View
232
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARAKEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI
PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DAN NUSA TENGGARA BARAT
KUPANG, 4 JUNI 2015
POKOK BAHASAN
I. PENATAAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN (IUP)
II. OPTIMALISASI PNBP SDA MINERAL DAN BATUBARA
III. PENGAWASAN PRODUKSI DAN PENJUALAN
IV. PROGRES HILIRISASI (PELAKSANAAN UU NO. 4/2009)
V. PENGAWASAN LINGKUNGAN
VI. KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUAN DAN NON
LOGAM
VII. TINDAKLANJUT PENGELOLAAN PERTAMBANGAN PASCA UU NO.
23/2014 DAN PASCA KORSUP KPK
VIII. TANTANGAN DAN UPAYA TEROBOSAN
IX. PENUTUP
2
I. PENATAAN IUP(1) REKAPITULASI IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA NASIONAL
STATUSSEBELUM KORSUP SESUDAH KORSUP
MINERAL BATUBARA JUMLAH MINERAL BATUBARA JUMLAH
CNC 3.580 2.461 6.041 3.666 2.421 6,087
NON CNC 3.416 1.461 4.877 3.132 1.211 4,343
TOTAL 6.996 3.922 10.918 6.798 3.632 10,430
Per 29 MEI 2015
Selisih angka sebelum dan sesudah korsup karena adanya
1. SK pencabutan maupun pengakhiran dari Pemerintah Daerah
2. Penambahan data dari rekomendasi Pemerintah Daerah
PEMROSESAN IUP NON CNC (yang diserahkan ke Provinsi)
4.877 Diserahkan
1.601
Batubara
358 IUP
Rekomendasi
261
CNC
100 Calon
CNC XVI
97
NON CNC
1.243 BelumRekomendasi
3.276
Mineral
803
Rekomendasi
574
CNC
283 Calon
CNC XVI
229
NON CNC
2.473 BelumRekomendasi
Permasalahan IUP non CNC yang telah di rekomendasi Provinsi
1. Tumpang tindih sama komoditas
2. Belum melampirkan SK terbaru sesuai dengan rekomendasi sehingga tidak bisa cek wilayah
3. IUP rekomendasi tidak ada dalam database dan tidak ada dalam Rekon I/Rekon II
4. Masuk Hutan Konservasi/WPN
PEMROSESAN IUP NON CNC
REKOMENDASI PROVINSI NTB & NTT
Permasalahan IUP non CNC yang telah di rekomendasi Provinsi
1. Tumpang tindih sama komoditas
2. Belum melampirkan SK terbaru sesuai dengan rekomendasi sehingga tidak bisa cek wilayah
3. IUP rekomendasi tidak ada dalam database dan tidak ada dalam Rekon I/Rekon II
4. Masuk Hutan Konservasi/WPN
5. Lampiran Peta dan Lampiran Koordinat pada SK tidak sama
287
diserahkan
NTB
116 IUP
5 IUP Mineral
4 CNC
2 calon CNC XVI
1 non CNC
111 belum direkomendasi
NTT
171 IUP
19 IUP Mineral
14 CNC
7 calon CNC XVI
5 non CNC
152 belum direkomendasi
I. PENATAAN IUP(2a) REKAPITULASI IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT
SEBELUM KORSUP
PROVINSI
CNC NON CNCSUB TOTAL
TOTALMINERAL BATUBARA TOTAL MINERAL BATUBARA TOTAL
MINERAL BATUBARA
NTT 134 0 134 171 1 172 305 1 306
NTB 34 0 34 116 0 116 150 0 150
TOTAL 168 0 168 287 1 288 455 1 456
I. PENATAAN IUP(2b) REKAPITULASI IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT
SESUDAH KORSUP
Per 29 Mei 2015
PROVINSI
CNC NON CNCSUB TOTAL
TOTALMINERAL BATUBARA TOTAL MINERAL BATUBARA TOTAL
MINERAL BATUBARA
NTT 139 0 139 167 1 168 306 1 307
NTB 37 0 37 113 0 113 150 0 150
TOTAL 176 0 176 280 1 281 456 1 457
I. PENATAAN IUP(2c) REKAPITULASI IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT
SESUDAH KORSUP (RINCIAN PER KOMODITAS)
Per 29 Mei 2015
PROVINSIJUMLAHIUP/KP
CNCTOTAL CNC
NON CNC TOTAL NON CNCLOGAM
NON LOGAM
BATUAN BATUBARA LOGAMNON
LOGAMBATUAN BATUBARA
NTT 307 119 7 13 0 139 154 0 13 1 168
NTB 150 36 0 1 0 37 33 20 60 0 113
TOTAL 457 155 7 14 0 176 187 20 73 1 281
I. PENATAAN IUP(3) PENCABUTAN IUP WILAYAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT
NO PROVINSI KABUPATEN/KOTA
JUMLAH SK
PENCABUTAN
1 NTT - 0
2 NTB LOMBOK BARAT 5*
Per 19 Mei 2015 - SESUDAH KORSUP
*Data yang masuk DBM
I. PENATAAN IUP(4) PEMUTAKHIRAN DATA MINERBA ONE MAP INDONESIA DENGAN
KEMENTERIAN/LEMBAGA
I. PENATAAN IUP(5) PEMERINTAH DAERAH DAN KEMENTERIAN/LEMBAGA YANG TELAH MENDAPATKAN AKSES MOMI
(Per 29 Mei 2015)
I. PENATAAN IUP(6) MATRIKULASI LAPORAN KORSUP KPK OLEH GUBERNUR
(Per 29 Mei 2015)
No Provinsi SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN KORSUP KPK
1 NTT BELUM ADA PENYAMPAIAN LAPORAN
2 NTB
PERIHAL : PENYAMPAIAN LAPORAN TAHAP -1 KEGIATAN KOORDINASI DAN
SUPERVISI ATAS PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI
PROVINSI NTB
1
3
NO TINDAK LANJUT WAKTU
1.Diserahkan kepada Gubernur untuk evaluasi administrasi dan Wilayah (PNBP masih dievaluasi Pusat)
Mei-Desember 2014
2. Koordinasi dan Supervisi bersama KPK-RI di 34 Provinsi dan Kab/Kota :
• Monitoring dan evaluasi tindak lanjut koordinasi dan supervisi denganKPK di 12 Provinsi
6, 20 dan 27 November 2014
• Koordinasi dan supervisi dengan KPK atas pelaksanaan penataan IUP di19 Provinsi
3-4 Desember 2014
• Monitoring dan evaluasi tindak lanjut koordinasi dan supervisi denganKPK di 19 Provinsi
Maret-Juni 2015
3. Batas akhir penyelesaian penataan IUP, disarankan wilayah eks IUP Non CNCditetapkan menjadi Wilayah Pencadangan Negara (WPN) atau Wilayah UsahaPertambangan (WUP) diperlukan revisi Permen 02 tahun 2013 tentangPengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambanganyang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kotaDan surat edaran terkait CnC dan koordinasi dengan kementerian terkaityang mensyaratkan CnC di dalam perijinannya
Juni 2015
• Hingga 29 Mei 2015 terdapat 4.343 IUP non CnC atau sejumlah 41,63% dari total IUP 10.430, hal ini menunjukkan masih lemahnya tata kelola perizinanpertambangan di Indonesia.
• Perlu ketegasan untuk penetapan status IUP yang sampai saat ini belum CnC.
I. PENATAAN IUP(7) TINDAKLANJUT PENATAAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN NON CNC
II. OPTIMALISASI PNBP PERTAMBANGAN MINERBA(1) REALISASI DAN RENCANA PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) SDA
MINERAL DAN BATUBARA
NO. PROVINSI
JUMLAH IUPMINERALLOGAM &
BATUBARA
SEBELUM KORSUP SETELAH KORSUP
IURAN TETAP ROYALTI JUMLAH IURAN TETAP ROYALTI JUMLAH
1 NTT 27413.439.376.491 22.005.230
13.461.381.721 17.632.050.789 22.005.230 17.654.056.019
2 NTB 6922.581.522.818 925.381.780
23.506.904.598 22.581.522.818 925.381.780 23.506.904.598
JUMLAH 34336.020.899.309 947.387.010
36.968.286.319 40.213.573.607 947.387.010 41.160.960.617
II. OPTIMALISASI PNBP PERTAMBANGAN MINERBA(2) REKAPITULASI PIUTANG NEGARA DARI PEMEGANG IUP
DI WILAYAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT
Per 29 Mei 2015
II. OPTIMALISASI PNBP PERTAMBANGAN MINERBA(3.a) TINDAKLANJUT OPTIMALISASI PENINGKATAN PNBP SDA MINERAL DAN BATUBARA
1. Peningkatan tarif iuran produksi (royalti) mineral dan batubara:
a. Untuk Kontrak Karya (mineral) tarif pembayaran royalti disesuaikan dengan PP No 9 Tahun 2012
berubah dari tembaga 3,75%; emas 1%; dan perak 1% meningkat menjadi tembaga 4%; Emas 3,75%;
dan perak 3,25%.
b. Royalti nickel matte dari semula 0,9% menjadi 2% dan logam nikel dari semula 0,7% menjadi 1,5%, Tarif
royalti akan ditingkatkan sejalan dengan peningkatan harga logam.
c. Rencana peningkatan royalti batubara yang berasal dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) berdasarkan
kualitas batubara yang dihasilkan dan metode penambangannya:
− Tambang bawah tanah: untuk kalori di bawah 5.100 k.kl/kg semula 3% menjadi 5%, batubara 5.100
– 6.100 k.kal/kg semula 5% menjadi 7% dan batubara di atas 6.100 k.kal/kg semula 7% menjadi 9%.
− Tambang permukaan: untuk kalori di bawah 5.100 k.kl/kg semula 3% menjadi 7%, batubara 5.100 –
6.100 k.kal/kg semula 5% menjadi 9% dan batubara di atas 6.100 k.kal/kg semula 7% menjadi 13,5%.
2. Peningkatan nilai tambah mineral dan batubara, yang akan meningkatkan harga jual, royalti dikenakan
kepada hasil pemurnian.
3.1. Peningkatan Royalti
II. OPTIMALISASI PNBP PERTAMBANGAN MINERBA(3.b) TINDAKLANJUT OPTIMALISASI PENINGKATAN PNBP SDA MINERAL DAN BATUBARA
1. Penetapan harga batubara acuan dan harga patokan mineral. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya
transfer of pricing.
2. Peningkatan kerjasama dengan Instansi terkait (Pemda, BPKP, BPK, Kemendag, Kemenkeu).
a. Audit Kewajiban PNBP SDA Pertambangan Umum (Tim OPN-BPKP, BPK, Itjen-KESDM)
b. Rekonsiliasi produksi, penjualan dan PNBP IUP Mineral dan Batubara
c. Kerjasama informasi data ekspor Mineral dan Batubara dengan Kemendag, Kemenhub dan Ditjen Bea dan
Cukai Kemenkeu
3. Pengendalian produksi dan pengaturan tata niaga mineral dan batubara:
a. Mengatur pasokan mineral dan batubara di pasar internasional untuk mempertahankan harga jual yang
kompetitif;
b. Inisiasi pembentukan bursa komoditas mineral dan batubara (contoh Inatin untuk bursa komoditas timah).
4. Penerapan Tata Cara Penyetoran Kewajiban PNBP dibayar di depan sebelum melakukan pengapalan.
Pembayaran yang dilakukan selama ini adalah 1 bulan setelah pengapalan.
5. Terintegrasinya Sistem Informasi Mineral dan Batubara secara Nasional (Pemda Provinsi/Kabupaten/Walikota
dan seluruh instansi terkait).
6. Penataan Pelabuhan Induk Penjualan Batubara.
7. Penataan Fungsi Surveyor.
8. Pemberian sanksi berupa penghentian pengapalan dan pencabutan izin bagi perusahaan yang masih
mempunyai tunggakan kewajiban PNBP.
3.2. Perbaikan Tata Kelola
III. PENGAWASAN PRODUKSI DAN PENJUALAN(1) TATA NIAGA EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
Mineral Batubara
Rekomendasi ET Rekomendasi PE Rekomendasi ET
KK 11 KK 2 PKP2B 40
IUP OP 71 IUP OP 3 IUP OP 206
IUP OPK 16 IUP OPK 1 IUP OPK 63
IUI - IUI 1
JUMLAH 98 JUMLAH 7 JUMLAH 309
• Rekomendasi ET dan PE pada komoditas mineral diberlakukan untukperbaikan “data base” ekspor serta fokus kepada hilirisasi
• Rekomendasi ET Batubara diberlakukan selain untuk sinkronisasi “singledatabase” jumlah produksi batubara juga untuk menekan kebocoranpenerimaan negara akibat ekspor yang tidak tercatat.
Status 28 MEI 2015
1
9
PENCABUTAN IUP OPK DAPAT DILIHAT DI
www.minerba.esdm.go.id
1. SK Menteri ESDM No. 666.K/30/DJB/2015 tgl 30 April 2015 tentang Persetujuan Penunjukkan dan
Penetapan PT. Surveyor Indonesia sebagai Surveyor Pemerintah (Witness Surveyor); SK Menteri
ESDM No. 668.K/30/DJB//2015 tgl 30 April 2015 tentang Persetujuan Penunjukkan dan Penetapan
Puslitbang Tekmira sebagai Surveyor Pemerintah (Witness Surveyor); SK Menteri ESDM No.
669.K/30/DJB//2015 tgl 30 April 2015 tentang Tim Counterpart Terkait Kegiatan Verifikasi Analisa
Kualitas dan Kuantitas penjualan Batubara serta Kegiatan Witness Surveyor.
2. Sampai saat ini telah ditetapkan 6 (enam) perusahaan surveyor yaitu : PT Sucofindo, PT
Geoservices, PT Surveyor Indonesia, PT Carsurin, PT Anindya Wira Putra Konsult dan PT. Surveyor
Carbon Consulting Indonesia sesuai keputusan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara No. 1029-
1052 K/30/DJB/2014.
3. Telah terbit Peraturan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara No. 665.K/30/DJB/2015 tanggal 30
April 2015 Tentang Tata Cara Penunjukan dan Penetapan Surveyor Pelaksana (Superintending
Surveyor) dan Surveyor Pemerintah (Witness Surveyor) dalam Verifikasi Kegiatan Penjualan
Batubara.
III. PENGAWASAN PRODUKSI DAN PENJUALAN(2) TINDAKLANJUT PENGAWASAN PRODUKSI SEBAGAI BAGIAN DARI RENAKSI KPK
Sumber data : Kementerian Perindustrian
PETA PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN INDUSTRIIV. PROGRES HILIRISASI (PELAKSANAAN UU NO. 4/2009)(1) PETA PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN INDUSTRI
IV. PROGRES HILIRISASI (PELAKSANAAN UU NO. 4/2009)(2) SEBARAN FASILITAS PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN WILAYAH PROVINSI NUSA TENGGARA
TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT
Terdapat rencana pembangunan 1 fasilitas pengolahan dan pemurnian
untuk komoditas Mangan
PT. Asia Mangan
2
3
NO TINDAK LANJUT TARGET WAKTU
1. Verifikasi perkembangan pembangunan fasilitas pemurniankepada IUP yang telah berkomitmen membangun denganmelibatkan tim independen (akademisi, litbang, LIPI, BPPT)berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Nomor240.K/73.07/DJB/2014
Per semester
2. Menindaklanjuti hasil koordinasi dengan KementerianKeuangan.
Semester kedua2015
3. Melanjutkan harmonisasi perizinan (IUP Operasi Produksikhusus Pengolahan Pemurnian v.s. Izin Usaha Industri) KESDMdan Kemenperin yang difasilitasi Kemenko Perekonomian
Semester kedua2015
1. PERLU KEBIJAKAN DALAM HAL PENETAPAN BATAS WAKTU KEWAJIBAN PELAKSANAAN PNT MINERAL BAGI IUP
2. PERLU DUKUNGAN KONKRIT KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR, ENERGI DAN PEMBIAYAAN
IV. PROGRES HILIRISASI (PELAKSANAAN UU NO. 4/2009)(3) TINDAKLANJUT PENINGKATAN NILAI TAMBAH (PNT)
V. PENGAWASAN LINGKUNGANJAMINAN REKLAMASI DAN PASCATAMBANG
NO PROVINSIJUMLAH
IUP
SEBELUM KORSUP SESUDAH KORSUP
JAMREK PASCA TAMBANG JAMREK DAN PASCA TAMBANG
1 NTT 307 13 0 6 Surat Tindak Lanjut
2 NTB 150 0 0 0
STATUS 28 Mei 2015
1. IUP diberikan melalui tahapan : (Pasal 7 PP No. 23/2010)a. pemberian WIUP; danb. pemberian IUP
2. WIUP mineral bukan logam dan batuan diperoleh dengan caramengajukan permohonan wilayah. (Pasal 8 ayat (4) PP No. 23/2010)
3. Untuk mendapatkan WIUP mineral bukan logam atau batuan, badanusaha, koperasi, atau perseorangan mengajukan permohonan wilayahkepada Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangan.
4. Sebelum memberikan WIUP mineral bukan logam atau batuan makaMenteri dan gubernur harus mendapatkan rekomendasi darigubernur dan/atau bupati walikota terlebih dahulu (kecuali untukwilayah laut) paling lama 5 (lima) hari kerja.
VI. KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN
MINERAL BATUAN DAN NON LOGAM (1)
Pasal 18 ayat (2) Permen ESDM No. 12 Tahun 2011
Gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelummenerbitkan peta WIUP mineral bukan logam atau WIUP batuan, wajibberkoordinasi dengan Menteri apabila:
a) tumpang tindih dengan WIUP mineral logam dan/atau WIUP batubara yangtelah ditetapkan oleh Menteri untuk dilelang;
b) tumpang tindih dengan WIUP mineral logam dan/atau WIUP batubara yangtelah diberikan kepada pemegang IUP mineral logam atau batubara;
c) berada dalam WUP mineral bukan logam atau WUP batuan yang tumpangtindih dengan WUP mineral radioaktif, WUP mineral logam, dan/atau WUPbatubara.
Pasal 4 ayat (2) huruf a s/d d Permen ESDM No. 2 Tahun 2013
permohonan WIUP yg tumpang tindih dengan WIUP mineral logam/batubara hanyadapat dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Direktur Jenderal.
permohonan WIUP yg tumpang tindih dengan WIUP mineral logam/batubaraeksisting hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan pertimbangan daripemegang IUP eksisting berdasarkan kesepakatan pemanfaatan lahan bersama.
VI. KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN
MINERAL BATUAN DAN NON LOGAM (2)
Hal-hal yang Perlu diperhatikan dalam Penerbitan IUP Batuan dan Non Logam
Dalam WIUP mineral bukan logam dan batuan tumpang tindih dengan WIUP logam dan batubara wajib mendapatkan rekomendasi dari Dirjen Minerba sesuai ketentuan Permen ESDM No. 12 Tahun 2011 dan persetujuan penggunaan lahan bersama dari IUP pertama
Dalam hal WIUP berada di dalam kawasan hutan maka harus berkonsultasi dengan Kementerian Kehutanan
Dalam hal penerbitan peta WIUP harus berpedoman pada peta dasar dan sistem koordinat dari Badan Informasi Geospasial
Melakukan ketentuan tentang kewajiban pembayaran biaya pencadangan WIUP mineral bukan logam dan batuan (untuk tarif digunakan minimum 5 Ha meskipun wilayah kurang dari 5 Ha).
Melakukan ketentuan tentang kewajiban pembayaran jaminan kesungguhan sesuai ketentuan Kepmen PE No. 135.K/201/M.PE/1996
Setelah menerbitkan WIUP dan/atau IUP batuan dan mineral bukan logam harus disampaikan kepada Ditjen Minerba untuk diupdate dalam database IUP Ditjen Minerba.
VI. KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN
MINERAL BATUAN DAN NON LOGAM (3)
Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang pertambangan mineral dan batubara dibagi antara
pemerintah pusat dan provinsi, urusan pemerintahan bidang mineral dan batubara tidak lagi
menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota sejak 2 Oktober 2014 yang diperjelas dengan SE
Mendagri No.120/253/SJ tanggal 16 Januari 2015 dan Edaran Menteri ESDM No. 04.E/30/DJB/2015
tanggal 30 April 2015
Kewenangan Pusat:1. Penerbitan IUP Mineral logam, batubara, mineral bukan logam dan batuan pada :
a. Wil Izin Usaha Pertambangan yg berada pada wil lintas daerah lintas Provinsib. Wil Izin Usaha Pertambangan yg berbatasan langsung dgn neg lain danc. Wil laut lbh dari 12 mil.
2. Penerbitan Izin UsahaPertambangan dlm rangka PMA.3. Pemberian Izin Usaha pertambangan khusus mineral dan batu bara.
Kewenangan Provinsi:1. Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral logam, bkn logam ,batu bara dan batuan dlm
rangka PMDN pd WIUP Daerah yg berada dlm 1 Daerah Prov termasuk wil laut sd 12 mil laut.2. Penerbitan Izin Pertambangan rakyat utk komoditas mineral logam, batubara, mineral bkn
logam dan batuan dlm wil pertambangan rakyat.
Kab/Kota : Tidak ada kewenangan pertambangan (perlu penempatan/mutasi pegawai)
VII. TINDAKLANJUT PENGELOLAAN PERTAMBANGAN PASCA UU NO. 23/2014(1) KEWENANGAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERBA
1. Meminta Gubernur dan Bupati untuk melaksanakan SE Menteri ESDM No.
04.E/30/DJB/2015 antara lain :
a) Meminta Bupati/Walikota segera menyerahterimakan dokumen perizinan IUP yang
ada di Kabupaten/Kota kepada Gubernur sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014;
b) Meminta Gubernur memproses permohonan perizinan mineral bukan logam dan
batuan termasuk pemrosesan peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi
Produksi, perpanjangan IUP, termasuk penetapan WPR dan penerbitan IPR;
c) Meminta Gubernur untuk mencabut IUP Non CNC yang tidak memenuhi kewajiban,
Pemerintah Pusat akan mengeluarkan kebijakan terkait dengan tindak lanjut ini;
d) Dalam masa transisi meminta Kadis ESDM Provinsi secara ex oficio selaku kepala
inspektur tambang Provinsi untuk melaksanakan kegiatan pengawasan terhadap
pemegang IUP yang berada dalam satu Provinsi.
2. Meminta Kadis ESDM Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk melaksanakan surat Sekjen
Kementerian ESDM No. 3815/70/SJN.P/2015 tgl 25 Mei 2015 perihal data inspektur
tambang dan jajak minat menjadi inspektur tambang.
VII. TINDAKLANJUT PENGELOLAAN PERTAMBANGAN PASCA UU NO. 23/2014DAN TINDAKLANJUT PASCA PENATAAN IUP
3. Penyerahan pengelolaan IUP PMA dan IUP BUMN dari Bupati/Walikota/Gubernur
kepada Menteri, berikut dokumen pendukung (sesuai Edaran Menteri ESDM No.
01.E/30/DJB/2015 dan 02..E/30/DJB/2015 tanggal 07 April 2015)
4. Pemerintah Provinsi membentuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan payung
hukum perizinan untuk mempermudah perizinan pasca UU No. 23/2014 dengan tetap
melibatkan Pemerintah Kab/Kota.
5. Gubernur dapat membentuk UPTD di kabupaten/kota untuk pelayanan yang lebih efektif
dan efisien.
6. Gubernur mulai mengembangkan dan memperkuat database pertambangan minerba
dan selalu koordinasi dengan Pusat dalam rangka rekonsiliasi data IUP
7. Meminta Kementerian Dalam Negeri untuk menyelesaikan permasalahan batas wilayah
administrasi kabupaten/kota.
8. Bupati/Walikota tetap bertanggung jawab untuk menagih dan memberikan peringatan
kepada pemegang IUP yang tidak melaksanakan kewajiban pelunasan PNBP sebelum
Gubernur mencabut IUP
VII. TINDAKLANJUT PENGELOLAAN PERTAMBANGAN PASCA UU NO. 23/2014DAN TINDAKLANJUT PASCA PENATAAN IUP
NO TANTANGAN UPAYA TEROBOSAN
1. Koordinasi Pusat dan Daerah
sebagai tindak lanjut
UU No 23/2014
Revisi UU No 4/2009 beserta peraturan pelaksananya
Provinsi harus membentuk pelayanan yang mudah dan
aman bagi penerbitan IUP di Provinsi dengan
melibatkan kabupaten/kota
2. Peningkatan kualitas pelayanan
publik
a. Membentuk Unit Pelaksana Teknis yang khusus
menangani Pelayanan Terpadu Satu Pintu
b. Meminta dukungan Menteri ESDM untuk melakukan
harmonisasi pelayanan publik (reformasi perizinan)
dengan sektor lain, terutama dengan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (contoh Izin Pinjam
Pakai Kawasan Hutan agar jangka waktu penerbitan izin
dapat di atur)
c. Pembayaran PNBP secara online
3. Pemberianm C&C untuk IUP yang
terbit setelah WP
Tidak perlu sertifikat C&C namun perlu dibuat aturan yang
mendasari supaya mempunyai kekuatan hukum dan
menjadi dasar bagi instansi lain dalam pemberian syarat
terhadap suatu perizinan
VIII. TANTANGAN DAN UPAYA TEROBOSAN
• Penyelesaian penataan IUP untuk 19 provinsi (Korsupwas KPK II)
selesai paling lambat Juni 2015
• Pemerintah akan menerbitkan kebijakan terkait dengan
penyelesaian IUP Non CNC berdasarkan hasil Korsupwas KPK
• Apabila wilayah eks IUP Non CNC dicabut, akan ditetapkan menjadi
Wilayah Pencadangan Negara (WPN) atau Wilayah Usaha
Pertambangan (WUP).
3
2
IX. PENUTUP
Nota Kesepakatan Rencana Aksi Bersamatentang Gerakan Nasional Penyelamatan SDA Indonesia
20 Kementerian, 7 Lembaga dan 34 ProvinsiJakarta, 19 Maret 2015
www.minerba.esdm.go.id
Recommended