View
253
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
jv
Citation preview
Laporan Simulasi Kasus
BRONKITIS KRONIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian syarat untuk Mengikuti Ujian
Ilmu Farmasi Kedokteran
Oleh :
Rajihah I1A008015
Nurhalifah I1A008079
Erwin Cristanto I1A008080
Pembimbing :
dr. Annisa Fitria
BAGIAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paru-paru merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari
gelembung-gelembung. Di sinilah tempat terjadinya pertukaran gas, O2 masuk ke
dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Bronkus merupakan lanjutan dari
trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra thorakalis IV dan V.
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama.
Bronkus kanan lebih besar dan lebih pendek daripada bronkus kiri, terdiri dari 6 –
8 cincin dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri terdiri dari 9 – 12 cincin dan
mempunyai 2 cabang. Cabang bronkus yang lebih kecil dinamakan bronkiolus,
disini terdapat cincin dan terdapat gelembung paru yang disebut alveolli.
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi ( ektasis )
bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus
tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa
destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang
terkena umumnya bronkus kecil (medium size ), sedangkan bronkus besar jarang
terjadi. Bronchitis kronis dan emfisema paru sering terdapat bersama-sama pada
seorang pasien, dalam keadaan lanjut penyakit ini sering menyebabkan obstruksi
saluran nafas yang menetap yang dinamakan cronik obstructive pulmonary
disease ( COPD ).
Bronkitis kronis ditandai dengan batuk dan produksi sputum yang
berlebihan(ekspektorasi) dengan disertai rasa kelelahan/lemah dan tidak nyaman
akibat batukkronik berdahak tersebut. Penyakit ini menimbulkan dampak baik
fisik maupun psikisyang tidak sederhana kepada yang penderitanya dengan efek
samping pada kualitihidupnya. Penderita dengan bronkitis kronis mengalami
eksaserbasi yang cukup seringsepanjang tahunnya, terutama pada saat musim
penghujan atau musim dingin pada negaradengan 4 musim. Kejadian eksaserbasi
merupakan episodeperburukan gejala respirasi yang berulang mengakibatkan
penurunan fungsi paru,perburukan kualiti hidup dan peningkatan kebutuhan
perawatan medis (kunjungan kedokter, penambahan medikasi, emergensi, rawat
inap, dll). Dengan kata lain eksaserbasiakut bronkitis kronis adalah penyebab
utama rawat inap dan kematian pada penderitabronkitis kronis. Penyebab tersering
dari eksaserbasi adalahinfeksi virus pernapasan dan infeksi bakteri, penyebab
lainnya seperti polusi lingkungan,gagal jantung kongestif, emboli paru, pemberian
oksigen yang tidak tepat, obat-obatanseperti narkotik dan lain-lain.
Proses yang kompleks merupakan kombinasi berbagai mekanisme
adalahpatofisiologis yang bertanggung jawab untuk terjadinya bronkitis kronis.
Efek kombinasimekanisme tersebut menghasilkan kolonisasi bakteri dan infeksi
kronik yangberkontribusi terhadap kejadian eksaserbasi dan kerusakan mekanisme
pertahanan paruyang berakibat memudahkan terjadinya eksaserbasi dan demikian
steerusnya. Ingkaranyang saling berkaitan tersebut dikenal dengan vicious circle
pada bronkitis kronis,sehingga pendekatan yang ideal penanganan yang berakibat
memutuskan mata rantailingkaran tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Bronkitis Kronis
Bronkitis merupakan proses keradangan pada bronkus dengan manifestasi
utama berupa batuk, yang dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Proses
ini dapat disebabkan karena perluasan dari proses penyakit yang terjadi dari
saluran napas maupun bawah.1b
Berdasarkan waktu berlangsungnya penyakit, bronkitis akut berlangsung
kurang dari 6 minggu dengan rata-rata 10-14 hari, sedangkan bronkitis kronis
berlangsung lebih dari 6 minggu. Secara umum keluhan pada bronkitis kronis dan
bronkitis akut hampir sama, hanya saja keluhan pada bronkitis kronis cenderung
lebih berat dan lebih lama. Hal ini dikarenakan pada bronkitis kronis terjadi
hipertrofi otot-otot polos dan kelenjar serta berbagai perubahan pada saluran
pernapasan.Secara klinis, bronkitis kronis merupakan penyakit saluran pernapasan
yang ditandai dengan batuk berdahak sedikitnya 3 bulan dalam setahun selama 2
tahun berturut-turut (Knutson and Braun, 2002).
Bronkitis kronis adalah suatu definisi klinis yaitu batuk-batuk hampir setiap
hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam
satu tahunnya dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun. Beberapa penyakit lain
juga memberikan gejala yang sama antara lain tuberkulosis paru, bronkiektasis,
tumor paru, asma bronkial. Karena itu penyakit-penyakit tersebut harus
disingkirkan terlebih dahulu sebelum diagnosis bronkitis kronis ditegakkan.
Kadang-kadang sukar membedakan antara bronkitis kronis dan asma bronkial,
bahkan dapat timbul bersamaan pada seorang penderita.
Bronkitis kronis dapat dibagi menjadi :
Simple chronic bronchitis; bila sputumnya mukoid
Chronic atau Recurrent mucopurulent bronchitis; bila dahaknya
mukopurulen
Chronic obstructive bronchitis; jika disertai obstruksi saluran napas yang
menetap.
Berdasarkan tingkatan beratnya penyakit maka bronkitis dibagi menjadi:
a. Bronchitis ringan
Ciri klinis : batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah
demam, ada haemaptoe ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru norma,
foto dada normal.
b. Bronchitis sedang
Ciri klinis : batuk produktif terjadi setiap saa, sputum timbul setiap saat,
( umumnya warna hijau dan jarang mukoid, dan bau mulut meyengat ),
adanya haemaptoe, umumnya pasien masih Nampak sehat dan fungsi paru
normal. Pada pemeriksaan paru sering ditemukannya ronchi basah kasar
pada daerah paru yag terkena, gmbaran foto dada masih terlihat normal.
c. Bronchitis berat
Ciri klinis : batuk produktif dengan sputum banyak, berwarna kotor dan
berbau. Sering ditemukannya pneumonia dengan haemaptoe dan nyeri
pleura. Bila ada obstruksi nafas akan ditemukan adany dispnea, sianosis
atau tanda kegagalan paru. Umumny pasien mempunyai keadaan umum
kurang baik, sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata ,
pasien mudah timbul pneumonia, septikemi, abses metastasis, amiloidosis.
Pada gambaran foto dada ditemukan kelianan : bronkovascular marking,
multiple cysts containing fluid levels. Dan pada pemeriksaan fisis ditemukan
ronchi basah kasar pada daerah yang terkena.
B. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, sekitar 10-25% penduduk menderita simple chronic
bronchitis. Lebih banyak terdapat pada laki-laki diatas 40 tahun. Di Inggris
bronkitis kronis terdapat pada 17% laki-laki dan 8% wanita, India 3% dan Nepal
12%. Data-data epidemiologis di Indonesia sangat minim. Dari penelitian Edo,
dkk di Kalimantan Tengah, insidensi bronkitis kronis adalah 6,1%.
Di Indonesia, belum ada angka morbiditas bronkitis kronis, kecuali di
rumah sakit sentra pendidikan. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat
(National Center for Health Statistics) diperkirakan sekitar 4% dari populasinya
didiagnosa bronkitis kronis. Angka inipun diduga masih di bawah angka
morbiditas yang sebenarnya karena bronkitis kronis yang tidak
terdiagnosis.Bronkitis akut merupakan kejadian yang paling umum dalam
pengobatan rawat jalan, berkontribusi terhadap sekitar 2,5 juta kunjungan ke
dokter di AS pada 1998.Di Amerika Serikat, biaya pengobatan untuk bronkitis
akut sangat besar; untuk setiap episode, pasien menerima rata-rata dua resep untuk
digunakan2-3 hari.
Bronkitis kronis dapat dialami oleh semua ras tanpa ada perbedaan.
Frekuensi angka morbiditas bronkitis kronis lebih kerap terjadi pada pria
dibanding wanita. Hanya saja hingga kini belum ada angka perbandingan yang
pasti. Usia penderita bronkitis kronis lebih sering dijumpai di atas 50 tahun.
C. Etiologi
Secara umum penyebab bronkitis dapat dibagi berdasarkan faktor
lingkungan dan faktor host/penderita. Penyebab bronkitis berdasarkan faktor
lingkungan meliputi polusi udara, merokok dan infeksi. Infeksi sendiri terbagi
menjadi infeksi bakteri (Staphylococcus, Pertusis, Tuberculosis, mikoplasma),
infeksi virus (RSV, Parainfluenza, Influenza, Adeno) dan infeksi fungi (monilia).
Faktor polusi udara meliputi polusi asap rokok atau uap/gas yang memicu
terjadinya bronkitis. Sedangkan faktor penderita meliputi usia, jenis kelamin,
kondisi alergi dan riwayat penyakit paru yang sudah ada (Setiawati, Makmuri dan
Asih, 2006).
Berdasarkan penyebabnya bronkitis dibagi menjadi dua yaitu bronkitis
infeksiosa dan bronkitis iritatif.
1. Bronkitis infeksiosa
Bronkitis infeksiosa disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus, terutama
Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia. Serangan bronkitis berulang
bisa terjadi pada perokok dan penderita penyakit paru dan saluran
pernapasan menahun. Infeksi berulang bisa merupakan akibat dari:
Sinusitis kronis
Bronkiektasis
Alergi
Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak
2. Bronkitis iritatif
Bronkitis iritatif adalah bronkitis yang disebabkan alergi terhadap sesuatu
yang dapat menyebabkan iritasi pada daerah bronkus. Bronkitis iritatif bisa
disebabkan oleh berbagai jenis debu, asap dari asamkuat, amonia,
beberapa pelarut organik klorin, hidrogen sulfida, sulfur dioksida
dan bromine, polusi udara yang menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen
dioksida,tembakau dan rokok lainnya. Faktor etiologi utama adalah zat
polutan (Rahmadani dan Marlina, 2011).
D. Patologi
Kelainan utama pada bronkitis kronis adalah hipertrofi dan hiperplasia
kelenjar mukus bronkus. Terjadi sekresi mukus dan dinding bronkus. Angka ini
dinamakan indeks Reid, normalnya adalah 0,26. Pada bronkitis kronis rata-rata
0,55. Terdapat juga peradangan difus, penambahan sel mononuklear di
submukosa trakeobronkial, metaplasia epitel bronkus dan silia berkurang. Pada
penderita yang sering mengalami bronkospasme, otot polos saluran bertambah
dan timbul fibrosis peribronkial. Yang penting juga adalah perubahan pada
saluran nafas kecil (small airways) yaitu hiperplasia sel goblet, sel radang di
mukosa dan submukosa, edema, fibrosis peribronkial, penyumbatan mukus
intraluminal dan penambahan otot polos.
E. Patogenesis
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkitis kronis yaitu
rokok, infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor
keturunan dan status sosial.
1. Rokok
Menurut buku Report of The WHO Expert Committe on Smoking Control, rokok
adalah penyebab utama bronkitis kronis dan emfisema paru. Terdapat hubungan
yang erat antara merokok dan penurunan Volume Ekspirasi Paksa 1 detik pertama
(VEP1). Dari 34.000 dokter di Inggris, hanya tiga dokter yang meninggal karena
bronkitis kronis dan emfisema paru. Sedang penderita perokok, banyak yang
meninggal karena penyakit diatas. Secara patologis rokok berhubungan dengan
hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran
pernafasan. Juga dapat menyebabkan bronkokontriksi akut. Menurut Crofton dan
Douglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofag
alveolar dan surfaktan.
2. Infeksi
Menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala-gejalanya pun lebih
berat. Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronkitis
kronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan
kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronkitis kronis disangka paling sering
diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh
bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Haemophilus influenzae dan
Streptococcus pneumoniae.
3. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit di atas,
tetapi apabila disertai dengan merokok, resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia
yang dapat juga menyebabkan bronkitis adalah zat-zat pereduksi seperti oksigen,
zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid dan ozon.
4. Keturunan
Belum diketahui dengan jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak,
kecuali pada penderita dengan defisiensi alfa-1-antitripsin yang merupakan suatu
protein. Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan
pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru, karena itu
kerusakan jaringan lebih lanjut dapat dicegah. Defisiensi alfa-1-antitripsin adalah
suatu kelainan yang diturunkan secara autosom resesif, yang sering diderita oleh
penderita emfisema paru adalah penderita dengan gen S atau Z, emfisema paru
akan cepat muncul bila penderita tersebut merokok.
5. Faktor Sosial Ekonomi
Kematian pada penderita bronkitis kronis ternyata Lebih banyak pada golongan
sosial ekonomi rendah. Mungkin disebabkan oleh faktor lingkungan dan ekonomi
yang lebih jelek.
6. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti
elastase agar tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan akan
menimbulkan kerusakan jaringan elastik paru. Arsitektur paru akan berubah dan
timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas, sel-sel Poli
Morfonuklear (PMN) dan makrofag alveolar/Pulmonary Alveolar Macrophage
(PAM). Perangsangan pada paru antara lain oleh asap rokok dan infeksi,
menyebabkan elastase bertambah banyak. Aktivitas sistem anti elastase yaitu
sistem enzim alfa-1-protease-inhibitor terutama enzim alfa-1-anti tripsin (alfa-1-
globulin) menjadi menurun. Akibat tidak ada lagi keseimbangan antara elastase
dan anti elastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastin paru dan kemudian
emfisema.
F. Patofisiologi
Penyempitan saluran pernafasan terjadi pada bronkitis kronis maupun pada
emfisema paru. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan
adanya tanda-tanda obstruksi. Pada bronkitis kronis sesak nafas terutama
disebabkan karena perubahan pada saluran pernafasan kecil, yang diameternya
kurang dari 2 mm, menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan kadang terjadi
obliterasi. Penyempitan lumen terjadi juga oleh metaplasia sel goblet. Saluran
pernafasan besar juga berubah. Timbul terutama karena hipertrofi dan hiperplasia
kelenjar mukus, sehingga saluran pernafasan lebih menyempit.
Mekanisme patofisiologik yang bertanggung jawab terhadap bronkitis
kronis sangat kompleks, berawal dari stimulasi toksik pada saluran pernapasan
menimbulkan 4 hal yang meliputi inflamasi saluran pernapasan, hipersekresi
mukus, disfungsi silia dan stimulasi refleks vagal saling mempengaruhi dan
berinteraksi menimbulkan suatu proses yang sangat kompleks.
Perubahan struktur pada parumenimbulkan perubahan fisiologik yang
merupakan karakteristik bronkitis kronis seperti batuk kronik, produksi sputum,
obstruksi saluran napas, gangguan pertukaran gas, hipertensi pulmonal dan kor-
pulmonale.
Akibat perubahan bronkiolus dan alveoli terjadi gangguan pertukaran gas
yang menimbulkan dua masalah serius, yaitu:
1. Aliran darah dan udara ke dinding alveoli yang tidak sesuai
(mismatched). Sebagian tempat pada alveoli terdapat aliran darah
yang adekuat tetapi sangat sedikit aliran udara pada sebagian
tempat lain di arah sebaliknya.
2. Performa yang menurun dari pompa respirasi terutama otot-otot
respirasi sehingga terjadi overinflasi dan penyempitan jalan napas,
menimbulkan hipoventilasi dan tidak cukupnya udara ke alveoli
menyebabkan CO2darah meningkat dan O2 dalam darah berkurang.
Temuan utama pada bronkitis adalah hipertropi kelenjar mukosa
bronkusdan peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltrasi sel-sel radang dan
edema pada mukosa sel bronkus. Pembentukan mukosa yang meningkat
mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Produksi mukus yang terus
menerus mengakibatkan melemahnya aktifitas silia dan faktor fagositosis dan
melemahkan mekanisme pertahanannya sendiri. Pada penyempitan bronkial lebih
lanjut terjadi akibat perubahan fibrotik yang terjadidalam saluran napas
(Rahmadani dan Marlina, 2011).
G. DIAGNOSIS
Diagnosis bronkitis kronis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaanbakteriologik, radiologik dan pemeriksaan
penunjang lainnya.4
a. Gejala klinik
Gejala umum bronkitis kronis adalah:
Batuk, kadang menjadi batuk mengi
Terdapat sputum yang bening, putih atau hijau-kekuningan
Merasa lelah dan lesu
Demam ringan
Merasa tidak nyaman pada bagian dada (Cunha, 2012; Harms, 2011).
Seseorang didiagnosis bronkitis kronis ketika mengalami batuk berdahak
selama paling sedikit tiga bulan selama dua tahun berturut-turut. Pada bronkitis
kronis mungkin saja seorang penderita mengalami bronkitis akut di antara episode
kronisnya, dan batuk mungkin saja hilang namun akan muncul kembali (Harms,
2011).
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif
berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah
seputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah
ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder
sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen,
dapat memberikan bau yang tidak sedap.
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan ini terjadi akibat
nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan
timbul perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang paling
ringan ( streaks of blood ) sampai perdarahan yang cukup banyak ( massif ) yaitu
apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang
mengenai cabang arteri broncialis ( daerah berasal dari peredaran darah sistemik )
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas.
Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis
kronik yang terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan
paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya
menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang
ditemukan juga suara mengi ( wheezing ), akibat adanya obstruksi bronkus.
Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.
b. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh,
manifestasi klinis komplikasi bronchitis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut
dapat ditemukan tanda-tanda korpulmonal kronik maupun payah jantung kanan.
Ditemukan ronchi basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan
keadaannya menetap dari waku kewaktu atau ronci basah ini hilang sesudah
pasien mengalami drainase postural atau timbul lagi diwaktu yang lain. Apabila
bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat
menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya
gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi penggeseran medistenum
kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi komplikasi pneumonia akan ditemukan
kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan apa bila
terjadi obstruksi bronkus.
Sindrom kartagenr. Sindrom ini terdiri atas gejala-gejala berikut :
Bronchitis kongenital, sering disertai dengan silia bronkus imotil
Situs inversus pembalikan letak organ-organ dalam dalam hal ini terjadi
dekstrokardia, left sided gall bladder, left-sided liver, right-sided spleen.
Sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya sinus frontalis. Semua elemen
gejala sindrom kartagener ini adalah keleinan kongenital. Bagaimana
asosiasi tentang keberadaanya yang demikian ini belum diketahui dengan
jelas.
Bronchitis. Kelainan ini merupakan klasifikasi kelenjar limfe yang biasanya
merupakan gejala sisa komleks primer tuberkolosis paru primer. Kelainan ini
bukan merupakan tanda klinis bronchitis, kelainan ini sering menimbulkan erosi
bronkus didekatnya dan dapat masuk kedalam bronkus menimbulkan sumbatan
dan infeksi, selanjutnya terjadilah bronchitis. Erosi dinding bronkus oleh bronkolit
tadi dapat mengenai pembuluh darah dan dapat merupakan penyebab timbulnya
hemaptoe hebat.
c. Pemeriksaan Laboratoris
Pada keadaan lanjut dan mulai sudah ada insufisiensi paru dapat ditemukan
polisitemia sekunder. Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Seing
ditemukan anemia, yang menunjukan adanya infeksi kronik, atau ditemukan
leukositosis yang menunjukan adanya infeksi supuratif.
Urin umumnya normal kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan
ditemukan proteiuria. Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensivitas terhadap
antibiotic, perlu dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi sekunder.
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut adalah bayangan bronchus
yang menebal. Corak paru bertambah
Analisa gas darah
- Pa O2 : rendah (normal 80 – 100 mmHg)
- Pa CO2 : tinggi (normal 36 – 44 mmHg).
- Saturasi hemoglobin menurun.
- Eritropoesis bertambah.
d. Pemeriksaan Radiologik
Gambaran foto dada ( plain film ) yang khas menunjukan adanya kista-kista
kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon pada daerah yang
terkena, ditemukan juga bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps.
Gambaran bronchitis akan jelas pada bronkogram.
e. Kelainan faal paru
Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran
udara ekspirasi satu detik pertama ( FEV1 ), terdapat tendensi penurunan, karena
terjadinya obstruksi airan udara pernafasan. Dapat terjadi perubahan gas darah
berupa penurunan PaO2 ini menunjukan abnormalitas regional ( maupun difus )
distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru.
H. PENATALAKSANAAN
Gambar 1. Bagan Penatalaksanaan Eksaserbasi Akut Bronkitis Kronis
Pasien dengan bronkitis kronis denganPeningkatan sputumPeningkatan purulensi sputumPeningkatan dispnea
Pemeriksaan Fisik
Penemuan fokal
Bukan Pneumonia
Pneumonia
Terapi sesuai guideline CAP
Dua atau lebih gejalaSatu gejala
Tanpa antibiotik
Faktor Risiko:FEVI<50%≥4eksaserbasi/thnPenyakit jantungPenggunaan oksigenAntibiotik dalam 3 bln terakhir
Pewarnaan gram dan kultur sputum
Grup IMakrolide generasi 2, sefalosporin generasi 2 atau 3, amoxicilin, TMP-SMX, doxycycline
Grup IIΒ-lactam/ Β-lactamase inhibitor, floroquinolon, penggunaan steroid oral kronis
Grup IIIRawat jalan: terapi disesuaikan untuk patogen P.aeruginosa yang biasa (ciproloxacin); Rawat inap: terapi parenyal biasanya diperlukanPerbaikan Perburukan Perbaikan Perburukan
Tidak ada terpi lanjutan
Fluoroquinolone, Amoxicillin-asam klavulinic
Tidak ada terpi lanjutan
Foto thorak untuk menyingkirkan pneumonia
No
None 1/lebih
Multipel faktor
Yes
Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan Bronkitis Kronis Secara Umum
Gambar 3. Penanganan Farmakologis Bronkitis Kronis
Pengelolaan pasien bronchitis terdiri atas dua kelompok :
A. Pengobatan konservatif, terdiri atas :
1. Pengelolaan umum
Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh :
Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
Mencegah / menghentikan rokok
Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.
b. Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk
dikerjakan adalah sebagai berikut :
Melakukan drainase postural
Pasien diletakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga
dapat dicapai drainase sputum secara maksimum. Tiap kali
melakukan drainase postural dilakukan selama 10 – 20 menit, tiap
hari dilakukan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah
usaha mengeluarkan sputum ( secret bronkus ) dengan bantuan
gaya gravitasi. Posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus
disesuaikan dengan letak kelainan bronchitisnya, dan dapat dibantu
dengan tindakan memberikan ketukan pada pada punggung pasien
dengan punggung jari.
Mencairkan sputum yang kental
Dapat dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas,
mengguanakan obat-obat mukolitik dan sebagainya.
Mengatur posisi tepat tidur pasien
Sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk
memudahkan drainase sputum.
c. Mengontrol infeksi saluran nafas.
Adanya infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil
dengan jalan mencegah penyebaran kuman, apabila telah ada
infeksi perlu adanya antibiotic yang sesuai agar infeksi tidak
berkelanjutan.
2. Pengelolaan khusus.
a. Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi dapat digunakan :
secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus ( ISPA )
untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru
atau kedua-duanya digunakan
Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian
antibiotic antibiotic sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas
kuman terhadap antibiotic secara empiric.
Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan
bronchitis, tidak pada setiap pasien harus iberikan antibiotic.
Antibiotik diberikan jika terdapat aksaserbasi infeki akut, antibiotic
diberikan selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan
beberapa antibiotic, sampai terjadi konversi warna sputum yang
semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid ( putih jernih ).
Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat
mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya
terutama pada saat terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan
ini hanya bersifat sementara.
b. Drainase secret dengan bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan
perawatan pasien. Keperluannya antara lain :
Menentukan dari mana asal secret
Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
Menghilangkan bstruksi bronkus dengan suction drainage
daerah obstruksi.
3. Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin
mengganggu atau mebahayakan pasien.
f. Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari
hasil uji faal paru ( % FEV 1 < 70% ) dapat diberikan obat
bronkodilator.
g. Pengobatan hipoksia.
Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
h. Pengobatan haemaptoe.
Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan
perdarahan. Dari berbagai penelitian pemberian obat-obatan
hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan walau sulit diketahui
mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.
i. Pengobatan demam.
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering
terdapat demam, lebih-lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini
selain diberikan antibiotic perlu juga diberikan obat antipiretik.
B. Pengobatan pembedahan
a. Tujuan pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang
terkena.
b. Indikasi pembedahan :
Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak
berespon yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan
konservatif yang adekuat. Pasien perlu dipertimbangkan untuk
operasi
Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami infeksi
berulang atau haemaptoe dari daerakh tersebut. Pasien dengan
haemaptoe massif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.
c. Kontra indikasi
Pasien bronchitis dengan COPD
Pasien bronchitis berat
Pasien bronchitis dengan koplikasi kor pulmonal kronik
dekompensasi.
d. Syarat-syarat operasi.
Kelainan ( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel
Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan ireversibel
Bagian paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada
bronchitis atau bronchitis kronik.
e. Cara operasi.
Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak
terdaat kontra indikasi, yang gagal dalam pengobatan konservatif
dipersiapkan secara baik utuk operasi. Umumnya operasi berhasil
baik apabila syarat dan persiapan operasinya baik.
Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami
keadaan gawat darurat paru, misalnya terjadi haemaptoe masif
( perdarahan arterial ) yang memenuhi syarat-syarat dan tidak
terdapat kontra indikasi operasi.
f. Persiapan operasi :
Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah,
pemeriksaan broncospirometri ( uji fungsi paru regional )
Scanning dan USG
Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien
Memperbaiki keadaan umum pasien
PENCEGAHAN
Timbulnya bronchitis sebenarnya dapat dicegah, kecuali dalam bentuk
kongenital tidak dapat dicegah. Menurut beberapa literature untuk mencegah
terjadinya bronchitis ada beberapa cara :
Pengobatan dengan antibiotic atau cara-cara lain secara tepat terhadap
semua bentuk pneumonia yang timbul pada anak akan dapat mencegah
( mengurangi ) timbulnya bronchitis
Tindakan vaksinasi terhadap pertusis ( influenza, pneumonia ) pada anak
dapat pula diartikan sebagai tindakan preventif terhadap timbulnya
bronchitis.
KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada anak, antara lain :
Bronchitis kronik
Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami
infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian
atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang baik.
Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.
Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
Efusi pleura atau empisema
Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi
supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri
pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh
darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan
beah gawat darurat.
Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang
arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous
shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya
terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor
pulmoner
BAB III
SIMULASI KASUS
A. Kasus
Anamnesis
Seorang laki-laki usia 56 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan
batuk sejak 1 minggu terakhir.Batuk dirasakan terus menerus dan semakin sering
sejak 2 hari yang lalu. Batuk disertai lendir berwarna putih kekuningan kental.
Pasien juga mengeluh sesak nafas sejak 3 hari terakhir, Sesak hilang timbul, lebih
nyaman saat istirahat. Tidak keluhan nyeri dada, hanya sakit perut dirasakan jika
batuk, pasien mengeluh sudah sering batuk dan sesak sejak 1 tahun terakhir tetapi
hilang timbul dan tidak seberat serangan saat ini. Pasien juga mengeluh demam
sejak 1 minggu terakhir. Mengigil (-) nyeri kepala (-) pasien adalah seorang
perokok aktif sejak usia 15 tahun. Sehari bisa meenghabiskan 2-3 bungkus rokok.
BAB/BAK dalam batas normal. Nafsu makan seperti biasa.
Pemeriksan fisik
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/80
Nadi : 82 kali/menit
Suhu : 37,8 C
Respirasi : 27 kali permenit
Pemeriksaan fisik
Kepala /leher : konjungtiva pucat (-/-) , pembesaran KGB leher (-)
Thorak : Sela iga melebar, hipersonor, sn bronkovesikuler, RH (+/+), WH (+/+)
S1 S2 tunggal bising (-)
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstermitas : dalam batas Normal
Diagnosis : bronkhitis Kronis
Penatalaksanaan
a) Pengobatan
Berdasarkan keluhan yang dialami pasien, pengobatan yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Pemberian obat yang mengandung ekspektoran, yang berguna
untuk mengencerkan dahak agar mudah dikeluarkan. Sehingga TN
laki-laki tidak merasa sesak.
2. Pemberian antibiotic, hal ini dilakukan karena TN Laki-laki
menderita bronchitis yang walaupun kebanyakan disebabkan oleh
virus tetapi pada pasien ini diduga disebabkan oleh bakteri.
3. Pemberian banyak cairan dan obat yang mengandung paracetamol
untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badannya.
b) Perawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi,
mukus.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
dispnoe, anoreksia, mual muntah.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya
sekret, proses penyakit kronis.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
7. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang proses penyakit dan perawatan di rumah
1. Tujuan Pengobatan
Daftar Kelompok Obat beserta Jenisnya yang berhasiat untuk kasus
di atas
No
1.
2.
3.
4.
Golongan Obat
Antibiotik
Kortikosteroid
Antipiretik-analgetik
Mukolitik
Nama Obat
Amoksisilin
Prednison
Paracetamol
Ambroxol
Keterangan Obat
a) Mukolitik
Obat ini memecah rantai molekul mukoprotein sehingga
menurunkan viskositas mukus. Termasuk dalam golongan ini antara lain
ialah golongan thiol, enzim proteolitik, dan beberapa obat lainnya.
Golongan thiol memecah rantai disulfida mukoprotein, dengan akibat
lisisnya mukus. Salah satu obat yang termasuk golongan ini adalah
asetilsistein.1a
Obat yang termasuk ke dalam mukolitik antara lain: cysteine, n-
acetylcysteine, nacystelyn, ethylcysteine, nesosteine, dithiothreitol, mesna
(2-mercaptoethanesulphonate sodium), thiopronine, urea, tasuldine,
carbocysteine, carbocysteine-lys, erdosteine, fudostein, letosteine,
stepronin, usherdex-4. Berikut akan dijelaskan beberapa jenis mukolitik
yang terdapat di Indonesia.2a
(1) Asetilsistein.
Asetilsistein adalah derivat H-asetil dari asam amino L-sistem,
digunakan dalam bentuk larutan atau aerosol. Pemberian langsung ke
dalam saluran napas melalui kateter atau bronksokop memberikan efek
segera, yaitu meningkatkan jumlah sekret bronkhus secara nyata. Efek
samping berupa stomatitis, mual, muntah, pusing, demam dan menggigil
jarang ditemukan. Efek toksis sistemik tidak lazim oleh karena obat
dimetabolisme dengan cepat.1a
Dosis yang efektif ialah 200 mg, 2 - 3 kali per oral. Pemberian
secara inhalasi dosisnya adalah 1-10 ml larutan 20% atau 2-20 ml larutan
10% setiap 2 - 6 jam. Pemberian langsung ke dalam saluran napas
menggunakan larutan 10-20% sebanyak 1 - 2 ml setiap jam. Bila diberikan
sebagai aerosol harus dicampur dengan bronkhodilator oleh karena ia
mempunyai efek bronkhokonstriksi.1a
Obat ini selain diberikan secara inhalasi dan oral, juga dapat
diberikan secara intravena. Pemberian aerosol sangat efektif dalam
mengencerkan mukus. Bila diberikan secara oral dalam jangka waktu yang
lama obat ini ditoleransi dengan baik dan tidak mempunyai efek toksik.1a
Dalam bentuk aerosol sangat berguna untuk mengencerkan dan menambah
volume sputum. Tapi kadang-kadang sputum yang dihasilkan sedemikian
banyak sehingga harus disedot dengan alat penyedot agar tidak
manghambat saluran nafas. Selain itu reaksi febris tidak jarang terjadi.
Maka obat ini kurang populer.3a
(2) Metilsistein (S-karboksimetilsistein)
Obat ini diindikasikan untuk kelainan saluran pernafasan dengan ciri-
ciri dahak yang berlebihan dan atau kental seperti pada bronkhitis akut
atau kronis, bronkhitis asmatik, bronkhiektasis, & emfisema. Keluhan pada
saluran pencernaan, sakit kepala, rash kulit. 1a
Dosis dewasa adalah 3 kali sehari 2 kapsul dan untuk anak-anak : 20
mg/kg berat badan dalam dosis terbagi atau 2 kali sehari 1 kapsul.
Obat ini meruapakan antagonis terhadap preparat yang mengandung
pholcodine linctus.
(3) Bromhexin.
Zat ini adalah turunan sintetik dari vasicine, suatu alkaloid yang
berasal dari tumbuhan Adhatoda vasica yang berasal dari India.
Bromhexin diakui sebagai obat yang punya khasiat spesifik terhadap
sputum dan bermanfaat dalam klinik. Kini obat ini banyak dipakai untuk
berbagai penyakit saluran pernafasan.3,5,6a
Obat ini diindikasikan sebagai mukolitik pada bronkhitis atau
kelainan saluran pernafasan yang lain.
Tingginya kekentalan sputum, pada penderita asma atau bronkhitis
kronis misalnya, disebabkan oleh dua jenis jaringan benang dalam sputum,
yaitu (i) benang-benang DNA (deoxyribonucleic acid), dan (ii) benang
mukopolisakrida. Benang DNA hanya ada dalam sputum yang purulen,
karena ini berasal dari inti sel-sel mukosa yang hancur. Sedangkan
benang-benang mukopolisakarida banyak ditemukan pada sputum yang
mukoid. Benang jenis kedua ini sedikit ditemukan dalam sputum yang
purulen karena telah dihancurkan oleh enzim-enzim bakteri. Dengan terapi
antibiotika yang efektif, kerusakan mukosa dapat dicegah; sehingga
benang-benang DNA akan makin sedikit. Tapi ternyata saat itu sputum
masih kental karena benang-benang mukopolisakarida muncul kembali.
Bromhexin bekerja dengan cara menghancurkan benang-benang
mukopolisakarida itu menjadi fragmen-fragmen kecil, sehingga sputum
menjadi encer. Selain itu, dengan penyelidikan mikroskop elektron
diketahui bahwa bromhexin juga menyebabkan perubahan pada granula
pada kelenjar-kelenjar penghasil mukus di mukosa bronkhial dan
hidung.3,6,7a
Dosis oral untuk orang dewasa ialah 3 kali sehari 8 — 16 mg.
Dosis oral untuk anak-anak di bawah 5 tahun, 2 kali sehari 4 mg. Dosis
oral untuk anak-anak 5 — 10 tahun, 4 kali sehari 4 mg.3a
(4) Enzim proteolitik
Enzim protease seperti tripsin, kimotripsin, streptokinase,
deoksiribonuklease dan streptodornase dapat menurunkan viskositas
mukus. Enzim ini lebih efektif diberikan pada penderita dengan sputum
yang purulen. Diberikan sebagai terapi inhalasi. Tripsin dan kimotripsin
mempunyai efek samping iritasi tenggorok dan mata, batuk, suara serak,
batuk darah, bronkospasme, reaksi alergi umum dan metaplasi bronkus.
Deoksisibonuklease efek sampingnya lebih kecil, tetapi efektivitasnya
tidak melebihi asetilsistein.1
a) Ekspektoran
Ekspektoran adalah obat yang meningkatkan jumlah cairan dan
merangsang pengeluaran sekret dari saluran napas. Hal ini dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu melalui:1,5,6a
– refleks vagal gaster
– stimulasi topikal dengan inhalasi zat
– perangsangan vagal kelenjar mukosa bronkus
– perangsangan medula
Refleks vagal gaster adalah pendekatan yang paling sering
dilakukan untuk merangsang pengeluaran cairan bronkus. Mekanisme ini
memakai sirkuit refleks dengan reseptor vagal gaster sebagai afferen dan
persarafan vagal kelenjar mukosa bronkus sebagai efferen. Termasuk ke
dalam ekspektoran dengan mekanisme ini adalah:1,7a
– kalium yodida
– guaifenesin (gliseril guaiakolat)
(1) Kalium yodida
Obat ini adalah ekspektorans yang sangat tua dan telah digunakan
pada asma dan bronkitis kronik. Selain sebagai ekspektorans obat ini
mempunyai efek menurunkan elastisitas mukus dan secara tidak langsung
menurunkan viskositas mukus. Mempunyai efek samping angiodema,
serum sickness, urtikaria, purpura trombotik trombositopenik dan
periarteritis yang fatal. 1a
Dosis yang dianjurkan pada orang dewasa 300 – 650 mg, 3 – 4 kali
sehari dan 60 – 250 mg, 4 kali sehari untuk anak-anak. 1a
(2) Guaifenesin (gliseril guaiakolat)
Selain berfungsi sebagai ekspektorans, obat ini juga memperbaiki
pembersihan mukosilier. Obat ini jarang menunjukkan efek samping. Obat
ini mampu mengurangi kekentalan sekret dengan meningkatkan cairan
saluran pernafasan.1a
Dosis untuk dewasa biasanya adalah 200 – 400 mg setiap 4 jam dan
tidak melebihi 2–4 g/hari. Anak-anak 6–11 tahun, 100 – 200 mg setiap 4
jam dan tidak melebihi 1 – 2 g/hari, sedangkan untuk anak 2 – 5 tahun, 50
– 100 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 600 mg sehari.1a
Perbandingan kelompok obat tersebut menurut khasiat, keamanan dan
kecocokan
Kelompok/Jenis
Amoksisilin
(Abamox®)
Prednison(Pehacort
®)
Khasiat (efek)
Infeksi saluran
nafas; saluran
cerna dan empedu,
saluran kemih dan
kelamin, jaringan
lunak dan kulit
Inflamasi,
reumatoid artritis,
asma bronkhial,
penyakit serum,
dermatitis alergi,
lupus
eritematosus,
demam rematik
akut, leukimia
akut, sindroma
nefrotik, pemfigus
Keamanan BSO
(efek samping
Obat)
Rasa mual, rasa
mau muntah,
diare, reaksi alergi
di kulit, urtikaria
dan pruritus;
reaksi anafilaksis
terjadi setelah
pemberian
parenteral
Tukak gaster
dengan
perdarahan,
gangguan cairam
dan elektrolit,
reaksi kulit,
galukoma
Parasetamol,
(Gamesic®)
Ambroxol
(Sohopect®)
akut
Menyembuhkan
rasa sakit atau
nyeri seperti sakit
kepala, sakit gigi,
nyeri pada otot
dan menurunkan
demam yang
menyertai flu dan
demam sesudah
vaksinasi
Infeksi saluran
nafas akut dan
kronis disertai
sekresi bronkial
abnormal,
terutama pada
eksaserbasi dari
bronkitis kronis,
bronkitis asmatik,
asma bronkhial,
bronkiektasis dan
emfisema paru
Pada dosis besar
dan pemakaian
jangka panjang
dapat
menyebabkan
kerusakan hati
Kadang timbul
gangguan
gastrointestinal
ringan dan reaksi
alergi
a. Amoxicillin
Merupakan derivat penicillin yang bersifat bakterisid dan bekerja dengan
cara menghambat dinding sel. Setelah pemberian peroral, absorbsi dapat berbeda
sekali untuk jenis penicillin yang berbeda, sebagian bergantung kepada kestabilan
asam dan ikatan proteinnya. Untuk memperkecil pengikatan pada makanan, maka
penicillin peroral harus diberikan sekurangnya 1 jam sebelum atau sesudah
makan.
Amoksisilin digunakan untuk beberapa infeksi yang disebabkan bakteri
seperti pneumonia, bronkitis, penyakit kelamin, infeksi telinga, hidung, paru,
saluran kencing dan infeksi kulit.
Absorbsi amoksisillin di saluran cerna jauh lebih baik daripada ampisillin.
Dengan dosis oral yang sama, amoksisillin mencapai kadar dalam darah yang
tingginya kira-kira 2 kali lebih tinggi daripada yang dicapai ampisillin, sedang
masa paruh eliminasi kedua obat ini hampir sama. Penyerapan ampisillin
terhambat oleh adanya makanan di lambung, sedangkan amoksisillin tidak.
Distribusi amoksisillin secara garis besar hampir sama dengan ampisillin
yaitu didistribusi luas di dalam tubuh dan pengikatannya oleh protein plasma
hanya 20%. Amoksisillin diekskresi melalui proses sekresi di tubuli ginjal ke
dalam urin; dalam jumlah kecil akan diekskresi melalui jalur lain.
Efek samping dari penisillin dapat terjadi pada semua cara pemberian.
Pada umumnya pemberian oral lebih jarang menimbulkan efek samping daripada
pemberian parenteral. Reaksi alergi merupakan bentuk efek samping tersering
yang dijumpai pada golongan penisillin. Semua penisillin dianggap aman bagi
wanita hamil dan menyusui.
b. Prednison
Prednison adalah derivat keto yang baru aktif setelah diubah dalam hati
menjadi derivat hidronyaprednisolon. Khasiat dan penggunaannya sama, hanya
tidak digunakan secara lokal dan intraartikuler karena tidak dihidrogenasi di kulit,
mukosa mata dan sendi. Tidak dianjurkan bagi pasien hati
c. Parasetamol
Asetaminofen merupakan metabolit fenasetin yang bekerja dengan
menghambat prostaglandin. Resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara
rektal lebih lambat. Kadar puncak dalam darah biasanya tercapai dalam waktu 30-
60 menit. Dalam hati, zat ini diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksis yang
diekskresi dengan kemih sebagai konjugat-glukoronidase dan sulfat.
Walaupun efek analgesik dan antipiretiknya setara dengan aspirin,
asetaminofen berbeda karena tidak adanya efek anti inflamasi. Efek samping
antara lain reaksi hipersensitivitas, pada dosis besar dapat menyebabkan
hepatotoksisitas. Gejala dini kerusakan hati meliputi mual, muntah, diare dan
nyeri abdomen.
Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama
laktasi walaupun mencapai air susu ibu.
d. Ambroksol
Ambroksol adalah suatu metabolit bromheksin dengan proses perombakan
di hati diduga sama cara kerja dan penggunaannya. Ambroksol sedang diteliti
tentang kemungkinan manfaatnya pada keratokonjungtivitis sika dan sebagai
perangsang produksi surfaktan pada anak lahir prematur dengan sindrom
pernapasan. Efek sampingnya berupa gangguan saluran cerna, perasaan pusing,
dan berkeringat tetapi jarang terjadi. Pada inhalasi dapat terjadi bronchokonstriksi
Resep rasional
Dr. Ji al winSIP. 1234/80/2013
Rumah : Praktek :Jl. A. Yani Km. 7 No 29 Apotek Kimia FarmaBanjarmasin Jl. A Yani Km. 1 No 19 BanjarmasinTelp (0511) 7555857 Telp (0511) 3303080
Buka : Senin - Sabtu (17.00-22.00 WITA)
Banjarmasin, 26Maret 2013
R/ Amoksisilin tab 500 mg
m.f.l.a pulv dtd No.XV
da in caps
S t.d.d caps I a.c (o.8.h)
R/ Prednison tab 1 mg m f l a pulv dtd No.IX da in caps S t.d.d caps I pc o 8 h
R/ Parasetamol tab 250 mg Ambroxol tab 15 mg m f l a pulv dtd No.IX S prn t d d caps I pc (tussis)
Pro : TN NUmur/BB : 55 thnAlamat : Jl. Veteran No.3 Banjarmasin
Pengendalian Obat
Pengendalian obat dilakukan dengan memperhatikan dosis, lama pemberian, dan
efek samping obat yang diberikan. Bila efek samping timbul maka obat harus
segera dihentikan dan dapat diganti dengan obat lain. Penggunaan antibiotik harus
habis tidak boleh terputus untuk mencegah resistensi dan kekambuhan penyakit.
Setelah obat yang diberikan hampir habis sebaiknya penderita memeriksakan
kembali penyakitnya sehingga dokter dapat memutuskan apakah obat tersebut
diteruskan atau diganti dengan obat lain karena diagnosis Bronkitis kronik pada
orang dewasa sering terjadi keseringan kekambuhan . Kalau memang secara
klinis ada perbaikan setelah pengobatan
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Bronkitis kronis adalah suatu definisi klinis yaitu batuk-batuk hampir setiap
hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut
dalam satu tahunnya dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun.
Seseorang didiagnosis bronkitis kronis ketika mengalami batuk berdahak
selama paling sedikit tiga bulan selama dua tahun berturut-turut. Pada
bronkitis kronis mungkin saja seorang penderita mengalami bronkitis akut di
antara episode kronisnya, dan batuk mungkin saja hilang namun akan muncul
kembali
Pengobatan Bronkitis Kronik terbagi menjadi pengobatan konservatif,
pengelolaan pada keadaan khusus, pengobatan simptomatik dan pengobatan
pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, M. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press, Surabaya.1989; 1-11.
2. Isselbacher, et al. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 1. EGC, Jakarta. 1999.
3. Syamsudin, U et al. Farmakologi dan Terapi. FKUI, Jakarta. 1999
4. Katzung, B. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI. EGC, Jakarta. 1998
5. Anonymous. Amoxycillin. Available at
http://www.mynetmeds.com/Amoxicilin.htm
6. Tjay, T. Obat-obat Penting. Edisi-5. PT: Elek Media Komputindo-Kelompok Gramedia, Jakarta; 1999. 598-617.
7. Darmansyah, I et al. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Departemen Kesehatan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. 2000
Recommended