Kebijakan Strategi Pembangunan Jawa Timur Tahun 1994 dan 2000: Analisis Input-Output. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Volume V/Nomor 02/Januari 2005. Jakarta : Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Hilhorst JGM. 1985. Regional Planning, A System Approach. Great Britain: JFB Printing Ltd, Farnborough, Hants.
Keputusan Bersama Pemerintah Kabupaten Kendal, Pemerintah Kabupaten Demak, Pemerintah Kabupaten Semarang, Pemerintah Kota Salatiga, Pemerintah Kota Semarang, dan Pemerintah Kabupaten Grobogan Nomor: 30 Tahun 2005, Nomor: 130.1/0975.A, Nomor: 130/02646, Nomor: 63 Tahun 2005, Nomor: 130.1/A.00016, dan Nomor: 130.1/4382 tentang Kerjasama Program Pembangunan di Wilayah Kedungsapur.
Kesepakatan Bersama Antar Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang, Salatiga, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kendal, Demak, Semarang, dan Grobogan Nomor: 130/07272, Nomor: 16/Perj-XII/1998, Nomor: 261/1998, Nomor: 762A/1998, Nomor: 1694/1998, dan Nomor: 180/1998 tentang Kerjasama di Bidang Pemerintahan, Pembangunan, dan Kemasyarakatan Antara Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang, Salatiga, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kendal, Demak, Semarang, dan Grobogan.
Mubyarto. 2000. Pengembangan Wilayah, Pembangunan Perdesaan, dan Otonomi Daerah. Di dalam: Suhandojo, Sri Handoyo Mukti, Tukiyat, penyunting. Pengembangan Wilayah Perdesaan dan Kawasan Tertentu. Jakarta: Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah BPPT. hlm 3-16.
133
Muchdie. 2002. Aplikasi Model Input-Output dalam Analisis Perekonomian Wilayah. Di dalam: Urbanus M.A, Socia Prihawantoro, penyunting. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah, Kajian Konsep dan Pengembangan. Jakarta: PPKTPW-BPPT. hlm 247-277.
Mukti SH. 2002. Sistem Pengembangan Prasarana Wilayah. Di dalam: Urbanus M.A, Socia Prihawantoro, penyunting. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah, Kajian Konsep dan Pengembangan. Jakarta: PPKTPW-BPPT. hlm 233-246.
Ramdani. 2003. Analisis Intersektoral untuk menentukan Sektor Prioritas Pembangunan Daerah (Studi Kasus Kabupaten Musi Rawas) [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Riyadi, Bratakusumah DS. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah, Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan otonomi Daerah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Riyadi D. 2002. Pengembangan Wilayah Teori dan Konsep Dasar. Di dalam: Urbanus M.A, Socia Prihawantoro, penyunting. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah, Kajian Konsep dan Pengembangan. Jakarta: PPKTPW-BPPT. hlm 47-65.
Rustiadi E, Panuju DR, Saefulhakim S. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Sistem Perencanaan Wilayah. Program Studi Perencanaan Wilayah. Sekolah Pascasarjana IPB.
Saefulhakim S. 2004. Permodelan. Analisis Kuantitatif Sosial Ekonomi Spasial. Program Studi Perencanaan Wilayah. Sekolah Pascasarjana. IPB.
Sumarsono S. 2004. Peran Pemerintah dalam Mendukung Konsolidasi dan Kekuatan Lokal Pembangunan. Makalah Seminar Nasional Regionalisasi dalam Perspektif Otonomi Daerah dan Pembangunan Wilayah. Semarang: MPWK-UNDIP. http://mpwk.undip.ac.id/seminar/agustus2004 /index.php. html (3-5-2005).
Tarigan R. 2004a. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
_________. 2004b. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Tjahjati B. 1992. Regional Development in Indonesia: Goals and Policies. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Nomor 3 Triwulan I/Maret 1992. Bandung: Lembaga Penelitian Perencanaan Wilayah dan Kota-ITB.
Tri Hardjoko A. 1998. Arahan Pengembangan Kawasan Strategis Subosuko [Tesis]. Bandung: Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung.
Turner K, Pearce D, Bateman I. 1994. Environmental Economics, An Elementary Introduction. Great Britain: T.J. Press (Padstow) Ltd, Cornwall.
Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
134
Warseno. 2000. Tim Koordinasi sebagai Alternatif Lembaga Pengelola Kawasan Andalan. Di dalam: Suhandojo, Sri Handoyo Mukti, Tukiyat, penyunting. Pengembangan Wilayah Perdesaan dan Kawasan Tertentu. Jakarta: Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah BPPT. hlm 275-288.
Zen MT. 2001. Falsafah Dasar Pengembangan Wilayah: Memberdayakan Manusia. Di dalam: Alkadri, Muchdie, Suhandojo, penyunting. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah,Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia dan Teknologi. Jakarta: PPKTPW-BPPT. hlm 4-20.
LAMPIRAN
136
Lampiran 1 Tabel I-O Kawasan Kedungsapur tahun 2003
Sektor
Kod
e
Tana
man
Bah
an
Mak
anan
Tana
man
Pe
rkeb
unan
Pete
rnak
an d
an
Has
il-ha
siln
ya
Keh
utan
an
Perik
anan
1 2 3 4 5 Tanaman Bahan Makanan 1 100 625 - 23 708 - 157 Tanaman Perkebunan 2 170 6 223 538 - 0 Peternakan dan Hasil-hasilnya 3 30 212 2 441 8 357 - 237 Kehutanan 4 383 1 307 506 1 520 222 Perikanan 5 12 066 446 1 359 337 8 778 Penggalian 6 - - 9 - - Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 7 - 1 695 235 693 - 13 676 Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 8 3 433 731 125 235 499 Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lain 9 1 806 1 465 418 - 245 Industri Kertas dan Barang Cetakan 10 66 139 41 414 19 Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 11 35 715 9 173 6 755 82 992 Industri Logam, Mesin, dan Peralatan 12 4 463 3 870 382 1 460 544 Industri Lainnya 13 1 325 1 872 2 397 3 309 7 427 Listrik, gas dan air minum 14 - 449 1 288 507 240 Bangunan 15 6 153 4 212 1 758 4 767 499 Perdagangan Besar dan Eceran 16 20 076 9 195 25 152 3 117 7 031 Restoran 17 1 095 319 197 1 048 484 Hotel 18 27 86 9 245 20 Angkutan Darat 19 7 976 2 310 6 331 2 146 1 297 Angkutan Air 20 1 027 259 1 202 246 237 Angkutan Udara 21 123 371 209 276 37 Jasa Penunjang Angkutan 22 683 176 820 97 160 Komunikasi 23 132 42 23 62 31 Bank 24 1 865 191 206 87 134 Lembaga Keuangan selain Bank 25 1 646 138 177 76 132 Real Estate dan Jasa perusahaan 26 4 051 1 918 292 5 235 511 Pemerintahan Umum 27 20 286 153 - 73 Sosial Kemasyarakatan 28 - 1 239 - 23 Hiburan dan Rekreasi 29 - - - - - Jasa-jasa Lainnya 30 4 084 2 099 685 6 950 292 Jumlah Input Antara 190 239 222 51 414 319 028 32 217 43 997 Impor 200 192 067 179 196 11 814 267 330 8 613 Upah dan Gaji 201 499 743 114 192 134 505 51 688 47 496 Surplus Usaha 202 2 721 366 213 260 560 543 174 833 198 517 Penyusutan 203 32 122 10 269 14 327 10 306 10 209 Pajak Tak Langsung Netto 204 24 675 2 476 8 027 2 173 2 366 Subsidi 205 - - - - - Total Input Primer 209 3 277 906 340 197 717 401 239 000 258 588 Jumlah Input Total 210 3 709 195 570 807 1 048 243 538 547 311 197
137
Lanjutan (Lampiran 1)
Peng
galia
n
Indu
stri
Mak
anan
, M
inum
an, d
an
Tem
baka
u
Indu
stri
Teks
til,
Bar
ang
Kul
it da
n A
las K
aki
Indu
stri
Bar
ang
Kay
u da
n H
asil
Hut
an L
ain
Indu
stri
Ker
tas
dan
Bar
ang
Cet
akan
Indu
stri
Pupu
k,
Kim
ia d
an
Bar
ang
dari
Kar
et
Indu
stri
Loga
m,
Mes
in, d
an
Pera
lata
n
Indu
stri
Lai
nnya
List
rik, g
as d
an
air m
inum
6 7 8 9 10 11 12 13 14 - 3 350 890 0 - 1 989 855 - 1 - - 352 686 41 616 2 200 8 136 723 - 18 - - 417 650 12 991 - - 1 552 - 46 - 84 300 1 524 437 330 12 437 2 054 5 32 - - 212 655 - - - 52 - 7 - 23 1 020 2 14 1 456 7 863 3 000 5 845 1 398 - 1 440 894 64 676 1 680 2 182 39 567 0 25 - 198 4 926 2 992 554 26 033 717 29 290 205 161 512 342 4 871 12 675 237 853 1 744 2 574 1 467 88 0 19 36 091 7 164 554 176 615 8 117 331 140 2 839 508 64 229 235 984 17 947 16 644 513 126 10 052 1 074 5 783 616 12 314 8 799 7 002 2 389 10 523 88 304 1 663 11 559 2 765 38 414 120 666 13 899 26 376 39 744 9 627 4 512 119 792 39 17 731 84 434 7 506 15 302 20 271 7 084 1 307 119 593 1 213 4 440 12 203 1 419 542 4 389 530 1 197 22 464 2 701 625 913 587 766 234 754 201 769 395 677 44 115 5 830 117 631 1 253 17 127 17 565 7 261 4 442 17 961 4 783 920 259 95 6 141 27 035 3 053 2 859 4 777 415 1 935 644 3 326 114 089 82 910 70 689 48 231 113 262 16 697 3 137 3 208 235 23 233 21 262 10 812 5 842 19 712 3 094 791 76 229 5 705 7 731 881 1 456 5 063 563 835 920 126 17 029 17 384 7 089 4 918 13 612 2 082 437 6 37 7 592 9 808 2 168 2 644 14 796 590 425 1 654 200 10 234 20 990 4 881 3 422 7 439 1 318 360 1 272 127 1 512 9 255 726 1 113 1 580 151 396 588 3 620 28 812 39 003 25 390 15 979 20 026 7 600 2 708 12 293 11 2 265 4 408 1 067 3 177 5 972 114 147 371 50 5 858 6 971 914 6 366 5 651 379 150 2 421 1 - 15 - - - - - - 1 198 19 578 10 370 3 035 1 565 5 443 464 1 137 7 778 19 016 6 844 197 4 457 760 1 126 160 562 181 1 447 670 202 969 35 325 433 064 64 904 876 605 2 112 975 550 102 899 390 1 384 408 184 357 796 797 314 687 45 277 899 326 746 166 193 783 230 509 373 790 46 618 22 531 128 668 73 433 2 275 771 1 140 460 448 518 596 787 547 161 86 500 88 151 220 190 9 981 463 788 341 874 81 665 39 500 106 201 17 475 19 150 211 206 4 014 817 448 134 883 21 648 25 117 92 116 15 484 3 030 8 677 - - - - - (1 647) - - - 132 705 4 456 333 2 363 384 745 613 891 912 1 117 622 166 077 132 862 568 741 216 625 12 177 136 8 934 119 2 421 875 2 353 483 3 949 699 553 404 964 984 1 316 492
138
Lanjutan (Lampiran 1)
Ban
guna
n
Perd
agan
gan
Bes
ar d
an E
cera
n
Res
tora
n
Hot
el
Ang
kuta
n D
arat
Ang
kuta
n A
ir
Ang
kuta
n U
dara
Jasa
Pen
unja
ng
Ang
kuta
n
Kom
unik
asi
15 16 17 18 19 20 21 22 23 - 642 71 056 910 - 32 - - - - 58 4 775 23 15 6 - - - - - 111 860 928 238 232 - - - 29 693 48 1 372 57 61 - - - - - - 49 429 631 - 76 - - - 195 662 74 2 - 1 - - - - - 3 971 503 003 14 554 492 3 680 301 262 200 260 47 753 2 419 869 3 935 205 103 1 002 1 553 31 076 16 934 518 11 80 - 5 82 253 1 552 56 754 1 495 923 1 357 105 772 91 8 077 27 038 147 031 3 031 718 4 227 276 106 319 662 164 486 3 216 1 235 86 891 351 1 019 368 1 607 197 797 111 743 12 302 521 100 660 12 798 12 693 2 312 5 864 997 107 254 13 479 1 527 2 861 638 44 1 153 9 831 3 148 88 557 4 971 1 198 10 563 652 312 8 420 42 450 279 607 104 667 61 329 3 103 46 251 5 105 4 664 1 985 7 287 7 385 98 034 992 166 11 206 170 5 145 498 2 303 2,920 1 163 701 58 2 094 123 1 476 927 3 302 3 203 165 582 62 644 1 900 35 890 2 617 764 586 5 641 209 31 998 12 090 357 7 250 1 704 149 143 14 974 1 670 54 744 723 126 463 175 10 200 573 9 313 - 11 232 8 229 297 20 868 14 457 7 772 2 846 1 173 2 226 89 194 2 650 1 077 2 155 673 611 2 782 31 848 2 034 51 402 327 24 3 488 137 367 35 2 951 1 583 26 668 854 117 3 856 755 1 695 176 763 22 843 144 244 26 572 4 453 41 616 2 691 14 330 6 849 50 198 508 795 295 89 1 152 96 43 236 1 546 3 656 8 060 173 433 1 009 46 191 463 3 685 - - 1 361 158 913 7 32 101 2 144 1 407 115 185 1 870 80 130 810 427 120 1 133 4 257 980 960 1 486 999 961 753 35 395 434 403 48 236 62 915 33 341 211 882 405 304 239 663 76 040 4 089 61 038 80 417 23 468 37 282 19 560 631 943 2 105 114 329 154 17 338 199 692 25 029 21 307 23 977 178 213 382 544 6 082 139 419 994 37 214 471 826 37 651 16 804 55 708 290 586 84 502 560 074 49 902 4 534 134 104 16 234 47 146 12 475 187 387 58 969 630 570 67 365 4 682 12 597 3 356 880 996 9 321 - - - - - - - - - 1 157 958 9 377 897 866 415 63 769 818 219 82 269 86 137 93 156 665 506 2 544 223 11 104 560 1 904 209 103 253 1 313 660 210 921 172 520 163 779 896 949
139
Lanjutan (Lampiran 1)
Ban
k
Lem
baga
K
euan
gan
sela
in
Ban
k
Rea
l Est
ate
dan
Jasa
per
usah
aan
Pem
erin
taha
n U
mum
Sosi
al
Kem
asya
raka
tan
Hib
uran
dan
R
ekre
asi
Jasa
-jasa
Lai
nnya
Tota
l Per
min
taan
A
ntar
a
24 25 26 27 28 29 30 180 (PA) - - - 16 141 13 224 238 302 3 580 768 0 1 0 513 1 513 191 278 547 554 - - - 6 997 7 231 29 476 601 475 - - - 65 43 0 420 489 463 - - - 2 297 761 0 232 289 127 - - - 5 3 - 0 216 377 197 - 132 49 443 35 662 3 265 4 125 2 419 373 145 13 750 13 049 3 841 88 8 326 3 143 928 - - 6 1 214 163 28 138 316 058 13 235 195 1 756 67 281 22 047 48 456 408 695 542 165 1 532 54 969 62 061 1 273 41 629 1 263 642 116 59 3 582 15 988 593 69 9 831 357 383 1 101 944 2 777 48 342 3 070 254 1 815 907 117 4 962 443 2 331 32 185 3 205 481 4 055 461 197 12 184 724 28 381 123 569 8 471 104 1 787 401 276 3 371 504 7 373 71 463 26 488 1 166 14 157 2 919 244 8 181 422 2 134 104 653 621 718 1 616 318 957 11 471 533 1 801 20 309 238 74 750 95 280 5 373 2 400 2 047 52 485 3 733 349 10 009 830 833 77 121 260 26 796 707 45 2 229 187 137 4 458 1 176 2 912 54 496 280 198 199 166 106 57 31 162 17 950 483 56 1 228 151 459 4 544 1 172 2 911 9 611 943 118 293 192 814 9 468 1 856 3 640 6 564 903 58 126 135 979 5 058 4 021 1 271 3 657 588 74 86 68 840 46 048 36 518 16 193 61 641 18 920 2 179 19 769 682 501 2 952 1 746 746 14 784 507 339 188 44 086 2 261 1 714 1 809 3 602 13 364 54 1 955 71 496 64 - 357 4 229 200 9 343 - 18 926 7 241 1 426 6 210 62 634 3 085 241 766 401 571 143 103 56 182 91 074 946 931 232 949 21 079 127 239 21 688 661 14 412 2 000 27 096 281 129 69 336 1 510 91 674 9 277 263 239 109 166 512 123 713 2 896 462 356 660 13 836 242 482 11 104 834 344 456 69 303 475 845 - 191 713 13 255 228 087 18 462 615 24 510 31 132 58 822 146 366 107 514 5 819 56 307 2 894 901 2 002 36 089 38 829 - 15 323 3 072 18 772 2 064 957 - - - - - - - (1,647) 610 078 303 037 697 209 3 042 828 671 211 35 983 545 648 34 525 660 767 593 361 218 815 379 4 270 888 973 496 58 571 764 561 65 491 584
140
Lanjutan (Lampiran 1)
Rum
ah T
angg
a
Pem
erin
tah
Pem
bent
ukan
M
odal
Tet
ap
Bru
to
Peru
baha
n St
ok
Eksp
or
Tota
l Per
min
taan
A
khir
Tota
l Per
min
taan
301 (F1) 302 (F2) 303 (F2) 304 (F2) 305 (F2) 309 TO 473 301 - - (363 116) 18 243 128 428 3 709 195 29 507 - - (6 847) 593 23 253 570 807 139 657 - 129 388 87 054 90 669 446 769 1 048 243 75 686 - - (26 640) 38 49 085 538 547 22 008 - - (3 917) 3 978 22 070 311 197
- - - - 248 248 216 625 6 693 150 - - - 3 064 613 9 757 762 12 177 136 1 027 455 - 49 613 - 4 713 122 5 790 190 8 934 119 1 309 060 - 337 632 339 334 119 791 2 105 817 2 421 875 1 059 454 - - 441 811 443 523 1 944 788 2 353 483 862 106 - - 190 616 1 633 336 2 686 057 3 949 699 127 854 - 60 698 - 7 470 196 021 553 404 11 964 - 9 365 (2 210) 38 748 57 867 964 984 855 295 - - - - 855 295 1 316 492
- - 2 142 946 - - 2 142 946 2 544 223 2 164 970 - 2 190 627 - 3 829 718 8 185 315 11 104 560 1 524 958 - - - 60 293 1 585 251 1 904 209 5 884 - - - 2 089 7 973 103 253 355 311 - 28 470 - 99 045 482 826 1 313 660 1 573 - 2 640 - 19 571 23 784 210 921 5 553 - 125 - 735 6 414 172 520 1 414 - 3 837 - 7 069 12 319 163 779 704 135 - - - - 704 135 896 949 631 614 - - - - 631 614 767 593 292 378 - - - - 292 378 361 218 132 878 - - - - 132 878 815 379 1 183 974 3 042 828 - - - 4 226 802 4 270 888 902 000 - - - - 902 000 973 496 39 645 - - - - 39 645 58 571 362 990 - - - - 362 990 764 561 20 995 776 3 042 828 4 955 341 656 086 14 152 892 43 802 923 65 491 584 561 340 - 479 856 344 105 1 689 508 3 074 810 12 352 072
141
Lampiran 2 Koefisien input
1 2 3 4 5 6 7Tanaman Bahan Makanan 1 0.0271 - 0.0226 - 0.0005 - 0.2752 Tanaman Perkebunan 2 0.0000 0.0109 0.0005 - 0.0000 - 0.0290 Peternakan dan Hasil-hasilnya 3 0.0081 0.0043 0.0080 - 0.0008 - 0.0343 Kehutanan 4 0.0001 0.0023 0.0005 0.0028 0.0007 0.0004 0.0000 Perikanan 5 0.0033 0.0008 0.0013 0.0006 0.0282 - 0.0175 Penggalian 6 - - 0.0000 - - 0.0001 0.0001 Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 7 - 0.0030 0.2248 - 0.0439 - 0.1183 Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 8 0.0009 0.0013 0.0001 0.0004 0.0016 0.0009 0.0004 Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lain 9 0.0005 0.0026 0.0004 - 0.0008 0.0016 0.0004 Industri Kertas dan Barang Cetakan 10 0.0000 0.0002 0.0000 0.0008 0.0001 0.0001 0.0030 Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 11 0.0096 0.0161 0.0064 0.0002 0.0032 0.0023 0.0053 Industri Logam, Mesin, dan Peralatan 12 0.0012 0.0068 0.0004 0.0027 0.0017 0.0028 0.0010 Industri Lainnya 13 0.0004 0.0033 0.0023 0.0061 0.0239 0.0128 0.0032 Listrik, gas dan air minum 14 - 0.0008 0.0012 0.0009 0.0008 0.0002 0.0015 Bangunan 15 0.0017 0.0074 0.0017 0.0089 0.0016 0.0056 0.0004 Perdagangan Besar dan Eceran 16 0.0054 0.0161 0.0240 0.0058 0.0226 0.0125 0.0514 Restoran 17 0.0003 0.0006 0.0002 0.0019 0.0016 0.0058 0.0014 Hotel 18 0.0000 0.0002 0.0000 0.0005 0.0001 0.0004 0.0005 Angkutan Darat 19 0.0022 0.0040 0.0060 0.0040 0.0042 0.0154 0.0094 Angkutan Air 20 0.0003 0.0005 0.0011 0.0005 0.0008 0.0011 0.0019 Angkutan Udara 21 0.0000 0.0006 0.0002 0.0005 0.0001 0.0011 0.0005 Jasa Penunjang Angkutan 22 0.0002 0.0003 0.0008 0.0002 0.0005 0.0006 0.0014 Komunikasi 23 0.0000 0.0001 0.0000 0.0001 0.0001 0.0002 0.0006 Bank 24 0.0005 0.0003 0.0002 0.0002 0.0004 0.0009 0.0008 Lembaga Keuangan selain Bank 25 0.0004 0.0002 0.0002 0.0001 0.0004 0.0006 0.0001 Real Estate dan Jasa perusahaan 26 0.0011 0.0034 0.0003 0.0097 0.0016 0.0167 0.0024 Pemerintahan Umum 27 0.0000 0.0005 0.0001 - 0.0002 0.0000 0.0002 Sosial Kemasyarakatan 28 - 0.0000 0.0002 - 0.0001 0.0002 0.0005 Hiburan dan Rekreasi 29 - - - - - 0.0000 - Jasa-jasa Lainnya 30 0.0011 0.0037 0.0007 0.0129 0.0009 0.0055 0.0016 Jumlah Input Antara 190 0.0645 0.0901 0.3043 0.0598 0.1414 0.0878 0.5621 Impor 200 0.0518 0.3139 0.0113 0.4964 0.0277 0.2996 0.0720 Upah dan Gaji 201 0.1347 0.2001 0.1283 0.0960 0.1526 0.2090 0.0739 Surplus Usaha 202 0.7337 0.3736 0.5347 0.3246 0.6379 0.3390 0.1869 Penyusutan 203 0.0087 0.0180 0.0137 0.0191 0.0328 0.0461 0.0381 Pajak Tak Langsung Netto 204 0.0067 0.0043 0.0077 0.0040 0.0076 0.0185 0.0671 Subsidi 205 - - - - - - - Total Input Primer 209 0.8837 0.5960 0.6844 0.4438 0.8309 0.6126 0.3660 Jumlah Input Total 210 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000
Kod
e
Sektor
Tana
man
B
ahan
M
akan
an
Tana
man
Pe
rkeb
unan
Pete
rnak
an
dan
Has
il-ha
siln
ya
Keh
utan
an
Perik
anan
Peng
galia
n
Indu
stri
Mak
anan
, M
inum
an, d
an
Tem
baka
u
142
Lanjutan (Lampiran 2)
8 9 10 11 12 13 14 15 160.0000 - 0.0008 0.0002 - 0.0000 - - 0.0001 0.0047 0.0009 0.0000 0.0346 - 0.0000 - - 0.0000 0.0015 - - 0.0004 - 0.0000 - - - 0.0002 0.1806 0.0053 0.0005 0.0000 0.0000 - 0.0117 0.0000
- - - 0.0000 - 0.0000 - - - 0.0000 0.0000 0.0006 0.0020 0.0054 0.0061 0.0011 0.0769 0.0000 0.0072 0.0007 0.0009 0.0100 0.0000 0.0000 - - 0.0004 0.3350 0.0107 0.0003 0.0074 0.0004 0.0002 0.0004 0.0001 0.0043 0.0014 0.0982 0.0007 0.0007 0.0027 0.0001 0.0000 0.0122 0.0015 0.0008 0.0002 0.0750 0.0021 0.0006 0.0001 0.0022 0.0006 0.0051 0.0264 0.0074 0.0071 0.1299 0.0182 0.0011 0.0044 0.0106 0.0132 0.0010 0.0029 0.0010 0.0027 0.1596 0.0017 0.0088 0.0647 0.0003 0.0135 0.0057 0.0112 0.0101 0.0174 0.0047 0.0910 0.0777 0.0101 0.0095 0.0031 0.0065 0.0051 0.0128 0.0014 0.0908 0.0004 0.0097 0.0014 0.0006 0.0002 0.0011 0.0010 0.0012 0.0171 0.0012 0.0080 0.0658 0.0969 0.0857 0.1002 0.0797 0.0060 0.0894 0.1099 0.0094 0.0020 0.0030 0.0019 0.0045 0.0086 0.0010 0.0002 0.0029 0.0088 0.0030 0.0013 0.0012 0.0012 0.0007 0.0020 0.0005 0.0011 0.0001 0.0093 0.0292 0.0205 0.0287 0.0302 0.0033 0.0024 0.0013 0.0149 0.0024 0.0045 0.0025 0.0050 0.0056 0.0008 0.0001 0.0001 0.0029 0.0009 0.0004 0.0006 0.0013 0.0010 0.0009 0.0007 0.0007 0.0049 0.0019 0.0029 0.0021 0.0034 0.0038 0.0005 0.0000 - 0.0010 0.0011 0.0009 0.0011 0.0037 0.0011 0.0004 0.0013 0.0009 0.0080 0.0023 0.0020 0.0015 0.0019 0.0024 0.0004 0.0010 0.0008 0.0046 0.0010 0.0003 0.0005 0.0004 0.0003 0.0004 0.0004 0.0006 0.0024 0.0044 0.0105 0.0068 0.0051 0.0137 0.0028 0.0093 0.0090 0.0130 0.0005 0.0004 0.0013 0.0015 0.0002 0.0002 0.0003 0.0002 0.0001 0.0008 0.0004 0.0027 0.0014 0.0007 0.0002 0.0018 0.0014 0.0007 0.0000 - - - - - - - - 0.0012 0.0013 0.0007 0.0014 0.0008 0.0012 0.0059 0.0006 0.0104 0.4990 0.4650 0.2389 0.3665 0.3668 0.0366 0.3290 0.3856 0.1339 0.2365 0.2271 0.3822 0.3505 0.3331 0.8257 0.2390 0.1593 0.0216 0.0835 0.0800 0.0979 0.0946 0.0842 0.0233 0.0977 0.2484 0.1896 0.1277 0.1852 0.2536 0.1385 0.1563 0.0913 0.1673 0.1504 0.5477 0.0383 0.0337 0.0168 0.0269 0.0316 0.0198 0.1604 0.0332 0.0504 0.0151 0.0089 0.0107 0.0233 0.0280 0.0031 0.0066 0.0232 0.0568
- - - (0.0004) - - - - - 0.2645 0.3079 0.3790 0.2830 0.3001 0.1377 0.4320 0.4551 0.8445 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000
Indu
stri
Teks
til,
Bar
ang
Kul
it da
n A
las K
aki
Indu
stri
Bar
ang
Kay
u da
n H
asil
Hut
an L
ain
Indu
stri
Ker
tas d
an
Bar
ang
Cet
akan
Indu
stri
Pupu
k, K
imia
da
n B
aran
g da
ri K
aret
Indu
stri
Loga
m,
Mes
in, d
an
Pera
lata
n
Indu
stri
La
inny
a
List
rik, g
as
dan
air m
inum
Ban
guna
n
Perd
agan
gan
Bes
ar d
an
Ecer
an
143
Lanjutan (Lampiran 2)
17 18 19 20 21 22 23 240.0373 0.0088 - 0.0001 - - - - 0.0025 0.0002 0.0000 0.0000 - - - 0.0000 0.0587 0.0090 0.0002 0.0011 - - - - 0.0007 0.0006 0.0000 - - - - - 0.0260 0.0061 - 0.0004 - - - - 0.0000 - 0.0000 - - - - - 0.2642 0.1410 0.0004 0.0174 0.0017 0.0016 0.0002 0.0003 0.0013 0.0084 0.0030 0.0010 0.0006 0.0061 0.0017 0.0002 0.0003 0.0001 0.0001 - 0.0000 0.0005 0.0003 - 0.0008 0.0089 0.0010 0.0005 0.0045 0.0006 0.0090 0.0172 0.0016 0.0070 0.0032 0.0013 0.0006 0.0019 0.0007 0.0007 0.0006 0.0008 0.0007 0.0017 0.0059 0.0022 0.0018 0.0002 0.0065 0.0050 0.0766 0.0607 0.0736 0.0141 0.0065 0.0014 0.0071 0.0148 0.0022 0.0030 0.0003 0.0070 0.0110 0.0065 0.0026 0.0116 0.0080 0.0031 0.0018 0.0514 0.0473 0.0159 0.0322 0.0301 0.0352 0.0242 0.0270 0.0121 0.0081 0.0044 0.0005 0.0016 0.0085 0.0008 0.0298 0.0030 0.0026 0.0107 0.0004 0.0006 0.0016 0.0006 0.0086 0.0057 0.0037 0.0149 0.0329 0.0184 0.0273 0.0124 0.0044 0.0036 0.0063 0.0070 0.0063 0.0035 0.0055 0.0081 0.0009 0.0009 0.0167 0.0001 0.0004 0.0012 0.0004 0.0008 0.0591 0.0035 0.0104 0.0058 0.0043 0.0029 0.0159 0.0685 0.0450 0.0174 0.0013 0.0001 0.0014 0.0104 0.0016 0.0032 0.0035 0.0170 0.0355 0.0059 0.0002 0.0002 0.0027 0.0006 0.0021 0.0002 0.0033 0.0123 0.0004 0.0011 0.0029 0.0036 0.0098 0.0011 0.0009 0.0066 0.0140 0.0431 0.0317 0.0128 0.0831 0.0418 0.0560 0.0600 0.0002 0.0009 0.0009 0.0005 0.0002 0.0014 0.0017 0.0038 0.0001 0.0042 0.0008 0.0002 0.0011 0.0028 0.0041 0.0029 0.0007 0.0015 0.0007 0.0000 0.0002 0.0006 0.0024 0.0001 0.0010 0.0008 0.0996 0.0020 0.0007 0.0069 0.0047 0.0094 0.5051 0.3428 0.3307 0.2287 0.3647 0.2036 0.2362 0.1864 0.0399 0.0396 0.0465 0.3813 0.1360 0.2276 0.0218 0.0188 0.1729 0.1679 0.1520 0.1187 0.1235 0.1464 0.1987 0.3115 0.2206 0.3604 0.3592 0.1785 0.0974 0.3401 0.3240 0.4487 0.0262 0.0439 0.1021 0.0770 0.2733 0.0762 0.2089 0.0319 0.0354 0.0453 0.0096 0.0159 0.0051 0.0061 0.0104 0.0026
- - - - - - - - 0.4550 0.6176 0.6229 0.3900 0.4993 0.5688 0.7420 0.7948 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000
Res
tora
n
Hot
el
Ang
kuta
n D
arat
Ang
kuta
n A
ir
Ang
kuta
n U
dara
Jasa
Pe
nunj
ang
Ang
kuta
n
Kom
unik
asi
Ban
k
144
Lanjutan (Lampiran 2)
25 26 27 28 29 30- - 0.0038 0 .0136 0 .0041 0.0004
0.0000 0 .0000 0.0001 0 .0016 0 .0033 0.0004 - - 0.0016 0 .0074 0 .0005 0.0006 - - 0.0000 0 .0000 0 .0000 0.0005 - - 0.0005 0 .0008 0 .0000 0.0003 - - 0.0000 0 .0000 - 0.0000 - 0 .0002 0.0116 0 .0366 0 .0557 0.0054
0.0000 0 .0009 0.0031 0 .0039 0 .0015 0.0109 - 0 .0000 0.0003 0 .0002 0 .0005 0.0002
0.0005 0 .0022 0.0158 0 .0226 0 .0008 0.0006 0.0005 0 .0019 0.0129 0 .0638 0 .0217 0.0544 0.0002 0 .0044 0.0037 0 .0006 0 .0012 0.0129 0.0026 0 .0034 0.0113 0 .0032 0 .0043 0.0024 0.0012 0 .0029 0.0075 0 .0033 0 .0082 0.0053 0.0020 0 .0348 0.0289 0 .0087 0 .0018 0.0023 0.0014 0 .0090 0.0167 0 .0272 0 .0199 0.0185 0.0012 0 .0026 0.0245 0 .0006 0 .0123 0.0021 0.0015 0 .0022 0.0048 0 .0002 0 .0013 0.0010 0.0066 0 .0025 0.0123 0 .0038 0 .0060 0.0131 0.0003 0 .0003 0.0063 0 .0007 0 .0008 0.0029 0.0033 0 .0036 0.0128 0 .0003 0 .0034 0.0003 0.0001 0 .0002 0.0042 0 .0005 0 .0010 0.0016 0.0032 0 .0036 0.0023 0 .0010 0 .0020 0.0004 0.0051 0 .0045 0.0015 0 .0009 0 .0010 0.0002 0.0111 0 .0016 0.0009 0 .0006 0 .0013 0.0001 0.1011 0 .0199 0.0144 0 .0194 0 .0372 0.0259 0.0048 0 .0009 0.0035 0 .0005 0 .0058 0.0002 0.0047 0 .0022 0.0008 0 .0137 0 .0009 0.0026
- 0 .0004 0.0010 0 .0002 0 .1595 - 0.0039 0 .0076 0.0147 0 .0032 0 .0041 0.0010 0.1555 0 .1117 0.2217 0 .2393 0 .3599 0.1664 0.0055 0 .0332 0.0658 0 .0712 0 .0258 0.1199 0.4610 0 .1517 0.6782 0 .3664 0 .2362 0.3172 0.1919 0 .5836 - 0 .1969 0 .2263 0.2983 0.0862 0 .0721 0.0343 0 .1104 0 .0994 0.0736 0.0999 0 .0476 - 0 .0157 0 .0524 0.0246
- - - - - - 0.8389 0 .8551 0.7125 0 .6895 0 .6143 0.7137 1.0000 1 .0000 1.0000 1 .0000 1 .0000 1.0000
Hib
uran
dan
R
ekre
asi
Jasa
-jasa
La
inny
a
Lem
baga
K
euan
gan
sela
in B
ank
Rea
l Est
ate
dan
Jasa
pe
rusa
haan
Pem
erin
taha
n U
mum
Sosi
al
Kem
asya
raka
tan
145
Lampiran 3 Matriks kebalikan (I-A)-1
1 2 3 4 5 6Tanaman Bahan Makanan 1 1.0289 0.0017 0.0974 0.0004 0.0157 0.0009 Tanaman Perkebunan 2 0.0006 1.0119 0.0086 0.0001 0.0018 0.0002 Peternakan dan Hasil-hasilnya 3 0.0086 0.0046 1.0180 0.0002 0.0029 0.0005 Kehutanan 4 0.0003 0.0030 0.0007 1.0030 0.0010 0.0008 Perikanan 5 0.0035 0.0010 0.0064 0.0007 1.0301 0.0002 Penggalian 6 0.0002 0.0007 0.0003 0.0008 0.0004 1.0007 Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 7 0.0027 0.0053 0.2606 0.0010 0.0529 0.0023 Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 8 0.0017 0.0025 0.0010 0.0010 0.0029 0.0018 Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lain 9 0.0006 0.0031 0.0008 0.0002 0.0010 0.0019 Industri Kertas dan Barang Cetakan 10 0.0001 0.0005 0.0012 0.0010 0.0005 0.0003 Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 11 0.0119 0.0199 0.0114 0.0015 0.0052 0.0039 Industri Logam, Mesin, dan Peralatan 12 0.0017 0.0090 0.0014 0.0043 0.0026 0.0042 Industri Lainnya 13 0.0012 0.0054 0.0055 0.0079 0.0263 0.0154 Listrik, gas dan air minum 14 0.0003 0.0015 0.0025 0.0014 0.0015 0.0007 Bangunan 15 0.0020 0.0081 0.0028 0.0095 0.0023 0.0067 Perdagangan Besar dan Eceran 16 0.0080 0.0217 0.0417 0.0085 0.0285 0.0160 Restoran 17 0.0005 0.0011 0.0012 0.0022 0.0021 0.0063 Hotel 18 0.0001 0.0003 0.0002 0.0006 0.0002 0.0006 Angkutan Darat 19 0.0030 0.0058 0.0104 0.0048 0.0060 0.0169 Angkutan Air 20 0.0004 0.0008 0.0020 0.0006 0.0011 0.0014 Angkutan Udara 21 0.0001 0.0009 0.0006 0.0007 0.0004 0.0013 Jasa Penunjang Angkutan 22 0.0004 0.0007 0.0017 0.0004 0.0009 0.0011 Komunikasi 23 0.0002 0.0004 0.0007 0.0003 0.0005 0.0005 Bank 24 0.0006 0.0006 0.0008 0.0003 0.0007 0.0012 Lembaga Keuangan selain Bank 25 0.0005 0.0004 0.0004 0.0002 0.0006 0.0008 Real Estate dan Jasa perusahaan 26 0.0017 0.0048 0.0025 0.0110 0.0030 0.0187 Pemerintahan Umum 27 0.0000 0.0006 0.0003 0.0000 0.0003 0.0001 Sosial Kemasyarakatan 28 0.0001 0.0001 0.0005 0.0001 0.0002 0.0004 Hiburan dan Rekreasi 29 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Jasa-jasa Lainnya 30 0.0016 0.0047 0.0028 0.0137 0.0021 0.0076 Jumlah 1.0814 1.1211 1.4843 1.0764 1.1934 1.1138
Sektor
Kod
e
Tana
man
Bah
an
Mak
anan
Tana
man
Pe
rkeb
unan
Pete
rnak
an d
an
Has
il-ha
siln
ya
Keh
utan
an
Perik
anan
Peng
galia
n
146
Lanjutan (Lampiran 3)
7 8 9 10 11 12 13 14 15 160.3257 0.0049 0.0013 0.0020 0.0053 0.0019 0.0003 0.0004 0.0010 0.0016 0.0341 0.0093 0.0017 0.0005 0.0410 0.0012 0.0001 0.0004 0.0007 0.0008 0.0427 0.0032 0.0005 0.0004 0.0017 0.0010 0.0002 0.0002 0.0005 0.0008 0.0004 0.0009 0.2010 0.0060 0.0010 0.0008 0.0001 0.0004 0.0144 0.0005 0.0219 0.0005 0.0004 0.0002 0.0006 0.0004 0.0001 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004 0.0006 0.0005 0.0010 0.0028 0.0070 0.0062 0.0035 0.0782 0.0009 1.1476 0.0162 0.0036 0.0030 0.0166 0.0047 0.0008 0.0011 0.0025 0.0041 0.0021 1.5053 0.0194 0.0016 0.0142 0.0022 0.0004 0.0017 0.0017 0.0072 0.0010 0.0027 1.1092 0.0011 0.0013 0.0038 0.0002 0.0005 0.0142 0.0019 0.0042 0.0024 0.0014 1.0820 0.0037 0.0018 0.0003 0.0034 0.0017 0.0060 0.0133 0.0486 0.0130 0.0112 1.1537 0.0276 0.0017 0.0087 0.0168 0.0171 0.0026 0.0029 0.0054 0.0019 0.0048 1.1909 0.0023 0.0136 0.0781 0.0017 0.0074 0.0263 0.0139 0.0169 0.0183 0.0284 1.0057 0.1046 0.0838 0.0147 0.0030 0.0176 0.0060 0.0092 0.0086 0.0186 0.0017 1.1017 0.0034 0.0115 0.0025 0.0045 0.0050 0.0023 0.0043 0.0041 0.0017 0.0206 1.0039 0.0098 0.0671 0.1105 0.1165 0.0981 0.1238 0.1046 0.0074 0.1056 0.1240 1.0168 0.0027 0.0046 0.0054 0.0034 0.0071 0.0120 0.0012 0.0017 0.0056 0.0096 0.0007 0.0049 0.0018 0.0015 0.0018 0.0013 0.0021 0.0009 0.0016 0.0005 0.0142 0.0186 0.0373 0.0253 0.0374 0.0406 0.0039 0.0059 0.0086 0.0173 0.0028 0.0045 0.0059 0.0033 0.0067 0.0076 0.0009 0.0007 0.0014 0.0035 0.0011 0.0023 0.0014 0.0014 0.0025 0.0021 0.0010 0.0016 0.0018 0.0056 0.0024 0.0041 0.0047 0.0032 0.0055 0.0062 0.0007 0.0005 0.0010 0.0020 0.0015 0.0031 0.0024 0.0024 0.0059 0.0027 0.0006 0.0025 0.0023 0.0088 0.0016 0.0044 0.0032 0.0023 0.0031 0.0037 0.0005 0.0018 0.0019 0.0050 0.0006 0.0021 0.0009 0.0009 0.0010 0.0009 0.0005 0.0009 0.0011 0.0027 0.0056 0.0110 0.0183 0.0110 0.0110 0.0215 0.0037 0.0138 0.0151 0.0167 0.0003 0.0009 0.0006 0.0016 0.0019 0.0004 0.0002 0.0004 0.0003 0.0002 0.0007 0.0015 0.0007 0.0032 0.0020 0.0012 0.0002 0.0023 0.0018 0.0010 0.0000 0.0001 0.0001 0.0000 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0047 0.0053 0.0093 0.0046 0.0072 0.0067 0.0018 0.0086 0.0037 0.0127 1.7150 1.8240 1.5909 1.3015 1.4948 1.5059 1.0464 1.4082 1.4712 1.1817
Indu
stri
Mak
anan
, M
inum
an, d
an
Tem
baka
uIn
dust
ri Te
kstil
, B
aran
g K
ulit
dan
Ala
s Kak
iIn
dust
ri B
aran
g K
ayu
dan
Has
il H
utan
Lai
nIn
dust
ri K
erta
s da
n B
aran
g C
etak
anIn
dust
ri Pu
puk,
K
imia
dan
B
aran
g da
ri K
aret
Indu
stri
Loga
m,
Mes
in, d
an
Pera
lata
n
Indu
stri
Lai
nnya
List
rik, g
as d
an
air m
inum
Ban
guna
n
Perd
agan
gan
Bes
ar d
an E
cera
n
147
Lanjutan (Lampiran 3)
17 18 19 20 21 22 230.1309 0.0566 0.0020 0.0064 0.0056 0.0016 0.0012 0.0123 0.0056 0.0007 0.0008 0.0006 0.0004 0.0003 0.0716 0.0156 0.0011 0.0021 0.0026 0.0005 0.0005 0.0011 0.0010 0.0003 0.0002 0.0002 0.0009 0.0009 0.0331 0.0096 0.0004 0.0008 0.0012 0.0002 0.0002 0.0006 0.0013 0.0015 0.0011 0.0013 0.0045 0.0042 0.3208 0.1662 0.0052 0.0216 0.0146 0.0047 0.0032 0.0033 0.0137 0.0071 0.0026 0.0022 0.0100 0.0033 0.0008 0.0006 0.0004 0.0003 0.0003 0.0014 0.0011 0.0024 0.0110 0.0018 0.0010 0.0060 0.0014 0.0108 0.0080 0.0124 0.0120 0.0032 0.0029 0.0050 0.0035 0.0024 0.0033 0.0039 0.0033 0.0092 0.0077 0.0071 0.0145 0.0123 0.0828 0.0655 0.0825 0.0215 0.0158 0.0096 0.0180 0.0044 0.0047 0.0023 0.0091 0.0136 0.0054 0.0154 0.0117 0.0083 0.0090 0.0556 0.0524 0.0578 0.0488 0.0446 0.0304 0.0368 0.0235 0.0204 1.0022 0.0030 0.0099 0.0018 0.0329 0.0041 0.0039 0.0008 1.0010 0.0023 0.0013 0.0099 0.0062 0.0043 0.0396 0.0231 1.0319 0.0146 0.0084 0.0057 0.0088 0.0077 0.0045 0.0065 1.0087 0.0017 0.0016 0.0178 0.0011 0.0021 0.0011 0.0016 1.0639 0.0044 0.0120 0.0063 0.0042 0.0176 0.0708 0.0494 1.0183 0.0035 0.0025 0.0118 0.0028 0.0051 0.0058 0.0186 1.0376 0.0011 0.0011 0.0033 0.0011 0.0031 0.0008 0.0040 0.0010 0.0016 0.0034 0.0040 0.0110 0.0014 0.0014 0.0187 0.0482 0.0392 0.0186 0.0964 0.0472 0.0632 0.0004 0.0011 0.0011 0.0007 0.0006 0.0016 0.0020 0.0005 0.0047 0.0014 0.0006 0.0018 0.0033 0.0047 0.0009 0.0019 0.0009 0.0001 0.0004 0.0008 0.0030 0.0067 0.0047 0.1040 0.0047 0.0034 0.0086 0.0069 1.7641 1.5046 1.4056 1.2858 1.4659 1.2707 1.3116
Res
tora
n
Hot
el
Ang
kuta
n D
arat
Ang
kuta
n A
ir
Ang
kuta
n U
dara
Jasa
Pen
unja
ng
Ang
kuta
n
Kom
unik
asi
148
Lanjutan (Lampiran 3)
24 25 26 27 28 29 300.0027 0.0006 0.0008 0.0118 0.0276 0.0290 0.0031 0.0004 0.0001 0.0002 0.0016 0.0057 0.0075 0.0030 0.0011 0.0002 0.0003 0.0042 0.0096 0.0047 0.0013 0.0004 0.0001 0.0006 0.0007 0.0005 0.0003 0.0007 0.0006 0.0001 0.0001 0.0018 0.0018 0.0020 0.0006 0.0016 0.0005 0.0029 0.0026 0.0011 0.0006 0.0006 0.0070 0.0014 0.0020 0.0237 0.0464 0.0823 0.0088 0.0011 0.0005 0.0018 0.0057 0.0075 0.0038 0.0176 0.0003 0.0001 0.0006 0.0009 0.0006 0.0009 0.0005 0.0196 0.0013 0.0028 0.0178 0.0256 0.0021 0.0013 0.0030 0.0019 0.0040 0.0180 0.0768 0.0325 0.0648 0.0025 0.0015 0.0084 0.0077 0.0023 0.0030 0.0163 0.0061 0.0049 0.0079 0.0190 0.0074 0.0096 0.0067 0.0084 0.0021 0.0038 0.0098 0.0052 0.0121 0.0072 0.0196 0.0064 0.0364 0.0312 0.0106 0.0052 0.0043 0.0127 0.0048 0.0162 0.0302 0.0440 0.0363 0.0309 0.0117 0.0020 0.0033 0.0260 0.0018 0.0159 0.0032 0.0155 0.0019 0.0025 0.0052 0.0006 0.0019 0.0013 0.0095 0.0078 0.0039 0.0163 0.0086 0.0110 0.0171 0.0006 0.0006 0.0006 0.0071 0.0016 0.0017 0.0037 0.0068 0.0041 0.0041 0.0141 0.0009 0.0049 0.0007 0.0008 0.0005 0.0006 0.0061 0.0013 0.0021 0.0026 0.0069 0.0040 0.0041 0.0032 0.0019 0.0033 0.0012 1.0130 0.0058 0.0048 0.0021 0.0016 0.0019 0.0007 0.0071 1.0116 0.0018 0.0013 0.0009 0.0019 0.0004 0.0660 0.1062 1.0228 0.0197 0.0226 0.0484 0.0288 0.0041 0.0051 0.0010 1.0036 0.0008 0.0071 0.0004 0.0035 0.0052 0.0025 0.0012 1.0143 0.0015 0.0029 0.0002 0.0001 0.0006 0.0013 0.0003 1.1899 0.0000 0.0114 0.0058 0.0086 0.0172 0.0051 0.0073 1.0035 1.2442 1.1874 1.1502 1.3109 1.3349 1.5307 1.2342
Ban
k
Hib
uran
dan
R
ekre
asi
Jasa
-jasa
Lai
nnya
Lem
baga
K
euan
gan
sela
in
Ban
k
Rea
l Est
ate
dan
Jasa
per
usah
aan
Pem
erin
taha
n U
mum
Sosi
al
Kem
asya
raka
tan
149
Lampiran 4 Keterkaitan ke belakang (Backward Linkage) dan keterkaitan ke
depan (Forward Linkage)
Sektor
Dire
ct
Bac
kwar
d Li
nkag
e
Dire
ct &
In
dire
ct
Bac
kwar
d Li
nkag
e
Stan
dard
ized
D
BL
Stan
dard
ized
D
IBL
DBL DIBL SDBL SDIBLTanaman Bahan Makanan 1 0.0645 1.0814 0.2486 0.7988Tanaman Perkebunan 2 0.0901 1.1211 0.3472 0.8282Peternakan dan Hasil-hasilnya 3 0.3043 1.4843 1.1730 1.0965Kehutanan 4 0.0598 1.0764 0.2306 0.7952Perikanan 5 0.1414 1.1934 0.5449 0.8816Penggalian 6 0.0878 1.1138 0.3383 0.8228Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 7 0.5621 1.7150 2.1662 1.2669Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 8 0.4990 1.8240 1.9231 1.3474Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lain 9 0.4650 1.5909 1.7922 1.1752Industri Kertas dan Barang Cetakan 10 0.2389 1.3015 0.9207 0.9614Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 11 0.3665 1.4948 1.4127 1.1042Industri Logam, Mesin, dan Peralatan 12 0.3668 1.5059 1.4136 1.1125Industri Lainnya 13 0.0366 1.0464 0.1411 0.7730Listrik, gas dan air minum 14 0.3290 1.4082 1.2678 1.0402Bangunan 15 0.3856 1.4712 1.4860 1.0868Perdagangan Besar dan Eceran 16 0.1339 1.1817 0.5161 0.8729Restoran 17 0.5051 1.7641 1.9466 1.3032Hotel 18 0.3428 1.5046 1.3212 1.1115Angkutan Darat 19 0.3307 1.4056 1.2745 1.0383Angkutan Air 20 0.2287 1.2858 0.8814 0.9498Angkutan Udara 21 0.3647 1.4659 1.4055 1.0829Jasa Penunjang Angkutan 22 0.2036 1.2707 0.7846 0.9387Komunikasi 23 0.2362 1.3116 0.9105 0.9689Bank 24 0.1864 1.2442 0.7185 0.9191Lembaga Keuangan selain Bank 25 0.1555 1.1874 0.5995 0.8771Real Estate dan Jasa perusahaan 26 0.1117 1.1502 0.4305 0.8497Pemerintahan Umum 27 0.2217 1.3109 0.8545 0.9684Sosial Kemasyarakatan 28 0.2393 1.3349 0.9223 0.9861Hiburan dan Rekreasi 29 0.3599 1.5307 1.3871 1.1308Jasa-jasa Lainnya 30 0.1664 1.2342 0.6414 0.9118
150
Lanjutan (Lampiran 4)
Dire
ct
Fore
war
d Li
nkag
e
Dire
ct &
In
dire
ct
Fore
war
d Li
nkag
e
Stan
dard
ized
D
irect
Fo
rew
ard
Link
age
Stan
dard
ized
D
irect
&
Indi
rect
Fo
rew
ard
Link
age
DFL DIFL SDFL SDIFL1 0.3946 1.7694 1.5210 1.30712 0.0887 1.1520 0.3419 0.85103 0.1365 1.2014 0.5263 0.88754 0.2070 1.2421 0.7979 0.91765 0.0857 1.1192 0.3303 0.82686 0.0923 1.1286 0.3556 0.83377 0.9456 2.2328 3.6445 1.64948 0.4071 1.6473 1.5689 1.21699 0.1261 1.1523 0.4860 0.851310 0.1760 1.2153 0.6783 0.897811 0.4337 1.6135 1.6714 1.191912 0.2961 1.4061 1.1412 1.038713 0.5649 1.7382 2.1772 1.284014 0.2248 1.2994 0.8665 0.959915 0.2792 1.3617 1.0762 1.005916 1.0470 2.4362 4.0352 1.799717 0.1455 1.1886 0.5608 0.878118 0.0597 1.0739 0.2301 0.793319 0.3414 1.4623 1.3159 1.080220 0.0831 1.1084 0.3203 0.818821 0.1195 1.1467 0.4604 0.847122 0.1826 1.2199 0.7037 0.901123 0.1107 1.1437 0.4267 0.844924 0.0551 1.0761 0.2125 0.794925 0.0505 1.0630 0.1945 0.785326 0.6700 1.8156 2.5821 1.341227 0.0312 1.0375 0.1203 0.766428 0.0524 1.0639 0.2021 0.785929 0.1674 1.2009 0.6452 0.887230 0.2094 1.2947 0.8070 0.9564
151
Lampiran 5 Penentuan sektor unggulan Factor LoadingsVariable Communality F1 F2SDIBL 0.881828 0.926741 0.154929SDIFL 0.345518 0.267850 -0.806110IM-1 0.935273 0.964730 -0.088219TM-1 0.334115 0.265841 0.768247VAM-1 0.964065 0.979659 -0.053477Expl.Var 2.891699 1.274661Prp.Totl 0.578340 0.254932 Factor Scores
Sektor F1 F2Tanaman Bahan Makanan -1.03484 -1.20252Tanaman Perkebunan -1.02576 0.30978Peternakan dan Hasil-hasilnya 0.39035 1.87119Kehutanan -1.05301 -0.06117Perikanan -0.82989 0.46386Penggalian -1.11874 -0.07589Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 2.59397 -2.05174Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 2.34930 -0.16695Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lain 1.49095 0.71728Industri Kertas dan Barang Cetakan -0.00155 0.22347Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 1.14643 -0.63810Industri Logam, Mesin, dan Peralatan 1.01604 -0.30134Industri Lainnya -0.71172 -1.10995Listrik, gas dan air minum 0.32443 0.59163Bangunan 0.13160 -0.07708Perdagangan Besar dan Eceran -0.59919 -2.48882Restoran 1.25584 0.48912Hotel 0.16321 0.33353Angkutan Darat 0.17678 0.01390Angkutan Air -0.34275 0.14598Angkutan Udara 0.54347 1.61597Jasa Penunjang Angkutan -0.32597 0.53192Komunikasi -0.39988 0.39963Bank -0.45708 2.13194Lembaga Keuangan selain Bank -0.97673 0.00791Real Estate dan Jasa perusahaan -0.78343 -1.38048Pemerintahan Umum -0.86282 -0.67303Sosial Kemasyarakatan -0.54623 0.50005Hiburan dan Rekreasi 0.29350 0.11700Jasa-jasa Lainnya -0.80631 -0.23709 Catatan : untuk F2 yang nilainya negatif dikalikan dengan (-1)
152
Lanjutan (Lampiran 5) Perhitungan nilai akhir untuk menentukan sektor unggulan:
Sektor Kode SKOR 1 SKOR 2 JUMLAH Rescalling Nilai AkhirTanaman Bahan Makanan 1 -0.7182 0.3679 -0.3503 0.1266 0.1266Tanaman Perkebunan 2 -0.7119 0.0948 -0.6172 0.0428 0.0428Peternakan dan Hasil-hasilnya 3 0.2709 0.5725 0.8434 0.5019 0.5019Kehutanan 4 -0.7309 0.0187 -0.7121 0.0129 0.0129Perikanan 5 -0.5760 0.1419 -0.4341 0.1003 0.1003Penggalian 6 -0.7765 0.0232 -0.7533 0.0000 0.0000Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 7 1.8004 0.6277 2.4281 1.0000 1.0000Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 8 1.6306 0.0511 1.6816 0.7654 0.7654Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lain 9 1.0348 0.2194 1.2543 0.6310 0.6310Industri Kertas dan Barang Cetakan 10 -0.0011 0.0684 0.0673 0.2579 0.2579Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 11 0.7957 0.1952 0.9909 0.5482 0.5482Industri Logam, Mesin, dan Peralatan 12 0.7052 0.0922 0.7974 0.4874 0.4874Industri Lainnya 13 -0.4940 0.3396 -0.1544 0.1882 0.1882Listrik, gas dan air minum 14 0.2252 0.1810 0.4062 0.3644 0.3644Bangunan 15 0.0913 0.0236 0.1149 0.2729 0.2729Perdagangan Besar dan Eceran 16 -0.4159 0.7614 0.3456 0.3454 0.3454Restoran 17 0.8716 0.1496 1.0213 0.5578 0.5578Hotel 18 0.1133 0.1020 0.2153 0.3045 0.3045Angkutan Darat 19 0.1227 0.0043 0.1270 0.2767 0.2767Angkutan Air 20 -0.2379 0.0447 -0.1932 0.1760 0.1760Angkutan Udara 21 0.3772 0.4944 0.8716 0.5107 0.5107Jasa Penunjang Angkutan 22 -0.2262 0.1627 -0.0635 0.2168 0.2168Komunikasi 23 -0.2775 0.1223 -0.1553 0.1880 0.1880Bank 24 -0.3172 0.6522 0.3350 0.3421 0.3421Lembaga Keuangan selain Bank 25 -0.6779 0.0024 -0.6755 0.0244 0.0244Real Estate dan Jasa perusahaan 26 -0.5437 0.4223 -0.1214 0.1986 0.1986Pemerintahan Umum 27 -0.5988 0.2059 -0.3929 0.1133 0.1133Sosial Kemasyarakatan 28 -0.3791 0.1530 -0.2261 0.1657 0.1657Hiburan dan Rekreasi 29 0.2037 0.0358 0.2395 0.3121 0.3121Jasa-jasa Lainnya 30 -0.5596 0.0725 -0.4871 0.0837 0.0837
MAX 2.4281MIN -0.7533
Sektor unggulan dengan nilai akhir tertinggi: Sektor Kode Nilai AkhirIndustri Makanan, Minuman, dan Tembakau 7 1.0000Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 8 0.7654Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lain 9 0.6310Restoran 17 0.5578Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 11 0.5482
153
154
Lampiran 6 Hasil analisis location quotient PDRB gabungan kabupaten dan kota di Kawasan Kedungsapur tahun 2000 dan 2003 SEKTOR Kawasan Kedungsapur Kawasan Kedungsapur (Tanpa Kota Semarang) 2000 2003 2000 2003 1 PERTANIAN 0.6227 0.6373 1.3201 1.3864
2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 0.2384 0.2215 0.3144 0.2923
3 INDUSTRI PENGOLAHAN 1.0097 0.9848 0.9794 0.9546
4 LISTRIK, GAS DAN AIR MINUM 1.2150 1.2128 1.2254 1.1996
5 BANGUNAN 0.7644 0.7880 0.6196 0.6653
6 PERDAGANGAN , HOTEL DAN RESTORAN 1.1861 1.1496 0.7885 0.7676
7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 1.0925 1.0754 0.7076 0.6764
8 KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
1.3444 1.3566 0.9328 0.95999 JASA-JASA 1.3133 1.3888 1.3008 1.4089
155
Lampiran 7 Hasil analisis shift-share Kawasan Kedungsapur tahun 2000 dan 2003
SEKTOR Pertumbuhan Ekonomi Pergeseran Proporsional Pergeseran Differensial Total
PERTANIAN 0.1127 -0.0965 0.0335 0.0498PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 0.1127 0.0791 -0.0743 0.1174INDUSTRI PENGOLAHAN 0.1127 0.0313 -0.0178 0.1262LISTRIK, GAS DAN AIR MINUM 0.1127 0.0514 0.0088 0.1729BANGUNAN 0.1127 0.0008 0.0451 0.1587PERDAGANGAN , HOTEL DAN RESTORAN 0.1127 0.0384 -0.0250 0.1261PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 0.1127 0.0990 -0.0079 0.2039KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 0.1127 -0.0398 0.0198 0.0927JASA-JASA 0.1127 -0.0386 0.0724 0.1465
156
Lampiran 8 Variabel analisis tipologi wilayah
No Variabel Kode1 SDA X1 Kepadatan Penduduk (jiwa/Ha)
X2 Jumlah desa per luas kecamatanX3 Luas lahan sawah per luas kecamatanX4 Ladang/huma/tegal/kebun/kolam/ tambak/tebat/empang/penggembalaan/
padang rumput per luas kecamatanX5 Perkebunan dan hutan rakyat per luas kecamatanX6 Perumahan dan Pemukiman per luas kecamatanX7 Lahan Untuk Bangunan Industri per luas kecamatanX8 Invers jarak rata-rata dari masing-masing desa ke kab/kota yang membawahi (km)X9 Topografi desa/kel. Dalam kecamatanX10 Ada/tidaknya lintasan sungai
2 SDM X11 Jumlah tdk sekolah/tidak tamat/belum tamat SD per seribu pendudukX12 Jumlah Tamat SD per seribu pendudukX13 Jumlah Tamat SLTP per seribu pendudukX14 Jumlah Tamat SMU per seribu pendudukX15 Jumlah Tamat Akademi/PT per seribu pendudukX16 Invers jumlah orang meninggal akibat penyakit per seribu pendudukX17 Invers Jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I per jumlah keluargaX18 Invers banyaknya penduduk yang tidak mempunyai pekerjaan per jumlah keluargaX19 Banyaknya keluarga yang berlangganan telepon per jumlah keluargaX20 Banyaknya keluarga yang mempunyai televisi per jumlah keluargaX21 Jumlah industri kerajinan perseribu penduduk
3 SDS X22 Banyaknya jenis kelompok sosial (P3A, kelompok tani, KTNA, kelompok usaha ternak)
X23 Banyaknya jenis kelompok olah raga4 SDB X24 Jumlah bangunan rumah per jumlah keluarga
X25 Jumlah SD dan sederajat per seribu pendudukX26 Jumlah SLTP dan sederajat per seribu pendudukX27 Jumlah SMU, SMK dan sederajat per seribu pendudukX28 Jumlah Perguruan tinggi dan akademi per seribu pendudukX29 Jumlah RS, RS bersalin, dan poliklinik per seribu pendudukX30 Jumlah puskesmas dan puskesmas pembantu per seribu pendudukX31 Jumlah tempat praktek dokter dan bidan per seribu pendudukX32 Jumlah terminal dan stasiun KA per seribu pendudukX33 Jumlah wartel/kiospon/warpostel/ warnet per seribu pendudukX34 Jumlah toko/warung/kios per seribu pendudukX35 Jumlah restoran/rumah makan/ kedai makanan-minuman per seribu pendudukX36 Jumlah Bank Umum dan BPR per seribu penduduk
Variabel PODES
157
Lampiran 9 Hasil analisis komponen utama variabel SDA Factor LoadingsExtraction : Principal components(Marked loadings are > .700000)Variable Communality Factor Factor Factor
1 2 3X1 0.907915 0.941858 0.029421 0.155465X2 0.876170 0.918129 -0.103427 0.075339X3 0.955713 -0.485772 -0.718145 -0.354091X4 0.919372 -0.556841 0.508872 0.205302X5 0.661114 -0.155647 0.699409 -0.180307X6 0.950478 0.887479 0.110309 0.252609X7 0.388009 0.151773 0.327005 0.251129X8 0.605485 0.780612 -0.020715 -0.155333X9 0.445865 0.080520 -0.820466 0.027068X10 0.182866 0.000556 0.043729 -0.918425Expl.Var 3.726823 2.070026 1.225127Prp.Totl 0.372682 0.207003 0.122513 Lampiran 10 Hasil komponen utama variabel SDM dan SDS Factor LoadingsExtraction : Principal components(Marked loadings are > .700000)Variable Communality Factor Factor Factor Factor Factor
1 2 3 4 5X11 0.585425 -0.283022 0.877381 -0.152213 0.102068 -0.014247X12 0.698209 -0.711354 -0.499326 -0.073260 -0.093432 -0.008187X13 0.472047 0.668987 -0.169435 0.217487 -0.047883 0.047031X14 0.890244 0.902436 -0.099350 0.244003 -0.026064 0.068999X15 0.817355 0.884599 -0.061337 0.173091 0.122801 0.020348X16 0.105409 0.184688 0.213458 0.168588 -0.239996 -0.755442X17 0.212768 0.293277 0.352288 0.120053 -0.228795 0.659367X18 0.195133 -0.023430 0.104791 -0.809221 0.058519 0.045756X19 0.747756 0.869981 -0.055396 0.177550 -0.090059 0.017374X20 0.542105 0.728053 0.079172 0.060270 -0.356068 0.012153X21 0.190710 -0.022282 0.098986 0.019664 0.914832 0.055436X22 0.512059 -0.739286 0.116261 0.328957 0.000351 0.212393X23 0.476073 0.378198 0.009186 0.717629 0.091430 -0.023520Expl.Var 4.728248 1.274854 1.521754 1.130742 1.064395Prp.Totl 0.363711 0.098066 0.117058 0.086980 0.081877
158
Lampiran 11 Hasil analisis komponen utama variabel SDB Factor LoadingsExtraction : Principal components(Marked loadings are > .700000)Variable Communality Factor Factor Factor Factor Factor
1 2 3 4 5X24 0.108301 -0.096144 -0.025717 0.065498 -0.001813 0.934391X25 0.584297 -0.138167 0.118360 -0.891373 -0.033467 -0.021265X26 0.875840 -0.029048 0.952388 -0.167804 0.032063 0.038495X27 0.878967 0.241944 0.919832 0.016567 0.119022 -0.002978X28 0.878661 -0.016600 0.963042 0.052168 -0.003709 0.004884X29 0.542602 0.858555 -0.011762 -0.093638 0.028176 0.068348X30 0.508550 0.031222 -0.072470 -0.856962 -0.112659 -0.021598X31 0.664434 0.783639 0.048637 -0.039188 0.351830 -0.132568X32 0.384790 0.355936 0.293526 -0.427943 0.145276 0.443110X33 0.744061 0.888853 0.127323 0.258727 0.073486 -0.024080X34 0.475107 0.361273 0.248296 -0.004339 0.662159 -0.101504X35 0.316042 -0.096481 -0.072957 0.123979 0.794078 0.001797X36 0.399981 0.257694 0.055373 0.004693 0.763350 0.114819Expl.Var 2.563154 2.875418 1.840165 1.831824 1.118181Prp.Totl 0.197166 0.221186 0.141551 0.140910 0.086014 Lampiran 12 Hasil analisis komponen utama faktor penciri utama (SDA, SDM
dan SDS, SDB) Factor LoadingsExtraction : Principal components(Marked loadings are > .700000)Variable Factor Factor Factor Factor Factor Factor
1 2 3 4 5 6SDA_1 0.880319 -0.172914 0.257845 0.034926 0.076279 0.114311SDA_2 0.224570 0.609862 -0.279028 -0.195913 0.054775 0.208990SDA_3 0.095464 0.236365 0.155397 0.184095 -0.733998 -0.157207SDM.SDS_1 0.947982 0.086797 0.106526 0.088518 -0.055829 0.072195SDM.SDS_2 -0.004477 0.250390 0.061388 0.092516 0.715157 -0.220233SDM.SDS_3 0.135103 -0.028178 0.036566 -0.718779 0.160199 0.019595SDM.SDS_4 0.064713 -0.013884 -0.795449 0.097836 0.071660 0.004510SDM.SDS_5 -0.038635 0.615251 0.074409 -0.126737 0.085122 0.004430SDB_1 0.860642 0.073500 -0.129132 -0.207321 -0.063766 -0.104131SDB_2 0.040080 0.053352 0.034963 0.016487 -0.040387 0.948153SDB_3 0.271439 -0.043398 0.770392 0.014561 -0.001375 0.041175SDB_4 0.081106 -0.721067 -0.003039 -0.281424 0.210211 0.077568SDB_5 -0.192131 0.187461 0.089434 -0.599806 -0.416845 -0.065576Expl.Var 2.616613 1.472661 1.442628 1.114599 1.323831 1.057446Prp.Totl 0.201278 0.113282 0.110971 0.085738 0.101833 0.081342
159
Lampiran 13 Karakteristik tipologi wilayah
Variabel PODES SDA SDM Kepadatan Jumlah desa Luas perumahan Invers jarak Ada/tidak Jumlah tdk Jumlah Jumlah Jumlah Invers jumlah Banyaknya Banyaknya Jumlah
Tipologi Penduduk per luas dan permukiman rata-rata lintasan Sekolah/ tamat tamat tamat penduduk Keluarga keluarga industri kecamatan per luas kec. sungai tdk/belum SD SMU PT yang tidak langganan punya TV kerajinan tamat SD punya Telepon pekerjaan I Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang
II Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
III Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Sedang
Keterangan : Interpretasi berdasarkan grafik K-Means yang menunjukkan rata-rata untuk masing-masing kluster (Plot of Means for Each Cluster), dimana: > 0.5 : tinggi -0.5 – 0.5 : sedang < -0.5 : rendah
160
Lanjutan (Lampiran 13)
Variabel PODES SDS SDB
Tipologi Banyaknya Banyaknya Jumlah Jumlah Jumlah SMU Jumlah PT Jumlah RS, Jumlah Jumlah tempat Jumlah wartel/ Jumlah kedai/ Jumlah kelompok kelompok SD dan SLTP dan SMK dan dan akademi RS bersalin, puskesmas/ praktek dokter kiospon/ Restoran/ Bank umum olahraga sosial sederajat sederajat sederajat poliklinik puskesmas dan bidan warpostel rumah makan dan BPR pembantu I Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Sedang
II Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi
III Sedang Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah
161
Lampiran 14 Hasil analisis diskriminan Classification function, grouping : GROUP G_1:1 G_2:2 G_3:3 Variable p=.16854 p=.31461 p=.51685F1 8.4436 -0.47734 -2.46279F2 1.7591 2.54943 -2.12546F3 0.2148 -1.57209 0.88688F4 -0.1117 -0.47088 0.32306F5 -2.1527 2.65393 -0.91347F6 -0.1813 1.44225 -0.81877Constant -10.4191 -3.83111 -2.15690
Classification Matrix Rows : Observed classifications Columns : Predicted classifications Percent G_1:1 G_2:2 G_3:3 GROUP Correct. p=.16854 p=.31461 p=.51685 G_1:1 100.0000 15 0 0 G_2:2 100.0000 0 28 0 G_3:3 100.0000 0 0 46 Total 100.0000 15 28 46
162
Lampiran 15 Penilaian tingkat potensi pengembangan sumber daya fisik
S $ Keterangan Skor
- ≤ 2
3 – 6 > 6 - ≤ 2
3 – 6 > 6 - ≤ 2
3 – 6 > 6 - ≤ 2
3 – 6 > 6
≤ 2 ≤ 2 ≤ 2 ≤ 2
3 – 6 3 – 6 3 – 6 3 – 6 > 6 > 6 > 6 > 6 - - - -
Agak rendah Agak rendah
Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Tinggi Rendah
Agak rendah Sedang Tinggi
3 3 2 1 2 2 2 1 2 2 2 1 4 3 2 1
Keterangan:
S ≤ 2 : agak rendah $ ≤ 2 : agak rendah S 3 – 6 : sedang $ 3 – 6 : sedang S > 6 : tinggi $ > 6 : tinggi N : rendah (Jika tidak ada S maupun $)
163
Lampiran 16 Skor tingkat potensi pengembangan
Karet Kelapa Kopi Kakao Cengkeh Lada Tebu Tembakau Nanas Jambu mete (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 4 5 6 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 7 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 8 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 9 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3
10 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 11 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 12 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 13 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 14 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 15 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 16 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 17 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 18 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 19 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 20 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 21 1 1 1 3 1 2 1 2 1 1 22 1 1 1 3 1 2 1 2 1 1 23 1 1 1 3 1 2 1 2 1 1 24 1 1 1 3 1 2 1 2 1 1 25 1 1 1 3 1 2 1 2 1 1 26 2 3 3 3 1 1 1 1 3 1 27 2 3 3 3 1 1 1 1 3 1 28 2 2 1 3 1 3 3 1 3 3 29 2 2 1 3 1 3 3 1 3 3 30 2 2 1 3 1 3 3 1 3 3 31 2 2 1 3 1 3 3 1 3 3 32 2 2 1 3 1 3 3 1 3 3 33 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 34 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 35 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 36 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 37 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 38 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 39 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 40 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 41 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 42 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
164
Lanjutan (Lampiran 16)
Pisang Kapas Jumlah Kategori Keterangan (11) (12) S $ N S $ 1 1 3 1 1 10 3 Pisang Tembakau 2 3 4 5 6 3 3 - 2 10 3 - Karet,kelapa 7 3 3 - 2 10 3 - Karet,kelapa 8 3 3 - 2 10 3 - Karet,kelapa 9 3 3 - 2 10 3 - Karet,kelapa
10 3 3 - 2 10 3 - Karet,kelapa 11 3 3 - - 12 4 - - 12 3 3 - - 12 4 - - 13 3 3 - - 12 4 - - 14 3 3 - - 12 4 - - 15 3 3 - - 12 4 - - 16 3 3 - - 12 4 - - 17 3 2 - 2 10 3 - Tembakau,kapas 18 3 3 - 1 11 3 - Tembakau 19 3 3 - 1 11 3 - Tembakau 20 3 3 - 1 11 3 - Tembakau 21 1 2 8 3 1 2 (1),(2),(3),(5),(7),(9),
(10),(11) Lada,tembakau,kapas
22 1 2 8 3 1 2 (1),(2),(3),(5),(7),(9), (10),(11)
Lada,tembakau,kapas
23 1 2 8 3 1 2 (1),(2),(3),(5),(7),(9), (10),(11)
Lada,tembakau,kapas
24 1 2 8 3 1 2 (1),(2),(3),(5),(7),(9), (10),(11)
Lada,tembakau,kapas
25 1 2 8 3 1 2 (1),(2),(3),(5),(7),(9), (10),(11)
Lada,tembakau,kapas
26 3 1 6 1 5 2 (5),(6),(7),(8),(10),(12) Karet 27 3 1 6 1 5 2 (5),(6),(7),(8),(10),(12) Karet 28 2 3 3 3 6 3 Kopi,cengkeh,tembakau karet,kelapa,pisang 29 2 3 3 3 6 3 Kopi,cengkeh,tembakau karet,kelapa,pisang 30 2 3 3 3 6 3 Kopi,cengkeh,tembakau karet,kelapa,pisang 31 2 3 3 3 6 3 Kopi,cengkeh,tembakau karet,kelapa,pisang 32 2 3 3 3 6 3 Kopi,cengkeh,tembakau karet,kelapa,pisang 33 3 3 - - 12 4 - - 34 2 3 - 6 6 2 - (1),(2),(3),(4),(5),(11) 35 2 3 - 6 6 2 - (1),(2),(3),(4),(5),(11) 36 3 3 - - 12 4 - - 37 3 3 - - 12 4 - - 38 3 3 - - 12 4 - - 39 3 3 - - 12 4 - - 40 3 3 - - 12 4 - - 41 3 3 - - 12 4 - - 42 3 3 - - 12 4 - -
165
Lanjutan (Lampiran 16) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 43 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 44 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 45 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 46 1 1 1 1 1 3 1 3 3 1 47 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 48 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 49 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 50 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 51 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 52 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 53 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 54 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 55 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 56 2 1 2 3 2 2 2 3 2 2 57 2 1 2 3 2 2 2 3 2 2 58 2 1 2 3 2 2 2 3 2 2 59 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 60 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 61 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 62 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 63 1 3 3 1 1 1 1 2 1 1 64 1 3 3 1 1 1 1 2 1 1 65 1 3 3 1 1 1 1 2 1 1 66 1 3 3 1 1 1 1 2 1 1 67 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 68 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 69 2 1 3 3 1 2 1 1 1 1 70 1 1 1 3 1 2 1 2 1 1 71 1 2 3 3 3 3 3 3 3 3 72 1 1 1 1 1 3 1 3 3 1 73 2 1 2 3 2 2 2 3 2 2 74 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 75 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 76 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 77 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 78 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
166
Lanjutan (Lampiran 16)
(11) (12) S $ N Kategori S $ 43 3 3 - - 12 4 - - 44 3 3 - - 12 4 - - 45 3 3 - - 12 4 - - 46 1 1 9 - 3 1 (1),(2),(3),(4),(5),(7),
(10),(11),(12) - 47 3 3 - 1 11 3 - Lada 48 3 3 - - 12 4 - - 49 3 3 - - 12 4 - - 50 3 3 - - 12 4 - - 51 3 3 - - 12 4 - - 52 3 3 - - 12 4 - - 53 3 3 - - 12 4 - - 54 3 3 - - 12 4 - - 55 3 3 - - 12 4 - - 56 2 3 1 8 3 2 Kelapa (1),(3),(5),(6),(7),(9),
(10),(11) 57 2 3 1 8 3 2 Kelapa (1),(3),(5),(6),(7),(9),
(10),(11) 58 2 3 1 8 3 2 Kelapa (1),(3),(5),(6),(7),(9),
(10),(11) 59 3 3 - 1 11 3 - Tembakau 60 3 3 - 1 11 3 - Tembakau 61 3 3 - 1 11 3 - Tembakau 62 3 3 - 1 11 3 - Tembakau 63 1 2 8 2 2 2 (1),(4),(5),(6),(7),(9),
(10),(11) Tembakau,kapas
64 1 2 8 2 2 2 (1),(4),(5),(6),(7),(9), (10),(11)
Tembakau,kapas
65 1 2 8 2 2 2 (1),(4),(5),(6),(7),(9), (10),(11)
Tembakau,kapas
66 1 2 8 2 2 2 (1),(4),(5),(6),(7),(9), (10),(11)
Tembakau,kapas
67 3 3 - - 12 4 - - 68 3 3 - - 12 4 - - 69 1 3 7 2 3 2 (2),(5),(7),(8),(9),(10),(11) Karet,lada 70 1 2 8 3 1 2 (1),(2),(3),(5),(7),(9),
(10),(11) Lada,tembakau, kapas
71 3 3 1 1 10 3 Karet Kelapa 72 1 1 9 - 3 1 (1),(2),(3),(4),(5),(7),
(10),(11),(12) - 73 2 3 1 8 3 2 Kelapa (1),(3),(5),(6),(7),(9),
(10),(11) 74 3 3 - 1 11 3 - Tembakau 75 3 3 - 1 11 3 - Tembakau 76 3 3 - 1 11 3 - Tembakau 77 3 3 - 1 11 3 - Tembakau 78 3 3 - - 12 4 - -
Keterangan: (1) – (12): Kode kolom jenis tanaman
Recommended