View
519
Download
10
Category
Preview:
Citation preview
Laporan Praktikum Farmako Blok 20
Obat Diuretik
Disusun oleh:
Kelompok AF 11
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta Barat
24 September 2012
Jl. Arjuna Utara no. 6 Jakarta
OBAT DIURETIK
TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mampu menjelaskan berbagai macam obat diuretik dan indikasinya.
2. Mampu melakukan observasi perbandingan kekuatan diuresis dari berbagai diuretik.
3. Mampu melakukan dan memahami uji “tersamar ganda”.
PERSIAPAN
1. Orang percobaan
Tiap kelompok menyiapkan 2 orang percobaan, yang berpuasa 4 jam sebelum
percobaan dimulai.
2. Alat-alat
- tensimeter dan stetoskop
- gelas beaker ukuran 500cc
- gelas ukur ukuran 100cc
3. obat-obat
- Hidroklorotiazid (HCT) 25 mg
- Furosemid 40 mg
- Spironolakton
- Plasebo
TATALAKSANA
1. Orang percobaan yang telah puasa 4 jam sebelumnya, berbaring dengan tenang.
2. Lakukan pengukuran tekanan darah dan frekuensi nadi.
3. Kosongkan kandung kemih dengan seksama.
4. Segera minum obat diuretik dengan segelas air (200mL), setelah kandung kemih
kosong dan catat kodenya. Selama percobaan orang percobaan tidak boleh minum lagi
cairan dalam bentuk air, air teh, juice, dll.
5. Tampung urin yang keluar pada 30’, 60’, 90’, dan 120’ dalam gelas beaker 500 cc dan
ukur jumlahnya dengan menggunakan gelas ukur, serta catat waktu pertama kali
berkemih.
6. Ukurlah tekanan darah dan frekuensi nadi tiap 15 menit sampai percobaan selesai.
7. Catat seluruh volume urin yang dikeluarkan selama 1 jam.
8. Bandingkan jumlah urin yang dihasilkan selama 1 jam dari berbagai jenis diuretik.
DASAR TEORI OBAT DIURETIK
Pengertian Diuretik
Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urin disebut
diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi Na+
dan ion lain seperti Cl- memasuki urin dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam
keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan
keseimbangan osmotik. Perubahan osmotik dimana dalam tubulus menjadi meningkat karena
natrium lebih banyak dalam urin, dan mengikat air lebih banyak di dalam tubulus ginjal. Dan
produksi urin menjadi lebih banyak. Dengan demikian diuretik meningkatkan volume urin
dan sering mengubah pH-nya serta komposisi ion didalam urin dan darah.
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah
diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin
yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air.
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi
normal.
Pengaruh diuretik terhadap sekresi zat terlarut penting artinya untuk menentukan
tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk meramalkan akibat penggunaan suatu diuretik.
Mekanisme Kerja Diuretik
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik ini. Pertama, tempat kerja
diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium sedikit, akan
memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan diuretik yang bekerja pada daerah
yang reabsorbsi natrium banyak. Kedua, status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi
jantung, sirosis hati, gagal ginjal. Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda
terhadap diuretik. Ketiga, interaksi antara obat dengan reseptor.
Kebanyakan bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga
pengeluarannya lewat kemih dan juga air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap
tubuli, tetapi juga ditempat lain, yakni:
1. Tubuli proksimal.
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorpsi secara aktif
untuk 70%, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena
reabsopsi belangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan
tetap isotonis terhadap plasma. Diuretik osmosis bekerja di tubulus proksimal dengan
merintangi rabsorpsi air dan natrium.
2. Lengkungan Henle.
Di bagian menaiknya Ca 25% dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi direabsorpsi
secara aktif, disusul dengan raborpsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air, hingga
filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan bekerja terutama di sini dengan
merintangi transpor Cl- begitupula reabsorpsi Na+, pengeluaran air dan
K+diperbanyak.
3. Tubuli distal.
Dibagian pertamanya, Na+ dirabsorpsi secara aktif tanpa air hingga filtrat menjadi
lebih cair dan lebih hipotonis. Senyawa tiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini
dengan memperbanyak eksresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Pada bagian keduanya, ion
Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+ proses ini dikendalikan oleh hormon anak
ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron dan zat-zat penghemat kalium bekerja di sini
dengan mengekskresi Na+ dan retensi K+.
4. Saluran Pengumpul.
Hormon antidiuretik (ADH) dan hipofise bekerja di sini dengan mempengaruhi
permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini.
Berdasarkan cara bekerja diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :
1. Diuretik osmotik
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan
cepat diekskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretik osmotik
apabila memenuhi 4 syarat: (1) difiltrasi secara bebas oleh glomerulus. (2) tidak atau
hanya sedikit direbasorbsi sel tubulus ginjal. (3) secara farmakologis merupakan zat
yang inert, dan (4) umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolik.
Dengan sifat-sifat ini, maka diueretik osmotik dapat diberikan dalam jumlah cukup
besar sehingga turut menentukan derajat osmolalitas plasma, filtrate glomerulus dan
cairan tubuli.
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
A. Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
B. Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi
natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
C. Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran
filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain.
Obat-obat ini direabsorpsi sedikit oleh tubuli sehingga reabsorpsi air juga terbatas.
Efeknya diuresis osmotik dengan ekskresi air tinggi dan eksresi Na sedikit. Istilah
diuretik osmotik biasanya dipakaiuntuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat
diekskresi oeh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin
dan isisorbid.
Mannitol adalah alkohol gula yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan
getahnya. Efek diuresisnya pesat tetapi singkat dan dapat melintasi glomeruli
secara lengkap, praktis tanpa reabsorpsi pada tubuli, sehingga penyerapan kembali
air dapat dirintangi secara osmotik. Terutama digunakan sebagai infus untuk
menurunkan tekanan intraokuler pada glaucoma.
Beberapa mekanisme aksi dari kerja Manitol sekarang ini adalah segagai berikut:
a. Menurunkan viskositas darah dengan mengurangi haematokrit, yang penting
untuk mengurangi tahanan pada pembuluh darah otak dan meningkatkan
aliran darahj keotak, yang diikuti dengan cepat vasokontriksi dari pembuluh
darah arteriola dan menurunkan volume darah otak. Efek ini terjadi dengan
cepat (menit).
b. Manitol tidak terbukti bekerja menurunkan kandungan air dalam jaringan otak
yang mengalami injuri, manitol menurunkan kandungan air pada bagian otak
yang yang tidak mengalami injuri, yang mana bisa memberikan ruangan lebih
untuk bagian otak yang injuri untuk pembengkakan (membesar).
c. Cepatnya pemberian dengan bolus intravena lebih efektif dari pada infuse
lambat dalam menurunkan peningkatan tekanan intra kranial.
d. Terlalu sering pemberian manitol dosis tinggi bisa menimbulkan gagal ginjal.
ini dikarenakan efek osmolalitas yang segera merangsang aktivitas tubulus
dalam mensekresi urine dan dapat menurunkan sirkulasi ginjal.
e. Pemberian Manitol bersama lasik (Furosemid) mengalami efek yang sinergis
dalam menurunkan PTIK. Respon paling baik akan terjadi jika Manitol
diberikan 15 menit sebelum Lasik diberikan. Hal ini harus diikuti dengan
perawatan managemen status volume cairan dan elektrolit selama terapi
diuretik.
2. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase
Diuretik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi
bikarbonat. Zat ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal, sehingga
disamping karbonat, juga Na dan K diekskresikan lebih banyak, bersamaan dengan
air. Khasiat diuretiknya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie maka perlu
digunakan secara berselang-seling. Asetozolamid diturunkan sulfanilamid. Efek
diuresisnya berdasarkan penghalangan enzim karboanhidrase yang mengkatalis reaksi
berikut:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3+
Akibat pengambatan itu di tubuli proksimal, maka tidak ada cukup ion H+ lagi untuk
ditukarkan dengan Na sehingga terjadi peningkatan ekskresi Na, K, bikarbonat, dan
air. Obat ini dapat digunakan sebagai obat antiepilepsi. Resorpsinya baik dan mulai
bekerja dl 1-3 jam dan bertahan selama 10 jam. Waktu paruhnya dalam plasma adalah
3-6 jam dan diekskresikan lewat urin secara utuh. Obat patennya adalah Miamox.
Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan
meatzolamid.
3. Diuretik golongan tiazid
Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium klorida.
Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama, terutama digunakan pada terapi
pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Memiliki kurva dosis-efek datar
yaitu jika dosis optimal dinaikkan, efeknya (diuresis dan penurunan tekanan darah)
tidak bertambah. Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid,
hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid,
siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.
Hidroklorthiazida adalah senyawa sulfamoyl dari turunan klorthiazida yang
dikembangkan dari sulfonamid. Bekerja pada tubulus distal, efek diuretiknya lebih
ringan daripada diuretika lengkungan tetapi lebih lama yaitu 6-12 jam. Banyak
digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang karenadaya
hipitensifnya lebih kuat pada jangka panjang. Resorpsi di usus sampai 80% dengan
waktu paruh 6-15 jam dan diekskresi lewat urin secara utuh. Contoh obat patennya
adalah Lorinid, Moduretik, Dytenzide.
4. Diuretik hemat kalium
Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah
korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan
antagonisme kompetitif (sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan
amilorida).
Efek obat-obat ini lemah dan khusus digunakan terkominasi dengan diuretika lainnya
untuk menghemat kalium. Aldosteron enstiulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K, proses
ini dihambat secara kompetitif oleh antagonis alosteron. Contoh obatnya adalah
spironolakton yang merupakan pengambat aldosteron mempunyai struktur mirip
dengan hormon alamiah. Kerjanya mulai setelah 2-3 hari dan bertahan sampai
beberap hari setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretisnya agal lemah sehingga
dikombinasikan dengan diuretika lainnya. Efek dari kombinasi ini adalah adisi. Pada
gagal jantung berat, spironolakton dapat mengurangi resiko kematian sampai 30%.
Resorpsinya di usus tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan. Dalam hati, zat ini
diubah menjadi metabolit aktifnya, kanrenon, yang diekskresikan melalui kemih dan
tinja, dalam metabolit aktif waktu paruhnya menjadi lebih panjang yaitu 20 jam. Efek
sampingnya pada penggunaan lama dan dosis tinggi akan mengakibatkan gangguan
potensi dan libido pada pria dan gangguan haid pada wanita. Contoh obat paten:
Aldacton, Letonal.
5. Diuretik kuat
Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel
tebal dengan cara menghambat transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida.
Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6). Banyak digunakan
dalam keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru. Memiliki kurva dosis-
efek curam, yaitu bila dosis dinaikkan efeknya senantiasa bertambah. Contoh obatnya
adalah furosemida yang merupakan turunan sulfonamid dan dapat digunakan untuk
obat hipertensi. Mekanisme kerjanya dengan menghambat reabsorpsi Na dan Cl di
bagian ascending dari loop Henle (lengkungan Henle) dan tubulus distal,
mempengaruhi sistem kontrasport Cl-binding, yang menyebabkan naiknya eksresi air,
Na, Mg, dan Ca. Contoh obat paten: frusemide, lasix, impugan. Yang termasuk
diuretik kuat adalah ; asam etakrinat, furosemid dan bumetamid.
Masalah yang Timbul pada Pemberian Diuretik
1. Hipokalemia
50% kalium yang difiltrasi oleh glomerulus akan direabsorbsi di tubulus proksimal
dan sebagian besar dari sisanya di- reabsorbsi di ascending limb loop dari Henle.
Hanya 10% yang mencapai tubulus konvolutus distal. Kalium ada yang disekresi di
pars recta tubulus distal. Terjadinya hipokalemia pada pemberian diuretik
disebabkanoleh: Peningkatan aliran urin dan natrium di tubulus distal, meningkatkan
sekresi kalium di tubulus distal. Peningkatan kadar bikarbonat (muatan negatip
meningkat) dalam tubulus distal akibat hambatan reabsorbsi di tubulus proksimal oleh
penghambat karbonik anhidrase akan meningkatkan sekresi kalium di tubulus distal.
Diuretik osmotik akan menghambat reabsorbsi kalium ditubulus proksimal. Diuretik
loop juga menghambat reabsorbsi kalium di thickascending limb.Hipokalemia akibat
pemberian diuretik dapat menyebabkan:
a. Gangguan toleransi glukosa. Hipokalemia menghambat pengeluaran insulin
endogen.
b. Hepatik ensefalopati. Pemberian diuretik harus hati-hati pada keadaan hati yang
dekompensasi.
c. Artimia. Bila penderita sedang mendapat digitalis, hipokalemia dapat merangsang
terjadinya aritmia. Penambahan kalium hanya diberikan bila: Kadar kalium darah
kurang dari 3 meq/1. Dekompensasi hati yang mendapat diuretik (bukan
Spironolakton). Penderita yang mendapat digitalis.
2. Hiperkalemia
Pemberian diuretik jenis potassium-sparing akan meningkatkan kadar kalum darah.
Ada 3 jenis diuretik ini yaitu Spironolakton,. Amiloride, Triamterene. Kerja
Spironolakton ber gantung pada tinggi rendahnya kadar Aldosteron. Amiloride dan
Triamterene tidak tergantung pada Aldosteron. Seluruhnya menghambat sekresi
kalium di tubulus distal. Kita harus berhati-hati atau sebaiknya diuretik jenis ini tidak
diberikan pada keadaan gagal ginjal, diabetes mellitus, dehidrasi berat atau diberikan
bersama preparat yang mengandung kalium tinggi.
3. Hiponatremia
Tanda-tanda hiponatremia akibat diuretika ialah kadar natrium urin > 20 mq/L,
kenaikan ringan ureum dan kreatinin, hipokalemia dan terdapat alkalosis metabolik.
Hiponatremia dapat memberikan gejala-gejala bahkan kematian. Cepatnya penurunan
kadar natrium (kurang dari 12 jam).
4. Deplesi Cairan
Pengurangan cairan ekstraseluler merupakan tujuan utama dalam pemakaian diuretik.
Keadaan ini sangat menguntungkan pada edema paru akibat payah jantung. Pada
keadaan sindrom nefrotik, terutama dengan hipoalbuminemi yang berat, pemberian
diuretik dapat menimbulkan syok atau gangguan fungsi ginjal. Tidak dianjurkan
penurunanberat badan lebih dari 1 kg sehari.
5. Gangguan Keseimbangan Asam Basa
Alkalosis metabolik terjadi akibat:
Pengurangan cairan ekstraseluler akan meningkatkan kadar HCO3 dalam darah.
Peningkatan ekskresi ion-H meningkatkan pembentukan HCO3. Deplesi asam
hidroklorida. Diuretik yang dapat menyebabkan alkalosis metabolik adalahtiasid dan
diuretik loop. Alkalosis metabolik yang terjadi, biasanya disertai pengu- rangan
ekskresi klorida. Dipikirkan kemungkinan oleh sebablain seperti muntah-muntah,
kehilangan asam lambung akibat pemasangan sonde lambung.
Asidosis metabolik terjadi akibat:
Sekresi ion H dihambat. Reabsorbsi HCO3 dihambat. Diuretik penghambat karbonik
anhidrase dapat menyebabkan asidosis metabolik akibat dua proses di atas. Diuretik
potassium sparing menghambat sekresi ion H sehingga dapat menyebabkan asidosis
metabolik. Asidosis metabolik yang diakibatkan diuretik biasanya tidak disertai
peninggian anion.
6. Gangguan Metabolik
a. Hiperglikemi
Diuretik dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa (hiperglikemi).
Hipokalemia akibat pemberian diuretik dibuktikan sebagai penyebab gangguan
toleransi ini (respon insulin terhadap glukosa pada fase I dan fase II terganggu).
Diuretikpotassium sparing tidak menyebabkan gangguan toleransi glukosa.
b. Hiperlipidemia
Trigliserida, kolesterol, Chol HDL, Chol VLDL akan meningkat dan Chol HDL
akan berkurang pada pemberian diuretik jangka lama (> 4 minggu).
c. Antagonis Aldosteron
Akan menghambat ACTH, mengganggu hormon androgen (anti androgen).
Mengakibatkan terjadinya ginekomastia atau gangguan menstruasi.
d. Hiperurikemia
Penggunaan diuretik dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat. Karena
terjadi pengurangan volume plasma maka filtrasi melalui glomerulus berkurang
dan absorbsi oleh tubulus meningkat. Dipengaruhi juga oleh ada atau tidaknya
hiponatremi. Bila natrium dikoreksi, kliren asam urat akan diperbaiki.
e. Hiperkalsemia
Pemberian diuretik tiasid akan meninggikan kadar kalsium darah. Ekskresi
kalsium melalui urin akan berkurang. Peninggian kalsium darah ini disebutkan
juga mempunyai hu-n bungan dengan keadaan hiperparatiroid. Dari penelitian
epidemiologi di Stockholm dilaporkan bahwa 70% dari orang yang hiperkalsemi
setelah mendapat diuretik, menderita adenoma paratiroid.
f. Hipokalsemia
Diuretik loop menyebabkan hipokalsemi akibat peningkatan ekskresi kalsium
melalui urin.
7. Toksisitas
a. Diuretik dapat menyebabkan nefritis intersiil akut melalui reaksi hipersensitifitas.
b. Dapat menginduksi terjadinya artritis goutdan pengeluaran batu asam urat pada
penderita dengan riwayat gout.
c. Hipokalemi kronik akibat penggunaan diuretik dapat menimbulkan nefropati
hipokalemi.
d. Diuretik loop terutama furosemid dapat menyebabkan ototoksisiti. Lebih nyata
lagi bila ada gagal ginjal. Gabungan dengan aminoglikosida dapat menyebabkan
gangguan menetap pada pendengaran.
Interaksi
Kombinasi dari obat-obat lain bersama diuretika dapat menimbulkan interaksi yang
tidak dikehendaki, seperti:
Penghambat ACE, dapat menimbulkan hipotensi yang hebat, maka sebaiknya baru
diberikan setelah penggunaan diuretikum dihentikan selama 3 hari.
Obat-obat rema (NSAID’s) dapat agak memperlemah efek diuretis dan antihipertensif
akibat retensi natrium dan airnya.
Kortikosteroida dapat memperkuat kehilangan kalium.
Aminoglikosida: ototoksisitas diperkuat berhubung diuretika sendiri dapat
menyebabkan ketulian (reversibel).
Antidiabetika oral dikurangi efeknya bila terjadi hiperglikemia. Litiumklorida
dinaikkan kadar darahnya akibat terhambatnya ekskresi.
DASAR TEORI OBAT YANG DIGUNAKAN SAAT PRAKTIKUM
Hidroklorotiazid (HCT)
Cara Kerja Obat
Selain dengan filtrasi glomerular, diuretic tiazid terutama disekresikan secara aktif
kedalam lumen tubulus melalui sistem transport anion yang terlokalisir ditubulus proksimal.
Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars asendens ansa henle tebal, yang
menyebabkan diuresis ringan. Suplemen kalium mungkin diperlukan karena efeknya yang
boros kalium.
Indikasi
Terapi jangka pendek dan panjang pada keadaan sakit dengan peningkatan persediaan
Na dan air, udem kardial yang disebabkan oleh ginjal dan hepatic (terutama Asites),
insufisiensi jantung kronis, hipertensi arterial, edema, diabetes insipidus, profilaksis dan
terapi batu ginjal yang mengandung Ca.
Kontraindikasi
Gangguan fungsi ginjal yang berat (anuria), gangguan fungsi hati yang berat
(prakoma dan koma hepatikum, peningkatan bahaya hipokalemia yang refraktur),
hiponatremia, hiperurikemia yang simptomatik, penyakit adison, hipersensitifitas terhadap
sulfonamide dan antidiabetik oral tipe sulfonylurea : bahaya alergi silang (diuretic tiazid
analog dengan sulfonamid).
Dosis
- Edema: dosis awal 5-10 mg sehari atau berselang sehari pada pagi hari; dosis
pemeliharaan 5-10 mg 1-3 kali seminggu.
- Hipertensi: 12,5 – 25 mg perhari dosis tunggal pada pagi hari
Peringatan dan Perhatian
- Berkontraindikasi dengan bradycardia, sebelumnya ada tingkatan AV block yang
dapat menyebabkan hipokalemia, memperburuk diabetes dan pirai;
- Mungkin memperburuk SLE (eritema lupus sistemik);
- Usia lanjut;
- Kehamilan dan menyusui;
- Gangguan hati dan ginjal yang berat;
- Porfiria.
Efek Samping
Sakit kepala, pusing, hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang ringan;
impotensi (reversibel bila obat dihentikan); hipokalemia, hipokloremis, hipomagnesemia,
hiponatremia, hiperkalsemia, alkalosis hipokloremanik, toleransi glukosa yang berkurang,
gangguan metabolisme lemak, hiperurisemia, pirai, hiperglikemia, dan peningkatan kadar
kolesterol plasma; jarang terjadi ruam kulit, fotosensitivitas, ganggan darah (termasuk
neutropenia dan trombositopenia, bila diberikan pada masa kehamilan akhir); pankreatitis,
kolestasis intrahepatik, reaksi hipersensitivitas, parestesia, impotensi, dan penglihatan
menjadi kuning. Efek samping yang jarang eksantema alergi, anemia, granulositopenia,
trombositopeniadan pancreatitis hemoragi.hati-hati jangan mengendarai kendaraan.
Interaksi Obat
Dapat meningkatkan toksisitas glikosida digitalis, efek hambatan neuromuskuler dari
pelemas otot, efek antihipertensi.Peningkatan resiko hipotensi postural dengan alcohol,
barbiturat, opioid.Efek menekan K ditingkatkan oleh kortikosteroid, ACTH, dan
karbenoksolon.1
Plasebo
Plasebo adalah sebuah pengobatan yang tidak berdampak atau penanganan palsu yang
bertujuan untuk mengontrol efek dari pengharapan. Istilah plasebo diambil dari bahasa latin
yang berarti "I shall please" (saya akan senang) yang mengacu pada fakta bahwa keyakinan
akan efektivitas dari suatu penanganan akan dapat membangkitkan harapan yang membantu
mereka menggerakkan diri mereka sendiri untuk menyelesaikan problem - tanpa melihat
apakah substansi yang mereka terima adalah aktif secara kimiawi atau tidak aktif. Dalam
penelitian medis tentang kemoterapi, sebuah plasebo -disebut juga "pil gula"- merupakan zat
yang secara fisik menyerupai obat aktif tetapi sebetulnya tidak memiliki kandungan obat
yang sesungguhnya.Dengan membandingkan efek dari obat aktif dan plasebo, peneliti dapat
menentukan apakah obat memiliki efek khusus di luar yang diharapkan.
Efek plasebo
Efek plasebo adalah sembuhnya pasien dari penyakitnya ketika mengonsumsi obat
kosong atau plasebo dan terjadi walaupun terdapat bukti yang berkebalikan. Plasebo biasanya
hanya berisi serbuk laktosa yang tidak memiliki khasiat apapun sebagai obat. Efek ini muncul
karena pasien yang mendapat plasebo tidak tahu apa yang diminumnya, namun sugesti bisa
membuat obat itu benar-benar manjur layaknya obat asli.
Plasebo adalah suatu obat semu tanpa kandungan zat berkhasiat, yang digunakan
dalam studi yang bersifat acak dan tersamar ganda (randomized, double blind) dalam
pembuktian suatu verum (bahan obat yang dicoba).
Plasebo merupakan istilah yang merujuk pada pengobatan yang oleh pasien dianggap
bersifat terapeutik (menyembuhkan) namun sebenarnya tidak memiliki efek terhadap
tubuh.Plasebo ini bisa berupa gula atau tepung saja yang menjadi komposisi obat.Sering,
pasien yang diberikan plasebo justru mengalami peningkatan kesehatan. Hal ini menunjukkan
bahwa sikap kita dalam suatu pengobatan berperan penting dalam proses penyembuhan.
Berbagai percobaan memperlihatkan bahwa keyakinan pasien terhadap suatu obat bisa
memperbaiki keadaan sehingga timbul efek yang diharapkan sekalipun obat yang
dikonsumsinya ‘palsu’.Secara teori, efek plasebo ini diberikan untuk merangsang keluarnya
endorfin, zat kimia dalam tubuh yang mengurangi nyeri.
Di Amerika, suatu tes dilaksanakan untuk melihat apakah pasien penderita artritis di
lutut dapat ditolong dengan menjalani ‘operasi plasebo’. Dalam operasi plasebo, prosedur
bedah yang sebenarnya tidak dilakukan, tetapi pasien dibuat percaya bahwa operasi telah
dilangsungkan.Sepuluh pasien dijadwalkan menjalani operasi standar, tetapi separuh dari
mereka hanya menjalani operasi plasebo.
Dalam lima kasus ini, ahli bedah hanya mengiris lutut pasien sebanyak tiga kali untuk
mendapatkan luka dan torehan yang diharapkan. Setelah enam bulan, seluruh pasien,
termasuk kelompok plasebo, melaporkan berkurangnya rasa nyeri dalam area yang dioperasi
itu.
Dalam suatu studi terhadap penderita asma, peneliti menemukan bahwa saluran udara
bisa diperlebar hanya dengan memberitahu pasien bahwa mereka sedang menghirup
bronkhodilator, meski sebenarnya tidak. Dokter bahkan telah berhasil mengobati kutil hanya
dengan mengecatnya dengan warna terang dan berjanji kepada pasien bahwa kutil itu akan
hilang ketika warnanya luntur.
Sebagian pasien cenderung memberikan respons yang positif terhadap tiap tindakan
terapeutik yang dilakukan oleh petugas medfis yang penuh perhatian. Manifestasi fenomena
ini pada subjek disebut respons plasebo dan melibatkan perubahan biokimiawi dan fisiologik
yang objektif seperti halnya perubahan pada keluhan subjektif yang berhubungan dengan
penyakit. Respons plasebo biasanya dinilai dengan cara memberikan suatu materi inert, yang
memiliki wujud fisik, bau, konsistensi, dan lainnya, yang sama persis dengan bentuk obat
aktif. Respons yang dihasilkan oleh tiap pasien amatlah beragam dan mungkin juga
dipengaruhi oleh lamanya penelitian. Berbagai efek samping dan toksisitas plasebo juga
dapat terjadi tetapi biasanya melibatkan berbagai efek subjektif: nyeri perut, insomnia,
sedasi, dan lainnya.
Efek bias subjek dapat diukur dan relatif diperkercil menurut respons yang dinilai
selama terapi aktif dengan menggunakan desain tersamar tunggal (single blind). Desain ini
melibatkan penggunaan plasebo, seperti telah dijelaskan di atas, yang diberikan kepada
sejumlah subjek yang sama dengan subjek pada desain silang, jika memungkinkan, atau pada
kelompok kontrol subjek yang berbeda. Bias pada pengamat dapat dipertimbangkan dengan
cara menyembunyikan identitas obat yang diberikan plasebo atau obat aktif dari subjek dan
dari petugas yang mengevaluasi respons subjek (double blind design). Pada desain ini,
terdapat kelompok ketiga yang memegang kode tiap pake obat, dan kode ini tidak akan
memberitahukan kepada siapa pun sampai semua data klinis berhasil dikumpulkan.2-3
Spironolakton
Merupakan salah satu diuretik yang mempertahankan kalium menyebabkan diuresis
tanpa kehilangan kalium dalam urine. Diuretik hemat kalium yang lain antara lain aldosteron,
traimteren dan amilorid.
Antagonis Aldosteron
Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat. Peranan utama
aldosteron ialah memperbesar reabsorbsi natrium dan klorida di tubuli serta memperbesar
ekskresi kalium.
Yang merupakan antagonis aldosteron adalah spironolakton dan bersaing dengan
reseptor tubularnya yang terletak di nefron sehingga mengakibatkan retensi kalium dan
peningkatan ekskresi air serta natrium. Obat ini juga meningkatkan kerja tiazid dan diuretik
loop. Diuretik yang mempertahankan kalium lainnya termasuk amilorida, yang bekerja pada
duktus pengumpul untuk menurunkan reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium dengan
memblok saluran natrium, tempat aldosteron bekerja. Diuretik ini digunakan bersamaan
dengan diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium serta untuk pengobatan edema pada
sirosis hepatis. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan diuretik kuat.
Mekanisme kerja
Penghambatan kompetitif terhadap aldosteron. Bekerja di tubulus renalis rektus untuk
menghambat reabsorpsi Na+, sekresi K+ dan sekresi H+.
Farmakokinetik
70% spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami sirkulasi enterohepatik
dan metabolisme lintas pertama. Metabolit utamanya kankrenon. Kankrenon mengalami
interkonversi enzimatik menjadi kakreonat yang tidak aktif.
Efek samping
Efek toksik yang paling utama dari spironolakton adalah hiperkalemia yang sering
terjadi bila obat ini diberikan bersama-sama dengan asupan kalium yang berlebihan. Tetapi
efek toksik ini dapat pula terjadi bila dosis yang biasa diberikan bersama dengan tiazid pada
penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat. Efek samping yang lebih ringan dan
reversibel diantranya ginekomastia, dan gejala saluran cerna
Indikasi
Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan hipertensi dan udem
yang refrakter. Biasanya obat ini dipakai bersama diuretik lain dengan maksud mengurangi
ekskresi kalium, disamping memperbesar diuresis.
Sediaan dan dosis
Spironolakton terdapat dalam bentuk tablet 25, 50 dan 100 mg. Dosis dewasa berkisar
antara 25-200mg, tetapi dosis efektif sehari rata-rata 100mg dalam dosis tunggal atau terbagi.
Terdapat pula sediaan kombinasi tetap antara spironolakton 25 mg dan hidraoklortiazid
25mg, serta antara spironolakton 25 mg dan tiabutazid 2,5 mg.
Furosemide
Furosemida adalah diuretik derivat asam antranilat. Aktivitas diuretik furosemida
terutama dengan jalan menghambat absorpsi natrium dan klorida, tidak hanya pada tubulus
proksimal dan tubulus distal, tapi juga pada loop of Henle. Tempat kerja yang spesifik ini
menghasilkan efektivitas kerja yang tinggi. Efektivitas kerja furosemida ditingkatkan dengan
efek vasodilatasi dan penurunan hambatan vaskuler sehingga akan meningkatkan aliran darah
ke ginjal. Furosemida juga menunjukkan aktivitas menurunkan tekanan darah sebagai akibat
penurunan volume plasma.
Komposisi
Tiap tablet mengandung 40 mg furosemida.
Indikasi
Pengobatan edema yang menyertai payah jantung kongestif, sirosis hati dan gangguan
ginjal termasuk sindrom nefrotik.Pengobatan hipertensi, baik diberikan tunggal atau
kombinasi dengan obat antihipertensi. Furosemida sangat berguna untuk keadaan-keadaan
yang membutuhkan diuretik kuat. Pendukung diuresis yang dipaksakan pada keracunan.
Dosis
- Dewasa: Sehari 1 - 2 kali, 1 - 2 tablet.
Dosis pemeliharaan, sehari 1 tablet.
Dosis maksimum, sehari 5 tablet.
Bila hasilnya belum memuaskan, dosis dapat ditingkatkan 20 mg (1 ampul) tiap
interval waktu 2 jam sampai diperoleh hasil yang memuaskan.
- Dosis individual: 20 mg (1 ampul), 1 - 2 kali sehari.
- Edema paru-paru akut
Dosis awal : 40 mg (2 ampul) i.v
Bila dibutuhkan dapat diberikan dosis lanjutan 20 - 40 mg (1 - 2 ampul ) setelah 20
menit.
- Forced diuresis (diuresis yang dipaksakan).
20 - 40 mg furosemida (1 - 2 ampul ) diberikan sebagai tambahan
dalam infus elektrolit. Selanjutnya tergantung pada eliminasi urin,
termasuk penggantian cairan dan elektrolit yang hilang. Pada
keracunan karena asam atau basa, kecepatan eliminasi dapat
ditingkatkan dengan meningkatkan keasaman atau kebasaan urin.
- Anak-anak: Sehari 1 - 3 mg/kg BB.
Cara Kerja Obat
Furosemide merupakan senyawa diuretik dengan senyawa uretik yang kuat efeknya
terutama menghambat reabsorbsi ion Na oleh sel pars asenden ansa Henle Selain efeknya
sebagai penghambat transpor ion Na, Furosemide menurunkan resistensi vaskuler intra
renal dan menaikkan aliran darah ginjal.
Peringatan dan Perhatian
- Hindari pemakaian yang berlebihan karena dapat menyebabkan diuresis yang
berlanjut dengan dehidrasi, hipokalemia, alkalosis, hipokloremik dan hipotensi.
- Penderita yang sensitif terhadap Sulfonamida, dapat menunjukkan reaksi alergi
terhadap Furosemide.
- Perlu dilakukan pemeriksaan berkala terhadap elektrolit serum untuk menqetahui
kemungkinan terjadinya ketidakseimbangan.
- Tidak dianjurkan digunakan pada wanita hamil dan menyusui.
Efek Samping
Dapat terjadi setelah pemakaian jangka lama dan dosis tinggi berupa muntah
anoreksia, diare, azotemia, hiperglikemia. Gangguan hematologi berupa trombositopenia,
anemia, arganulositosis Reaksi pada kulit berupa urtikaria, eritema multiformis.
Kontraindikasi
- Hipersensitivitas terhadap Furosemide.
- Anuria, nefritis akut.
- Dapat meningkatkan efek nephrotoksisitas antibiotik cephalosporin seperti cepha-
- Dapat meningkatkan efek ototoksisitas antibiotik aminoglikosida dan dapat
meningkatkan efek hipotensi dari obat-obat antihipertensi.
HASIL PENGAMATAN
OP 1 : Sagase Apthayasa
Kode obat : 60
Tebakan obat : plasebo
Obat sebenarnya : spironalokton
TD basal : 110/80 mmHg
Nadi : 71/ menit
Tabel 1. Hasil Pengamatan Efek Obat Diuretik pada OP 1
Menit ke TD Nadi Vol. Urin
15 120/90 66 -
30 110/80 63 25,5 cc
45 110/90 62 -
60 110/90 78 50 cc
75 130/80 60 -
90 120/80 65 54 cc
Pembahasan
Sebelum meminum obat, OP di ukur TD dan nadi basalnya, didapatkan TD 110/80
mmHg dan nadi 71/menit. Setelah meminum obat, 15 kemudian kami mengukur kembali TD
dan nadinya, didapatkan TD 120/90 dan nadi 66. Terjadi kenaikan TD dan penurunan nadi
disini. 15 menit kemudian OP berkemih dan mendapatkan volume urin 25,5 cc. Volume urin
normal adalah + 1cc/menit. Pada menit ini pun didapatkan TD 110/80 dan nadi 63. Nadi terus
menurun hingga menit ke 45. TD tetap stabil pada menit ke 45 dan 60. Pada menit ke 60
volume urin OP menjadi 50 cc. Terjadi kenaikan sekitar 2 kali lipatnya dari menit ke 30. Pada
menit ke 60 terjadi kenaikan nadi yang cukup drastis yaitu dari 62/menit menjadi 78/menit.
Tetapi ini semua masih dalam nilai normal. Setelah itu pada menit ke 75 terjadi kenaikan
sistol dan penurunan diastol menjadi 130/80 dan penurunan nadi yang cukup drastis yaitu
60/menit. Selanjutnya pada menit ke 90 terjadi penurunan sistol menjadi 120/80 dan kenaikan
nadi menjadi 65/menit. Volume urin pada menit ini pun naik sedikit yaitu menjadi 54cc.
OP tidak merasakan keluhan apapun setelah meminum obat. Efek samping dari
spironolakton tidak ditemukan dalam diri OP. Tidak ada efek samping yang OP rasakan
seperti beberapa OP di kelompok lain. Ada beberapa OP di kelompok lain yang merasakan
miksi yang berlebihan padahal belum waktunya untuk berkemih. Efek samping itu timbul
karena OP tersebut mendapatkan furosemid (diuretik kuat).
OP 2 : Raymond Arianto
Kode obat : 91
Tebakan obat : plasebo
Obat sebenarnya : spironalokton
TD basal : 130/80 mmHg
Nadi : 71/ menit
Tabel 1. Hasil Pengamatan Efek Obat Diuretik pada OP 2
Menit ke TD Nadi Vol. Urin
15 120/70 72 -
30 110/70 74 118 cc
45 120/70 76 -
60 120/80 74 158 cc
75 120/70 75 -
90 120/80 74 80 cc
Pembahasan
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI. 2000. h. 47-74, 83-90.
2. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Kumpulan kuliah farmakologi. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2009. h. 561.
3. Schmitz G. Farmakologi dan toksikologi Ed. 3. Jakarta: EGC. 2009. h.2.
Recommended