View
30
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
1. Penyakit ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia/ retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah.2. Penyakit ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate/GFR) dengan manifestasi kelainan patologis atau terdapat tanda-tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis.3. Penyakit ginjal kronik adalah proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, dkk, 2009).
Citation preview
PRESENTASI KASUS
PENYAKIT GINJAL KRONIK STAGE V
Disusun oleh:
RINA WULANDARI
20100310046
Pembimbing: dr. Widodo, Sp. PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD KOTA SALATIGA
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan, presentasi kasus dengan judul
PENYAKIT GINJAL KRONIK STAGE V
Disusun oleh:
Nama: Rina Wulandari
No. Mahasiswa: 20100310046
Telah dipresentasikan
Hari / Tanggal: / Januari 2015
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
Dr. Widodo, Sp. PD
BAB I
PENDAHULUAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N.S
Usia : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Truko Butuh 15/9 Tengaran Semarang
Tanggal Masuk : 14 Januari 2014
No CM : 287564
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Bengkak seluruh tubuh, sesak napas, pusing dan mual.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien datang di IGD dengan keluhan sesak napas, mual, pusing,
bengkak pada seluruh tubuh selama 2 minggu dan tidak dapat menelan. Pasien ini
menderita hipertensi dan gangguan ginjal sudah sekitar 4 bulan dan pernah
opname di RS karena gangguan ginjal tersebut. Pasien didiagnosis awal CKD
dengan diagnosis banding sindrom nefrotik.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat diabetes melitus : -
Riwayat hipertensi : -
Riwayat gagal ginjal : -
5. Review Sistem
Kepala leher : pusing, nyeri pada leher
THT : tidak ada keluhan
Respirasi : sesak napas
Gastrointestinal : mual
Kardiovaskular : tidak ada keluhan
Perkemihan : poliuri (-)
Sistem Reproduksi : tidak ada keluhan
Kulit dan Ekstremitas : edema anasarka (+), gatal (-) lemas (+)
Alergi obat : disangkal
C. Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien
S : Pasien datang dengan keluhan sesak napas, pusing, mual, bengkak seluruh
tubuh selama 2 minggu. Pasien mempunyai riwayat hipertensi dan gangguan ginjal
sehingga pernah opname di RS selama 3 kali. Pada saat di IGD tekanan darah pasien
134/92 mmHg dan SpO2 96% dan mendapatkan terapi infus asering, injeksi
furosemid, ranitidin dan ketorolak. Sesampai di bangsal dilakukan pemeriksaan darah
lengkap, ureum kreatinin, SGOT/SGPT, albumin, dan HbSAg. Pasien mengalami
bengkak pada seluruh tubuh dan tidak dapat bangun dari tempat tidur. Setelah
dilakukan pemeriksaan fisik dan penghitungan GFR pasien didiagnosis menderita
CKD grade V dan harus dilakukan hemodialisa jika HbSAg negatif.
O : Keadaan Umum : tampak lemas dan sesak napas
Kesadaran : CM
TD : 134/92 mmHg
Nadi : 84 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
RR : 26x / menit
SpO2 : 96%
Kepala dan Leher : Conjungtiva anemis -/- Sklera Ikterik -/- edema
periorbital, Pembesaran Limfonodi tidak teraba
Cor : S1 dan S2 regular, cardiomegali (-)
Thorak : Simetris +/+, ketinggalan gerak -/-, vocal fremitus
tidak ada peningkatan maupun penurunan, sonor +/+
Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/- , wheezing -/-
Abdomen : Supel (+), nyeri tekan (-), peristaltik usus (+) normal,
timpani (+), ascites (-), turgor baik.
Ekstremitas : edema (+), akral hangat (+).
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Rutin (15 Januari 2014)
Leukosit : 14,29 (H) (N: 4.5-11)
Hemoglobin : 8,4 (L) (N: 12-16)
Trombosit : 409 (N) (N: 150-450)
Hematokrit : 25,3 (L) (N: 38-47)
Eritrosit : 3,19 (L) (N: 4-5)
2. Kimia Darah
Glukosa Darah Sewaktu : 79 (L) (80-144) mg/dl
Ureum : 95 (H) (10-50) mg/dl
Creatinin : 7,5 (H) (0,6-1,1) mg/dl
HbSAg : negatif
Albumin : 2,6 (L) (3,5-4,2) g/dl
3. Elektrolit
Natrium : 145 (N) (N: 135-155) mml/e
Kalium : 5 (N) (N: 3,6-5,5) mml/e
Chlorida : 121 (H) (N: 95-108) mmol/l
Kalsium : 8,5 (N) (N:8,1-10.4) mg/%
E. ASSESMENT
CKD stage V
F. TERAPI
Infus NaCl 0,9% : D5% 1:1 10 tpm
Injeksi ceftriaxon 2x1 gram
Irbesartan 1 x 300 mg
Asam folat 3 x 1
Prorenal 3 x 1
CaCO3 3 x 1
Kalitake 3 x 1 sach
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENYAKIT GINJAL KRONIK
A. Pengertian
1. Penyakit ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia/ retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah.
2. Penyakit ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang
terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate/GFR) dengan
manifestasi kelainan patologis atau terdapat tanda-tanda kelainan ginjal, termasuk
kelainan dalam komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis.
3. Penyakit ginjal kronik adalah proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, dkk, 2009).
B. KRITERIA PENYAKIT GINJAL KRONIK
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi :
- kelainan patologis
- terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah dan
urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m² selama 3bulan
dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal
lebih dari 3 bulan dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m², tidak termasuk
kriteria penyakit ginjal kronik.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas derajat penyakit dan
diagnosis etiologi.
LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur) x berat badan
72x kreatinin plasma (mg/dl)*)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
D. Etiologi
Penyebab CKD menurut Price dan Wilson (2006) antara lain :
1. Penyakit infeksi: pielonefritis kronik atau refluks, nefropati, tubulointestinal.
2. Penyakit peradangan: glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensi: nefrosklerosis maligna, nefrosklerosis benigna,
stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat: lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis
sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan hederiter: penyakit ginjal polikistik hederiter, asidosis
sistemik progresif.
6. Penyakit metabolik: diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik: penyalahgunaan analgesik, nefropati timah.
8. Nefropati obstruktif karena obstruksi saluran kemih karena batu, neoplasma,
fibrosis retroperitoneal, hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital leher
vesika urinaria dan uretra.
E. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi,
yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi berlangsung singkat, akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Fungsi renal menurun menyebabkan produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Akibatnya terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, maka gejala akan semakin berat.
Retensi cairan dan natrium akibat dari penurunan fungsi ginjal dapat
mengakibatkan edema, gagal jantung kongestif/ CHF, dan hipertensi. Hipertensi juga
dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron.
CKD juga menyebabkan asidosis metabolik yang terjadi akibat ginjal tidak
mampu mensekresi asam (H-) yang berlebihan. Asidosis metabolik juga terjadi akibat
tubulus ginjal tidak mampu mensekresi ammonia (NH3-) dan mengabsorpsi natrium
bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain juga dapat
terjadi. Selain itu CKD juga menyebabkan anemia yang terjadi karena produksi
eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi
nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran pencernaan.
Eritropoitein yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah jika produksi eritropoietin menurun maka
mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan, angina, dan sesak napas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme
akibat penurunan fungsi ginjal. Kadar serum kalsium dan fosfat dalam tubuh
memiliki hubungan timbal balik dan apabila salah satunya meningkat, maka fungsi
yang lain akan menurun. Akibat menurunya glomerular filtration rate (GFR) kadar
fosfat akan serum meningkat dan sebaliknya kadar serum kalsium menurun.
Terjadinya penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon
dari kelenjar paratiroid. Tetapi, pada gagal ginjal tubuh tidak merespon normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon. Sehingga kalsium di tulang menurun,
yang menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. Demikian juga
dengan vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk diginjal menurun seiring
dengan perkembangan gagal ginjal. Penyakit tulang uremik/ osteodistrofi renal,
terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
F. Manifestasi Klinik
1. Kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema (kaki, tangan), edema periorbital,
pembesaran vena leher.
2. Integumen : warna kulit abu-abu mengkilat, kulit terang dan bersisik, pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Pulmoner : crackles, sputum kental, napas dangkal, pernafasan kussmaul.
4. Gastrointestinal: nafas berbau amonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran GI.
5. Neurologi: kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada
tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
6. Muskuloskeletal: kram otot, kekuatan otot hilang.
7. Reproduktif: amenore, atrofi testikuler.
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus
Sistemik (LES),dll.
b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic
frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida).
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Ananmesis
a. Demografi
Tinggal di lingkungan yang tercemar oleh kadmium, kroomium, timah,
merkuri dan sumber air tinggi kalsium beresiko untuk penyakit ginjal kronik.
b. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, obstruksi traktus urinarius,
infeksi ginjal, glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, penyalahgunaan
analgesik, pielonefritis kronik atau refluks, batu.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit batu ginjal, hipertensi, DM dalam keluarga, penyakit ginjal
polikistik, gout.
d. Pola kesehatan fungsional
1) Pemeliharaan kesehatan
Konsumsi obat nefrotoksik yang berkepanjangan (analgesik, aspirin, antacid,
laktasif). Konsumsi makanan tinggi kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan
minum suplemen, kontrol tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada penderita
tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji adanya peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual, muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (pernafasan amonia), penggunaan diuretik.
3) Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan ekstrem, kelemahan, malaise, kelemahan otot, penurunan rentang
gerak.
5) Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/ gelisah atau somnolen).
2. Pemeriksaan Fisik
1) Keluhan umum : malaise, lemah, tampak sesak
2) Tingkat kesadaran : komposmentis sampai koma.
3) Pengukuran antropometri : berat badan menurun.
4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia,
pernapasan kusmaul, tidak teratur.
5) Kepala
a) Mata: konjungtiva anemis, penglihatan kabur, edema periorbital.
b) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar, kotor.
c) Hidung : pernapasan cuping hidung.
d) Mulut : nafas berbau amonia, ulserasi dan perdarahan, mual, muntah serta
cegukan, peradangan gusi.
6) Leher : pembesaran vena leher.
7) Dada dan thoraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan
kusmaul serta crackles, nafas dangkal, edema pulmoner, efusi pleura.
8) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
9) Ekstremitas : melambat, kuku rapuh dan kusam serta tipis, kelemahan pada
tungkai, rasa panas pada telapak kaki, kekuatan otot.
10) Kulit : kering, pigmentasi, bekas garukan, ekimosis, pucat, lecet, warna
mengkilat/ abu-abu.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Urine
1) Volume : biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak ada
(anuria).
2) Warna : secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, partikel koloid, fosfat atau sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb.
3) Berat jenis : < 1.015 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan ginjal
berat).
4) Natrium : > 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
5) Protein : dapat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
b. Darah
1) BUN/ kreatinin: meningkat diatas normal.
2) Hitung darah lengkap: Hb menurun biasanya kurang dari 7-8 g/dL
3) Kalium: meningkat
4) Natrium serum: mungkin rendah atau normal
5) Magnesium fosfat meningkat
6) Kalsium: menurun
7) Protein (khususnya albumin): kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan,
atau penurunan sintesis karena asam amino esensial.
8) Osmolaritas serum: lebih besar dari 285 mOsm/kg sering sama dengan urine
c.Pemeriksaan Radio diagnostik
1) Biopsi ginjal : mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologik.
2) KUB foto : menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya
obstruksi (batu).
3) Pielogram retrograd : menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
4) Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler , massa.
5) Sistouretrogram berkemih : menunjukkan ukuran kandung kemih , refluks
kedalam ureter, retensi.
6) Ultrasonografi ginjal: memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil (atropi),
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi.
7) Endoskopi ginjal, nefroskopi : dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal,
keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
8) EKG : mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam/basa.
9) Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan : dapat menunjukkan
demineralisasi, klasifikasi.
10) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar
kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria.
H. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang
masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat
menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah
menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak
bermanfaat.
2) Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed factors)
yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid antara lain, gangguan
keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi
traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radio kontras, atau peningkatan aktivitas
penyakit dasarnya.
3) Menghambat Perburukan Fungsi Ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus dengan cara penggunaan obat-obatan nefrotoksik, hipertensi berat, gangguan
elektrolit (hipokalemia). Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glumerulus adalah dengan
pembatasan asupan protein.
4) Pembatasan Asupan Protein
b. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari
c. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
e. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
f. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
g. Fosfor:5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari
h. Kalsium: 1400-1600 mg/hari
i. Besi: 10-18mg/hari
j. Magnesium: 200-300 mg/hari
k. Asam folat pasien HD: 5mg
l. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)
5) Terapi Farmakologis
Terapi farmakologi bertujuan untuk mengurangi hipertensi, memeperkecil risiko
gangguan kardiovaskuler juga memperlambat pemburukan kerusakan nefron. Beberapa obat
antihipertensi, terutama penghambat enzim konverting angiotensin (Angiotensin Converting
Enzym/ ACE inhibitor).
a. Kontrol tekanan darah
- Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II → evaluasi kreatinin dan
kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia
harus dihentikan.
- Penghambat kalsium
- Diuretik
b. Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan obat-obat
sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas
nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%
c. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
d. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
e. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
f. Koreksi hiperkalemia
g. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin
6) Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskuler
Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler adalah
pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian
anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan
keseimbangan elektrolit.
7) Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya
sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.
8) Pembatasan cairan dan elektrolit
Pembatasan asupan air pada pasien penyakit ginjal kronik sangat perlu untuk
mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovascular. Air yang masuk ke dalam tubuh
harus seimbang dengan air yang keluar baik melalu urin maupun insesible water loss. Dengan
berasumsi air yang keluar melalui insesible water loss adalah 500-800 ml/hari maka air yang
masuk dalam tubuh dianjurkan 500-800 ml ditambah jumlah urin.
Elektrolit yang harus diawasi adalah natrium dan kalium. Hiperkalemia dapat
menyebabkan aritmia jantung. Pemberian obat-obatan yang mengandung kalium dan
makanan yang mengandung kalium harus dibatasi. Kadar kalium yang dianjurkan 3,5-5,5
mEq/L. Pembatasan natrium untuk mengurangi hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium
yang diberikan disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema yang terajadi.
9) Terapi Pengganti Ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal
dialisis atau transplantasi ginjal.
I. Komplikasi
1) Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan
diet berlebihan.
2) Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiostensin-
aldosteron.
4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama
hemodialisis.
5) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium.
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien ini datang di IGD dengan keluhan sesak napas, mual, pusing, bengkak
pada seluruh tubuh selama 2 minggu dan tidak dapat menelan. Sebelumnya pasien
sudah opname di RS karena hipertensi dan gangguan batu ginjal sudah sekitar 4
bulan yang lalu. Karena terjadi edema dan adanya gejala klinis CKD berupa pusing,
lemas, mual, sesak napas dan edema anasarka maka didiagnosis awal CKD dengan
diagnosis banding sindrom nefrotik.
Untuk menegakkan diagnosis CKD maka dilakukan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin, ureum kreatinin
dan elektrolit. Juga untuk menentukan derajat CKD dengan menghitung laju filtrasi
glumerulus (GFR).
Dari anamnesis pasien mengeluh sesak napas, pusing, mual dan lemas.
Sedangkan dari pemeriksaan fisik pasien didapatkan edema anasarka pada ekstremitas
dan periorbital dan kelemahan anggota gerak. Pada pemeriksaan darah rutin
didapatkan peningkatan leukosit dan penurunan hemoglobin, hal ini menunjukkan
terjadinya anemia yang merupakan salah satu komplikasi dari CKD. Pada
pemeriksaan kimia darah terjadi peningkatan kadar ureum dan kreatinin yang
merupakan marker dari kerusakan ginjal. Kadar albumin juga rendah sehingga terjadi
edema anasarkan dan edema periorbital. Pada pemeriksaan elektrolit kadar natrium
dan kalium normal.
Berdasarkan perhitungan glumerulus filtration rate (GFR) didapatkan
LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur) x berat badan
72x kreatinin plasma (mg/dl)*)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
= (140-45) x 60 x 0,85
72 x 7,5
= 8,97 CKD stage V
Jadi kesimpulannya, pasien ini mengalami CKD grade V atau gagal ginjal
sehingga terapi yang tepat adalah terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis dengan
mengecek HbSAg terlebih dahulu atau transplantasi renal.
DAFTAR PUSTAKA
Recommended