View
70
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN DIETETIKA
DIET BAGI PENDERITA ASAM URAT
The Relation of Coffee Consumption to Serum Uric Acid in Japanese
Men and Women Aged 49-76 Years
Oleh :
Felita Anthony (03420110046)
Grace Giovanni A. (03420110053)
Bella Agatha (03420110071)
Jenny Valentin (034201100
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
KARAWACI
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Asam urat merupakan kelainan metabolik yang disebabkan karena penumpukan
purin atau eksresi asam urat yang kurang dari ginjal. Asam urat merupakan penyakit
heterogen meliputi hiperurikemia, serangan artritis akut yang biasanya mono-artikuler.
Terjadi deposisi kristal urat di dalam dan sekitar sendi, parenkim ginjal dan dapat
menimbulkan batu saluran kemih (Edu S. Tehupeiory, 2000).
Setiap orang memiliki asam urat di dalam tubuh, karena pada setiap
metabolisme normal dihasilkan asam urat. Normalnya, asam urat ini akan dikeluarkan
dari dalam tubuh melalui feses (kotoran) dan urin, tetapi karena ginjal tidak mampu
mengeluarkan asam urat yang ada menyebabkan kadarnya meningkat dalam tubuh. Hal
lain yang dapat meningkatkan kadar asam urat adalah terlalu banyak mengkonsumsi
bahan makanan yang mengandung banyak purin. Asam urat yang berlebih selanjutnya
akan terkumpul pada persendian sehingga menyebabkan rasa nyeri atau bengkak.
Penyakit asam urat adalah jenis artritis yang sangat menyakitkan yang
disebabkan oleh penumpukan kristal pada persendian, akibat tingginya kadar asam urat
di dalam tubuh. Sendi-sendi yang diserang terutama adalah jari-jari kaki, dengkul,
tumit, pergelangan tangan, jari tangan dan siku. Selain nyeri, penyakit asam urat juga
dapat membuat persendian membengkak, meradang, panas dan kaku. Sekitar 90%
penyakit asam urat disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal membuang asam urat
secara tuntas dari tubuh melalui air seni. Sebagian kecil lainnya karena tubuh
memproduksi asam urat secara berlebihan. Penyakit asam urat kebanyakan diderita oleh
pria di atas 40 tahun dan wanita yang telah menopause. Penderita asam urat biasanya
juga memiliki keluhan lain seperti tekanan darah tinggi, penyakit ginjal, diabetes dan
aterosklerosis. Separuh dari penderita asam urat adalah orang yang kegemukan. Bila
dibiarkan, penyakit asam urat bisa berkembang menjadi batu ginjal dan mengakibatkan
gagal ginjal.
Makanan tinggi purin, gaya hidup kurang gerak, obesitas, dan terapi diuretik
turut berkontribusi meningkatkan risiko penyakit asam urat. Untuk mengelola asam
urat, dokter biasanya menyarankan diet rendah purin dan memberikan obat-obatan
seperti obat anti-inflamasi dan allopurinol. Diet yang efektif sangat penting untuk
menghindari komplikasi dan mengurangi biaya pengobatan. Pasien penyakit asam urat
antara lain harus menghindari makanan kaya purin dan menggantinya dengan yang
berkadar purin lebih rendah.
Penyakit asam urat semakin tahun semakin menunjukkan kenaikan yang cukup
drastis. Hal ini sangat berkaitan dengan keadaan orang – orang di jaman ini yang
dituntut untuk super sibuk dalam pekerjaan. Tuntutan pekerjaan yang banyak menyita
waktu dan harus bergerak cepat, menyebabkan seseorang tidak sempat untuk mengatur
pola hidup dan pola makan yang baik. Pola makan yang serba cepat dan instant
menjadikan seseorang kurang memperhatikan asupan – asupan yang masuk ke dalam
tubuhnya. Tidak disadari ternyata makanan yang dikonsumsi merupakan sumber
timbulnya penyakit termasuk asam urat. Penyakit asam urat memang sangat erat
kaitannya dengan pola makan seseorang. Pola makan yang tidak seimbang dengan
jumlah protein yang sangat tinggi merupakan penyebab penyakit ini. Meskipun
demikian, bukan berarti penderita asam urat tidak boleh mengkonsumsi makanan yang
mengandung protein. Asalkan jumlahnya dibatasi, tidak menjadi masalah. Selain itu,
pengaturan diet yang tepat bagi penderita asam urat mampu mengontrol kadar asam dan
urat dalam darah. Atas dasar hal itu, paper ini dibuat dengan tujuan dapat membantu
masyarakat dalam mengatur asupan makanan agar tidak terlambat mengatasi penyakit
asam urat dan dapat menjadi panduan bagi orang – orang yang sudah terkena penyakit
asam urat.
BAB II
PEMBAHASAN LITERATUR
Asam urat atau arthritis pirai merupakan penyakit yang cukup banyak diderita
masyarakat setelah osteoporosis. Penyakit tersebut merupakan salah satu penyakit yang
banyak dijumpai pada laki-laki usia antara 30-40 tahun, sedangkan pada wanita umur
55-70 tahun, insiden wanita jarang kecuali setelah menopause (Tjokroprawiro, 2007).
Seperti telah diuraikan di atas mengenai penyebab penyakit arthritis pirai, salah satu
cara terbaik untuk mengurangi tingginya kadar asam urat dalam darah adalah dengan
melakukan diet bagi penderita asam urat. Makanan yang mengandung purin sangat tidak
dianjurkan untuk dikonsumsi bagi para penderita. Menurut Sacher (2004), di dalam
tubuh perputaran purin terjadi secara terus menerus seiring dengan sintesis dan
penguraian RNA dan DNA, sehingga walaupun tidak ada asupan purin, tetap terbentuk
asam urat dalam jumlah yang substansial. Berarti sangatlah normal apabila di dalam
tubuh terdapat asam urat dan menurut sebuah jurnal dikatakan asam urat berfungsi
untuk melindungi pembuluh darah. Namun pengkonsumsian makanan mengandung
purin berlebihan akan mengakibatkan penumpukan purin dalam tubuh. Beberapa
makanan menurut penelitian yang tidak baik dikonsumsi penderita arthritis yakni
makanan berprotein tinggi seperti jeroan, ikan laut, cumi-cumi, dan lain-lain dan
minuman berakohol.
“The Relation of Coffee Consumption to Serum Uric Acid in Japanese Men and
Women Aged 49–76 Years”, sebuah jurnal yang meneliti mengenai diet bagi penyakit
arthritis. Jurnal ini membuktikan pengkonsumsian kopi dapat mengurangi kadar asam
urat dalam darah dan mengurangi resiko penyakit gout. Kopi merupakan salah satu
minuman yang sering dikonsumsi orang Barat dan juga orang dewasa di Jepang. Maka
dari itu, subjek jurnal ini adalah pria dan wanita di East Ward of Fukuoka City yang
berusia 50-74 tahun. Total subjek adalah 12.948 orang, terdiri dari 5.817 laki-laki dan
7.131 perempuan. Metode pengukuran kandungan asam urat dengan mengambil darah
sebanyak 5 ml dan serum asam urat dari laboratorium. Konsentrasi serum asam urat
diukur dengan metode uricase-peroksidase dan tingkat serum kreatin ditentukan dengan
metode uji kreatinin enzimatik. Beberapa pertanyaan yang diberikan adalah faktor gaya
hidup subjek, yaitu melakukan diet atau tidak diet, adanya penyakit yang diderita atau
pernah menderita suatu penyakit, mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Makanan yang
dikonsumsi serta minuman yang berakohol selama setahun terakhir juga menjadi hal
yang akan diteliti. Selain minuman beralkohol, minuman kopi dan teh juga dimasukkan
dalam salah satu pertanyaan minuman yang dikonsumsi subjek. Volume kopi dan teh
dengan asumsi 150 mL, kandungan kafein dalam kopi 90mg, teh hitam 45mg, teh hijau
30mg, dan teh oolong 30 mg. Kebiasaan merokok dan aktivitas fisik seperti berdiri,
bersepeda, berlari, dan bekerja berat, juga menjadi objek penelitian. Selain itu, tinggi
badan, berat badan, dan Body Mass Index (BMI), serta tekanan darah sistol dan diastol
diukur untuk melengkapi penelitan. Objek yang akan diteliti adalah hubungan antara
kadar asam urat dengan frekuensi konsumsi kopi atau kafein. Asupan kopi
dikategorikan menjadi konsumsi nol, <1, 1-3, 4-6, dan ≥ 7 cangkir / hari. Kafein dibagi
menjadi beberapa kuantitas (<105, 105-194, 195-239, 240-309, dan ≥ 310 mg / hari).
Sumber : Jurnal “The Relation of Coffee Consumption to Serum Uric Acid in Japanese Men and Women
Aged 49–76 Years” (2010)
Penelitian tersebut menunjukan bahwa serum asam urat pada laki-laki cenderung
lebih tinggi dibandingkan perempuan. Selain itu juga ditemukan beberapa hal seperti
kecendrungan pengkonsumsian alkohol lebih tinggi laki-laki dibanding wanita. Namun,
dari penelitian ini lebih ditekankan mengenai laki-laki pengkonsumsi kopi sebanyak
lebih dari 7 gelas/hari memiliki kadar serum asam urat lebih rendah dibandingkan orang
yang tidak meminum atau hanya 1 gelas/hari. Hal berkebalikan terjadi pada wanita. Pria
dengan asupan 4 cangkir kopi atau lebih per hari memiliki angka hyperuricemia 30%
lebih rendah dibandingkan dengan individu yang tidak mengkonsumsi kopi.
Sumber : Jurnal “The Relation of Coffee Consumption to Serum Uric Acid in Japanese Men and Women Aged 49–76 Years” (2010)
Kopi memiliki efek untuk menurunkan kadar serum asam urat, namun lebih
terlihat jelas pada laki-laki dibanding wanita. Penurunan kadar serum asam urat ini
diperkirakan bukan karena kafein. Kafein dapat meningkatkan kerja ginjal namun
kafein tidak berhubungan dengan konsentrasi asam urat. Dalam kerjanya untuk
menurunkan konsentrasi serum asam urat, kopi dapat meningkatkan kesensitifan insulin
dan insulin dapat menurunkan eGFR (Estimated glomerular filtration rate). Senyawa
fenolik utama dalam kopi (asam klorogenat) mengakibatkan penurunan dalam
konsentrasi glukosa dan insulin. Kopi juga mengandung zat-zat yang menghambat
xantin oksidase, enzim yang mengubah xanthin menjadi asam urat. Jadi, dari penelitian
di atas dapat disimpulkan bahwa kopi dapat menurunkan konsentrasi serum asam urat,
khususnya pada laki-laki.
Mendukung jurnal pertama mengenai efek dari konsumsi kopi terhadap kadar
asam urat dalam tubuh, jurnal yang berjudul Uric Acid and Antioxidant Effects of Wine
menjelaskan mengenai efek dari konsumsi wine, khususnya red wine terhadap penderita
asam urat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa ternyata
pengkonsumsian red wine dapat meningkatkan plasma asam urat serta meningkatkan
aktivitas plasma antioksidan. Selain itu, dalam jurnal juga disebutkan bahwa komponen
utama wine (red wine) adalah etanol. Etanol merupakan komponen penting dari wine
yang terlibat dalam berbagai efek biologis namun tidak langsung terlibat dalam kegiatan
plasma antioksidan setelah seseorang mengkonsumsi wine.
Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa peningkatan plasma urat setelah
mengkonsumsi wine tidak menyebabkan efek yang merugikan bagi kesehatan manusia
termasuk dengan penyakit hyperuricemia kronis, berbeda jika dibandingkan dengan
pengkonsumsian bir. Meskipun hyperuricemia kronis sering dikaitkan dengan gout dan
konsumsi etanol, penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa konsumsi wine
tidak terkait dengan tingginya asam urat.
Dikaitkan dengan jurnal awal mengenai efek kopi terhadap serum asam urat,
dapat diketahui bahwa salah satu penyebab lain dari meningkatnya kadar asam urat
adalah karena pengkonsumsian alkohol berkadar tinggi. Penderita penyakit asam urat
sudah seharusnya menghindari makan makanan beralkohol tinggi. Apabila dalam
keadaan mendesak, penderita asam urat diperbolehkan mengkonsumsi alkohol dengan
kadar yang rendah seperti halnya wine.
Kedua jurnal di atas mengenai kopi dan wine yang diteliti dapat mengurangi
konsentrasi asam urat atau tidak terlalu mempengaruhi peningkatan asam urat. Dasar
teori yang diuraikan jurnal “The Relation of Coffee Consumption to Serum Uric Acid
in Japanese Men and Women Aged 49–76 Years” didukung oleh jurnal “Dietary,
anthropometric, and biochemical determinants of uric acid in free-living Adults. Jurnal
tersebut menerangkan mengenai hubungan antara kadar asam urat terhadap BMI (Body
Mass Index), MMI (Musle Mass Index), TG (Trigliserida), dan CRP (C-reactive
protein). Menurut literatur pertama, mengenai pengaruh kopi terhadap penyakit asam
urat, dikatakan bahwa senyawa dalam kopi dapat meningkatkan kesensitivan insulin.
Hal ini pun dikuatkan oleh jurnal ketiga, dimana jurnal tersebut menghubungkan BMI
dengan insulin. Individu dengan BMI tinggi dapat menunjukkan resistensi insulin,
perubahan trigliserida dan tinggi tekanan darah, dan semua faktor ini berkaitan dengan
peningkatan asam urat. Selain itu, jurnal tersebut menunjukkan hubungan positif antara
BMI dengan konsentrasi leptin yang merupakan faktor yang menyebabkan peningkatan
asam urat. Leptin mempengaruhi fungsi ginjal yang akan menurunkan ekskresi asam
urat dari ginjal.
Konsentrasi asam urat juga diukur dengan WC (Waist circumference). WC
secara tidak langsung terkait dengan asam urat, karena individu dengan perut adipositas
bisa hadir metabolic syndrome atau perubahan dalam komponen-komponennya, dan ini
bisa mempengaruhi asam urat. Hal ini diyakini bahwa trigliserida adalah komponen
utama yang mempengaruhi metabolic syndrome asam urat. Selama sintesis trigliserida,
kebutuhan NADPH akan semakin besar untuk mensistesis asam lemak. Matsuura et al.
(1998) melaporkan bahwa sintesis asam lemak dalam hati terkait dengan sintesis purin,
sehingga mempercepat produksi asam urat.
Salah satu faktor lagi yang diteliti adalah konsentrasi CRP (C-reactive protein)
tinggi menunjukkan peningkatan asam urat. Namun, di sisi lain asam urat dapat
meningkat dalam rangka meningkatkan kapasitas antioksidan plasma total terhadap
oxidative stress dan inflamasi, sehingga menjadi perlindungan terhadap faktor penyakit
kardiovaskuler. Hal ini juga dicatat bahwa asam urat mungkin merugikan dalam
konsentrasi tinggi, sehingga sangat penting untuk menjaga konsentrasi asam urat dalam
keadaan normal.
Dalam penelitian ini, diet tidak menunjukkan pengaruh langsung pada asam urat.
Diet yang tidak dilengkapi dengan aktivitas fisik, bisa mengubah komposisi tubuh.
Adiposa lebih tinggi akan berpengaruh terhadap asam urat dimana penurunan berat
badan yang terlalu besar akan mengurangi massa otot dan hal ini akan meningkatkan
asam urat. Selain itu, sebuah hubungan tidak langsung dari asupan karbohidrat tinggi
diamati melalui perubahan mungkin dalam trigliserida atau glikemia. Asupan protein,
daging dan kacang-kacangan, yang dapat dikaitkan dengan asupan purin meningkat,
ternyata tidak berhubungan langsung dengan konsentrasi asam urat. Beberapa studi
menunjukkan bahwa asupan purin tinggi tidak mempengaruhi UA karena diet akan
makanan mengandung purin yang tinggi hanya meningkatkan 1 sampai 2 mg / dL asam
urat.
Ketiga jurnal yang dibahas di atas dapat disimpulkan bahwa asam urat memang
dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang dikonsumsi. Makanan tinggi purin, makanan
berlemak tinggi, dan BMI yang tinggi dapat meningkatkan konsentrasi asam urat. Dua
jurnal awal yang menyuguhkan penelitian mengenai kopi yang dapat menurunkan asam
urat karena kandungan senyawa yang meningkatkan insulin dan juga menghambat
enzim pengubah xanthin menjadi asam urat, xantin oksidase, serta membuktikan red
wine yang tidak berpengaruh langsung tehadap tingginya asam urat. Walaupun beberapa
sumber dan menurut pengalaman menunjukkan bahwa minuman berakohol dan
berkafein tidak baik bagi penderita asam urat. Namun di sisi lain, jurnal di atas dapat
membuktikan kandungan yang dikandung kopi dan red wine tidak mempengaruhi
langsung peningkatan asam urat. Jadi, dapat disimpulkan dari ketiga jurnal di atas diet
bagi penderita asam urat adalah dengan mengurangi konsumsi makanan protein tinggi,
seperti jeroan, hati, makanan laut, kacang-kacangan, dan lain-lain. Penurunan makanan
berlemak pun diperlukan, namun diet yang dilakukan harus disertai aktivitas fisik
karena penurunan massa otot dapat meningkatkan asam urat juga. Menurut Sustrani
(2004), pengkonsumsian karbohidrat kompleks juga dianjurkan karena akan memicu
pembuangan asam urat. BMI yang tinggi dalam arti obesitas atau overweight harus
diturunkan secara bertahap. Pengkonsumsian kafein dan red wine dalam jumlah terbatas
pun tidak mempengaruhi tingginya asam urat.
BAB III
KRITIK
Ketiga jurnal yang dibahas memberikan banyak pengetahuan mengenai penyakit
asam urat khususnya mengenai efek dari pengkonsumsian kopi terhadap kadar asam
urat pada perempuan dan laki-laki umur 49-76 tahun. Menurut kami, penelitian pertama
mengenai efek dari konsumsi kopi kurang akurat oleh karena beberapa hal. Pertama
adalah total subjek sampel yang diteliti tidak mewakili. Total subjek sampel yang
diambil oleh peneliti untuk menunjukan bahwa terdapat kolerasi antara mengkonsumsi
kopi dengan jumlah serum asam urat adalah 12.948 orang yang terdiri atas 5.817 laki-
laki dan 7.131 perempuan. Menurut kami jumlah sampel yang diambil oleh peneliti
kurang dapat mewakili seluruh jumlah pengambilan sampel yang baik, sebab
pengambilan sampel yang baik dan dapat mewakili seluruh populasi adalah 30% dari
seluruh provinsi yang ada di Jepang.
Kedua, menurut kami apabila sampel penelitian hanyalah laki-laki serta
perempuan Jepang tidak dapat mewakili penderita asam urat di seluruh negara. Bisa jadi
kondisi tubuh seseorang yang berbeda dari tiap negara menyebabkan timbulnya efek
yang berbeda ketika mengkonsumsi kopi.
Ketiga, menurut kami rentang usia yang diambil tidak dapat mewakili dan
memberikan hasil yang akurat. Menurut Tjokroprawiro (2007) dalam salah satu jurnal
mengenai hubungan antara pola makan dengan kadar asam urat darah pada wanita
postmenopause, diperoleh kesimpulan bahwa penderita asam urat laki-laki banyak pada
usia 30-40 tahun, sedangkan perempuan pada usia 55-70 tahun. Pada jurnal pertama
yang diteliti hanyalah laki-laki dan perempuan usia 49-76 tahun. Apabila penelitian
hanya dilakukan pada rentang usia 49-76 tahun maka kita tidak dapat mengetahui
bagaimana dengan usia 49 tahun ke bawah yang mana ada sumber yang mengatakan
bahwa usia 49 tahun kebawah adalah usia laki-laki rentan terkena penyakit asam urat.
Hal ini dapat membuat hasil akhir dari penelitian yang dilakukan menjadi kurang
akurat.
Berkaitan dengan isi maupun hasil pembahasan dari jurnal pertama mengenai
kopi, kami merasa bahwa hasil yang diperoleh sedikit bertentangan dengan informasi
yang kami dapatkan dari sumber lain. Salah satu sumber yang kami dapatkan yaitu
sumber dari kompas berkata bahwa minuman seperti teh, kopi, kakao, dan alkohol dapat
membuat air ekstra dari tubuh hilang sehingga serangan asam urat lebih mudah terjadi.
Pernyataan ini sedikit berbeda dengan kesimpulan akhir dari jurnal pertama.
Sama halnya dengan jurnal pertama mengenai efek konsumsi kopi, hasil
penelitian pada jurnal kedua mengenai red wine menurut kami juga akan menimbulkan
suatu pertanyaan besar bagi para pembaca, khususnya apabila dibandingkan dengan
jurnal lain. Pada jurnal kedua disimpulkan bahwa konsumsi wine dalam dosis sedang
tidak terkait dengan tingginya kemungkinan menderita asam urat. Menurut jurnal Uric
Acid and Antioxidant Effects of Wine yang digunakan untuk mendukung jurnal The
Relation of Coffee Consumption to Serum Uric Acid in Japanese Men and Women Aged
49-76 Years yang merupakan jurnal utama untuk membuat laporan ini, dinyatakan
bahwa jumlah ethanol yang sedikit pada wine tidak dapat memberikan pengaruh
terhadap konsentrasi asam urat, sehingga penderita asam urat dapat mengkonsumsi wine
yang diduga tidak membahayakan. Menurut kami penderita asam urat harus mengurangi
konsumsi wine walaupun konsentrasi ethanol pada wine tidak lebih besar dibandingkan
pada minuman beralkohol lainnya seperti bir. Sebab walaupun wine memiliki
konsentrasi alkohol yang rendah, konsumsi wine tetap dapat berbahaya bagi penderita
bila wine dikonsumsi secara berkala. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dinyatakan
oleh Utami (2009), usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga konsentrasi asam urat
adalah dengan membatasi konsumsi purin atau rendah purin, dan lebih banyak
mengkonsumsi makanan berkarbohidrat, meningkatkan asupan cairan, serta tidak
mengkonsumsi minuman beralkohol.
Untuk membuat laporan ini, penulis juga menggunakan jurnal Dietary,
Anthropometric, and Biochemical Determinants of Uric Acid in Free-living Adults
untuk mendukung penulisan laporan ini. Pada jurnal ini dinyatakan hubungan BMI
dengan insulin, di mana individu dengan BMI tinggi dapat menunjukkan resistensi
insulin, perubahan trigliserida dan tinggi tekanan darah, dan seluruh faktor tersebut
berkaitan dengan peningkatan asam urat dalam tubuh. Selain itu, jurnal ini juga
menunjukan hubungan positif antara BMI dengan konsentrasi leptin yang merupakan
faktor penyebab meningkatnya asam urat. Leptin dapat mempengaruhi fungsi ginjal
yang akan menurunkan ekskresi asam urat dari ginjal. Pada jurnal ini tidak dinyatakan
dengan jelas cara peneliti mengambil sampel dan jumlah sampel yang digunakan untuk
mendapatkan kesimpulan di atas. Perilaku yang diberikan kepada sampel juga tidak
dijelaskan dengan jelas oleh peneliti, peneliti hanya menjelaskan data yang ada
didapatkan dengan perhitungan statistik.
Metode penelitian yang dilakukan pada jurnal ketiga ini menurut kami sudah
cukup baik. Rentang usia yang diambil sudah cukup mewakili karena yang diambil
adalah usia 21-82 tahun dengan gender yang berbeda. Walaupun demikian, menurut
kami metode penelitian yang dipaparkan sedikit kurang jelas. Dalam jurnal tidak
dipaparkan dengan jelas setiap penelitian yang dilakukan. Hal ini membuat kami selaku
pembaca tidak dapat memahami dengan jelas.
BAB IV
SARAN
Beberapa saran dan masukan mengenai jurnal di atas, yakni untuk jurnal
pertama mengenai efek dari pengkonsumsian kopi, menurut kami seharusnya dalam
melakukan penelitian digunakan sampel dengan perbandingan jumlah yang seimbang
antara laki-laki dan perempuan serta dengan jumlah yang banyak (minimal 30% dari
populasi total) sehingga data akhir yang digunakan dapat benar-benar mewakili.
Alangkah lebih baik lagi apabila selain dalam perbandingan gender yang sama, sampel
yang diambil juga berada dalam rentang usia yang seimbang jumlahnya. Misalnya,
apabila diambil sampel 7 orang perempuan usia 50 tahun maka akan lebih baik apabila
sampel laki-laki berusia 50 tahun juga berjumlah 7, demikian seterusnya. Dengan
dilakukannya hal ini kami merasa bahwa hasil akhir yang didapatkan benar-benar
menjadi hasil akhir yang dapat menjadi perbandingan dan analisis yang akurat.
Kedua, pada jurnal pertama penelitian dilakukan hanya pada laki-laki dan
perempuan Jepang. Menurut kami seharusnya peneliti mengambil sampel dari seluruh
provinsi yang ada di Jepang, sehingga hasil yang diperoleh dapat benar-benar mewakili.
Ketiga, menurut kami akan lebih baik apabila penelitian dilakukan pada rentang
usia yang tepat di mana laki-laki pada usia 49 tahun ke bawah yang berada dalam masa
rentan terkena asam urat masuk ke dalam penelitian.
Untuk jurnal kedua mengenai Uric Acid and Antioxidant Effects of Wine penulis
juga sebaiknya penulis secepatnya mempublikasikan jurnal hasil penelitiannya agar
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti tidak dapat dibantah oleh penelitian
lain sebab dewasa ini penelitian baru berkembang dengan sangat cepat dan dapat
berubah dengan sangat cepat juga.
Untuk jurnal ketiga yang berjudul Dietary, Anthropometric, and Biochemical
Determinants of Uric Acid in Free-living Adults, kami menyarankan agar dalam
melakukan penelitian diambil sampel dengan jumlah yang lebih banyak. Semakin
banyak data yang diambil akan menjadikan tingkat kesalahan / error yang didapatkan
semakin kecil. Selain itu, menurut kami lebih baik bahwa peneliti menuliskan cara
pengambilan sampel yang dilakukan dengan jelas serta memaparkan dengan jelas
metode atau perilaku apa saja yang diberikan kepada sampel yang diambil dan berapa
jumlah sampel yang diambil untuk mendapatkan data yang ada sehingga pembaca dapat
mengerti dengan jelas mengapa bahan makanan dapat mempengaruhi asam urat pada
orang dewasa.
BAB V
KESIMPULAN
Ketiga jurnal yang menjadi dasar pustaka laporan ini, yakni “The Relation of
Coffee Consumption to Serum Uric Acid in Japanese Men and Women Aged 49–76
Years”, “Uric Acid and Antioxidant Effects of Wine”, dan “Dietary, anthropometric,
and biochemical determinants of uric acid in free-living Adults, membahas mengenai
makanan dan minuman yang dapat mempengaruhi konsentrasi asam urat dalam darah,
baik pengaruh menurunkan, menaikan, ataupun kurang mempengaruhi.
Jurnal pertama mengenai pengaruh kopi terhadap kadar asam urat mengatakan
bahwa kandungan senyawa dalam kopi dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan
menghambat enzim xantin oksidase yang dapat mengubah xantin menjadi asam urat.
Namun, beberapa jurnal lain mengatakan bahwa penderita asam urat tidak baik
mengkonsumsi minuman berkafein. Jadi kesimpulannya, kopi memiliki senyawa yang
dapat mengurangi konsentrasi asam urat, namun bersamaan dengan hal itu kafein kopi
dapat meningkatkan konsentrasi asam urat.
Jurnal kedua mengenai pengaruh wine terhadap asam urat. Seperti halnya kopi,
wine pun dalam konsentrasi normal tidak terlalu berpengaruh terhadap asam urat.
Namun, menurut jurnal lain, minuman berakohol tidak baik bagi penderita asam urat.
Jurnal ketiga secara mendalam membahas mengenai faktor yang menyebabkan
tingginya asam urat dalam darah. Pertama adalah BMI, jadi penderita asam urat
dianjurkan mengurangi BMI apabila berada dalam level di atas normal. Penurunan berat
badan pun harus secara berkala dan disertai aktivitas fisik. Kedua adalah makanan yang
berlemak. Penderita asam urat sangat dianjurkan mengurangi makanan berlemak.
Ketiga adalah makanan mengandung purin tinggi. Purin inilah yang akan dipecah
menjadi asam urat dalam darah. Apabila kandungan purin terlalu tinggi, ginjal akan
tidak mampu mengekskresi hasil pembuangan purin setara dengan pengkonsumsian
purin, sehingga terjadi penumpukan asam urat. Makanan berpurin tinggi sangat tidak
dianjurkan bagi penderita asam urat. Makanan berkarbohidrat kompleks dapat
membantu pengeluaran asam urat dalam tubuh. Berikut menu makanan yang dianjurkan
bagi penderita asam urat :
Breakfast:
Bowl of cereal such as cornflakes or crisp rice
White bread toast, buttered with olive oil spread
Glass of skim milk
Cup of tea or coffee or small glass of cherry juice
Snack:
Low-fat cheese and saltines or grapes
Lunch:
Sliced meat sandwich (ham, chicken or turkey) on white bread or
Peanut butter sandwich on white bread
Fruit salad
Coffee, tea, water or cherry juice
Small slice of white cake or two peanut butter or sugar cookies
Dinner:
Grilled chicken breast
Pasta or rice
Carrots, cauliflower or asparagus
Water or cherry juice
Pudding made with low-fat milk
Snack:
Fruit chunks
Fresh vegetable mixture
Fresh berries
(Sumber : http://www.low-purine-diet.com/)
DAFTAR PUSTAKA
Aris, Afnan, Anis Rosyiatul H., Pipit Festy. "Hubungan Antara Pola Makan dengan
Kadar Asam Urat Darah pada Wanita Postmenopause di Posyandu Lansia
Wilayah Kerja Puskesmas Dr. Soetomo Surabaya," fik.umsurabaya.ac.id.
Available from: http://www.fik.umsurabaya.ac.id/jurnal/HUBUNGAN-
ANTARA-POLA%20MAKAN-DENGAN-KADAR-ASAM-URAT-DARAH-
PADA-WANITA-POSTMENOPAUSE-DI-POSYANDU-LANSIA-
WILAYAH-KERJA-PUSKESMAS-Dr-SOETOMO-SURABAYA.pdf; Internet;
accessed 7 Februari 2013.
Erick Prado Oliveira, Liciana Vaz Silveira, Roberto Carlos Burini.”Dietary,
anthropometric, and biochemical determinants of uric acid in free-living adults”.
Available from : http://www.nutritionj.com/content/12/1/11/abstract; Internet
accessed 4 Februari 2013
Mladen Boban, Darko Modun. “Uric Acid and Antioxidant Effects of Wine”. Available
from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2829179/; Internet accessed
4 Februari 2013
NgocMinh Pham, Daigo Yoshida, MakikoMorita, Guang Yin, Kengo Toyomura,
Keizo Ohnaka, Ryoichi Takayanagi, and Suminori Kono.” The Relation of
Coffee Consumption to Serum Uric Acid in Japanese Men and Women Aged 49–
76 Years”. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20798877;
Internet accessed 4 Februari 2013
Upoyo, Arief Setyo, Saryono, Andry. "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kadar Asam Urat pada Pekerja Kantor di Desa Karang Turi, Kecamatan
Bumiayu, Kabupaten Brebes,"isjd.pdii.lipi.go.id. Available from:
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/41092733_1907-6673.pdf; Internet;
accessed 8 Februari 2013.
http://forum.kompas.com/kesehatan/209897-asam-urat-gejala-dan-penyebabnya.html;
Internet; accessed 7 Februari 2013
http://www.low-purine-diet.com; Internet; accessed 7 Februari 2013
Recommended