PENCIPTAAN KONDISI KEAMANAN DALAM PEMANFAATAN …

Preview:

Citation preview

BA

DA

N P

ENGAWAS TENAGA NU

KLIR

B A P E T E N 2014

SeminarKeselamatanNuklir

ProsidingSeminar Keselamatan Nuklir 2014Makalah Penyaji Oral

Bidang Instalasi dan Bahan Nuklir

PENCIPTAAN KONDISI KEAMANAN DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR: SEBUAH TINJAUAN HUKUMDonni TaufiqDirektorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan HuklirEmail: d.taufiq@bapeten.go.id

ABSTRAK

PENCIPTAAN KONDISI KEAMANAN NUKLIR DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR; SEBUAH TINJAUAN HUKUM. Pemanfaatan tenaga nuklir yang semakin berkembang luas mengakibatkan perlu adanya pengaturan yang lebih komprehensif baik dalam pengaturan hukum internasional maupun pengaturan hukum nasional. Penggunaan nuklir untuk kesejahteraan dan kebaikan umat manusia menjadi latar belakang bagaimana penggunaan nuklir harus didasarkan kepada Kondisi Keamanan Nuklir. Hukum sebagai alat perekayasa sosial harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa manfaat tenaga nuklir jauh lebih besar daripada bahaya yang dapat ditimbulkan.

Kata Kunci: Tenaga Nuklir, Keamanan, Hukum

ABSTRACT

THE CREATION OF NUCLEAR SECURITY CONDITION IN THE UTILIZATION OF NUCLEAR ENERGY; A LEGAL REVIEW. The utiliza-tion of nuclear energy that is growing exensively requires the much more comprehensive regulations, either in international or national regulations. The utilization of nuclear energy for the prosperity and goodness of humankind becomes the main reason why it must be based on Nuclear Security. Law as a tool of social engineering must be able to ensure the public that the utilization of nuclear energy is much larger than its risk.

Keywords: Nuclear Energy, Security, Legal

1. PENDAHULUAN Indonesia dianugerahi Tuhan dengan berbagai macam sum-

ber daya alam. Sumber daya alam tersebut dapat ditemukan da-lam bentuk sumber daya alam hayati atau sumber daya mineral. Khusus untuk sumber daya mineral, dalam bumi Indonesia dapat diketemukan berbagai macam bentuk energi mineral, seperti: mi-nyak bumi, gas bumi, batubara, dan terakhir sumber daya mineral termasuk mineral radioaktif/bahan galian nuklir.

Sumber daya nuklir dapat dimanfaatkan terutama untuk mengatasi krisis energi. Nuklir dapat dimanfaatkan untuk dijadi-kan sumber pembangkit listrik. Energi nuklir sudah memiliki pe-ranan vital dalam memasok listrik dunia dan merupakan sumber listrik utama pada sejumlah negara. Tercatat per 2006 443 PLTN beroperasi di dunia dan 25 buah sedang dalam tahap pembangu-nan [1]. Energi nuklir lebih menguntungkan jika ditinjau dari segi kelestarian/perlindungan lingkungan hidup karena tidak mengha-silkan unsur berbahaya, seperti logam berat (cadmium, plumbum, arsen, argentum/perak, vanadium), emisi gas SO2, NOx, dan VHC. Dalam hal ini PLTN dapat membantu mengurangi hujan asam dan pembatasan emisi gas rumah kaca.

Indonesia dapat memanfaatkan energi nuklir sebagai solusi atas krisis energi yang sedang dihadapi. Pemanfaatan energi nuklir sebagai sumber energi dapat dilakukan mengingat Indonesia me-miliki sumber daya bahan baku nuklir yang sangat besar. Berda-sarkan catatan yang ada, Indonesia memiliki cadangan 70 ribu ton uranium dan 117 ribu ton thorium [2].

Selain untuk mengatasi krisis energi, nuklir juga dapat digu-nakan di bidang-bidang lainnya, seperti untuk kesehatan, pangan, dan industri. Nuklir untuk bidang pangan telah berhasil memban-tu manusia untuk menciptakan bibit tumbuhan yang memiliki ke-unggulan, yakni tanaman padi/kedelai dengan masa tanam pendek

dan tahan terhadap hama dan kekeringan. Penggunaan nuklir di bidang kesehatan telah membantu para tenaga medis dalam mem-berikan diagnosa maupun terapi berbagai jenis penyakit.

Nuklir dapat membawa kebaikan terhadap hidup umat manu-sia dan dalam pemanfaatanya untuk kesejahteraan masyarakat dan pengembangan teknologinya perlu diawasi sehingga risiko bahaya radiasi yang ditimbulkannya tidak membahayakan individu, ma-syarakat dan lingkungan hidup. Aspek pengawasan yang harus di-perhatikan meliputi aspek: a. Keselamatan;b. Keamanan; danc. Safeguards.

Semua hal tersebut perlu diwujudkan agar pemanfaatan tenaga nuklir memenuhi kondisi operasi yang sesuai, memperhitungkan pencegahan kecelakaan dan memitigasi konsekuensi kecelakaan, memasukkan aspek pencegahan, deteksi, dan respon terhadap tin-dakan tidak sah terhadap zat radioaktif dan bahan nuklir seperti pencurian dan sabotase, serta pencegahan penyalahgunaan bahan nuklir untuk tujuan non damai seperti senjata nuklir [3,4].

Salah satu jenis pemanfaatan tenaga nuklir adalah penamba-ngan bahan galian nuklir. Eksplorasi dan eksploitasi bahan galian nuklir harus mempunyai dasar hukum yang kuat agar bahan galian nuklir tesebut dapat digunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Produk peraturan perundang-undangan yang jelas yang dapat menopang keberadaan dan pemanfaatan tenaga nuklir. Tanpa adanya produk perundang-undangan tersebut po-tensi penyalahgunaan tenaga nuklir sangatlah besar dan akibat dari penyalahgunaan tersebut tidak dapat dibayangkan.

Dalam makalah ini akan dibahas tinjauan hukum terhadap penciptaan situasi keamanan nuklir dalam pemanfaatan tenaga

Seminar Keselamatan Nuklir 2014 61

nuklir. Tujuan dari penulisan makalah ini agar pada nantinya da-lam proses penyusunan RUU Keamanan Nuklir para legislator di DPR RI dapat mengerti bagaimana membentuk sebuah legislasi di bidang ketenaganukliran yang sesuai dengan tujuan yuridis, sosio-logis, dan filosofis hukum nuklir sehingga dapat menjadi paket pe-raturan perundang-undangan yang mampu terap.

2. METODOLOGI PENELITIANMakalah ini disusun dengan menggunakan kajian literatur. Ka-

jian difokuskan terhadap rekomendasi-rekomendasi IAEA khusus-nya yang mengatur mengenai Kondisi Keamanan Nuklir untuk ke-mudian ditinjau dari segi ilmu hukum. Kemudian dalam Bab III.3 juga sedikit diulas mengenai teori-teori hukum pidana untuk diha-rapkan bisa diatur dalam RUU Keamanan Nuklir.

3. PEMBAHASAN

3.1. Kondisi Keamanan Nuklir

Penggunaan nuklir untuk kesejahteraan dan kebaikan umat manusia harus ditunjang dengan sebuah sistem pengawasan te-naga nuklir. Sistem pengawasan ditujukan terhadap obyek-obyek tenaga nuklir, seperti reaktor nuklir untuk penelitian termasuk produksi radioisotop, reaktor nuklir untuk menghasilkan daya/energi (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir), serta instalasi peghasil elemen-elemen bahan bakar nuklir, instalasi pendaur ulang bahan bakar nuklir dan pengelolaan bahan bakar bekas nuklir [5]. IAEA Nuclear Security Series No. 15 menyatakan bahwa tujuan aturan keamanan nuklir sebuah negara adalah untuk melindungi warga negara, harta, tatanan masyarakat, dan lingkungan dari akibat yang dapat mencelakakan yang timbul dari Kejadian Keamanan Nuklir. Oleh karena itu negara anggota IAEA harus membuat, mengim-plementasikan, dan menegakkan aturan tersebut untuk mencegah, menemukan, dan menindaklanjuti jika terjadi Kejadian Keaman-an Nuklir [6]. Untuk membantu negara-negara anggotanya, IAEA menciptakan Nuclear Security Programme dan Nuclear Security Se-ries sebagai bahan pertimbangan dan bimbingan.

Penggunaan nuklir untuk kesejahteraan dan kebaikan umat manusia menjadi latar belakang bagaimana penggunaan nuklir harus didasarkan kepada Kondisi Keamanan Nuklir. IAEA men-definisikan Keamanan Nuklir sebagai, “tindakan pencegahan dan deteksi, dan tindakan reaksi atas, pencurian, sabotase, akses tanpa izin, memindahkan secara melawan hukum, dan tindakan-tinda-kan berbahaya lain yang melibatkan bahan nuklir, atau bahan ra-dioaktif lainnya, atau fasilitas pendukungnya”.

Tujuan dari aturan Keamanan Nuklir, sebagaimana tercantum dalam Nuclear Security Recommendation, tersebut dapat dilihat dari tercapainya beberapa indikator. Indikator-indikator tersebut adalah:1. Perangkat peraturan yang lengkap dan meyeluruh yang menye-

diakan mekanisme administrasi dan penegak hukum kepada pejabat yang berwenang di dalam negara, agar mereka dapat melaksanakan wewenang mereka secara efektif.

2. Peraturan yang cukup dan sumber daya yang berkelanjutan kepada pejabat yang kompeten yang memungkinkan mereka untuk melaksanakan fungsi mereka, yang antara lain:a) melakukan tindakan pencegahan atas tindak pidana atau tin-

dakan pelanggaran yang berakibat pada keamanan nuklir yang menggunakan bahan nuklir atau bahan radioaktif-radioaktif lainnya yang tidak sesuai dengan aturan pengendalian;

b) deteksi, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan in-strumen peringatan atau pemberitahuan akan keberadaan atau indikasi adanya tindak pidana atau tindakan pelang-garan yang berakibat pada situasi keamanan nuklir yang menggunakan bahan nuklir atau bahan radioaktif lainnya

yang tidak sesuai dengan aturan pengendalian, dan khu-susnya untuk:(1) mengembangkan strategi nasional;(2) membangun sistem deteksi;(3) membuat sebuah dugaan awal yang dikeluarkan oleh

instrumen peringatan guna menentukan apakah Ke-jadian Keamanan Nuklir telah terjadi.

c) menindaklanjuti Kejadian Keamanan Nuklir, khususnya dengan cara:(1) menyampaikan informasi kepada aparat yang berwenang;(2) memperkirakan validitas dan kemungkinan risiko yang

timbul dari Kejadian Keamanan Nuklir;(3) mencari, mengenali, mengkategorikan, dan meng-

karakteristik nuklir atau bahan radioaktif lainnya;(4) mengamankan bahan-bahan tersebut dan melakukan

tindakan lain yang berhubungan dengan Kejadian Kea-manan Nuklir, seperti menetralisir alat-alat dan/atau instalasi;

(5) mengambil, menahan, atau menyita bahan-bahan tersebut di bawah pengawasan regulatory control;

(6) mengumpulkan, menjaga, menyimpan, memindahkan, dan menganalisa bukti-bukti, termasuk melakukan tin-dakan nuklir forensik, terhadap suatu tindak pidana atau tindakan pelanggaran yang memiliki implikasi bahwa tindakan tersebut berkaitan dengan Kejadian Keamanan Nuklir;

(7) menahan dan kemudian menghukum dan/atau mengekstradisi pelaku.

Oleh karena itu mempunyai perangkat peraturan yang menga-tur mengenai Kejadian Keamanan Nuklir merupakan langkah awal dalam mencapai sebuah kondisi Keamanan Nuklir.

Indonesia dalam hal ini sudah mempunyai dasar yang cukup untuk mencapai kondisi Keamanan Nuklir karena Indonesia pada saat ini telah memiliki UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Kete-naganukliran. Akan tetapi UU Ketenaganukliran hanya mengatur soal pengelolaan tenaga nuklir di Indonesia. UU Ketenaganukliran tidak mengatur bagaimana sebuah keadaan Keamanan Nuklir bisa tercapai dan reaksi atas sebuah Kejadian Keamanan Nuklir. Untuk itulah saat ini sedang disusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Kemanan Nuklir yang diharapkan dapat masuk ke Program Legis-lasi Nasional (Prolegnas) 2015–2019 yang akan datang.

3.2. Peranan Hukum dalam Menciptakan Kondisi Keamanan Nuklir

Eksistensi nuklir sebagai sebuah solusi dalam berbagai aspek bidang kehidupan manusia tidak dapat dipungkiri lagi. Oleh ka-rena itu hukum, melalui berbagai produk peraturan perundang-undangan, harus dapat mengakomodir eksistensi nuklir tersebut. Hal ini sejalan dengan pandangan bahwa tujuan utama(kaum re-alisme) hukum adalah untuk membuat hukum menjadi lebih res-ponsif terhadap kebutuhan sosial [7].

Demikian juga dengan pendapat Roscoe Pond bahwa fungsi hukum adalah salah satunya adalah sebagai alat perekayasa sosial. Pemikiran ini memfokuskan bahwa hukum harus berorientasi pada masa depan, maka tugas hukum dalam hal ini adalah untuk mempersiapkan norma-norma baru yang dapat mengubah pola pikir suatu masyarakat yang lama menjadi rezim masyarakat baru

Karena peristiwa Hiroshima dan Nagasaki tenaga nuklir men-jadi sesuatu yang sangat ditakuti. Hal ini diperparah dengan kece-lakaan PLTN di Chernobyl yang berdampak sangat luas dan jauh melewati batas-batas yurisdiksi Uni Sovyet pada saat itu. Di sini-lah fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial sangat dibutuhkan. Dalam bahasa sederhananya adalah bahwa rekayasa sosial dalam hukum merupakan seperangkat kebijakan dan peraturan perun-

62 Penciptaan Kondisi Keamana dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir: Sebuah Tinjauan Hukum

dangundangan yang dibuat dapat merubah pola pikir masyarakat akan manfaat nuklir.

Oleh karena mengingat keberadaan nuklir dalam masyarakat, hukum membentuk satu cabang ilmu baru di dalam dirinya, yaitu hukum nuklir (Nuclear Law). Hukum Nuklir adalah cabang khu-sus dalam norma hukum yang mengatur kegiatan manusia atau badan hukum yang berkaitan dengan materi fusi, radiasi ion, atau paparan sumber daya radiasi [8]. Hukum Nuklir mempunyai ciri khusus yang membedakan dirinya dari produk peraturan perun-dang-undangan lainnya. Hukum Nuklir sebagai produk peraturan harus memuat beberapa prinsip, yaitu:a. The safety principle, Hukum Nuklir harus mencantumkan

bagaimana tindakan-tindakan pencegahan untuk menghindari terjadinya kerusakan atau meminimalisir kerugian yang terjadi akibat penyalahgunaan atau kecelakaan.

b. The security principle, Hukum Nuklir harus menjamin bahwa nuklir akan digunakan untuk tujuan-tujuan damai sehiungga Kondisi Keamanan Nuklir dapat terwujud.

c. The responsible principle, prinsip ini mewajibkan pengidentifika-sian yang jelas terhadap pihak yang bertanggung jawab atas keru-gian yang timbul akibat penyalahgunaan atau kecelakaan tersebut.

d. The permission principle, setiap kegiatan yang berkaitan den-gan nuklir harus berdasarkan izin yang dikeluarkan oleh lem-baga yang berwenang.

e. The continuous control principle, walaupun tindakan-tinda-kan yang berkaitan dengan nuklir harus berdasarkan izin tetapi lembaga yang mengeluarkan izin tersebut harus secara terus menerus memantau kegiatan tersebut.

f. The compensation principle, adanya ganti rugi yang sesuai jika ada kerusakan dan/atau kerugian yang timbul akibat kegiatan yang berkaitan dengan nuklir tersebut.

g. The sustainable principle, kegiatan yang berkaitan dengan nuklir harus mendukung daya dukung lingkungan hidup.

h. The compliance principle, kerusakan yang timbul akibat nuklir dapat dirasakan dampaknya oleh negara lain oleh karena itu nega-ra harus memasukan ketentuan dalam hukum internasional (atau kebiasaan yang berkembang) dalam produkhukum nasional.

i. The independence principle, lembaga pengawasan kegiatan nuklir harus dijamin independensinya, wewenangdan pen-dapat profesionalnya, manakala keselamatan dan keamanan kondisi nuklir terancam.

j. The transparency principle, setiap negara harus transparan dalam pengembangan teknologi nuklirnya. Hal ini untuk men-jamin bahwa nuklir yang dimiliki oleh negara tersebut diguna-kan untuk tujuan damai.

k. The international cooperation principle, untuk mewujudkan nuklir yang berguna untuk umat manusia dan untuk mencip-takan kondisi keamanan nuklir global maka dibutuhkan kerja sama antar negara untuk mewujudnyatakan hal-hal tersebut.

IAEA sebagai organisasi international yang mengurusi tenaga nuklir telah mengeluarkan serangakain konvensi dan juga pandu-an-panduan bagi Negara anggotanya dalam menciptakan situasi kondisi keamanan nuklir. IAEA menyatakan, “States are expected to adopt within their national legal order such legislation and measures as may be necessary to fulfil effectively their international obligations” [9]. Bahkan lebih lanjut IAEA menjelaskan bahwa setiap tindakan yang melibatkan bahan nuklir yang dilakukan oleh setiap orang (orang maupun badan hukum) yang dilakukan dalam yurisdiksi negara anggotanya harus berdasarkan prinsip-prinsip umum dan hukum kebiasaan yang berlaku secara internasional sebagai tam-bahan dari peraturan perundang-undangan nasional yang berlaku.

Safety Standards dan Security Series yang dikeluarkan oleh IAEA, walaupun tidak secara hukum mengikat,didesain untuk menjadi prinsip umum dalam hukum internasional. Salah satu sumber hukum internasional adalah kebiasaan internasional. Ke-

biasaan, dalam terminologi hukum, adalah suatu adat istiadat yang telah memperoleh kekuatan hukum [10]. Kaidah-kaidah dalam kebiasaan internasional yang berasal dari adat istiadat atau prak-tek-praktek yang dikembangkan dalam, kurang lebih 3 hal, yaitu: hubungan diplomatik antar Negara, praktek dalam organisasi in-ternasional, dan perundang-undangan Negara [11].

Safety Standards dan Security Series yang dikeluarkan oleh IAEA dapat dinyatakan sebagai hukum kebiasaan internasional ka-rena memenuhi 2 unsur kumulatif yaitu:1. Unsur Faktual;

Yang dimaksud unsur faktual disini adalah adanya praktik umum negara-negara anggota IAEA untuk menerapkan Safety Standards dan Security Series dalam perangkat hukum nasional mereka secara bersama-sama, terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama.2. Unsur Psikologis (opinio jurissive necessitas);

Untuk menguji keberadaan hukum kebiasaan internasional ti-dak cukup hanya dengan melihat praktik negara-negara saja, tapi perlu juga diketahui alasan mereka mempraktikkannya. Dalam hal ini Safety Standards dan Security Series diikuti oleh negara-negara anggota IAEA karena adanya keyakinan bahwa apa yang mereka praktikkan tersebut merupakan suatu kewajiban hukum untuk menjamin keselamatan dan keamanan pemanfaatan tenaga nuklir di negara mereka masing-masing.

3.3. Ketentuan Pidana

Kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada ma-syarakat, tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan [12]. Bah-kan Kongres PBB di Jenewa tahun 1975 menyatakan bahwa kuanti-tas dan kualitas kejahatan semakin meningkat. Peningkatan jumlah dan kualitas tersebut mengakibatkan Phillippe de Seynes menya-takan bahwa kejahatan pada saat ini telah diakui sebagai masalah sosio-politik, yang tidak hanya menuntut tindakan-tindakan yang bersifat teknis tetapi memerlukan tindakan luas yang disusun pada tingkatan politik tertinggi. Hal ini berarti bahwa untuk mencegah tindak kriminal dibutuhkan undang-undang yang mengatur soal pencegahan dan penindakan atas tindak kriminal tersebut. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa undang-undang merupakan produk politik di tataran paling tinggi, yakni DPR dan Presiden.

Salah satu usaha penanggulangan tindak kejahatan adalah de-ngan menggunakan hukum pidana. Hukum pidana adalah cara negara untuk melindungi warga negaranya apabila haknya, yang diatura dalam undang-undang, dilanggar oleh warga negara yang lainnya [13]. Pemidanaan didasarkan pada dua syarat [14]:a. Pidana ditujukan pada pengenaan penderitaan terhadap orang

yang bersangkutan;b. Pemidanaan adalah bentuk pernyataan pencelaan terhadap

perbuatan si pelaku.

Ketentuan pidana memang sudah tercantum dalam ketentuan yang termaktub di KUHP akan tetapi itu tidak menghalangi ke-tentuan pidana dalam undang-undang yang bersifat khusus. Akan tetapi dalam membentuk sebuah ketentuan pidana dalam undang-undang yang bersifat khusus tersebut, pembentuk undang-un-dang harus mengerti betul maksud atas ketentuan pidana dalam undang-undang tersebut. Harus dimengerti betul bahwa pemida-naan adalah bentuk pencegahan dan bukan sebagai bentuk balas dendam. Oleh karena itu pengaturan pemidanaan dalam pembua-tan undang-undang harus memperhatikan tujuannya dan hanya dibuat untuk itu.

Selain daripada itu ketentuan pidana dalam RUU Keamanan Nuklir perlu juga memperhatikan ketentuan pidana yang ada pada peraturan perundang-undangan lainnya. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dalam menciptakan situasi Keamanan Nuklir.

Seminar Keselamatan Nuklir 2014 63

Kesesuaian tersebut juga untuk menghindari loop hole yang timbul dari ketidaksesuaian tersebut.

RUU Keamanan Nuklir yang sedang disusun juga akan meng-atur tentang ketentuan pidana. Hal ini sangat diperlukan sekali mengingat UU 10/1997, menurut pandangan penulis, sangat lemah mengatur tentang ketentuan pidana. Meskipun dalam penjelasan umum dan batang tubuh banyak disebut aspek-aspek perlindung-an lingkungan, namun ketentuan pidana di dalamnya tidak men-cerminkan perlindungan terhadap ekosistem, termasuk kesehatan dan keselamatan manusia.

Apabila melihat ketentuan pidana dalam UU 10/1997 maka me-nurut penulis ditafsirkan bahwa pengaturan terkait kerugian nuklir, termasuk kematian maupun cacat perlu diperjelas ketentuan pida-nanya bagi pihak penanggung. Hal ini tentu menjadi suatu masa-lah mengingat undang-undang ini mengatur kegiatan yang sangat beresiko terhadap kesehatan, nyawa manusia dan ekosistem namun tidak mengatur ancaman pidana bagi penyebab kerugian nuklir.

4. KESIMPULAN DAN SARANIndonesia memiliki potensi nuklir yang cukup untuk menga-

tasi berbagai masalah khususnya di bidang energi, kesehatan dan industri. Akan tetapi penggunaan nuklir harus bertujuan untuk kebaikan ummat manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dalam penggunaan sumber daya nuklir maka perlu tercipta kondisi keamanan nuklir.

Hukum sebagai alat social engineering mempunyai peranan penting untuk menciptakan kondisi keamanan nuklir. Hukum da-pat memainkan peranan tersebut dengan menciptakan perangkat peraturan dan lembaga pengawasan. Fokus penciptaan perangkat peraturan tersebut dapat berpedoman kepada Safety Standards dan Security Series yang dikeluarkan oleh IAEA. Safety Standards dan Security Series dapat diadaptasi ke dalam peraturan nasional karena dianggap sebagai sebuah kebiasaan umum yang diterapkan dalam ruang lingkup internasional. Adaptasi Safety Standards dan Security Series sangatlah penting mengingat kebaikan umat manu-sia yang dimaksud di dalam makalah ini juga berkaitan dengan ke-pentingan negara-negara lain dan juga agar berkesesuaian dengan IAEA Safety Standard.

Adapun saran yang dapat penulis berikan adalah dalam rang-ka penyusunan RUU Keamanan Nuklir harus diperhatikan juga klausul-klausul dalam UU 10/1997 tentang Ketenaganukliran agar jangan sampai banyak terjadi tumpang tindih. Hal ini supaya tidak terjadi kerancuan hukum dan penafsiran yang terlalu luas sehingga pada gilirannya menjadi celah bagi orang-orang yang berniat jahat.

DAFTAR PUSTAKA[1] http://www.batan.go.id/FAQ/#PLTN01 [2] http://www.antaranews.com/berita/375792/indonesia-

miliki-cadangan-uranium-70000-ton[3] Sinaga, D.C. (2014); “Pengawasan Pemanfaatan Tenaga

Nuklir”, Konsultasi Publik Peraturan Perundang-undangan Bidang Instalasi dan Bahan Nuklir; Medan.

[4] Pramono, Y. (2014); “Pengawasan Ketenaganukliran di Indo-nesia”, Sosialisasi Kelembagaan BAPETEN; Bangka Belitung.

[5] Irawan B.S. (2004); Non Proliferasi Nuklir.[6] IAEA (2011); IAEA NSS No. 15, Nuclear Security

Recommendations on Nuclear and Other Radioactice Material out of Regulatory Control; IAEA, Vienna. p.5.

[7] Nonet, Philippe; Selznick, Philip (2008); Hukum Responsif (terj. Raisul Muttaqien).

[8] Carlton Stoiber, et al, (2003); Handbook on Nuclear Law; IAEA, Vienna.

[9] IAEA (diakses 2014); IAEA Safety Standard, www-ns.iaea.org[10] Charles Viner (1742); A General Abridgment of Law and

Equity.[11] JG Starke (1992); Pengantar Hukum Internasional, ed

kesepuluh (terj: Bambang Iriana Djajaatmadja).[12] Sadli, Saparinah (1976); Persepsi Sosial Mengenai Perilaku

Menyimpang; p.56.[13] Bammelen, Van (1979); Ons Strafrecht 1, het materiele

strafrecht deel, Zesde herziene druk; p.21–22.[14] Roos, Alf (1975); On Guilt, Responsibility and Punishment. [15] Sefriani (2009); Hukum Internasional: Satu Pengantar.[16] Mauna, Boer (2000);, Hukum Internasional: Pengertian,

Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global.

TANYA JAWAB DAN DISKUSI

1. Penanya : Dewi Prima Meiliasari (BAPETEN)Pertanyaan:

a) 1. Bagaimana caranya dalam keadaan/kondisi Pemilu pada saat ini, keamanan nuklir dapat terlihat sebagai alat pereka-yasa sosial?

b) Komentar: Sebagai CPNS Doni hebat bisa menjadi Penyaji, apalagi penyaji oral.

Jawaban:Keamanan nuklir dalam keadaan/kondisi menghadapi pemilu

saat ini adalah dengan bagaimana pemerintah dapat memberi-kan rasa aman kepada masyarakat, mengingat rentannya ancam-an terorisme pada saat-saat krusial seperti saat ini. Hukum sebagi alat perekayasa sosial tidak dapat terlihat namun dapat dirasakan (invisible hands or law), bagaimana masyarakat dapat merasakan jaminan keamanan itulah parameter berhasilnya fungsi hukum se-bagi alat perekayasa sosial.

Recommended