View
7
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020
ISSN (2723-7354)
Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..
39
Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks) Dan Terapi Religius (TR) Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Ruang Rehabilitasi Mental
Ahlul Firdaus
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarya
Abstract
This title was raised because of the increasing social problems that occur, one of the problems that disturbs the community is mental disorders, this is a concern both dor the government and society so that this problems needs more attention. Basically people with mental disorder have been handled by the hospital. One of the hospital that provide services to mental patients is Mutiara Sukma NTB Hospital. The management of mental patients is carried out by a team including doctors, nurses, psychologists, social workers and therapists.
This journal focuses on research on the TAKS and TR Collaboration Model in the process of Restoring Mental Health in Mental Disorder Patients in the Mental and Social Rehabilitation Room and the Model Implication cerried out by Doctors, Nurses, Social Workers and Therapists. This type of research includes field research with qualitative research methods.
Based on the analysis of data and findings described so ad to answer the focus of the study, this study concluded that RSJMS in providing service based on the profession of social workers to mental patients in mental and social rehabilitation rooms who experience mental disorders by helping and guiding the, towards personal development better ability and self –awareness to deal with the community, work skills, so that they can learn how to try and be able to equip themselves to live in the future.
Keywords : PEKSOS, Mental Disorders, Collaboration, TAKS and TR.
PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk sosial yang
memiliki berbagai macam permasalahan
yang sangat kompleks, setiap permasalahan
yang timbul di dunia ini pasti ada sebab dan
akibatnya, tentunya keterkaitan erat dengan
masalah dan solusi, setiap permasalahan
yang ada merupakan sebab dan akibat.
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu
berinteraksi. Dalam melakukan interaksi,
manusia tidak lepas dari berbagaimacam
persoalan, yang kemudian saling
membutuhkan pertolongan dari sesama.
Banyak sekali kasus yang terjadi di seluruh
belahan dunia yang menyebabkan manusia
harus merasakan penderitaan, baik yang
berkaitan dengan fisik maupun non fisik.
(Soemoto, 2015: 1)
Pekerjaan sosial adalah sebuah
pendekatan yang terorganisir (James
Midgley, 2005: 27) dan merupakan aktivitas
pertolongan dengan tujuan memperbaiki
serta meningkatkan keberfungsian sosial
individu, kelompok dan masyarakat (Miftahul
Huda, 2009: 3) yang memerlukan kolaborasi
berbagai profesi lain, sekalipun klien
memiliki kekuatan dan potensi dalam proses
penyembuhan. Untuk meningkatkan
keberfungsian sosial, pekerja sosial fokus
pada intraksi antara masyarakat dengan
lingkungannya. Pekerja sosial juga
membantu menyeimbangkan apabila terjadi
ketidakseimbangan antara tuntutan
lingkungan dan kemampuan mengatasinya
oleh individu. (Adi Fahrudin, 2012: 62) Inilah
yang menyebabkan profesi pekerjaan sosial
berbeda dengan profesi yang lain karena
Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020
ISSN (2723-7354)
Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..
40
berfokus pada klien beserta lingkungannya.
(Abdul Najib, 2016:76)
Dalam melaksanakan praktik pekerjaan
sosial, pekerja sosial harus memiliki tiga
unsur yang saling berkaitan dan tidak boleh
terpisahkan antara satu dengan lainnya, yang
meliputi pengetahuan, nilai dan skill. Tiga
unsur tersebut sebagai tuntunan pekerja
sosial dalam melakukan praktik agar hasil
yang diinginkan tercapai. Dan juga
melakukan pendekatan konseling tidak
langsung (a non-directive counseling
approach) mungkin tidak diterima oleh klien
serta keluarga klien, karena pekerja sosial
idealnya adalah tokoh yang berkuasa dan
diharapkan mampu memberikan bimbingan
langsung. Oleh sebab itu pekerja sosial
tentunya mempunyai peran sebagai stimulus
untuk kesehatan mental masyarakat,
kesehatan merupakan kebutuhan primer
bagi setiap manusia, kebutuhan yang harus
terpenuhi untuk melangsungkan
kehidupannya, termasuk di dalamnya
kesehatan jiwa. (Budi Anna Keliat dkk, 2005:
1) Ciri individu yang sehat jiwa meliputi
menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya,
mampu menghadapi stres, menjalani
kehidupan yang dengan baik, mampu bekerja
produktif dan memenuhi kebutuhan
hidupnya, dapat berperan serta dalam
lingkungan hidup, menerima dengan baik apa
yang ada pada dirinya dan merasa nyaman
bersama dengan orang lain. (Sentot
Haryanto, 2007: 128)
Salah satu permasalahan sosial yang
dominan dialami manusia yakni gangguan
kejiwaan dalam hal ini kondisi sosiologis
masing-masing individu yang menjadi
sasaran, psikologis pada manusia yaitu setiap
perubahan individu baik yang bersifat psikis
ataupun sosial di luar kewajaran sifat
manusia pada umumnya, di anggap
berpotensi cukup besar sebagai faktor
penyebab terjadinya gangguan jiwa (atau
gangguan kesehatan) secara nyata, atau
sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang
berdampak pada lingkungan sosial.
Gangguan jiwa menyebabkan adanya
ganguan fungsi jiwa, yang menimbulkan
penderitaan pada individu atau hambatan
dalam melaksanakan peran sosial. (Michel
Foucault, 2002: 42) Asuhan keperawatan
jiwa merupakan asuhan keperawatan
spesifik, namun tetap dilakukan secara
holistic pada saat melakukan asuhan pada
klien secara individu, kelompok, keluarga
maupun komunitas.
Terapi Aktivitas Kelompok merupakan
salah satu terapi modalitas yang dilakukan
perawat kepada sekelompok klien yang
mempunyai masalah yang sama. Aktivitas
digunakan sebagai terapi, dan kelompok di
gunakan sebagai target asuhan. Di dalam
kelompok terjadi dinamika interaksi yang
saling bergantung, saling membutuhkan, dan
menjadi laboratorium tempat klien berlatih
perilaku baru yang adaftif untuk
memperbaiki perilaku lama yang maladaftif.
(Budi Anna Keliat, Akemat, 2004: 1)
Tindakan keperawatan yang ditujukan pada
sistem klien, baik secara individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat merupakan upaya
yang menyeluruh dalam menyelesaikan
masalah klien. TAK merupakan terapi
modalitas keperawatan untuk ditujukan pada
kelompok klien dengan masalah yang sama.
Diharapkan akan timbul rasa tenang dan
aman, yang merupakan salah satu ciri sehat
mental. Orang dengan komitmen yang tinggi
akan meningkatkan kualitas ketahanan
mentalnya karena memiliki self control, self
esteem & confidence yang tinggi. Juga mereka
mampu mempercepat penyembuhan ketika
sakit karena mereka mampu meningkatkan
potensi diri serta mampu bersikap tabah dan
ikhlas dalam menghadapi musibah.
Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020
ISSN (2723-7354)
Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..
41
Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi Kelompok, terapi kelompok
adalah metode pengobatan ketika klien
ditemui dalam rancangan waktu tertentu
dengan tenaga yang memenuhi persyaratan
tertentu. Fokus terapi kelompok adalah
membuat sadar diri (self-awereness),
peningkatan hubungan interpersonal,
membuat perubahan, atau ketiganya.
Kelompok Terapeutik, kelompok
terapeutik membantu mengatasi stres emosi,
penyakit fisik krisis, tumbuh-kembang, atau
penyesuaian sosial, misalnya kelompok
wanita hamil yang akan menjadi ibu, individu
yang kehilangan dan penyakit terminal.
Banyak kelompok terapeutik yang
dikembangkan menjadi self-help-group.
Tujuan kelompok ini sebagai berikut:
1) Mencegah masalah kesehatan;
2) Mendidik dan mengembangkan anggota
kelompok;
3) Meningkatkan kualitas kelompok. Antara
anggota kelompok saling membantu dalam
menyelesaikan masalah.
Pengertian Terapi Religius
Istilah spirit dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia berarti roh, jiwa, semangat, arwah,
jin, dan hantu. Sedang spiritual berarti batin,
rohani, bantuan batin, dan keagamaan. Bukan
berarti terapi sprititual lalu berati terapi
hantu-hantuan. Yang dimaksud terapi
spiritual adalah terapi dengan memakai
upaya-upaya untuk mendekatkan diri pada
Tuhan. (Ali Syariati, 2002: 15) Ini sama
dengan terapi keagamaan, religius, atau
psikoreligius, yang berarti terapi dengan
menggunakan factor agama, kegiatan ritual
keagamaan seperti sembahyang,
berdoa, memanjatkan puji-pujian, ceramah
keagamaan, kajian kitab suci, dsb. Jiwa,
gangguan jiwa dan
penggolongannya, kesadaran. Jiwa atau
psyche sesungguhnya sangat sulit dijelaskan.
Apakah ini sama dengan roh, sukma,
batin, rohani, tidak tepat benar. Yang jelas
jiwa itu tidak bisa dilihat, yang secara objektif
bisa dilihat adalah perilakunya
(behaviour). Perilaku ini meliputi ekspresi
kognitif, afektif, psikomotor dalam
berkomunikasi dan interaksi dengan manusia
lain. Orang tak bisa dinilai jiwa atau
kepribadiannya bila ia sendirian ditengah
padang pasir yang luas.
(http://www.rsdurensawit.go.id).
Pada tahun 1960an, survey psikiatris
membuktikan bahwa 95% pasien psikiatrik
memiliki keyakinan yang sangat kuat
terhadap Tuhan, suatu pengalaman spiritual.
Mulailah kemudian jiwa lebih jelas
didekati, sebagai eksistensi manusia, harapan
dan penderitaannya, makna hidup, makna
Tuhan, pendekatan diri pada Tuhan. (Ingrid
Mattson, 2013: 163). Jiwa manusia sekarang
lebih diartikan sebagai pikiran dan alam
perasaan manusia akan eksistensinya, makna
hidupnya, menyerahkan dan mendekatkan
diri pada Tuhannya. Maka mulailah terapi
spiritual, yang dulu di jaman demonologi
(gangguan jiwa karena setan) dalam
sejarah psikiatri pernah menjadi terapi
pokok pada gangguan mental, kembali
dipertimbangkan sebagai upaya terapi selain
terapi-terapi lain pada gangguan mental
psikotik dan nonpsikotik. Masalahnya pada
psikotik, ego dan pikiran rasional
(penalaran) runtuh, timbul waham,
halusinasi dan kerusakan daya nilai realitas.
(http://www.rsdurensawit.go.id). Terapi
spiritual ada dua jenis, individual dan
kelompok. Yang individual berarti suatu
psikoterapi religius. Psikoterapi
dengan memasukkan unsur-unsur religius.
Yang kedua berbentuk kelompok. Mungkin
seperti psikoterapi kelompok tapi memakai
Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020
ISSN (2723-7354)
Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..
42
unsur keagamaan. Untuk kedua jenis ini
berarti harus ada interaksi antara terapis
dengan pasien. Bagi yang kelompok peneliti
usulkan dua model. Pertama, dalam bentuk
ceramah keagamaan (religius) intensif untuk
15-20 pasien psikotik setelah diseleksi, tidak
seluruh pasien satu bangsal. Dengan
memberi kesempatan pasien bertanya atau
memancing pertanyaan.
Kita sebagai umat Islam harus
mencontoh pribadi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam setiap tindakan dan
perbuatan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah mengajarkan pada diri kita cara-
cara untuk menghadapi penyakit fisik,
ataupun gangguan kejiwaan yang
mengganggu yaitu dengan ruqyah. Kebolehan
menggunakan ruqyah ini sudah ada dasarnya
berasal tuntunan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam yaitu sunnah qauliyah
(sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam), sunnah fi’liyah (perbuatan beliau),
dan sunnah taqririyah (pengakuan atau
pembenaran beliau terhadap jampi-jampi
yang dilakukan orang lain). (Abdul Basyir
dkk, 1993: 11)
Ibnu Qayyim Al-jauziah dalam kitab At-
Tibbun Nabawi menyebutkan, bahwa
pengobatan yang dilakukan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap suatu
penyakit ada tiga macam yaitu: dengan
pengobatan alami, pengobatan Ilahi (ruqyah)
dan dengan gabungan dari keduanya.
Diriwayatkan dari ‘Utsman ibn Abi al-‘Ash
ats-Tsaqafi mengenai terapi ruqyah untuk
mengobati penyakit fisik bahwa ia berkata,
Aku telah datang kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan
sebuah penyakit yang hampir saja
membinasakanku. Maka beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata kepadaku,
letakkanlah tanganmu di atas bagian
tubuhmu yang sakit, lalu bacakanlah: Dengan
nama Allah (7kali) aku berlindung kepada
Allah dan kodrat-Nya dari kejahatan berbagai
penyakit, baik penyakit yang sedang
menimpaku maupun yang akan datang.
Utsman ibn Abi al-Ash melanjutkan, maka
aku amalkan petunjuk Rasulullah tersebut
sehingga Allah SWT menghilangkan penyakit
itu dariku.
Diriwayatkan mengenai terapi ruqyah
untuk mengobati gangguan kejiwaan bahwa
Ubay ibn Ka’ab berkata: Ketika aku berada di
dekat Rasulullah SAW datanglah seorang
Arab Badui menemui beliau seraya berkata :
Wahai nabi Allah. Sesungguhnya saudaraku
sedang sakit, apa sakitnya balas Beliau. Ia
menjawab, ia terkena gangguan jiwa wahai
nabi Allah. Sabda Rasulullah SAW lagi, bawa
saudaramu itu kesini maka orang itu pun
membawakan saudaranya itu kehadapan
baliau. Maka Rasulullah SAW meminta
perlindungan kepada Allah untuk diri
saudaranya itu dengan membacakan surah
al-Fatihah, empat ayat pertama dari surah al-
Baqarah, dua ayat pertengahan darinya, yaitu
ayat yang ke-163 dan ke-164, ayat Kursi, dan
tiga ayat yang terakhir dari surat al-Baqarah
tersebut. Kemudian ayat yang ke-18 dari
surah Ali ‘Imran, ayat yang ke-54 dari surah
al-A’araf, ayat yang ke-116 dari surah al-
Mu’minun, ayat yang ketiga dari surah al-Jin,
sepuluh ayat pertama dari surah ash-Shaffat,
tiga ayat terakhir dari surah al-Hasyr, surah
al-Ikhlas, dan mu’awwidzatain (surah al-
Falaq dan an-Nas).”
(https://qurandansunnah.wordpress.com)
Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah suatu ketidak
beresan kesehatan dengan manifestasi-
manifestasi psikologis atau perilaku terkait
dengan penderitaan yang nyata dan kinerja
yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan
biologis, sosial, psikologis, genetik, fisis, atau
kimiawi. (Corey, G, 2005: 237) Gangguan jiwa
Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020
ISSN (2723-7354)
Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..
43
mewakili suatu keadaan tidak beres yang
berhakikatkan penyimpangan dari suatu
konsep normatif. Setiap jenis ketidakberesan
kesehatan itu memiliki tanda-tanda dan
gejala-gejala yang khas.
Setiap gangguan jiwa dinamai dengan
istilah yang tercantum dalam Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
edisi IV (PPDGJ-IV) (Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders, 4th edition with
text revision). Gangguan jiwa adalah
gangguan dalam: cara berpikir (cognitive),
kemauan (volition), emosi (affective),
tindakan (psychomotor). Dari berbagai
penelitian dapat dikatakan bahwa gangguan
jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan
yang tidak normal, baik yang berhubungan
dengan fisik, maupun dengan mental.
Keabnormalan tersebut dibagi ke
dalam dua golongan yaitu: gangguan jiwa
(Neurosa) dan Sakit jiwa (psikosa).
Keabnormalan terlihat dalam berbagai
macam gejala yang terpenting diantaranya
adalah: ketegangan (tension), rasa putus asa
dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-
perbuatan yang terpaksa (Convulsive),
hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai
tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk dsb.
(Nelson Jones R, 2006: 309) Banyak sekali
jenis gangguan dalam cara berpikir
(cognitive). Untuk memudahkan
memahaminya para ahli mengelompokan
kognisi menjadi 6 bagian seperti sensasi,
persepsi, perhatian, ingatan, asosiasi dan
pikiran kesadaran. Masing-masing memiliki
kelainan yang beraneka ragam. (Erford, B. T,
2016: 238)
METODE
Penelitian yang akan saya gunakan
yakni penelitian Kualitatif, metodenya yakni
pengamatan, cara menelitinya yakni: Dalam
rangka memperoleh pemahaman yang utuh,
mendalam dan menyeluruh terhadap fokus
penelitian ini, peneliti menggunakan
paradigma fenomenologi dengan pendekatan
kualitatif, jenis studi kasus dan rancangan
multi situs. Penelitian kualitatif memandang
secara holistik (utuh) atau lebih luas. Bahkan
menggambarkan secara lebih luas sampel
yang mawakili dari keseluruhan populasi
yang diperlukan. Penelitian kualititif
berusaha untuk mencari dan memperoleh
informasi mendalam ketimbang luas dan
banyaknya informasi. (Mohammad Mulyadi,
2012: 70-71). Data dikumpulkan dengan
latar alami (natural setting) sabagai sumber
data langsung. Penelitian ini diharapkan
dapat mengungkap fenomena dan gejala
secara mendalam, menemukan secara
menyeluruh dan utuh serta mendeskripsikan
manajemen inovasi penyembuhan penyakit
pada pasien gangguan jiwa di Ruang
Rehabilitasi Mental dan Sosial Rumah Sakit
Jiwa Mutiara Sukma Nusa Tenggara Barat
(RSJMS NTB). Pendekatan yang peneliti
gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan fenomenologis. Dalam peneltian
ini, peneliti berusaha memahami peristiwa
dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang
biasa dalam situasi tertentu. (Lexi J. Moleong,
2010: 10) Peneliti tidak hanya berhenti pada
temuan subtantif sesuai dengan fokus
penelitian melainkan juga temuan formal
atau (thesis statement). Pertimbangan
peneliti menggunakan pendekatan kualitatif
ini karena peneliti ingin memahami (how to
understand) secara mendalam yang diteliti
bukan menjelaskan (how to explain)
hubungan sebab akibat sebagaimana yang
dilakukan peneliti kuantitatif. Pertimbangan
lain juga ingin mendalami secara utuh
(bungkulan) fokus yang diteliti bukan
sekedar melihat serpihan-serpihan fokus
yang diteliti. (Mudjia Rahardjo, 2012)
Dengan demikian, proses pendekatan
penelitian diawali dengan studi pendahuluan
Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020
ISSN (2723-7354)
Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..
44
sebagai studi metode penyembuhan penyakit
pada pasien gangguan jiwa di RSJMS NTB,
guna mendapatkan informasi awal tentang
program yang dikembangkan. Hasil studi
penjajakan ini, peneliti menemukan bahwa
lokasi tersebut memiliki kekhasan baik
dilihat dari komponen program pembinaan
yang dikembangkan maupun metode
penyembuhannya, jika dibandingkan dengan
RSJ lain. Dalam konteks inilah, peneliti
memutuskan lokasi ini menjadi lokasi
penelitian dan sejak itu peneliti mulai
perlahan-lahan berusaha dan bertanggung
jawab secara moral dan penuh kehati-hatian
mengamati, menghimpun, menganalisis data
yang terkait dengan tiga fokus yang peneliti
teliti. (Sugioyono, 2009: 79). Selanjutnya,
peneliti sebagai instrumen kunci (key
instrument) 2 dalam merekam dan
menghimpun data melalui wawancara,
mengamati, dan mengumpulkan dokumen di
RSJMS NTB selama satu bulan. Waktu yang
singkat ini akan peneliti manfaatkan sebaik-
baiknya dengan beberapa pertimbangan
diantaranya, pertama; peneliti mendapat
data secara utuh (bungkulan) bukan
serpihan-serpihan data yang terkait dengan
konseptualisasi inovasi penyembuhan,
implementasi fungsi manajemen inovasi
penyembuhan dan implikasinya, kedua;
mengurangi tingkat subyektivitas dan bias,
ketiga; peneliti memegang tegas prinsip-
prinsip peneliti kualitatif bahwa
sesungguhnya penelitian kualitatif
memerlukan waktu yang relatif lama.
Demikian juga peneliti setting secara holistik
dan kontekstual. Holistik, selama peneliti
berada di lokasi penelitian, peneliti berusaha
memahami konteks data dalam keseluruhan
situasi yang terjadi di dua lokasi tersebut,
sehingga peneliti mendapat pandangan yang
menyeluruh (konprehensif) tentang
manajemen inovasi pembelajaran. Sementara
kontekstual, peneliti mengumpulkan,
mencatat data dengan rinci tentang konteks
manajemen inovasi penyembuhan di RSJMS
NTB.
Pembahasan
TAKS dan TR terbentuk dari dua model
terapi yang digunakan di RSJMS NTB, yang
mempunyai perbedaan pengertian akan
tetapi apabila dipadukan bisa digunakan
untuk memulihkan pasien gangguan jiwa
secara lebih efektif dan efisien karena
memadukan antara penyembuhan secara
ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu
agama yang lebih bersifat religius. (Hasil
Observasi peneliti pada pasien ruang
rehabilitasi mental dan sosial tanggal 07-mei-
2015). Adapapun saat melakukan terapi
model TAKS pasien dan terapis membuat
sebuah lingkaran dan mengedarkan bola
tenis berlawanan dengan arah jarum jam
sambil diiringi musik dimana musik berhenti
pasien maupun terapis harus berdiri dan
melakukan kegiatan sesuai dengan sesi TAKS
yang sedang berlansung, begitu selanjutnya
sampai semua pasien mendapat giliran,
musik diputar kembali sampai waktu terapis
habis dan selalu diawali dengan terapis
sebagai contoh. (Hasil Observasi peneliti pada
pasien ruang rehabilitasi mental dan sosial
tanggal 07-mei-2015).
Pada penelitian ini peneliti mencoba
memasukkan topik pembicaraan yang
bersifat religius pada saat TAKS jadi ketika
pasien mendapatkan giliran topik yang
dibicarakan saat TAKS bersifat religius untuk
dijadikan stimulus tambahan pada pasien
untuk mendongkrak tingkat kereligiusan
pasien. Berbeda dengan TR, jika TAKS
membuat lingkaran TR membentuk barisan
sambil duduk bersila mendengarkan, diawali
dengan berwudhu kemudian membaca surat
yasin setelahnya baru ada ceramah dari
terapis yang bertugas, khusus untuk TR
Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020
ISSN (2723-7354)
Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..
45
hanya dilkukan pada hari jum’at.( Hasil
Observasi peneliti pada pasien ruang
rehabilitasi mental dan sosial tanggal 08-mei-
2015). Begitulah gambaran umum mengenai
TAKS dan TR, hal ini sangat terbukti ketika
peneliti melihat lansung kejadian dilapangan
peneliti melihat, mewawancarai pasien
setelah melakukan Terapi mereka merasa
sangat senang, bahagia dan merasakan
ketenangan hati setelah melakukan terapi.
Ada 3 langkah TAKS yang dilakukan
peneliti dalam proses pemulihan pasien
gangguan jiwa karena tiga langkah ini yang
cocok dikolaborasikan dengan TR yakni
TAKS sesi 3, 4 dan 5 karena pada sesi ini
pasien dituntut untuk mampu bercakap-
cakap dengan kelompok, menyampaikan
masalah pribadi, dan mampu menyampaikan
dan membicarakan masalah pribadi, bahan
untuk TAKS adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan agama agar sesuai dengan
konteks penelitian yang peneliti akan
lakukan, untuk mengabsahkan hasil dari
penelitian ini dan proses terapi yang
berlansung berikut perinciannya :
TAKS sesi ketiga
Pada sesi ini pasien di tuntuk untuk
mampu bercakap-cakap dengan anggota
kelompok, klien yang melakukan terapi
yakni, Dayat, Nurul, Irwan, Iful, Ika, Udin
Heni, sukmin dan Dendi. ada tiga aspek
penilaian pada sesi ini :
Kemampuan verbal bertanya
Dari hasil observasi peneliti
mendapatkan bahwa kemampuan pasien
yang mengikuti TAKS dianggap bisa
menentukan topik pembicaraan yang akan
dilakukan setelah terapi dilakukan, kecuali
ibu sukmin karena beliau hanya
mendapatkan skor dua dari aspek penilaian
yang sudah ditentukan. Dayat, Nurul, Irwan,
Iful, Udin, Heni, dan Dendi dianggap sudah
mampu melakukan TAKS sesi tiga bagian a
dan bisa melanjutkan ke TAKS sesi 3 tahap
berikutnya.
Kemampuan verbal menjawab.
Semua pasien yang mengikuti terapi
dianggap mampu melakukan TAKS karena
memenuhi empat aspek yang diminta dalam
terapi dan dapat melanjutkan ke TAKS sesi
berikutnya. Walaupun Ipul saat terapi hanya
mendapat poin 3 tetapi sesuai aturan TAKS
dianggap mampu karena skornya di atas 2,
apabila aspek yang dinilai belum lengkap
pasien tidak bisa melanjutkan ke tahap
berikutnya.
Kemampuan nonverbal
Peneliti menelaah hasilnya dan sesuai
dengan kerangka teori pasien yang mengikuti
TAKS sesi tiga dianggap mampu untuk
melakukan TAKS sesi empat karena aspek
penilaian yang di minta ada pada pasien yang
mengikuti TAKS. Walaupun Sukmin saat
terapi hanya mendapat poin 3 tetapi sesuai
aturan TAKS dianggap mampu karena
skornya di atas 2, apabila aspek yang dinilai
belum lengkap pasien tidak bisa melanjutkan
ke tahap berikutnya.
Dokumentasikan kemampuan yang
dimiliki klien saat TAKS pada catatan proses
keperawatan klien. Misalnya, nilai
kemampuan verbal bertanya 2, kemampuan
verbal menjawab 2, dan kemampuan
nonverbal 2, maka catatan keperawatan
adalah klien mengikuti TAKS sesi 3 tetapi
klien belum mampu bercakap-cakap secara
verbal dan nonverbal. Dianjurkan latihan
diulang di ruangan (buat jadwal).
TAKS Sesi Keempat
Setelah pasien dianggap mampu
melakukan TAKS sesi tiga maka terapi akan
dilanjutkan ke TAKS sesi keempat yang
dimana pasien dituntut untuk mampu
menyampaikan topik pembicaraan tertentu
dengan anggota kelompok. Klien yang
melakukan terapi yakni: Dolah, Lukman, Evi,
Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020
ISSN (2723-7354)
Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..
46
Epul, Dendi, Abdi, Irwan, Udin, Dayat dan I.
Mut. Tema yang akan digunakan pada saat
TAKS sudah di tentukan sebelum TAKS
berlansung yaitu tentang religius atau agama,
tetapi pasien yang dituntut untuk mampu
menyampaikan, memilih dan memberi
pendapat topik yang diinginkan pasien untuk
dibahas. Ada empat aspek yang dinilai pada
sesi ini :
Kemampuan verbal menyampaikan topik
Peneliti menelaah hasilnya, dan sesuai
dengan kerangka teori pasien yang mengikuti
TAKS sesi empat tahap pertama dianggap
mampu untuk melakukan TAKS sesi empat
tahap berikutnya karena aspek penilaian
yang di minta ada pada pasien yang
mengikuti TAKS, walaupun saudara Irwan
dan Udin mendapt nilai 3 tetapi sesuai
dengan kerangka teori pasien dianggap
mampu melakukan TAKS tahap ini.
Kemampuan verbal memilih topik
peneliti menelaah hasilnya, dan sesuai
dengan kerangka teori pasien yang mengikuti
TAKS sesi empat tahap kedua mendapatkan
nilai yang sangat baik karena semua pasien
yang mengikuti TAKS sesi ini mendapatkan
nilai sempurna dan dianggap mampu untuk
melakukan TAKS sesi empat tahap
berikutnya karena aspek penilaian yang di
minta ada pada pasien yang mengikuti TAKS.
Kemampuan verbal memberi pendapat
peneliti menelaah hasilnya, dan sesuai
dengan kerangka teori pasien yang mengikuti
TAKS sesi empat tahap ketiga dianggap
mampu untuk melakukan TAKS sesi empat
karena aspek penilaian yang di minta ada
pada pasien yang mengikuti TAKS. Semua
pasien yang mengikuti TAKS tahap ini sangat
baik terlihat dari hasil penilaian, semua
pasien mendapatkan skor empat dari semua
aspek penilaian setelah dijumlahkan. Pasien
yang mengikuti TAKS sesi empat tahap c
dapat melanjutkan ke TAKS tahap berikutnya
dan TAKS sesi kelima, karena jika belum
mampu pada TAKS sesi dan tahap ini pasien
juga tidak akan mampu pada tahap
berikutnya.
Kemampuan nonverbal.
Pasien yang mengikuti TAKS sesi empat di
anggap mampu untuk melanjutkan ke TAKS
sesi lima karena semua pasien dianggap
sudah mampu melakukan TAKS sesi empat
dan semua aspek penilaian ada pada pasien.
Kecuali I.Mut karena pasien ini hanya
mendapatkan skor 2 dari aspek penilaian
yang diminta, di anjurkan untuk I.Mut supaya
lebih sering melakukan TAKS pada aktivitas
sehari-hari.
Dokumentasikan kemampuan yang
dimiliki klien ketika TAKS. Misalnya, nilai
kemampuan verbal menyampaikan dan
memilih topik percakapan 3, kemampuan
memberi pendapat 2, dan kemampuan
nonverbal 2, oleh karena itu catatan
keperawatan adalah klien mengikuti TAKS
sesi 4, klien mampu menyampaikan dan
memilih topik percakapan, tetapi belum
mampu memberi pendapat, secara nonverbal
juga belum mampu. Dianjurkan melatih klien
bercakap-cakap dengan topik tertentu di
ruang rawat buat jadwal khusus untuk
pasien.
TAKS sesi kelima
Pada sesi ini pasien di tuntut untuk
mampu menyampaikan dan membicarakan
masalah pribadi. Klien yang melakukan
terapi yakni Mustafa, Slamet, Mulyadi,
Hidayat, Sariadi, Abdul, Sanusi, Saeful dan
Dendi. Pada sesi ini aspek yang dinilai:
Kemampuan verval menyampaikan topik
peneliti menelaah hasilnya, dan sesuai
dengan kerangka teori pasien yang mengikuti
TAKS sesi lima tahap pertama dianggap
mampu untuk melakukan TAKS sesi lima
karena aspek penilaian yang di minta ada
pada pasien yang mengikuti TAKS. Karena
Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020
ISSN (2723-7354)
Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..
47
semua aspek penilaian yang diminta ada
pada pasien terlihat dari skor yang diraih
yakni semua pasien mendapat skor empat
berarti semua aspek penilaian ada pada diri
pasien, jadi pasien dapat melanjutkan pada
TAKS sesi 5 tahap berikutnya.
Kemampuan verbal memilih topik
peneliti menelaah hasilnya, dan sesuai
dengan kerangka teori pasien yang mengikuti
TAKS sesi lima tahap kedua dianggap mampu
untuk melakukan TAKS sesi lima karena
aspek penilaian yang di minta ada pada
pasien yang mengikuti TAKS. Sama halnya
dengan TAKS sesi 5 tahap pertama tahap
TAKS sesi 5 tahap kedua ini juga mendapat
nilai sempurna karena semua aspek
penilaian yang diminta ada pada pasien
terlihat dari skor yang diraih yakni semua
pasien mendapat skor empat berarti semua
aspek penilaian ada pada diri pasien. Jadi
semua pasien dapat melanjutkan pada TAKS
sesi 5 tahap berikutnya karena sesuai
kerangka teori pasien sudah dianggap
mampu melakukan TAKS sesi lima tahap
kedua ini.
Kemampuan verbal memberi pendapat
tentang masalah peneliti menelaah hasilnya,
dan sesuai dengan kerangka teori pasien
yang mengikuti TAKS sesi lima tahap ketiga
dianggap mampu untuk melakukan TAKS
sesi lima karena aspek penilaian yang di
minta ada pada pasien yang mengikuti TAKS.
Tiga tahap TAKS sesi kelima ini sangat baik
karena semua aspek penilaian yang diminta
ada pada pasien terlihat dari skor yang diraih
yakni semua pasien mendapat skor empat
berarti semua aspek penilaian ada pada diri
pasien.
Kemampuan nonverbal, TAKS sesi lima
ini sangat memuaskan hasilnya semua sesi
pasien selalu memdpat skor 4 karena semua
aspek penilaian ada pada pada pasien hasil
yang luar biasa untuk pasien yang mengikuti
TAKS sesi lima pada semua tahap yakni
pertama, kedua, ketiga dan terakhir yang
keempat. Dokumentasikan kemampuan yang
dimiliki klien saat TAKS pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Misalnya,
kemampuan menyampaikan masalah pribadi
yang akan dibicarakan 3, memilih dan
memberi pendapat 2, dan kemampuan
nonverbal 4, untuk itu catatan keperawatan
adalah klien mengikuti TAKS sesi 5, klien
mampu menyampaikan masalh pribadi yang
ingin dibicarakan, belum mampu memilih
dan memberi pendapat, tetapi nonverbalnya
baik. Anjurkan berlatih untuk bercakap-
cakap tentang masalah pribadi dengan
perawat dengan dan klien di ruang rawat
(buat jadwal).
Dari tiga sesi TAKS yang sudah
berlangsung semua pasien yang sudah
mengikuti TAKS dianggap sudah mampu
melakukan tiga sesi tersebut karena semua
aspek penilaian yang diminta pada saat TAKS
berlangsung pasien mampu untuk
memenuhinya dan mampu untuk
mengkolaborasikannnya dengan TR yakni
mampu menyampaikan topik yang bersifat
Religius dan mampu menyampaikan masalah
pribadi yang berkaitan dengan agama.
Sementara pada saat TR melakuan tiga
sesi juga yakni diawali dengan Berwudhu,
membaca surat yasin kemudian
mendengarkan ceramah.
Pada saat berwudhu semua pasien yang
akan melakukan terapis di tuntun cara
berwudhu yang baik dan benar sesuai
ajaran islam yang duluan didahulukan
dan yang belakangan dibelakangkan,
sampai semua pasien mendapat giliran
dan pasien laki-laki dituntun oleh terapis
laki-laki dan sebaliknya perempuan
dituntun oleh perempuan.
Pasien dibimbing untuk membaca surat
yasin sebelumnya diatur barisan agar
Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020
ISSN (2723-7354)
Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..
48
duduknya rapi dan teratur bagi pasien yang
belum bisa membaca Alqur’an diinsruksikan
untuk mendengar dan menyimak temannya,
karena pahala orang membaca dan
menyimak sama.
Yang terakhir yakni mendengarkan
siraman rohani dari terapis yang isi
ceramahnya mengenai masalah-masalah
yang diderita pasien atau penyebab pasien
bisa menjadi stres kemudian gila. Kemudian
pasien diinstruksikan untuk tidak
mengulangi hal itu lagi. (Hasil Observasi pada
pasien yang melakukaan TAKS. Tanggal 8-
mei- 2015).
Hasil dari observasi model TAKS dan TR
yakni semua kegiatan berjalan lancar dengan
hasilnya pasien membaik dari kondisi
sebelumnya ini terbukti dari hasil
dokumentasi di atas semua pasien di Ruang
rehabilitasi Mental dan Sosial dianggap
mampu melakukan tiga sesi TAKS di
kolaborasikan dengan TR. Kemudian untuk
TR pada saat penelitian ini tidak ada masalah
dan berjalan dengan baik sesuai dengan
instruksi yang di berikan dan aturan dalam
kedua terapi ini. Dampak langsung yang
timbul pada pasien adalah yang tadi mulanya
suka murung atau melamun, sedih, pemalu
setelah TAKS dan TR tidak lagi dikarenakan
dia merasa sangat senang dan hatinya tenang
setelah melakukan terapi. Dari hasil model
kolaborasi, implikasi yang peneliti dapatkan
adalah kedua model terapi ini sangat baik
dan hasilnya sangat memuaskan, terlihat dari
pasien yang melakukan terapis setelah
melakukannya terlihat raut wajah bahagia,
gembira dan ceria pada pasien.
Untuk pasien gangguan jiwa itu sudah
lebih dari cukup untuk kesembuhannya dan
sudah boleh dirujuk untuk pulang, tinggal
kontrol keluarga di rumah karena untuk
sembuh total pasien sangat sulit jikalau
kontrol keluarga di rumah kurang. Selama
penelitian peneliti sudah melakukan
observasi kepada petugas dan pasien di
lokasi dari hasil dokumentasi model TAKS
dan TR peneliti dapat melihat dampak
langsung pada pasien yakni pasien mampu
melakukan TAKS sesi tiga ini dengan baik.
Peneliti melakukan wawancara dengan
petugas di ruang rehabilitasi mental dan
sosial menanyakan tujuan TAKS ini berikut
pendapat salah seorang petugas disana :
“TAKS ini adalah salah satu stimulus
pasien untuk menuju ketenangan diri, merasa
senang, dan menghilangkan pikiran-pikiran
yang tidak baik untuk diri sendiri dan orang
lain”.
Dendi salah seorang pasien dari hasil
wawancara dengannya setelah melakukan
TAKS menyatakan :
“Setelah melakukan TAKS saya merasa
sangat senang karena saya bisa menenangkan
pikiran saya menenangkan diri dan dapat
bermain” Dendi (penerima manfaat).
Wawancara lainnya peneliti lakukan
pada sabdi, Senada dengan Dendi, Sabdi juga
menyatakan :
“ Setelah melakukan TAKS saya merasa
sangat senang karena saya bisa menenangkan
pikiran saya menenangkan diri dan dapat
bermain akan tetapi dia menambahkan selain
senang disini petugasnya ramah pokonya saya
senag sekali.” Sabdi (penerima manfaat)
Wawancara pada pasien juga peneliti
lakukan pada dayat dia menyatakan tidak
jauh berbeda dengan Dendi dan Sabdi :
“Saya bisa berceramah ketika memberi
pendapat tentang masalah” Dayat (penerima
manfaat).
Dari data dokumentasi rata-rata pasien
mampu melakukakn TAKS sesi sesi 3, 4 dan 5
jadi kesimpulannya setelah melihat data
dokumentasi dan wawancara pasien mampu
melakukan TAKS sesi ini dan kesembuhan
pasien disana sudah mulai memulih. Tinggal
Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020
ISSN (2723-7354)
Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..
49
dilakukan beberapa tahan pemulihan
sehingga pasien dapat pulih. Begitu juga
dengan TR pasien dianggap mampu untuk
melakukan semua tahan terapi religius yang
diberikan oleh petugas terapis semua itu
terlihat dari tingkah laku pasien ketika
terapis. Orang yang mengaku beragama dan
konsekuen terhadap pengakuannya memiliki
keterikatan pikiran dan emosi dengan
keyakinan atau agama beserta aturan-
aturan/syariat yang ada di dalamnya.
Terdapat tiga ranah utama yang dapat
diamati pada orang beragama menurut
pandangan Islam, yaitu: Iman, Islam, dan
Pengamalan agama yang benar dalam
kehidupan sehari-hari.Sementara itu.
Oleh karena itu, orang yang merasa
dirinya dekat dengan Tuhan, diharapkan
akan timbul rasa tenang dan aman, yang
merupakan salah satu ciri sehat
mental. Terkait dengan manfaat kesehatan
mental dari religiusitas, ada beberapa
mekanisme keagamaan untuk mempengaruhi
kesehatan antara lain:
“Mengatur pola hidup individu dengan
kebiasaan hidup sehat, memperbaiki persepsi
ke arah positif, memiliki cara penyelesaian
masalah yang spesifik, mengembangkan emosi
positif, mendorong kepada kondisi yang lebih
sehat”.
Orang dengan komitmen agama yang
tinggi akan meningkatkan kualitas ketahanan
mentalnya. Juga mereka mampu
mempercepat penyembuhan ketika sakit
karena mereka mampu meningkatkan
potensi diri serta mampu bersikap tabah dan
ikhlas dalam menghadapi musibah. Peneliti
mendapatkan bukti dalam penelitian, bahwa
mereka yang memiliki skor religiusitas tinggi
ternyata menunjukkan rasa tanggung jawab
yang tinggi. Seperti hasil wawancara dengan
petugas di bawah ini :
“Umumnya para penganut agama akan
melakukan kegiatan ibadah atau kegiatan
sosial lainnya secara bersama-sama. Dan
kegiatan bersama seperti ini dilakukan secara
berulang-ulang, sehingga dapat menimbulkan
rasa kebersamaan dan meningkatkan
solidaritas antar pasien.”
Berikut uraian mengenai TR sesuai
dengan hasil wawancra, observasi dan
dokumentasi terhadap semua pasien baik itu
TAKS maupun TR, semua data yang peneliti
buat adalah kisah nyata di lapangan dan
sesuai dengan teori yang digunakan peneliti.
Kesimpulan
Dari semua kegiatan penelitian yang
peneliti lakukan dari awal hal-hal yang dapat
disimpulkan adalah :
Proses penyembuhan pasien gangguan
jiwa model kolaborasi TAKS dan TR cocok.
untuk proses penyembuhan pasien gangguan
jiwa di ruang rehabilitasi mental dan sosial
RSJMS, karena dampak positif sangat terlihat
pada pasien yang melakukan TAKS dan TR.
Pada tahap TAKS petugas terapis melakukan
usaha untuk menyembuhkan pasien dengan
metode kedokteran dan pada prosen Terapi
Religius petugas melakukan Doa (TAKS
sebagai ilmu kejiwaan dan Terapi Religius
sebagai ilmu agama),
Implikasi model TAKS dan TR sangat
terlihat positif ketika pasien selesai
melakukan terapi mereka sangat terlihat
gembira, ceria dan bahagia. Dua model
metode ini sangat terbukti bagus dan efisien
karena setiap pasien yang ditanya setelah
melakukan kedua metode ini menyatakan
sangat senang dan tenang setelah melakukan
terapi.
Hasil yang didapatkan setelah
melakukan penelitian ini adalah metode
TAKS dan Terapi Religius efektif digunakan
dalam proses pemulihan pasien sakit jiwa di
Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020
ISSN (2723-7354)
Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..
50
Ruang Rehabilitasi Mental dan Sosial di
Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma.
DAFTAR PUSTAKA
Anna, B. K. & Akemat. 2004.
Keperawatan Jiwa Terapi
Aktifitas Kelompok. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.
Anna, B. K. Dkk. 2005. Proses
Keperawatan Kesehatan Jiwa
Edisi 2. Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran.
Basyir, A. S. 1993. Alqur’an dan
Pembinaan Budaya, Dialog dan
Transformasi. Yogyakarta:
Lembaga Study Filsafat Ilmu.
Corey, G. 2005. Theory and Practice of
Conceling and Psychoteraphy.
E. Koswara, Trans. Bandung:
PT Refika Aditama.
Erford, B. T, 2016. 40 teknik yang
harus diketahui setiap konselor
(2nd ed.). S. M. Helly Prajitno
Soetjipto, Trans. Yogyakarta:
Putaka Pelajar.
Fahrudin, A. 2012. Pengantar
Kesejahteraan Sosial. Bandung: Refika
Aditama.
Foucault, M. 2002. Kegilaan dan
Peradaban, Madness and
Civilizaton. Yogyakarta: Icon
Teralitera, 2002.
Haryanto S. 2007. Psikologi Shalat
Kajian Aspek-aspek Ibadah
Shalat. Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2007.
http://www.rsdurensawit.go.id/index
.php/layanan/12-artikel/7-
terapi-spiritual-gangguan-jiwa.
Di akses pada hari sabtu16Mei
2015. Jam 21.00 Wita.
http://www.rsdurensawit.go.id/index
.php/layanan/12-artikel/7-
terapi-spiritual-gangguan-jiwa.
Di akses pada hari sabtu16Mei
2015. Jam 21.00 Wita.
http://www.rsdurensawit.go.id/index
.php/layanan/12-artikel/7-
terapi-spiritual-gangguan-jiwa.
Di akses pada hari sabtu16Mei
2015. Jam 21.00 Wita.
https://qurandansunnah.wordpress.c
om/2009/10/12/tata-cara-
pengobatan-rasulullah-
shallallahu%E2%80%98alaihi-
wassalam/.Di akses pada hari
sabtu16 Mei 2015. Jam 21.00
Wita
Huda, M. 2009. Pekerjaan Sosial dan
Kesejahteraan Sosial, Sebuah
Pengantar. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
James Midgley, 2005. Pembangunan
Sosial Perspektif Pembangunan
Dalam Kesejahteraan Sosial,
Jakarta: Ditperta Islam Depag
RI.
Lexi, J. M. 2010 Metodologi Penelitian
Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mattson, I. 2013. Ulumul Qur’an
Zaman Kita,Pengantar Untuk
Memahami Konteks, Kisah dan
Sejarah Al-Qur’an Jakarta:
Blackwell Publising.
Mulyadi, M. 2012. Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif: Serta
Praktek Kombinasinya dalam
Penelitian Sosial, Jakarta:
Publica Institute.
Najib, A. 2016. Integrasi Pekerjaan
sosial: Pengembangan
Masyarakat dan Pemberdayaan
Masyaraka Tinjauan Aksi Sosial
Menuju Pembangunan Dan
Al-Asfar, Volume 1 No. 2 Desember 2020
ISSN (2723-7354)
Ahlul Firdaus, Model Kolaborasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (Taks)..
51
Perubahan Sosial. Yogyakarta:
Semesta Ilmu.
Nelson, J. R. 2006. Theory and Practice
of Counseling and Therapy
(4nd ed.). H. P. Soetjipto, Trans.
Thousand Oaks, California,
USA: Sage Publication.
Rahardjo, M. 2012. Perbandingan
Paradigma Kualitatif dan
Kuantitatif. Materi Kuliah
Metodelogi Penelitian PPs UIN
Maliki Malang.
Soemoto, 2015. Masalah Sosial dan
Upaya Pemecahannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugioyono, 2009. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Syari’ati, A. 2011. Doa Tangisan dan
Perlawanan. Yogyakarta: Rausyanfikr
Institute.
Recommended