View
245
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
1/46
LAPORAN KASUS
Anak laki-laki 1 tahun dengan sesak (kesulitan
bernapas), batuk, pilek dan demam
Dokter Pembimbing :
Dr. Afaf, Sp.A
Disusun oleh :
Cherlie Marsya Fisnata Pitra 030.08.068
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD KOJA
PERIODE 1 APRIL 2013 8 JUNI 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA, 26 APRIL 2013
1
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
2/46
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan kasus dengan judul Anak laki-laki 1
tahun dengan sesak (kesulitan bernapas), batuk, pilek dan demam ini dapat selesai dengan
baik dan tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah
Koja periode 1 April 2013 8 Juni 2013. Selain itu, besar harapan penulis dengan adanya
laporan kasus ini akan mampu menambah pengetahuan para pembaca sekalian tentang
penggunaan tatalaksana sesak (kesulitan bernapas), batuk, pilek dan demam pada anak.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis telah mendapat bantuan, bimbingan dan
kerjasama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada Dr. Afaf, Sp.A selaku pembimbing kami.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, karena itu
penulis sangat berharap adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, agarreferat ini menjadi lebih baik dan dapatberguna bagi semua pembaca.
Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabilamasih banyak kesalahan meupun
kekurangan dalam penulisan lapora kasus ini.
Jakarta, 26 April 2013
Penulis
2
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
3/46
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
4/46
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Umur : 1 tahun 1 bulan 8 hari
JK : Laki-laki
TTL : Jakarta, 1 Maret 2012
Agama : Islam
Suku : Jawa (Indramyu)
Alamat : Jl.Kalibaru no 22 RT/RW 10/05, Cilincing
Tanggal masuk RS : 4 April 2013
Orang tua/wali
Ayah
Nama : Tn.W
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan: Security
Alamat Pekerjaan: Sunter
Penghasilan : Rp.2.000.000/bulan
Ibu
Nama : Ny.K
Agama : Islam
Suku : Jawa
4
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
5/46
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat Pekerjaan : Cilincing
Penghasilan: -
Wali
Nama : -
Agama : -
Pekerjaan : -
Alamat Pekerjaan : -
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung
Suku bangsa/bangsa : Jawa
ANAMNESIS :Dilakukan allonanamnesis dengan ibu pasien pada hari Selasa tanggal 9
April 2013 pada jam 13.00 WIB.
KELUHAN UTAMA: Sulit bernapas (sesak) sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
KELUHAN TAMBAHAN : Demam, batuk dan pilek
RIWAYAT PERJALANAN PEYAKIT :
2 hari sebelum masuk rumah sakit ibu pasien mengatakan bahwa anaknya demam,
batuk dan pilek. Batuk muncul sore hari, berdahak, sukar dikeluarkan, bukan muncul setelah
terpapar debu atau dingin, tidak ada bersin-bersin di pagi hari dan sampai saat masuk rumah
sakit masih batuk. Pileknya berwarna bening. Malam harinya anak demam tinggi, tidak
menggigil, tidak kejang, naik turun, sudah di kompres air hangat, panas waktu itu 39.5oC,
sudah berobat ke klinik 24 jam, namun batuk dan pilek tidak berkurang dan demam turun
setelah minum obat, naik lagi beberapa jam kemudian. Di rumah/keluarga/tetangga tidak ada
yang lagi demam. 1 hari (Rabu malam) sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengatakan
anaknya sesak (sulit bernapas), sesak ini terjadi pertama kalinya, muncul mendadak tanpa ada
pencetus seperti debu, udara dingin, bulu binatang (tidak ada binatang peliharaan di rumah).
Selain itu sesak juga terlihat dari anakya menyusu sebentar-sebentar atau tiba-tiba berhenti
5
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
6/46
dimana sebelumnya si anak kuat menyusu, saat sesak tidak terdengar suara ngik, dan saat
di dudukkan sesak tidak berkurang.
Beberapa jam (Kamis pagi) sebelum masuk rumah sakit, kesulitan bernapas pada
anaknya semakin bertambah, tidak ada riwayat tersedak sebelumnya, masih demam, batuk
dan pilek kemudian pagi itu si anak di awah ke IGD RSUD Koja. Muntah dan BAB cair tidak
ada.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU : Pasien pernah kejang sebanyak 2 kali dan dirawat di
RSUD Koja, yaitu ketika berusia 10 bulan 13 hari (selama 2 hari) dan 11 bulan 5 hari (selama
1 minggu). Gejala kedua kejang yang dialami sama, yaitu kejang kurang dari 5 menit, kaku
seluruh tubuh, tidak kelojotan, mata mendelik ke atas, mulut tidak berbusa, lidah tidak
tergigit dan setelah kejang anak sadar. Sebelum kejang pasien mengalami demam tinggi.
RiWAYAT PENYAKIT KELUARGA: Didapatkan riwayat kejang dalam keluarga bahwa
ayahnya juga pernah kejang sewaktu kecil. Ibu pasien memiliki riwayat penyakit asma.
RIWAYAT PENGOBATAN: -
RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN :
KEHAMILAN Morbiditas Kehamilan Tidak ada
Perawatan Antenatal Teratur 1 bulan sekali
KELAHIRAN Tempat Kelahiran Puskesmas
Penolong Persalinan Bidan
Cara Persalinan - Spontan
- Tidak ada penyulit atau kelainan
Masa Gestasi Cukup Bulan (37 minggu 5 hari)
Keadaan Bayi - Berat lahir: 3200 gram
- Panjang: 48 cm
- Lingkar kepala: tidak diketahui
- Langsung Menangis
- Kulit warna merah
- Nilai Apgar: tidak diketahui
- Kelainan Bawaan: tidak ada
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : 8 bulan
6
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
7/46
Psikomotor
- Tengkurap : 3 bulan - Berjalan : 12 bulan
- Duduk : 8 bulan - Ngoceh : 12 bulan
- Berdiri : 10 bulan - Bicara : 13 bulan
Perkembangan Pubertas
- Rambut Pubis : belum berkembang
- Payudara : belum berkembang
- Menarche : belum berkembang
Gangguan Perkembangan Mental/Emosi : Tidak ada
RIWAYAT MAKANAN
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0-2 +
2-4 +
4-6 + + +
6-8 + + + +8-10 + + + +
10-12 + + + +
13 + + + +
1-2x/hari 1-2x/hari 2-3x/hari
Umur diatas 1 tahun
Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Nasi/Pengganti 3x/hari, porsi besar
Sayur 1x/hari, mangkuk kecil
Daging 2x/minggu, 1 potong/kali (100mg)
Telur 3x/minggu, 1 butir/kaliIkan 3x/minggu, 1 potong/kali (100mg)
7
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
8/46
Tahu 3x/minggu, 1 potong/kali
Tempe 5x/minggu, 1 poong/kali
Susu (merk/takaran) 3x/minggu, 1 kotak kecil merk Ultra
Kesulitan makan : -
RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 2 X X
DPT/DT 2 4 6
POLIO 0 2 4
CAMPAK 9 X X
HEPATITIS B 0 1 6
RIWAYAT KELUARGA (Corak Reproduksi)
No Tgl Lahir
(umur)
Jenis
Kelamin
Hidup Lahir
Mati
Abortus Mati
(sebab)
Keterangan
Kesehatan
1 An. A Laki-laki + sehat
2
3
4
RIAYAT LINGKUNGAN
Perumahan
- Kontrakan
- Keadaan rumah : tinggal bertiga (ibu, ayah, anak)
- Daerah/lingkungan : padat penduduk, ventilasi cukup, sekitar rumah tidak
ada yang menderita penyakit yang serupa. Pasien
memakai sumber air dari PAM.
Ayah Ibu
Nama Tn.W Ny.K
Perkawinan ke- I IUmur saat menikah 26 24
8
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
9/46
Pendidikan terakhir (tamat kelas/tingkat) SMA SMP
Agama Islam Islam
Suku bangsa Jawa Jawa
Keadaan kesehatan Baik Baik
Kosanguitas - -
Penyakit, bila ada - -
RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
Demam
Berdarah
- Kejang
Demam
10 bulan 13
hari dan 11bulan 5 hari
Darah -
Demam
Thypoid
- Kecelakaan - Radang Paru -
Otitis - Morbili - Tuberculosis -
Parotitis - Operasi - Lainnya -
PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 9 April 2013, Pukul 13.00 WIB )
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 9 kg
Tinggi Badan : 73 cm
Lingkar Kepala : 47 cm
Lingkar Dada : -
Lingkar Lengan Atas : 14,5 cm
Status Gizi
(CDC) BB/U = (9/10,6) x 100% = 84,9%
TB/U = (73/77) x 100% = 94,8%
BBTB = (9/9,6) X 100% = 93,75% , Kesan: Gizi Normal
(LLA/U) (14,5/15,9) x 100% = 91,1%, Kesan: Gizi Normal
9
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
10/46
Tanda Vital
Frekuensi Nadi : 118x/menit, reguler, isi cukup
Suhu Tubuh : 36,5oC
Frekuensi Napas : 32x/menit, reguler, tipe pernafasan thorakoabdominal
Tekanan Darah : -
Kepala : normocephali, ubun-ubun besar belum menutup, rambut hitam
distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak ada luka
Mata : Konjunctiva pucat+/+, Sklera ikterik-/-, pupil bulat isokor, Diameter
3mm/3mm, RCL+/+, RCTL+/+, Udem palpebra -/-
Telinga : normotia, sekret -/-, tidak ada tanda perdarahan
Hidung : lapang, deviasi septum (-), concha hiperemis (+)
Mulut : bibir basah, selaput lendir basah, palatum utuh, lidah tidak kotor
Gigi : tidak ada karies
Faring : hiperemis
Tenggorokan : dalam batas normal
Leher : KGB, tiroid tidak teraba membesar, JVP 52
Toraks
Jantung : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : SN bronkovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-), retraksi ic sc (-),
perkusi sonor
Abdomen : supel, datar, nyeri tekan (-), bising usus (+) 4-6 x/menit, hepar lien
ttm
Genitalia : fimosis (-), parafimosis (-)
10
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
11/46
Anggota Gerak : akral hangat, CRT
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
12/46
Hb 8,3 13,5-17,5 g/dl
Leukosit 15.600 4.100-10.900 /uL
Hematokrit 28 41-53 %
Eritrosit 4,5-5,5 Juta/uL
MCV 80-100 fL
MCH 26-34 Pg
MCHC 31-36 g/dl
Basofil 0-2 %
Eusinofil 0-5 %
Batang 2-6 %
Segmen 47-80 %
Limfosit 13-40 %
Monosit 2-11 %
Trombosit 426.000 140.000-440.000 /uL
LED
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
13/46
Resume
2 hari sebelum masuk rumah sakit ibu pasien mengatakan bahwa anaknya demam,
batuk dan pilek. Batuk muncul sore hari, berdahak, sukar dikeluarkan, bukan muncul setelah
terpapar debu atau dingin, dan sampai saat masuk rumah sakit masih batuk. Pileknya
berwarna bening. Malam harinya anak demam tinggi, tidak menggigil, tidak kejang, naik
turun, sudah di kompres air hangat dan berobat, panas waktu itu 39.5oC, sudah berobat ke
klinik 24 jam, namun batuk dan pilek tidak berkurang dan demam turun setelah minum obat,
naik lagi beberapa jam kemudian. Di rumah/keluarga/tetangga tidak ada yang lagi demam. 1
hari (Rabu malam) sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengatakan anaknya sesak (sulit
bernapas) terlihat dari anakya menyusu sebentar-sebentar atau tiba-tiba berhenti dimana
sebelumnya si anak kuat menyusui, saat sesak tidak terdengar suara ngik, saat di dudukkan
sesak tidak berkurang. Beberapa jam (Kamis pagi) sebelum masuk rumah sakit, kesulitan
bernapas pada anaknya semakin bertambah, masih demam, batuk dan pilek kemudian pagi itu
si anak di awah ke IGD RSUD Koja. Muntah dan BAB cair tidak ada.
Pasien pernah kejang sebanyak 2 kali dan dirawat di RSUD Koja, yaitu ketika berusia
10 bulan 13 hari (selama 2 hari) dan 11 bulan 5 hari (selama 1 minggu). Gejala kedua kejang
yang dialami sama, yaitu kejang kurang dari 5 menit, kaku seluruh tubuh, tidak kelojotan,
mata mendelik ke atas, mulut tidak berbusa, lidah tidak tergigit dan setelah kejang anak
sadar. Sebelum kejang pasien mengalami demam tinggi. Didapatkan riwayat kejang dalam
keluarga bahwa ayahnya juga pernah kejang sewaktu kecil. Ibu pasien memiliki riwayat
penyakit asma.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien gizi normal, febris (37,8oC), takipneu
(54x/menit), pernapasan cuping hidung (+), sianosis (-), suara napas bronkovesikuler, ronkhi
(+/+), wheezing (-/-), retraksi ic sc (+), perkusi sonor, lainnya dalam batas normal. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan anemi mikrositik hipokrom, leukositosis.
Diagnosis
Diagnosis Kerja : Bronkopneumoni
13
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
14/46
Diagnosis Gizi : Gizi normal
Diagnosis Banding :
- Bronkiolitis
Atas dasar: napas cepat (sesak), napas cuping hidung, tarikan dinding dada bagian
bawah, ronkhi
Yang menyingkirkan: demam subfebris, wheezing, ekspirasi memanjang, hiperinflasi
dinding dada dengan hipersonor pada perkusi
- TB paru primer
Atas dasar: demam, batuk, sesak, tinggal dilingkungan yang padat penghuni
Yang menyingkirkan: demam tanpa sebab jelas terutama berlanjut sampai 2 minggu,
batuk kronik 3 minggu, ada kontak dengan pasien TB dewasa, berat badan turun 2
bulan berturut-turut tanpa sebab jelas atau gagal tumbuh, pembesaran KGB leher,
aksila, inguinal.
Rencana Pemeriksaan Lanjutan
- Darah lengkap
- Rongent Thorak
- Elektrolit, AGD, H2TL/hari
PENATALAKSANAAN
O2 nasal 1 l/menit, IVFD KAEN 1B 40 cc/jam
inj. Ceftizoxim 2x400 mg PCT drop 3x0,9cc
inj. Amikasi 2x 40 mg Ferriz 1x1 cth
inj. Somerol 2x5mg Fartolin 3x3/4 cth
inj. Ranitidin 2x5mg Vectrin syr 3x1/2 cth
Meptin 2x1/2 cth
14
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
15/46
Inhalasi 2x/hari (ventolin 1/2 ampul + NaCl 2cc)
PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Follow Up harian tanggal 4 April 2013
S sesak napas (+), batuk berdahak dan pilek (+), demam (+)
O BB : 9 kg
Suhu : 37,80 C
Nadi : 112x/menit
RR : 54x/menit
Konjuctiva pucat (+/+), PCH (+), sianosis (-)
SN bronkovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-), retraksi ic sc (+)
A - Bronkopneumoni
- Anemi proevaluasi
- Gizi normal
P 1 l/menit, IVFD KAEN 1B 900cc/hari
inj. Bactesyn 2x200mg
PCT syr 3x0,9 cc
Fartolin 3x3/4 cth
NB: jika suhu 38oC beri pamol supp, bila kejang stesolid 5 mg
Diagnostik: Darah lengkap, elektrolit
Follow up harian tanggal 5 April 2013
15
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
16/46
S sesak napas berkurang, batuk (+) berdahak, pilek (+), demam turun
O BB : 9 kg
Suhu : 36,5 0 C
Nadi : 120x/menit
RR : 38x /menit
Konjuctiva pucat (+/+)
SN bronkovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-), retraksi ic sc (-)
A - Bronkopneumoni - Anemi proevaluasi
- Gizi normal
P IVFD KAEN 1B 40 cc/jam
inj. Ceftizoxim 2x400 mg
inj. Amikasin 2x 40 mg
inj. Somerol 2x5mg
inj. Ranitidin 2x5mg
PCT drop 3x0,9cc
Fartolin 3x3/4 cth
Ferriz 1x1 cth
Vectrin syr 3x1/2 cth
Meptin 2x1/2 cth
Inhalasi 2x/hari (ventolin 1/2 ampul + NaCl 2cc)
Diagnostik: H2TL
Pemeriksaan 05/04/2013 Nilai normal Satuan
Hb 8,8 13,5-17,5 g/dl
Leukosit 16.900 4.100-10.900 /uL
16
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
17/46
Hematokrit 30 41-53 %
Eritrosit 4,51 4,5-5,5 Juta/uL
MCV 66 80-100 fL
MCH 20 26-34 Pg
MCHC 29 31-36 g/dl
Basofil 1 0-2 %
Eusinofil 1 0-5 %
Batang 0 2-6 %
Segmen 23 47-80 %
Limfosit 65 13-40 %
Monosit 11 2-11 %
Trombosit 446.000 140.000-440.000 /uL
LED 22
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
18/46
SN bronkovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-), retraksi ic sc (-)
A - Bronkopneumoni - Gizi normal
- Anemi proevaluasi
P IVFD KAEN 1B 40 cc/jam
inj. Ceftizoxim 2x400 mg
inj. Amikasin 2x 40 mg
inj. Somerol 2x5mg
inj. Ranitidin 2x5mg
PCT drop 3x0,9cc
Fartolin 3x3/4 cth
Ferriz 1x1 cth
Vectrin syr 3x1/2 cth
Meptin 2x1/2 cth
Inhalasi 2x/hari (ventolin 1/2 ampul + NaCl 2cc)
0
20
40
60
80
100
1st Qtr 2nd Qtr 3rd Qtr 4th Qtr
East
West
North
Pemeriksaan 06/04/2013 Nilai normal Satuan
Hb 8,8 13,5-167,5 g/dl
Leukosit 8.400 4.100-10.900 /uL
Hematokrit 31 36-46 %
Trombosit 380.000 140.000-440.000 /uL
Follow up harian tanggal 7 April 2013
18
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
19/46
S sesak napas (-), batuk (+) berdahak, pilek (+), demam pagi ini (-), malam masih
naik turun
O BB : 9 kg
Suhu : 36,2 0 C
Nadi : 110x/menit
RR : 36x /menit
Konjuctiva pucat (+/+), SN bronkovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-), retraksi
ic sc (-)
A - Bronkopneumoni - Anemi proevaluasi - Gizi normal
P IVFD KAEN 1B 40 cc/jam
inj. Ceftizoxim 2x400 mg PCT drop 3x0,9cc
inj. Amikasi 2x 40 mg Ferriz 1x1 cth
inj. Somerol 2x5mg Fartolin 3x3/4 cth
inj. Ranitidin 2x5mg Vectrin syr 3x1/2 cth
Meptin 2x1/2 cth
Inhalasi 2x/hari (ventolin 1/2 ampul + NaCl
2cc). Diagnostik: H2TL
Follow up harian tanggal 8 April 2013
S batuk (+) tidak berdahak, keluhan lain -
O BB : 9 kg
Suhu : 36,6 0 C
Nadi : 118x/menit
RR : 34x /menit
19
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
20/46
Konjuctiva pucat (+/+)
SN bronkovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-), retraksi ic sc (-)
A - Bronkopneumoni - Anemi proevaluasi - Gizi normal
P IVFD KAEN 1B 40 cc/jam
inj. Ceftizoxim 2x400 mg PCT drop 3x0,9cc
inj. Amikasi 2x 40 mg Ferriz 1x1 cth
inj. Somerol 2x5mg Fartolin 3x3/4 cth
inj. Ranitidin 2x5mg Vectrin syr 3x1/2 cth
Meptin 2x1/2 cth
Inhalasi 2x/hari (ventolin 1/2 ampul + NaCl
2cc)
Pasien boleh pulang
Pemeriksaan 08/04/2013 Nilai normal Satuan
Hb 9,0 13,5-167,5 g/dl
Leukosit 7.000 4.100-10.900 /uL
Hematokrit 31 36-46 %
Trombosit 413.000 140.000-440.000 /uL
Analisa kasus
Pada kasus ini keluhan utama yang membuat pasien datang untuk berobat adalah
sesak (kesulitan bernapas). Untuk anak umur 2 bulan sampai 5 tahun yang datang dengan
kesulitan bernapas dan atau batuk ada beberapa hipotesis yang menjadi kemungkinan
penyebabnya, yaitu pneumonia, bronkiolitis, asma, gagal jantung, penyakit jantung bawaan
dan efusi/empiema.
Diagnosis Gejala yang ditemukan
Pneumonia - Demam
- Batuk dengan napas cepat
- Ronkhi pada auskultasi
- Pernapasan cuping hidung, sianosis
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam- Merintih
20
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
21/46
Bronkiolitis - Episode pertama wheezingpada anak umur < 2tahun
- Hiperinflasi dinding dada
- Ekspirasi memanjang
- Gejala pneumoni dapat di temukan
- Respon kurang/tidak ada respon dengan bronkodilator
Asma - Riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungandengan batuk dan pilek
- Hiperinflasi dinding dada
- Ekspirasi memanjang
- Berespon baik terhadap bronkodilator
Gagal jantung - Peningkatan tekanan vena jugularis
- Denyut apeks bergeser ke kiri
- Murmur, bising (+)
- Ronkhi di daerah basal paru
- Pembesaran hepar
Penyakit
jantung
bawaan
- Sulit makan atau menyusu
- Sianosis
- Bising jantung
- Pembesaran hepar
Efusi/empiema - Pekak pada perkusi
- Bila masif terdapat tanda pendorongan organ intra thorak
Kemudian dilakukan anamnesa lebih lanjut didapatkan keluhan tambahan lainnya
seperti batuk dan demam. Batuk muncul sore hari, berdahak, sukar dikeluarkan, bukan
muncul setelah terpapar debu atau dingin, tidak ada bersin-bersin di pagi hari. Kemudian didapatkan juga demam tinggi pada mamalm hariya, tidak menggigil, tidak kejang, naik turun,
waktu itu sudah di kompres air hangat, panas waktu itu 39.5oC, sudah berobat ke klinik 24
jam, namun batuk dan pilek tidak berkurang dan demam turun setelah minum obat, naik lagi
beberapa jam kemudian. Di rumah/keluarga/tetangga tidak ada yang lagi demam. Selain itu
ibu pasien mengatakan sesak ini terjadi pertama kalinya, muncul mendadak tanpa ada
pencetus seperti debu, udara dingin, bulu binatang (tidak ada binatang peliharaan di rumah),
saat sesak anaknya tidak terdengar suara ngik, dan saat di dudukkan sesak tidak berkurang.
Pasien tidak ada riwayat tersedak, tidak ada muntah dan BAB cair. Saat datang pemeriksaan
fisik di dapatkan febris (37,8oC), takipneu (54x/menit), pernapasan cuping hidung (+),
sianosis (-), suara napas bronkovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-), retraksi ic sc (+),
perkusi sonor, lainnya dalam batas normal. Dengan adanya keluhan tambahan dan
pemeriksaan fisik, diagnosis yang dipikirkan adalah bronkiolitis dan TB paru primer.
1. Bronkiolitis
21
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
22/46
Atas dasar: napas cepat (sesak), napas cuping hidung, tarikan dinding dada bagian
bawah, ronkhi
Yang menyingkirkan: demam subfebris, wheezing, ekspirasi memanjang, hiperinflasi
dinding dada dengan hipersonor pada perkusi
2. TB paru primer
Atas dasar: demam, batuk, sesak, tinggal dilingkungan yang padat penghuni
Yang menyingkirkan: demam tanpa sebab jelas terutama berlanjut sampai 2 minggu,
batuk kronik 3 minggu, ada kontak dengan pasien TB dewasa, berat badan turun 2
bulan berturut-turut tanpa sebab jelas atau gagal tumbuh, pembesaran KGB leher,
aksila, inguinal.
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
terutama berdasarkan :
- berat ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan
- mempertimbangkan usia pasien (neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis
pneumonia harus dirawat inap)
- tidak mau makan/minum
- ada penyakit dasar yang lain
- ada penyulit, misalnya :muntah-muntah, dehidrasi, empiema,
- perawatan di rumah kurang baik
- tidak respon dengan pemberian antibiotika oral
- komplikasi
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah :
1. Pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai
22
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
23/46
Pneumoni sebagian besar disebabkan oleh bakteri, terutama Gram positif, namun
Gram negatif juga dapat menjadi penyebabnya. Pada kasus ini dipilih 2 antibiotik
yang memiliki mekanisme kerja terhadap bekterinya berbeda,yaitu ceftizoxim dan
amikasin. Ceftizoxim merupakan sefalosporin generasi ketiga, golongan ini umumnya
kurang aktif dibandingkan dengan generasi pertama terhdap kokus Gram-positif,
tetapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriacea, termasuk starin penghasil
penisilinase. Dosis ceftizoxim pada anak 40-80 mg/kgBB/hari diberikan dalam 2
dosis. Sedangkan amikasin yang isinya mengandung cefuroxim yang merupakan
golongan sefalosporin generasi kedua, golongan ini kurang aktif terhadap bakteri
Gram-positif dibandingkan denan generasi pertama, tetapi lebih aktif terhadap kuman
Gram-negatif, isalnyaH.influenza, Pmirabilis, E.coli, danKlebsiella.Kadar cefuroxim
dalam cairan serebrospinal sekitar 10% kadar plasma dalam dan ini efektif untuk
pengobatan meningitis oleh H.influenza (termasuk yang resisten meningitis),
N.meningitis dan S.pneumonia.Dosis anak 7,2 mg/kgBB/12 jam atau 5 mg/kgBB/8
jam.
2. Pengobatan suportif, meliputi :
- terapi oksigen, diberikan oksigen nasal 1 l/menit.
Catatan: monitor tanda vital, dan bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan
ventilasi mekanik.
- pemberian cairan intravena, jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan
status hidrasi. Pada kasus ini berat badan anak 9kg sehingga cairan yang di butuhkan
100 x kg BB = 100 x 9 = 900cc/kg, ditambah dengan kenaikan suhu 1oC cairan di
tambah 12,5%, yaitu jadi 1012,5 cc/hari
- nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik, pilihan obat yang di berikan
adalah patacetamol. Paracetamol adalah derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan
asetaminofen (paracetamol). Obat paracetamol ini serupa dengan salisilat yaitu
menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh
dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.
Paracetamol merupakan panghambat biosintesis PG yang lemah. Efek iritasi, erosi
dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan
23
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
24/46
pernapasan dan keseimbangan asam basa. Dosis yang diberikan 10-15 mg/kgBB/kali,
3-4kali
- koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah. Pada
kasus ini tidak di dapatkan gangguan asam basa.
- jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal. Pada
kasus ini diberikan inhalasi dengan ventolin 1/2 ampul + NaCl 2cc 2x/hari
- bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap melalui selang
nasogastrik
- penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat serta komplikasi yang
mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BRONKOPNEUMONIA
Definisi
Bronkopneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang disebabkan
oleh berbagai organisme seperti bakteri, virus, jamur dan parasit. Bronkopneumonia disebut
juga sebagai pneumonia. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme,
24
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
25/46
tetapi ada sejumlah penyebab noninfeksi yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan.
Penyebab non-infeksi ini meliputi aspirasi makanan dan/atau asam lambung, benda asing,
hidrokarbon, dan bahan lipoid, reaksi hipersensitivitas dan pneumonitis akibat obat atau
radiasi. Virus pernapasan adalah penyebab pneumonia yang paling sering selama usia
beberapa tahun pertama. Kejadian yang paling sering mengganggu mekanisme pertahanan
paru adalah infeksi virus yang mengubah sifat-sifat sekresi normal sehingga sering penyakit
virus pernapasan mendahului perkembangan pneumonia bakteri beberapa hari.(1,2)
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki
dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi
konsolidasi area berbercak (Smeltzer,2000).(3)
Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.
Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian
balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system respirasi, terutama pneumonia.
(4,5)
Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pada
anak balita di negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah: pneumoni yang terjadi pada
masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI
yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri
pathogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau
asap rokok).(4,5)
Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang sering di jumpai adalah: (5)
1. Bakteri
25
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
26/46
a. Pneumococcus penyebab utama penumonia. Pada orang dewasa disebabkan oleh
penumokokus 1 8 (pada anak anak tipe 14, 1, 6, 9). Insiden meningkat pada
usia lebih kecil dari 14 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur.
b. Streptococcus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain seperti
morbili, influenza, cacar air atau komplikasi dari bakteri lain seperti pertusis.
2. Virus
Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus respiratori sinsitial, virus
para influenza, virus influenza, virus adeno, virus cytomegalo virus. virus respiratori
sinsitial yang paling sering menyebabkan pneumonia terutama pada bayi. Pneumonia
virus paling sering terjadi pada bulan-bulan musim dingin. Angka serangan puncak
untuk pneumonia virus adalah 2-3 tahun dan menurun untuk sesudahnya.
3. Aspirasi
Makanan, kerosen (bensin dan minyak tanah), cairan amnion, dan benda asing.
4. Pneumonia Hipostatik
Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang sakit dengan
kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di tempat tidur yang lama
sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah. Kuman yang tadinya komensal
berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan radang. Oleh karena itu pada
anak yang menderita penyakit dan memerlukan istirahat panjang seperti tifoid harus
diubah ubah posisi tidurnya.
5. Jamur
H. Capsulatum, Candida albikans, Blastomycetes dermatitis, Koksidiomikosis,
Aspergilosis dan Aktinimikosis.
6. Sindrom Loeffler
Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes.
26
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
27/46
Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan tepat,
pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian etiologis lebih
rasional daripada pembagian anatomis.
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe
1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada
anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari
4 tahun dan berkurang dengan meningkatnya umur.
Klasifikasi
Pembagian pneumonia pada umumnya berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa
ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara
klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. (1,4,5,10)
Pembagian secara anatomis :
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
3. Pneumonia intersisialis (brokiolitis)
Pembagian secara etiologi :
1. Bakteri : Streptococcus pneumonia, Pneumococcus pneumonia, Staphylococcus
pneumonia, Haemofilus influenza.
Heiskansen et.al (1997) menjelaskan bahwa S. pneumoniae adalah jenis bakteri
penyebab pneumonia pada anak-anak di semua umur berdasarkan komunitas penyakit
pneumonia. Sedangkan M. pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae adalah penyebab
utama pneumonia pada anak di atas umur 5 tahun. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh
sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan
kerusakan. Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui aliran darah. Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa
saja, mulai dari bayi sampai usia lanjut. Pada pencandu alkohol, pasien pasca-operasi,
orang-orang dengan penyakit gangguan pernapasan, dan penurunan kekebalan tubuh
27
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
28/46
adalah golongan yang paling berisiko. Anak-anak juga termasuk kelompok yang rentan
terinnfeksi penyakit ini karena daya tahan tubuh yang masih lemah.
Penelitian lainnya menyebutkan bahwa S.pneumoniae diidentifikasikan sebagai agen
etiologi pada 34 dari 64 pasien (53%) dan pada 34 dari 43 pasien (79%). S.pneumonia
adalah pathogen teridentifikasi yang sering ditemukan pada pasien di segala usia walaupun
tidak ada hubungan antara usia dan kemungkinan jenis darah positif terinfeksi (Wall., et al:
1986).
2. Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenza virus, Adenovirus.
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Sebagian besar
virus-virus ini menyerang saluran pernapasan bagian atas (terutama pada anak). Namun,
sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan dapat disembuhkan dalam waktu
singkat. Bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influensa, gangguan ini masuk ke
dalam tingkatan berat dan kadang menyebabkan kematian. Virus yang menginfeksi paru
akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan.
3. Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis,
Blastomycosis, Cryptoccosis.
4. Corpus alienum
5. Aspirasi
6. Pneumonia hipostatik
Patogenesis(1,4,5,6)
Gejala dari infeksi pneumonia disebabkan invasi pada paru-paru oleh mikroorganisme
dan respon sistem imun terhadap infeksi. Meskipun lebih dari seratus jenis mikroorganisme
yang dapat menyebabkan pneumonia, hanya sedikit dari mereka yang bertanggung jawab
pada sebagian besar kasus. Penyebab paling sering pneumonia adalah virus dan bakteri.
Penyebab yang jarang menyebabkan infeksi pneumonia ialah fungi dan parasit.
28
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
29/46
Bakteri
Bakteri secara khusus memasuki paru-paru ketika droplet yang berada di udara
dihirup, tetapi mereka juga dapat mencapai paru-paru melalui aliran darah ketika ada infeksi
pada bagian lain dari tubuh. Banyak bakteri hidup pada bagian atas dari saluran pernapasan
atas seperti hidung, mulut dan sinus dan dapat dengan mudah dihirup menuju alveoli. Setelah
memasuki alveoli, bakteri mungkin menginvasi ruangan diantara sel dan diantara alveoli
melalui rongga penghubung. Invasi ini memacu sistem imun untuk mengirim neutrophil yang
adalah tipe dari pertahanan sel darah putih, menuju paru. Neutrophil menelan dan membunuh
organisme yang berlawanan dan mereka juga melepaskan cytokin, menyebabkan aktivasi
umum dari sistem imun. Hal ini menyebabkan demam, menggigil dan mual umumnya pada
pneumoni yang disebabkan bakteri dan jamur. Neutrophil, bakteri dan cairan dari sekeliling
pembuluh darah mengisi alveoli dan mengganggu transportasi oksigen.
Bakteri sering berjalan dari paru yang terinfeksi menuju aliran darah menyebabkan
penyakit yang serius atau bahkan fatal seperti septik syok dengan tekanan darah rendah dan
kerusakan pada bagian-bagian tubuh seperti otak, ginjal dan jantung. Bakteri juga dapat
berjalan menuju area antara paru-paru dan dinding dada (cavitas pleura) menyebabkan
komplikasi yang dinamakan empyema. Penyebab paling umum dari pneumoni yang
disebabkan bakteri adalah Streptococcus pneumoniae, bakteri gram negatif dan bakteri
atipikal. Penggunaan istilah Gram positif dan Gram negatif merujuk pada warna bakteri
(ungu atau merah) ketika diwarnai menggunakan proses yang dinamakan pewarnaan Gram.
Istilah atipikal digunakan karena bakteri atipikal umumnya mempengaruhi orang yang
lebih sehat, menyebabkan pneumoni yang kurang hebat dan berespon pada antibiotik yang
berbeda dari bakteri yang lain.
Tipe dari bakteri gram positif yang menyebabkan pneumonia pada hidung atau mulut
dari banyak orang sehat. Streptococcus pneumoniae, sering disebutpneumococcus adalah
bakteri penyebab paling umum dari pneumoni pada segala usia kecuali pada neonatus. Gram
positif penting lain penyebab dari pneumonia adalah Staphylococcus aureus. Bakteri Gram
negatif penyebab pneumonia lebih jarang daripada bakteri gram negatif. Beberapa dari
bakteri gram negatif yang menyebabkan pneumoni termasuk Haemophilus influenzae,
Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,dan Moraxella catarrhalis.
Bakteri ini sering hidup pada perut atau intestinal dan mungkin memasuki paru-paru jika
muntahan terhirup. Bakteri atipikal yang menyebabkan pneumonia termasuk Chlamydophila
pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae dan Legionella pneumophila.
29
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
30/46
Virus
Virus menyerang dan merusak sel untuk berkembang biak. Biasanya virus masuk ke
dalamparu-paru bersamaan droplet udara yang terhirup melalui mulut dan hidung. Setelah
masuk virus menyerang jalan nafas dan alveoli. Invasi ini sering menunjukan kematian sel,
sebagian virus langsung mematikan sel atau melalui suatu tipe penghancur sel yang disebut
apoptosis. Ketika sistem imun (DL leukosit meningkat) merespon terhadap infeksi virus,
dapat terjadi kerusakan paru. Sel darah putih, sebagian besar limfosit, akan mengaktivasi
sejenis sitokin yang membuat cairan masuk ke dalam alveoli. Kumpulan dari sel yang rusak
dan cairan dalam alveoli mempengaruhi pengangkutan oksigen ke dalam aliran darah (terjadi
pertukaran gas).
Sebagai tambahan dari proses kerusakan paru, banyak virus merusak organ lain dan
kemudian menyebabkan fungsi organ lain terganggu.Virus juga dapat membuat tubuh rentan
terhadap infeksi bakteri, untuk alasan ini, pneumonia karena bakteri sering merupakan
komplikasi dari pneumonia yang disebabkan oleh virus. Pneumonia virus biasanya
disebabkan oleh virus seperti virus influensa, virus syccytial respiratory (RSV), adenovirus
dan metapneumovirus. Virus herpes simpleks jarang menyebabkan pneumonia kecuali pada
bayi baru lahir. Orang dengan masalah pada sistem imun juga berresiko terhadap pneumonia
yang disebabkan oleh cytomegalovirus (CMV).
Jamur
Pneumonia yang disebabkan jamur tidak umum, tetapi hal ini mungkin terjadi pada
individu dengan masalah sistem imun yang disebabkan AIDS, obat-obatan imunosupresif
atau masalah kesehatan lain. Patofisiologi dari pneumonia yang disebabkan oleh jamur mirip
dengan pneumonia yang disebabkan bakteri. Pneumonia yang disebabkan jamur paling sering
disebabkan oleh Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Pneumocystis jiroveci
dan Coccidioides immitis. Histoplasmosis paling sering ditemukan pada lembah sungai
Missisipi dan Coccidiomycosis paling sering ditemukan pada Amerika Serikat bagian barat
daya.
Parasit
Beberapa varietas dari parasit dapat mempengaruhi paru-paru. Parasit ini secara khas
memasuki tubuh melalui kulit atau dengan ditelan. Setelah memasuki tubuh, mereka berjalan
menuju paru-paru, biasanya melalui darah. Terdapat seperti pada pneumonia tipe lain,
kombinasi dari destruksi seluler dan respon imun yang menyebabkan ganguan transportasi30
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
31/46
oksigen. Salah satu tipe dari sel darah putih, eosinofil berespon dengan dahsyat terhadap
infeksi parasit. Eosinofil pada paru-paru dapat menyebabkan pneumonia eosinofilik yang
menyebabkan komplikasi yang mendasari pneumonia yang disebabkan parasit. Parasit paling
umum yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Toxoplasma gondii, Strongioides
stercoralis dan Ascariasis.
31
DROPLETS
Bakteri, Virus,
Organisme mirip
Bakteri pathogen
menginfeksi saluran
napas bagian bawah
Menuju parenkim paru
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
32/46
v
32
Inflamasi di alveoli
Pneumonia
B1Breathi
Penumpuk
an secret
pada
Pertukarangas
terganggu
PO2
Gangguan
pertukaran
gas
Sesak
Pola napas
tidak
B2 Blood B3 Brain B4 Bowel B5 GI B6 Bone
Kadar O2
menurun
ke jantung
Menurunnya
kontraksi
CO
Curah
jantung
med
Inflamasi
Histamin Hipertermi
Suplai O2
menurun
ke ginjal
BatukSuplai O2
menurun
ke otak
Kesadaranmenurun
Perubahan
perfusi
jaringan
Oliguria
Glomerolus filtrat
rate
Kelelahan
Penurunan
nafsu
makan
Malnutrisi
Migrasi
bakteri
secarahematoge
n ke
saluran
Diare
Intoleransi
aktivitas
Kelemaha
Suplai O2
menurun
ke
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
33/46
Mikroorganisme masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan (droplet),
proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu : (1,6,7)
1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)
Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri
dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna
menjadi merah. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan
banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
33
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
34/46
3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura
suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi
fagositosis pneumokokus. Kapiler tidak lagi kongestif.
4. Stadium resolusi (8-11 hari)
Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami
nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara patologi
anatomis bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi
sebagai bercak bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan
antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat.
34
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
35/46
Gambaran Klinis(1,9,11)
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak
adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala
klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur
diagnostik invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering dan faktor patogenesis.
Gejala pneumonia pada umumnya adalah berupa demam, nyeri dada, napas yang
cepat dan dangkal, sakit kepala, berkurangnya nafsu makan dan kelemahan.
Bronkopneumonia bisa juga didahului oleh infeksi saluran napas atas selama beberapa
hari. Demam pada pneumonia berupa demam yang tinggi hingga 39-40oC. Karena demam
yang tinggi ini juga mungkin dapat disertai dengan kejang. Batuk pada awalnya berupa batuk
kering yang lama kelamaan menjadi batuk produktif dengan dahak kehijauan atau kuning.
Pada bronkopneumonia terdapat trias yaitu sesak napas, pernapasan cuping hidung dan
sianosis disekitar mulut dan hidung.
Gejala klinik pada bronkopneumonia juga dapat dibagi berdasarkan usia penderita.
1. Neonatus
Pneumonia pada neonatus jarang menimbulkan gejala batuk. Biasanya gejala yang
muncul adalah adanya apnea, takipnea, sianosis, retraksi pada pernapasan, muntah,
lethargi, tidak mau minum dan merintih. Merintih pada neonatus disebabkan oleh
pendekatan dari pita suara untuk mengusahakan peningkatan tekanan positif akhir
ekspirasi dan menjaga agar jalan napas bawah tetap terbuka. Merintih menandakan
adanya penyakit pada saluran napas bagian bawah. Retraksi muncul karena usaha
untuk meningkatkan tekanan intrathoraks untuk mengkompesasi menurunnya
compliance paru.
2. Bayi sampai usia 1 tahun
Merintih lebih jarang muncul, namun takipnea dan retraksi sering muncul dan
mungkin diikuti dengan batuk persisten, sumbatan, demam, iritabilitas, nafsu makan
35
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
36/46
yang menurun, demam menggigil serta gejala gastrointestinal seperti muntah dan
diare.
3. Balita usia pra sekolah
Gejala yang sering muncul adalah demam dan batuk, baik produktif ataupun
nonproduktif, takipnea, dan sumbatan. Terdapat juga muntah setelah batuk.
4. Anak dan remaja
Pada kelompok usia ini gejala yang sering muncul adalah demam, batuk, sumbatan,
nyeri dada, dehidrasi dan letargi.
Dapat juga muncul gejala ekstrapulmonal seperti nyeri perut dan muntah pada
penderita pneumonia paru lobus inferior, nuchal rigidity pada penderita pneumonia paru
kanan lobus superior.
Pemeriksaa Laboratorim(1,9,11)
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan
pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi
virus atau mycoplasma.
2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
3. Peningkatan LED.
4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur
dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
5. Analisa gas darah (AGD) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
6. Pengambilan sekret secara bronkoskopi dan fungsi paru untuk preparasi langsung,
biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini
tidak rutin dilakukan karena sulit.
7. Foto toraks bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa
lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau
beberapa lobus.
36
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
37/46
Dianosis(1,9,11)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar
hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan
pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan
dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu
WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan
pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
1. Bronkopneumonia sangat berat :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di
rumah sakit dan diberi antibiotika.
2. Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
3. Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
4. Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak
perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:
1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung
37
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
38/46
2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. Deteksi antigen bakteri
Diagnosis Banding
Bronkiolitis
Aspirasi pneumonia
Tb paru primer
Penatalaksanaan(5,9,11)
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
terutama berdasarkan :
- berat ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan
- mempertimbangkan usia pasien (neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis
pneumonia harus dirawat inap)
- tidak mau makan/minum
- ada penyakit dasar yang lain
- ada penyulit, misalnya :muntah-muntah, dehidrasi, empiema,
- perawatan di rumah kurang baik
- tidak respon dengan pemberian antibiotika oral
- komplikasi
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah :
3. Pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai
4. Pengobatan suportif, meliputi :
- terapi oksigen, dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor denganpulse
oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik.
- pemberian cairan intravena, jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan
status hidrasi.
38
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
39/46
- nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik
- koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah
- jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
- bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap melalui selang
nasogastrik
- penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat serta komplikasi yang
mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan.
Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga
disebabkan oleh bakteri.
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak
tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, antibiotik dipilih berdasarkan
pengalaman empiris sesuai pola kuman tersering yaitu streptococcus pneumonia dan
haemophilus pneumoniae. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada
kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien
serta faktor epidemiologis.
Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur:
a. Usia 3 bulan:
Ampisilin + Kloramfenikol (50-100 mg/kgBB/hari i.v terbagi dalam 3-4 dosis)
merupakan obat pilihan utama.
Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema, antibiotik pilihan adalah golongan
sefalosporin. Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun,
dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari.
Bila diduga penyebab pneumonianya adalah S aureus, kloksasilin 50 mg/kgbb/hari i.v
terbagi dalam 4 dosis dapat segera di berikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan
39
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
40/46
cefazolin, klindamicin atau vancomycin. Lama pengobatan untuk stafilokok adalah 3-4
minggu.
Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan
neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang, fibrosis kistik, infeksi
HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan
dengan pilihan antibiotik : sefalosporin generasi 3.
Dapat dipertimbangkan juga pemberian :
- Kotrimoksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii
- Anti viral (Aziclovir , ganciclovir) pada pneumonia karena CMV
- Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia karena jamur
- Imunoglobulin
Dilakukan terapi bedah bila ditemukan komplikasi pneumothoraks atau
pneumomediastinum. Pemberiaan terapi suportif dapat berupa pemberian oksigen sesuai
derajat sesaknya. Tunda pemberian nutrisi secara oral bila anak masih sesak dan mulai
dengan nutrisi parenteral. Bila terjadi atelektasis diperlukan rujukkan ke rehabilitasi medik.
Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah : (4,5)
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4. Infeksi sitemik
5. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
6. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
Prognosis
40
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
41/46
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada
anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi
esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama
dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh
faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri. (5,11)
Prognosis tergantung oleh faktor resiko pneumonia antara lain : (4,5,11)
1.Faktor yang meningkatkan resiko berjangkitnya pneumonia
a.Umur dibawah 2 bulan
b.Jenis kelamin laki-laki
c.Gizi kurang
d.Berat badan lahir rendah
e.Tidak mendapat ASI memadai
f.Polusi udara
g.Kepadatan tempat tinggal
h.Imunisasi yang tidak memadaii.Defisiensi vitamin A
2.Faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat pneumonia
a.Umur dibawah 2 bulan
b.Tingkat sosial ekonomi rendah
c.Gizi kurang
d.Berat badan lahir rendah
e.Tingkat pendidikan ibu rendah
f.Tingkat pelayanan kesehatan rendah
g.Imunisasi yang tidak memadai
h.Menderita penyakit kronis
Pencegahan
41
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
42/46
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan
daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat,
makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan , beristirahat yang cukup, rajin
berolahraga dan lai-lain.(3)
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi
(Vaksinasi Pneumokokus) : (7)
Vaksin Pneumokokus Polisakarida (PPV 23) diberikan pada:
- Lansia di atas 65 tahun
- Anak > 2 tahun yang mempunyai risiko tinggi IPD yaitu anak dengan asplenia
(kongenital atau didapat), penyakit sickle cell, splenic dysfunction dan HIV.
Imunisasi diberikan 2 minggu sebelum splenektomi
- Anak > 2 tahun dengan imunokompromais yaitu HIV/AIDS, sindroma nefrotik,
multiple mieloma, limfoma, penyakit Hodgkin dan transplantasi organ
- Anak > 2 tahun dengen imunokompetensi yang menderita penyakit kronis yaitu
penyakit jantung kronis, penyakit paru atau ginjal kronis, diabetes
- Anak > 2 tahun dengan kebocoran cairan serebrospinal
Catatan: pasien risiko tinggi tersebut seyogyanya mendapat imunisasi PCV 7 sesuai
umur dan penanggulangan imunisasi PPV 23 setelah 3-5 tahun.
Vaksin Polisakarida Konjugat (PCV 7) direkomendasikan pada:
- Semua anak sehat usia > 2 bulan sampai 5 tahun
- Anak dengan resiko tinggi IPD termasuk anak dengan asplenia baik kongenital atau
didapat, termasuk anak dengan penyakit sickle cell, splenic dysfunction dan HIV.
Imunisasi diberikan 2 minggu sebelum splenektomi
42
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
43/46
- Pasien dengan imunokompromais yaitu HIV/AIDS, sindroma nefrotik, multiple
mieloma, limfoma, penyakit Hodgkin dan transplantasi organ
- Pasien dengan imunokompetensi yang menderita penyakit kronis yaitu penyakit
jantung kronis, penyakit paru atau ginjal kronis, diabetes
- Pasien dengan kebocoran cairan serebrospinal
- Selain juga dianjurkan pada anak yang tinggal di rumah yang uniannya padat,
lingkungan merokok, di anti asuhan dan sering terserang akut otitis media
Catatan: anak yang tergolong imunokompeten hanya perlu 1 dosis sedangkan dengan
imunokompromais harus mendapat 2 dosis dengan jarak minimal 2 bulan, diikuti
dengan pemberian PPV 23 2 bulan kemudian
Perbedaan PPV 23 dan PCV 7
PPV 23 PCV 7
- Polisakarida bakteri - Konyugasi polisakarida dengan
protein difteri
- T-independentantigen - T-dependent
- Tidak imunogenik pada anak 7 bula, diberikan jadwal dan dosis PCV 7
Umur datang pertama kali Dosis vaksin yang diberikan
7-11 bulan 3 dosis*
12-23 bulan 2 dosis#
24 bulan sampai 5 tahun 1 Dosis
Keterangan:
*Dosis 1 dan 2, interval 4 minggu
Dosis 3 diberikan setelah 12 bulan (paling sedikit 2 bulan setelah dosis kedua)
#Dosis 1 dan 2, interval 2 bulan
Imunisasi untuk anak resiko tinggi
44
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
45/46
Meskipun data terbatas namun kesempatan untuk memberikan vaksin dengan
serotipe yang lebih banyak menjadi dasar pemikiran pemberian kombinasi ini. Setelah
pemberian imunisasi PCV 7, diberikan imunisasi PPV 23.anak yang mendapat
imunisasi PCV 7 lengkap sebelum umur 2 tahun, pada umur 2 tahun diberikan PPV
23 1 dosis, dengan selang waktu suntik 2 bulan setelah PCV 7 terakhir.
DAFTAR PUSTAKA
45
7/27/2019 laporan kasus bronkopneumoni
46/46
1. Rahajoe, Nastini.N. Buku Ajar Respirologi,Edisi 1.Jakarta : IDAI. 2008.
2. Hanifah M., editor. Pulmonologi Pneumonia. Pediatricia. Edisi 2; Jakarta. Hal
IV.2-IV.4. 2005
3. Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Volume I.Jakarta :
EGC. 2000.
4. Murray,nedels. Text Book of Respiratory Medicine,Edisi 1,Volume1. United
State of America :Elseiver Saunders. 2005.
5. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta :EGC. 2000.
6. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease
Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC. 1994
7. Zul Dahlan. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2000.
8. Ranuh, I.G.N, dkk. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Satgas
Imunisasi IDAI. 2011.
9. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Available at:
http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/09/Buku-
Saku-Pelayanan-Kesehatan-Anak-di-RS.pdf. Accessed at 15 April 2013.
10. Pneumonia Classification. Available at:
http://www.ais.up.ac.za/health/blocks/block7/pneumonia.pdf. Accessed at 15
April 2013.
11. Pneumoni. Available at:
http://www.news-medical.net/health/Pneumonia.aspx . Accessed at 15 April 2013.
http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/09/Buku-Saku-Pelayanan-Kesehatan-Anak-di-RS.pdfhttp://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/09/Buku-Saku-Pelayanan-Kesehatan-Anak-di-RS.pdfhttp://www.ais.up.ac.za/health/blocks/block7/pneumonia.pdfhttp://www.news-medical.net/health/Pneumonia.aspxhttp://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/09/Buku-Saku-Pelayanan-Kesehatan-Anak-di-RS.pdfhttp://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/09/Buku-Saku-Pelayanan-Kesehatan-Anak-di-RS.pdfhttp://www.ais.up.ac.za/health/blocks/block7/pneumonia.pdfhttp://www.news-medical.net/health/Pneumonia.aspx