View
534
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
“MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MEDIA ALAT PERAGA MODEL KARTU PADA
MATERI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL”(Penelitian Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP)
DESAIN
SUGENG RAHADINIM. 310800249
Program Studi :
Pendidikan Matematika STKIP – PGRI Pontianak
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP – PGRI) PONTIANAK
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran aktif perlu selalu ditingkatkan dan dibina terus-menerus
khususnya dalam pembelajaran matematika. Menurut Sudjana (1991:4),
“Membelajarkan siswa berarti mengkondisikan lingkungan belajar dan cara
belajar yang lebih efisien, efektif dan produktif dalam mencapai tujuan
pembelajaran”. Ibnu (2004:4) menyebutkan: “Konsep yang digunakan dalam
proses pembelajaran bukan hanya apa yang harus dipelajari siswa, melainkan
juga bagaimana siswa harus mempelajarinya. Dengan kata lain, siswa belajar
tentang bagaimana belajar (learning how to learn)”.
Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal dalam setiap
proses pembelajaran di kelas, diperlukan model pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk aktif membangun pengetahuan mereka sendiri
serta terlibat aktif dalam kegiatan belajar. Salah satu model pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif membangun pengetahun
mereka sendiri dan dianjurkan untuk digunakan dalam setiap pembelajaran
matematika disekolah adalah pembelajaran menggunakan alat peraga.
1
Pembelajaran menggunakan alat peraga berupaya untuk mengembangkan
interaksi antarsiswa, baik dalam kelompok maupun diskusi kelas. Pembentukan
kelompok dilakukan secara heterogen yaitu campuran dari kemampuan iswa,
jenis kelamin maupun suku. Denagan demikian, dalam pembelajaran
menggunakan alat peraga siswa diarahkan untuk membangun dan
mengembangkan pengetahuan mereka sendiri melalui kegiatan kelompok
heterogen untuk mempelajari materi, menyusun bahan presentasi, menyelesaikan
tugas, atau menegerjakan kegiatan praktik untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam pembelajaran matematika, kegiatan praktik dan interaksi antar
siswa sangat diperlukan terutama untuk dapat memahami materi matematika
yang kompleks. Kegiatan praktik dan interaksi antar siswa dalam kelompok akan
saling memberikan keuntungan bagi semua anggota, karena hasil pemikiran dari
beberapa orang akan lebih kompleks daripada hany satu orang. Walaupun setiap
anggota kelompok mempunyai latar belakang kemampuan yang berbeda, tetapi
perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam proses saling menghargai
perbedaan, memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing.
Wawancara peneliti dengan guru matematika di SMP Negeri x (7 april
2011) diperoleh informasi bahwa siswa kelas VII seringkali kesulitan memahami
materi Persamaan Linear Satu Variabel. Penyebab terjadinya hal ini adalah
karena siswa kurang memahami cara mengubah soal cerita ke dalam kalimat
matematika. Menurut guru matematika SMP Negeri x, kondisi ini terjadi
2
mungkin karena siswa pada saat dibangku SD kurang terbiasa menyelesaikan
soal-soal matematika dalam bentuk cerita.
Berdasarkan pengalaman peneliti bahwa aktivitas belajar siswa ketika
guru melaksanakan pembelajaran dikelas menunjukkan bahwa siswa terlihat
rajin mencatat rumus-rumus yang dituliskan guru dipapan tulis, namun kurang
berusaha untuk memahami penjelasan guru tentang konsep materi yang
diajarkan. Pembelajaran yang berlangsung mengisyaratkan bahwa keaktifan
belajar siswa masih kurang. Sehingga banyak topik matematika yang masih
dianggap sulit oleh siswa tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas VII,
salah satunya adalah mteri Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV). Persamaan
Linear Satu Variabel merupakan salah satu materi matematika yang berkaitan
erat dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini didukung pendapat tim penyusun
LKS matematika Intan Pariwara (2006:68) yang menyatakan bahwa “Konsep
Persamaan Linear Variabel Satu Peubah sering digunakan dan berhubungan
erat dengan pemecah masalah dalam kehidupan sehari-hari”.
Penerapan pembelajaran menggunakan alat peraga peneliti sesuaikan
dengan karakteristik siswa kelas VII di SMP Negeri x yang harus dibiasakn
belajar matematika secara berkelompok. Hal ini sesuai dengan ciri khas
pembelajaran pemahaman menggunakan alat peraga yang mengandalkan proses
berfikir dan bernalar, diskusi kelompok, serta melakukan dalam memecahkan
suatu masalah.
3
Dengan demikian, diharapkan melalui penerapan pembelajaran
menggunakn alat peraga dalam pembelajaran matematika di kelas, hasil belajar
siswa pada materi Persamaan Linear Satu Variabel pada siswa kelas VII SMP
Negeri x dapat lebih meningkat.
B. Masalah Penelitian
Dari uraian latar belakang diatas secara khusus diperoleh masalah
umum penelitian, yaitu: “Bagaimanakah pengaruh pembelajaran kemampuan
pemahaman menggunakan alat peraga terhadap hasil belajar materi Persamaan
Linear Satu Variabel pada siswa kelas VII SMP Negeri x ?”
Secara khusus, masalah umum diatas dirumuskan ke dalam sub-sub
masalah, sebagai berikut:
1. Bagaimana hasil belajar siswa yang diberikan pembelajaran menggunakan
alat peraga pada materi Persamaan Linear Satu Variabel pada siswa kelas VII
SMP Negeri x?
2. Bagaimankah hasil belajar siswa yang diberikan pembelajaran konvensional
materi Persamaan Linear Satu Variabel pada siswa kelas VII SMP Negeri x?
3. Bagaimanakah aktifitas belajar siswa kelas VII SMP Negeri x ketika
diberikan pembelajaran menggunakan penerapan pembelajaran kemampuan
pemahaman menggunakan alat peraga pada materi Persamaan Linear Satu
Variabel ?
4
4. Bagaimanakah respon siswa kelas VII SMP Negeri x terhadap pembelajaran
kemampuan pemahaman menggunakan alat peraga dalam pembelajaran
materi Persamaan Linear Satu Variabel ?
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan masalah penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan
umum dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai
pengaruh pembelajaran kemampuan pemahaman menggunakan alat peraga
terhadap hasil belajar materi Persamaan Linear Satu Variabel pad asiswa kelas
VII SMP Negeri x. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
informasi mengenai :
1. Hasil belajar siswa yang diberikan pembelajaran menggunakan pembelajaran
kemampuan pemahaman menggunakan alat peraga pada materi Persamaan
Linear Satu Variabel pada siswa kelas VII SMP Negeri x.
2. Hasil belajar siswa yang diberikan pembelajaran konvensional materi
Persamaan Linear Satu Variabel pada siswa kelas VII SMP Negeri x.
3. Aktifitas belajar siswa kelas VII SMP Negeri x ketika diberikan pembelajaran
menggunakan pembelajaran kemampuan pemahaman meggunakan alat
peraga pada materi Persamaan Linear Satu Variabel.
4. Respon siswa kelas VII SMP Negeri x terhadap penerapan pembelajaran
kemampuan pemahaman menggunakan alat peraga dalam pembelajaran
materi Persamaan Linear Satu Variabel.
5
D. Manfaat Penelitian
Setelah Perlakuan yang diterapkan serta temuan-temuan penelitian
diharapkan dapat bermanfaat secara praktis dan teoritis sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis
a. Pembelajaran kemampuan pemahaman menggunakan alat peraga yang
dijadikan perlakuan didalam penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan minat siswa mempelajari matematika. Selain itu,
diharapkan pula dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi
Persamaan Linear Satu Variabel.
b. Manfaat bagi guru Mendorong guru untuk kreatif dalam proses belajar
mengajar, dapat merencanakan, merancang dan membuat alat peraga
matematika dengan baik. Pembelajaran kemampuan pemahaman
menggunakan alat peraga ini dapat juga menjadi suatu alternative
model pembelajaran bagi guru matematika, khususnya pada materi
Persamaan Linear Satu Variabel.
c. Manfaat bagi sekolah Informasi yang didapat dari penelitian ini dapat
merupakan bahan pertimbangan bagi perencanaan sekolah untuk masa-
masa yang akan datang. Salah satunya dengan memberikan fasilitas dan
sarana bagi pengadaan alat peraga pengajaran matematika.
2. Manfaat Teoritis
6
a. Temuan-temuan yang dihasilkan melalui penelitian ini dapat menambah
wawasan dan pengetahuan rekan-rekan mahasiswa program studi
matematika tentang pembelajaran kemampuan pemahaman
menggunakan alat peraga dalam pembelajaran matematika disekolah
khususnya pada materi Persamaan Linear Satu Variabel. Dalam rangka
penulisan laporan, maka hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu
referensi bacaan untuk melaksanakan penelitian sejenis ataupun
penelitian lanjutan.
b. Penelitian ini dapat menambah referensi perpustakaan STKIP PGRI
Pontianak serta menambah wawasan pengetahuan program studi
Pendidikan Matematika mengenai penerapan pembelajaran kemampuan
pemahaman materi menggunakan alat peraga dalam pembelajaran
matematika.
E. Penjelasan Istilah
Agar terdapat kesamaan pemahaman terhadap beberapa istilah penulis
yang maksudkan didalam penelitian ini, maka perlu didefinisikan secara
operasional beberapa istilah tersebut, sebagai berikut:
1. Alat Peraga Pembelajaran Matematika
7
Pada dasarnya anak belajar melalui benda / objek kongkrit. Untuk
memahami konsep abstrak anak memerlukan benda – benda kongkrit (riil)
sebagai perantara atau visualisasinya. Konsep abstrak itu dicapai melalui
tongkat – tingkat belajar yang berbeda – beda. Bahkan, orang dewasapun
yang pada umumnya sudah dpt memahami konsep abstrak, pada keadaan
tertentu, sering memerlukan visualisasi.
Belajar anak akan meningkat bila ada motivasi. Karena itu dalam
pengajaran diperlukan faktor – faktor yang dapat memotivasi anak belajar,
bahkan untuk pengajar. Misalnya pengajaran supaya menarik, dapat
menimbulkan minat, sikap guru dan penilaian baik; suasana sekolah bagi guru
menyenangkan, ada imbalan bagi guru yang baik, dan lain – lain.
Selanjutnya konsep abstrak yang baru dipahami siswa itu akan
mengendap, melekat, dan tahan lama bila siswa belajar melalui perbuatan dan
dapat dimengerti siswa, bukan hanya melalui mengingat – ingat fakta.
Karena itulah, dlm pembelajaran matematika kita sering menggunakan alat
peraga. Dengan menggunakan alat peraga maka :
a. Proses belajar mengajar termotivasi. Baik siswa maupun guru, dan
terutama siswa, minatnya akan timbul. Ia akan senang, terangsang,
tertarik, dan karena itu akan bersikap positif terhadap pengajaran
matematika.
8
b. Konsep abstrak matematika tersajikan dalam bentuk kongkrit dan karena
itu lebih dapat dipahami dan dimengerti, dan dapat ditanamkan pada
tingkat – tingkat yang lebih rendah.
c. Hubungan antara konsep abstrak matematika dengan benda – benda di
alam sekitar akan dapat dipahami.
d. Konsep – konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk konkrit yaitu
dalam bentuk model matematik yang dapat dipakai sbg objek penelitian
maupun sebgai alat untuk meneliti ide – ide baru dan relasi baru menjadi
bertambah banyak
Selain dari fungsi atau faedah tersebut diatas, penggunaan alat peraga
itu dapat dikaitkan dan dihubungakan dengan salah satu atau beberapa dari :
a. Pembentukan konsep.
b. Pemahaman konsep.
c. Latihan dan penguatan.
d. Pelayanan terhadap perbedaan individual; termasuk pelayanan
terhadap anak lemah dan anak berbakat.
e. Pengukuran; alat peraga dipakai sbg alat ukur.
f. Pengamatan dan penemuan sendiri ide – ide dan relasi baru serta
penyimpulannya secara umum; alat peraga sbg obyek penelitian
maupun sbg alat untuk meneliti.
9
g. Pemecahan masalah pada umumnya.
h. Pengundangan untuk berfikir.
i. Pengundangan untuk berdiskusi.
j. Pengundangan partisipasi aktif.
Alat peraga itu dapat berupa benda riil, gambarnya atau diagramnya.
Keuntungan alat peraga benda riil adalah benda – benda itu dapat dipindah –
pindahkan (dimanipulasikan)
1. Pemebelajaran Menggunakan Alat Peraga.
Model pembelajaran kemampuan pemahaman menggunakan alat
peraga yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kegiatan belajar
matematika yang melibatkan proses kecerdasan berfikir, berbicara dan
kreatifitas. Kecerdasan berfikir, berbicara dan kreatifitas diterjemahkan
sebagai kegiatan siswa belajar dengan cara mengkomunikasikan hasil
bacaannya melalui praktek dan presentasi, serta diterjemahkan sebagai
kehiatan belajar siswa dengan cara menyelesaikan spal-soal yang diberikan
guru, serta menulis kesimpulan.
Langkah-langkah pembelajaran model penerapan pembelajaran
kemampuan pemahaman menggunakan alat peraga yaitu:
1. Penyajian informasi
2. Kegiatan kelompok
3. Praktikum menggunakan alat peraga
10
4. Presentasi
5. Latihan
2. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional yang dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah pembelajaran matematika yang biasa dilaksanakan guru dilokasi
penelitian pada materi Persamaan Linear Satu Variabel. Kegiatan
pembelajaran menggunakan metode ceramah dan Tanya jawab serta latihan
soal.
3. Materi Persamaan Linear Satu Variabel
Materi Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV) adalah salah satu
materi matematika yang terdapat di kelas VII SMP. PLSV adalah kalimat
terbuka yang dihubungkan dengan tanda sama dengan ( = ) dan hanya
mempunyai satu variable berpangkat satu (Adinawan, 2003:23). Bentuk
umum Persamaan Linear Satu Variabel adalah ax + b = 0, untuk a tidak sama
dengan 0.
4. Aktivitas siswa
Aktivitas siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah semua
kegiatan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran, yaitu pada saat
mempelajari Meteri Sistem Persamaan Linier Satu Variable dengan
menggunakan alat peraga.
11
A. RUANG LINGKUP PENELITIAN
1. Variabel Penelitian
Variabel merupakan obyek yang akan diteliti yang keberadaannya
sangat bervariasi. Sugiyono (2010:61) menyatakan bahwa “Variabel
penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau
kegiatan yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Variabel Bebas
Menurut sugiyono (2010:61) “variabel bebas adalah merupakan
variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya
atau timbulnya variabel terikat”.
Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah
pembelajaran menggunakan media alat peraga di kelas VII SMP Negeri 2
Sungai Ambawang.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang muncul sebagai akibat dari
penyebab. Sugiyono (2010:61) menyatakan “variabel terikat merupakan
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas”. Hadari Nawawi (2007:61) mengatakan bahwa “variabel
12
terikat adalah sejumlah gejala atau unsur yang ada atau muncul
dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas”.
Yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini ada tiga, yaitu:
1) Kemampuan pemahaman matematika siswa dalam pembelajaran
menggunaan alat peraga.
2) Aktivitas siswa dikelas.
3) Respon siswa.
c. Variabel Ekstrance
Variabel ekstrance adalah sejumlah gejala (kondisi) yang tidak
dapat dikontrol dan diperhitungkan pengaruhnya bahkan kadang-kadang
gejala ini tidak diketahui bentuknya (Nawawi, 2007:62).
Yang menjadi variabel Ekstrance dalam penelitian ini adalah:
1) Minat siswa.
2) Latar belakang siswa.
3) Persoalan siswa di rumah sebelum masuk sekolah.
4) Lingkungan belajar siswa.
B. HIPOTESIS PENELITIAN
Setiap penelitian perlu dirumuskan suatu hipotesis sebagai dugaan
sementara pemecahan masalah yang akan diteliti. Menurut sugiyono (2002:501)
“hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian”.
Jadi, hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap rumusan
13
masalah penelitian yang masih harus diuji kebenarannya. Berdasarkan
permasalahan dalam penelitian ini, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
“terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang di
berikan pembelajaran menggunakan alat peraga dari kemempuan pemahaman
matematika siswa yang di ajar menggunakan pembelajaran konvensional pada
materi system persamaan linier satu variable di kelas VII SMP NEGRI x
C. METODE PENELITIAN
1. Metode dan Bentuk Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimen. Bentuk penelitian ini adalah pra – eksperimental karena masih
terdapat variable dari luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya
variable dependen (Sugiyono, 2010:109). Eksperimen yang dilakukan
bermaksud mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran
menggunakan media alat peraga terhadap peningkatan kemampuan
pemahaman matematika siswa pada materi sistem persamaan linier satu
variable.
2. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized control
group pretest-posttest design yaitu rancangan dua kelompok subjek.
Penggunaan rancangan ini adalah pemberian pretest sebelum perlakuan,
kemudian pemberian perlakuan dengan model pembelajaran menggunakan
14
media alat peraga dan diakhir pembelajaran mengadakan evaluasi tes akhir
(posttest) guna mengetahui hasil dari perlakuan yang telah diberikan.
Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Keterangan :
E : Kelas yang menggunakan Model pembelajaran menggunakan
media alat peraga
K : Kelas yang menggunakan Pembelajaran Konvensional.
X1 : Tes awal.
X2 : Tes akhir.
T1 : Perlakuan pada kelas yang menggunakan pembelajaran
menggunakan media alat peraga
T2 : Perlakuan pada kelas yang menggunakan Pembelajaran
Konvensional. (Arikunto, 2006:86)
15
KELAS /
KELOMPOKPRETEST PERLAKUAN POSTTEST
E
K
X1
X1
T1
T2
X2
X2
3. Populasi dan Sampel
a. Populasi penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, yang terdiri dari
manusia, benda-benda, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test atau
peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik
tertentu didalam suatu penelitian (Arikunto, 2006:130). Adapun
populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP
NEGRI X, kelas VIIA dan kelas VIIC
b. Sampel penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
(Arikunto, 2006:131). Pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa
sehingga diperoleh sampel yang berfungsi sebagai contoh, atau dapat
menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya (Arikunto
2006:133). Karena hanya ada dua kelas pada populasi dan peneliti
menggunakan ke dua kelas untuk diteliti, maka dalam penelitian ini
Peneliti menggunakan penelitian populasi. Dari 2 kelas pada populasi
diambil kelas VIIA sebagai kelas eksperimen dan kelas VIIC sebagai
kelas kontrol dimana kedua kelas tersebut adalah homogen.
4. Prosedur Penelitian
a. Tahap Persiapan
16
1) Melakukan observasi yaitu melihat pembelajaran yang dilakukan di
kelas.
2) Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian.
3) Memvalidasi perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Memberikan pretest.
2) Memberikan perlakuan.
3) Memberikan posttest.
4) Menganalisis data yang diperoleh.
5) Mendeskripsikan hasil pengolahan data.
6) Menyusun laporan penelitian.
5. Teknik dan Alat Pengumpul Data
a. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pengukuran dan observasi. Teknik pengukuran bertujuan untuk
melihat kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyelesaikan
soal persamaan linier satu variabel, sedang teknik observasi bertujuan
untuk melihat aktivitas siswa dalam proses belajar sistem persamaan
linier satu variable dengan pembelajaran menggunakan media alat
peraga.
17
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian
ini, digunakan instrumen perangkat pembelajaran dan tes hasil belajar
siswa terhadap pembelajaran menggunakan media alat peraga.
1) Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran ini merupakan instrumen penelitian
yang digunakan untuk model pembelajaran menggunakan media
alat peraga, meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
bahan ajar dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Bahan ajar ini adalah
pokok bahasan sistem persamaan linier satu variabel yang terdapat
pada KTSP di kelas VII SMP. Sedangkan LKS merupakan lembar
kerja siswa yang meliputi rangkuman, aplikasi dalam soal dan
prediksi. LKS ini digunakan untuk mengkondisikan siswa dalam
belajar sehingga hasil belajar siswa ini lebih bermakna.
Untuk mengetahui hasil jawaban LKS dengan menghitung
persentase skor jawaban yang benar yang disesuaikan dengan kunci
jawaban LKS.
Untuk menghitung persentase jawaban ini digunakan rumus :
skor nilai yangdiperole hskor nilai keseluruh an
x100 %=…
2) Tes Hasil Belajar
18
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis
dengan bentuk essay (uraian). Hal ini dilakukan agar dapat
mengukur kemampuan pemahaman matematika siswa dalam
memahami dan menguasai pokok bahasan sistem persamaan linear
satu variabel.
Menurut Arikunto (2005:163), kebaikan menggunakan tes
essay adalah mudah disiapkan dalam susunan, tidak memberikan
banyak kesempatan untuk berspekulasi (untung-untungan),
mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta
menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus, memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan
menggunakan bahasa dan caranya sendiri serta dapat diketahui
sejauh mana siswa mendalami suatu masalah yang diteskan.
Tapi perlu diingat bahwa tes yang baik sebagai alat ukur
harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu validitas dan
reliabilitas.
a) Validitas tes
Suatu tes dikatakan valid apabila tes-tes tersebut
mengukur apa yang hendak diukur. Menurut Arikunto (2005:67)
sebuah tes dikatakan memiliki validasi isi apabila mengukur
tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi
penalaran yang diberikan. Untuk keperluan validitas tes, maka
19
peneliti telah meminta bantuan kepada dua orang dosen STKIP-
PGRI Pontianak dan satu orang guru bidang studi matematika di
lokasi penelitian sebagai validator. Kegiatan validasi dilakukan
sebelum uji coba penelitian. Hasil dari validator menyatakan
bahwa setiap butir soal valid dan tidak perlu direvisi.
b) Validitas Empirik
Kemudian validitas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah validitas empirik dengan menggunakan tolak ukur
eksternal sebagai patokannya. Proses pengujiannya dilakukan
dengan cara mengkorelasikan skor tes yang akan divalidasikan
dengan nilai sumatif siswa yang dijadikan kriterium. Semakin
tinggi indeks korelasi yang didapat berarti semakin tinggi dan
kesahihan tes tersebut. Cara dalam menentukan alat ukur adalah
dengan menggunakan kolerasi product moment dengan
menggunakan rumus yaitu
r XY =
∑ xy
√(∑ x2) (∑ y2)
Keterangan :
r XY = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y,
20
Dua variabel yang dikorelasikan (x = X – X dan y = Y – Y )
∑xy¿ ¿
= Jumlah perkalian x dan y
x2
= Kuadrat dari x
y2
= Kuadrat dari y
Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi adalah
sebagai berikut:
0, 80 ¿ r xy≤ 1, 00 : sangat tinggi
0, 60 ¿ r xy≤ 0, 80 : tinggi
0, 40 ¿ r xy≤ 0, 60 : cukup
0, 20 ¿ r xy≤ 0, 40 : rendah
0, 00 ¿ r xy≤ 0, 20 : sangat rendah
(Arikunto, 2005:70)
c) Reliabilitas tes
Tes yang mempunyai reliabilitas berarti tes tersebut
mempunyai sifat yang dapat dipercaya. Menurut Arikunto
(2005:86) sutu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan
yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap.
Untuk mencari reliabilitas tes berbentuk essay dapat
menggunakan rumus alpha :
21
Keterangan :
r11 = reliabilitas yang dicari
n = banyak butir soal
∑ σ12 = jumlah varians tiap butir soal
σ 12
= varians total
(Arikunto, 2005:108)
Rumus varians yang digunakan dalam perhitungan reliabilitas tes adalah :
(Arikunto,2005:110)
Keterangan :
σ 12
= varians butir soal
∑ x2 = jumlah skor yang diperoleh siswa
(∑ x )2 = jumlah kuadrat skor
N = jumlah subjek (siswa)
Dengan kriteria :
22
r11=[ nn−1 ][1−∑ σ1
2
σ12 ]
σ 12=
∑ x2−(∑ x)2
NN
0,0 ≤ r11 < 0,2 sangat rendah
0,2 ≤ r11 < 0,4 rendah
0,4 ≤ r11 < 0,6 sedang
0,6 ≤ r11 < 0,8 tinggi
0,8 ≤ r11 ≤ 1,0 sangat tinggi
Reliabilitas soal ini diperoleh dari hasil uji coba instrumen
penelitian pada nilai posttest.
3) Lembar Pengamatan
Alat pengumpul data untuk teknik observasi langsung adalah
lembar pengamatan. Menurut Subana dan Sudrajad (2001:35),
lembar pengamatan digunakan apabila peneliti hendak melakukan
pengamatan terhadap fenomena yang tampak seperti aktivitas,
kegiatan ataupun suatu keterampilan tertentu yang ditunjukkan
obyek penelitian. Lembar pengamatan digunakan untuk memuat
kategori pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa yang
disesuaikan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Untuk
keperluan pengamatan kegiatan pembelajaran, dimintakan bantuan
kepada guru studi matematika yang berperan sebagai pengamat
dalam kegiatan pembelajaran pembelajaran menggunakan media
alat peraga.
23
4) Teknik Analisis Data
Langkah-langkah analisis data sebagai berikut:
a. Untuk menjawab sub masalah 1, digunakan normalitas dengan
berdistribusi normal atau tidak.
Langkah uji normalitas dengan uji chi kuadrat sebagai beriku:
1) Mencari skor rata-rata : X (Subana, 2001 : 63)
X=∑ x i
n
X = skor rata-rata
Σxi = jumlah skor siswa
n = jumlah siswa
2) Mencari standar deviasi : SD (Subana, 2001 : 87)
SD=√∑ (x i−X )2
n−1
xi = skor siswa
24
X = skor rata-rata
n = jumlah siswa
3) Membuat daftar distribusi frekuensi observasi dan frekuensi
ekspektasi, yaitu sebagai berikut : (Subana, 2001: 48)
Kelas Oi bkZ I Ei
Jumlah
a) Menentukan rentang (r)
r = data tertinggi – data terendah
b) Menentukan banyaknya kelas (k)
k = 1 + 3,3 log n
25
c) Menentukan panjang kelas (p)
P =
rk Dengan r = rentang, k = banyak kelas
d) Menentukan frekuensi observasi (Oi )
e) Menentukan batas kelas (bk)
f) Menentukan nilai transformasi normal standar dari batas
kelas (Z).
Z=bk−x
SD
g) Menentukan tiap kelas interval (L) dengan menggunakan
daftar Z.
h) Menentukan frekuensi ekspektasi (E i )
(E i )=n×L
4) Menghitung nilai X2 (chi kuadrat)
X 2=∑ (O I−E I )2
E I (Subana, 2001 :124)
5) Menentukan derajat kebebasan. (Subana, 2001 : 118).
Dk = k-3
6) Menentukan nilai χ2
dari daftar ( χ tabel2 )
7) Menentukan normalitas (Subana, 2001 : 126)
26
Jika χ2
hitung< χ2tabel
, maka berdistribusi normal.
Jika χ2
hitung> χ2tabel
, maka tidak berdistribusi normal.
Apabila data tidak berdistribusi normal dan variansinya
homogen, maka dilanjutkan dengan uji statistik non parametrik
yaitu uji U Mann Whitney.
Langkah-langkah uji U Mann Whitney adalah sebagai berikut :
(Djarwanto, 2003 : 39)
1) Menentukan harga n1 dan n2 (n1 < n2).
n1 = jumlah sampel 1
n2 = jumlah sampel 2
2) Membuat ranking, yaitu dengan cara meranking data yang
sama baik skor pre-test maupun post-test kedua kelas, lalu
dijumlahkan kemudian dibagi dengan banyaknya data
yang sama.
3) Menentukan harga U dengan rumus :
U i=n1 n2+n1 (n1+1 )
2−∑ R1
U2=n1 n2+n2 (n2+1 )
2−R2
27
4) Menentukan signifikansi harga U bergantung pada ukuran
n2. Jika n2 > 20, menghitung harga Z dengan rumus :
Z=U−
n1 n2
2
√ n1n2(n1+n2+1 )2
Jika banyak rangking yang sama dari kedua sampel, maka
rumus Zhitung yang dipakai adalah :
Z=U−
n1 n2
2
√( n1 n2
N ( N−1 ) )( N3−Nk
−∑ T )Dengan :
N = n1 + n2
T = ( t3−t
k )t = banyak observasi yang mempunyai angka sama.
28
k = panjang kelas pada tabel Rangking Skor yang Sama.
5) Menentukan Ztabel
6) Jika harga observasi U mempunyai kemungkinan yang
sama besar atau lebih kecil dari α , Ho ditolak dan Ha
diterima.
b. Untuk menjawab sub masalah 2, digunakan lembar pengamatan
aktivitas siswa. Untuk mengetahui bagaimana aktivitas siswa
selama proses pembelajaran dengan cara menganalisis data
aktivitas siswa secara deskriptif, data tersebut merupakan hasil
pengamatan selama pembelajaran menggunakan media alat
peraga berlangsung. Data yang diperoleh melalui lembar
aktivitas siswa diolah dengan analisis deskriptif. Perhitungan
yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menghitung jumlah setiap kategori tingkah laku yang
dilakukan siswa yang diamati oleh pengamat.
2. Menghitung rata-rata setiap kategori tingkah laku yang
dilakukan siswa (n).
3. Menghitung jumlah rata-rata tiap pertemuan siswa (N)
4. Menghitung persentase setiap kategori tingkah laku yang
dilakukan siswa (X).
29
X %= nN
x 100 %
X %= nN
x 100 %
Keterangan:
X = Hasil persentase
n = Jumlah aspek yang muncul tiap kategori
N = Jumlah siswa
Kriteria:
00,00%-33,33% = Kurang
33,33%-66,67% = Cukup
66,67%-100% = Baik
Glass (sutrisno, 1992:5)
30
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Model Pembelajaran
Menurut Soekamto, dkk (Trianto, 2007:5), mengemukakan maksud dari
model pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dengan mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan pembelajaran tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar.”
Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak (dalam Hendri, 2007:14)
menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan pedoman yang berupa
program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu
tujuan pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena
itu, dalam proses belajar mengajar guru harus dapat menyesuaikan model
31
maupun terhadap kondisi siswa itu sendiri. Penggunaan model pembelajaran
yang tepat diharapkan dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran. Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model merupakan cara atau konsepsi
untuk mengajar suatu materi dalam mencapai tujuan tertentu, sedangkan
pembelajaran adalah aktivitas dimana guru dan siswa saling berinteraksi.
Sebagaimana yang harus diketahui penggunaan model dalam pembelajaran
hendaklah sesuai dengan materi yang akan diajarkan kepada siswa agar
pembelajaran yang diperoleh dapat efektif.
B. Model Pembelajaran Menggunakan Media Alat Peraga.
Media Alat Peraga Matematika merupakan salah satu pendukung
kegiatan akademis di Matematika. Dengan pembelajaran menggunakan media
alat peraga mencoba mengembangkan rancangan prototipe pemehaman konsep
matematika dalam diri siswa, mengembangkan minat belajar matematika siswa
menggunakan alat peraga dalam pembelajaran matematika. Dengan pendekatan
kontruktivis yang terdiri atas tiga tahap Guna mengembangan kemampuan
pemahaman matematik siswa dengan menggunakan alat peraga matematika,
yaitu :
1. Eksplorasi (exploration)
2. Pengenalan konsep (concept introdutin), dan
3. Penerapan konsep.
Pada penerapan selanjutnya, tiga tahap siklus tersebut mengalami
perkembangan. Tiga siklus tersebut kini dikembangkan menjadi lima tahap
32
yang terdiri atas tahap pembangkitan minat (engagement), eksplorasi
(exploration), penjelasan (explanation), elaborasi (elaboration), dan evaluasi
(evaluation).
Tahap pembelajaran menggunakan media alat peraga:
1. Pembangkitan Minat (Engagement)
Tahap pembengkitan minat merupakan tahap awal dari siklus belajar. Pada
tahap ini guru berusaha membangkitkan dan mengembangkan minat dan
keingitahuan siswa tentang topik yang akan diajarkan. Hal ini dilakuakan
dengan mengajukan pertanyaan tentang topik faktual dalam kehidupan
sehari-hari (yang berhubungan dengan topik bahasan). Dengan demikian
siswa akan memberikan respon/jawaban, kemudian jawaban siswa tersebut
dapat dijadikan pijakan oleh guru untuk mengetahui pengatahuan awal
siswa tentang pokok bahasan. Kemudian guru perlu melakukan identifikasi
ada tidaknya kesalahan konsep pada siswa. Pada fase ini juga siswa diajak
untuk membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan depelajari
dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi. Dalam hal ini guru harus
membangun keterkaitan antara pengalaman keseharian siswa dengan topik
pembelajaran yang akan dibahas.
2. Eksplorasi (Exploration)
Pada tahap eksplorasi dibentuk kelompok-kelompok kecil antara 2-4 siswa.
kemudian diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok kecil
tanpa pembelajaran langsung dari guru untuk melakukan dan mencatat ide-
33
ide melalui kegiatan-kegiatan praktikum atau telaah literatur. Pada tahap ini
guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Pada dasarnya tujuan tahap
ini adalah mengecek pengetahuan yang dimiliki siswa apakah sudah benar,
masih salah, atau mungkin sebagian salah, sebagian benar.
3. Penjelasan (Explanation)
Pada tahap ini guru dituntut mendorong siswa untuk menjelaskan suatu
konsep dengan kalimat/ pemikiran sendiri, meminta bukti dan klarifikasi
atas penjelasan siswa, dan saling mendengar secara kritis penjelasan antar
siswa atau guru serta mengatur jalannya diskusi. Dengan adanya diskusi
tersebut, guru memberi definisi dan penjelasan tentang konsep yang
dibahas, dengan memakai penjelasan siswa terdahulu sebagai dasar diskusi
sehingga siswa dapat menemukan istilah-istilah dan konsep yang dipelajari.
4. Penerapan Konsep (Elaborasi)
Penerapan merupakan kemampuan untuk menerakan suatu kaidah atau
metode untuk menyelesaikan masalah kehidupan yang nyata pada kasus
atau problem yang kongkrit dan baru (Sri Esti Wuryani, 2006:212).
Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai
cirri-ciri yang sama. Konsep dapat dilambangkan dalam bentuk kata yang
mewakili konsep itu. Pada tahap elaborasi siswa menerapkan konsep dan
keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi baru atau konteks yang
berbeda. Dengan demikian, siswa akan dapat belajar secara bermakna,
34
karena telah dapat menerapkan/ mengaplikasikan konsep yang baru
dipelajarinya. Jika tahap ini dapat dirancang dengan baik oleh guru maka
motivasi belajar siswa akan meningkat. Meningkatnya motivasi belajar
siswa tentu dapat mendorong peningkatan hasil belajar siswa.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari siklus belajar. Pada tahap evaluasi,
guru dapat mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa dalam
menerapkan konsep baru. Siswa dapat melakukan evaluasi diri dengan
mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan
observasi, bukti, atau penjelasan yang diperoleh sebelumnya. Hasil evaluasi
ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi proses peningkatan pemahaman
konsep matematika siswa menggunkan media alat peraga, apakah berjalan
cukup baik, baik, atau masih kurang
C. Teori Belajar Yang Mendukung Proses Peningkatan Pemahaman Konsep
Matematika Siswa Menggunkan Media Alat Peraga.
proses peningkatan pemahaman matematika siswa menggunkan media
alat peraga ini didukung oleh beberapa teori. Karena teori ini membantu guru
dalam menjelaskan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Secara psikologi
teori belajar mengamati perilaku dan kognitif siswa. Aspek perilaku yang
diamati antara lain aspek-aspek eksternal dari pembelajaran yaitu
rangsangan/stimulus eksternal, respon tingkah laku siswa. Sedangkan aspek
kognitif yang diamati yaitu apa yang terjadi dikepala siswa, misalnya bagaimana
35
pengetahuan diperoleh, diorganisir, disimpan dalam memori, dan digunakan
dalam belajar dan berfikir.
Adapaun teori-teori yang mendukung proses peningkatan pemahaman
matematika siswa menggunkan media alat peraga adalah :
1. Teori Vygotsky
Sumbangan penting dari teori vygotsky adalah menekankan pada
hakikat sosiokultural dari pembelajaran, yang berlangsung ketika siswa
bekerja dalam Zone of proximal depelopment sehingga dalam menyelesaikan
tugasnya tidak dapat bekerja sendiri. Zone of proximal depelopment adalah
tingkat perkembangan sedikit diatas tingkat perkembangan seorang anak saat
ini.
Ide penting lain dari teori vigotsky adalah Scaffolding. Scaffolding
adalah pemberian sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-
tahap awal pembelajaran dan kemudian siswa tersebut mengambil alih
tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia melakukannya. Bantuan
tersebut dapat berupa petunjuk, peningkatan, dorongan, menguraikan masalah
kedalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, ataupun yang
lainnya yang memungkinkan peserta didik untuk tumbuh mandiri. Dalam
proses peningkatan pemahaman matematika siswa menggunkan media alat
peraga peran guru adalah membantu siswa jika mengalami kesulitan dengan
36
memberi Scaffolding atau memberi bantuan kepada siswa berupa petunjuk,
peringatan dan dorongan, untuk meyakinkan siswa tumbuh mandiri.
2. Teori Bruner
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang
berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu antara lain:
a. Memperoleh informasi baru.
b. Transformasi informasi.
c. Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
Menurut Bruner tujuan pembelajaran sebenarnya adalah untuk
memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan-
kemampuan intelektual para siswa, dan merangsang keingintahuan mereka
dan memotivasi kemampuan mereka. Teori Bruner dalam proses peningkatan
pemahaman matematika siswa menggunkan media alat peraga adalah dengan
adanya keterampilan kognitif, diantaranya merangkum, membuat pertanyaan,
menjelaskan dan memprediksi, dengan demikian diharapkan tujuan belajar
dapat tercapai.
3. Teori Ausubel
37
Ausubel mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna apabila
informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif
yang dimilikinya. Adanya struktur kognitif dalam mental siswa merupakan
dasar mengartikan datangnya informasi baru. Banyaknya pengetahuan yang
dapat dipelajari tergantung kepada apa yang sudah diketahui.
Bahan pelayanan yang disajikan kepada siswa harus disusun dari yang
paling inklusif. Dengan demikian,bahan pelajaran itu tersusun secara hirarki
sejalan dengan organisasi struktur kognitif yang dimiliki siswa.
Berdasarkan Teori Ausubel, proses peningkatan pemahaman
matematika siswa menggunkan media alat peraga ini sangat cocok dalam
kegiatan pembelajaran karena proses peningkatan pemahaman matematika
siswa menggunkan media alat peraga mengorganisasikan stuktur kognitif
siswa kedalam tahap-tahap dalam satu siklus Sehingga dengan adanya tahap-
tahap yang terstruktur maka struktur kognitif yang dimiliki siswa dalam
memahami materi yang dipelajari akan lebih bermakna.
4. Teori Kekuatan Mental
Teori kekuatan mental berasal dari Jean J. Rosseau yang
mengungkapkan bahwa anak memiliki potensi atau kekuatan yang masih
terpendam, yaitu potensi berpikir, berperasaan, berkemauan, keterampilan
berkembang, mencari dan menemukan sendiri apa yang diperlakukannya.
38
Anda tidak usah terlalu banyak mengatur dan memberi, biarkan mereka
mencari dan menemukan dirinya sendiri, sebab menurut Rosseau anak
berkembang sendiri.
Tugas guru adalah menyediakan bahan pelajaran yang menarik
perhatian dan minat anak, sesuai dengan kebutuhan dan tingkat
perkembangannya, menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan,
memberi motivasi dan bimbingan sesuai dengan sifat dan kebutuhan anak.
Oleh karena itu proses peningkatan pemahaman matematika siswa
menggunkan media alat peraga sangat cocok dengan teori ini, mengingat
proses peningkatan pemahaman matematika siswa menggunkan media alat
peraga merupakan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis.
D. Matematika Sekolah
Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah,
yaitu matematika yang diajarkan di pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan
pendidikan menengah (SLTA dan SMK) (Suherman, 2003: 55). Matematika
sekolah terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna
menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi
serta berpandu pada perkembangan IPTEK. Dalam Garis-Garis Besar
39
Program Pengajaran (GBPP) matematika disebutkan tujuan umum
diberikannya matematika adalah:
a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di
dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang melalui latihan,
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur,
efektif dan efisien.
b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola
pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari
berbagai ilmu pengetahuan.
Sedangkan tujuan khusus pembelajaran matematika di Sekolah Lanjut
Pertama adalah:
a. Memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan
matematika.
b. Memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan
kependidikan menengah.
c. Mempunyai keterampilan matematika sebagai peningkatan dan
perluasan dari matematika sekolah dasar yang dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Mempunyai pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis,
kritis dan cermat, kreatif, dan displin serta menghargai kegunaan
matematika.
40
E. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap
kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam
agar terjadi interaksi yang optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa
dengan siswa. Briggs (Mufid,2007:13-14), menjelaskan bahwa “pembelajaran
adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi si pelajar sedemikian hingga
si pelajar memperoleh kemudahan dalam berinteraksi berikutnya dengan
lingkungan”.
Menurut Gagne, Briggs dan Wagner (Udin S. Winataputra, 1993),
pengertian pembelajaran adalah “serangkaian kegiatan yang dirancang untuk
memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa”. Menurut UU Nomor 20
tahun 2003 tentang SisDikNas, “Pembelajaran adalah proses interaksi pada
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar”. Jadi dapat disimpulkan bahaw pembelajaran matematika adalah
serangkaian kegiatan dalam lingkungan belajar yang dirancang agar terjadinya
proses belajar matematika dimana dalam proses tersebut terdapat interaksi antara
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar matematika.
F. Sistem Persamaan Linear Satu Variabel
1. Pengertian Sistem Persamaan linear satu variabel
41
Telah dijelaskan bahwa persamaan linear satu variabel adalah
persamaan yang terdiri dari satu variabel dan pangkat terbesar dari variabel
tersebut adalah satu.
1. x+3=5
2. 3+9 β=19
Kedua kalimat di atas disebut persamaan. Persamaan adalah kalimat
terbuka yang menyatakan hubungan = (sama dengan). Bentuk umum
Persamaan Linear Satu Variabel adalah ax + b = 0, untuk a tidak sama
dengan 0.
2. Alat peraga /media pengajaran
Menurut hamalik (1982:23) di sebutkan bahwa” media pendidikan
adalah alat, metode dan teknik yang di gunakan dalam rangka lebih
mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses
pendidikan dan pengajaran disekolah”. Sedangkan menurut kamus besar
bahasa Indonesia (1990:560) “media pengajaran adalah sarana/alat bantu
pembelajaran, agar siswa mudah memehami apa yang sedang diajarkan oleh
guru”.
Alat peraga pengajaran menurut usman (1996:31) adalah “ alat yang
digunakan guru saat mengajar untuk membantu memperjelas materi pelajaran
yang di sampaikan kepada siswa dan mencegah terjadinya verbalisme pada
diri siswa”
42
Belajar akan efektif jika di mulai dengan pengalaman langsung /
pengalaman konkret untuk menuju pada pengalaman abstrak. Untuk itu perlu
bantuan alat peraga pengajaran.
Nilai-nilai lebih dari alat peraga antara lain:
1. Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berfikir.
2. Memperbesar perhatian siswa dan gairah belajar.
3. Membuat pelajaran lebih menetap, tidah mudah di lipakan.
4. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinu.
5. Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan
berusaha sendiri dikalangan siswa.
3. Alat peraga matematika model Kartu variabel dan kartu bilangan.
Kartu variabel menurut krismianto (2004:4) “variabel (peubah) adalah
lambing yang mewakili (menunjuk kepada) anggota sebarang pada suatu
semesta pembicaraan”. Dalam matematika sekolah variabel biasanya
dilambangkan dengan lambing x,y,z, ataw yang sejenisnya berupa huruf
abjad latin.
a. Bentuk kartu variabel dan kartu bilangan.
Mendengar kata kartu asosiasinya adalah suatu benda
berbentukpersegi panjang dari kertas tebal atau plastik yang pada
permukaannya memuat gambar atau identitas, seperti kartu sim, ktp, kartu
atm, dan sebagainya. Demikian juga dengan kartu variabel dan kartu
bilangan bulat dari kertas karton berbentuk persegi panjang dengan
43
ukuran ± 12 cm x 8cm. Kartu Variabel diberi identitas dengan lambang -
X dan X, kartu bilangan bulat di beri identitas -1 dan 1. Untuk kartu
variabel –X diberi warna merah, untuk kartu variabel X di beri warna biru,
untuk kartu bilangan -1 di beri warna kuning, dan kartu biangan 1 di beri
warna hijau. Maisng-masing kartu di buat sebanyak 10 buah kartu atau
lebih. Dalam kondisi bilangan yang akan di gunakan besar, misal lebih
dari 10 maka dibuat sebuah kartu bilangan lain yang bertuliskan bilangan
yang dimaksud.
Gambar .1.Kartu variabel dan kartu bilangan
Kartu (-x) kartu (x) kartu (-1) kartu (1)Warna merah warna biru warna kuning warna hijau
b. Penggunaan/ pemanfaaatan.
Penggunaan kartu ini dalam pengajaran masih menggunakan empat
buah kotak atau kantong untuk menempatkan kartu. Kotak dibuat dari
plastik atau mika di temple berjajar pada white board/ papan, dua kotak di
letakkan di ruas kiri dan dua kotak lain diletakkan di ruas kanan dari tanda
sama dengan (=), antara kotak sebelah kanan dan sebelah kiri di pisahkan
dengan tanda (+) atau menurut kebutuhan. (Lihat gambar 2)
Gambar .2 papan tempel.
44
-X X -1 1
Kotak 1 kotak 2 kotak 3 kotak 4
Ukuran panjang kotak lebih pendek dari panjang kartu dan kotak
transparan sehingga tampak kartu di dalamnya.
Penempatan kartu variabel dan kartu bilangan tidak boleh dalam
satu kotak yang sama, dalam hal dua kartu berbeda berada dalam sebuah
kotak maka nilainya sama dengan nol, artinya dua kartu tersebut dapat
diambilbersamaan. Jadi dalam sebuah kotak terdapat 2 macam kartu yang
berbeda warna maka kartu tersebut harus diambil. Kartu harus
berpasangan, karu (x) berpasangan dengan kartu (-x), kartu (1)
berpasangan dengan kartu (-1). Menurut identitas penjumlahan 1 + (-1) =
0 dan x + (-x) = 0.
4. Materi persamaan linier satu variabel.
Materi yang disajikan terurut dari haa-hal yang sederhana terlebih dahulu.
a. Persamaan bentuk ax = c dengan a,c bilangan rill dan a≠0
Contoh: 2 x=6
2 x=6
45
x=62
; x=3
b. Persamaan bentuk ax+b=c dengan a,b,c bilangan rill a ≠ 0
Contoh: x+3=5
x+3=5
x+3+(−3 )=5+(−3 )
x+0=2
x=2
Contoh: 3 x+1=4
3 x+1=4
3 x+1+ (−1 )=4+(−1)
3 x=3
x=33
x=1
c. Persamaan bentuk ax+b=cx+d dengan a,b,c,d bilangan rill a , c ≠ 0
Contoh: 2 x+2=x+1
2 x+2=x+1
2 x+2+ (−2 )=x+1+(−2)
2 x+0=x+(−1)
2 x+(−x )=x+(−x )+1
x=0+(−1)
46
x=−1
5. Aplikasi persamaan dengan alat peraga.
Contoh-contoh pemanfaatan alat peraga:
1. Menerangkan persamaan +2=5 , akan dicari berapa nilai x yang
memenuhi.
Langkah penyelesaian:
a. Ambil sebuah kartu (x), 2 kartu (1) dan 5 kartu (1) lalau tempatka pada
kotak 1, kotak 2, kotak 3, maka akan terbaca x+2=5.
b. Masukan 2 kartu (-1) pada ruas kiri kotak ke dua dan pada ruas kanan
kotak ke 3,untuk mengeleminir bilangan 2 dari kotak kiri, maka terbaca
x+2+(−2 )=5+(−2).
c. Ambil kartu yang bebeda dan berpasangan pada kedua ruas, shingga
terbaca x+0=3.
d. Jelas bahwa x+0=3 maka nilai X yang memenuhi adalah, x=3
2. Menerangkan persamaan 3 x−2=2 x+3 , akan dicari berapa nilai x yang
memenuhi.
Langkah penyelesaian:
a. Ubahlah bentuk pengurangan menjadi bentuk penjumlahan.
Bahwa a−b=a+(−b), 3 x−2=2 x+3 ekuivalen dengan
3 x+(−2)=2 x+3, bentuk terakhir inilah yang digunakan.
47
b. Masukan 2 kartu (1) kedalam kotak ke 2 dan ke 4, untuk mengeliminir -
2 dari ruas kiri, shingga terbaca 3 x+ ( (−2 )+2 )=2 x+(3+2).
c. Ambil kartu yang bebeda dan berpasangan pada kedua ruas, shingga
terbaca 3 x+0=2 x+5.
d. Masukan 2 kartu (-x) kedalam kotak ke 3 dan ke 1, untuk mengeliminir
2x dari ruas kanan, shingga terbaca 3 x+ (−2 x )=2x+(−2 x )+5.
e. Ambil kartu yang bebeda dan berpasangan pada kedua ruas, shingga
terbaca x=0+5, maka X yang memenuhi adalah x=5.
Pembelajaran matematika salah satu tujuannya adalah mengembangkan
kemampuan pemahaman guna memecahkan suatu masalah. Alat peraga kartu
variabel dan kartu bilangan adalah salah satu media yang di harapkan dapat
mengantarkan siswa dalam menyelesaikan persamaan linier satu variabel
dengan keterampilan dan penguasaan dalam penyelesaian persoalan-persoalan
yang berhubungan dengan persamaan linier satu variabel, sehingga diharapkan
hasil belajar siswa pada pelajaran matematika khususnya dapat di tingkatkan.
48
DAFTAR PUSTAKA
Trianto. (2007). Mendesain Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) Dikelas. Jakarta: Cerdas Pustaka.
Hamalik, oemar. (1982). Proses Belajar Mengajar dan Kesulitan Belajar. Bandung Tarsito
Arikunto, S. (2005). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Subana, Sudrajat. (2001). Dasar- dasar Penelitian Ilmiah . Bandung :
Pustaka setia.
Esti, Sri. (2006). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Tim Penyusun.(2006). Pegangan Guru Matematika Untuk Kelas VII. Klaten : Intan Pariwara.
Nawawi, Hadari. (2007). Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada University press
Suherman, Erman. 2003. Strategi pembelajaran kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Arikunto, S. (2009) Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
(2006). Prosedur Penelitian . yogyakarta : PT. Rineka.
Depdiknas, 2011. Undang-Undang No. 20 Th.2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Djarwanto. 2010. Statistic induktif Edisi 13. Yogyakarta.BPFE.
Udin, S.W. 2008. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta:Depdikbud
49
Recommended