View
24
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
bph
Citation preview
HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA
I Nyoman Gde Danu Kumara* Tri Endah**
ABSTRAK
Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia
kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar
prostat nonkanker. BPH adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Hiperplasi prostat
adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, secara umum pada pria lebih dari 50 tahun,
yang menyebabkan obstruksi uretra dan pembiasan aliran urinarius. Prostatektomy merupakan
tindakan pembedahan segian atau seluruh prostate, bertujuan untuk memeperbaiki aliran urin dan
menghilangkan retensi urinaria akut.
Kata kunci: tumor, prostat, hiperplasia.
* Coassistant FK TRISAKTI Periode 10 Juni 2013 –17 Agustus 2013
** Dokter Spesialis Urologi RSUD Budhi Asih
1
PENDAHULUAN
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior
bili-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini dapat
menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-
buli. Bentuknya sebesar buah kemiri dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20
gram. McNeal membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona
sentral, zona transisional, zona fibromuskular anterior, dan zona periuretra. Sebagian besar
hyperplasia prostat terdapat pada zona transisional.(1)
Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormone testosterone, yang di dalam sel
kelenjar prostat, hormon ini dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron ( DHT ) dengan
bantuan enzim 5α-reduktase. DHT inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan dan
proliferasi sel kelenjar prostat.(1,2)
ANATOMI
Prostat adalah organ genital yang hanya di temukan pada pria karena merupakan
penghasil cairan semen yang hanya dihasilkan oleh pria. Prostat berbentuk piramid, tersusun atas
jaringan fibromuskular yang mengandung kelenjar. Prostat pada umumnya memiliki ukuran
dengan panjang 1,25 inchi atau kira – kira 3 cm, mengelilingi uretra pria. Dalam hubungannya
dengan organ lain, batas atas prostat bersambung dengan leher bladder atau kandung kemih. Di
dalam prostat didapati uretra. Sedangkan batas bawah prostat yakni ujung prostat bermuara ke
eksternal spinkter bladder yang terbentang diantara lapisan peritoneal. Pada bagian depannya
terdapat simfisis pubis yang dipisahkan oleh lapisan ekstraperitoneal. Lapisan tersebut
dinamakan cave of Retzius atau ruangan retropubik. Bagian belakangnya dekat dengan rectum,
dipisahkan oleh fascia Denonvilliers.(2)
Prostat memiliki lapisan pembungkus yang di sebut dengan kapsul. Kapsul ini terdiri dari 2
lapisan yaitu : (3,12)
1. True capsule : lapisan fibrosa tipis pada bagian luar prostat
2
2. False capsule : lapisan ekstraperitoneal yang saling bersambung, menyelimuti bladder atau
kandung kemih. Sedangkan Fascia Denonvilliers berada pada bagian belakang.
3
4
Bentuk prostat seperti piramid terbalik dengan basis (basis prostatae) menghadap ke arah collum
vesicae. Basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot polos berjalan tanpa
terputus dari satu organ ke organ lain. Urethra masuk bagian tengah dari basis prostat..
Apex (apex prostatae) menghadap ke arah difragma urogenitale. Urethra meninggalkan
prostat tepat diatas apex permukaan anterior.
Prostat dikelilingi oleh capsula prostatica yakni jaringan ikat pada permukaan prostat. Diluar
capsula terdapat terdapat fascia prostatica, yang membungkus capsula prostatica, merupakan
bagian dari lapisan viseral fascia pelvis, yang ke arah caudal melanjutkan diri menjadi fascia
diaphragmatis urogenitalis superior dan difiksasi pada symphysis osseum pubis oleh ligamentum
puboprostaticum mediale (ligamentum pubovesicale). Selain difiksasi oleh ligamentum
puboprostaticum mediale yang mengandung m. puboprostaticus, juga difiksasi oleh ligamentum
puboprostaticum laterale pada arcus tendineus fascia pelvis.
Pada sisi lateral prostat, diantara fascia prostatica dan capsula prostatica terdapat plexus
venosus prostaticus. Plexus venosus prostaticus menerima vena dorsalis penis, meneruskan aliran
darah venous kepada plexus venosus vesicalis dan selanjutnya bermuara ke dalam vena iliaca
interna.
Urethra berjalan vertical menembus bagian anterior prostat. Basis prostat mempunyai
hubungan erat dengan collum vesicae, kecuali di bagian lateral. Celah yang terbentuk
diantaranya terisi oleh plexus venosus vesicoprostaticus dan ductus ejaculatorius.
STRUKTUR DAN ZONA ANATOMI
Prostat terdiri atas kelenjar (50%) dan jaringan ikat fibromuscular (25% myofibril otot
polos dan 25% jaringan ikat). Jaringan fibromuscular ini tertanam mengelilingi prostat dan
5
berkontrasi selama proses ejakulasi untuk mengeluarkan sekresi prostat ke dalam urethra.
Kelenjar prostat adalah modifikasi bagian dinding urethra.
Pada lengkungan urethra, seluruh bagian utama kelenjar prostat terbuka sampai ke
urethra prostatika. Ujung urethra melebar dan menonjol dari dinding posterior disebut
verumontanum. Celah orificium kecil dari utrikulum prostat ditemukan pada bagian apex
dari verumontanum dan terlihat melelui sistoskopi.
Duktus ejakulatorius terbentuk dari persambungan vas deferens dengan vesikula
seminalis dan masuk ke basis prostat yang bergabung dengan vesica urinaria.
Secara umum kelenjar prostat berbentuk tubuloalveolar dengan sedikit
percabangan dan sejajar dengan epitel kuboid atau kolumner. Penyebaran sel
neuroendokrin, yang fungsinya tidak diketahui, ditemukan diantara sel sekretorius.
Dibawah sel epitel, sel basal terletak sejajar setiap asinus dan akan menjadi stem
sel untuk epitel sekretorius. Setiap asinus terlindungi oleh otot polos yang tipis dan
jaringan ikat.
6
Jaringan kelenjar membentuk tiga buah gugusan konsentris, dibedakan oleh lokasi
duktus masing-masing ke dalam urethra, perbedaan lesi patologinya dan pada beberapa
kasus berdasarkan embryologinya, yaitu :
a. Zona Anterior atau Ventral
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer (Glandula prostatica propria)
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.
Sekitar 70% kanker prostat timbul pada zone ini dan umumnya disebabkan oleh
prostatitis kronik.
c. Zona Sentralis
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat. Zone ini mengandung 25% dari volume prostat
dan membentuk kerucut disekeliling duktus ejakulatorius pada bagian dasar vesica
urinaria. Zone ini memiliki karakteristik secara struktural dan imunohistokimia yang
berbeda dari bagian prostat yang lain, dan diduga berasal dari sistem duktus Wolffian
(umumnya mirip dengan epididimis, vas deferens dan vesica seminalis) dimana
bagian prostat yang lain berasal dari sinus urogenital. Berdasarkan hal tersebut zone
sentral jarang terkena penyakit, hanya 1 – 5% adenokarsinoma yang timbul pada
lokasi ini sekalipun terinfiltrasi oleh sel kanker dari zone yang berdekatan.
d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi
dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign
prostatic hyperpiasia (BPH). Benign Prostat Hypertrophy (BPH) umumnya muncul
dari zone ini. BPH awalnya merupakan mikronodul kemudian berkembang
membentuk makronodul disekitar tepi inferior dari urethra preprostatik tepat diatas 7
verumontanum. Makronodul ini selanjutnya menekan jaringan normal sekitarnya
pada posteroinferior zone perifer dengan membentuk kapsul palsu disekitar jaringan
hyperplasia. Perkembangan zone transisi ini menghasilkan gambaran lobus pada sisi
atas urethra, Lobus ini pada saatnya akan menekan urethra pars prostatic dan
preprostatik untuk menimbulkan gejala. Sekitar 20% dari adenocarsinoma terjadi
pada zone ini.
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.
VASKULARISASI DAN ALIRAN LYMPHE
Arteri
Ramus prostaticus dipercabangkan oleh arteria vesicalis inferior. Prostat seringkali juga
mendapatkan suplai darah darah dari percabangan arteria rectalis superior. Apabila ada arteria
rectalis media maka ada percabangannya yang mensuplai prostat.
Ramus prostaticus memasuki prostat sepanjang garis posterolateral pada hubungan antara
prostat dengan bagian bawah vesica urinaria sampai ke apex prostat. Ketika akan memasuki
8
prostat arteri vesicalis inferior terbagi dalam dua cabang utama. Arteri-arteri ini mendekati
collum vesica urinaria pada posisi antara jam 1 sampai jam 5 dan posisi jam 7 sampai jam 11,
dengan cabang paling besar pada bagian posterior. Selanjutnya memutar kearah caudal sejajar
dengan urethra, untuk mensuplai urethra, kelenjar periurethral dan zone transisional.
Begitupun pada pembesaran prostat yang jinak, arteri ini yang terutama menyediakan
suplai darah untuk adenoma.
Pada saat prostat direseksi atau dienukleasi, perdarahan yang paling penting biasanya
ditemukan pada collum vesica urinaria, terutama pada posisi antara jam 4 dan jam 8.
Arteri capsular merupakan cabang utama yang kedua dari arteri prostat. Arteri ini
memiliki beberapa cabang kecil yang berjalan pada bagian anterior untuk mempercabangkan ke
dalam capsula prostat. Cabang capsular menembus prostat pada sudut 90o dan mengikuti
reticular band dari stroma untuk mensuplai jaringan kelenjar.
Vena
9
Pembuluh vena berjalan memasuki plexus venosus prostaticus di sekitar sisi anterolateral
prostat, sebelah posterior ligamentum arcauata pubic dan bagian bawah dari symphisis pubis,
sebelah anterior dari vesica urinaria dan prostat.
Aliran utama berasal dari vena dorsalis penis profunda. Plexus juga menerima ramus
anterior vesicalis (plexus venosus vesicalis) dan prostatic (yang menghubungkan dengan plexus
vesicalis dan vena pudenda interna) dan mengalirkan / bermuara ke dalam vena vesicalis dan
vena iliaca interna.
Lymphe
Pembuluh-pembuluh lymphe berjalan menuju ke lymphonodus iliacus internus. Ada juga
yang menuju ke lymphonodus iliacus externus dan lymphonodus sacralis Pembuluh-pembuluh
lymphe dari vas deferens berakhir pada lymphonodus iliacus externus, sedangkan yang berasal
dari vesica seminalis mengalir ke lymphonodus iliacus internus dan externus.
10
Pembuluh lymphe prostat terutama berakhir pada lymphonodus iliacus internus,
lymphonodus sacralis dan lymphonodus obturator.
INERVASI
Prostat menerima serabut-serabut saraf sympathis dan parasympathis dari plexus
nervosus prostaticus. Serabut-serabut parasympathis berasal dari medulla spinalis segmen
sacralis. Inervasi sympathis dan parasympathis dari plexus pelvis berjalan sepanjang prostat
sampai nervus cavernosa. Saraf mengikuti cabang dari arteri capsular untuk mempercabangkan
pada bagian kelenjar dan stromal. Saraf parasympathis berakhir pada acinus dan merangsang
sekresi, serabut sympathis menyebabkan kontraksi otot polos dari kapsul dan stroma.
11
Penghambatan alfa-1 adrenergik mengurangi tonus stroma prostat dan tonus spinkter
preprostatik dan meningkatkan laju aliran kencing pada orang dengan BPH (benign prostat
hypertrophy), hal ini menjelaskan bahwa penyakit ini mempengaruhi stroma dan epitel.
Gabungan peptidergic dan nitric oxida yang dikandung neuron juga telah ditemukan pada
prostat dan bisa menyebabkan relaksasi otot polos. Neuron afferen dari prostat berjalan
sepanjang plexus pelvis sampai pelvis dan pusat spinal thoracolumbar. Suatu blok prostatik
mungkin bisa didapatkan dengan menyuntikkan anestesi lokal ke dalam plexus pelvis.
FISIOLOGI KELENJAR PROSTAT
Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada orang
dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada penampang
tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar
menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan
prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan,
keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna
abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat
menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan
ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur
mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan(Brunner &
Suddarth, 2001).
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari vesikula
seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat
sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai
fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan
selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan
plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-
80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat
dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.3
12
EPIDEMIOLOGI
Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaaan ini
dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan ±80% pria yang berusia 80 tahun. Pembesaran
kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran urin sehingga menimbulkan gangguan
miksi.Pembesaran prostat dianggap sebagai bagian dari proses pertambahan usia. Oleh karena
itulah dengan meningkatnya usia harapan hidup, meningkat pula prevalensi BPH. Office of
Health Economic Inggris telah mengeluarkan proyeksi prevalensi BPH bergejala di inggris dan
wales beberapa tahun ke depan. Pasien BPH bergejala yang berjumlah 80.000 pada tahun 1991,
diperkirakan akan meningkat menjadi satu setengah kalinya pada tahun 2031. Bukti histologist
adanya BPH dapat ditemukan pada sebagian besar pria, bila mereka dapat hidup cukup lama.
Namun demikian, tidak semua pasien BPH berkembang menjadi BPH yang bergejala. Prevalensi
BPH yang bergejala pada pria pada pria berusia 40 -49 tahun mencapai hamper 15 %. Angka ini
meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50 – 59 tahun prevalensinya hamper
mencapai 25 % dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43 %. Angka kejadian BPH di
Indonesia yang pasti belum diketahui secara pasti dan belum pernah diteliti, tetapi sebagai
gambaran hospital prevalence di dua rumah sakit besar di Jakarta yaitu di RSCM dan
Sumberwaras selama 3 tahun (1994 - 1997) terdapat 1040 kasus
ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hyperplasia
prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron ( DHT ) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah (4,5)
1. Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting dalam
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di dalam sel prostat oleh enzim
5 alfa-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan
13
reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi
sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5 alfa-reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada
BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkadengan prostat normal.
.
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
14
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun sedangkan kadar estrogen relatif
tetap, sehingga perbandingan antara estrogen dan testosteron relatif meningkat. Telah diketahui
bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat
dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormone androgen,
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-
sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai
umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar.
3. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara
tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu.
Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis
suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intakrin dan
atuokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-
sel sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian
sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-
sel prostast baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel
prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan
menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.
5. Teori sel stem
15
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Di
dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone
androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi,
menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan
sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma
maupun sel epitel.
PATOFISIOLOGI
Hiperplasia prostat
Penyempitan lumen uretra posterior
Peningkatan tekanan intravesikal
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat
aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat
mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi
yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomic buli-buli berupa hipertrofi otot
16
Ginjal dan Ureter
Refluks vesiko-ureter Hidroureter Hidronefrosis Pionefrosis Gagal ginjal
Buli-buli
Hipertrofi otot detrusor Trabekulasi Selula Divertikel buli-buli
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur
pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah
atau lower urinary tract symptom(LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus. (6)
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik
urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaaan ini jika berlangsung terus
akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal
ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh
adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot
polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher bui-buli. Otot polos
ini dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat
normal rasio stroma disbanding dengan epitel adalah 2 banding 1, maka pada BPH rasionya
meningkat menjadi 4 banding 1. Hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot
polos bila dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan
obstruksi komponen static sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik
sebagai penyebab obstruksi prostat. (7,8)
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah :
1. Kadar Hormon
Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko
BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu
dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5α-reductase, yang memegang peran penting dalam
proses pertumbuhan sel-sel prostat.
2. Usia17
Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot
detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh usia tua
menurunkan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urin pada proses
adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat, sehingga menimbulkan gejala.
Testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan
androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron, dihidrotestosteron dan
androstenesdion. Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa-reduktase
menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai
pengatur fungsi ereksi. Tugas lain testosteron adalah pemacu libido, pertumbuhan otot
dan mengatur deposit kalsium di tulang. Sesuai dengan pertambahan usia, kadar
testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada
usia 60 tahun keatas.
3. Ras
Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi BPH
dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah.
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko terjadinya
kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin banyak anggota keluarga
yang mengidap penyakit ini, semakin besar risiko anggota keluarga yang lain untuk dapat
terkena BPH. Bila satu anggota keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko meningkat 2
kali bagi yang lain. Bila 2 anggota keluarga, maka risiko meningkat menjadi 2-5 kali.
Dari penelitian terdahulu didapatkan OR sebesar 4,2 (95%, CI 1,7-10,2).5
5. Obesitas
Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual, tipe
bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang membesar di
bagian pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel. Beban di perut itulah yang
menekan otot organ seksual, sehingga lama-lama organ seksual kehilangan
18
kelenturannya, selain itu deposit lemak berlebihan juga akan mengganggu kinerja
testis.Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap
pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan
menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki-laki
biasanya berupa penimbunan lemak pada abdomen.
6. Pola Diet
Suatu studi menemukan adanya hubungan antara penurunan risiko BPH dengan
mengkonsumsi buah dan makanan mengandung kedelai yang kaya akan isoflavon.
Kedelai sebagai estrogen lemah mampu untuk memblokir reseptor estrogen dalam prostat
terhadap estrogen. Jika estrogen yang kuat ini sampai menstimulasi reseptor dalam
prostat, dapat menyebabkan BPH. Studi demografik menunjukkan adanya insidensi yang
lebih sedikit timbulnya penyakit prostat ini pada laki-laki Jepang atau Asia yang banyak
mengkonsumsi makanan dari kedelai. Isoflavon kedelai yaitu genistein dan daidzein,
secara langsung mempengaruhi metabolisme testosteron. Risiko lebih besar terjadinya
BPH adalah mengkonsumsi margarin dan mentega, yang termasuk makanan yang
mengandung lemak jenuh. Konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang
tinggi (terutama lemak hewani), lemak berlebihan dapat merusak keseimbangan hormon
yang berujung pada berbagai penyakit.
7. Aktivitas Seksual
Kelenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk pembentukan
hormon laki-laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan alasan
kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah
sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan
prostat yang mengakibatkan kalenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang tidak bersih
akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual yang
tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon testosteron.
8. Kebiasaan merokok
19
Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan
aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron.
9. Kebiasaan minum-minuman beralkohol
Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang
penting untuk prostat yang sehat. Zinc sangat penting untuk kelenjar prostat. Prostat
menggunakan zinc 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zinc membantu
mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan penukaran
hormon testosteron kepada DHT.15
10. Olah raga
Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih sedikit
mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga, kadar
dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko gangguan prostat.
Selain itu, olahraga akan mengontrol berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat
tetap stabil. Olahraga yang dianjurkan adalah jenis yang berdampak ringan dan dapat
memperkuat otot sekitar pinggul dan organ seksual.
11. Penyakit Diabetes Mellitus
Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL mempunyai
risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan penyakit Diabetes
Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH dibandingkan dengan laki-laki
dengan kondisi normal.
GEJALA KLINIS
Gejala hyperplasia prostat menurut Boyarsky, dkk (1977) dibagi atas gejala obstruktif
dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan karena penyempitan uretra pars prostatika karena
didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat
dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala-gejalanya antara lain (4)
20
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)
2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying)
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga
factor, yaitu:
a. Volume kelenjar periuretral
b. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
c. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak sempurna
pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran
prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun
belum penuh, gejalanya ialah:
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan jenis
pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring
yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya skorInternational
Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skorAmerican Urological
Association (AUA). Sistem skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor Boyarski.
Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan
obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7
ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat. (4,10)
Gejala Tidak < 1x setiap <½ Kira-kira 1/2 >1/2 Hampir
21
pernah 5x kejadian selalu
Selama 1 bulan yang
lalu
1. Masih ada sisa urin
setelah krncing
0 1 2 3 4 5
2. Sering kencing 0 1 2 3 4 5
3. Kencing harus berhenti
dan kencing lagi
berkali-kali
0 1 2 3 4 5
4. Tidak dapat menahan
kencing
0 1 2 3 4 5
5. Pancaran urin lemah 0 1 2 3 4 5
6. Harus mengejan saat
mulai kencing
0 1 2 3 4 5
7. Terbangun dari tidur
untuk kencing
(nokturia)
Tidak
pernah
1 kali 2
kali
3 kalli 4 kali 5 kali
Kualitas hidup Sangat
senang
Senang Puas Antara puas
dan tidak puas
Sangat
tidak puas
Tidak
bahagia
8. Bagaimana menikmati
hidup dengan keluhan
seperti ini
0 1 2 3 4 5
Tabel 1. Skor Internasional Gejala Prostat (IPSS).
Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan beberapa cara, diantaranya
adalah: (4,5)
1. Rektal Grading berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum
Derajat 1 : penonjolan 0 – 1cm ke dalam rektum
Derajat 2 : penonjolan 1 – 2cm ke dalam rektum
Derajat 3 : penonjolan 2 – 3cm ke dalam rektum
Derajat 4 : penonjolan > 3cm ke dalam rektum
2. Berdasarkan jumlah residual urin:
22
Derajat 1 : < 50ml
Derajat 2 : 50 – 100ml
Derajat 3 : > 100ml
Derajat 4 : retensi urin total
3. Intravesikel grading:
Derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet
Derajat 2 : prostat menonjol pada bladder inlet dengan muara ureter
Derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter
Derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter
4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi:
Derajat 1 : kissing 1cm
Derajat 2 : kissing 2cm
Derajat 3 : kissing 3cm
Derajat 4 : kissing > 3cm.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek
bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam rektum
dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan (4)
a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
b. Simetris/ asimetris
c. Adakah nodul pada prostate
d. Apakah batas atas dapat diraba
e. Sulcus medianus prostate
f. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti
meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada
carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat
tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitas.Pemeriksaan fisik apabila sudah
23
terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila
sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica
urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan
untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya
kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa
navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urin berguna dalam mencari jenis kuman yang
menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa
antimikroba yang diujikan. Disamping itu pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya
leukosituria dan hematuria. BPH yang sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih,
batu buli – buli atau penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi, diantaranya karsinoma buli
– buli insitu atau striktur uretra pada pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya kelainan.Pada
pasien BPH yang sudah mengalami retensi urin dan telah memakai kateter, pemeriksaan
urinalisis tidak banyak manfaatnya karena seringkali telah terjadi leukosituria maupun hematuria
akibat pemasangan kateter.
Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran
kemih bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak 0,3 – 30% dengan
rata – rata 13,6%. Gagal ginjal menyebabkan resiko terjadinya komplikasi pasca bedah (25%)
lebih sering dibandingkan dengan tanpa disertai gagal ginjal. (17%) dan mortalitas menjadi enam
kali lebih banyak. Pasien LUTS yang diperiksa ultrasonografi didapatkan dilatasi system
pelvioklaises 0,8% jika kadar kreatinin serum normal dan sebanyak 18,9% jika terdapat kelainan
kadar kreatinin serum. Oleh karena itu pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk
perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas,sedangkan
gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes melitus yang
dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli(buli-buli neurogenik). Jika dicurigai
adanya keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor prostate specific antigen (PSA).
24
PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan cancer specific.
Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit BPH; dalam hal ini jika kadar
PSA tinggi berarti :
pertumbuhan volume prostat lebih cepat
keluhan akibat BPH/ laju pancaran urine lebih jelek
lebih mudah terjadinya retensi urin akut(9)
Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan dengan berdasarkan kadar PSA.
Dikatakan oleh Roehborn et al (2000) bahwa makin tinggi kadar PSA makin cepat laju
pertumbuhan prostat. Tetapi perlu diingat bahwa kadar PSA dapat meningkat pada peradangan,
semakin tua. Sesuai yang dikemukakan oleh Wijanarko et al (2003) bahwa serum PSA
meningkat pada saat terjadi retensi urin akut dan kadarnya perlahan – lahan menurun setelah 72
jam dilakukan kateterisasi. Rentang PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah :
40 – 49 tahun : 0 – 2,5 ng/ml
50 – 59 tahun : 0 – 3,5 ng/ml
60 – 69 tahun : 0 – 4,5 ng/ml
70 – 79 tahun : 0 – 6,5 ng/ml
Meskipun BPH bukan merupakan penyebab karsinoma prostat, tetapi kelompok usia BPH
mempunyai resiko terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA bersamaan dengan colok
dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok dubur saja dalam mendeteksi adanya karsinoma
prostat. Oleh karena itu pada usia ini pemeriksaan PSA menjadi sangat penting guna mendeteksi
kemungkinan adanya karsinoma prostat. Sebagian besar guidelines yang disusun di berbagai
Negara merekomendasikan pemeriksaaan PSA sebagai salah satu pemeriksaan awal pada BPH,
meskipun dengan syarat yang berhubungan dengan usia pasien atau harapan hidup pasien. Usia
sebaiknya tidak melebihi 70 tahun atau usia harapan hidup lebih dari 10 tahun, sehingga jika
memang terdiagnosis karsinoma prostat, tindakan radikal masih ada manfaatnya.
Pencitraan
Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu,kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi 25
urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urin. Pemeriksaan IVP dapat menerangkan
kemungkinan adanya: (4,9)
1) Kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis
2) Memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi
prostat(pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter di sebelah distal yang
berbentuk seperti mata kail atau hooked fish
3) Penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu, adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi
buli-buli
Pemeriksaan IVP ini sekarang tidak direkomendasikan pada BPH.
Normal “Fish Hook Apperance”
Pemeriksaan USG dapat dilakukan melalui trans abdominal atau trans abdominal
ultrasonography(TAUS) dan trans uretra atau trans uretral ultrasonography(TRUS). Dari TAUS
diharapkan mendapat informasi mengenai: (4)
1) Perkiraan volume(besar) prostat
2) Panjang protrusi prostat ke buli-buli atau intra prostatic protrusion(IPP)
3) Mungkin didapatkan kelainan pada buli-buli(massa, batu atau bekuan darah)
26
4) Menghitung sisa(residu) urin pasca miksi
5) Hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi prostat
Pada pemeriksaan TRUS dicari kemungkinan adanya focus keganasan berupa area
hipoekoik dan kemudian sebagai penunjuk(guidance) dalam melakukan biopsi prostat.
IPP diukur dari ujung tonjolan (protrusi) prostat di dalam buli-buli hingga dasar(basis)
sirkumferensi buli-buli. Derajat 1 besarnya ≤ 1,5 mm, derajat 2 besarnya ≥ 5-10 mm, dan derajat
3 besarnya ≥ 10 mm. Besarnya IPP berhubungan dengan derajat obstruksi pada leher buli-
buli(BOO), jumlah urin sisa pasca miksi, dan volume prostat. Artinya adalah pasien dengan
derajat IPP rendah, tidak menunjukkan urin residu yang bermakna(< 100 ml), dan tidak
menunjukkan keluhan yang nyata, sehingga tidak memerlukan terapi atau pembedahan.
Sebaliknya pada pasien yang menunjukkan IPP derajat tinggi terbukti mempunyai urin sisa >
100 ml, dengan keluhan yang bermakna dan pasien seperti ini membutuhkan terapi yang lebih
agresif.
BPH dengan hipoekoik nodul
Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:
Residual urine yang merupakan jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin ini dapat
dihitung dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau dapat ditentukan dengan
pemeriksaan USG setelah miksi. Pengukuran dengan kateterisasi lebih akurat
27
dibandingkan dengan USG setelah miksi, tetapi tidak mengenakkan bagi pasien dan
memiliki komplikasi. Tujuh puluh delapan persen pria normal memiliki residu urin
kurang dari 5 ml dan semua pria normal memiliki residu urin tidak lebih dari 12
ml.Pemeriksaan dengan menggunakan kateterisasi lebih akurat dibandingkan dnegan
USG, tetapi tidak mengenakkan bagi pasien dan dapat menyebabkan cedera uretra dan
ISK, hingga terjadi bakterimia. Selain itu pengukuran volume residual urin memiliki
variasi individual yang tinggi. Variasi perbedaan volume residual urin ini tampak nyata
pada residual urin yang cukup banyak lebih dari 150 ml sedangkan volume residual urin
yang tidak terlalu banyak atau kurang dari 120 ml hasil pengukuran dari wakyu ke waktu
hamper sama.Dahulu para spesialis urologi beranggapan bahwa volume residual urin
yang meningkat menandakan adanya obstruksi sehingga perlu dilakukan pembedahan;
namun ternyata peningkatan volume residual urin tidak selalu menunjukkan beratnya
gangguan pancaran urin atau beratanya obstruksi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
Prasetyawan dan Sumardi (2003), bahwa volume residual urin tidak dapat menerangkan
adanya obstruksi saluran kemih. Namun bagaimanapun adanya volume residual urin
berarti menunjukkan telah adanya gangguan miksi.Watchful waiting biasanya akan gagal
apabila terdapat volume residual urin yang cukup banyak, demikian pula pada volume
residual urin lebih dari 350ml sering kali telah terjadi disfungsi pada buli – buli sehingga
terapi medikamentosa biasanya tidak akan memberikan hasil yang memuaskan. Beberapa
Negara terutama di eropa merekomendasikan pemeriksaan PVR sebagai bagian dari
pemeriksaan awal BPH dan untuk memonitor setelah watchful waiting. Karena variasi
intraindividual yang cukup tinggi, pemeriksaan PVR dilakukan lebih dari satu kali dan
sebaiknya dikerjakan melalui USG transabdominal.
Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan menghitung
jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat
uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Pemeriksaan yang lebih
teliti adalah dengan pemeriksaan urodinamika karena dengan pemeriksaan ini dapat
dibedakan pancaran urin yang lemah tersebut disebabkan karena obstruksi leher buli-buli
dan uretra atau kelemahan kontraksi otot detrusor.pemeriksaan ini cocok untuk pasien
yang akan menjalani pembedahan, karena mungkin saja keluhan miksi yang dialami
28
pasien disebabkan karena kelemahan otot detrusor sehingga tindakan melakukan
desobtruksi akan tidak bermanfaat.Meskipun pemeriksaan dilakukan secara invasive akan
tetapi pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling baik dalam menentukan
derajat obstruksi prostat dan mampu meramalkan keberhasilan suatu tindakn
pembedahan. Sensitifitas pemeriksaan ini 87 % dan spesifisitasnya 93% dan nilai prediksi
positif sebesar 95 %. Indikasi pemeriksaan urodinamika adalah :
Berusia kurang dari 50 tahun atau lebih dari 80 tahun
Volume residual urin > 300 ml
Qmax > 10 ml/ detik
Setelah menlalani pembedahan radikal di daerah pelvis
Setelah gagal dengan terapi invasive
Kecurigaan adanya buli – buli neurogenik
DIAGNOSIS
1. Anamnesis : adanya gejala obstruktif dan gejala iritatif
2. Pemeriksaan fisik : terutama colok dubur ; hiperplasia prostat teraba sebagai prostat yang
membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, asimetri dan menonjol ke dalam rektum.
Semakin berat derajat hiperplasia prostat batas atas semakin sulit untuk diraba.
3. Pemeriksaan laboratorium : berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
DIAGNOSIS BANDING
Striktur uretra
Kontraktur leher buli-buli
Batu ginjal
Karsinoma prostat
Infeksi saluran kemih
Kelemahan detrusor kandung kemih
o Gangguan neurologik
29
Kelainan medula spinalis
Neuropati diabetik
Pasca bedah radikal pelvis
Farmakologi (obat penenang, penghambat alfa, parasimpatolitik)
PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah: (9,10)
1) Memperbaiki keluhan miksi
2) Meningkatkan kualitas hidup
3) Mengurangi obstruksi infravesika
4) Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal
5) Mengurangi volume residu urin setelah miksi
6) Mencegah progresifitas penyakit
Observasi Medikamentosa Terapi intervensi
Pembedahan Invasif minimal
Prostatektomi terbuka TUMT
Watchful watching Antagonis adrenergik-
α
Endourologi:
TURP
TUIP
TULP
Elektrovaporisasi
TUNA
Stent uretra
HIFU
TUBD
Inhibitor reduktase-5α
Fitoterapi
Pilihan Terapi pada BPH
30
Watchful waiting
Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan
penyakitnya tetap diawasi oleh dokter. Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH
dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari.
Pada watchful waiting, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan
mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya: (11,12)
Jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam
Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-buli
(kopi atau cokelat)
Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin
Kurangi makanan pedas dan asin
Jangan menahan kencing terlalu lama
Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan diperiksa tentang
perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laboratorium pemeriksaan laju pancaran
urine, maupun volume residual urine. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya,
mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.
Medikamentosa
Sebagai patokan jika skor IPSS >7 berarti pasien perlu mendapatkan terapi
medikamentosa atau terapi lain. Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (9)
Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergik-a
Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan kadar
hormon testosteron atau dihidrotestosteron melalui penghambat 5a-reduktase
Selain kedua cara diatas, sekarang banyak dipakai terapi menggunakan fitofarmaka yang
mekanismenya belum jelas.
Penghambat reseptor adrenergik-α
31
Pengobatan dengan antagonis adrenergik-α bertujuan menghambat kontraksi otot polos
prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan uretra. Fenoksibenzamine
adalah obat antagonis adrenergik-α non selektif yang pertama kali diketahui mampu
memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Namun obat ini tidak
disenangi oleh pasien karena menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan,
diantaranya adalah hipotensi postural dan menyebabkan penyulit lain pada sistem
kardiovaskuler.(5,9)
Diketemukannya obat antagonis adrenergik-α1 dapat mengurangi penyulit sistemik yang
diakibatkan oleh efek hambatan pada-α2 dari fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat
antagonis adrenergik-α1 yang selektif mempunyai durasi obat yang pendek (short acting)
diantaranya adalah prazosin yang diberikan dua kali sehari, dan durasi obat yang panjang (long
acting) yaitu terazosin, doksazosin, dan alfuzosin yang cukup diberikan sekali sehari.
Akhir-akhir ini telah diketemukan pula golongan penghambat adrenergik- α1A, yaitu
tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat. Dilaporkan obat ini mampu
memperbaiki pancaran miksi tanpa menimbulkan efek terhadap tekanan darah maupun denyut
jantung.
Penghambat 5α-reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) daro
testosteron yang dikatalisis oleh enzim 5α-reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar
DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel prostat menurun.
Dilaporkan bahwa pemberian obat ini (finasteride) 5 mg sehari yang diberikan sekali
setelah 6 bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%, dan hal ini memperbaiki
keluhan miksi dan pancaran miksi.
Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala
akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang
mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
32
Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai: anti-esterogen, anti-androgen, menurunkan kadar sex
hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal
growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti inflamasi, menurunkan
outflow resistance, dan memperkecil volume prostat. Diantara fitoterapi yang banyak dipasarkan
adalah: Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak
lainnya.
Pembedahan
Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang yang paling baik saat ini adalah
pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif lainnya membutuhkan jangka
waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi.(9)
Desobstruksi kelenjar prostat akan menyembuhkan gejala obstruksi dan miksi yang tidak
terlampias. Pembedahan direkomendasikan pada pasien BPH yang:
1) Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa
2) Mengalami retensi urin
3) Infeksi saluran kemih berulang
4) Hematuria
5) Gagal ginjal
6) Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian
bawah
Prostatektomi terbuka
Beberapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah metode dari Millin yaitu
melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik infravesika, Freyer melalui
pendekatan suprapubik transvesika, atau transperineal. Prostatektomi terbuka adalah tindakan
yang paling tua yang masih banyak dikerjakan saat ini, paling invasif, dan paling efisien sebagai
terapi BPH. Prostatektomi terbuka dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik transvesika
atau infravesika. Prostatektomi terbuka dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (>100 gram).
Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah inkontinensia urin,
impotensi, ejakulasi retrograd, dan kontraktur buli-buli. Dibandingkan dengan TURP dan TUIP,
33
penyulit yang terjadi berupa striktura uretra dan ejakulasi retrograd lebih banyak dijumpai pada
prostatektomi terbuka. Perbaikan gejala klinis sebanyak 85-100% dan angka mortalitas sebanyak
2%. (11)
Endourologi
Saat ini tindakan TURP merupakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh dunia.
Operasi ini lebih disenangi karena tidak diperlukan insisi pada kulit perut, masa perawatan lebih
cepat, dan memberikan hasil yang tidak banyak berbeda dengan tindakan operasi terbuka.
Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik TURP
atau dengan memakai energi laser. Operasi terhadap prostat berupa reseksi (TURP), insisi
(TUIP), atau evaporasi. Pada TURP, kelenjar prostat dipotong menjadi bagian-bagian jaringan
prostat yang dinamakan cip prostat yang akan dikeluarkan dari buli-buli melalui evakuator Ellik.(4,6)
TURP (transurethral resection of the prostate)
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan pembilas
agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang
digunakan adalah berupa larutan non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik
pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah yaitu H2O steril
(aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat
masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi.
Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air
atau dikenal dengan sindroma TURP. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah,
kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi,
pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh ke dalam koma dan meninggal. Angka
mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar 0,99%.
Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri
untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam. Di samping itu beberapa operator memasang
sistostomi suprapubik terlebih dahulu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan
34
air ke sirkulasi sistemik. Penggunaan cairan non ionic lain selain H2O yaitu glisin dapat
mengurangi resiko hiponatremia pada TURP, tetapi karena harganya cukup mahal beberapa
klinik urologi di Indonesia lebih memilih pemakaian aquades sebagai cairan irigasi.
Selain sindroma TURP beberapa penyulit bisa terjadi pada saat operasi, pasca bedah dini,
maupun pasca bedah lanjut. Penyulit saat operasi meliputi perdarahan, sindroma TURP, dan
perforasi. Penyulit pasca bedah dini meliputi perdarahan dan infeksi lokal atau sistemik. Penyulit
pasca bedah lanjut meliputi inkontinensia urin, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, dan striktura
uretra.
TUIP (transurethral incision of the prostate)
TUIP atau insisi leher buli-buli (bladder neck insicion) direkomendasikan pada prostat
yang ukurannya kecil (kurang dari 30 cm3), tidak dijumpai pembesaran lobus medius, pada
pasien yang umurnya masih muda, dan tidak diketemukan adanya kecurigaan karsinoma
prostat. Teknik ini dipopulerkan oleh Orandi pada tahun 1973, dengan melakukan mono insisi
atau bilateral insisi mempergunakan pisau Colling mulai dari muara ureter, leher buli-buli-
sampai ke verumontanum. Insisi diperdalam hingga kapsula prostat. Waktu yang dibutuhkan
lebih cepat, dan lebih sedikit menimbulkan komplikasi dibandingkan dengan TURP. TUIP
mampu memperbaiki keluhan akibat BPH dan meningkatkan Qmax meskipun tidak sebaik
TURP. (4,6)
Sebelum melakukan tindakan ini, harus disingkirkan kemungkinan adanya karsinoma
prostat dengan melakukan colok dubur, melakukan pemeriksaan USG transrektal, dan
pengukuran kadar PSA.
Laser prostatektomi
Terdapat 4 jenis energi yang dipakai, yaitu: Nd:YAG, Holmium:YAG, KTP: YAG, dan
diode yang dapat dipancarkan melalui bare fibre, right angle fibre, atau intersitial fibre. Kelenjar
prostat pada suhu 600-650C akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 1000C
mengalami vaporisasi.
Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian Laser ternyata lebih sedikit
menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, penyembuhan lebih cepat dan
35
dengan hasil yang kurang lebih sama, tetapi kemampuan dalam meningkatkan perbaikan gejala
miksi maupun pancaran maksimal tidak sebaik TURP. Disamping itu terapi ini membutuhkan
terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah tidak dapat diperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi (kecuali pada Ho:YAG), sering banyak menimbulkan disuria pasca bedah
yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi, dan
peak flow rate lebih rendah dari pada pasca TURP. (4)
Penggunaan pembedahan dengan energi Laser telah berkembang dengan pesat akhir-
akhir ini. Penelitian klinis memakai Nd:YAG menunjukkan hasil yang hampir sama dengan cara
desobstruksi TURP, terutama dalam perbaikan skor miksi dan pancaran urine. Meskipun
demikian efek lebih lanjut dari Laser masih belum banyak diketahui. Teknik ini dianjurkan pada
pasien yang memakai terapi antikoagulan dalam jangka waktu lama atau tidak mungkin
dilakukan tindakan TURP karena kesehatannya.
Elektrovaporasi
Cara elektrovaporisasi prostat hampir mirip dengan TURP, hanya saja teknik ini
memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu
membuat vaporisisai kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan
perdarahan pada saat operasi, dan masa tinggal di rumah sakit lebih singkat. Namun teknik ini
hanya diperuntukkan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu
operasi yang lebih lama.
Tindakan invasif minimal
Selain tindakan invasif, saat ini sedang dikembangkan tindakan invasif minimal yang
terutama ditujukan untuk pasien yang mempunyai resiko tinggi terhadap pembedahan. Tindakan
invasif minimal itu diantaranya: (5)
TUMT (transurethral microwave thermotherapy)
TUNA (transurethral needle ablation of the prostate)
Pemasangan stent (prostacath), HIFU ( high intensity focused ultrasound), dan dilatasi
dengan balon (TUBD atau transurethral balloon dilatation)
Thermotherapy
36
Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan dengan gelombang mikro pada frekuensi
915-1293 MHz yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan di dalam uretra. Dengan
pemanasan > 450C sehingga menimbulkan destruksi jaringan pada zona transisional prostat
karena nekrosis koagulasi. Makin tinggi suhu di dalam jaringan prostat makin baik hasil klinik
yang didapatkan, tetapi makin banyak menimbulkan efek samping. Prosedur ini seringkali tidak
memerlukan perawatan di rumah sakit, namun masih harus memakai kateter dalam jangka waktu
lama. Sering kali diperlukan waktu 3-6 minggu untuk menilai kepuasan pasien terhadap terapi
ini. Tidak banyak menimbulkan perdarahan sehingga cocok diindikasikan pada pasien yang
memakai terapi antikoagulansia.
Energi yang dihasilkan oleh TUMT berasal dari gelombang mikro yang disalurkan
melalui kateter ke dalam kelenjar prostat sehingga dapat merusak kelenjar prostat yang
diinginkan. Jaringan lain dilindungi oleh sistem pendingin guna menghindari dari kerusakan
selama proses pemanasan berlangsung. Morbiditasnya rendah dan dapat dikerjakan tanpa
pembiusan. TUMT terdiri atas energi rendah dan energi tinggi. TUMT energi rendah
diperuntukkan bagi adenoma yang kecil dan obstruksi ringan, sedangkan TUMT energi tinggi
untuk prostat yang besar dan obstruksi yang lebih berat. TUMT energi tinggi menghasilkan
respon terapi yang lebih baik, tetapi menimbulkan morbiditas yang lebih besar daripada yang
energi rendah. (4,6)
TUNA (transurethral needle ablation of the prostate)
Teknik ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai
mencapai 1000C, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Sistem ini terdiri atas kateter
TUNA yang dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan energi pada frekuensi
radio 490 kHz. Kateter dimasukkan ke dalam uretra melalui sistoskopi dengan pemberian
anastesi topikal xylocaine sehingga jarum yang terletak pada ujung kateter terletak pada kelenjar
prostat. Pasien seringkali masih mengeluh hematuria, disuria, kadang-kadang retensi urin, dan
epididimo-orkitis.
Stent uretra
37
Stent prostat dipasang pada uretra pars prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat. Strent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di sebelah
proksimal verumontetum sehingga urin dapat leluasa melewati lumen uretra pars prostatika.
Stent dapat dipasang secara temporer atau permanen. Yang temporer dipasang selama 3-36 bulan
dan terbuat dari bahaan yang tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi dengan jaringan. Alat
ini dipasang dan dilepas kembali secara endoskopi.
Stent yang permanen terbuat dari anyaman dari bahan logam super alloy, nikel atau
titanium. Dalam jangka waktu lama bahan ini akan diliputi oleh urotelium sehingga jika suatu
saat ingin dilepas harus membutuhkan anastesi umum atau regional.
Pemasangan alat ini diperuntukkan bagi pasien yang tidak mungkin menjalani operasi
karena resiko pembedahan yang cukup tinggi. Seringkali stent dapat terlepas dari insersinya di
uretra posterior atau mengalami enkrustasi. Sayangnya setelah pemasangan kateter ini, pasien
masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra, atau rasa tidak enak
pada daerah penis.
HIFU (high intensity focused ultrasound)
Energi panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis pada prostat berasal dari
gelombang ultra dari transduser piezokeramik yang mempunyai frekuensi 0,5-10MHz. energy
dipancarkan melalui alat yang diletakkan transrektal dan difokuskan ke kelenjar prostat. Teknik
ini memerlukan anastesi umum. Data klinis menunjukkan terjadi perbaikan gejala klinis 50-60%
dan Qmax rata-rata meningkat 40-50%. Efek lebih lanjut dari tindakan belum diketahui, dan
sementara tercatat bahwa kegagalan terapi terjadi sekitar 10% setiap tahun.
Kontrol berkala
Setiap pasien hyperplasia prostat yang telah mendapatkan pengobatan perlu control
secara teratur untuk mengetahui perkembangan penyakitnya. Jadwal control tergantung pada
tindakan apa yang telah dijalaninya. Pasien yang hanya mendapatkan pengawasan (watchful
waiting) dianjurkan kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah
terjadi perbaikan klinis. Penilaian dilakukan dengan pemeriksaan skor IPSS, uroflometri, dan
residu urin pasca miksi.
38
Pada pasien yang mendapatkan terapi penghambat 5α-reduktase harus dikontrol pada
minggu ke-12 dan bulan ke-6 untuk menilai respon terhadap terapi. Kemudian setiap tahun untuk
menilai perubahan gejala miksi. Pasien yang menjalani pengobatan penghambat reseptor
adrenergik-α harus dinilai respon terhadap pengobatan setelah 6 minggu dengan melakukan
pemeriksaan IPSS, uroflometri, dan residu urin pasca miksi. Kalau terjadi perbaikan gejala tanpa
menunjukkan penyulit yang berarti, pengobatan dapat diteruskan. Selanjutnya kontrol dilakukan
setelah 6 bulan dan kemudian setiap tahun. Pasien yang telah menerima pengobatan
medikamentosa dan tidak menunjukkan adanya perbaikan perlu dipikirkan tindakan pembedahan
atau terapi intervensi yang lain. (9)
Setelah pembedahan, pasien harus menjalani kontrol paling lambat 6 minggu pasca
operasi untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyulit. Kontrol selanjutnya setelah 3 bulan
untuk mengetahui hasil akhir operasi. Pasien yang mendapatkan terapi invasive minimal harus
menjalani kontrol secara teratur dalam jangka waktu yang lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan,
6 bulan, dan setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasive minimal, selain
dilakukan penilaian terhadap skor miksi, dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk melihat
kemungkinan penyulit infeksi saluran kemih akibat tindakan itu.
PENATALAKSANAAN BPH DI INDONESIA UNTUK DOKTER UMUM, SPESIALIS
NON UROLOGI DAN SPESIALIS UROLOGI
39
Pemeriksaan AwalAnamnesisPemeriksaan FisikUrinalisisTest Faal GinjalPSACatatan Harian miksi
PROGNOSIS
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu
walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki
prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat. Menurut penelitian,
kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2 pada pria setelah kanker paru-paru. BPH
40
International Prostatic symptom score (IPSS)
Ringan (IPSS < 7)Gejala tidak menggangguTidak menghendaki terapi
Sedang Hingga BeratIPSS 8 – 19 dan 20 - 35
Pemeriksaan TambahanUroflowmetriVolume Residual UrinUSG
Diskusi dengan pasien tentang pemilihan terapi
Memilih terapi non invasif Memilih terapi invasif
Watchful waiting
Gagal Medikamentosa Gagal Rujuk ke spesialis
Spesialis Urologi
Rujuk ke spesialis
Jika pada pemeriksaan awal didapatkan :DRE curiga ganasPSA abnormalHematuriaNyeriKelainan NeurologisTeraba Buli – buliFaal ginjal abnormalRiwayat pernah : operasi urologi, menderita urolitiasis, keganasan urogenitalia
yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi
penderita.
DAFTAR PUSTAKA
1. Emil A. Tanagho, Jack W.McAninch.Smith’s General Urology.17th
Edition.USA:McGraw-Hill;2008.
41
2. Purnomo B. Prostat. Dasar-dasar urologi. Edisi 3. Malang: Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya; 2011.
3. Mulyono, A. 1995. Pengobatan BPH Pada Masa Kini. Dalam : Pembesaran Prostat
Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 40-48.5.
4. Sjamsuhidajat, de Jong. Hiperplasia prostat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:
EGC; 2010.
5. Snell RS. Prostat. Anatomi Klinik. Ed.6. Jakarta : EGC; 2006; p.345-50
6. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Prostate Hyperplasia. Harrison’s Manual of Medicine.
Ed. 17. USA : The McGraw Company; 2009.
7. Sherwood L. Sistem Reproduksi. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed.2. Jakarta :
EGC; 2001.
8. Price SA, Wilson LM. Hiperplasia Prostat. Patofisiologi. Ed. 6. Jakarta : EGC; 2005.
9. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. Available at
http://www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf.
10. Prostate. Available at http://en.wikipedia.org/wiki/Prostate.
11. Benign Prostatic Hyperplasia. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview.
12. BPH. Available at http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-furqan.pdf.
13. Anatomi Prostat . Available at http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=anatomi
%20prostat&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CC4QFjAA&url=http%3A%2F
%2Frepository.usu.ac.id%2Fbitstream%2F123456789%2F31128%2F4%2FChapter
%2520II.pdf&ei=olwaUYWzCcn9rAelr4GYBw&usg=AFQjCNECJ_WECmUC41lt8jEZi46mhXMdhQ&
bvm=bv.42261806,d.bmk
42
Recommended