View
180
Download
10
Category
Preview:
DESCRIPTION
2013
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran
napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel
yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal.
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer, SCLC) dan
kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi ini
digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan kanker paru sel
tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau campuran
dari ketiganya.1
Tingginya angka merokok pada masyarakat akan menjadikan kanker paru
sebagai salah satu masalah kesehatan di Indonesia, seperti masalah keganasan
lainnya. Peningkatan angka kesakitan penyakit keganasan, seperti penyakit kanker
dapat dilihat dari hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang pada 1972
memperlihatkan angka kematian karena kanker masih sekitar 1,01 % menjadi 4,5
% pada 1990. Menurut National Institute for Health and Clinical Excellence
(NICE) dalam The diagnosis and treatment of lung cancer (update) tahun 2011,
insiden kanker paru di Inggris dan Wales terjadi 47,4 per 100.000 penduduk
merupakan kejadian kedua terbanyak setelah kaker prostat pada laki-laki dan
kanker payudara pada wanita. Prognosisnya sangat buruk dengan angka kematian
40,1 per 100.000 penduduk. Kebanyak individu yang terserang kanker paru
adalah laki-laki hal ini tentunya dapat dilihat dari kebanyakan perokok adalah
1
laki-laki. Prevalensi terbanyak menurut histologinya berbeda sepanjang waktu, hal
ini dapat dilihat hubungan kejadian kanker paru tipe small cell dengan kemasan
rokok, semenjak digunakan filter dan kertas rokok angka kejadian kanker paru
tipe small cell menurun dari 20% menjadi 10% menurut (Steven & Johnson
2000). Akan tetapi sekarang ini terjadi peningkatan kanker paru tipe adenokarsi-
noma pada kedua jenis kelamin dan kelompok etnik tersebut.1,2
40% dari kejadian kanker paru adalah adenokarsinoma. Kanker ini sedini
mungkin mulai mempengaruhi sel-sel normal yang menghasilkan secret sebagai
bahan pembentuk mukus. Tipe kanker ini biasanya terjadi pada perokok atau ri-
wayat perokok dahulu, tapi juga banyak terjadi pada orang yang bukan perokok.
Kanker ini lebih sering dijumpai pada wanita daripada laki-laki, dan umur yang
lebih muda dari penderita kanker paru pada umumnya. Adenokarsinoma biasanya
ditemukan pada bagian terluar paru. Kanker ini cenderung tumbuh lambat dari-
pada jenis kanker paru lainnya, dan biasanya ditemukan sebelum menyebar luas
keluar paru. Pasien dengan adenokarsinoma cenderung memiliki prognosis yang
lebih baik disbanding dengan jenis kanker paru lainnya.3
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam
jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakse-
imbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Pada kanker paru,
infiltrasi pleura oleh sel tumor dapat terjadi sekunder akibat perluasan langsung
(inviltrasi), terutama tumor jenis adenokarsinoma yang letaknya perifer.1
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga
pleura. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneu-
2
motoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneu-
motoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Pneumothorax
spontan seringkali dihubungkan dengan kejadian kanker paru, rata-rata sekitar
0,03% angka kejadian pada kanker paru primer dan lebih sering pada kejadian sar-
coma pada anak-anak dengan metastase paru. Terjadinya efusi pleura dan pneu-
mothorax secara bersamaan dapat mengakibatkan terjadinya fluidopneumotho-
rax.4,5
Berikut ini akan dilaporkan kasus Kanker Paru stadium IV (tipe Ade-
nokarsinoma) dengan Fluidopneumothorak (s) yang di rawat di RS Ulin Banjar-
masin.
1.1. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan gejala klinis dan
penatalaksanaan pasien Kanker Paru stadium IV (tipe Adenokarsinoa) dengan
Fluidopneumothorak (s).
BAB II
LAPORAN KASUS
3
II.1 Identitas pasien
Nama : Tn. F
Umur : 55 tahun
Alamat : Amuntai
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai
Masuk rumah sakit : 27 Maret 2012
II.2 Riwayat penyakit
Keluhan utama : Sesak
Riwayat penyakit sekarang
Pasien sesak sejak 4 bulan yang lalu, sesak bertambah saat beaktivitas dan
serangan tidak tergantung waktu. Sejak 1 bulan ini sesak dirasakan
memberat dan disertai nyeri dada, nyeri dirasakan menusuk dan menjalar
ke punggung belakang. Pasien juga ada mengeluhkan batuk, batuk kering
tidak berdahak, serangan batuk tidak tergantung waktu dan kadang sampai
mengganggu tidur. Semenjak sakit nafsu makan menurun, sehingga
merasa pasien merasa badannya semakin kurus. Pasien sempat dirawat di
RS Amuntai dengan keluhan yang sama selama satu minggu sebelum
dirujuk ke RS Ulin, di RS tersebut pasien ada dilakukan pengambilan
cairan di punggung sebanyak 4 kali selama 4 hari berturut-turut.
4
Riwayat penyakit dahulu: Darah tinggi (-), kencing manis (-), asma (-),
pengobatan TB (-)
Riwayat penyakit keluarga: TB (-), kencing manis (-), asma (-)
II.3 Pemeriksaan fisik
Tanda vital
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis GCS : 4-5-6
Tekanan darah : 100/80 mm Hg
Laju nadi : 84 kali/menit
Laju nafas : 26 kali/menit
Suhu tubuh (aksiler) : 36,3oC
Berat Badan sekarang : 46 kg
Berat Badan dahulu : 53 kg
Kepala dan leher
Kepala : Konjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Leher : Peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-/-)
Toraks
Paru I : Pernafasan asimetris
: Paru kiri tertinggal
P : Fremitus vokal asimetris
: Paru kiri FV turun, paru kanan FV normal
N
N
5
N
P : Suara perkusi sonor pada seluruh lapangan pulmo
dektra, dari apek sampai 1/3 tengah pulmo
sinistra hipersonor dan redup pada basalnya.
Sonor hipersonor
Sonor hipersonor
Sonor redup
A : Suara nafas pulmo kanan vesikuler, pulmo kiri
menurun, rhonkii (-/-), wheezing (-/-)
N
N
N
Jantung I : Iktus cordis terlihat (+) di ICS V linea
midclavicula sinistra.
P : Pulsasi teraba di ICS V linea midclavicula
sinistra, getaran/ thrill (-)
P : Suara perkusi pekak, batas jantung :
Kanan : ICS II - IV linea parasternalis dextra
Kiri : ICS II linea parasternalis sinistra - ICS V
linea midclavicula sinistra
Atas : ICS II linea parasternalis dekstra – ICS II
linea parasternalis sinistra
A : S1 dan S2 tunggal, reguler, dan tidak terdengar
suara bising
6
Abdomen
Inspeksi : Cembung, distensi (-), venektasi (+)
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Palpasi : Turgor cepat kembali, nyeri tekan epigastrik (-)
lien, massa tidak teraba,
Hepar teraba 16 cm bawah arcus costa, 6 cm
bawah processus xyphoideus
Perkusi : Redup berpindah
Ekstremitas
Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), parese (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-), parese (-/-)
II.4 Pemeriksaan penunjang
II.4.1 Foto Thorak
Hasil pemeriksaan foto thorak AP tanggal 10 April 2012
· Cor: normal· Pulmo: tampak masa paru kiri atas· Efusi pleura kiri· WSD ICS 4 kiri belakang
7
Gambar 1. Fluidopneumothorak
II.4.2 Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 2.1. Hasil pemeriksaan laboratorium darah.
Pemeriksaan 26-03-2012 10-4-2012
Hemoglobin 16,6 g/dL 13,7 g/dLLekosit 9.100/uL 10.000/uLEritrosit 5,42 juta/uL 5,00 juta/uLTrombosit 285.000/uL 416.000/uLHematokrit 49,1 vol% 45,4 vol%RDW-CV 14% 13%MCV 90,7 Fl 90,7FlMCH 30,6 Pg 27,4PgMCHC 33,8% 30,2%Gran% 70,3% 66,8%Limfosit% 22,4% 20,9%MID% 7,3% -Basofil% - 0,3%Eosinofil% - 3,4%Monosit% - 8,6%Gran# - 6,71ribu/ulLimfosit# - 2,1ribu/ulBasofil # - 0,03ribu/ulEosinofil# - 0,34ribu/ulMonosit # - 0,86ribu/ulUreum 10 mg/dl 10mg/dlCreatinin 0,7 mg/dl 0,9mg/dlSGOT 25 U/l 30U/lSGPT 12 U/l 18U/l
8
GDS 119 mg/dL -GDP - 109mg/dlBilirubin total - 1,21mg/dlBilirubin direk - 0,65mg/dlBilirubin indirek - 0,56mg/dl
Tabel 2.2. Hasil pemeriksaan cairan pleura tanggal 28 Maret 2012.
Pemeriksaan Hasil Keterangan
Glukosa cairan 2 Cairan: warna kuning kemerahan, bersifat eksudat LDH :1855 U/LProtein total: 3,8 g/dl
Kejernihan keruhLeukosit 2600MN cairan 51Pewarnaan gram negativPewarnaan ZN negativPMN cairan 49Rivalta tes positifWarna cairan Kuning kemerahan
II.4.3 Hasil pemeriksaan sitologi cairan pleura
Tanggal 30 Maret 2012
· Makroskopis: cairan 5 cc warna kuning kemerahan· Mikroskopis: tampak proliferasi sel bentuk bulat sampai dengan
oval tumbuh hiperplastis, inti gelap, asal epitelial.· Kesimpulan: keganasan positif, asal epitelial ( adenocarsinoma)
II.4.4 Hasil Pemeriksaan USG Abdomen
Tanggal 10 April 2012 :
· Liver: tampak normal· Lien dan pankreas: tampak normal· Ginjal kanan dan kiri: normal· VU: normal· Tak tampak nodul paraaorta· Efusi pleura kiri· Kesimpulan: tak tampak metastase organ diatas efusi pleura kiri.
9
II.5 Permanent Problem List
No Masalah Inisial Plan Diagnosis
Inisial Plan Terapi
Inisial Plan Monitoring
1. Sesak Sesuai no.2 O2 2-4 lpm Sesuai no.2
Tanda vital/klinis
2. Fluido pneumotorak (s) - inj. Ceftriaxon 2x1 gr
inj. Ranitidin 2x1 amp
insersi torak drain+ kontinus suction
Tanda vital/klinis
Torak foto
3. Adenokarsinoma paru - Kemoterapi dengan regimen paxus 240 mg dan carboplatin 420 mg
Tanda vital/klinis
II.6 Diagnosis
Diagnosis kerja : Ca paru stadium IV ( tipe Adenokarsinoma) dengan fluido pneumothorax (s)
II.7 Penatalaksanaan
IVFD RL + Neurobion 1 amp/hari 20 tpmO2 2-4 lpm Injeksi Ceftriakson 2x1gr IVOral Codein 3x10 mgInsersi thorax drain + kontinus suctionKemoterapi Paxus 240 mg dan Carboplatin 420 mg
10
II.8 Follow Up Pasien
Tabel 2.3. Catatan perjalanan penyakit selama perawatan (1-6 Maret 2012).
PemeriksaanMaret 2012 April 2012
27 28 29 30 31 01 02SubjectiveSesak + + + ++ + + +Batuk + + + < < < <Nyeri dada + + + + < + +Makan/minum < < < < < < <BAB/BAK -/+ +/+ +/+ -/+ +/+ +/+ -/+ObjectiveTDS 100 120 120 110 120 120 110TDD 70 60 80 70 70 70 80N 94 85 74 96 78 80 88RR 23 22 24 28 25 25 24T 36,3 35,6 36,0 36,2 36,2 35,4 36,2SaO2 94% 98% 96% 91% 97% 96% 98%AssessmentCa paru std.IV (tipe Adenokarsinoma )
- - - + + + +
Fluido pneumothorax(s) + + + + + + +PlanningIVFD RL + Neurobion 1 amp/hari 20 tpm
+ + + + + + +
O2 2-4 lpm + + + + - - -Injeksi Ceftriakson 2x1gr IV
+ + + + + + +
Infus Levofloxacin 1x500mg
- - - - - - -
Injeksi Gentamicyn 1x160 mg
- - - - - - -
Oral Codein 3x10 mg - + + + + + +Insersi thorax drain + kontinus suction
+ + + + + + +
PemeriksaanApril 2012
03 04 05 06 07 08 09SubjectiveSesak < + < < < < <Batuk < < < < << << <<Nyeri dada + + + + + + +Makan/minum < < < < < < <BAB/BAK +/+ -/+ -/+ +/+ +/+ +/+ -/+
11
ObjectiveTDS 100 120 120 100 100 100 100TDD 60 80 80 70 80 80 70N 84 96 90 88 94 96 95RR 24 29 26 26 26 26 25T 36,3 35,6 36,0 36,2 36,2 35,4 36,6SaO2 95% 91% 93% 95% 95% 94% 98%AssessmentAdenokarsinoma + + + + + + +Fluido pneumothorax + + + + + + +PlanningIVFD RL + Neurobion 1 amp/hari 20 tpm
+ + + + + + +
O2 2-4 lpm - + - - - - +Injeksi Ceftriakson 2x1gr IV
+ - - - - - -
Infus Levofloxacin 1x500mg
- + + + + + +
Injeksi Gentamicyn 1x160 mg
+ + + + + + +
Oral Codein 3x10 mg + + + + + + +Insersi thorax drain + kontinus suction
+ + + + + + +
PemeriksaanApril 2012
10 11 12 13 14B
oleh
Pu
lan
gSubjectiveSesak < + < ++ +Batuk < + + < <Nyeri dada + + + + +Makan/minum < < < < <BAB/BAK +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ObjectiveTDS 100 90 90 110 120TDD 60 60 60 70 70N 98 90 88 96 78RR 24 24 25 28 26T 36,3 35,6 36,0 36,2 36,2SaO2 98% 95% 95% 91% 93%AssessmentAdenokarsinoma + + + + +Fluido pneumothorax + + + + +PlanningIVFD RL + Neurobion 1 + + + + +
12
amp/hari 20 tpmO2 2-4 lpm + + + + +Injeksi Ceftriakson 2x1gr IV
- - - - -
Infus Levofloxacin 1x500mg
+ + oral oral oral
Injeksi Gentamicyn 1x160 mg
+ + + + +
Oral Codein 3x10 mg + + + + +Thorax drain + kontinu suction
aff - - - -
Kemoterapi - - + - -
13
BAB III
PEMBAHASAN
Kanker paru pada umumnya ditemui pada penderita yang berumur 55-60
tahun. Hanya ± 1% penderita di bawah 40 tahun. Pada stadium dini, kanker paru
umumnya tidak menimbulkan keluhan. Kanker paru baru memberikan keluhan
apabila telah ada pendesakan atau ada invasi pada struktur sekitarnya (bronkus).
Oleh karena itu, penemuan penderita kanker paru pada stadium dini sampai saat
ini masih merupakan suatu masalah. Penderita datang ke dokter apabila sudah ada
gejala-gejala, hal ini berarti penyakitnya sudah dalam stadium lanjut sehingga
kemungkinan tidak dapat lagi dilakukan terapi pembedahan. Diagnosis kanker
paru sering ditegakkan secara kebetulan, yaitu sewaktu penderita mengadakan
pemeriksaan badan untuk keperluan lain (check up). Kesalahan yang paling sering
dilakukan ialah mengobati penderita kanker paru sebagai penderita tuberkulosis
paru. Setelah diberikan pengobatan untuk beberapa waktu ternyata tidak ada
kemajuan, baru dilakukan pemeriksaan yang intensif ke arah kanker paru dan
biasanya sudah terlambat.6
Adenokarsinoma merupakan salah satu jenis kanker non-small lung cancer
(NSCLC). Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan
kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis
interstisial kronik. 40% dari kejadian kanker paru adalah adenokarsinoma.2,3
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam
jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh
14
ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Efusi
pleura karena kanker paru dapat terjadi pada semua jenis histologist, tetapi
penyebab tersering adalah adenokarsinoma. Akumulasi efusi dirongga pleura
terjadi akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah karena reaksi inflamasi
yang ditimbulkan oleh infiltrasi sel kanker pada pleura parietal atau pleura
visceralis, invasi langsung tumor yang berdekatan dengan pleura dan obstruksi
kelenjar limfe.1,2
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga
pleura. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik.
Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan
pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Terjadinya
efusi pleura dan pneumothorax secara bersamaan dapat mengakibatkan terjadinya
fluidopneumothorax.4
Dilaporkan seorang pria berumur 55 tahun yang datang dengan keluhan
utama sesak. sesak sejak 4 bulan yang lalu, sesak bertambah saat beaktivitas dan
serangan tidak tergantung waktu. Sejak 1 bulan ini sesak dirasakan memberat dan
disertai nyeri dada, nyeri dirasakan menusuk dan menjalar ke punggung belakang.
Pasien juga ada mengeluhkan batuk, batuk kering tidak berdahak, serangan batuk
tidak tergantung waktu dan kadang sampai mengganggu tidur. Semenjak sakit
nafsu makan menurun, sehingga merasa pasien merasa badannya semakin kurus.
Usia pasien ini adalah 55 tahun yang merupakan usia risiko terkena kanker
paru. Pasien sebelumnya belum pernah berobat ke dokter paru dan tidak tahu
bahwa ia menderita kanker paru. Saat mengeluh sesak napas, baru ia kemudian
15
memeriksakan diri. Hal ini sesuai teori bahwa pada stadium dini, kanker paru
umumnya tidak menimbulkan keluhan dan pada pasien ini terdapat keluhan sesak
napas dan nyeri dada yang menandakan bahwa telah ada pendesakan atau ada
invasi pada struktur sekitarnya (bronkus).
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit
paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis
akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor–faktor lain yang
sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa :1
a. Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)
b. Batuk darah
c. Sesak napas
d. Suara serak
e. Sakit dada
f. Sulit / sakit menelan
g. Benjolan di pangkal leher
h. Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa
nyeri yang hebat.
Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti 1:
a. Berat badan berkurang
b. Nafsu makan hilang
c. Demam hilang timbul
Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy",
trombosis vena perifer dan neuropatia.
16
Pasien ini ada riwayat merokok dan jenis kelamin laki-laki yang dapat
dikaitkan dengan risiko tinggi kanker paru.
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang
yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis,
serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan
radiologi paru yaitu Foto toraks PA/ lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone
scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan
letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.1
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa
tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan
adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll. Pada
foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi
perikar dan metastasis intrapulmoner.1
Pada pasien ini, dari hasil foto thorak (30 Maret 2012) didapatkan
perselubungan opak homogen pada bagian apeks pulmo sinistra, sudut
kostoprenikus kiri tumpul sedangkan kanan tajam.
Pemeriksaan khusus pada tumor paru adalah bronkoskopi, biopsi aspirasi
jarum, Transbronchial Needle Aspiration (TBNA), Transbronchial Lung Biopsy
(TBLB), Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB), Torakoskopi medic,
dan sitologi sputum.1
Pemeriksaan sitologi mampu memeriksa sel kanker sebelum tindakan
kanker bedah sehingga bermanfaat untuk deteksi pertumbuhan kanker, bahkan
sebelum timbul manfestasi klinik penyakit kanker. Untuk tumor yang berada di
17
perifer, materi pemeriksaan dapat dikumpulkan dengan menggunakan alat
bronkoskop fiberoptik yang fleksibel (lentur) misalnya dengan melakukan
aspirasi, bilasan dan sikatan bronkus. Aspirat di sekitar daerah yang dicurigai
adanya tumor, umumnya mengandung sel-sel yang amat representatif dan banyak
mengandung sel ganas daripada yang terdapat pada cairan bilas atau hasil sikatan
bronkus pada kasus yang sama. Pada kasus ini pemeriksaan sitologik
menggunakan cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum
(needle biopsy). Dari hasil pemeriksaan sitologik tanggal 30 April 2012
didapatkan hasil tampak proliferasi sel bentuk bulat sampai dengan oval tumbuh
hiperplastis, inti gelap, asal epithelial dengan kesimpulan keganasan positif, asal
epitelial ( adenocarsinoma).1
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan petanda tumor.
Petanda tumor yang telah diketahui, seperti CEA (Carcinoma Embryonic
Antigen), Cyfra21-1, NSE (Neuron-specific Enolase) dan lainya tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil pengobatan.
Pemeriksaan biologi molekuler juga telah semakin berkembang, cara paling
sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang terkait
dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya. Manfaat utama dari
pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan prognosis penyakit. 1,4
Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat
ditentukan1:
1. Jenis histologis.
2. Derajat (staging).
18
3. Tampilan (tingkat tampil, "performance status").
Sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi penderita.
Adenokarsinoma paru merupakan subtipe utama dari jenis kanker paru
nonsmall-cell, yang angka kejadiannya meningkat secara global pada laki-laki dan
wanita perokok maupun yang bukan perokok dan hampir sekitar 50%
dihubungkan dengan penyebab kematian pada kanker paru.7
Kanker ini biasanya terjadi pada 6-7 dekade kehidupan. Gejala klinis
tergantung dari lokasi anatomi tempat tumor itu berada dan ukuran tumor tersebut.
Tumor pada bagian sentral akan menghasilkan gejala dini seperti batuk, sesak,
wheezing, hemoptisis, dan pneumonia. Tumor yang berlokasi di bagian perifer
paru perlu mencapai ukuran yang besar sebelum menimbulkan gejala. Beberapa
tipe gejala mungkin berhubungan dengan tipe keganasan tertentu. Sebagai contoh
adanya bronchorrhea (ekpektorian sejumlah besar mucus) sering kali muncul
pada karsinoma bronkioalveolar (BAC) dari jenis musin. Contoh lainnya seperti
gejalan nyeri pleuritik, gejala pancoast, atau sindrom vena cava superior terjadi
ketika ada perluasan tumor yang membebankan rongga thorak. Sindrom
paraneoplastik seperti ketidak sesuaian produksi sekresi hormone diuretic,
chusing sindrom, atau akromegali mungkin dapat terlihat.8,9
Secara radiologi, adenokarsinoma dapat muncul sebagai tumor solid, yang
mana dapat memburuk atau tergambar jelas pada parenkim paru. Penyebaran
adenokarsinoma ke pleura sedemikian rupa menyerupai yang terlihat pada
mesotelioma yang juga dapat di amati. Penggunaan teknik radiologi yang lebih
19
mutakhir seperti MRI atau CT-scan yang sangat meningkatkan deteksi terhadap
kanker paru.10,11
Adenokarsinoma didefinisikan sebagai neoplasma maligna epithelial yang
di karakteristikan dengan pembentukan kelenjar. Tergantung derajat pada bagian
kelenjar yang mana pada tumor ini menyerupai bagian normalnya, tumor ini dapat
dibagi menjadi, tumor yang dapat berdiferensiasi baik, moderat, dan buruk. Pada
tahapan diferensiasi tumor yang baik dan moderat structure kelenjar secara mudah
dapat diperlihatkan pada pemeriksaan rutin mikroskopik.9
Penderajatan internasional kanker paru berdasarkan sistem TNM adalah
sebagai berikut.1
20
Apabila tumor sudah mencapai korpus vertebra atau struktur mediastinum
yang vital, tumor dikategorikan sebagai stadium T4. Nyeri dada selalu
menunjukkan bahwa telah terjadi invasi pada dinding dada (T3).1
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium,
diagnosis pasien mengarah ke massa intrapulmonal di bagian mediastinal pulmo
sinistra dengan fluidopneumothorax yang kemudian dari hasil sitologi cairan
21
pleura diketahui jenis sel kanker Adenocarsinoma. Keadaan umum penderita baik
dengan nilai skala Karnofsky 70-80 atau skala 1 menurut WHO. Pasien
diputuskan untuk mendapat kemoterapi dengan diagnosis kanker paru jenis
karsinoma bukan sel kecil (jenis Adenokarsinoma), dengan fluidopneumothorak.
Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-
modaliti terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya
diharapkan pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga
kondisi non-medis seperti fasilitas yang dimiliki rumah sakit dan ekonomi
penderita juga merupakan faktor yang amat menentukan.1
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk Non Small Cell
Carcinoma (NSCC) stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari
“combine modality therapy”, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk Non Small
Cell Carcinoma stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang
memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma vena kava
superiror berat.1
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif.
Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk
Non Small Cell Carcinoma stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja
tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif. Radiasi sering merupakan tindakan
darurat yang harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita, seperti
sindrom vena kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan
metastasis tumor di tulang atau otak.1
22
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama
harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status) harus
lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi
dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi
regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker
dapat dilakukan.1
Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen
kemoterapi adalah1:
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. Respons obyektif satu obat antikanker s 15%
3. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
4. harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 sikius pada penilaian
terjadi tumor progresif.
Regimen untuk Non Small Cell Carcinoma (NSCC) adalah sebagai
berikut1 :
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)
3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin
4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin
5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin
Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi adalah sebagai
berikut1:
23
1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat
diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau jadual tertentu.
2. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski
Hb < 10 g% tidak perlu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai
dengan penyebab anemia.
3. Granulosit > 1500/mm3
4. Trombosit > 100.000/mm3
5. Fungsi hati baik
6. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)
Induksi kemoterapi untuk nonsmall cell lung cancer (NSCLC) telah
diteliti secara luas pada decade yang lalu. Banyak penelitian yang memperlihatkan
keuntungan ketahanan hidup untuk pasien dengan NSCLS stadium IIIA/B yang
diterapi dengan induksi kemoterapi atau kemoradioterapi dan pembedahan, yang
dibandingkan dengan protocol standar termasuk pembedahan, radioterapi ataupun
keduanya.12
Tujuan pengobatan pada NSCLC stage lanjut adalah paliatif sehingga
pilihan jenis pengobatan sebaiknya tidak menimbulkan keluhan lain yang dapat
menurunkan kualitas hidup pasien. Menurut hasil penelitian di RS Persahabatan
Jakarta tahun 2010 kemoterapi. paclitaxel 175 mg/m2 (PaxusR) + carboplatin
AUC-5 pada penderita NSCLC khususnya adenokarsinoma memberikan respons
yang baik secara klinis (clinical respons) 90%. Implikasi klinisnya dari respons
klinik adalah kemampuan kemoterapi itu untuk tidak menimbulkan progresivitas
dalam jangka waktu tertentu meskipun ukuran tumor menetap atau tidak berubah.
24
Pilihan rejimen kemoterapi pada NSCLC stage lanjut yang terbaik adalah rejimen
yang mempunyai waktu untuk terjadinya progresif penyakit (time to progression)
yang panjang dan lebih utama lagi dengan Toksisitas yang ringan. Hasil penelitian
menunjukan efikasi khususnya respons objektif rejimen yang digunakan itu tidak
berbeda dengan hasil penelitian kemoterapi berbasis platinum yang dilakukan
peneliti lain.13
Untuk evaluasi hasil pengobatan, umumnya kemoterapi diberikan sampai
6 siklus/sekuen, bila penderita menunjukkan respons yang memadai. Evaluasi
respons terapi dilakukan dengan melihat perubahan ukuran tumor pada foto toraks
PA setelah pemberian (sikius) kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan
menggunakan CT-Scan toraks setelah 4 kali pemberian.1
Evaluasi dilakukan terhadap keadaan berikut.1
- Respons subyektif yaitu penurunan keluhan awal
- Respons semisubyektif yaitu perbaikan tampilan, bertambahnya berat badan
- Respons obyektif
- Efek samping obat
Hal lain yang perlu diperhatikan datam pemberian kemoterapi adalah
timbulnya efek samping atau toksisitas. Berat ringannya efek toksisiti kemoterapi
dapat dinilai berdasarkan ketentuan yang dibuat WHO.1
Pada pasien ini dilakukan kemoterapi pada tanggal 12 April 2012 (hari
perawatan ke-15) dengan regimen carboplastin 420 mg dan paxus 240 mg.
Angka kekambuhan (relaps) kanker paru paling tinggi terjadi pada 2 tahun
pertarna, sehingga evaluasi pada pasien yang telah diterapi optimal dilakukan
25
setiap 3 bulan sekali. Evaluasi meliputi pemeriksaan klinis dan radiologis yaitu
foto toraks PA / lateral dan CT-scan thoraks, sedangkan pemeriksaan lain
dilakukan atas indikasi.1
Pada penderita efusi pleura memberikan gejala sesak napas, napas pendek,
batuk, nyeri dada dan isi dada terasa penuh. Gejala ini sangat bergantung pada
jumlah cairan dalam rongga pleura. Pada pemeriksaan fisik ditemukan gerakan
diafragma berkurang dan deviasi trakea dan/atau jantung kearah kontralateral,
fremitus melemah, perkusi redup dan suara napas melemah pada sisi toraks yang
sakit.
Pada kanker paru, infiltrasi pleura oleh sel tumor dapat terjadi sekunder
akibat perluasan langsung (inviltrasi), terutama tumor jenis adenokarsinoma yang
letaknya perifer. Dapat juga terjadi akibat metastasis ke pembuluh darah dan getah
bening. Bila efusi pleura terjadi akibat metastasis, cairan pleuranya banyak
mengandung sel tumor ganas sehingga pemeriksaan sitologi cairan pleura dapat
diharapkan memberi hasil positif.1
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan sitologi cairan pleura pada tanggal
30 Maret 2012 didapatkan hasil tampak proliferasi sel bentuk bulat sampai dengan
oval tumbuh hiperplastis, inti gelap, asal epitelial. Kesimpulan: keganasan positif,
asal epitelial ( adenocarsinoma).
Diagnosis Efusi Plura Ganas (EPG) dapat ditegakan bila didapat sel ganas
dari hasil pemeriksaan sitologi cairan pleura atau biopsi pleura. Meski terkadang
sulit didapatkan dan dugaan/suspek EPG berdasarkan sifat dan produktifiti cairan
yang dihasilkan. Menegakkan diagnosis EPG serta menetapkan tumor primer
26
yang menjadi penyebabnya merupakan langkah pertama penanggulangan EPG.
Seperti penyakit lain, anamnesis yang sistematis dan teliti dapat menuju ke
pencarian tumor primer. Pemeriksaan jasmani perlu untuk menentukan lokasi dan
tingkat berat ringannya keluhan dan perlu tidaknya tindakan segera untuk
mengurangi keluhan dan terkadang untuk menyalamatkan nyawa penderita.
Pemeriksaan fisik menyeluruh perlu dilakukan untuk mencari tumor primer.
Pemeriksaan laboratorium cairan pleura dapat memastikan cairan adalah eksudat.
Pemeriksaan sitologi cairan pleura adalah hal yang tidak boleh dilupakan jika kita
menduga EPG. Pemeriksan radiologik dengan foto toraks PA/Lateral untuk
menilai masif tidaknya cairan yang terbentuk, juga kemungkinan melihat
terdapatnya tumor primer. Untuk mendapatkan data yang informatif, pemeriksaan
CT-Scan toraks sebaiknya dilakukan setelah cairan dapat dikurangi semaksimal
mungkin. Pemeriksaan penunjang lain seperti biopsi pleura akan sangat
membantu. Tindakan bronkoskopi, biopsi transtorakal, USG toraks, dan
torakotomi eksplorasi adalah prosedur tindakan yang terkadang perlu dilakukan
untuk penegakan diagnosis.1
Efusi pleura ganas mempunyai 2 aspek penting dalam penatalaksaannya
yaltu pengobatan lokal dan pengobatan kausal. Pengobatan kausal disesuaikan
dengan stage dan jenis tumor. Tidak jarang tumor primer sulit diternukan, maka
aspek pengobatan lokal menjadi pilihan dengan tujuan untuk mengurangi sesak
napas yang sangat mengganggu, terutama bila produksi cairan berlebihan dan
cepat. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain, punksi pleura, pemasangan
27
WSD dan pleurodesis untuk mengurangi produksi cairan. Zat-zat yang dapat
dipakal, antara lain talk, tetrasikiin, mitomisin-C, adriamisin dan bleomisin.1
Bila tumor primer berasal dari paru dan dari cairan pleura diternukan sel
ganas maka EPG termasuk T4, tetapi bila diternukan sel ganas pada biopsi pleura
termasuk stage IV. Bila setelah dilakukan berbagai pemeriksaan tumor primer
paru tidak diternukan, dan tumor-tumor di luar paru juga tidak dapat dibuktikan,
maka EPG dianggap berasal dari paru. Apabila tumor primer diternukan di luar
paru, maka EPG ini termasuk gejala sisternik tumor tersebut dan pengobatan
disesuaikan dengan penatalaksanaan untuk pengobatan kanker primernya.1
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu pneumotorak spontan dan traumatik. Pneumotoraks spontan Yaitu setiap
pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks traumatik, Yaitu
pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi
maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.4
Pneumotorak Spontan (PS) menifestasi yang jarang terjadi kanker paru.
Mekanisme terjadinya PS masih belum diketahui. Umumnya PS terjadi akibat
ruptur bleb sub pleura atau bula emfisematosa. PS juga dapat terjadi karena
hubungan antara bronkus dan kavitas pleura, memproduksi fistula bronkopleura
yang menghasilkan pneumothorak. Pneumotorak spontan pada keganasan paru
primer ataupun metastase paru sangat jarang dan perkiraan rata-rata kejadian
antara 0,03-0,05% pada primer kanker paru. Menurut Pohl (1993) diperkirakan
bahwa hanya 2% dari semua kejadian PS berhubungan dengan keganasan paru,
baik itu primer ataupun sekunder. Pada keseluruhan pasien, pneumotorak terjadi
28
pada sisi yang sama dengan letak kanker. Pneumotorak akibat primer kanker paru
biasanya jarang dan prognosisnya buruk karena seringkali kanker sudah berada
dalam stadium lanjut atau terlambatnya diagnosis kanker.5,14
Mekanisme terjadinya pneumotorak pada kanker paru sebenarnya tidak
diketahui dengan pasti, tapi ada beberapa teori yang menjelaskan. Pertama,
dihasilkan oleh tumor nekrosis-ruptur jaringan neoplastik nekrotik pada kavitas
pleura. Kedua, disebabkan oleh nekrotik nodul tumor atau nekrotik subpleura
metastase. Ketiga, mekanisme katup, tumor pada perifer paru dapat menyebabkan
obtruksi dari bronkiolus dan memicu overdistensi lokal dan menyebabkan rupture
pada paru. Ke empat, bahwa kebanyakan pasien dengan kanker paru memiliki
bronchitis kronik atau emfisema bula dan bula ini mungkin ruptur seiring dengan
kerusakan yang terjadi pada bagian paru akibat kanker bronchial.5
Pneumotoraks traumatik dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis,
yaitu :4
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis ini pun masih
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental Adalah suatu
pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan
atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis
dada, biopsi pleura.
29
2. Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate) Adalah
suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini
dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan
tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai
permukaan paru.
Pada kasus ini kemungkinan terjadinya pneumotorak kemungkinan akibat
iatrogenic aksidental karena pada pasien ini ada riwayat 4 kali diambil cairan paru
selama 4 hari berturut-turut.
Setiap efusi pleura yang cukup banyak dapat menyebabkan memburuknya
gejala pernapasan harus segera dilakukan drainase apapun penyebabnya dan
maupun bersamaan dengan pengobatan penyakit spesifik. Menghilangkan gejala
adalah tujuan utama terapi drainase pada pasien ini.
Kontraindikasi absolut melakukan torakosintaesis adalah adanya infeksi
aktif kutaneus pada lokasi tusukan. Beberapa kontraindikasi relatif seperti
perdarahan berat, koagulasi sistemik, dan jumlah cairan yang sedikit. Komplikasi
yang mungkin dari prosedur ini termasuk perdarahan (diakibatkan aksidental
tusukan menganai pembuluh darah atau parenkim paru), pneumotorak, infeksi
(infeksi jaringan lunak atau empyema), laserasi organ intraabdominal, hipotensi
dan edema pulmonal.15
Umumnya, cairan yang dikeluarkan tidak boleh lebih dari 1000-1.500 ml
pada satu waktu. Sebagaimana diketahui drainase pada cairan pleura sebanyak
400-500 cc sudah dapat menurunkan gejala sesak.16
30
Pada sistematik review dan meta analisis pertama menunjukan rata-rata
kejadian pneumotorak akibat torakosisntesis sampai saat ini. Secara keseluruhan,
6% dari torakosintesis akan menyebabkan komplikasi pneumotorak dan 34,1%
dari pneumotorak (1,7% dari semua torakosintesis) memerlukan insersi pipa dada.
Pneumotorak akibat torakosintesis merupakan penyebab penting dari kesakitan
dan meningkatkan lama tinggal di rumah sakit pada pasien. Ultrasonografi sebagai
pemandu saat melakukan torakosintesis berhubungan secara siknifikan dengan
penurunan risiko terjadinya pneumotorak dibandingkan dengan tanpa pemanduan
dan diprediksikan kuat menurunkan rata-rata kejadian pneumotorak. Rerata
kejadian pneumotorak juga dapat diturunkan dengan banyaknya klinisi yang
berpengalaman sebagai operator utama pada prosedur. Faktor-faktor penting yang
dapat meningkatkan risiko pneumotorak termasuk indikasi terapi torakosintesis,
aspirasi udara dan gejala periprosedural lainnya. Meskipun tidak secara statistik
signifikan, kemungkinan predictor lain dari kejadian pneumotorak termasuk
tusukan jarum sebanyak 2 kali atau lebih dan bersama-sama dengan mekanisme
ventilasi.17
Sebagian pasien dengan penyakit keganasan parenkim paru yang
menjalani terapi torakosintesis akan terjadi hidropneumotorak secara
asimptomatik diakibatkan karena buruknya kompliansi paru. Pada pasien-pasien
seperti itu tidak diperlukan drainase kateter yang berkepanjangan. Efusi pleura
akan bereakumulasi pada ruangan sisa tersebut seiring berjalannya waktu.18
31
32
BAB V
RINGKASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus kanker paru jenis adenokarsinoma pada
seorang pria berumur 55 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi
klinis yaitu nyeri dada, sesak nafas, dan batuk. Pada pemeriksaan fisik didapat
pada dada palpasi didapatkan fremitus vokal tidak simetris, perkusi didapatkan
sonor pada seluruh lapangan pulmo dextra, redup basal pulmo sinistra, auskultasi
didapatkan suara nafas vesikuler, suara nafas menurun pada pulmo sinistra. Tidak
didapatkan rhonki maupun wheezing. Pada foto toraks didapat didapatkan
perselubungan opak homogen pada bagian apeks pulmo sinistra, sudut
kostoprenikus kiri tumpul sedangkan kanan tajam.
Diagnosis pasti didapat dari pemeriksaan sitologi cairan pleura (30 maret
2012), dan disimpulkan metastase keganasan adenokarsinoma paru.
Penatalaksanaan yang diberikan adalah kemoterapi pada tanggal 12 April 2012
(hari perawatan ke-15) dengan regimen carboplastin 420 mg dan paxus 240 mg.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker Paru dalam Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan di Indonesia. 2003
2. Full Guidline. Epidemiology Lung Cancer in The Diagnosis and Treat-ment of Lung Cancer (update). 2011
3. Wender R, Fontham E, Barrera E, et al. American Cancer Society lung cancer screening guidelines. CA Cancer J Clin. 2013;63:106–117.
4. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.
5. Vladislavas V and Saulius C. Spontaneous pneumothorax as a first sign of pulmonary carcinoma. World Journal of Surgical Oncology 2009, 7:57
6. Amirullah. Kanker Paru di RSAL Dr. Mintoharjo. Cermin Dunia Kedok-teran. 1985; 36: 27-32
7. Humam K, Mohamed K, Ignacio I.W. Pulmonary Adenocarcinoma: A Re-newed Entity In 2011. Respirology (2012) 17, 50–65
8. Cesar A.M. Pulmonary Adenocarcinoma. The Expanding Spectrum of Histologic Variants. Arch Pathol Lab Med. 2006;130:958–962
9. Keith M. K. Pulmonary adenocarcinomas: classification and reporting in Review. Histopathology 2009, 54, 12–27
10. Trevor A. F, Harman S. S, Jean M. S, Farid M. S and Marcio M. G. Spon-taneous Pneumothorax and Lung Carcinoma. Should One Consider Syn-chronous Malignant Pleural Mesothelioma? In Case Report. J Thorac On-col. 2009;4: 770–772
11. Saleh H.Z, Fontaine E, Elsayed H. Malignant pleural mesothelioma pre-senting with a spontaneous hydropneumothorax in Case Report. Rev Port Pneumol. 2011; 28;1-3
12. Supartono, Agus S. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Hidup Satu Tahun Penderita Kanker Paru Stadium Lanjut di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Med Hosp. 2012;1(1):25-31.
34
13. Elisna S, Ahmad H, Anwar J. Respons Dan Toleransi Pasien Adenokarsi-noma Paru Stage III Dan IV Untuk Pemberian Kemoterapi Dengan Reji-men Paclitaxel (PaxusR)Plus Carboplatin. Respir Indo. 2010; 30 (2):105-111
14. B M O'Connor, P Ziegler and M B Spaulding. cancer. Spontaneous pneu-mothorax in small cell lung. Chest 1992;102;628-629
15. Kamila S, Phillips P, Thomas M, Diku M. Ultrasound for the Detection of Pleural Effusions and Guidance of the Thoracentesis Procedure In Review Article. ISRN Emergency Medicine. 2012;12:1-10.
16. Jose C.Y and Raed A.D. Pleural effusions: Evaluation and management in Review. Cleveland Clinic Journal Of Medicine. 2005; 72(10):854-872
17. Craig E. Gordon, MD, MS; David Feller-Kopman, MD; Ethan M. Balk, MD, MPH; Gerald W. Smetana, MD. A Systematic Review and Meta-analysis. Pneumothorax Following Thoracentesis In Review Article. Arch Intern Med. 2010;170(4):332-339
18. Boland et al. Asymptomatic Hydropneumothorax After Therapeutic Tho-racocentesis for Malignant Pleural Effusions. AJR.1998;170:943-946
35
Recommended