View
31
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK TEKNIK SOSIODRAMAUNTUK MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS X
SMA NEGERI 11 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2018/2019
(Skripsi)
Oleh
FITRI FIDYAH
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELINGFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG2018
ABSTRAK
PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK TEKNIK SOSIODRAMA
UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS X
SMA NEGERI 11 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Oleh
FITRI FIDYAH
Masalah dalam penelitian ini adalah perilaku asertif siswa rendah. Permasalahan
penelitian adalah “Apakah konseling kelompok teknik sosiodrama dapat
meningkatkan perilaku asertif siswa kelas X SMA Negeri 11 Bandar Lampung
tahun pelajaran 2018/2019?”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penggunaan
konseling kelompok teknik sosiodrama dalam meningkatkan perilaku asertif pada
siswa kelas X SMA Negeri 11 Bandar Lampung tahun pelajaran 2017/2018. One
Group Pretest-Posttest digunakan sebagai design penelitian. Subjek penelitian ini
sebanyak 6 orang siswa yang memiliki perilaku asertif rendah dan sedang. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala perilaku asertif. Hasil
analisis data menggunakan uji Wilcoxon, diperoleh z hitung = -2.201 hasilnya
kurang dari z tabel= 1.645, dan juga menunjukkan adanya peningkatan, maka Ho
ditolak dan Ha diterima. Kesimpulannya adalah perilaku asertif siswa dapat
ditingkatkan malalui konseling kelompok teknik sosiodrama pada siswa kelas X
SMA Negeri 11 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2018/2019.
Kata kunci: asertif, konseling kelompok, teknik sosiodrama.
ABSTRACT
THE USE OF GROUP COUNSELING SOCIODRAMA TECHNIQUES
TO IMPROVE STUDENTS’ ASSERTIVE BEHAVIOR
By
Fitri fidyah
The research issue was the lowness of students assertive behavior. The research
problem was whether the group counseling with sociodrama technique can
improve the students' assertive behavior at the tenth grade of SMAN 11 Bandar
Lampung in academic year 2017/2018”. The aims of the study was to find out
whether there was an improvement of students' assertive behavior before and
after the students were taught through group counseling with sociodrama
technique. One group pre-test and post-test was used as the design of the
research. The subject of the research was 6 students of the tenth grade who had
low and medium assertive behavior. The Likert scale of students' assertive
behavior was employed to collect the data. The data were analyzed by using
Wilcoxon’s test. The result showed that Zcal’s was less than (-2.201) Ztable
(1.645) and also showed that the improvement was 17,6%, it means that Ho was
rejected and Ha was accepted. It indicated that the group counseling with
sociodrama technique can improve the students' assertive behavior at the tenth
grade of SMAN 11 Bandar Lampung ini academic year 2017/2018.
Keywords: assertive behavior, group counseling, sociodrama technique.
PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK TEKNIK SOSIODRAMA
UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS X
SMA NEGERI 11 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Oleh
FITRI FIDYAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Bimbingan Konseling
Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Fitri Fidyah dilahirkan di Bekasi, pada tanggal
11 Februari 1996. Penulis adalah anak pertama dari dua
bersaudara, dari pasangan bapak Sumartono dan ibu Erni.
Penulis mengawali pendidikan formal pada tahun 1999/2000 di
TK An-Nur , tahun 2006/2007 di SD Negeri 3 Keteguhan. Pada tahun 2007/2008
penulis melanjutkan pendidikan formal ke sekolah menengah pertama di SMP
Negeri 15 Bandar Lampung, setelah 3 tahun belajar di sekolah menengah pertama
penulis lulus pada tahun 2009/2010 penulis melanjutkan pendidikan formal ke
SMA Negeri 11 Bandar Lampung, setelah 3 tahun belajar di SMA penulis lulus
pada tahun 2012/2013, dan pada tahun 2013/2014 penulis diterima dan terdaftar
sebagai mahasiswi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, melalui jalur
SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan mengambil
Program Studi Bimbingan Konseling.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan praktik mengajar melalui
Program Pengalaman Lapangan (PPL) di Desa Jaya Sakti, Kecamatan Anak Tuha,
Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2016.
MOTTO
“Dan milik Allah lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi, dan hanya kepada Allah segala urusan dikembalikan.”
(QS. Ali „Imran 109)
PERSEMBAHAN
Sujud syukur kusembahkan kepadamu ya Allah yang Maha Agung dan Maha
Penyayang, atas takdirmu telah kau jadikan aku manusia yang senantiasa berpikir,
berilmu, beriman dan bersabar dalam menjalani kehidupan ini. Semoga
keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita-cita besarku.
Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk Papa Sumartono dan Mama Erni
tercinta yang tiada pernah hentinya memberiku semangat, doa, nasehat, dan kasih
sayang. Terimakasih telah menjagaku, membimbingku dan mendidikku dengan
baik Ma, pengorbanan yang tak tergantikan hingga akhir waktuku.
Kupersembahkan buat adikku tercinta Rafi Rasyid selalu ada canda tawa di
hidupku karena memilikimu sebagai adikku.
Dan
Almamater Tercinta, Universitas Lampung
SANWACANA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang maha pengasih dan
maha penyayang, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penggunaan Bimbingan
Kelompok Teknik Sosiodrama Untuk Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa Kelas
X SMA Negeri 11 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2017/2018” adalah salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi
Bimbingan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Lampung. Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
diucapkan terimakasi kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung
2. Ibu Dr. Riswanti Rini, M. Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Yusmansyah, M. Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan
dan Konseling. Terima kasih atas bimbingan, saran, dan masukannya
kepada penulis.
4. Bapak Drs. Muswardi Rosra M.Pd., selaku pembimbing I atas kesediaan
waktu, untuk memberikan bimbingan, pengarahan, saran, semangat dan
motivasi selama proses perkuliahan dan penyusunan skripsi.
5. Bapak Redi Eka Andriyanto, S.Pd., M.Pd., Kons., selaku pembimbing II
atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, kritik,
saran, dan motivasi selama proses pekuliahan dan proses penyusunan
skripsi.
6. Ibu Ratna Widiastuti, S.Psi., M.A., Psi., selaku Pembahas atas keikhlasan
dan kesediaannya dalam memberikan pengarahan, dan masukan kepada
penulis selama proses perkuliahan dan penyusunan skripsi.
7. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan dan Konseling FKIP UNILA
8. Ibu Maria Habiba, M.Pd., selaku Kepala SMA Negeri 11 Bandar
Lampung, beserta para staff yang telah membantu penulis dalam
melakukan penelitian.
9. Keluargaku tercinta, mama Erni dan papa Sumartono, adikku Rafi Rasyid.
Terimakasih atas pengorbanan, kasih sayang dalam balutan do’a yang
tulus, dan selalu memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
10. Keluarga besarku yang selalu mendukung, membantu dan memotivasi
dalam penyusunan skripsi.
11. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut mendukung
peneliti menyelesaikan skripsi ini.
12. Almamaterku tercinta
Akhir kata, saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan
tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
Bandar Lampung, Desember 2018
Penulis
Fitri Fidyah
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .............................................................................................. xiiiDAFTAR TABEL ........................................................................................ xvDAFTAR GAMBAR.................................................................................... xviDAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvii
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang dan Masalah ............................................................. 1
1. Latar Belakang Masalah ............................................................... 12. Identifikasi Masalah .................................................................... 93. Pembatatasan Masalah ................................................................. 94. Rumusan Masalah ........................................................................ 9
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 101. Tujuan Penelitian .......................................................................... 102. Manfaat Penelitian ....................................................................... 10
C. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 11D. Kerangka Pikir ................................................................................... 12E. Hipotesis ............................................................................................. 18
II. TINJAUAN PUSTAKAA. Perilaku Asertif .................................................................................. 19
1. Perilaku Asertif dalam Bimbingan Sosial..................................... 192. Pengertian Perilaku Asertif ........................................................... 213. Ciri-ciri Perilaku Asertif .............................................................. 244. Jenis Perilaku Asertif ................................................................... 275. Aspek-aspek Perilaku Asertif ...................................................... 286. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif .................... 30
B. Teknik Sosiodrama dalam Konseling Kelompok .............................. 321. Pengertian Konseling Kelompok .................................................. 332. Pengertian Teknik Sosiodrama .................................................... 343. Tujuan Teknik Sosiodrama .......................................................... 364. Kelebihan dan Kelemahan Teknik Sosiodrama ........................... 385. Langkah-langkah Sosiodrama ...................................................... 40
xiv
C. Penggunaan Konseling Kelompok Teknik Sosiodrama UntukPeningkatan Perilaku Asertif ............................................................. 43
III. METODE PENELITIANA. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 48B. Metode Penelitian .............................................................................. 48C. Desain penelitian................................................................................. 49D. Subjek Penelitian ................................................................................ 50E. Skenario Siklus Sosiodrama ............................................................... 51F. Veriabel Penelitian dan Definisi Operasional .................................... 53
1. Variable Penelitian ....................................................................... 532. Definisi Operasional .................................................................... 53
G. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 541. Skala Perilaku Asertif .................................................................... 552. Kisi-kisi Skala Perilaku Asertif .................................................... 56
H. Uji Persyaratan Instrumen .................................................................. 581. Uji Validitas ................................................................................. 582. Uji Reliabilitas ............................................................................. 59
I. Teknik Analisis Data .......................................................................... 60
IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil penelitian ................................................................................... 63
1. Gambaran Hasil Pra Penelitian Teknik Sosiodrama..................... 632. Deskripsi Data .............................................................................. 643. Pelaksanaan Kegiatan Teknik Sosiodrama................................... 664. Hasil Pelaksanaan ......................................................................... 675. Data Skor Subjek Sebelum Dan Setelah Mengikuti Teknik
Sosiodrama ................................................................................... 786. Uji Hipotesis ................................................................................. 96
B. Pembahasan ....................................................................................... 98
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan......................................................................................... 1111. Kesimpulan Statistik ................................................................... 1112. Kesimpulan Penelitian ................................................................ 112
B. Saran ................................................................................................. 112
DAFTAR PUSTAKA
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Perilaku Asertif dan Non Asertif..................................................... 263.1 Alternatif Pilihan Jawaban Skala .................................................... 553.2 Kisi Kisi Instrument Perilaku Asertif.............................................. 573.3 Kriteria Reliabilitas ........................................................................ 604.1 Daftar Subjek Penelitian ................................................................. 644.2 Kriteria Perilaku Asertif Siswa ....................................................... 654.3 Hasil Pre test ................................................................................... 664.4 Kegiatan Penelitian Di SMA Negeri 11 Bandar Lampung ............. 674.5 Perbandingan Antara Posttest dan Pretest....................................... 804.6 Perubahan Perilaku Asertif CAN Setelah Teknik
Sosiodrama...................................................................................... 834.7 Perubahan Perilaku Asertif DVD Setelah Teknik
Sosiodrama...................................................................................... 864.8 Perubahan Perilaku Asertif IL Setelah Teknik
Sosiodrama...................................................................................... 894.9 Perubahan Perilaku Asertif YM Setelah Teknik
Sosiodrama...................................................................................... 924.10 Perubahan Perilaku Asertif RCP Setelah Teknik
Sosiodrama...................................................................................... 954.11 Perubahan Perilaku Asertif SNA Setelah Teknik
Sosiodrama...................................................................................... 984.12 Analisis Hasil Penelitian Menggunakan Uji Wilcoxon ................... 99
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Skema Kerangka Berpikir ................................................................. 173.1 Pola One Group Pretest-Posttest Design .......................................... 494.1 Grafik Perubahan Perilaku Asertif CAN........................................... 834.2 Grafik Perubahan Perilaku Asertif DVD .......................................... 874.3 Grafik Perubahan Perilaku Asertif IL ............................................... 904.4 Grafik Perubahan Perilaku Asertif YM............................................. 924.5 Grafik Perubahan Perilaku Asertif RCP ........................................... 954.6 Grafik Perubahan Perilaku Asertif SNA........................................... 984.7 Grafik Perbandingan Skor Hasil Pretest dan Posttest ...................... 100
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skala Perilaku Asertif Siswa ................................................................114
2. Hasil Uji Ahli Aitem Skala Perilaku Asertif ........................................116
3. Uji Reliabilitas Instrumen.....................................................................122
4. Data Penjaringan Subjek.......................................................................128
5. Tahap Pelaksanaan Penelitian ..............................................................129
6. Modul....................................................................................................130
7. Surat Penelitian.....................................................................................156
8. Surat Pelaksanaan Penelitian ................................................................157
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
1. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju
masa dewasa. Pada masa tersebut individu banyak mengalami
perkembangan untuk mencapai kematangan, baik secara fisik, psikis, dan
sosial, sehingga berpengaruh terhadap perilakunya dalam kehidupan
sehari-hari. Setiap remaja memiliki kehidupan pribadi yang berbeda-beda
antara orang yang satu dengan yang lainnya. Fatimah (2010) menjelaskan
bahwa kehidupan pribadi seseorang meliputi berbagai aspek, antara lain
aspek emosional, sosial psikologis, sosial budaya, dan kemampuan
intelektual yang terpadu dengan faktor lingkungan dalam kehidupannya.
Individu sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan sosialisasi
dengan individu lainnya di dalam lingkungan masyarakat. Sosialisasi pada
dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap kehidupan sosial
salah satunya yaitu perilaku yang seharusnya diperankan seseorang di
dalam kelompoknya, baik dalam keluarga, sekolah maupun dalam
kehidupan bermasyarakat.
2
Individu melakukan interaksi pada tiga lingkungan yang berbeda yaitu,
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Menurut Ali dan Asrori
(2004: 93) menjelaskan bahwa proses sosialisasi individu terjadi di tiga
lingkungan utama, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan
lingkungan masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama
yang dikenal oleh individu sebelum mengenal lingkungan sosial yang
lebih luas. Peran orang tua sangat penting untuk menentukan perilaku anak
dalam bersosialisasi.
Remaja dihadapkan pada sebuah hubungan sosial dengan teman sebaya
yang terdiri dari berbagai macam karakteristik antara individu yang satu
dengan yang lainnya. Remaja dalam kesehariannya lebih banyak
menghabiskan waktu di lingkungan sekolah karena harus mengikuti proses
pendidikan yang terjadi dalam usia belasan tahun atau usia wajib belajar.
Dengan demikian remaja akan selalu berkomunikasi dengan temen sebaya
dan guru-gurunya. Di dalam kelompok teman sebaya individu akan
berusaha untuk mendapatkan pengakuan dari teman sebayanya dengan
cara menerima permintaan temannya yang bertentangan dengan
kemauannya atau individu akan melanggar hak orang lain.
Proses pembelajaran individu akan berinteraksi dengan guru mata
pelajaran, terkadang siswa akan merasa cemas untuk bertanya atau
menjawab pertanyaan dari guru, dikarenakan siswa takut dimarahi oleh
guru karena jawabannya salah. Dalam proses pembelajaran siswa dituntut
3
untuk berani mengemukakan pendapat didepan umum, mendiskusikan
mata pelajaran dengan anggota kelompok dan dapat menjawab pertanyaan
guru dengan percaya diri, hal tersebut bisa terwujud dengan adanya
perilaku asertif pada siswa.
Perilaku asertif merupakan perilaku dengan mengungkapkan perasaan
yang dirasakan maupun diinginkan oleh individu tersebut dengan cara
baik-baik dan tidak melanggar hak orang lain. Menurut Alberti dan
Emmons (2002) perilaku asertif adalah perilaku yang membuat seseorang
dapat bertindak demi kebaikan dirinya, mempertahankan haknya tanpa
cemas, mengekspresikan perasaan secara nyaman, dan menjalankan
haknya tanpa melanggar hak orang lain. Sedangkan menurut Corey (2009)
menyebutkan bahwa perilaku asertif adalah ekspresi langsung, jujur, dan
pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang
tanpa kecemasan yang beralasan. Siswa yang memiliki perilaku asertif
tentunya akan bisa berfikir rasional yang akan berdampak positif dalam
kehidupannya dimasa mendatang. Siswa mampu mengekspresikan yang
dirasakan dan dapat mempertahankan hak yang dimiliki dengan tidak
menyakiti orang lain.
Bimbingan dan konseling pada remaja yang tidak berperilaku asertif
menjadi sangat penting untuk diperhatikan karena dapat berpengaruh
terhadap kehidupan individu contohnya individu tidak akan terbuka
dengan orang lain, dan menerima keputusan orang lain untuk dirinya
4
walaupun tidak sesuai dengan keinginannya. Peran bimbingan konseling
bagi individu untuk membuat dirinya lebih terbuka dengan orang lain.
Fenonema yang ditemukan tidak semua siswa dapat berperilaku asertif
dengan baik. Apabila terus dibiarkan akan menimbulkan akibat-akibat
yang akan berakhir pada suatu masalah. Bloom, Coburn, dan Pearlam
(1985) mengatakan bahwa seseorang yang dikatakan tidak berperilaku
asertif ketika orang tersebut tidak mampu menyatakan perasaan-perasaan,
kebutuhan-kebutuhan dan gagasan-gagasannya secara tepat, mengabaikan
hak-haknya dan membiarkan orang lain melanggar haknya tersebut.
Perilaku yang tidak asertif ini biasanya bersifat emosional, tidak jujur dan
tidak langsung, terhambat dan menolak diri sendiri. Individu yang tidak
asertif membiarkan orang lain menentukan apa yang harus dilakukannya
dan sering berakhir dengan perasaan cemas, kecewa, bahkan berakhir
dengan kemarahan dan perasaan tersinggung.
Ketidakmampuan berperilaku asertif dapat disebabkan oleh beberapa
faktor misalnya pola asuh orang tua, adanya larangan terus-menerus akan
menjadikan seorang anak terlalu berhati-hati dan tidak spontan dalam
mengungkapkan perasaannya sehingga anak terbiasa untuk berperilaku
tidak asertif. Kemudian penyebab lain seperti perbedaan jenis kelamin
karena sejak kecil peran dan pendidikan laki-laki dan perempuan telah
dibedakan oleh masyarakat. Sejak kecil laki-laki dibiasakan harus tegas
dan kompetitif sedangkan perempuan harus pasif menerima perintah hal
5
ini berakibat laki-laki berperilaku lebih asertif dari pada perempuan
Prihatin (1993).
Bimbingan dan konseling adalah suatu pelayanan yang dapat membantu
siswa dalam mengatasi dan memandirikan sikap dan perilaku siswa
menjadi lebih baik. Peran guru bimbingan dan konseling dalam
menyelesaikan masalah perilaku asertif sangat penting sekali. Salah satu
bidang bimbingan dan konseling disekolah adalah bidang sosial. Tohirin
(2007: 128). Interaksi sosial secara baik dapat terwujud dengan adanya
perilaku aserif dalam diri individu perilaku yang membuat seseorang dapat
bertindak demi kebaikan dirinya, mempertahankan haknya tanpa cemas,
mengekspresikan perasaan secara nyaman, dan menjalankan haknya tanpa
melanggar hak orang lain. Bimbingan sosial bermakna suatu bimbingan
atau bantuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah sosial
seperti pergaulan, penyelesaian masalah konflik, penyesuaian diri dan
lainnya. Tujuan utama pelayanan bimbingan sosial adalah agar individu
yang dibimbing mampu melakukan interaksi sosial secara baik dengan
lingkunganya
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 14 November 2016 di SMA
Negeri 11 Bandar Lampung terdapat beberapa siswa yang kurang asertif
seperti siswa sulit menyampaikan pikiran dan pendapatnya, baik melalui
kata-kata maupun tindakan, siswa sulit mengajukan permintaan dan
bantuan kepada orang lain ketika membutuhkan, siswa sulit
6
memperlakukan orang lain dengan hormat, siswa sulit menyatakan
perasaanya dengan tepat, siswa sulit menolak dan menyatakan
ketidaksetujuannya terhadap pendapat orang lain yang cenderung bersifat
negatif, siswa sulit berkomunikasi secara langsung maupun terbuka dan
siswa mengungkapkan penolakan dengan perkataan yang kasar.
Perilaku asertif sangat penting dalam perkembangan remaja, karena
apabila seorang remaja tidak dapat berperilaku asertif, disadari ataupun
tidak, remaja akan kehilangan hak-hak pribadi sebagai individu dan
cenderung tidak dapat menjadi individu yang bebas dan akan selalu berada
dibawah kekuasaan orang lain, untuk menumbuhkan perilaku asertif pada
siswa peneliti menggunakan konseling kelompok dengan teknik
sosiodrama.
Konseling kelompok adalah suatu upaya pemberian bantuan kepada
individu (siswa) yang mempunyai masalah-masalah pribadi melalui
kegiatan kelompok agar tercapai pengembangan yang optimal. Diskusi
dalam konseling kelompok merupakan sesuatu yang sangat penting karena
dalam diskusi apa yang menjadi masalah atau topik masalah yang dibahas
dapat dicari pemecahannya secara bersamaan. Sosiodrama menurut
Prawitasari, (2011: 177) adalah memberikan kesempatan orang untuk
melihat kehidupan pribadi dengan cara pandang berbeda setelah kehidupan
pribadi itu didramakan dan dimainkan oleh orang tak dikenal yang berada
dalam kelompok bersamanya. Satu hal yang membedakan sosiodrama
7
dengan pendekatan kelompok yang bersifat intruksional adalah adanya
unsur drama. Anggota kelompok tidak hanya berdiskusi ataupun
membicarakan masalahnya di kelompok, tetapi mereka juga menindaki
apa yang dipermasalahkan tersebut. Mereka dapat mengungkapkannya
dalam` suatu drama yang disutradarai oleh pemimpin kelompok.
Sedangkan menurut Romlah (2001:104) sosiodrama adalah permainan
peran yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul
dalam hubungan antar manusia. Kegiatan sosiodrama dapat dilaksanakan
bila sebagian besar anggota kelompok menghadapi masalah sosial yang
hampir sama, atau bila ingin melatih dan mengubah perilaku-perilaku
tertentu.
Penelitian menunjukkan adanya peningkatan perilaku asertif setelah
dilakukan layanan konseling kelompok yang berupa teknik role playing,
adanya penelitian ini sebagai suatu acuan bagi peneliti untuk dapat
meningkatkan perilaku asertif siswa. Sosiodrama mengurangi isolasi
antara anggotanya dan membantu dalam peningkatan harga diri contohnya
membuka diri untuk menjalin pertemanan, individu akan mempertahankan
hak-hak yang dimilikinya, melatih individu untuk mengukapkan perasaan
dan individu akan berinteraksi dengan memerankan sosiodrama dalam
kelompok. Manfaat teknik sosiodrama menurut Prawitasari, (2011) yaitu
sosiodrama memiliki banyak aplikasi sebagai tambahan untuk psikoterapi.
Permainan peran merupakan intervensi yang baik untuk membantu klien
dalam mengekspresikan pikiran dan emosi dengan cara menyesuaikan
8
antara ekspresi wajah dan emosi yang diungkapkan. Sosiodrama
menawarkan praktek dalam mengembangkan dan mengasah keterampilan
sosial, khususnya komunikasi yang menjadi lebih baik. Klien juga dapat
berlatih sikap baru dan mencoba peran baru dalam lingkungan yang aman.
Sutradara dapat memfasilitasi proses ini melalui penggunaan terapi tugas
peran dimana klien diminta untuk bermain peran sehingga klien akan
merasakan manfaatnya, karena sosiodrama didasarkan pada spontanitas,
klien berpartisipasi dengan spontanitas tanpa perlu untuk fokus padahal itu
sebagai masalah.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku
asertif sangat penting dimiliki siswa dan berpengaruh dalam proses
pembelajaran maka dari itu untuk meningkatkan perilaku asertif siswa,
peneliti memilih teknik sosiodrama agar siswa dapat mempraktikan sikap
asertif dan paham akan pentingnya perilaku asertif tersebut.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai penggunaan konseling kelompok dengan teknik sosiodrama
untuk meningkatkan perilaku asertif siswa, dengan menggunakan teknik
sosiodrama ini diharapkan siswa dapat meningkatkan perilaku asertif
dalam dirinya.
9
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah-masalah yang
ada dalam penelitian ini dapat di identifikasi sebagai berikut :
1. Siswa sulit menyampaikan pikiran dan pendapatnya, baik melalui kata-
kata maupun tindakan
2. Siswa sulit bekerjasama dalam menyelesaikan tugas kelompok
3. Siswa sulit bersalaman dengan guru ketika bertemu
4. Siswa sulit menyatakan perasaanya dengan tepat
5. Siswa sulit menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap
pendapat orang lain yang cenderung bersifat negatif
6. Siswa sulit menjawab pertanyaan dari guru
7. Siswa mengungkapkan penolakan dengan perkataan yang kasar
3. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penelitian ini terbatas pada
masalah penggunaan konseling kelompok teknik sosiodrama untuk
meningkatkan perilaku asertif kelas X SMA Negeri 11 Bandar Lampung.
4. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada pembatasan masalah di atas, maka masalah pada
penelitian ini yaitu rendahnya perilaku asertif siswa. Maka permasalahan
yang dapat dirumuskan adalah “Apakah Konseling Kelompok Teknik
Sosiodrama dapat Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa Kelas X SMA
Negeri 11 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2018/2019?”
10
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui
penggunaan konseling kelompok teknik sosiodrama dalam meningkatkan
perilaku asertif pada siswa kelas X SMA Negeri 11 Bandar Lampung.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dapat dilihat dari segi teoritis dan praktis sebagai
berikut :
a. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini berguna untuk
mengembangkan konsep-konsep ilmu pengetahuan dan dapat
menambah referensi tentang bimbingan kelompok teknik sosiodrama
untuk meningkatkan perilaku asertif pada siswa.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan kepala sekolah
untuk pembinaan terhadap guru bimbingan konseling agar dapat
memanfaatkan konseling kelompok teknik sosiodrama, salah satu
sumber informasi bagi guru bimbingan konseling bahwa perilaku
asertif dapat ditingkatkan dengan cara melakukan konseling kelompok
teknik sosiodrama dan penelitian ini juga dapat menjadi bahan untuk
pihak-pihak yang berkepentingan dalam meningkatkan perilaku
asertif.
11
C. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah :
1. Ruang Lingkup Ilmu
Penelitin ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu bimbingan dan konseling
tentang teknik sosiodrama yang termasuk dalam teknik bimbingan dan
konseling.
2. Ruang Lingkup Objek
Ruang lingkup objek dalam penelitian ini adalah penggunaan konseling
kelompok teknik sosiodrama untuk meningkatkan perilaku asertif siswa.
3. Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup tempat dalam penelitian ini adalah SMA Negeri 11 Bandar
Lampung.
4. Ruang Lingkup Subjek
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 11
Bandar Lampung Tahun 2017/2018 yang memiliki perilaku asertif yang
rendah dan sedang.
5. Ruang Lingkup Waktu
Ruang lingkup waktu dalam penelitian ini dilakukan pada semester genap
Tahun Pelajaran 2017/2018.
12
D. Kerangka Pikir
Bagi setiap individu perilaku asertif adalah kemampuan untuk
mengungkapkan dan mengekspresikan hak-hak pribadi individu dengan jujur
dalam verbal maupun non verbal tanpa melanggar hak-hak orang lain dalam
bersosilisasi dengan lingkungan sekitar terutama pada remaja yang mulai
tertarik dengan lingkungan sosial yang berada diluar keluarga.
Remaja yang mulai tertarik dengan lingkungan sosial biasanya mencari teman
sebaya yang dapat mengakuinya dalam suatu kelompok dalam hal ini perilaku
asertif dibutuhkan oleh remaja untuk mempertahankan hak-hak yang
dimilikinya. Perilaku asertif sangat penting dalam perkembangan remaja,
karena apabila seorang remaja tidak dapat berperilaku asertif, disadari ataupun
tidak, remaja akan kehilangan hak-hak pribadi sebagai individu dan cenderung
tidak dapat menjadi individu yang bebas dan akan selalu berada dibawah
kekuasaan orang lain. Hak-hak individu dimaksudkan dengan mengemukakan
pendapatnya secara jujur serta dapat menolak pendapat teman yang tidak
masuk akal atau bersifat negatif dengan cara tidak menyakiti hati temannya.
Keuntungan yang didapat bila berperilaku asertif yaitu keinginan, kebutuhan
dan perasaan individu untuk dimengerti oleh orang lain. Dengan demikian
tidak ada pihak yang sakit hati karena kedua belah pihak merasa dihargai dan
didengar. Ini sekaligus keuntungan bagi individu sebab akan membuat
individu sebagai pihak yang sering meminimalkan konflik atau perselisihan.
13
Selain itu, individu tersebut merasa mengendalikan hidupnya sendiri, akan
berdampak pada rasa percaya diri dan keyakinan yang bisa terus meningkat.
Proses terbentuknya perilaku asertif pada individu melalui proses pendidikan
sampai pola asuh, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat yang
individu dapatkan. Menurut Ali dan Asrori (2004: 93) menjelaskan bahwa
proses sosialisasi individu terjadi di tiga lingkungan utama, yaitu lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Pernyataan
tersebut semakin menguatkan bahwa individu melakukan interaksi pada tiga
lingkungan yang berbeda yaitu, lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
Lingkungan pendidikan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang
pertama dan utama bagi individu karena individu pertama kalinya memperoleh
pendidikan di lingkungan ini sebelum mengenal lingkungan pendidikan yang
lainnya. Dalam pendidikan keluarga ada beberapa pola asuh yang dimiliki
oleh orang tua akan berpengaruh terhadap perilaku individu, ada pola asuh
otoriter yaitu anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa
yang diperintahkan oleh orang tua. Pola asuh demokrasi yaitu anak diberi
kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak
tetap harus dibawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggungjawabkan
secara moral. Sedangkan pola asuh permisif yaitu segala aturan dan ketetapan
keluarga di tangan anak, orang tua menuruti segala kemauan anak. Dari
beberapa pola asuh tersebut perilaku asertif akan terbentuk apabila orang tua
dapat memberikan pola asuh demokrasi dan pola asuh permisif karena dari
14
kedua pola asuh ini individu diberikan kesempatan untuk mengungkapkan
pendapatnya, memputuskan apa yang individu mau dan melakukan dengan
adanya pertanggungjawaban secara moral.
Lingkungan pendidikan sekolah merupakan suatu wadah mempersiapkan
individu untuk mencapai masa depan yang individu inginkan, persiapan ini
memerlukan waktu, tempat dan proses yang khusus. Individu dalam
kesehariannya lebih banyak menghabiskan waktu di lingkungan sekolah
karena harus mengikuti proses pendidikan yang terjadi dalam usia belasan
tahun atau usia wajib belajar. Dengan demikian individu akan selalu
berkomunikasi dengan temen sebaya dan guru-gurunya, perilaku asertif akan
terbentuk dengan adanya teman yang menghargai pendapat individu, teman-
yang berperilaku positif dan teman yang tidak menyakiti orang lain.
Sedangkan guru-guru dapat memberikan kesempatan pada individu untuk
menjawab pertanyaan apabila jawaban individu tidak sesuai maka guru harus
memberikan arahan dengan kata-kata yang halus agar individu tidak takut
menjawab pertanyaan di kemudian hari.
Lingkungan masyarakat yaitu individu berupaya memperoleh manfaat dari
pengalaman hidupnya untuk meningkatkan dirinya, individu berusaha
mendidik dirinya sendiri dengan sumber-sumber belajar yang tersedia di
masyarakatnya dalam bergaul, berkerja, dan aturan-aturan di masyarakat.
Apabila cara bergaul, bekerja dan aturan-aturan masyarakatnya mengarah
pada pembentukan perilaku asertif maka akan membuat individu memiliki
15
perilaku asertif dengan cara saling menghargai sesama tetangga,
mendiskusikan bagaimana cara mengambil keputusan untuk permasalahan
dalam masyarakat, memberikan kebebasan kepada individu untuk mengambil
keputusan dan memberikan kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya.
Individu yang tidak berperilaku asertif akan menimbulkan suatu masalah
dalam diri maupun sosialnya. Penelitian yang dilakukan oleh Novalia dan
Dayakisni (2013) akibat perilaku tidak asertif menunjukkan terdapat 31,7%
remaja (14-16) menjadi korban bullying. Menjadi korban bullying sangat tidak
diinginkan oleh siswa-siswi yang sedang sekolah tetapi hal itu dapat terjadi
kalau siswa lebih memilih perilaku tidak asertif dari pada perilaku asertif. hal
ini dapat berkurang apabila individu mengetahui bagaimana perilaku asertif
yang harus dimilikinya dan bagaimana individu menanggapi suatu
permasalahan dalam hidupnya yang berkaitan dengan mengambil keputusan,
menolak hal yang negatif dengan kata-kata yang tepat, bisa menghargai orang
lain dan bisa mengekspresikan dirinya dengan jujur.
Bimbingan konseling memiliki suatu pendekatan yang didalamnya terdapat
teknik-teknik yang akan membantu individu untuk lebih mudah mencari solusi
permasalahan yang ada dalam hidupnya. Salah satu teknik yang ada dalam
bimbingan konseling yaitu teknik sosiodrama yang akan membuat individu
mengerti permasalahannya dan mendapatkan suatu solusi. Teknik sosiodrama
atau bermain peran adalah salah satu teknik dalam pendekatan kelompok yang
dapat diterapkan dalam psikoterapi atau bimbingan konseling. Satu hal yang
membedakan sosiodrama dengan pendekatan kelompok yang bersifat
16
intruksional adalah adanya unsur drama. Anggota kelompok tidak hanya
berdiskusi ataupun membicarakan masalahnya di kelompok, tetapi mereka
juga menindaki apa yang dipermasalahkan tersebut. Mereka dapat
mengungkapkannya dalam` suatu drama yang disutradarai oleh pemimpin
kelompok (Prawitasari, 2011: 165). Sosiodrama memberikan kesempatan
orang untuk melihat kehidupan pribadi dengan cara pandang berbeda setelah
kehidupan pribadi itu didramakan dan dimainkan oleh orang tak dikenal yang
berada dalam kelompok bersamanya. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa
teknik sosiodrama merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk
memberikan layanan konseling kelompok di sekolah dengan cara memerankan
perilaku yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial. Di dalam sosiodrama
ini seseorang akan memerankan suatu peran tertentu dan situasi masalah sosial
yang sama. Teknik sosiodrama akan mengajarkan individu untuk memerankan
langsung masalah tersebut dan berdiskusi untuk mencari solusi apa yang harus
diambil dalam permasalahan sosiodrama tersebut.
Diharapkan dengan adanya bentuk baru dalam penyampaian materi asertif
siswa mampu untuk lebih memperhatikan dan mampu menerapkan perilaku
asertif disekolah. Kegiatan yang diterapkan dapat membantu dalam upaya
peningkatkan kemampuan siswa dalam berperilaku asertif. Penelitian yang
dilakukan oleh Arliani (2013), menunjukkan adanya peningkatan perilaku
asertif setelah dilakukan teknik sosiodrama, jadi dengan dilakukannya teknik
sosiodrama dapat meningkatkan perilaku asertif siswa.
17
Kemampuan dalam berperilaku asertif akan mendukung kegiatan siswa di
sekolah dalam proses pembelajaran maupun interaksi sosial. Jika siswa sudah
mampu untuk menerapkan perilaku asertif maka guru dapat menekan
kenakalan dalam sekolah dan mewujudkan pembelajaran yang aktif yang
disebabkan karena perilaku asertif siswa yang baik, selain itu para siswa
diharapkan mampu memperjuangkan hak-hak mereka tanpa ada rasa takut dan
sungkan kepada kakak kelas maupun pada teman.
Berdasarkan uraian tersebut, digambarkan kerangka pikir untuk melihat
apakah teknik sosiodrama dapat meningkatkan perilaku asertif siswa.:
Gambar 1.1. Skema Kerangka Berfikir
Berdasarkan gambar 1.1 menggambarkan bahwa siswa yang kurang asertif
yaitu siswa yang takut untuk mengungkapkan pendapatnya, takut untuk
mengatakan tidak dengan hal yang tidak di inginkannya dan tidak bisa
mempertahankan hak-hak yang dimiliki setelah diberikan teknik sosiodrama
siswa diberi kesempatan untuk mempraktikan suatu kejadian dimana siswa
bisa menyelesaikannya dengan cara asertif dalam kehidupan sehari-harinya
dengan baik. Sehingga konseling kelompok teknik sosiodrama dapat
dipergunakan untuk meningkatkan perilaku asertif siswa kelas X SMA Negeri
11 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2018/2019.
TeknikSosiodrama
Perilaku AsertifMeningkat
Perilaku AsertifRendah
18
E. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2015:64). Hipotesis
penelitian yang akan penulis ajukan adalah perilaku asertif siswa dapat
ditingkatkan malalui konseling kelompok teknik sosiodrama pada siswa kelas
X SMA Negeri 11 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2018/2019. Berdasarkan
hipotesis penelitian tersebut, maka hipotesis statistik yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
Ho : Perilaku Asertif Siswa Tidak Dapat Ditingkatkan Malalui Konseling
Kelompok Teknik Sosiodrama Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 11
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2018/2019.
Ha : Perilaku Asertif Siswa Dapat Ditingkatkan Malalui Konseling
Kelompok Teknik Sosiodrama Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 11
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2018/2019.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Asertif
Masa remaja adalah suatu proses untuk mencari jati diri, individu berusaha
untuk menjadi bagian dalam kelompok teman sebayanya. Kelompok tersebut
terkadang individu melakukan hal apapun untuk mendapat pengakuan dari
temen-temannya, tidak jarang individu melakukan hal yang diminta oleh
temannya walaupun dirinya tidak menginginkannya. Individu tidak mampu
untuk berkata jujur dengan apa yang dirasakanya sehingga hak yang mereka
miliki tidak terpenuhi, akibatnya individu memiliki perilaku asertif yang
rendah sehingga akan timbul suatu permasalahan.
1. Perilaku Asertif dalam Bidang Sosial
Bimbingan dan konseling adalah suatu pelayanan yang dapat membantu
siswa dalam mengatasi dan memandirikan sikap dan perilaku siswa
menjadi lebih baik. Peran guru bimbingan dan konseling dalam
menyelesaikan masalah perilaku asertif sangat penting sekali. Salah satu
bidang bimbingan dan konseling disekolah adalah bidang bimbingan
sosial. Tujuan utama pelayanan bimbingan sosial adalah agar individu
yang dibimbing mampu melakukan interaksi sosial secara baik dengan
lingkunganya (Tohirin, 2007: 128). Bimbingan sosial bermakna suatu
20
bimbingan atau bantuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah-
masalah sosial seperti pergaulan, penyelesaian masalah konflik,
penyesuaian diri dan lainnya.
Bimbingan dan konseling memiliki tujuh jenis layanan yang semuanya
merupakan layanan untuk membantu peserta didik yang memerlukan
untuk mencapai perkembangan optimal. bimbingan dan konseling
mendukung adanya kegiatan belajar mengajar yang menjangkau semua
aspek baik individual maupun kelompok. Aspek individual dan kelompok
dalam bimbingan konseling termasuk dalam bidang bimbingan. Dalam
hal ini perilaku asertif termasuk dalam bidang bimbingan sosial
dikarenakan perilaku asertif merupakan permasalahan sosial yang
melibatkan interaksi individu dengan orang disekitarnya.
Pentingnya pengentasan perilaku asertif rendah pada siswa yang termasuk
dalam bidang bimbingan sosial ialah guna mencapai hasil pembelajaran
yang maksimal khususnya pada siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat
Ahmadi, Abu dan Widodo (2004) yang menyatakan bahwa bimbingan
sosial dimaksudkan untuk membantu siswa dalam memecahkan dan
mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan masalah sosial
sehingga terciptalah suasana belajar mengajar yang kondusif. Suasana
belajar mengajar yang kondusif ditandai dengan adanya interaksi antara
guru dengan seluruh siswa dan siswa dapat bertanya kepada guru apabila
21
tidak mengerti tentang materi yang disampaikan sehingga siswa dapat
mengerti tentang materi tersebut.
Perilaku asertif yang dimiliki individu yang dibimbing mampu
melakukan interaksi sosial secara baik dengan lingkunganya serta
teratasinya permasalahan sosial pada siswa akan membuat suasana
mengajar menjadi kondusif sehingga hasil belajar siswa disekolah pun
menjadi maksimal dan individu tersebut akan memiliki pandangan yang
aktif mengenai hidupnya.
2. Pengertian Perilaku Asertif
Lingkungan sosial merupakan tempat dimana masyarakat saling
berinteraksi dan melakukan sesuatu secara bersama-sama. Lingkungan
sosial memiliki tingkatan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Lingkungan sosial dalam keluarga merupakan awal dari anak untuk
bersosialisasi dengan anggota keluarga, dalam keluarga anak diajarkan
bagaimana cara berperilaku, berbicara, dan menghormati orang lain.
Ketika anak sudah memahami dan mengetahui bagaimana caranya
berinteraksi dengan anggota keluarga maka anak akan bersosialisasi
dilingkungan sekolah dan masyarakat dengan baik.
Dilingkungan sekolah dan masyarakat tingkat sosialisasinya akan lebih
luas, hal tersebut juga berpengaruh terhadap perilaku asertif yang akan di
miliki oleh anak. Menurut Corey (2009), perilaku asertif adalah ekspresi
22
langsung, jujur pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan atau
hak-hak seseorang tanpa kecemasan yang beralasan. Ekspresi langsung
mengartikan bahwa individu dapat mengungkapkan apa yang menjadi
keinginannya tanpa merasa ada yang harus ditutupi, perasaan yang
diungkapkan sesuai dengan mimik wajah, mempertahanakan segala
haknya tanpa melanggar hak orang lain, Perilaku asertif akan membuat
anak bisa bersosialisasi di keluarga, sekolah dan masyarakat dengan baik
tanpa melanggar hak orang lain dan bisa mempertahankan hak pribadinya
sendiri apabila anak memiliki perilaku asertf yang rendah akan
berdampak negatif pada hubungan sosial antar sesama individu
contohnya cara mengungkapkan perasaan dengan kekerasan,
menyembunyikan perasaan, dan hak yang dimiliki akan dilanggar oleh
orang lain.
Pengertian atau makna asertif menurut Alberti dan Emmons (2002)
perilaku asertif adalah perilaku yang membuat seseorang dapat bertindak
demi kebaikan dirinya, mempertahankan haknya tanpa cemas,
mengekspresikan perasaan secara nyaman, dan menjalankan haknya
tanpa melanggar hak orang lain Mempertahankan haknya yaitu
mengambil keputusan dalam kehidupannya, berpendapat jika diperlukan,
percaya diri dengan tindakan yang sudah dipikirkan sebelumnya, dan
menolak hal yang menurutnya tidak sesuai dengan yang di pikirkannya.
Individu akan bisa memepertahankan haknya, seperti apa yang
diingikannya untuk memutuskan pendidikannya, memberikan individu
23
kebebasan berbicara tentang apa yang dirasakannya dan bagaimana
pendapatnya tentang segala hal yang berhubungan dengan kehidupannya.
Perilaku asertif adalah perilaku antar-perorangan (interpersonal) yang
melibatkan aspek kejujuran, keterbukaan pikiran, dan perasaan. Aspek
kejujuran yaitu seseorang yang menyatakan sesuatu dengan
sesungguhnya, apa adanya tidak ditambahi ataupun tidak dikurangi.
Keterbukaan pikiran yaitu penerimaan terhadap berbagai prinsip dan
opini dari orang lain sedangkan keterbukaan perasaan yaitu mampu
mengungkapkan apa yang individu rasakan (Gunarsa, 2004: 215). Aspek
tersebut akan membuat individu menjadi berperilaku asertif antar sesama,
mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang lain. Menurut
Rathus dan Nevid (2009) menerangkan bahwa perilaku asertif adalah
tingkah laku yang menampilkan keberanian secara jujur dan terbuka
menyatakan kebutuhan, perasaan, pikiran-pikiran apa adanya,
mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan
yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar-standar yang
berlaku pada suatu kelompok.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat di simpulkan bahwa perilaku asertif
adalah kemampuan individu untuk mengungkapkan dan mengekspresikan
hak-hak pribadi individu dengan jujur dalam verbal maupun non verbal
tanpa melanggar hak-hak orang lain. Dengan perilaku berbentuk
seseorang dapat bertindak demi kebaikan dirinya, mempertahankan
24
haknya tanpa cemas, mengekspresikan perasaan secara nyaman
disampaikan tanpa berbelit-belit sehingga dapat fokus pada apa yang
diungkapkan, jujur berarti pernyataannya dan gerak-geriknya sesuai
dengan apa yang diinginkan., dan menjalankan haknya tanpa melanggar
orang lain.
3. Ciri-ciri Perilaku Asertif
Perilaku asertif merupakan perilaku yang positif bagi individu karena
perilaku asertif adalah kemampuan untuk mengungkapkan dan
mengekspresikan hak-hak individu dengan jujur dalam verbal maupun
non verbal tanpa melanggar hak-hak orang lain. Dengan demikian
perilaku asertif seharusnya ada dalam diri individu untuk meningkatkan
perilaku asertif tersebut individu harus mengetahui apa saja ciri-ciri yang
ada dalam perilaku asertif sehingga individu dapat menerapkan perilaku
asertif didalam kehidupan sehari-hari. Menurut Lilis (2013: 39)
menyebutkan ciri yang bisa dilihat dari seorang individu yang asertif
antara lain.
1. Dapat mengemukakan pikiran dan pendapat, baik melalui kata-
kata maupun tindakan.
2. Dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka.
3. Mampu memulai, melanjutkan dan mengakhiri pembicaraan
dengan baik.
25
4. Mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap
pendapat orang lain, atau segala sesuatu yang tidak beralasan
dan cenderung bersifat negatif.
5. Mampu mengajukan permintaan dan bantuan kepada orang lain
ketika membutuhkan.
6. Mampu menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan
maupun tidak menyenangkan dengan cara tepat.
7. Memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan.
8. Menerima keterbatasan yang ada dalam dirinya dengan tetap
berusaha mencapai apa yang diinginkannya sebaik mungkin,
sehingga berhasil maupun gagal ia akan tetap memiliki harga
diri (self esteem) dan kepercayaan diri (self confidence).
Berperilaku asertif apabila dapat mengemukakan pikiran dan pendapat,
baik melalui kata-kata maupun tindakan yang berarti individu jujur
dengan yang dirasakan oleh dirinya dan dapat mengungkapkan dengan
kata-kata yang tepat serta tindakan yang sesuai. Individu dapat menolak
pendapat orang lain apabila pendapat tersebut tidak sejalan dengan
pemikirannya dan cenderung mengarahkan pada perilaku negatif. Dengan
menolak perilaku negatif tersebut individu akan berperilaku positif pada
dirinya, berusaha untuk mencapai tujuan dalam hidup, dan menerima
keterbatasan yang ada pada dirinya.
26
Menurut Palmer dan Froehner (2002) ciri-ciri individu yang asertif
adalah:
1. Bicara jujur2. Memperlakukan orang lain dengan hormat, begitu pula
sebaliknya3. Menampilkan diri sendiri dan menyayangi orang lain4. Memiliki hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain5. Tenang dalam keseharian dan memperlihatkan selera humor
dalam menghadapi situasi-situasi yang sulit
Individu yang asertif yaitu jujur dalam berbicara dengan apa yang yang
terjadi tidak ada pengurangan kata atau penambahan kata, menghargai
pendapat orang lain, adanya perilaku positif yaitu menolong teman ketika
sedang membutuhkan bantuan, dan menghadapi masalah dengan berpikir
positif bahwa masalah harus dihadapi dengan pemikiran yang sudah
dibertimbangkan.
Alberti dan Emmons (2002) mengklasifikasikan perilaku asertif dan non
asertif sebagai berikut:
Tabel 2.1 Perilaku Asertif dan Non Asertif
NoPerilaku Asertif Perilaku Non Asertif
Perilaku Perilaku1 Perbaikan / Peningkatan diri Penyangkalan diri2 Ekspresif Kecenderungan menahan3 Bisa meraih tujuan yang
diinginkanTidak meraih tujuan yang diinginkan
4 Pilihan untuk diri sendiri Pilihan dari orang lain5 Merasa nyaman dengan dirinya
sendiriTidak tegas, cemas, memandangrendah diri
No Penerimaan Penerimaan1 Memahami / menyadari sesuatu
/ keadaan orang lainTidak sabar, merasa bersalah, marah
2 Menghargai pelaku Tidak ada penghargaan dari pelaku3 Bisa mencapai keinginannya Meraih tujuan-tujuan dari pelaku
27
Berdasarkan ciri-ciri perilaku asertif diatas dapat disimpulkan bahwa
perilaku asertif memiliki ciri-ciri dapat mengemukakan pikiran dan
pendapat, baik melalui kata-kata maupun tindakan yang berarti individu
jujur dengan yang dirasakan oleh dirinya tidak ada pengurangan kata atau
penambahan kata, dapat mengungkapkan dengan kata-kata yang tepat
serta tindakan yang sesuai, individu dapat menolak pendapat orang lain
apabila pendapat tersebut tidak sejalan dengan pemikirannya yang
cenderung mengarahkan pada perilaku negatif, menghargai pendapat
orang lain, adanya perilaku positif yaitu menolong teman ketika sedang
membutuhkan bantuan, dan menghadapi masalah dengan berpikir positif
bahwa masalah harus dihadapi dengan pemikiran yang sudah
dibertimbangkan.
4. Jenis Perilaku Asertif
Individu yang memiliki perilaku asertif dapat dikategorikan dengan
beberapa perilaku yang ada, karena perilaku asertif adalah kemampuan
untuk menolak, mengungkapkan dan mengekspresikan hak-hak individu
dengan jujur dalam verbal maupun non verbal tanpa melanggar hak-hak
orang lain. Menurut Gunarsa (2004: 215-216) ada tiga kategori perilaku
asertif yakni:
1. Asertif penolakan. Ditandai oleh ucapan untuk memperhalus
seperti, maaf! Contohnya maaf, saya kurang setuju dengan
pendapat yang anda sampaikan.
28
2. Asertif pujian. Ditandai oleh kemampuan untuk mengekspresikan
perasaan positif seperti menghargai, menyukai, mencintai,
mengagumi, memuji dan bersyukur. Contohnya selamat ya atas
keberhasilan kamu meraih juara kelas, kamu hebat.
3. Asertif permintaan. Jenis asertif ini terjadi kalau seseorang
meminta orang lain melakukan suatu yang memungkinkan
kebutuhan atau tujuan seseorang tercapai, tanpa tekanan atau
paksaan. Contohnya saya membutuhkan bantuan anda untuk
menyelesaikan soal matematika.
Dari uraian ini terlihat bahwa perilaku asertif adalah perilaku yang
menunjukan adanya keterampilan untuk bisa menyesuaikan diri, dalam
lingkungan sosial. Keterampilan penolakan jika individu tidak setuju dan
menolaknya dengan bahasa yang halus, keterampilan untuk pujian jika
individu merasakan perasaan yang positif dan keterampilan untuk
permintaan jika individu membutuhkan bantuan dari orang lain.
5. Aspek-aspek Perilaku Asertif
Perilaku asertif yang di miliki akan berpengaruh pada sosialisasi antar
individu. Perilaku asertif yang dimiliki individu berbeda-beda ada yang
memiliki perilaku asertif yang rendah dan ada yang memiliki perilaku
asertif yang tinggi. Rendahnya perilaku asertif individu seperti melanggar
hak-hak orang lain, tidak bisa mempertahankan haknya sendiri,tidak
mampu untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan dipikirkan
29
sehingga individu menjadi tertutup dalam segala hal, ini berdampak
negatif pada sosialisasi individu dalam lingkungan sosial. Sedangkan
perilaku asertif tinggi akan berdampak positif dalam lingkungan sosial.
Alberti dan Emmons (2002) menyebutkan ada sepuluh pokok kunci yang
merupakan aspek-aspek yang harus ada pada setiap perilaku asertif yang
dimunculkan oleh seseorang antara lain sebagai berikut:
1. Pengungkapan diri yang baik kepada orang lain. Dalam hal ini
yang dimaksud adalah mampu untuk mengkomunikasikan apa
yang dirasakan, diinginkan dan dipikirkan kepada orang lain.
2. Menghormati orang lain dan tidak mengganggu hak orang lain,
dalam hal ini yang dimaksud adalah dalam bersikap dengan orang
lain.
3. Mampu secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan
dan pikiran dengan apa adanya, dalam hal ini yang dimaksud
adalah dalam berkomunikasi dengan orang lain.
4. Langsung, yang berarti mengekspresikan diri tanpa berbelit-belit
dan dapat terfokus dengan benar berkomunikasi maupun
bertindak.
5. Tidak membeda-bedakan orang dan menguntungkan semua pihak.
6. Verbal, termasuk isi pesan (perasaan, hak-hak, fakta, pendapat-
pendapat, permintaan-permintaan dan batasan-batasan). Dalam hal
ini yang dimaksud adalah dalam berkomunikasi.
7. Nonverbal, termasuk gaya dan pesan (kontak mata, postur,
ekspresi muka, jarak, waktu, kelancaran dan mendengarkan).
30
Dalam hal ini yang dimaksud adalah berupa tindakan atau sikap
terhadap orang lain.
8. Bukan suatu yang universal,
9. Bertanggung jawab secara sosial terhadap pikiran, perasaan dan
perilakunya.
10. Perilaku asertif merupakan suatu hal yang dipelajari bukan suatu
hal yang dibawa sejak lahir.
Berdasarkan aspek-aspek diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif
akan terbentuk dengan adanya pengungkapan diri yang baik kepada orang
lain, menghormati orang lain, terbuka dalam menyatakan kebutuhan, dan
bertanggung jawab secara sosial. Jika aspek itu terpenuhi maka perilaku
asertif yang dimiliki oleh siswa akan meningkat dan mengurangi
perselisihan antar teman.
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif
Perilaku asertif memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi
terbentuknya perilaku asertif baik dari segi internal individu maupun dari
segi eksternal, individu akan berperilaku asertif apabila faktor-faktor
tersebut terpenuhi tapi sebaliknya jika individu tidak memiliki faktor-
faktor perilaku asertif maka individu memilki perilaku asertif yang
rendah.
31
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku asertif juga dijelaskan Rathus
dan Nevid (2009) yaitu sebagai berikut.
1. Jenis kelamin
Wanita pada umumnya lebih sulit mengungkapkan perasaannya
dan pikiran dibandingkan laki-laki.
2. Harga Diri
Keyakinan seseorang turut mempengaruhi kemampuan untuk
melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan. Orang yang
memiliki keyakinan diri tinggi mampu mengungkapkan pendapat
dan perasaan tanpa merugikan orang lain dan diri sendiri.
Sebaliknya orang yang tidak memiliki keyakinan diri akan
tertutup dengan orang lain, tidak mengungkapkan perasaannya,
dan tidak mempertahankan hak yang dimiliki sehingga membuat
orang lain cenderung melanggar haknya.
3. Kebudayaan
Tuntutan lingkungan menentukan batas-batas perilaku, dimana
batas-batas perilaku itu sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan
status sosial seseorang.
4. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin luas
wawasan berfikir, sehingga memiliki kemampuan untuk
mengembangkan diri dengan terbuka.
32
5. Tipe Kepribadian
Dalam situasi yang sama, tidak semua individu memberikan
respon yang sama. Beberapa tipe kepribadian yaitu sanguine,
koleris, melankolis, dan plegmatis. Hal ini dipengaruhi oleh tipe
kepribadian seseorang. Dengan adanya beberapa tipe kepribadian
akan membuat seseorang bertingkah laku berbeda antara
kepribadian yang satu dengan yang lainnya.
6. Situasi Tertentu Lingkungan sekitarnya
Dalam berperilaku seseorang akan melihat kondisi dan situasi
dalam arti luas, misalnya posisi kerja antara atasan dan bawahan.
Situasi dalam kehidupan tertentu akan dikhawatirkan
mengganggu.
Berdasarkan uraian diatas bahwa perilaku asertif dipengaruhi internal
individu dan eksternal individu terbukti dengan adanya faktor internal
yaitu jenis kelamin, harga diri, tipe kepribadian, dan tingkat pendidikan
sedangkan faktor eksternal yaitu situasi tertentu di lingkungan sekitarnya
dan kebudayaan.
B. Teknik Sosiodrama Dalam Konseling Kelompok
Sosiodrama merupakan salah satu teknik dalam bimbingan dan konseling
dengan cara bermain peran teknik ini dikatakan tepat untuk meningkatkan
perilaku asertif dikarenakan sosiodrama mengajarkan siswa untuk berperan
tentang permasalahan yang ingin diselesaikan, siswa bisa langsung
menerapkan permasalahan yang dihadapinya dalam drama dan diakhir dari
33
drama tersebut akan diadakan diskusi antara pemain peran dengan penonton
sehingga akan mendapatkan solusi yang baik dan tepat dalam menyikapi
masalah dalam drama tersebut.
1. Pengertian Konseling Kelompok
Layanan Konseling kelompok merupakan layanan bimbingan konseling
yang dilakukan secara berkelompok serta untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan yang dialami oleh siswa. Menurut Prayitno (2004:6)
konseling kelompok merupakan upaya untuk membantu kelompok siswa
agar kelompok itu menjadi besar, kuat, dan mandiri, dengan
memanfaatkan dinamika kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan dalam
bimbingan dan konseling,
Konseling kelompok berorientasi pada pengembangan individu,
pencegahan, dan pengentasan masalah. Menurut Gibson (2011:275)
konseling kelompok difokuskan untuk membantu konseli mengatasi
masalah penyesuaian diri dan pengembangan kepribadian hari ke-hari.
Menurut Husairi (2008:35) konseling kelompok adalah suatu upaya
pemberian bantuan kepada individu (siswa) yang mempunyai masalah-
masalah pribadi melalui kegiatan kelompok agar tercapai pengembangan
yang optimal.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
layanan konseling kelompok merupakan suatu usaha pemberian bantuan
34
yang diberikan oleh sekelompok individu kepada individu. Konseling
kelompok di ikuti oleh sejumlah peserta yaitu siswa sebagai anggota
kelompok sedangkan konselor sebagai pemimpin kelompok. Terdapat
hubungan konseling yang terjadi yakni hangat, terbuka, dan penuh
keakraban. Terdapat juga pengungkapan dan pemahaman masalah siswa,
penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah,
kegiatan evaluasi dan tindak lanjut.
2. Pengertian Teknik Sosiodrama
Perilaku asertif adalah kemampuan individu untuk mengungkapkan dan
mengekspresikan hak-hak pribadi individu dengan jujur dalam verbal
maupun non verbal tanpa melanggar hak-hak orang lain. Individu yang
memiliki perilaku asertif yang rendah akan membuat dirinya menjadi
kurang dalam mengungkapkan dan mengekspresikan apa yang dirasakan
olehnya. Perilaku asertif dapat ditingkatkan dengan teknik sosiodrama
karena teknik sosiodrama merupakan teknik dengan cara memerankan
suatu perilaku yang berkaitan dengan masalah yang sama yaitu perilaku
asertif lalu mendiskusikan solusi yang tepat untuk menyelesaikan
masalah tertentu.
Sosiodrama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat,
berlaku, bertindak, beraksi dan sebagainya sedangkan kata sosio dapat
diartikan sebagai sosial. Jadi sosiodrama secara bahasa sosiodrama dapat
diartikan perbuatan yang berhubungan dengan sosial. Menurut
35
Prawitasari (2011:165) Sosiodrama atau bermain peran adalah salah satu
teknik dalam pendekatan kelompok yang dapat diterapkan dalam
psikoterapi atau konseling. Mereka dapat mengungkapkannya dalam
suatu drama yang disutradarai oleh pemimpin kelompok. Satu hal yang
membedakan sosiodrama dengan pendekatan kelompok yang bersifat
intruksional adalah adanya unsur drama. Anggota kelompok tidak hanya
berdiskusi ataupun membicarakan masalahnya di kelompok, tetapi
mereka juga menindaki apa yang dipermasalahkan tersebut. Sosiodrama
memberikan kesempatan orang untuk melihat kehidupan pribadi dengan
cara pandang berbeda setelah kehidupan pribadi itu didramakan dan
dimainkan oleh orang tak dikenal yang berada dalam kelompok
bersamanya.
Siswa diberikan kesempatan untuk memerankan tokoh dalam drama
berisi tentang bagaimana bersosialisasi didalam masyarakat dengan
menyesuaikan sikap, tingkah laku dan penghayatan secara tepat. Menurut
Ahmadi dan Widodo (2004) sosiodrama adalah suatu cara dalam
bimbingan yang memberikan kesempatan pada murid untuk
mendramatisasikan sikap, tingkah laku, atau penghayatan seseorang
seperti yang dilakukan dalam hubungan sosial setiap hari di masyarakat.
Teknik sosiodrama menggambarkan suatu permasalahan sosial sehingga
siswa mudah mengerti tentang permasalahn tersebut dan dapat
memberikan solusi apa yang seharusnya dilakukan untuk menyelesaikan
36
masalah dengan baik. Menurut Lilis (2013: 90), menyebutkan teknik
sosiodrama adalah teknik bermain peran dalam rangka untuk
memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan interpersonal
yang dilakukan dalam kelompok. sedangkan menurut Romlah (2001:
104), sosiodrama adalah permainan peran yang ditujukan untuk
memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia,
kegiatan sosiodrama dapat dilaksanakan bila sebagian besar anggota
kelompok menghadapi masalah sosial yang hampir sama, atau bila ingin
melatih dan mengubah sikap-sikap tertentu.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa teknik sosiodrama
yaitu suatu cara bermain peran dengan memberikan kesempatan pada
anggota kelompok untuk mendramatisasikan sikap, tingkah laku, atau
penghayatan seseorang seperti yang dilakukan dalam hubungan sosial
setiap hari di masyarakat sehingga anggota kelompok memiliki solusi
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Teknik sosiodrama dapat
menggambarkan suatu permasalahan sosial yang dapat dipahami oleh
siswa tentang permasalahn tersebut dan dapat memberikan solusi apa
yang seharusnya dilakukan untuk menyelesaikan masalah dengan baik.
3. Tujuan Sosiodrama
Bimbingan dan konseling memiliki banyak pendekatan dan teknik dalam
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh klien. Klien memiliki
masalah yang beranekaragam, tentunya pendekatan dan teknik akan
disesuaikan dengan permasalahan klien agar klien mendapatkan solusi
37
setelah melakukan teknik yang sesuai dengan permasalahnya. Untuk
mengetahui bagaimana teknik yang dipilih sesuai atau tidak dengan
masalah yang ada maka peneliti harus mengetahui masalahnya terlebih
dahulu dan tujuan dari teknik yang dipilih. Dalam penelitian ini peneliti
memilih teknik sosiodrama untuk meningkatkan perilaku asertif siswa.
Menurut Ahmadi, Abu dan Widodo (2004) tujuan teknik sosiodrama
adalah:
a. Menggambarkan bagaimana seseorang atau beberapa orang dalam
menghadapi situasi sosial. Sosiodrama mampu menggambarkan
secara sederhana apa saja yang menjadi masalah dalam
lingkungan sosial serta bagaimana seseorang menghadapi masalah
mereka.
b. Bagaimana menggambarkan cara memecahkan suatu masalah
sosial. Pemecahan masalah sosial akan terlihat dan mampu
tergambarkan dalam penerapan sosiodrama.
c. Menumbuhkan dan mengembangkan sikap kritis terhadap tingkah
laku yang harus atau jangan sampai diambil dalam situasi sosial
tertentu saja. Penumbuhan sikap kritis dalam menghadapi masalah
sosial mampu dikembangkan dengan menggunakan metode
sosiodrama. Pemaparan masalah sosial dan bagaimana cara
menyikapi mampu menumbuhkan sikap kritis pada siswa.
d. Memberikan pengalaman atau penghayatan situasi tertentu.
Pemeranan dalam sosiodrama mampu memberikan pengalaman
38
dan penghayatan terhadap apa yang diperankan dan apa yang
mungkin menjadi masalah mereka.
e. Memberikan kesempatan untuk meninjau situasi sosial dari
berbagai sudut pandang. Pemeranan sosiodrama yang mengangkat
masalah yang ada di lingkungan sosial yang nantinya akan
dibahas pemecahan masalahnya akan mampu memberikan
kesempatan untuk memberikan pendapat serta usulan sehingga
terdapat banyak solusi dan dari berbagai pendapat para siswa.
Berdasarkan dari uraian diatas dapat disimpulkan tujuan dalam teknik
sosiodrama siswa mengetahui apa saja yang menjadi masalah dalam
lingkungan sosial, bagaimana siswa menghadapi masalah, memberikan
pengalaman atau penghayatan situasi tertentu dan memberikan
kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnnya. Sehingga siswa bisa
meningkatkan perilaku positif dalam dirinya.
4. Kelebihan dan Kelemahan Sosiodrama
Teknik sosiodrama adalah salah satu teknik dalam bimbingan konseling
untuk mencari solusi tentang permasalahan yang sedang dihadapi oleh
klien. Teknik ini dilakukan agar klien bisa memposisikan dirinya dalam
suatu masalah yang klien hadapi akan tetapi teknik dalam bimbingan
konseling pasti memiliki kelebihan dan kelemahan dalam prosesnya,
maka peneliti harus mengetahui apa saja kelebihan dan kelemahan dalam
teknik sosiodrama ini.
39
Menurut Lilis (2013: 95) kelebihan teknik sosiodrama antara lain.
1. Mengembangkan keterampilan interpersonal individu.
2. Melatih individu mengekspresikan diri.
3. Memperkaya pengalaman menghadapi problematika sosial.
4. Lebih mudah dalam memahami masalah-masalah sosial karena
individu mengalami sendiri, melalui proses belajar.
Kelemahan teknik sosiodrama meneurut Lilis (2013: 95) menyebutkan
sebagai berikut.
1. Jika individu kurang bisa memerankan perilaku yang diharapkan,
maka tujuan pelaksanaan teknik sosiodrama bisa jadi kurang
tercapai.
2. Tidak semua individu mau memerankan tokoh yang telah
direncanakan.
Berdasarkan pernyataan diatas teknik sosiodrama memiliki kelebihan
dan kelemahan. Kesimpulannya bahwa kelebihan teknik sosiodrama yaitu
siswa bisa mengembangkan keterampilan berperan dalam sosiodrama,
melatih kepercayaan dalam diri siswa, dapat menyesuaikan perkataan
dengan tindakan secara tepat, mengetahui proses bagaimana mendapatkan
solusi dengan teknik sosiodrama, dan lebih bisa memahami permasalahan
dengan cara memainkan drama karena siswa berperan langsung
didalamnya. Sedangkan kelemahan dari teknik sosiodrama yaitu
terkadang siswa kurang percaya diri dalam memerankan tokoh pada
40
drama tersebut sehingga siswa menolak untuk memainkannya hal itu
dapat membuat tujuan teknik sosiodrama kurang tercapai.
5. Langkah-Langkah Sosiodrama
Peneliti memilih teknik sosiodrama untuk meningkatkan perilaku asertif
pada siswa. Dalam penelitian ini teknik sosiodrama merupakan cara
untuk membuat perilaku asertif yang rendah menjadi meningkat, peneliti
harus bisa memahami bagaimana perilaku asertif ini bisa meningkat
dengan menggunakan teknik sosiodrama. Maka diperlukan langkah-
langkah dalam penerapan teknik sosiodrama, langkah-langkah tersebut
berisi apa saja yang harus dilaksanakan dari awal teknik sosiodrama
dimulai hingga akhir dari teknik sosiodrama untuk mencari solusi
Pelaksanaan sosiodrama Menurut Romlah (2001: 104), secara umum
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan
2. Fasilitator/konselor mengemukakan masalah, tujuan dan tema
yang akan disosiodramakan. Kemudian diadakan tanya jawab
untuk memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan
dimainkan.
3. Membuat skenario sosiodrama
4. Menentukan kelompok yang akan memainkan sesuai dengan
kebutuhan skenario, dan memilih waktu individu yang akan
memegang peran tertentu. Pemilihan pemegang peran dapat
dilakukan secara sukarela setelah fasilitator mengemukakan ciri-
41
ciri atau rambu-rambu masing-masing peran, usulan dari anggota
kelompok yang lain, atau berdasarkan kedua-duanya.
5. Menentukan kelompok penonton dan menjelaskan tugasnya.
Kelompok penonton adalah anggota kelompok lain yang tidak
ikut menjadi pemain. Tugas kelompok penonton adalah untuk
mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi
kelompok penonton merupakan bahan diskusi setelah permainan
selesai.
6. Pelaksanaan sosiodrama
7. Setelah semua peran terisi, para pemain diberi kesempatan untuk
berdiskusi beberapa menit untuk menyiapkan diri bagaimana
sosiodrama itu akan dimainkan. Setelah siap, dimulailah
permainan. Masing-masing pemain memerankan perannya
berdasarkan imajinasinya tentang peran yang dimainkannya.
Pemain diharapkan dapat memperagakan konflik-konflik yang
terjadi, mengekspresikan perasaan-perasaan, dan memperagakan
sikap-sikap tertentu sesuai dengan peranan yang dimainkannya.
Dalam permainan ini diharapkan terjadi identifikasi yang
sebesar-besarnya antara pemain maupun penonton dengan peran-
peran yang dimainkannya.
8. Evaluasi dan diskusi
9. Setelah selesai permainan diadakan diskusi mengenai
pelaksanaan permainan berdasarkan hasil observasi dan
tanggapan-tanggapan penonton. Diskusi diarahkan untuk
42
membicarakan: tanggapan mengenai bagaimana para pemain
membawakan perannya sesuai dengan ciri-ciri masing-masing
peran, cara pemecahan masalah, dan kesan-kesan pemain dalam
memainkan perannya. Balikan yang paling lengkap adalah
melalui rekaman video yang diambil pada waktu permainan
berlangsung dan kemudian diputar kembali.
10. Ulangan permainan. Dari hasil diskusi dapat ditentukan apakah
perlu diadakan ulangan permainan atau tidak. Beberapa cara
yang dapat dilakukan untuk mengulang permainan adalah:
a. Bertukar peran
Seorang pemain diminta untuk memaikan peran yang
sebelumnya diperankan oleh orang lain. Tujuan dari
pertukaran peranan ini adalah untuk: mengklarifikasi,
meningkatkan sportivitas, dan untuk meningkatkan
pengertian serta kesadaran bagaimana orang lain melakukan
hal yang sama.
Berdasarkan langkah-langkah teknik sosiodrama di atas maka dapat
disimpulkan bahwa langkah-langkah yang di ambil oleh peneliti harus
teratur dan berurutan agar siswa tidak merasa bingung dengan peran yang
akan mereka mainkan, adanya skenario yang berkaitan dengan
permasalahan dan harus adanya diskusi untuk melatih keberanian siswa
dalam berpendapat, sehingga sosiodrama yang dilakukan akan berjalan
dengan lancar dan mendapatkan solusi dari permasalahan.
43
C. Penggunaan Konseling Kelompok Teknik Sosiodrama Untuk
Peningkatan Perilaku Asertif
Secara umum, tingkat perilaku asertif dapat dikategorikan menjadi dua
kategori yaitu berperilaku asertif dan tidak berperilaku asertif. Menurut
Alberti dan Emmons (2002) perilaku asertif adalah perilaku yang membuat
seseorang dapat bertindak demi kebaikan dirinya, mempertahankan haknya
tanpa cemas, mengekspresikan perasaan secara nyaman, dan menjalankan
haknya tanpa melanggar orang lain. Dengan berperilaku asertif akan
menunjang proses belajar siswa secara maksimal serta menunjang
perkembangan siswa secara optimal. Individu yang asertif dapat mengalami
peningkatan/ perbaikan diri, ekspresif, bisa meraih tujuan-tujuan yang
diinginkannya, dapat menentukan pilihan untuk diri sendiri serta merasa
nyaman dengan dirinya.
Perilaku yang tidak asertif ini biasanya bersifat emosional, tidak jujur dan
tidak langsung, terhambat dan menolak diri sendiri. Menurut Bloom, Coburn
dan Pearlam (1985) mengatakan bahwa seseorang yang dikatakan tidak
berperilaku asertif ketika orang tersebut tidak mampu menyatakan perasaan-
perasaan, kebutuhan-kebutuhan dan gagasan-gagasannya secara tepat,
mengabaikan hak-haknya dan membiarkan orang lain melanggar haknya
tersebut. Individu yang tidak asertif membiarkan orang lain menentukan apa
yang harus dilakukannya dan sering berakhir dengan perasaan cemas, kecewa,
bahkan kemudian berakhir dengan kemarahan dan perasaan tersinggung.
44
Perilaku asertif rendah akan mengarah pada ketidakmampuan dalam
berperilaku. Ketidakmampuan berperilaku asertif menurut Prihatin (1993)
dapat disebabkan oleh beberapa faktor misalnya pola asuh orang tua, adanya
larangan terus-menerus akan menjadikan seorang anak terlalu berhati-hati dan
tidak spontan dalam mengungkapkan perasaannya sehingga anak terbiasa
untuk berperilaku tidak asertif. Kemudian penyebab lain seperti perbedaan
jenis kelamin karena sejak kecil peran dan pendidikan laki-laki dan
perempuan telah dibedakan oleh masyarakat. Sejak kecil laki-laki dibiasakan
harus tegas dan kompetitif sedangkan perempuan harus pasif menerima
perintah hal ini berakibat laki-laki berperilaku lebih asertif dari pada
perempuan. Hal itu akan berdampak negatif bagi perkembangan siswa dalam
proses belajar di sekolah khususnya dan mengganggu perkembangan dirinya
secara optimal pada umumnya, seperti kurang percaya diri dalam proses
belajar di kelas, tidak berani mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya,
tidak berani menolak hal-hal yang tidak sesuai dirinya serta kurang berani
mengambil keputusan secara tegas dan hal-hal lain yang sesuai dengan
perilaku asertif.
Perilaku asertif dapat di bentuk dengan adanya konseling kelompok
menggunakan teknik sosiodrama. Layanan Konseling kelompok merupakan
layanan yang dilakukan secara berkelompok serta untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan yang dialami oleh siswa. Menurut Prayitno (2004:6)
konseling kelompok merupakan upaya untuk membantu kelompok kelompok
siswa agar kelompok itu menjadi besar, kuat, dan mandiri, dengan
memanfaatkan dinamika kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan dalam
45
bimbingan dan konseling, teknik sosiodrama atau bermain peran adalah salah
satu teknik dalam pendekatan kelompok yang dapat diterapkan dalam
psikoterapi atau konseling. Siswa dapat mengungkapkannya dalam` suatu
drama yang disutradarai oleh pemimpin kelompok (Prawitasari, 2011: 165).
Satu hal yang membedakan sosiodrama dengan pendekatan kelompok yang
bersifat intruksional adalah adanya unsur drama. Anggota kelompok tidak
hanya berdiskusi ataupun membicarakan masalahnya di kelompok, tetapi
mereka juga menindaki apa yang dipermasalahkan tersebut.
Teknik sosiodrama masing-masing individu berperan secara spontan dalam
situasi sosial. Setiap individu dalam kelompok akan bereaksi satu sama lain
dalam bentuk permainan sosial mengemukakan pikiran, perasaan, untuk
memecahkan masalah dan nilai-nilai dalam masyarakat. Bermain peran
memberi kesempatan orang untuk berubah sesuai dengan apa yang dimilikinya
sebelumnya. Dalam drama yang sebetulnya merupakan kehidupannya sendiri,
seseorang diminta untuk memerankan peran yang tidak biasa ia mainkan, ia
akan mempunyai pengertian baru ketika memerankan peran tersebut
(Prawitasari, 2011: 193). Hal ini menggambarkan bawa individu akan
menggunakan spontanitasnya dalam peran yang dimainkannya. Kreativitasnya
akan membimbingnya mengerti apa yang sedang dihadapinya. Melalui
pemanasan ia akan menyadari apa yang dipikirkan dan dirasakan baik secara
ragawi maupun sukmawi atau baik secara psikis maupun fisik. Pendapat
tersebut dapat dimaknai bahwa teknik sosiodrama merupakan salah satu teknik
yang digunakan untuk memberikan layanan bimbingan kelompok di sekolah
46
dengan cara memerankan perilaku yang berkaitan dengan masalah-masalah
sosial.
Lilis (2013: 90), menyebutkan teknik sosiodrama adalah teknik bermain peran
dalam rangka untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan
interpersonal yang dilakukan dalam kelompok. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Anjastuti (2016), menunjukkan adanya peningkatan perilaku
asertif setelah dilakukan layanan konseling kelompok yang berupa teknik role
playing, adanya penelitian ini sebagai suatu acuan bagi peneliti untuk dapat
meningkatkan perilaku asertif siswa. Dengan demikian, konseling kelompok
dengan teknik sosiodrama dapat berpengaruh positif terhadap perilaku asertif
siswa.
Permainan peran merupakan intervensi yang baik untuk membantu klien
dalam mengekspresikan pikiran dan emosi. Melalui berbagi perasaan, individu
merasakan sebagai bagian dari keseluruhan. Dengan cara ini, sosiodrama
mengurangi isolasi antara anggotanya dan membantu dalam peningkatan
harga diri. Menurut Prawitasari (2011) sosiodrama memiliki banyak aplikasi
sebagai tambahan untuk psikoterapi. Sosiodrama menawarkan praktek dalam
mengembangkan dan mengasah keterampilan sosial, khususnya komunikasi
yang menjadi lebih baik. Klien juga dapat berlatih sikap baru dan mencoba
peran baru dalam lingkungan yang aman. Sutradara dapat memfasilitasi proses
ini melalui penggunaan terapi tugas peran di mana klien diminta untuk
bermain peran sehingga klien akan merasakan manfaatnya. Karena sosiodrama
47
didasarkan pada spontanitas, klien berpartisipasi dengan spontanitas tanpa
perlu untuk fokus padahal itu sebagai masalah..
Berdasarkan masalah perilaku asertif tersebut peneliti memberikan konseling
kelompok teknik sosiodrama guna meningkatkan perilaku asertif. Teknik
sosiodrama ini bertujuan untuk mengembangkan kemampun bersosialisasi
siswa dalam berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal.
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti mengadakan penelitian dengan mengambil lokasi
penelitian di Kelas X SMA Negeri 11 Bandar Lampung tepatnya di Jalan RE.
Martadinata Km. 4 Sukamaju Teluk Betung Timur, Kota Bandar Lampung.
Waktu penelitian ini adalah tahun pelajaran 2018/2019.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian pendidikan menurut Sugiyono (2015:6) diartikan sebagai
cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat
ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu
sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami,memecahkan, dan
mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini pre-eksperimental design. Alasan
peneliti menggunakan metode ini karena pada penelitian ini tidak
menggunakan kelompok kontrol dan subjek tidak dipilih secara random.
Peneliti melihat hasil dari pemberian perlakuan konseling kelompok dengan
teknik sosiodrama pada siswa yang memiliki perilaku asertif yang rendah dan
49
sedang di kelas X SMA Negeri 11 Bandar Lampung Tahun Pelajaran
2018/2019.
C. Desain Penelitian
Desain yang digunakan adalah one-group pretest-posttest, karena penelitian
ini tanpa menggunakan kelompok kontrol, menggunakan desain O1 X O2.
Pelaksanaan eksperimen dengan desain ini dilakukan dengan memberikan
perlakuan (X) terhadap satu kelompok, yaitu kelompok eksperimen. Sebelum
diberi perlakuan, kelompok tersebut diberi pretest (O1), dan setelahnya
diberikan posttest (O2). Hasil dari kedua test ini kemudian dibandingkan untuk
mengetahui apakah perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh atau
perubahan terhadap kelompok tersebut (Sugiyono, 2015).
Secara ringkas, desain ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.1 Pola One Group Pretest-Posttest Design
Pretest Treatment Posttest
O1 X O2
Keterangan :
O :Pengukuran awal berupa penyebaran skala perilaku asertif yang
diberikan kepada siswa kelas X SMA Negeri 11 Bandar Lampung
sebelum diberi perlakuan.
X :Pelaksanaan layanan konseling kelompok teknik sosiodrama
terhadap siswa kelas X SMA Negeri 11 Bandar Lampung
50
O2 :Pengukuran akhir berupa penyebaran skala perilaku asertif untuk
mengukur tingkat perilaku asertif pada siswa sesudah diberi
perlakuan, dalam pengukuran akhir akan didapatkan data hasil dari
pemberian perlakuan dimana perilaku asertif siswa di sekolah
menjadi meningkat atau tidak meningkat sama sekali.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian menurut Arikunto (2006:242) merupakan subjek yang dituju
untuk diteliti oleh peneliti. Selain itu, subjek penelitian merupakan sumber
data untuk menjawab masalah penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan
subjek karena penelitian ini merupakan aplikasi untuk meningkatkan perilaku
asertif siswa dengan menggunakan konseling kelompok teknik sosiodrama
dan hasil dari konseling kelompok teknik sosiodrama ini tidak dapat
digeneralisasikan antara subjek yang satu dengan yang lainnya karena setiap
individu berbeda, dan memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda pada setiap
subjeknya.
Subjek penelitian ini disesuaikan dengan keberadaan masalah dan jenis data
yang ingin dikumpulkan. Pengambilan subjek ini ditentukan dengan
menggunakan teknik Purposive Sampling. Teknik ini dilakukan dengan cara
mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi
didasarkan atas adanya kriteria tertentu. Peneliti menggunakan instrumen
skala perilaku asertif untuk mendapatkan subjek yang dapat membantu
peneliti dalam memperoleh data mengenai perilaku asertif. Instrument skala
ini digunakan untuk mengetahui tingkat perilaku asertif yang dimiliki oleh
51
individu sehingga peneliti dapat menentukan subjek yang akan melakukan
perlakuan (treatment) yang sudah ditentukan.
Pengambilan subjek dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan
skala perilaku asertif siswa kepada siswa kelas X SMA Negeri 11 Bandar
Lampung untuk ditentukan siswa mana yang memiliki perilaku asertif siswa
yang tinggi, sedang dan rendah. Setelah dianalisis, didapatkan 4 siswa yang
memiliki skor perilaku asertif yang rendah, 19 siswa yang memiliki skor
kemampuan perilaku asertif yang sedang, dan 5 siswa yang memiliki skor
kemampuan perilaku asertif yg tinggi.
E. Skenario Siklus Sosiodrama
Menurut Romlah (2001: 104), pelaksanaan sosiodrama secara umum
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan
2. Fasilitator/konselor mengemukakan masalah, tujuan dan tema yang
akan disosiodramakan. Kemudian diadakan tanya jawab untuk
memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan.
3. Membuat skenario sosiodrama
4. Menentukan kelompok yang akan memainkan sesuai dengan
kebutuhan skenario, dan memilih waktu individu yang akan
memegang peran tertentu. Pemilihan pemegang peran dapat
dilakukan secara sukarela setelah fasilitator mengemukakan ciri-ciri
atau rambu-rambu masing-masing peran, usulan dari anggota
kelompok yang lain, atau berdasarkan kedua-duanya.
52
5. Menentukan kelompok penonton dan menjelaskan tugasnya.
Kelompok penonton adalah anggota kelompok lain yang tidak ikut
menjadi pemain. Tugas kelompok penonton adalah untuk
mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi kelompok
penonton merupakan bahan diskusi setelah permainan selesai.
6. Pelaksanaan sosiodrama
7. Setelah semua peran terisi, para pemain diberi kesempatan untuk
berdiskusi beberapa menit untuk menyiapkan diri bagaimana
sosiodrama itu akan dimainkan. Setelah siap, dimulailah permainan.
Masing-masing pemain memerankan perannya berdasarkan
imajinasinya tentang peran yang dimainkannya. Pemain diharapkan
dapat memperagakan konflik-konflik yang terjadi, mengekspresikan
perasaan-perasaan, dan memperagakan sikap-sikap tertentu sesuai
dengan peranan yang dimainkannya. Dalam permainan ini
diharapkan terjadi identifikasi yang sebesar-besarnya antara pemain
maupun penonton dengan peran-peran yang dimainkannya.
8. Evaluasi dan diskusi
9. Setelah selesai permainan diadakan diskusi mengenai pelaksanaan
permainan berdasarkan hasil observasi dan tanggapan-tanggapan
penonton. Diskusi diarahkan untuk membicarakan: tanggapan
mengenai bagaimana para pemain membawakan perannya sesuai
dengan ciri-ciri masing-masing peran, cara pemecahan masalah, dan
kesan-kesan pemain dalam memainkan perannya.
53
10. Ulangan permainan. Dari hasil diskusi dapat ditentukan apakah perlu
diadakan ulangan permainan atau tidak.
F. Variabel Penelitian dan Variable Operasional
1. Variabel penelitian
Variable yang digunakan adalah variable bebas (independent) dan
variable terikat (dependent), yaitu:
a. Variabel bebas (independent) adalah variabel yang dalam sebuah
penelitian dijadikan penyebab atau berfungsi mempengaruhi variable
terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu bimbingan
kelompok teknik sosiodrama
b. Variabel terikat (dependent) adalah variabel utama dalam sebuah
penelitian. Variabel ini akan diukur setelah semua perlakuan dalam
penelitian selesai dilaksanakan. Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah perilaku asertif.
2. Definisi Operasional
1. Perilaku asertif
Asertif adalah kemampuan individu untuk menungkapkan dan
mengekspresikan hak-hak pribadi individu tanpa kecemasan yang
beralasan serta jujur dalam mengukapkan perasaan dan pikiran
individu. Perilaku asertif adalah perilaku yang menunjukan adanya
keterampilan untuk bisa menyesuiakan diri dalam lingkungan sosial.
Keterampilan penolakan jika individu tidak setuju dan menolaknya
dengan bahasa yang halus, keterampilan untuk pujian jika individu
54
merasakan perasaan yang positif dan keterampilan untuk permintaan
jika individu membutuhkan bantuan dari orang lain. Perilaki asertif
dapat terwujud dengan adanya peningkatan diri, ekspresif, pilihan
untuk diri sendiri, merasa nyaman dengan dirinya sendiri,
memahami/menyadari sesuatu/ keadaan orang lain dan menghargai
orang lain.
2. Teknik sosiodrama dalam konseling kelompok
Teknik sosiodrama adalah teknik bermain peran dengan
mendramatisasikan masalah yang ada sehingga memiliki solusi untuk
menyelesaiknnya. Tujuan dalam teknik sosiodrama siswa mengetahui
apa saja yang menjadi masalah dalam lingkungan sosial, bagaimana
siswa menghadapi masalah, memberikan pengalaman atau
penghayatan situasi tertentu dan memberikan kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnnya. Sehingga siswa bisa meningkatkan
perilaku positif dalam dirinya.
G. Teknik Pengumpulan Data
Cara memperoleh data dalam suatu penelitian dikenal dengan teknik
pengumpulan data. Peneliti akan mengumpulkan data dengan menggunakan
suatu instrumen. Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data
hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian, dan kualitas pengumpulan
data. Untuk mengumpulkan data penelitian, tentunya peneliti harus
menentukan teknik pengumpulan apa yang akan digunakan sesuai dengan
55
penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data dengan menggunakan skala perilaku asertif.
1. Skala Perilaku Asertif
Skala pengukuran menurut Sugiyono (2015:133) merupakan kesepakatan
yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya
interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila
digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Pada
penelitian ini, peneliti akan menggunakan skala model Likert untuk
menjaring subjek penelitian. Skala Likert digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur
dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut
dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang
dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen
yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif
sampai sangat negatif dengan pemberian skor untuk setiap jawaban.
Table 3.1 Alternatif Pilihan Jawaban Skala
Pernyataan (Positif) (Negatif)Sangat Sesuai (SS) 5 1Sesuai (S) 4 2Ragu-ragu (RG) 3 3Tidak Sesuai (TS) 2 4Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 5
Skala yang dibagikan pada siswa berisikan lima alternatif jawaban, yaitu
sangat sesuai, sesuai, ragu-ragu, tidak sesuai, sangat tidak sesuai. Dengan
memiliki masing-masing skor yang berbeda, apabila pernyataan positif
56
maka jawaban sangat setuju (SS) skornya 5, jawaban sesuai (S) skornya 4,
jawaban ragu-ragu (RG) skornya 3, jawaban tidak sesuai (TS) skornya 2,
dan sangat tidak sesuai (STS) skornya 1, sebaliknya apabila pernyataan
negatif jawaban sangat tidak sesuai (STS) skornya 5, jawaban tidak sesuai
(TS) skornya 4, jawaban ragu-ragu (RG) skornya 3, jawaban sesuai (S)
skornya 2 dan jawaban sangat sesuai (SS) skornya 1.
2. Kisi-Kisi Skala Perilaku Asertif
Kriteria skor skala perilaku asertif yang digunakan sebagai alat ukur
kemampuan perilaku asertif siswa dikategorikan menjadi 5 yaitu: sangat
tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Untuk
mengkategorikannya terlebih dahulu ditentukan besarnya interval dengan
rumus interval sebagai berikut:
i =
Keterangan :
i : Interval
NT : nilai tertinggi
NR : nilai terendah
K : jumlah kategori
57
Untuk lebih jelasnya, dibawah ini akan disajikan pengembangan kisi-kisi
instrumen penelitian skala perilaku asertif yang dibuat oleh peneliti, yaitu
sebagai berikut:
Table 3.2 Kisi-Kisi Instrument Perilku Asertif
Variable Indikator Deskriptor No Item+ -
PerilakuAsertif
Perbaikan /peningkatandiri
1. Upaya yang dilakukan dalammengembangkan kemampuan individu
1 2
2. Berusaha untuk meningkatkanprestasinya
3,4 5,6
3. Menyalurkan bakat 7 8
Ekspresif
1. Mengungkapkan pikiran secara terbuka 9 102. Mengungkapkan perasaan secara terbuka 11 123. Mampu menerima kritik dan saran dari
orang lain13 14
4. Bersikap jujur terhadap dirinya dan oranglain
15 16
Bisa meraihtujuan yangingin dicapai
1. Berusaha untuk mencapai cita-cita 17,18 19,20
2. Bisa mencapai keinginannya 21,22 23,24
Pilihanuntuk dirisendiri
1. Mengambil keputusan berdasarkankemampuan yang dimiliki
25 26
2. Bertanggungjawab atas tindakannya 27 283. Mampu menolak apa yang tidak sesuai
dengan dirinya29 30
4. Tidak mudah dibujuk dan dipengaruhiorang lain.
31 32
Merasanyamandengandirinyasendiri
1. Percaya diri dalam bertindak 33 342. Mudah bersosialisasi dengan orang lain 35 363. Berani menghadapi situasi yang penuh
tekanan37 38
4. Semangat dalam beraktivitas 39 40Memahami/menyadarisesuatu/keadaanorang lain
1. Memahami keadaan orang lain 41 422. Bersikap peduli kepada sesama 43 443. Memberikan motivasi kepada teman 45 46
4. Menolong teman yang sedang kesulitan 47 48
Menghargaiorang lain
1. Mendengarkan orang lain saat berbicara 49 502. Mampu mengapresiasikan keberhasilan
orang lain51 52
3. Memiliki sopan santun terhadap oranglain
53 54
4. Memberikan pujian kepada orang lain 55 56
58
H. Uji Persyaratan Instrumen
Instrumen pengumpulan data harus memenuhi persyaratan yang baik untuk
mendapatkan data yang lengkap, instrumen yang baik dalam suatu penelitian
harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel.
1. Uji Validitas
Validitas mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu
instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes
dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila tes tersebut
menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang tepat dan
akurat sesuai dengan maksud dikenakannya tes tersebut. Suatu tes yang
menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan diadakannya
pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah.
Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi.
Menurut Azwar (2005: 132) relevansi item dengan indikator keperilakuan
dan dengan tujuan ukur sebenarnya sudah dapat dievaluasi lewat nalar dan
akal sehat yang mampu menilai apakah isi skala memang mendukung
konstruk teoritik yang diukur. Proses ini disebut dengan validitas logik
sebagai bagian dari validitas isi. Selain didasarkan pada penilaian penulis
juga memerlukan kesepakatan penilaian dari beberapa penilai yang
kompeten (judgement expert). Ahli yang dimintai pendapatnya adalah tiga
orang Dosen Bimbingan dan Konseling FKIP Unila yaitu Ibu Asri Mutiara
Putri, Ibu Citra Abriani Maharani dan Ibu Yohana Oktariana. Hasil uji ahli
menunjukkan bahwa instrumen tersebut sudah tepat dan dapat digunakan
59
dengan memperbaiki terlebih dahulu sesuai saran yang diberikan.
Sedangkan hasil uji validitas product moment dengan SPSS (Statistical
Package for Social Science) 16 bahwa terdapat 10 item yang dinyatakan
tidak valid karena mempunyai nilai Rtotal < RTabel. Jadi dapat disimpulkan
bahwa terdapat 46 item yang valid.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.
Uji reliabilitas dilakukan untuk menguji apakah instrumen yang dibuat
dapat dipercaya, jadi dapat dikendalikan. Instrumen yang realiabel yang
memberikan hasil yang sama walau telah dilakukan berulang kali.
Arikunto (2006:254) menyatakan bahwa sebuah instrument dikatakan
dapat dipercaya jika apabila digunakan dapat menghasilkan data yang
benar, tidak menyimpang atau tidak berbeda dari kenyataanya dan
reliabilitas data menunjuk pada keandalan data, artinya bahwa data
tersebut betul-betul sesuai dengan kenyataannya. Teknik mencari
reliabilitas untuk reliabilitas instrument skala perilaku asertif dalam
penelitian ini yaitu menggunakan Alpha Combach, yaitu:
rt= 1 − ∑Keterangan
rt : reliabilitas
k : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal∑ : jumlah varian butir dari masing-masing butir soal
: varian skor total
60
Menurut Basrowi dan Kasinu (2006:244), untuk mengetahui tinggi
rendahnya reliabilitas menggunakan kriteria sebagai berikut:
Table 3.3 Kriteria Reliabilitas0,8 - 1,000 Sangat Tinggi
0,6 - 0,799 Tinggi
0,4 - 0,599 Cukup Tinggi
0,2 - 0,399 Rendah
0 < 0,200 Sangat Rendah
Berdasarkan hasil pengelolaan data skala perilaku asertif dihitung
reliabilitasnya hasilnya 0,870. Hal tersebut berarti bahwa reliabilitas dari
skala tersebut sangat tinggi karena reliabilitasnya antara 0,8 – 1,000
dikatakan memiliki reliabilitas yang sangat tinggi.
I. Teknik Analisi Data
Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan setelah data dari seluruh
responden atau sumber data lain terkumpul (Sugiono, 2015:46). Analisis data
merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam kegiatan penelitian,
dengan analisis data maka akan dapat membuktikan hipotesis. Pada Penelitian
ini peneliti menggunakan teknik analisis data dengan uji Wilcoxon yaitu
dengan mencari perbedaan pretest dan posttest. Analisis ini digunakan untuk
mengetahui keefektifan penggunaan layanan konseling kelompok teknik
sosiodrama untuk meningkatkan perilaku asertif.
Uji Wilcoxon peneliti akan menguji pretest dan posttest. Pretest merupakan
hasil sebelum siswa diberikan konseling kelompok dengan teknik sosiodrama
61
untuk meningkatkan perilaku asertif dan posttest merupakan hasil setelah
siswa diberikan konseling kelompok dengan teknik sosiodrama untuk
meningkatkan perilaku asertif. Dengan demikian peneliti dapat melihat
perbedaan nilai antara pretest dan posttest melalui uji Wilcoxon ini.
Pelaksanaan uji Wilcoxon untuk menganalisis kedua data yang berpasangan
tersebut, dilakukan dengan menggunakan analisis uji melalui program SPSS
(Statistical Package for Social Science)16. Menurut Sudjana (2005: 273)
rumus uji Wilcoxon ini adalah sebagai berikut:
Z = T − n(n + 1)2 n(n + 1)(2n + 1)Keterangan :
Z : Uji Wilcoxon
T : Total Jenjang (selisih) terkecil antara nilai pretest dan posttest
N : Jumlah data sampel
Kaidah keputusan:
Jika statistik hitung (angka z) > statistik tabel (tabel z), maka Ho diterima
(dengan taraf signifikansi 5%)
Jika statistik hitung (angka z) < statsitik tabel (tabel z), maka Ho ditolak
(dengan taraf signifikansi 5%).
Berdasarkan hasil dari pretest dan posttest maka diperoleh data hasil
perhitungan uji Wilcoxon, diperoleh nilai Z hitung adalah -2,201. Nilai
Zhitung yang telah diperoleh dibandingkan dengan Ztabel, dengan taraf
signifikansi 5% adalah 0,05 = 1,645. Hal ini menunjukkan bahwa Zhitung <
Ztabel (-2.201 < 1.645). Maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil analisis
62
menunjukkan terdapat perbedaan perilaku asertif sebelum dan sesudah
pemberian layanan konseling kelompok teknik sosiodrama.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif dapat
ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok teknik
sosiodrama pada siswa kelas X SMA Negeri 11 Bandar Lampung Tahun
Pelajaran 2018/2019.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada siswa kelas X di SMA Negeri 11 Bandar
Lampung tahun pelajaran 2018/2019, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu:
1. Kesimpulan Statistik
Teknik sosiodrama dapat meningkatkan perilaku asertif pada siswa kelas X
SMA Negeri 11 Bandar Lampung tahun pelajaran 2018/2019. Hal ini
terbukti dari hasil analisis data dengan menggunakan uji wilcoxon, dimana
diperoleh harga zhitung=-2,201. Harga ini selanjutnya dibandingkan dengan
ztabel = 1,645. Ketentuan pengujian bila zhitung<ztabel maka Ho ditolak dan
Ha diterima. Ternyata zhitung = -2,201< ztabel = 1,645 maka Ho ditolak dan
Ha diterima.
Hal ini berarti bahwa terdapat peningkatan perilaku asertif siswa yang
signifikan setelah diberi layanan konseling kelompok menggunakan teknik
sosiodrama, sehingga dapat disimpulkan bahwa layanan konseling
kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan perilaku asertif pada
siswa kelas X di SMA Negeri 11 Bandar Lampung.
112
2. Kesimpulan Penelitian
Kesimpulan penelitian adalah layanan konseling kelompok teknik
sosiodrama dapat meningkatkan perilaku asertif pada siswa kelas X SMA
Negeri 11 Bandar Lampung tahun pelajaran 2018/2019. Hal ini ditunjukkan
dari sikap dan hasil pretest yang sebelum diberikan perlakuan memiliki
perilaku asertif yang rendah dan sedang, dan setelah diberi perlakuan
konseling kelompok menggunakan teknik sosiodrama, perilaku asertif
dapat meningkat yang ditunjukkan dengan adanya perubahan sikap dan
perilaku serta nilai posttest konseli. Jadi konseling kelompok menggunakan
teknik sosiodrama dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku asertif
siswa.
B. Saran
Setelah penulis menyelesaikan penelitian, membahas dan mengambil
kesimpulan dari penelitian ini, maka dengan ini penulis mengajukan saran
sebagai berikut:
1. Kepada guru bimbingan dan konseling dapat menggunakan layanan
konseling kelompok teknik sosiodrama untuk mengatasi perilaku asertif
yang rendah pada siswa. Dapat membuat skenario dalam satu tema agar
tercipta sosiodrama dengan alur yang sama dan membuat siswa lebih
mengerti tentang jalan ceritanya.
2. Kepada siswa SMA Negeri 11 Bandar Lampung, jika memiliki
pemasalahan mengenai merasa takut salah jika akan mengengungkapkan
pendapat, jika sulit bekerjasama dalam menyelesaikan tugas kelompok,
jika sulit menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat
113
orang lain yang cenderung bersifat negatif, dan takut menjawab
pertanyaan dari guru, hendaknya mengikuti proses kegiatan layanan
konseling kelompok menggunakan teknik sosiodrama untuk mengatasi
permasalahan yang dialami khususnya dalam meningkatkan perilaku
asertif dengan sungguh-sungguh dan dapat terus berlatih berperilaku
asertif dengan mengungkapkan secara baik-baik.
3. Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang penggunaan
teknik sosiodrama hendaknya dapat menggunakan subjek yang berbeda
dan meneliti variabel lain seperti faktor rendahnya perilaku asertif dan
pengembangan modul dengan menambahkan skenario lain yang seru dan
menyenangkan bagi siswa berdasarkan perkembangan zaman dan dapat
juga memperbaiki kelemahan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Widodo S.2004. Psikologi Belajar.Jakarta: Rineka Putra.
Alberti, R dan Emmons, M. 2002. Your Perfect Right : Panduan Praktis HidupLebih Ekspresif dan Jujur pada Diri Sendiri. Jakarta: Elex MediaKomputindo.
Ali, M dan Asrori, M. 2004. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik.Jakarta: Bumi Aksara..
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta:Rineka Cipta.
Arliani, L. 2013. Teknik Sosiodrama Untuk Meningkatkan Perilaku Asertif (jurnalBimbingan Konseling),http://jurnal.fkip.uns.ac.id/, di akses 3 April 2018.
Azwar, S. 2015. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Basrowi dan Kasinu.2006. Metodologi Penelitian Sosial. Kediri: Jenggala PustakaUtama.
Bloom, L.Z, Coburn, K. & Pearlam, J.1985.The Asertive Woman. New York: DellPublishing Co.Inc.
Corey, G. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi Terjemahan.Bandung: PT. Rafika Aditama.
Fatimah, E. 2010. Psikologi Perkembangan. Bandung: Pustaka Setia.
Gibson. R. 2011. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Gunarsa, S.D. 2004. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.
Husairi. A. 2008. Manajemen Konseling di Pelayanan Bimbingan dan Sekolah.Bogor : Arya duta.
Lilis, R. 2013. Teknik - Teknik Konseling. Yogyakarta: Deepublish.
Novalia dan Tri D.2013. Perilaku Asertif dan Kecenderungan Menjadi KorbanBullying (jurnal Bimbingan Konseling), http://ejournal.umm.ac.id/, diakses 3 April 2018.
Palmer, P., & Froehner, M. (2002). Harga diri remaja :Penuntun menumbuhkanharga diri bagi remaja. Terjemahan :Ishak Susanto. Jakarta :GramediaPustaka Utama.
Prayitno. 2004. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta: GhaliaIndonesia.
Prawitasari, J. E. 2011. Psikologi Klinis Pengantar Terapan Mikro & Makro.Jakarta :Erlangga.
Prihatin. 1993. Latihan Asertif Untuk Anak Melalui Sosiodrama. Jakarta: KreatifMedia.
Rathus, S. A & Nevid, J. S. 2009. Adjustment and growth: The challenges of life.New York: CBS College Publishing.
Romlah, T. 2001. Teori dan Praktek Bimbingan Konseling. Malang: UniversitasNegeri Malang.
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: PT Tarsito.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian (Pendekatan Kualitatif dan R&D). Bandung:Alfabeta.
Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: RajaGrasindo Persada.
Recommended