View
9
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PEREMPUAN DAN PARLEMEN:
STUDI ATAS KINERJA SUPARMI SEBAGAI KETUA DPRD KOTA
TANGERANG TAHUN 2014 - 2019
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Fauziah
NIM: 11151120000008
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2019
PEREMPUAN DAN PARLEMEN:
STUDI ATAS KINERJA SUPARMI SEBAGAI KETUA DPRD KOTA
TANGERANG TAHUN 2014 - 2019
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Fauziah
NIM: 11151120000008
Dosen Pembimbing,
Dra. Gefarina Djohan, MA.,
NIP: 196310241999032001
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2019
i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
PEREMPUAN DAN PARLEMEN:
Studi Atas Kinerja Suparmi Sebagai Ketua DPRD Kota Tangerang Tahun
2014 - 2019
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 11 November 2019
Fauziah
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, pembimbing skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Fauziah
NIM : 11151120000008
Program Studi : Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
PEREMPUAN DAN PARLEMEN:
Studi Atas Kinerja Suparmi Sebagai Ketua DPRD Kota Tangerang Tahun
2014 - 2019
dan telah diujikan pada tanggal 11 November 2019.
Ciputat, 11 November 2019
Mengetahui, Mengetahui,
Ketua Program Studi Pembimbing
Dr. Iding Rosyidin, M.Si Dra. Gefarina Djohan, MA
NIP: 19701013 200501 1 003 NIP: 1963102419990321001
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
PEREMPUAN DAN PARLEMEN: Studi Atas Kinerja Suparmi Sebagai
Ketua DPRD Kota Tangerang Tahun 2014 - 2019
Oleh:
Fauziah
11151120000008
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
pada 11 November 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.
Ketua Sekretaris
Dr. Iding Rosyidin, M.Si Suryani, M.Si
NIP: 197010132005011003 NIP: 197704242007102003
Penguji I, Penguji II,
Suryani, M.Si Ana Sabhana Azmy, M.I.P
NIP: 197704242007102003 NIDN: 2010018601
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada 11 November 2019.
Ketua Program Studi Ilmu Politik, FISIP UIN Jakarata
Dr. Iding Rosyidin, M.Si
NIP: 19701013 2005011003
iv
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang perempuan dan parlemen dengan Studi
kinerja Suparmi sebagai Ketua DPRD Kota Tangerang Tahun 2014-2019. Tujuan
dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui kinerja Suparmi sebagai perempuan
pertama yang menjabat Ketua DPRD. Selain itu, dianalisis juga faktor yang
mempengaruhi kinerja Suparmi dan melihat apakah pandangan gender yang
melekat pada masyarakat dapat menghambat kinerjanya.
Keterlibatan perempuan dalam politik masih sangat sedikit, walaupun
pemerintah telah membuat kebijakan tentang kouta 30% dalam pemilu legislatif.
Kentalnya budaya patriarki yang melekat di masyarakat beranggapan bahwa
perempuan lebih cocok berada diruang privat dan laki-laki yang mendominasi
dunia tersebut. Hal ini menjadi kendala sehingga menghambat keinginan
perempuan untuk terjun ke dalam ranah politik. Terkadang ada juga perempuan
yang menjadi anggota legislatif merasa keberadaannya dimarginalkan dan tidak
dapat memberikan aspirasinya penuh untuk memperjuangkan kepentingan
perempuan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengambilan
data melalui wawancara dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan teori gender, teori keterwakilan perempuan, dan konsep kinerja.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pandangan gender yang mengatakan
perempuan belum mampu bersaing dengan laki-laki di dunia politik adalah salah.
Sebab, Suparmi dapat membuktikan bahwa perempuan mampu bersaing di dunia
politik bahkan mampu menjadi seorang pemimpin. Kinerja Suparmi sebagai
Ketua DPRD juga sudah berusaha semaksimal mungkin, walaupun kinerjanya
dalam merespon keluhan masyarakat masih lamban.
Kata kunci: ketua DPRD perempuan, kinerja, keterwakilan politik
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji serta syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu wa
Ta’ala karena atas berkah, rahmat dan hidayahNya sehingga penulis akhirnya
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam dicurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, Rasul yang telah membawa umatnya dari
kegelapan pada masa yang terang benderang hingga saat ini.
Skripsi yang berjudul “PEREMPUAN DAN PARLEMEN: Studi Atas
Kinerja Suparmi Sebagai Ketua DPRD Kota Tangerang Tahun 2014-2019”
disusun sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada program
Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin akan
terlaksanakan apabila tidak ada bantuan dari beberapa pihak terkait, melalui
kesempatan ini izinkan penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Ali Munhanif, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
3. Dr. Iding Rosyidin, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Suryani, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Dra. Gefarina Djohan, M.A, selaku Dosen Pembimbing dalam penelitian ini,
terimakasih atas bimbingan, kritikan, dan dorongannya selama penelitian ini.
6. Suryani, M.Si dan Ana Sabhana Azmy, M.I.P selaku dosen penguji skripsi
yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan
masukan serta koreksi kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
7. Dr. A. Bakir Ihsan, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis.
8. Suparmi, ST, Ella Silvia, SH, MH, Hapipi, S.Sos, dan H. Turidi Susanto,
terimakasih atas waktunya untuk bersedia diwawancarai serta memberikan
masukan atas penelitian ini.
9. Seluruh dosen pengajar Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN Jakarta,
terimakasih atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan selama penulis
berkuliah.
10. Seluruh pejabat dan staf FISIP UIN Jakarta, terimakasih atas dukungannya
kepada penulis.
11. Kedua orangtua penulis yang tercinta, Asnawi dan Napisah, terimakasih atas
doa, dukungan, dan kasih sayangnya yang tidak pernah berhenti selama ini.
vii
Tanpa kasih sayang dan perjuangan kalian, penulis tidak akan pernah
menjadi seperti saat ini.
12. Terimakasih kepada sahabat penulis Fauziah Setianingsih, Dewi Ayu, Fiko
Farnolo, dan Anggi Stiadi yang telah memberikan waktu, doa, serta
dukungan bagi penulis selama penelitian ini.
13. Terimakasih kepada teman-teman penulis, Chika Susanti, Alissa Januar,
Wida Pangestika, Nida Mardhiah, dan Ressy Yuliawati yang telah
memberikan waktu, doa, serta dukungan bagi penulis selama penelitian ini.
14. Kelas Ilmu Politik A 2015 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, terima
kasih selama kuliah telah memberikan semangat dan banyak pembelajaran
berharga.
15. Teman-teman Ilmu Politik 2015 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu,
terima kasih selama kuliah telah memberikan semangat dan banyak
pembelajaran berharga.
16. Terimakasih kepada Kak Quwatul M Zakiyah yang telah membantu serta
membimbing penulis selama kuliah, mau berbagi ilmu dan memberikan
semangat serta pembelajaran berharga.
17. Terimakasih kepada Kak Oktavia dan Feby teman sesama dospem
pembimbing yang selalu memberikan semangat dan selalu bertukar ilmu
serta pikiran bersama.
viii
18. Teman-teman KKN MENTARI 108 yang tidak dapat penulis sebutkan satu-
persatu yang sudah memberikan pengalaman dan banyak pembelajaran.
19. Terimakasih kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu,
yang telah berkontribusi di dalam kehidupan penulis selama ini.
Penulis berharap segala bentuk dukungan dan semangat yang telah
diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, namun penulis berharap dapat
memberikan manfaat bagi pembaca. Penulis juga terbuka akan kritik dan saran
yang bersifat membangun guna melengkapi segala kekurangan dan keterbatasan
dalan penyusunan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat dan wawasan bagi setiap pembacanya serta bagi pengembangan studi
Ilmu Politik.
Jakarta, 11 November 2019
Fauziah
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .......................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ..................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ......................................................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................................... 5
C.1. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5
C.2. Manfaat Penelitian ................................................................................... 5
D. Tinjauan Pustaka ................................................................................................ 6
E. Metodologi Penelitian ....................................................................................... 11
E.1. Pendekatan Penelitian............................................................................. 11
E.2. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 11
a) Wawancara ......................................................................................... 11
b) Studi Literatur .................................................................................... 12
E.3. Teknik Analisis Data .............................................................................. 12
F. Sistematika Penulisan ....................................................................................... 13
BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP ................................................. 15
A. Gender .............................................................................................................. 15
A.1. Pengertian Gender .................................................................................. 15
A.2. Kesetaraan dan Keadilan Gender ........................................................... 16
B. Keterwakilan Perempuan dalam Politik ........................................................... 19
C. Kinerja .............................................................................................................. 22
C.1. Pengertian Kinerja .................................................................................. 22
C.2. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja ...................................................... 23
x
C.3. Penilaian Kinerja .................................................................................... 25
C.4. Indikator Kinerja .................................................................................... 26
BAB III PROFIL SUPARMI DAN DPRD KOTA TANGERANG ............... 29
A. Biografi Politik Suparmi .................................................................................. 29
B. Gambaran Umum DPRD Kota Tangerang ....................................................... 35
BAB IV KINERJA SUPARMI SEBAGAI KETUA DPRD KOTA
TANGERANG .................................................................................................... 39
A. Proses Terpilihnya Suparmi Sebagai Ketua DPRD Kota Tangerang .............. 39
B. Kinerja Ketua DPRD Kota Tangerang Tahun 2014-2019 ............................... 40
B.1. Produktivitas .......................................................................................... 41
B.2. Responsivitas.......................................................................................... 43
B.3. Akuntabilitas .......................................................................................... 45
B.4. Responbilitas ......................................................................................... 47
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Suparmi Sebagai Ketua DPRD
Kota Tangerang ..................................................................................................... 53
C.1. Faktor Pendukung .................................................................................. 53
C.2. Faktor Penghambat ................................................................................ 55
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 56
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 56
B. Saran ................................................................................................................. 57
B.1. Saran Akademis ..................................................................................... 57
B.2. Saran Praktis........................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 59
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I.1 Jumlah Perolehan Suara Sah 5 Partai Politik Teratas Dalam Pemilu
Legislatif 2014 di Kota Tangerang ........................................................................ 2
Tabel I.2. Jumlah Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Tangerang . ...... 3
Tabel III.1 Nama-nama Anggota DPRD Kota Tangerang Provinsi BantenTahun
2014-2019 ............................................................................................................. 37
Tabel III.2 Nama-nama Ketua Komisi DPRD Kota Tangerang Provinsi Banten
Tahun 2014-2019 .. ............................................................................................... 38
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aturan mengenai kewajiban kouta 30% bagi calon legislatif perempuan
sudah tertuang dalam sejumlah Undang-Undang. Hal tersebut ada di Undang-
undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-Undang No.12 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum, Undang-Undang No.2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik, serta Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum Anggota DPR/DPRD.
Dengan diberlakukannya Affirmative Action menjadi sebuah harapan bagi
perempuan di Indonesia agar keikutsertaan dalam aktivitas publik maupun
politik dapat menyuarakan kepentingan perempuan dengan kaum laki-laki baik
dalam ranah lokal, nasional, serta internasional.
Sama halnya dengan Kota Tangerang yang telah memberlakukan
Affirmative Action dan berusaha untuk meningkatkan keterwakilan perempuan
dalam setiap parlemen. Daerah yang dekat dengan Ibu Kota Jakarta membuat
Kota Tangerang menjadi kota heterogen dan letaknya yang cukup strategis.
Selama 21 tahun Kota Tangerang berdiri, DPRD Kota Tangerang selalu
dipimpin oleh seorang laki-laki.
Pada pemilu legislatif 2014, DPRD Kota Tangerang mengalami
perubahan kepemimpinan, pertama kalinya DPRD Kota Tangerang dipimpin
oleh sosok perempuan. Perempuan tersebut adalah Suparmi dari PDIP, dan PDIP
2
juga yang memperoleh suara tertinggi pada pemilu legislatif di Kota Tangerang
tahun 2014.
Perolehan suara yang didapatkan oleh PDIP pada pemilu legislatif 2014
di Kota Tangerang cukup tinggi di bandingkan dengan partai lainnya. Hal ini
dapat dilihat perolehan suara dari 5 yang teratas adalah sebagai berikut1
Tabel I.1
Jumlah Perolehan Suara Sah 5 Partai Politik Teratas Dalam Pemilu
Legislatif 2014 di Kota Tangerang
No Partai Politik Suara Sah Persentase%
1 PDIP 166.688 21,07%
2 Golkar 118.025 14,92%
3 Gerindra 102.637 12,98%
4 PPP 73.896 9,34%
5 Demokrat 57.489 7,27%
Sumber: KPUD Kota Tangerang
Tabel di atas menunjukkan bahwa perolehan suara tertinggi di peroleh
oleh partai PDIP sebesar 166.688 suara dan yang terendah oleh partai Demokrat
sebesar 57.489 suara.
Periode 2014-2019 ketika Suparmi menjadi Ketua DPRD adanya
peningkatan keterwakilan perempuan di DPRD Kota Tangerang dari periode
sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini sebagai berikut2
1 Data dari KPUD Kota Tangerang diakses dari https://www.kpu-tangerangkota.go.id,
pada tanggal 05 April pukul 18:00
2 Data dari KPUD Kota Tangerang diakses dari https://www.kpu-tangerangkota.go.id,
pada tanggal 05 April pukul 18:15
3
Tabel I.2
Jumlah Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Tangerang
No Partai Politik Periode 2009-2014 Periode 2014-2019
1 PKS 1 1
2 PAN 1 1
3 Demokrat 4 2
4 Hanura 1 1
5 PDIP 1 3
6 Golkar - 1
7 PPP - 1
Jumlah 8 10
Sumber: KPUD Kota Tangerang
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada periode 2009-2014 hanya ada 8
anggota legislatif perempuan atau 16% perempuan. Kemudian pada periode
2014-2019 jumlah keterwakilan perempuan di DPRD Kota Tangerang
mengalami peningkatan berjumlah 10 anggota legislatif perempuan atau 20%
perempuan dari 50 anggota DPRD.3
Sebagai perbandingan bahwa di DPRD Kota Tangerang Selatan hanya
mampu memperoleh 11 perempuan (22%) pada periode 2014-2019 dari 50
anggota legislatif.4 Sama halnya di DPRD Kabupaten Karawang hanya mampu
memperoleh 6 orang (12%) perempuan pada periode 2009-2014 dari 50 anggota
legislatif.5
3 Data dari KPUD Kota Tangerang diakses dari https://www.kpu-tangerangkota.go.id,
pada tanggal 05 April pukul 18:20
4 Siti Rahmadianti, “Peran Anggota Legislatif Perempuan Di DPRD Kota Tangerang
Selatan Periode 2014-2019”, (Jakarta: Uin Jakarta 2015), hal. 49
5 Eka Yulyana, “Keterlibatan Politik Perempuan dalam Proses Legislasi DPRD Kabupaten
Karawang Periode 2009-2014”, (Jurnal Politikom Indonesiana, Vol 2 No. 2, November 2017),
105-113
4
Pada dasarnya ketentuan kouta 30% sangat memungkinkan perempuan
untuk masuk ke dunia politik. Walaupun masih banyak hambatan untuk
perempuan masuk ke dalam politik, yang seolah-olah hanya layak bagi laki-laki
saja, banyak orang yang beranggapan bahwa dunia politik adalah dunia publik.
Ada juga yang berpandangan bahwa dunia politik adalah dunia yang keras, serta
dunia yang membutuhkan pikiran-pikiran cerdas, tetapi semua asumsi itu
ditujukan kepada laki-laki bukan perempuan. Pandangan yang mengatakan
bahwa perempuan tidak pantas untuk berpolitik, sebab perempuan sudah
dianggap sebagai penghuni dapur yang tidak dapat berpikir rasional dan masih
takut untuk mengambil resiko.6
Pemerintah juga telah mengakomodir perempuan dengan menetapkan
kouta 30% bagi setiap partai. Dalam Undang-undang No 8 Tahun 2012 Pasal 8
ayat (2e) yang berbunyi bahwa partai politik harus menyertakan sekurang-
kurangnya kouta 30% bagi perempuan dalam kepengurusan partai.7
Affirmative Action menjadi langkah strategis bagi perempuan untuk
masuk ke dalam politik. Sama halnya seperti yang dilakukan oleh Suparmi, kouta
30% untuk keterwakilan perempuan telah digunakan oleh Suparmi dengan sebaik
mungkin. Menjadi Ketua DPRD membuat Suparmi harus mampu membuktikan
bahwa ia dapat memberikan kinerja terbaiknya.
6 Tri Marheni Pudji Astuti, Konstruksi Gender Dalam Realitas Sosial, (Semarang: Unnes
Press, 2011), hal. 17
7 Undang-undang No 8 Tahun 2012
5
Oleh karena itu, berdasarkan pada penjelasan di atas, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kinerja Suparmi sebagai Ketua
DPRD dan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Suparmi sebagai
Ketua DPRD. Maka penelitian skripsi ini berjudul Perempuan dan Parlemen:
Studi Atas Kinerja Suparmi Sebagai Ketua DPRD Kota Tangerang Tahun 2014-
2019.
B. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana kinerja Suparmi sebagai Ketua DPRD Kota Tangerang?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Suparmi sebagai Ketua
DPRD?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
C.1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah:
1. Menggambarkan tentang kinerja Suparmi sebagai Ketua DPRD Kota
Tangerang.
2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Suparmi sebagai
Ketua DPRD.
C.2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian adalah:
a. Manfaat Akademis, secara umum, penelitian ini dapat memberikan
informasi atau dijadikan referensi tambahan bagi penelitian selanjutnya
terutama pada ilmu politik tentang kajian perempuan di parlemen.
6
b. Manfaat Praktis, sebagai informasi atau dijadikan referensi tambahan
bagi mahasiswa dan masyarakat umum yang minat akan kajian tentang
Perempuan dan Parlemen.
D. Tinjauan Pustaka
Sebelum melakukan penelitian, penulis melakukan studi pustaka yang
dimulai dari disertasi, tesis, skripsi, dan referensi lainnya seperti buku dan jurnal
ilmiah yang memiliki keterkaitan dengan judul penelitian yang penulis susun.
Setelah melakukan kajian pustaka, penulis menemukan penelitian yang
juga menjadikan perempuan dalam politik sebagai objek kajiannya. Namun,
penelitian yang sudah ada sebelumnya tentunya berbeda dengan pokok
pembahasan yang akan penulis teliti. Untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan, berikut penulis jabarkan beberapa penelitian yang sudah ada tersebut.
Pertama, karya Dian Pertiwi.8 Penelitian Skripsi yang berjudul Kinerja
Anggota Perempuan DPRD Kota Semarang Tahun 2014-2015 Dalam Perspektif
Feminisme. Hasil penelitian ini adalah kinerja anggota dewan perempuan dalam
fungsi legislasi terdapat perjuangan dalam menyuarakan kepentingan perempuan
melalui pembuatan Perda, tetapi dalam fungsi anggaran belum terdapat anggaran
yang responsif gender khususnya untuk pemberdayaan perempuan yang kurang
dari 1% APBD, sedangkan dalam fungsi pengawasan terlihat hak politik yang
sama antara anggota laki-laki dan perempuan dalam mewujudkan fungsi
pengawasan. Perbedaan skripsi ini dengan penelitian yang penulis tulis adalah
8 Dian Pertiwi, “Kinerja Anggota Perempuan DPRD Kota Semarang Tahun 2014-2015
Dalam Perspektif Feminisme” (Skripsi Jurusan Politik Dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2016)
7
skripsi ini membahas kinerja anggota legislatif perempuan sedangkan penelitian
ini membahas kinerja Ketua DPRD perempuan.
Kedua, karya Anik Amikawati.9 Penelitian tesis yang berjudul Analisis
Gender Pada Kinerja DPRD Provinsi Jawa Tengah Periode 2004-2009 (Studi
Kasus Pelaksanaan Program DPRD Provinsi Jawa Tengah pada Bidang Sosial
Khususnya Pemberdayaan Perempuan). Hasil penelitian ini adalah mengenai
analisis gender pada kinerja DPRD Provinsi Jawa Tengah periode 2004-2009
khususnya pada pelaksanaan fungsi legislasi dalam bidang sosial, terkait dengan
pemberdayaan perempuan. Apabila secara kultur atau budaya, gender memang
sebuah konstruksi sosial yang membedakan peran antara laki-laki dan
perempuan. Tetapi, nyatanya dalam proses rekruitmen anggota DPRD Provinsi
Jawa Tengah tidak ada pembuktian yang jelas terkait ketidakadilan dan
diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Tingginya angka diskriminasi dan
ketidakadilan terhadap perempuan tidak menjadi halangan bagi kinerja
perempuan dalam ranah politik. Seperti anggota perempuan DPRD Provinsi Jawa
Tengah yang dilihat dari beberapa indikator kinerja yang mengatakan bahwa
kaum perempuan lebih unggul dibandingkan dengan laki-laki. Contohnya
kuantitas kerja, kehadiran, maupun ketepatan hadir tepat waktu. Perbedaan tesis
ini dengan penelitian yang penulis tulis adalah tesis ini membahas kinerja
anggota legislatif dilihat dari perspektif gender sedangkan penelitian ini
membahas kinerja Ketua DPRD perempuan dari beberapa indikator kinerja.
9 Anik Amikawati, “Analisis Gender Pada Kinerja DPRD Provinsi Jawa Tengah Periode
2004-2009 (Studi Kasus Pelaksanaan Program DPRD Provinsi Jawa Tengah pada Bidang Sosial
Khususnya Pemberdayaan Perempuan)” (Tesis Pascasarjana Ilmu Administrasi, Fakultas
Administrasi Publik, Universitas Diponegoro, Semarang, 2008).
8
Ketiga, karya Mari Rosieana.10
Penelitian jurnal tentang Keterwakilan
Perempuan Dalam Lembaga Legislatif Anggota DPRD Kabupaten Malinau.
Hasil penelitian ini adalah membahas UU pemilu No. 10 Tahun 2008 yang
berupaya membuka ruang partisipasi politik yang lebih luas bagi perempuan dan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 mengamatkan perlunya pendidikan politik
dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender. Ketika pemilihan umum
tahun 2004 tidak ada perempuan yang terpilih sebagai anggota legislatif di
Kabupaten Malinau. Pada Pemilihan Umum tahun 2009, jumlah anggota DPRD
periode 2009-2014 Kabupaten Malinau berjumlah 20 orang, yang terdiri dari 17
Anggota DPRD laki-laki dan 3 Anggota DPRD perempuan. Hal ini merupakan
suatu sejarah awal karena ini pertama kalinya ada keterwakilan perempuan di
Lembaga legislatif Kabupaten Malinau, karena pada periode sebelumnya tidak
ada perempuan yang terpilih menjadi anggota DPRD di Kabupaten Malinau.
Untuk mewujudkan peran serta kaum perempuan serta menjadikan kaum
perempuan Kabupaten Malinau yang mandiri, cerdas dan inovatif, serta memiliki
rasa kepercayaan diri perlu upaya memberikan kesempatan yang sama bagi
anggota DPRD perempuan untuk memperjuangkan hak dan tuntutan pada bidang
pemberdayaan perempuan tanpa membedakan suku, ras, dan golongan melalui
kebijakan maupun anggaran. Perbedaan jurnal ini dengan penelitian yang penulis
tulis adalah jurnal ini membahas pertama kalinya hadir anggota legislatif
perempuan di Kabupaten Malinau sedangkan penelitian ini membahas pertama
kalinya hadir Ketua DPRD perempuan di DPRD Kota Tangerang.
10
Mari Rosieana, “Keterwakilan Perempuan Dalam Lembaga Legislatif Anggota DPRD
Kabupaten Malinau”, (Jurnal Pemerintahan Integratif, Vol 1 No 1, 2013), 1-12.
9
Keempat, karya Syafruddin Ritonga, Beby Masitho Batubara, Rehia K
Isabella Barus.11
Penelitian jurnal ini tentang Kendala Anggota Legislatif
Perempuan di DPRD Kota Medan Menghasilkan Kebijakan Berbasis Kesetaraan
Gender. Hasil dari penelitian ini adalah mengenai tatanan kehidupan umat
manusia yang di dominasi laki-laki atas perempuan dan sudah mengakar kuat
dalam sejarah. Termasuk anggota perempuan di DPRD Kota Medan dari periode
ke periode tidak sesuai dengan affirmative action. Dapat dilihat dari Hasil Pemilu
legislatif 2004-2009 di Kota medan, calon legislatif perempuan hanya
menempatkan posisi 2,5% dari jumlah keseluruhan atau hanya 5 orang, pada
pemilu Legislatif 2009-2014 di kota Medan, anggota legislatif Perempuan yang
terpilih hanya naik 0,5% saja, atau berjumlah 6 orang, dan dalam pelaksanaannya
hanya berjumlah 5 orang karena satu orang meninggal dunia. Sedangkan pada
Pemilu legislatif 2014-2019 di Kota Medan mengalami penurunan, anggota
legislatif perempuan terpilih juga hanya berjumlah 5 orang atau hanya 2,5%, dari
hasil semuanya jauh dari yang ingin dicapai pada tindakan khusus sementara bagi
perempuan di Indonesia. Perbedaan jurnal ini dengan penelitian yang penulis tulis
adalah jurnal ini membahas rendahnya keterwakilan perempuan di DPRD Kota
Medan sedangkan penelitian ini membahas meningkatnya keterwakilan
perempuan di DPRD Kota Tangerang Tahun 2014-2019.
11
Syafruddin Ritonga dkk., “Kendala Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota
Medan Menghasilkan Kebijakan Berbasis Kesetaraan Gender”, (Jurnal Politea, Vol 7 No 1,
Januari 2015), 1-8.
10
Kelima, karya Lisa Ristyaningsih.12
Penelitian jurnal tentang
Implementasi Kinerja dan Representasi Politik Perempuan di DPRD Cilacap
Hasil Pemilu 2014. Hasil penelitian ini adalah mengenai kinerja anggota legislatif
perempuan dalam pemenuhan hak-hak perempuan dan representasi politik
perempuan di DPRD Kabupaten Cilacap hasil pemilu 2014. Banyak keterbatasan
yang dihadapi anggota legislatif Cilacap dalam memperjuangkan dan mewadahi
aspirasi-aspirasi masyarakat khususnya persoalan tentang perempuan. Disisi lain,
masih ada beberapa hambatan lain terkait pemenuhan hak-hak perempuan selain
persoalan diatas salah satunya yaitu rendahnya dukungan dari partai politik yang
mengusungnya. Begitu juga bagi kaum perempuan, keberadaan perempuan di
dalam partai politik relatif sudah banyak diterima. Perempuan yang berada di
partai politik mereka memainkan perannya untuk mendapatkan dukungan dan
melakukan kampanye tidak lain juga untuk kepentingan partai yang
mengusungnya. Partai politik tidak terlalu memberikan keuntungan bagi
perempuan yang terlibat didalamnya. Kandidat perempuan biasanya jarang
mendapat dukungan dari partai politik, baik dalam pendanaan maupun dukungan
atas kepentingan yang diajukannya. Penelitian jurnal ini membahas kinerja
anggota legislatif perempuan di DPRD Kabupaten Cilacap yang masih
mendapatkan banyak hambatan sehingga belum maksimal dalam
memperjuangkan kepentingan perempuan.
12
Lisa Ristyaningsih, “Implementasi Kinerja Dan Representasi Politik Perempuan di
DPRD Cilacap Hasil Pemilu 2014”, (Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum,Vol 6 No
2, 2017), 409-418.
11
E. Metodologi Penelitian
E.1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif melalui
analisa serta pemahaman yang mendalam. Penelitian dengan metode ini
menghasilkan data deskriptif berupa deskripsi dari unit analisis yang diteliti. Para
peneliti ilmu politik sering menggunakan metode kualitatif dalam penelitiannya,
sebab para partisipan yang ada di dunia politik cenderung untuk bersedia
berbicara tentang keterlibatan dan peran mereka dalam jabatan kekuasaan
formal.13
Dari hasil pembicaraan para partisipan tersebut penulis berharap
memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai kinerja Ketua DPRD
perempuan dalam lembaga legislatif. Selain itu, penulis ingin melihat faktor-
faktor yang mempengaruhi Suparmi ketika menjabat sebagai Ketua DPRD.
E.2. Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu:
a) Wawancara
Wawancara adalah proses yang penting dalam melaksanakan suatu
penelitian khususnya dalam penelitian yang bersifat kualitatif. Wawancara
mengharuskan kedua belah pihak baik peneliti maupun subjek kajian bertemu
dan berinteraksi langsung agar dapat mendapatkan data yang akurat.14
Peneliti
melakukan wawancara secara langsung dengan Ketua DPRD Suparmi, ST,
13
David Marsh dan Gerry Stoker, Teori dan Metode Dalam Ilmu Politik (Bandung:
Nusamedia, 2002), hal. 242.
14 Lawrence Neuman, “Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif”, (Jakarta: 2013), hal. 493
12
Wakil Ketua I Hapipi, S.Sos dari fraksi Golkar, Ketua Komisi IV Turidi Susanto
dari fraksi Gerindra, dan anggota Komisi I Ella Silvia, SH, MH dari fraksi PAN
di kantor DPRD Kota Tangerang dan rumah H.Turidi Susanto.
b) Studi Literatur
Dalam kajian studi literatur, pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengambil data-data yang mendukung atau yang berkaitan dengan masalah
yang diteliti dan data dapat bersumber dari media cetak maupun media
elektronik seperti disertasi, tesis, skripsi, jurnal, buku, artikel, laporan atau arsip
serta sumber media elektronik lainnya.
E.3. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis deskriptif yang
bertujuan untuk memberikan gambaran suatu masyarakat tertentu atau suatu
peristiwa. Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap data yang
didapat dan terkumpul dengan memberikan interpretasi terhadap data tersebut.
Teknik analisis ini lebih mengarah untuk memberikan gejala, fakta, atau kejadian
secara sistematis dan akurat.15
Dalam penelitian ini data-data tersebut kemudian di analisis berdasarkan
teori gender dan konsep kinerja, di mana hasil analisis data tersebut kemudian
dapat dijadikan kesimpulan.
15 Lisa Harrison, Metodologi Penelitian Politik, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 100
13
F. Sistematika Penulisan
Penulis membagikan topik penelitian ini ke dalam beberapa bab agar
dapat memberikan gambaran secara menyeluruh serta mempermudah dalam
menelaah penelitian tersebut.
Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab yang
memaparkan tentang latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II berisi tentang kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian
ini untuk memperkuat data yang diperoleh. Dalam bagian bab ini akan dijelaskan
mengenai teori gender, serta konsep kinerja untuk membantu dalam menganalisa
data penelitian.
Bab III berisi tentang biografi politik Suparmi, di mana menjelaskan awal
mula Suparmi terjun ke dalam politik, serta perjalanan politiknya di DPRD
sebelum menjadi Ketua DPRD. Kemudian menjelaskan profil DPRD kota
Tangerang.
Bab IV dalam bagian ini menjelaskan mengenai kinerja Suparmi sebagai
Ketua DPRD Kota Tangerang. Serta faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Suparmi sebagai Ketua DPRD.
14
Bab V adalah bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisi tentang
kesimpulan dari hasil penelitian serta saran yang berkaitan dengan masalah di
dalam penelitian ini.
15
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Gender
A.1. Pengertian Gender
Sepanjang sejarah dalam kehidupan manusia, banyak masalah
ketidakadilan sosial yang menimpa kaum perempuan. Perempuan hanya
diposisikan pada peran domestik dan reproduksi yang sangat menghambat dunia
publik dan produksi. Hal itu sudah terjadi sejak dahulu dan mengakar kuat dalam
budaya masyarakat. Untuk mereposisi peran perempuan dalam kehidupan sosial
masyarakat, maka lahirlah konsep gender untuk merekonstruksi hubungan antara
laki-laki dan perempuan secara universal agar dapat bersaing pada dunia publik
dan tidak ada lagi perbedaan yang menggelutinya.
Secara umum gender juga bisa dijadikan alat analisis yang baik untuk
memahami persoalan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Dalam konstruksi
sosial dan budaya, gender menjadi pembagian antara laki-laki dan perempuan.1
Gender sering diidentikkan dengan jenis kelamin (sex), padahal gender dengan
sex sudah jelas berbeda. Di mana sex adalah pembagian dua jenis kelamin
manusia yang ditentukan secara biologis dan melekat pada jenis kelamin tertentu.
1 Ulfatun Hasanah dan Najahan Musyafak, “Gender dan Politik: Keterlibatan Perempuan
Dalam Politik”, (Jurnal Sawwa, Vol 12 No. 3, 2017), 409-432
16
Sedangkan gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki atau perempuan yang
dikonstruksikan secara sosial maupun kultural.2
Menurut Mansour Faqih,3 gender merupakan suatu sifat yang melekat
pada laki-laki atau perempuan yang telah dikontruksi secara sosial dan kultural.
Berbeda dengan Helen Tierney4 yang mengatakan bahwa gender adalah konsep
kultural yang berupaya membuat perbedaan antara laki-laki dan perempuan
dalam hal perilaku, peran, mentalitas, serta karakteristik emosional di lingkungan
masyarakat.
Dapat ditarik kesimpulan dari beberapa definisi di atas, bahwa gender
adalah perbedaan antara laki-laki dengan perempuan secara kultural maupun
emosional tetapi memiliki hak yang sama.
A.2. Kesetaraan dan Keadilan Gender
Berbicara tentang hal gender tentu saja tidak terlepas dari pembahasan
tentang ketidakadilan pada perempuan yang terdapat di dalam masyarakat baik
masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Gender juga melingkupi
ruang privat dan ruang publik, dimana perempuan hanya boleh berada diruang
privat saja, seperti dikeluarga.
2 Alfian Rokhmansyah, PENGANTAR GENDER DAN FEMINISME: Pemahaman Awal
Kritik Sastra Feminisme, (Yogyakarta: Garudhawaca, 2016), hal. 2
3 Mansour Faqih, “Analisis Gender dan Transformasi Sosial”, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007), hal. 8
4 Helen Tierney, “Women’s Studies Encyclopedia”, (New York: Green Wood Press), hal.
153
17
Pandangan tentang gender juga dapat menimbulkan subornasi, di mana
ada anggapan bahwa perempuan lebih emosional dibandingkan dengan laki-laki.
Ketika perspektif itu terjadi, perempuan mungkin tidak bisa tampil menjadi
seorang pemimpin, sebab dari kejadian tersebut muncullah praduga yang
menganggap perempuan tidak penting.
Perbedaan gender tidak menjadi persoalan apabila tidak menimbulkan
ketidakadilan gender, tetapi yang menjadi masalah ketika perbedaan gender telah
menimbulkan masalah yang sangat fatal yaitu ketidakadilan gender baik kepada
kaum laki-laki dan terutamanya bagi kaum perempuan. Selain itu, telah timbul
diskiminasi gender, marginalisasi gender, steriotip, serta sub ordinasi.5
Ketika berbicara tentang gender, isu kepemimpinan juga sangat
berpengaruh dalam keragaman gender. Dilihat dari sudut pandang gender,
terdapat stigma bahwa laki-laki dianggap lebih unggul dibandingkan perempuan.
Praduga tersebut menjadikan perempuan sebagai kelas kedua, termasuk dalam hal
kepemimpinan. Dengan stigma tersebut, banyak masyarakat yang masih skeptis
terhadap sosok pemimpin perempuan dan lebih tertarik dengan pemimpin laki-
laki.
Terkadang kepemimpinan perempuan juga sering dilihat dari kacamata
maskulin. Hal itu menjadi tantangan bagi seorang pemimpin perempuan agar
dapat diterima dilingkungan masyarakat. Dengan adanya sosok pemimpin
5 Rasyidin dan Fidhia Aruni, GENDER DAN POLITIK: Keterwakilan Wanita Dalam
Politik, (Sulawesi: Unimal Press, 2016), hal. 11
18
perempuan yang berkualitas itu membuktikan bahwa perempuan juga mampu
untuk bersaing di dunia publik dan memiliki integritas yang tinggi.
Rendahnya keterwakilan perempuan dalam dunia politik masih
disebabkan oleh mengakarnya patriarki di sebagian masyarakat Indonesia.
Pemikiran patriarki cenderung menempatkan perempuan dibawah laki-laki, selain
itu perempuan juga dianggap tidak ahli dalam beberapa bidang publik.
Perempuan hanya bisa berada diruang privat dan keberadaannya dalam ruang
publik masih diragukan.
Menghadirkan identitas perempuan dalam representasi politik secara
kuantitas sangat mendorong keadilan serta kesetaraan, selain itu kepentingan
perempuan juga bisa mengakses sumber daya untuk kebaikan seluruh
masyarakat.6 Ketika membicarakan tentang kepentingan perempuan, semua
permasalahan yang terkait dengan perempuan menjadi wacana atau isu yang bisa
diperjuangkan oleh gerakan perempuan.
Di Indonesia, pemerintah telah berusaha untuk mewujudkan kesetaraan
dan keadilan gender. Hal ini telah dibuktikan dengan diterbitkannya berbagai
sumber hukum mulai dari ratifikasi konvensi CEDAW (Convention on
Elimination Discrimination Against Women) yang ada dalam Undang-Undang
6 Ann. Philips, “Politics of Presence”, (USA: Oxford University Press, 1998), hal. 37
19
No.7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi PBB Mengenai Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.7
Upaya pemerintah untuk membangun keadilan dan kesetaraan gender
adalah dengan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000
tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional.8
Teori gender ini digunakan untuk melihat bagaimana pandangan gender
terhadap kepemimpinan perempuan pertama di DPRD Kota tangerang. Kemudian
untuk melihat apakah ada ketidakadilan gender di dalam parlemen yang
menyebabkan kinerja Suparmi mengalami hambatan.
B. Keterwakilan Perempuan dalam Politik
Keterwakilan perempuan di dalam lembaga legislatif sangat penting untuk
membuat kebijakan. Seiring perkembangan zaman, pemikiran tentang
keterwakilan perempuan mulai berkembang. Keterwakilan perempuan harus
hadir dalam lembaga legislatif dan memiliki porsi yang sama dengan
keterwakilan laki-laki. Apabila keterwakilan perempuan hadir dalam lembaga
legislatif maka kepentingan perempuan dalam kehidupan masyarakat akan
diperjuangkan. Tetapi nyatanya, partisipasi perempuan dalam lembaga legislatif
masing sering mengalami hambatan.
7 Rasyidin dan Fidhia Aruni, (GENDER DAN POLITIK: Keterwakilan Wanita Dalam
Politik), (Sulawesi: PT Unimal Press, 2016), hal. 2
8 Inpres Nomor 9 Tahun 2000
20
Menurut Nuri Suseno9 keterwakilan adalah kehadiran seseorang untuk
mewakilan orang lain yang tidak hadir. Pada umumnya, perwakilan tersebut
menjadi delegasi atau orang yang bertindak sesuai kemauan orang yang
diwakilinya atau bertindak sesuai kepentingan yang diwakili.
Bagi Anne Phillips10
fondasi dasar untuk politik keterwakilan ialah
pengakuan kesetaraan politik seluruh masyarakat dan perlu adanya kontrol publik
yang kuat terhadap keberlangsungan politik. Selain itu, politik kehadiran juga
mempunyai tujuan agar tercapainya inklusifitas pada kelompok yang termarjinal.
Hadirnya kelompok minoritas atau kelompok termarjinal dalam lembaga
legislatif dapat menciptakan perwakilan yang seimbang.
Apabila politik kehadiran sudah terwujud dalam suatu negara, maka dapat
mewujudkan keseimbangan keterwakilan antara laki-laki dan perempuan. Selain
itu, politik kehadiran juga menuntut adanya keterwakilan yang setara, menuntut
untuk lebih adil, serta tidak ada lagi perbedaan ras, gender, dan etnis pada setiap
masyarakat.11
Anne Phillips juga berpendapat bahwa rendahnya keterwakilan
perempuan di parlemen terjadi karena beberapa faktor. Pertama, faktor struktural
di mana sistem pemilihan umum yang di dominasi oleh laki-laki. Kedua, faktor
9 Nuri Suseno, Representasi Politik: Perkembangan dari Ajektiva ke Teori, (Depok:
Puskapol Fisip UI, 2013), hal. 7
10 Anne Phillips, The Politics of Presence, (USA: Oxford University Press, 1998), hal. 30
11 Anne Phillips, The Politics of Presence, (USA: Oxford University Press, 1998), hal. 9
21
kultural seperti negative stereotype yang beranggapan bahwa perempuan tidak
mampu berkiprah dalam dunia politik.12
Di Indonesia, ada dua masalah yang menjadi rendahnya keterwakilan
perempuan di dunia politik. Pertama, kuatnya pandangan patriarki di sebagian
masyarakat Indonesia. Di mana pola pikir patriarki lebih cenderung
menempatkan perempuan di bawah laki-laki. Kedua, belum adanya platform
partai yang secara konkrit membela kepentingan perempuan. Maka dari itu, kouta
30% menjadi sangat penting.13
Anne Phillips juga mengatakan bahwa perempuan yang tidak terwakili
dalam lembaga representatif dianggap menjadi masalah yang luas, sehingga
upaya partai politik untuk meningkatkan keterwakilan perempuan salah satunya
dengan kouta untuk perempuan.14
Kabar baiknya, sekarang Indonesia telah memberikan ruang untuk
perempuan ikut berpartisipasi dalam politik. Kebijakan pemerintah memberikan
kouta 30% untuk keterwakilan perempuan telah terlaksana. Dalam Undang-
Undang No.2 tahun 2008 tentang Partai Politik terdapat kouta 30% dalam pasal
20 yang berbunyi: Kepengurusan partai politik tingkat provinsi dan
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3)
12
Anne Phillips, “The Politics of Presence” (USA: Oxford University Press, 1998), hal.
31
13 Isnaini Rodiyah, “Keterwakilan Perempuan Dalam Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah”, (Jurnal JKMP,Vol 1 No 1, Maret 2013), 55-70.
14 Anne Phillips, The Politics of Presence, (USA: Oxford University Press, 1998), hal. 9
22
disusun dengan memperhatikan keterwakilan perempuan paling rendah 30% yang
diatur dalam AD/ART partai politik masing-masing.15
Kebijakan kouta menjadi salah satu bentuk dari affirmatic action. Kouta
sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara laki-laki dan perempuan,
serta agar keterwakilan perempuan di parlemen lebih meningkat. Dengan kouta
30% keterwakilan perempuan ini diharapkan dapat membantu terbentuknya
kebijakan-kebijakan yang berpihak pada kepentingan-kepentingan perempuan.
Teori ini digunakan untuk melihat keterwakilan Suparmi di parlemen.
C. Kinerja
C.1. Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil kerja seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi dengan periode waktu tertentu.16
Pada
dasarnya keberhasilan suatu kinerja sangat ditentukan oleh beberapa aspek dalam
melaksanakan pekerjaan antara lain: tingkat kompetensi, kejelasan peran,
keadaan lingkungan, nilai, budaya, serta faktor lainnya. Kebijakan manajemen
aparatur yang efektif dan efisien juga dapat mendukung terciptanya good
government dalam hal meningkatkan kinerja.17
Ada juga yang mengatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat
dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dengan
15
Undang-undang No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik
16 Arini, Panduan Praktis Penyusunan KPI (Key Performance Indicator), (Jakarta: Raih
Asa Sukses, 2017), hal. 10-11
17 Didi, Marzuki, Bekerja Demi Rakyat: Meningkatkan Kompetensi Aparatur Pemerintah
Daerah Dalam Kebijakan dan Pelayanan Publik, (Jakarta: Komunal, 2006), hal. 237
23
wewenang dan tanggung jawab masing-masing.18
Dapat dikatakan bahwa kinerja
adalah suatu pencapaian dalam kegiatan atau program yang telah direncanakan
untuk mencapai tujuan dalam waktu tertentu.
C.2. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Marzuki berpendapat bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi hasil
kerja yaitu: pertama, faktor internal yang dapat dilihat dari kemampuan
intelektual seperti pendidikan dan keterampilan serta sikap mental seperti
motivasi kerja. Kedua, faktor eksternal dilihat dari kebijakan dan praktik sumber
daya manusia.19
Pada umumnya kinerja bukan hanya menyatakan sebagai hasil
kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja itu berlangsung.
Menurut Yeremias T. Keban20
ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas penilaian kinerja, antara lain:
a) Manajemen sumber daya manusia yang berlaku memiliki fungsi dan proses
yang sangat menentukan efektivitas penilaian kinerja. Manajemen sumber
daya manusia menjadi kunci utama untuk keberhasilan sistem penilaian
kinerja.
b) Komitmen para pemimpin terhadap pentingnya penilaian suatu kinerja.
Apabila pemimpin selalu memberikan komitmen yang tinggi terhadap
18
Suyadi Prawirosentono, “Manajemen Sumber Daya Manusia (Kebijakan Kinerja
Karyawan)”, (Yogyakarta: BPFE, 1999), hal. 2
19 Didi, Marzuki, Bekerja Demi Rakyat: Meningkatkan Kompetensi Aparatur Pemerintah
Daerah Dalam Kebijakan dan Pelayanan Publik, (Jakarta: Komunal, 2006), hal. 238
20 Yeremias T. Keban, “Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori dan
Isu”, (Yogyakarta: Gava Media, 2004), hal. 203
24
efektivitas penilaian kinerja, maka para penilai akan berusaha melakukan
penilaian secara tepat dan benar.
c) Kejelasan peraturan perundangan untuk melakukan penilaian kinerja secara
benar dan tepat.
Menurut Harbani Pasolong21
ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerjanya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain:
a. Kemampuan yaitu kapasitas seseorang yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan tugasnya pada suatu pekerjaan.
b. Motivasi atau kemauan merupakan kesediaan individu untuk mengeluarkan
upaya yang tinggi dalam tujuan organisasi.
c. Kompensasi adalah sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai balas jasa
atas kinerja dan bermanfaat baginya. Jika pegawai mendapat kompensasi
yang setimpal dengan hasil kerjanya, maka pegawai dapat bekerja dengan
tenang dan tekun.
d. Kejelasan tujuan merupakan salah satu faktor penentu dalam pencapaian
kinerja. Oleh karena pegawai yang tidak mengetahui dengan jelas tujuan
pekerjaan yang hendak dicapai, maka tujuan yang tercapai tidak efisien dan
atau kurang efektif.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
tingkat kinerja dalam suatu organisasi atau individu. Setiap organisasi atau
21
Harbani Pasolong, “Teori Administrasi Publik”, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 186-
189
25
individu mempunyai tingkat kinerja yang berbeda-beda sehingga permasalahan
yang sering dihadapi juga berbeda tergantung pada faktor internal maupun
eksternalnya.
C.3. Penilaian Kinerja
Penilaian terhadap suatu kinerja juga sangat penting untuk dilakukan,
karena untuk melihat sejauh mana keberhasilan yang sudah dicapai. Maka dari
itu, perlu dilakukan sebuah evaluasi dalam setiap individu, kelompok, dan
organisasi terhadap kinerjanya.
Penilaian terhadap kinerja individu tidak mudah untuk dilakukannya,
selain itu perlu juga dilakukan generalisasi mengenai kesepakatan yang tepat
untuk melakukan proses penilaian tersebut. Setiap individu mempunyai karakter,
sifat, dan tujuan yang berbeda, maka cara menilai setiap individu pun berbeda-
beda.
Tujuan penilaian kinerja adalah sebagai alat diagnostic serta proses
penilaian terhadap pengembangan individu, kelompok, serta organisasi.
Sedangkan manajemen kinerja adalah suatu proses yang dirancang untuk
menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu, sehingga bertemunya
kedua tujuan tersebut. Perlu diketahui juga bahwa kinerja adalah pelaksanaan
tugas yang dikerjakan oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu.22
22
Suprihati, “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Perusahaan
Sari Jati di Sragen”, (Jurnal Paradigma, Vol 12 No. 1, 2014), 93-112
26
Penilaian kinerja seseorang yang baik berawal dari sebuah motivasi kerja
yang tinggi. Motivasi kerja menjadi suatu hal yang mendorong serta
mengarahkan para pekerja atau karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang
diberikan agar mencapai target dengan tanggung jawab untuk menyelesaikannya
dengan tepat waktu.
Jika berbicara tentang penilaian kinerja, maka ada beberapa manfaat dari
penilaian kinerja. Pertama, pembinaan karyawan, dimana menjadi sarana untuk
membantu karyawan dalam menghadapi hambatan ketika meningkatkan
prestasinya. Kedua, penyusunan program pelatihan serta pengembangan
karyawan. Ketiga, penyusunan program kaderisasi, dimana dapat
mengidentifikasikan karyawan-karyawan yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan sesuai potensinya.23
C.4. Indikator Kinerja
Jika berbicara mengenai kinerja, maka perlu diketahui bahwa ada
indikator kinerja di dalamnya. Indikator kinerja merupakan salah satu alat untuk
mengukur hasil dari kegiatan, aktivitas, atau proses bukan hasil ataupun tujuan itu
sendiri.24
Mengukur kinerja seseorang dapat dilihat dari beberapa indikator yang
ada.
23
Ahmad Ruky, Sistem Manajemen Kinerja, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2004), hal. 22
24 Mahmudi, Manajemen Kinerja Sektor Publik, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005),
hal. 159
27
Ada beberapa syarat-syarat indikator kinerja yang baik. Dalam bukunya
Dwiyanto25
ada beberapa indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur
kinerja birokrasi publik, antara lain:
a. Produktivitas yaitu bukan hanya mengukur tingkat efisiensi, namun juga
mengukur efektivitas pelayanan.
b. Responsivitas yaitu kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan
masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan
program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
aspirasi masyarakat. Responsivitas dimaksudkan sebagai salah satu indikator
kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan
birokrasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
c. Akuntabilitas yaitu menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan
birokrasi politik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.
Asumsinya ialah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh
rakyat, dengan sendirinya akan memprioritaskan kepentingan publik.
Selanjutnya, dalam konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan
untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi publik itu
konsisten dengan kehendak publik.
25
Agus Dwiyanto, “Mewujudkan Good Governance Melayani Publik”, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University, 2006), hal 50-51
28
d. Responsibilitas yaitu menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan birokrasi
publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar
dengan kebijaksanaan birokrasi, baik yang eksplisit maupun implisit.
Konsep kinerja digunakan untuk melihat bagaimana kinerja Suparmi
sebagai Ketua DPRD menggunakan beberapa indikator diatas serta melihat
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Suparmi sebagai Ketua DPRD.
29
BAB III
PROFIL SUPARMI DAN DPRD KOTA TANGERANG
A. Biografi Politik Suparmi
Pada negara demokrasi seperti di Indonesia, semua orang bebas untuk
terjun ke dalam politik dengan tahapan-tahapan yang harus dipenuhi. Bagi kaum
laki-laki politik menjadi hal yang mudah untuk mereka masuk ke dalamnya,
berbeda dengan kaum perempuan yang seolah-olah selalu ada penghalang untuk
ikut berpartisipasi. Sosok perempuan seakan hanya mampu untuk mengurusi
pekerjaan rumah dan dianggap tidak mampu bersaing melawan laki-laki dalam
ruang politik.
Untuk terjun ke dunia politik seseorang membutuhkan partai politik
sebagai wadah utama untuk mereka berproses. Dalam partai politik, seseorang
dapat belajar tentang bagaimana cara berpolitik yang baik dan benar. Dapat
diketahui bahwa partai politik adalah sekelompok orang yang diorganisasikan
untuk tujuan mendapatkan kekuasaan memerintah, melalui jalan pemilihan umum
ataupun dengan cara lainnya.1 Sama halnya dengan yang Suparmi lakukan ketika
pertama kali ia terjun ke dalam ranah politik, Suparmi bergabung dengan salah
satu partai terbesar di Indonesia yaitu PDIP.
PDIP adalah sebuah partai nasionalis yang sudah berdiri sejak 40 tahun
lalu. Partai ini juga merupakan salah satu partai besar dari 8 partai yang ada di
1 Ikhsan Darmawan, Mengenal Ilmu Politik, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara,
2015), hal. 129
30
Indonesia. Tidak perlu diragukan eksistensinya dalam politik Indonesia cukup
kuat, bahkan PDIP sudah pernah berhasil menempati perempuan pertama untuk
menjadi seorang Presiden. Megawati adalah perempuan pertama yang menjadi
presiden di Indonesia pada pemilu 1999.2
Pada proses rekruitmen ada dua tahap yang dilakukan oleh PDIP, yaitu
ada tahap sertifikasi dan tahap penominasian. Tahap sertifikasi adalah tahap
proses pencalonan di mana para caleg harus memenuhi kriteria-kriteria agar dapat
lolos dan lanjut ke tahap berikutnya. Selanjutnya tahap penominasian yaitu proses
di mana calon legislatif baik laki-laki maupun perempuan harus melewati tahap
penjaringan, penyaringan, serta penetapan. Setelah proses tahap ini selesai, maka
calon legislatif akan menjadi Daftar Calon Tetap (DCT).3
Upaya yang dilakukan PDIP untuk memenuhi kouta 30% caleg
perempuan adalah PDIP selalu berusaha merekrut caleg perempuan yang
berkualitas, mengembangkan karir politik kader perempuan, serta mendampingi
caleg perempuan dalam melakukan proses kampanye. Tidak dapat dipungkiri,
bahwa masih banyak hambatan untuk perempuan terjun langsung ke dalam
politik. Bahkan sering juga perempuan yang enggan untuk terjun ke politik.
PDIP juga membuka rekruitmen caleg dari luar partai, tetapi caleg harus
memenuhi syarat tertentu seperti menerima ideologi dan melaksanakannya sesuai
2 Diakses pada https://www.pdiperjuangan.id, pada tanggal 26 April 2019 pukul 18:12
3 Resta Konitiarani dan Ahmad Zuber, “Upaya PDIP (Partai Demokrat Indonesia
Perjuangan) Dalam Memenuhi Kouta Pencalonan Legislatif Perempuan Tahun 2014 Di Kota
Surakarta”, (Jurnal Sosiologi Dilema, Vol 32 No. 1, 2017), 45-55
31
ketentuan partai. Seseorang caleg eksternal juga harus mempunyai nilai tambah
bagi partai seperti kecakapan yang professional dan skill yang dibutuhkan.
Pada umumnya perekrutan kader perempuan dalam setiap partai hampir
sama. Setiap partai memilah dan memilih kader dengan kriteria yang benar-benar
memiliki kualitas yang bagus. Kualitas tersebut dapat dilihat berdasarkan latar
belakang pendidikan serta latar belakang sosial agar menempatkan kader
perempuan untuk menjadi pengurus partai dan calon anggota legislatif yang
berkompeten.4
Suparmi lahir di Kota Solo pada tanggal 11 Juni 1976. Sosok perempuan
yang mempunyai motto berjuang untuk kesejahteraan rakyat. Usahanya untuk
mensejahterakan rakyat tidak pernah padam, satu persatu dengan perlahan ia
berhasil mewujudkan keinginannya. Duduknya Suparmi di DPRD menjadi salah
satu cara untuk membantu kesejahteraan rakyat.5
keterwakilan perempuan merupakan hal penting di dunia demokrasi,
termasuk di dalam segala hal yang tertuju dengan partai politik. Ketika menjelang
pemilu, partai politik berbondong-bondong mengangkat isu gender untuk
menarik perhatian calon legislatif perempuan. Kouta 30% membuat partai politik
harus bekerja ekstra untuk mendapatkan calon legislatif perempuan yang ingin
mencalegkan dirinya. Partai politik tidak dapat ikut dalam pemilu ketika kouta
4 Nurul Fadliyah, “Affirmative Action Partai Dalam Pencalonan Politisi Perempuan
Anggota DPRD Kota Makassar (Studi Komparasi Partai PPP Dan PDIP Kota Makassar )”
(Skripsi Ilmu Politik, Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik, Universitas Islam Negeri (UIN)
Alauddin, Makassar, 2016)
5 Diakses pada https://dprd.tangerangkota.go.id, pada tanggal 22 April 2019 pukul 14:35
32
30% tidak terpenuhi, walaupun terlihat mudah tetapi banyak perempuan yang
masih enggan untuk terjun ke dalam ranah politik.
Keterwakilan perempuan dalam politik sudah didasarkan pada Undang-
Undang No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan
DPRD serta Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik di mana
yang berisi pesan kepada partai politik untuk memenuhi kouta 30% bagi
perempuan dalam politik, terutama di lembaga perwakilan rakyat.6
Setelah Indonesia menjalankan affirmative action, Suparmi menjadi salah
satu perempuan yang ikut berpartisipasi ke dalam ruang politik. Awal mula
Suparmi terjun ke dunia politik ketika tahun 2009, Suparmi mengikuti pemilu
legislatif di Kota Tangerang untuk periode 2009-2014. Dengan tekad dan usaha
hasil kerja kerasnya, Suparmi terpilih menjadi anggota DPRD Kota Tangerang.
Lima tahun kemudian, Suparmi mencoba lagi untuk ikut Pileg 2014 dan hasilnya
dia terpilih menjadi salah satu anggota DPRD Kota Tangerang dan terpilih
menjadi Ketua DPRD Kota Tangerang tahun 2014-2019.7
Alasan Suparmi terjun ke dunia politik adalah dorongan dan dukungan
dari orang tua. Walaupun latar belakang pendidikan Suparmi seorang Sarjana
Teknik, namun Suparmi tetap melanjutkan terjun ke dunia politik. Ketika terjun
6 UU No. 10 Tahun 2 dan UU No. 2 Tahun 2008
7 Diakses dari www.tangerangkota.go.id, pada tanggal 19 September 2019 pukul 15:00
33
ke dunia politik, Suparmi memilih masuk ke dalam partai PDIP dan menjadi
anggota partai di DPC Kota Tangerang.8
Periode 2009-2014, awal Suparmi mendapatkan dua jabatan pada satu
periode. Ketika 2,5 tahun pertama, Suparmi menjabat sebagai Wakil Ketua
Komisi II bidang Kesejahteraan Rakyat. Kemudian 2,5 tahun terakhir, Suparmi
menjabat sebagai Ketua Komisi IV bidang Pembangunan dan Infrastruktur.9
Sewaktu menjabat dalam bidang kesejahteraan rakyat (Kesra) Suparmi
bersama anggota DPRD yang lain berusaha semaksimal mungkin untuk
membantu masyarakat seperti, mendorong raskin supaya gratis di Kota
Tangerang, mendorong gepeng supaya bersih di Kota Tangerang, mendorong
dinas sosial dapat bekerja dengan baik dalam hal menyampaikan program pusat,
provinsi, maupun program kita sendiri. Dinas sosial juga mengawasi program
yang menjurus kepada masyarakat sehingga masyarakat itu dapat langsung
menerima program dari pusat, provinsi, atau kita sendiri itu dapat dirasakan oleh
masyakarat. Terkait dengan pendidikan, seperti, berusaha untuk angka putus
sekolah tidak bertambah, berusaha angka tenaga kerja pengangguran berkurang,
serta program-program yang lain. Sedangkan di Komisi IV Suparmi bersama
anggota dewan lainnya berusaha untuk melakukan pengawasan bahkan berusaha
agar infrastuktur di Kota Tangerang mempunyai kualitas yang baik.10
8 Wawancara dengan Suparmi, ST, di DPRD Kota Tangerang pada tanggal 05 Agustus
2019
9 Di akses pada https://dprd.tangerangkota.go.id, pada tanggal 22 April 2019 pukul 14:45
10 Wawancara dengan Suparmi, ST, di Kantor DPRD Kota Tangerang 05 Agustus 2019
34
Keberadaan Suparmi dalam ruang politik seolah berkaitan dengan gender.
Pembahasan tentang gender sering kali orang berpendapat bahwa gender identik
dengan perempuan, padahal istilah gender tersebut berasal dari kosakata bahasa
Inggris yang berarti jenis kelamin (sex). Gender yang dimaksud adalah perbedaan
antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak, tanggung jawab, serta
perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya, dan adat istiadat dari
kelompok masyarakat yang dapat berubah kapanpun.11
Berbicara tentang gender, isu kepemimpinan juga sangat berpengaruh
dalam keberagaman gender. Dilihat dari sudut pandang gender, terdapat stigma
bahwa laki-laki dianggap lebih unggul dibandingkan perempuan. Praduga
tersebut menjadikan perempuan sebagai kelas kedua, termasuk dalam hal
kepemimpinan. Dengan stigma tersebut, banyak masyarakat yang masih skeptis
terhadap sosok pemimpin perempuan dan lebih tertarik dengan pemimpin laki-
laki.
Pada pemilu legislatif 2014 di Kota Tangerang, Suparmi mencalonkan
dirinya di DPRD. Suparmi bersaing dengan beberapa calon dari berbagai partai
maupun dari partai yang sama dengannya. Pemilu legislatif 2014, Suparmi
berhasil memperoleh 4.329 suara di Dapil 2 (Jatiuwung, Cibodas, dan Periuk).12
Periode 2014-2019 ada 15 partai politik yang mengikuti pemilu legislatif
di Kota Tangerang. Hasil pemilu legislatif di Kota Tangerang menetapkan 10
11
Alfian Rokhmansyah, Pengantar Gender dan Feminisme: Pemahaman Kritik Awal
Sastra Feminisme, (Yogyakarta: Garudhawaca, 2016), hal. 2
12 Denny Bagus Irawan, “Inilah Daftar Calon DPRD Kota Tangerang Terpilih Dapil 2”
diakses dari https://www.tangerangnews.com, pada tanggal 14 Oktober 2019 pukul 16:52
35
partai yang dapat mengisi DPRD Kota Tangerang dengan kadernya. Perolehan
suara terbanyak didapatkan oleh PDIP dengan 166.688 suara, maka dari itu PDIP
berhasil memperoleh 10 kursi. Sedangkan partai politik lainnya ada Golkar dan
Gerindra yang berhasil memperoleh 6 kursi masing-masing, PKB, Demokrat, dan
PPP hanya dapat 5 kursi masing-masing partai. Kemudian ada yang mendapatkan
4 kursi bagi masing-masing partai yaitu PKS dan PAN, posisi dua terbawah di
duduki oleh Hanura yang berhasil mendapatkan 3 kursi serta Nasdem hanya 2
kursi.13
Berbeda pada periode 2009-2014 dimana PDIP hanya mendapatkan 5
kursi di DPRD Kota Tangerang. Periode 2014, PDIP mampu membuktikan
dengan mendapatkan 10 kursi di DPRD Kota Tangerang dan PDIP berharap
mampu bersaing dengan partai-partai lainnya.14
B. Gambaran Umum DPRD Kota Tangerang
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (4) tentang
Pemerintahan Daerah mengatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berfungsi sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah. DPRD menjadi badan yang membuat
keputusan untuk kepentingan umum.15
13
Ades, “Inilah 50 Wakil Rakyat 2014-2019 Kota Tangerang Siap Dilantik”, diakses dari
https://www.detaktangsel.com, pada tanggal 22 April 2019 pukul 15:27
14 Diakses pada https://www.jariungu.com, pada tanggal 23 April 2019 pukul 13:11
15 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
36
DPRD sebagai lembaga legislatif daerah mempunyai fungsi sebagaimana
yang tercantum dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 41 yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
Salah satu fungsi DPRD yang penting yaitu fungsi legislasi, dimana
peranan DPRD dalam membangun dan berusaha kebijakan serta keputusan
Pemerintah Daerah agar diterima oleh masyarakat sekitar.16
Kemampuan
lembaga legislatif dalam menjalankan tugasnya sebagai fungsi perwakilan dan
fungsi legislasi dapat dilihat sejauh mana mereka mengangkat persoalan dalam
masyarakat untuk didiskusikan dalam forum.
Sebelum Suparmi terpilih menjadi Ketua, DPRD Kota Tangerang
dipimpin oleh beberapa sosok laki-laki dari berbagai partai. Pertama, pada
periode 1999-2004 Ketua DPRD Kota Tangerang adalah Gian Sugiarsono dari
PDIP. Kedua, periode 2004-2009 Ketua DPRD Kota Tangerang adalah Herry
Rumawatine dari Demokrat. Ketiga, periode 2009-2014 kedua kalinya Ketua
DPRD Kota Tangerang adalah Herry Rumawatine dari Demokrat.17
Hasil Pemilu Legislatif (Pileg) tahun 2014 di Kota Tangerang, Komisi
Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan sebanyak 50 calon anggota DPRD
untuk menduduki kursi yang ada di DPRD. Pemilu Legislatif (Pileg) telah
dilaksanakan pada tanggal 09 April 2014. Dari banyaknya Daftar Caleg Tetap
(DCT) sekitar 500 orang lebih, hanya ada 50 caleg yang terpilih dari 5 dapil di
16
Deddy dan Dadang, “Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah”, (Jakarta: PT
Gramedia, 2004), hal. 224
17 Data dari KPUD Kota Tangerang diakses dari https://www.kpu-tangerangkota.go.id,
pada tanggal 05 April pukul 19:30
37
Kota Tangerang. Berikut ini adalah tabel dari pemenangan pemilu legislatif tahun
2014 di Kota Tangerang.18
Tabel. III.1
Nama-nama Anggota DPRD Kota Tangerang Provinsi Banten Tahun
2014-2019
No Nama Asal Partai No Nama Asal Partai
1. Ade Suryadi Demokrat 26. H. TB.Mansyur Abubakar BA PKB
2. Sahabudin H.Tamami PAN 27. Sugianto PDIP
3. H. Muyadi H.Muslih PPP 28. Agus Setiawan, SE PDIP
4. Minarto NasDem 29. Kuswarsa, S.sos Golkar
5. Misbahuddin S,Ag PKB 30. Pontio Prayogo Gerindra
6. Hilmi Fuad, ST, M.Kom PKS 31. Tati Rahmawati S.Ip Demokrat
7. Drs. M. Johan Saragih PDIP 32. Dedi Hasbullah, SE PAN
8. Muhammad Rijal, SE PDIP 33. Dra. Yati Rohayati, MM PPP
9. Hapipi, S.sos Golkar 34. Wawan Anwar, SE Hanura
10. H. Kosasih SE, MM Golkar 35. Anggiat Sitohang NasDem
11. Ir. Turidi Susanto Gerindra 36. Kemal Fasya Madjid, S.Ag M.Si PKB
12. Drs. H. Gatot Purwanto Demokrat 37. Ahmad Dede Fauzi, ST PKS
13. Riyanto, SE PPP 38. Sumarti PDIP
14. H. Syahroni S.Pd PKB 39. Suparmi, ST PDIP
15. Yatmi, S.Pd.I PKS 40. Wawan Setiawan Golkar
16. Anggraini J. Ningsih PDIP 41. Nurhadi, ST Gerindra
17. Hartoto PDIP 42. Siti Hayani, SH, MH Demokrat
18. Hj. Kartini Golkar 43. Ir. H. M. Sjaifudin Z. Hamadin, MM PAN
19. M. Solihin, SE Gerindra 44. H. Dedi Chandra Wijaya PPP
20. Amarno Gerindra 45. M. Haris Supratman Hanura
21. Eddy Ham, SE, MM Demokrat 46. H. Mustaya Hasyim, S.sos PKB
22. Ella Silvia, SH, MH PAN 47. Pabuadi PDIP
23. Drs. Sholihin PPP 48. Supardi PDIP
24. Sainah, S.sos Hanura 49. H. Mulyadi Golkar
25. Tengku Iwan, J. ST PKS 50. Apanudin, ST Gerindra
Sumber: KPUD Kota Tangerang
Pada DPRD Kota Tangerang terbagi menjadi empat komisi, yaitu
pertama, komisi I bidang pemerintahan. Kedua, komisi II bidang kesejahteraan
rakyat. Ketiga, komisi III bidang ekonomi keuangan dan perekonomian. Terakhir,
komisi IV bidang pembangunan dan infrastruktur. Semua komisi tersebut di
18
Data dari KPUD Kota Tangerang diakses dari https://www.kpu-tangerangkota.go.id,
pada tanggal 05 April pukul 18:30
38
ketuai oleh seorang laki-laki, hanya ada satu komisi yang dipimpin oleh seorang
perempuan yaitu komisi II bidang kesejahteraan rakyat. Berikut ini nama-nama
ketua komisi DPRD Kota Tangerang, antara lain:19
Tabel. III.2
Nama-nama Ketua Komisi DPRD Kota Tangerang Provinsi Banten Tahun
2014-2019
No Nama Komisi Fraksi Partai
1 Supardi I PDIP
2 Hj. Kartini, SH II Golkar
3 Drs. Sholihin III PPP
4 Turidi Susanto IV Gerindra
Sumber: KPUD Kota Tangerang
Data di atas menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan yang ada di
DPRD Kota Tangerang masih sedikit. Terlihat hanya ada satu perempuan yang
berhasil menjabat sebagai ketua komisi.
19
Data dari KPUD Kota Tangerang diakses dari https://www.kpu-tangerangkota.go.id,
pada tanggal 05 April pukul 19:30
39
BAB IV
KINERJA SUPARMI SEBAGAI KETUA DPRD KOTA TANGERANG
A. Proses Terpilihnya Suparmi Sebagai Ketua DPRD Kota Tangerang
Proses terpilih menjadi seorang pemimpin ada hal-hal yang harus lakukan
oleh para calon kandidat agar terpilih. Para calon kandidat harus bersaing dengan
jujur dan mempunyai intelektual yang tinggi. Sama halnya yang dikatakan
Suparmi, bahwa:
Proses saya menjadi Ketua DPRD itu tidak mudah. Karena PDIP
memperoleh suara tertinggi pada pemilu legislatif di Kota Tangerang
Tahun 2014-2019, maka PDIP melakukan proses pemilihan Ketua
DPRD dari calon kader partainya secara internal. Walaupun saya hanya
memperoleh 4.329 suara dan tidak mendapatkan suara tertinggi di dapil,
namun PDIP tetap memutuskan Suparmi menjadi Ketua DPRD. Bagi
PDIP ada tahapan khusus untuk memilih seorang Ketua DPRD, di mana
anggota legislatif dari partai tersebut harus mengumpulkan poin
terbanyak ketika melakukan seleksi. Setelah itu, poin tersebut akan
diakumulasikan dan anggota legislatif yang memiliki poin terbanyak
akan ada peluang untuk menjadi Ketua DPRD. Selain mengumpulkan
poin terbanyak, ada juga seleksi-seleksi tertutup yang partai lakukan.1
Jabatan sebagai Ketua DPRD tidak dapat diubah atau diganti dengan
sesukanya. Sebab, pada partai PDIP itu sudah menjadi keputusan final yang
diberikan oleh Ketua Umum. Sekalipun yang mengubahnya seperti Ketua DPC,
Ketua DPP atau yang lain itu tetap tidak bisa di ganti. Beda hal lagi jika ketua itu
mengundurkan diri, meninggal, atau tersangkut hukum. Terpilih menjadi Ketua
DPRD bagi Suparmi, ia harus mengikuti beberapa psikotes untuk mendapatkan
1 Wawancara dengan Suparmi, ST, di Kantor DPRD Kota Tangerang pada tanggal 05
Agustus 2019
40
poin selama menjadi anggota partai, dan dari poin tersebut itu menjadi sebuah
pertimbangan bagi partai untuk memilih siapa yang layak menjadi ketua.2
Dari pernyataan di atas menunjukkan bahwa terpilihnya Suparmi menjadi
Ketua DPRD dilakukan proses internal dalam PDIP. Walaupun perolehan suara
tertinggi didapatkan oleh Sugianto teman sesama partainya dengan 7.852 suara,
tetapi tidak menjadi tolak ukur untuk PDIP memilih Ketua DPRD dari perolehan
suara.3 Bagi PDIP harus mengikuti seleksi serta mengumpulkan poin sebanyak-
banyaknya, selain itu ada juga seleksi tertutup yang PDIP lakukan.
Berdirinya Suparmi menjadi Ketua DPRD harus dapat membuktikan
bahwa perempuan juga mampu untuk bersaing dengan laki-laki dalam dunia
politik. Jika berbicara dalam sudut pandang agama, perempuan memang dibawah
laki-laki, namun dalam sudut pandang yang berbeda sebenarnya kesempatan
perempuan jauh lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Kouta 30% untuk
perempuan itu menjadi modal utama bagi perempuan yang ingin terjun ke dalam
ranah politik.
B. Kinerja Ketua DPRD Kota Tangerang Tahun 2014-2019
Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil kerja seseorang atau sekelompok
orang dalam suatu organisasi dengan periode waktu tertentu.4 Menjadi Ketua
2 Wawancara dengan Suparmi, ST, di Kantor DPRD Kota Tangerang pada tanggal 05
Agustus 2019
3 Data dari KPUD Kota Tangerang diakses dari https://www.kpu-tangerangkota.go.id,
pada tanggal 05 April pukul 18:15
4 Arini, Panduan Praktis Penyusunan KPI (Key Performance Indicator), (Jakarta: Raih
Asa Sukses, 2017), hal. 10-11
41
DPRD adalah pengalaman pertama bagi Suparmi ketika masuk ke dalam ranah
politik. Jika berbicara mengenai kinerja, maka perlu diketahui bahwa ada
indikator kinerja di dalamnya.
Indikator kinerja merupakan salah satu alat untuk mengukur hasil dari
kegiatan, aktivitas, atau proses bukan hasil ataupun tujuan itu sendiri.5 Mengukur
kinerja seseorang dapat dilihat dari beberapa indikator yang ada. Maka dari
indikator kinerja tersebut, kita dapat menilai apakah kinerja seseorang atau
lembaga sudah berhasil atau belum. Berikut ini beberapa indikator untuk menilai
kinerja individu atau organisasi, antara lain:
B.1. Produktivitas
Produktivitas bukan hanya mengukur tingkat efisiensi, namun juga
mengukur efektivitas pelayanan.6 Untuk melihat produktivitas, penulis melihat
kemampuan Suparmi sebagai penyambung aspirasi masyarakat. Ketika
melaksanakan tugasnya, Suparmi diharapkan mampu menjadi penyambung
aspirasi masyarakat.
Di Kota Tangerang permasalahan mengenai kesehatan dan pendidikan
menjadi perhatian publik, walaupun permasalahan tersebut juga muncul di
berbagai daerah Indonesia. Ada 2 ribu anak yang putus sekolah di Kota
Tangerang dengan berbagai alasan. Selain itu, anak putus sekolah di Kota
5 Mahmudi, Manajemen Kinerja Sektor Publik, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005),
hal. 159
6 Agus Dwiyanto, “Mewujudkan Good Governance Melayani Publik”, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University, 2006), hal 50
42
Tangerang banyak berasal dari sekolah swasta.7 Hal ini juga disampaikan oleh
Suparmi bahwa:
Saya bersama anggota dewan yang lain berusaha membuat program
yang membantu masyarakat. Seperti program Tangerang Cerdas, di
mana program tersebut dapat membantu anak-anak yang putus sekolah
dengan berbagai alasan. Program Tangerang Cerdas tersebut berfokus
menggratiskan sekolah-sekolah swasta baik di tingkat SD hingga
SMA/SMK.8
Berdasarkan pernyataan di atas menunjukkan bahwa Suparmi berusaha
untuk mengurangi angka putus sekolah di Kota Tangerang. Program tersebut
telah dilakukan ketika bertepatan dengan Peringatan hari Kemerdekaan Republik
Indonesia ke 69 yaitu pada tahun 2014. Dana yang telah dialokasikan sebesar Rp.
80 Miliar dari APBD Kota Tangerang, dan sudah 45 ribu orang dari tingkat SD
sampai SMA/SMK yang menerima bantuan tersebut.9 Berhasilnya program
tersebut tidak hanya dicapai oleh satu pihak saja, tetapi ada beberapa pihak yang
ikut terlibat membantu berjalannya program tersebut. Pihak yang ikut membantu
seperti Dinas Pendidikan, Walikota, serta yang lainnya.
Masalah kesehatan juga terjadi di Kota Tangerang, di mana banyak warga
kurang mampu yang ada di Kota Tangerang mengalami kendala uang ketika
ingin berobat. Keluhan masyarakat tersebut membuat DPRD mengeluarkan Kartu
7 Ega Alfreda, “2 Ribu Anak di Tangerang Putus Sekolah, Kebanyakan dari Sekolah
Swasta”, diakses dari https://jakarta.tribunnews.com, pada tanggal 16 November 2019 pukul
15:16
8 Wawancara dengan Suparmi, ST, di Kantor DPRD Kota Tangerang 05 Agustus 2019
9 Ganet Dirgantara, “Program Tangerang Cerdas Berikan Jaminan Warga Bisa
Bersekolah”, diakses dari https://www.banten.antarnews.com, pada tanggal 22 November pukul
21:47
43
Multiguna untuk warga kurang mampu.10
Hal yang sama juga disampaikan oleh
Suparmi, sebagai berikut:
Kami anggota dewan DPRD membuat program Kartu Multiguna untuk
membantu masyarakat kurang mampu yang ada di Kota Tangerang.
Kami berharap dengan adanya kartu tersebut dapat membantu
masyarakat yang terhambat dengan keuangan. Tahun 2016, semua
anggaran multiguna dialihkan ke BPJS dan warga kurang mampu yang
memiliki kartu multiguna dipindahkan ke BPJS. Namun saat ini hanya
22 rumah sakit yang melayani BPJS di Kota Tangerang dan ada 600
ribuan warga yang memiliki BPJS.11
Berdasarkan pernyataan di atas menunjukkan bahwa Suparmi bersama
anggota dewan yang lain berusaha membuat program dengan berupaya
mengurangi angka kematian yang ada di Kota Tangerang. Walaupun program
BPJS sudah dijalankan di Kota Tangerang, tetapi masih ada masyarakat yang
mengeluhkan mengenai program tersebut. Hal itu terjadi karena masih sedikitnya
rumah sakit yang melayani BPJS bagi warga kurang mampu.
Berdasarkan pemaparan di atas, dalam indikator produktivitas Suparmi
sudah berusaha berperan dalam menjalankan tugasnya sebagai Ketua DPRD.
Suparmi bersama anggota dewan yang lain berusaha agar program yang
dikeluarkan efektif dalam membantu masyarakat.
B.2. Responsivitas
Responsivitas yaitu kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan
masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan
10
Johan, “Kartu Multiguna Bakal Dihapus”, diakses dari https://megapolitaspos.com,
pada tanggal 16 November 2019 pukul 15:36
11
Wawancara dengan Suparmi, ST, di Kantor DPRD Kota Tangerang 05 Agustus 2019
44
program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
aspirasi masyarakat. Responsivitas dimaksudkan sebagai salah satu indikator
kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan
birokrasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.12
Melihat kinerja Suparmi dalam indikator responsivitas adalah bagaimana
mengenali kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang kemudian dituangkan dalam
sebuah kebijakan. Suparmi bersama anggota DPRD yang lain mempunyai hak
untuk mengajukan rancangan peraturan daerah.
Periode 2014-2019 ketika dipimpin oleh Suparmi, DPRD Kota Tangerang
berhasil mengeluarkan 7 perda inisiatif. Berbeda dengan periode sebelumnya,
2009-2014 ketika dipimpin oleh Herry Rumawatine DPRD Kota Tangerang
hanya mengeluarkan 3 perda inisiatif.13
Hal yang sama juga dikatakan oleh
Suparmi, bahwa:
Saya bersama anggota dewan yang lain sudah berhasil mengeluarkan 7
perda inisiatif. Perda tersebut antara lain penyelenggaraan wajib belajar
Diniyah Takmiliyah, pelestarian cagar budaya, ketahanan keluarga,
pengarusutamaan gender dalam pembangunan daerah, penanaman modal
daerah-daerah, pelestarian warisan budaya tak benda Kota Tangerang,
dan terakhir perda tentang bantuan sosial kematian bagi penduduk
miskin Kota Tangerang.14
12
Agus Dwiyanto, “Mewujudkan Good Governance Melayani Publik”, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University, 2006), hal 50
13 Achmad Irfan Fauzi, “Luar Biasa! 7 Perda Inisiatif Dihasilkan DPRD Kota
Tangerang 2014-2019”, diakses dari https://www.tangerangnews.com, pada tanggal 16 November
2019 pukul 16:36
14
Wawancara dengan Suparmi, ST, di Kantor DPRD Kota Tangerang 05 Agustus 2019
45
Berdasarkan pernyataan di atas menunjukkan bahwa sudah ada kemajuan
dari periode sebelumnya. Di mana Suparmi bersama anggota dewan yang lain
berusaha mengeluarkan perda yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat. Selain itu, Suparmi dan anggota legislatif perempuan juga berusaha
memperjuangkan kepentingan perempuan dengan mengeluarkan perda tentang
pengarusutamaan gender dalam pembangunan daerah.
Berdasarkan pemaparan di atas, dalam indikator responsivitas Suparmi
sudah berusaha berperan dalam menjalankan tugasnya sebagai Ketua DPRD.
Suparmi juga sudah berusaha memperjuangkan kepentingan perempuan dengan
mengeluarkan perda tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan
daerah yang kemudian disepakati tanggal 19 Juli 2018 menjadi Perda No. 5
Tahun 2018 tentang Pengarusutamaan Gender.
B.3. Akuntabilitas
Akuntabilitas yaitu menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan
birokrasi politik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.
Asumsinya ialah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat,
dengan sendirinya akan memprioritaskan kepentingan publik. Selanjutnya, dalam
konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa
besar kebijakan dan kegiatan birokrasi publik itu konsisten dengan kehendak
publik.15
15
Agus Dwiyanto, “Mewujudkan Good Governance Melayani Publik”, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University, 2006), hal 51
46
Melihat kinerja Suparmi dalam indikator akuntabilitas adalah bagaimana
mengenali kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang kemudian dituangkan dalam
merumuskan kebijakan. Suparmi bersama anggota DPRD yang lain berusaha
menampung segala keluhan-keluhan yang disampaikan oleh masyarakat,
kemudian disampaikan dalam rapat di tingkat fraksi, komisi, maupun rapat
paripurna.
Seperti yang dikatakan oleh Pemuda dan Mahasiswa Kota Tangerang
menganggap kinerja DPRD Kota Tangerang kurang merespon dalam menyikapi
permasalahan yang ada di masyarakat. Contohnya permasalahan U-turn di jalan
MH Thamrin Cikokol yang belum tuntas sampai saat ini.16
Hal ini juga
disampaikan oleh Suparmi, bahwa:
Saya bersama komisi IV sudah berusaha menyelesaikan masalah
tersebut. Kami bukan kurang greget atau kurang merespon masalah U-
turn di jalan MH Thamrin Cikokol, namun kami sudah berkoordinasi
dengan Dishub Kota Tangerang, Polres, bahkan Dishub Provinsi untuk
segera menutupnya.17
Berdasarkan pernyataan di atas menunjukkan bahwa belum ada kepastian
dari DPRD Kota Tangerang terhadap keluhan yang masyarakat berikan.
Masyarakat menganggap DPRD Kota Tangerang lamban dalam merespon
keluhan masyarakat. Berdasarkan pemaparan di atas, dalam indikator
akuntabilitas Suparmi belum berperan dalam menjalankan tugasnya sebagai
16
Ades, “Pemuda dan Mahasiswa Anggap Kinerja DPRD Kota Tangerang Kurang
Greget”, diakses dari https://www.detaktangsel.com, pada tanggal 16 November 2019 pukul
19:01
17
Wawancara dengan Suparmi, ST, di Kantor DPRD Kota Tangerang 05 Agustus 2019
47
Ketua DPRD. Hal ini diperkuat berdasarkan data keluhan masyarakat yang
menganggap DPRD kurang merespon keluhan masyarakat.
B.4. Responbilitas
Responsibilitas yaitu menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan birokrasi
publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar
dengan kebijaksanaan birokrasi, baik yang eksplisit maupun implisit.18
Melihat
kinerja Suparmi dalam indikator responbilitas adalah bagaimana mengenali
kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang kemudian dituangkan dalam tanggung
jawab terhadap tugasnya.
Menilai kinerja Suparmi ada yang mengatakan kinerjanya sudah cukup
baik, ada juga mengatakan kinerjanya bukan dilihat dari gender apapun. Hal sama
juga dikatakan oleh Ella Silvia teman sesama anggota legislatif dari fraksi PAN,
bahwa:
Suparmi cukup menjadi perempuan yang tangguh dalam memimpin, di
mana Suparmi juga harus harus mengimbangi eksekutif dan legislatif
yang ada di Kota Tangerang. Mampu menjaga komunikasi yang baik
dengan Walikota Kota Tangerang beserta jajarannya. Performanya untuk
seorang perempuan juga luar biasa, di mana Suparmi mampu
menyampaikan aspirasi-aspirasi masyarakat, serta mengawal dan
menaungi 49 anggota dewan dengan penuh tanggung jawab. Suparmi juga
mampu mengakomodir dan mengayomi para anggotanya dengan adil.19
18
Agus Dwiyanto, “Mewujudkan Good Governance Melayani Publik”, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University, 2006), hal 51
19 Wawancara dengan Ella Silvia, SH, MH (Teman Sesama Anggota DPRD dari Fraksi
PAN), di Kantor DPRD Kota Tangerang 05 Agustus 2019
48
Sama halnya dengan yang dikatakan H. Turidi Susanto yang menilai
kinerja Suparmi sudah berupaya dan berusaha semaksimal mungkin memberikan
pelayanan terhadap masyarakat agar lebih baik lagi. H. Turidi Susanto menilai
kinerja Suparmi sudah cukup bagus untuk mensejahterakan masyarakat. Hal ini
terbukti pada periode selanjutnya Suparmi terpilih menjadi anggota DPRD Kota
Tangerang, di mana masyarakat telah percaya dan memilih kembali Suparmi
untuk menyampaikan aspirasi masyarakat di pemerintah.20
Berbeda dengan yang dikatakan oleh Hapipi teman sesama anggota
legislatif dari fraksi Golkar yang mengatakan bahwa menilai kinerja Suparmi,
bagi Hapipi bukan persoalan masalah laki-laki atau perempuan, yang terpenting
siapapun itu orangnya dia mampu untuk memimpin dan tidak dilihat dari gender
apapun.21
Berdasarkan pemaparan di atas, dalam indikator responbilitas Suparmi
sudah berusaha berperan dalam menjalankan tugasnya sebagai Ketua DPRD.
Suparmi juga sudah berusaha bertanggung jawab dalam tugasnya, walaupun ada
perbedaan pendapat dari beberapa teman anggota legislatif dalam menilai kinerja
Suparmi.
Ketika berbicara mengenai Suparmi, ada isu gender di dalam perjalanan
politiknya. Gender menjadi alat analisis untuk menilai persoalan diskriminasi
20
Wawancara dengan H. Turidi Susanto (Teman Sesama Anggota DPRD dari Fraksi
Gerindra), di rumah H. Turidi Susanto 30 Juli 2019
21 Wawancara dengan Hapipi, S.sos (Teman Sesama Anggota DPRD dari Fraksi Golkar),
di Kantor DPRD Kota Tangerang 05 Agustus 2019
49
terhadap perempuan.22
Selama ini banyak masyarakat yang berpandangan bahwa
perempuan belum mampu untuk bersaing dengan laki-laki dalam dunia politik.
Perempuan selalu dianggap hanya mampu berada diruang privat dan tidak
mampu bersaing diruang publik. Hal berbeda disampaikan oleh Suparmi, bahwa:
Menurut saya, pandangan gender yang mengatakan perempuan dibawah
dibandingkan dengan laki-laki adalah salah, sebab saya telah
membuktikan bahwa terjunnya saya ke dalam ranah politik dapat
membawa diri saya menjadi perempuan pertama sebagai Ketua DPRD.23
Berdasarkan pernyataan di atas menunjukkan bahwa Suparmi membantah
ketika perempuan dianggap belum mampu terjun ke dalam ranah politik.
Pandangan masyarakat terhadap terjunnya perempuan ke dalam ranah politik
harus dievaluasi, sebab dengan adanya pandangan tersebut membuat perempuan
ragu untuk terjun dan bersaing dengan laki-laki di dunia politik.
Menjadi seorang pemimpin seperti Ketua DPRD wajib mensejahterakan
rakyat dan menyampaikan semua aspirasi rakyat. Seorang pemimpin dituntut
untuk melakukan dan membuat kebijakan yang pro terhadap rakyat. Hal yang
sama juga dikatakan oleh Suparmi, bahwa:
Saya selalu berusaha kerja semaksimal mungkin untuk mensejahterakan
rakyat. Salah satu usaha yang saya lakukan adalah membuat kebijakan
yang pro terhadap rakyat, dan saya juga dengan tegas menolak apabila
ada kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat.24
22
Ulfatun Hasanah dan Najahan Musyafak, “Gender dan Politik: Keterlibatan
Perempuan Dalam Politik”, (Jurnal Sawwa, Vol 12 No. 3, 2017), 409-432
23
Wawancara dengan Suparmi, ST, di Kantor DPRD Kota Tangerang 05 Agustus 2019
24
Wawancara dengan Suparmi, ST, di Kantor DPRD Kota Tangerang 05 Agustus 2019
50
Berdasarkan pernyataan di atas menunjukkan bahwa Suparmi berusaha
membuat kebijakan yang pro terhadap rakyat. Selain itu, Suparmi berusaha untuk
membuat rakyat sejahtera dan berusaha mewujudkan aspirasi rakyat Kota
Tangerang.
Di era sekarang ini, masih banyak pandangan masyarakat yang
menganggap bahwa pemimpin perempuan tidak mampu bekerja, kinerjanya
lamban bahkan dapat memperlambat kinerjanya. Berbeda halnya dengan Suparmi
yang mengatakan bahwa:
Doktrin perempuan yang melekat pada diri saya ketika menjadi Ketua
DPRD tidak ada masalah. Sebab, saya merasa tidak ada kendala dalam
bekerja dan dengan doktrin perempuan tersebut. Duduknya saya sebagai
Ketua DPRD perempuan pertama harus menjadi motivasi bagi
perempuan lain bahwa perempuan juga pantas dan mampu menjadi
seorang pemimpin.25
Berdasarkan pernyataan di atas menunjukkan bahwa Suparmi tidak
merasa ada masalah dengan doktrin perempuan yang melekat pada dirinya ketika
bekerja. Suparmi berharap agar perempuan lain tidak merasa ragu untuk terjun ke
dalam ranah politik dan mampu untuk menjadi Ketua DPRD.
Pada era modern, bidang politik menjadi salah satu bentuk kebijakan yang
terkait dengan perempuan diruang umum yang dapat diperjuangkan. Hal ini
berarti keterwakilan perempuan harus ikut serta dalam mengubah tatanan
kehidupan melalui bentuk partisipasi mereka dalam bentuk pembuatan kebijakan.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Suparmi bahwa:
25 Wawancara dengan Suparmi, ST, di Kantor DPRD Kota Tangerang 05 Agustus 2019
51
Saya juga sering memberikan motivasi serta dukungan kepada anggota
dewan perempuan, selain itu saya juga sering berdiskusi dengan anggota
DPRD perempuan agar mereka selalu semangat. Bahkan saya juga selalu
mengatakan kepada mereka bahwa mereka juga mampu untuk berdiri dan
dapat menjadi ketua DPRD seperti saya.26
Berdasarkan pernyataan di atas menunjukkan bahwa Suparmi berharap
anggota legislatif perempuan selalu semangat dalam menjalankan tugasnya.
Suparmi juga berharap pada periode yang akan datang ada sosok perempuan lain
yang menggantikan dirinya sebagai Ketua DPRD.
Bagi Anne Phillips27
pondasi dasar untuk politik keterwakilan ialah
pengakuan kesetaraan politik seluruh masyarakat dan perlu adanya kontrol publik
yang kuat terhadap keberlangsungan politik. Selain itu, politik kehadiran juga
mempunyai tujuan agar tercapainya inklusifitas pada kelompok yang termarjinal.
Hadirnya kelompok minoritas atau kelompok termarjinal dalam lembaga
legislatif dapat menciptakan perwakilan yang seimbang.
Apabila politik kehadiran sudah terwujud dalam suatu negara, maka dapat
mewujudkan keseimbangan keterwakilan antara laki-laki dan perempuan. Selain
itu, politik kehadiran juga menuntut adanya keterwakilan yang setara, menuntut
untuk lebih adil, serta tidak ada lagi perbedaan ras, gender, dan etnis pada setiap
masyarakat.28
26
Wawancara dengan Suparmi, ST, di Kantor DPRD Kota Tangerang 05 Agustus 2019
27 Anne Phillips, The Politics of Presence, (USA: Oxford University Press, 1998), hal. 30
28 Anne Phillips, The Politics of Presence, (USA: Oxford University Press, 1998), hal. 9
52
Di Indonesia, ada dua masalah yang menjadi rendahnya keterwakilan
perempuan di ranah politik. Pertama, kuatnya pandangan patriarki di sebagian
masyarakat Indonesia. Di mana pola pikir patriarki lebih cenderung
menempatkan perempuan di bawah laki-laki. Kedua, belum adanya platform
partai yang secara konkrit membela kepentingan perempuan. Maka dari itu, kouta
30% menjadi sangat penting.29
Sama halnya yang dikatakan Suparmi, bahwa:
Menurut saya, peluang perempuan untuk terjun ke dalam ranah politik
sangat besar. Sebab, kouta 30% menjadi kesempatan besar untuk
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Di parlemen saat ini,
keterwakilan perempuan memang masih sedikit dibandingkan dengan
laki-laki. Namun, saya bersama anggota legislatif perempuan lain
berusaha untuk memperjuangkan kepentingan perempuan.30
Berdasarkan pernyataan di atas menunjukkan bahwa Suparmi
menggunakan kouta 30% dengan sebaik mungkin. Kouta 30% keterwakilan
perempuan juga menjadi peluang besar untuk perempuan turun dalam ranah
politik.
Melihat kesuksesan seseorang dalam menjabat tentu harus melihat
bagaimana indikator kinerja terhadap kinerja seseorang tersebut. Indikator kinerja
antara lain ada produktivitas, responsivitas, responsibilitas, serta akuntabilitas.31
Dari indikator kinerja tersebut dapat terlihat apakah kinerja seseorang dapat
dikatakan sukses atau gagal.
29
Isnaini Rodiyah, “Keterwakilan Perempuan Dalam Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah”, (Jurnal JKMP,Vol 1 No 1, Maret 2013), 55-70.
30
Wawancara dengan Suparmi, ST, di Kantor DPRD Kota Tangerang 05 Agustus 2019
31 Agus Dwiyanto, “Mewujudkan Good Governance Melayani Publik”, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University, 2006), hal 50-51
53
Ketika diwawancarai Suparmi juga mengatakan bahwa dia tidak pernah
menganggap dirinya telah sukses dalam menjabat sebagai Ketua DPRD, tetapi
Suparmi selalu berusaha bagaimana caranya dia harus membantu masyarakat,
membuat kebijakan untuk masyarakat, dan bagaimana caranya apa yang dia
lakukan untuk masyarakat dapat berhasil. Bagi Suparmi, akan ada kepuasan
sendiri untuk dia jika semua yang dia lakukan akan berhasil.32
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Suparmi Sebagai Ketua
DPRD Kota Tangerang
Ketika menjalankan tugas sebagai Ketua DPRD, Suparmi merasakan
beberapa hal yang mempengaruhi kinerjanya. Ada faktor pendukung yang dapat
dijadikan semangat ketika bekerja, namun ada juga faktor hambatan yang
menggangu dirinya ketika bekerja.
C.1. Faktor Pendukung
Seseorang yang bekerja dalam bidang apapun harus mempunyai semangat
dan dukungan dari siapapun dan dalam hal apapun. Sebab, semangat dapat
menjadi motivasi serta faktor pendukung bagi seseorang ketika melakukan
pekerjaannya. Contohnya dukungan dari keluarga, itu menjadi pendukung utama
ketika seseorang melakukan hal apapun. Sama halnya dengan yang Suparmi
katakan, bahwa:
32
Wawancara dengan Suparmi, ST, di Kantor DPRD Kota Tangerang 05 Agustus 2019
54
Keluarga menjadi pendukung utama bagi saya. Dukungan dari orang tua,
suami dan anak sangat penting buat saya, sebab itu menjadi semangat
ketika saya menjalankan tugas sebagai Ketua DPRD. Izin dari suami juga
penting, karena jam berapa pun saya pergi untuk bekerja apabila suami
mengizinkan maka di Ridhoi oleh Allah.33
Berdasarkan pernyataan di atas menunjukkan bahwa keluarga menjadi
pendukung utama bagi Suparmi. Izin dari suami juga menjadi hal terpenting bagi
Suparmi ketika dia pergi mendadak untuk bekerja dalam keadaan apapun.
Faktor pendukung lainnya adalah lingkungan pekerjaan. Lingkungan
pekerjaan yang nyaman, saling mendukung satu sama lain, dan selalu
memberikan semangat kepada sesama temannya menjadi faktor pendukung dan
dapat mempengaruhi kinerja seseorang ke dalam hal positif. Sama halnya yang
dikatakan Suparmi, bahwa:
Saya kepada anggota dewan yang lain atau semua karyawan selalu
mendukung satu sama lain. Saya berusaha bersikap adil terhadap
semuanya, baik ke anggota dewan maupun kepada staf karyawan. Bagi
saya tidak ada perbedaan antara laki-laki dengan perempuan. Siapapun
yang giat bekerja dan cekatan dalam mengerjakan tugasnya, maka itu
yang saya pilih untuk membantu saya dalam bekerja.34
Berdasarkan pernyataan di atas menunjukkan bahwa lingkungan
pekerjaan juga menjadi faktor pendukung selain keluarga bagi Suparmi. Suparmi
berusaha saling mendukung satu sama lain dengan anggota legislatif dan semua
staf karyawan yang ada di DPRD Kota Tangerang.
33
Wawancara dengan Suparmi, ST, di Kantor DPRD Kota Tangerang 05 Agustus 2019
34 Wawancara dengan Suparmi, ST, di Kantor DPRD Kota Tangerang 05 Agustus 2019
55
C.2. Faktor Penghambat
Ketika berbicara faktor pendukung, ada juga faktor penghambat yang
dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Pada dunia pekerjaan, kritik dan saran
menjadi hal yang penting untuk seseorang dalam mengevaluasi kinerjanya. Sama
halnya yang dikatakan Suparmi, bahwa:
Ketika awal menjadi Ketua DPRD, saya sempat mengalami kendala atau
hambatan dengan rakyat Kota Tangerang. Pada waktu itu, ada
masyarakat yang demo mengenai berbagai masalah, dan saya merasa
tidak sanggup dalam menghadapi amarah masyarakat tersebut.35
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa hambatan Suparmi ketika menjadi
Ketua DPRD adalah masyarakat yang demo dengan berbagai masalah. Suparmi
merasa tidak sanggup untuk mengendalikan emosi beberapa para demonstran.
35 Wawancara dengan Suparmi, ST, di Kantor DPRD Kota Tangerang 05 Agustus 2019
56
BAB V
PENUTUP
Penutup ini berisi kesimpulan dan saran terkait dengan perempuan dan
parlemen studi atas kinerja Suparmi sebagai Ketua DPRD Kota Tangerang tahun
2014-2019.
A. Kesimpulan
1. Kinerja Suparmi sebagai Ketua DPRD sudah berusaha semaksimal
mungkin. Jika dilihat dari indikator produktivitas, Suparmi berusaha
mengeluarkan program yang dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu,
Suparmi juga mengawasi agar program yang berjalan tetap efektif
dalam membantu masyarakat. Pada indikator responsivitas, Suparmi
bersama anggota dewan yang lain sudah mengeluarkan 7 perda
inisiatif. Diantara 7 perda inisiatif tersebut, ada juga kepentingan
perempuan yang diperhatikan dengan mengeluarkan salah satu perda.
Perda yang terkait dengan kepentingan perempuan adalah
pengarusutamaan gender dalam pembangunan daerah. Berbeda
dengan indikator akuntabilitas, Suparmi belum berperan penuh dalam
menjalankan tugasnya sebagai Ketua DPRD. Hal ini terjadi karena
lambannya respon Suparmi dalam menanggapi keluhan yang
diberikan oleh masyarakat Kota Tangerang. Terakhir dari indikator
responbilitas, Suparmi sudah bertanggung jawab terhadap tugasnya.
57
Hal yang sama juga dikatakan oleh beberapa teman sesama anggota
dewan bahwa Suparmi berusaha untuk mensejahterakan rakyat.
2. Ada beberapa hal yang mempengaruhi kinerja Suparmi sebagai Ketua
DPRD. Keluarga dan lingkungan kerja menjadi faktor pendukung bagi
Suparmi bekerja. Sedangkan faktor penghambat yang dirasakan oleh
Suparmi adalah tidak bisa mengendalikan emosi para demonstran saat
berlangsungnya demonstrasi. Selain itu, pandangan gender yang
mengatakan bahwa perempuan belum mampu bersaing di dunia
politik adalah salah. Sebab, Suparmi sudah membuktikan dengan
menjadi perempuan pertama sebagai Ketua DPRD.
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, ada beberapa hal yang penulis
rekomendasikan setelah melakukan penelitian ini, antara lain:
B.1. Saran Akademis
1. Diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk referensi tambahan
bagi penelitian selanjutnya dalam melakukan penelitian lebih lanjut
yang berkaitan dengan perempuan dan parlemen.
B.2. Saran Praktis
1. Pemerintah harus lebih banyak sosialisasi atau memberikan
pendidikan gender kepada masyarakat agar masyarakat sadar bahwa
pentingnya partisipasi perempuan di ruang publik, khususnya dalam
58
ruang politik. Hal ini bermaksud agar mengubah pandangan
masyarakat bahwa partisipasi perempuan dalam ranah politik sangat
penting dan dapat membuat kebijakan yang mengarah ke gender,
sehingga pencalonan perempuan bukan lagi untuk memenuhi kouta
partai politik semata.
2. Kesempatan perempuan untuk masuk ke dalam ruang publik,
khususnya ruang politik harus lebih banyak agar keterwakilan
perempuan dapat membuat kebijakan yang mengarah ke gender.
3. Kinerja Ketua DPRD harus ditingkatkan lagi, supaya keluhan-
keluhan dan aspirasi masyarakat mendapat respon lebih cepat.
Diharapkan lebih banyak lagi program-program yang dikeluarkan
oleh DPRD Kota Tangerang untuk membantu masyarakat.
59
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arini. Panduan Praktis Penyusunan KPI (Key Performance Indicator).
Jakarta: Raih Asa Sukses, 2017.
Astuti, Tri Marheni Pudji. Konstruksi Gender Dalam Realitas Sosial.
Semarang: Unnes Press, 2011.
Darmawan, Ikhsan. Mengenal Ilmu Politik. Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara, 2015.
Deddy, dan Dadang. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Jakarta: PT Gramedia, 2004.
Dwiyanto, Agus. Mewujudkan Good Governance Melayani Publik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University, 2006.
Faqih, Mansour. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007.
Harrison, Lisa. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana, 2009.
Keban, Yeremias T. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik,
Konsep, Teori dan Isu. Yogyakarta: Gava Media, 2004.
Mahmudi. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN, 2005.
Marsh, David, dan Gerry Stoker. Teori dan Metode Dalam Ilmu Politik.
Bandung: Nusamedia, 2002.
Marzuki, Didi. Bekerja Demi Rakyat: Meningkatkan Kompetensi
Aparatur Pemerintah Daerah Dalam Kebijakan dan Pelayanan Publik. Jakarta:
Komunal, 2006.
Neuman, Lawrence. Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif
dan Kuantitatif. Jakarta: 2013.
Pasolong, Harbani. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta, 2010.
Philips, Ann. Politics of Presence. USA: Oxford University Press, 1998.
Rasyidin, dan Fidhia Aruni. GENDER DAN POLITIK: Keterwakilan
Wanita Dalam Politik. Sulawesi: Unimal Press, 2016.
Rokhmansyah, Alfian. PENGANTAR GENDER DAN FEMINISME:
Pemahaman Awal Kritik Sastra Feminisme. Yogyakarta: Garudhawaca, 2016.
60
Ruky, Ahmad. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2004.
Suseno, Nuri. Representasi Politik: Perkembangan dari Ajektiva ke Teori.
Depok: Puskapol Fisip UI, 2013.
Tierney, Helen. Women’s Studies Encyclopedia. New York: Green Wood
Press.
Prawirosentono, Suyadi. Manajemen Sumber Daya Manusia (Kebijakan
Kinerja Karyawan). Yogyakarta: BPFE, 1999.
Skripsi dan Tesis
Amikawati, Anik, “Analisis Gender Pada Kinerja DPRD Provinsi Jawa
Tengah Periode 2004-2009 (Studi Kasus Pelaksanaan Program DPRD Provinsi
Jawa Tengah pada Bidang Sosial Khususnya Pemberdayaan Perempuan)”, Tesis
Pascasarjana Ilmu Administrasi, Fakultas Administrasi Publik, Universitas
Diponegoro, Semarang, 2008.
Fadliyah, Nurul, “Affirmative Action Partai Dalam Pencalonan Politisi
Perempuan Anggota DPRD Kota Makassar (Studi Komparasi Partai PPP Dan
PDIP Kota Makassar )”, Skripsi Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ushuluddin,
Filsafat dan Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin, Makassar, 2016.
Rahmadianti, Siti, “Peran Anggota Legislatif Perempuan Di DPRD Kota
Tangerang Selatan Periode 2014-2019”, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 2015
Pertiwi, Dian, “Kinerja Anggota Perempuan DPRD Kota Semarang
Tahun 2014-2015 Dalam Perspektif Feminisme”, Skripsi Jurusan Politik Dan
Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, Semarang,
2016.
Jurnal
Hasanah, Ulfatun, dan Najahan Musyafak. “Gender dan Politik:
Keterlibatan Perempuan Dalam Politik.” Jurnal Sawwa, Volume 12 No. 3, 2017.
Konitiarani, Resta, dan Ahmad Zuber. “Upaya PDIP (Partai Demokrat
Indonesia Perjuangan) Dalam Memenuhi Kouta Pencalonan Legislatif
Perempuan Tahun 2014 Di Kota Surakarta.” Jurnal Sosiologi Dilema, Volume 32
No. 1, 2017.
61
Ristyaningsih, Lisa. “Implementasi Kinerja Dan Representasi Politik
Perempuan di DPRD Cilacap Hasil Pemilu 2014.” Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan dan Hukum, Volume 6 No 2, 2017.
Ritonga, Syafruddin. “Kendala Anggota Legislatif Perempuan di DPRD
Kota Medan Menghasilkan Kebijakan Berbasis Kesetaraan Gender.” Jurnal
Politea, Volume 7 No 1, Januari 2015.
Rodiyah, Isnaini. “Keterwakilan Perempuan Dalam Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.” Jurnal JKMP, Volume 1 No 1, Maret 2013.
Rosieana, Mari. “Keterwakilan Perempuan Dalam Lembaga Legislatif
Anggota DPRD Kabupaten Malinau.” Jurnal Pemerintahan Integratif, Volume 1
No 1, 2013.
Suprihati. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Perusahaan Sari Jati di Sragen.” (Jurnal Paradigma, Volume 12 No. 1, 2014.
Yulyana, Eka. “Keterlibatan Politik Perempuan dalam Proses Legislasi
DPRD Kabupaten Karawang Periode 2009-2014.” Jurnal Politikom Indonesiana,
Volume 2 No. 2, November 2017.
Dokumen Elektronik
Ades. “Inilah 50 Wakil Rakyat 2014-2019 Kota Tangerang Siap
Dilantik”, https://www.detaktangsel.com, diakses pada tanggal 22 April 2019
pukul 15:27.
Ades. “Pemuda dan Mahasiswa Anggap Kinerja DPRD Kota Tangerang
Kurang Greget”, https://www.detaktangsel.com, diakses pada tanggal 16
November 2019 pukul 19:01.
Alfreda, Ega. “2 Ribu Anak di Tangerang Putus Sekolah, Kebanyakan
dari Sekolah Swasta”, https://jakarta.tribunnews.com, diakses pada tanggal 16
November 2019 pukul 15:16.
Diakses dari https://www.kpu-tangerangkota.go.id, pada tanggal 05 April
pukul 18:00.
Diakses dari https://dprd.tangerangkota.go.id, pada tanggal 22 April 2019
pukul 14:35.
Diakses dari https://www.jariungu.com, pada tanggal 23 April 2019 pukul
13:11.
Diakses dari https://www.pdiperjuangan.id, pada tanggal 26 April 2019
pukul 18:12.
62
Diakses dari www.tangerangkota.go.id, pada tanggal 19 September 2019
pukul 15:00.
Dirgantara, Ganet. “Program Tangerang Cerdas Berikan Jaminan Warga
Bisa Bersekolah”, https://www.banten.antarnews.com, diakses pada tanggal 22
November pukul 21:47.
Fauzi, Achmad Irfan. “Luar Biasa! Perda Inisiatif Dihasilkan DPRD
Kota Tangerang 2014-2019”, http://www.tangerangnews.com, diakses pada
tanggal 24 Agustus 2019 pukul 17:46.
Irawan, Denny Bagus. “Inilah Daftar Calon DPRD Kota Tangerang
Terpilih Dapil 2” https://www.tangerangnews.com, diakses pada tanggal 14
Oktober 2019 pukul 16:52.
Johan. “Kartu Multiguna Bakal Dihapus”, https://megapolitaspos.com,
diakses pada tanggal 16 November 2019 pukul 15:36.
Wawancara
Wawancara dengan Suparmi (Ketua DPRD) di Kantor DPRD Kota
Tangerang pada 05 Agustus 2019.
Wawancara dengan Ella Silvia, SH, MH (Teman Sesama Anggota DPRD
dari Fraksi PAN) di Kantor DPRD Kota Tangerang pada 05 Agustus 2019.
Wawancara dengan Hapipi, S.sos (Teman Sesama Anggota DPRD dari
Fraksi Golkar) di Kantor DPRD Kota Tangerang pada 05 Agustus 2019.
Wawancara dengan H. Turidi Susanto (Teman Sesama Anggota DPRD
dari Fraksi Gerindra) di Rumah H. Turidi Susanto pada 30 Juli 2019.
Undang-undang
Undang-undang No 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
Undang-undang No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Inpres Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender Dalam
Pembangunan Nasional.
Recommended