View
246
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
sadasdassda
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan di uraikan serangkaian dasar-dasar konsep dan teori yang
relevan dengan penelitian. Tinjauan pustaka ini akan dimulai dengan memaparkan
studi Hubungan Internasional secara umum, dilanjutkan dengan menjelaskan,
konsep Politik Luar Negeri, konsep Politik Internasional, dan Militer.
2.1 Studi Hubungan Internasional
Ilmu Hubungan Internasional merupakan bagian dari ilmu sosial yang khusus
mempelajari masyarakat internasional atau sociology of international relations.
Ilmu hubungan internasional dalam arti umum tidak hanya mencakup unsur
politik saja, tetapi juga mencakup unsur-unsur ekonomi, sosial, budaya, hankam
dan lain sebagainya.
Istilah hubungan internasional memiliki banyak definisi. Secara keseluruhan
hubungan internasional merupakan studi yang terbentuk dari ilmu-ilmu yang
bersifat interdisipliner dan melengkapi satu sama lain. Hal ini digunakan oleh para
ahli untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi didalam hubungan antar
negara, sehinga pada akhirnya memberikan berbagai definisi terhadap studi
hubungan internasional itu sendiri.
Hubungan internasional juga dapat ditujukan kepada semua bentuk interaksi
antara anggota-anggota masyarakat yang berbeda, baik yang didukung oleh
pemerintah maupun tidak.
25
26
Secara lebih spesifik hubungan internasional berkaitan erat dengan segala
bentuk interaksi diantara masyarakat negara-negara, baik yang dilakukan oleh
pemerintah atau warga negara. Pengkajian hubungan internasional termasuk
didalamnya pengkajian mengenai politik luar negeri dan politik internasional yang
meliputi segala segi hubungan diantara berbagai negara didunia terhadap lembaga
perdagangan internasional, palang merah internasional, transportasi, pariwisata,
komunikasi dan perkembangan nilai-nilai dan etika internasional.(Holsti,
1995:19)
Menurut The Dictionary of World Politics, hubungan internasional adalah
istilah yang digunakan untuk melihat seluruh interaksi antara aktor-aktor negara
dengan melewati batas-batas negara. Sedangkan Mc. Clelland mendefinisikan
hubungan internasional secara jelas sebagai studi tentang interaksi antara jenis
kesatuan-kesatuan sosial tertentu, termasuk studi tentang keadaan-keadaan relevan
yang mengelilingi interaksi. Hubungan internasional akan berkaitan dengan segala
bentuk interaksi antara masyarakat negara-negara, baik yang dilakukan oleh
pemerintah ataupun warga negara. Hubungan internasional mencakup pengkajian
terhadap politik luar negeri dan politik internasional, dan meliputi segala segi
hubungan diantara berbagai negara didunia. (Perwita & A. Yani, 2005:4)
Beberapa ahli hubungan internasional lainnya memaparkan, konsep
hubungan internasional adalah mempelajari perilaku internasional, yaitu prilaku
para aktor, negara maupun non negara didalam arena transaksi internasional.
Perilaku ini bisa berwujud perang, konflik, kerjasama, pembentukan aliansi,
interaksi dalam organisasi internasional dan sebagainya.(Maso’ed, 1994:28)
27
Di dalam dunia modern, tidak ada satu bangsa pun di dunia ini yang dapat
menghindar dari keterlibatannya dengan bangsa dan negara lain, karena semua
bangsa merupakan warga dunia.
Hubungan antar bangsa atau hubungan internasional dapat berwujud dalam
berbagai bentuk yaitu:
1) Hubungan individual, misalnya turis, pertukaran pelajar, pedagang dan
lain sebagainya, siapa saja yang memiliki kepentingan yang tersebar didunia.
Mereka mengadakan kontak-kontak pribadi sehingga timbul kepentingan
timbale balik diantara mereka.
2) Hubungan antar kelompok (inter group relations) misalnya lembaga-lembaga
social, lembaga perdagangan dan lain sebagainya, dapat pula mengadakan
hubungan baik yang bersifat incidental, periodic ataupun permanent.
3) Hubungan antar negara, hubungan yang dimaksud disini adalah hubungan
yang dilakukan oleh suatu pemerintahan yang mengatur setiap individu yang
berada dalam suatu negara. (Moestoko, 1985:13)
2.2 Politik Luar Negeri
Politik luar negeri bisa dikatakan sebagai action theory dari kebijakan suatu
negara yang ditujukan kepada negara lain untuk mencapai suatu kepentingan
tertentu. Politik luar negeri juga bisa dikatakan sebagai seperangkat pedoman
untuk memilih tindakan yang ditujukan keluar wilayah suatu negara.
Politik Luar negeri merupakan suatu sistem tindakan- tindakan dari suatu
pemerintah terhadap pemerintah lainnya. Politik luar negeri dapat diartikan
28
sebagai sekumpulan kebijakan yang berperan dan berpengaruh, dalam hubungan
suatu negara (pemerintah) dengan negara (pemerintah) lainnya, dengan
mempertimbangkan juga tanggapan (respon terhadap kejadian dan masalah
dilingkungan dunia internasional). Dengan kata lain politik luar negeri merupakan
sintesa dari pengejawantahan tujuan dan kemampuan (kapabilitas) nasional.
(Coulumbis, 1990:89-90)
Politik luar negeri digerakkan oleh keputusan suatu pemerintah, sekali
keputusan ini dibuat, pelaksanaannya menyebabkan adanya proses sosial. Ada tiga
macam proses yang menonjol dalam politik luar negeri yaitu kerjasama, konflik,
atau hidup berdampingan. Hidup berdampingan dalam beberapa kerjasama
terbatas adalah usaha untuk mencegah konflik. Proses campuran dari ketiga hal
tersebut mungkin juga ada, bahkan dalam kondisi perang sekalipun kerjasama
mungkin terjadi.
Politik luar negeri suatu negara bukanlah merupakan suatu fenomena yang
berdiri sendiri, tetapi berhubungan erat dengan suatu doktrin dan merupakan suatu
sistem tindakan-tindakan dan baru dapat dimengerti kalau dilihat dalam kaitan
dengan kegiatan-kegiatan lain dari negara yang bersangkutan, yang disebut situasi
kontentual.
Hubungan erat politik luar negeri dengan sasaran-sasaran yang dituju dan
dipilih oleh suatu pemerintah berdasarkan ideologi negara atau bangsa, keadaan
ekonomi, politik, kebudayaan dari suatu bangsa, sikap psikologi, ketegangan dan
emosional yang ada, situasi geografi dan tentunya dengan fakta-fakta yang
lainnya. (Yusup, 1989:64)
29
Ketika mendeskripsikan politik luar negeri, kita akan membahas tiga jenis
keputusan luar negeri, yaitu: (1) keputusan-keputusan politik luar negeri yang
sifatnya umum, (2) keputusan-keputusan yang bersifat administrative, dan (3)
Keputusan-keputusan yang bersifat krisis. (Coplin, 1992:32)
Kebijakan luar negeri yang bersifat umum terdiri atas serangkaian keputusan
yang diekspresikan melalui pernyataan-pernyataan kebijakan dan tindakan-
tindakan langsung. Sedangkan keputusan luar negeri yang bersifat administratif
dibuat oleh anggota-anggota birokrasi pemerintah yang bertugas melaksanakan
hubungan luar negeri negaranya. Tipe politik luar negeri yang bersifat krisis
merupakan kombinasi dari kedua tipe politik luar negeri yang bersifat umum dan
administratif. Keputusan-keputusan yang bersifat krisis bisa berdampak luas
terhadap kebijakan umum suatu negara. Kebijakan luar negeri yang bersifat krisis
bisa diartikan sebagai kondisi dimana sedikitnya satu negara merasa bahwa suatu
situasi merupakan titik balik dalam hubungannya dengan satu atau lebih negara.
Situasi mendesak menunjukkan adanya kebutuhan untuk membuat suatu
keputusan dalam waktu singkat. (Coplin, 1992:33-34)
Langkah-langkah dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri mencakup:
1. Menjabarkan pertimbangan kepentingan nasional ke dalam bentuk tujuan
dan sasaran yang spesifik.
2. Menetapkan faktor situasional dilingkungan domestic dan internasional
yang berkaitan dengan tujuan kebijakan luar negeri.
3. Menganalisis kapabilitas nasional untuk menjangkau hasil yang
dikehendaki.
30
4. Mengembangkan perencanaan atau strategi untuk memaksa kapabilitas
nasional dalam menanggulangi variable tertentu sehingga mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
5. Melaksanakan tindakan yang diperlukan.
6. Secara periodik meninjau dan melakukan evaluasi perkembangan yang
telah berlangsung dalam menjangkau tujuan atau hasil yang dikehendaki.
(Plano & Olton, 1999:5)
Menurut Hans Morgenthau terdapat delapan faktor yang mempengaruhi
politik luar negeri sebagai unsur kekuatan nasional, yaitu: (1) Geografi, (2)
Sumber-sumber nasional, (3) Kemampuan industri, (4) Kesiapsiagaan militer, (5)
Penduduk, (6) Watak nasional, (7) Moral nasional, (8) Kualitas diplomasi. Faktor
geografi merupakan faktor terbanyak yang dihubungkan dengan politik luar
negeri. (Yusup, 1989:85)
Dalam mengklasifikasikan faktor-faktor atau sumber-sumber politik luar
negeri harus dengan cara menempatkan sumber-sumber itu pada kontinu waktu
atau time continu dan melalui kontinu agregasi sistemik atau systemic aggregation
continu.
Kontinu waktu yang dimaksud Rosenau meliputi Sources that tend to change
slowly, yaitu sumber-sumber yang cenderung bersifat mantap dan berlaku terus
menerus dan tetap dan Short-term fluctuations, yaitu sumber-sumber yang dapat
dipengaruhi oleh fluktuasi jarak pendek, serta Sources that tend to undergo rapid
change, yaitu sumber-sumber yang dapat berubah. (Rosenau, 1976:18)
31
Sumber-sumber utama yang menjadi input dalam perumusan kebijakan luar
negeri, yaitu:
1) Sumber sistemik (systemic sources), merupakan sumber yang berasal dari
lingkungan eksternal suatu negara. Sumber ini menjelaskan struktur hubungan
antara negara-negara besar, pola-pola aliansi yang terbentuk negara-negara
dan faktor situasional eksternal yang dapat berupa isu area atau krisis. Yang
dimaksud dengan struktur hubungan antara negara besar adalah jumlah negara
besar yang ikut andil dalam struktur hubungan internasional dan bagaimana
pembagian kapabilitas diantara mereka. Sementara faktor situasional eksternal
merupakan stimulan tiba-tiba yang berasal dari situasi internasional terakhir.
2) Sumber masyarakat (societal sources), merupakan sumber yang berasal
dari lingkungan internal. Sumber ini mencakup factor kebudayaan dan sejarah,
pembangunan ekonomi, struktur sosial dan perubahan opini publik.
Kebudayaan dan sejarah mencakup nilai, norma, tradisi dan pengalaman masa
lalu yang mendasari hubungan antar anggota masyarakat.
Pembangunan ekonomi mencakup kemampuan suatu negara untuk mencapai
kesejahteraan sendiri. Hal ini dapat mendasari kepentingan negara tersebut
untuk berhubungan dengan negara lain.
Struktur sosial mencakup sumberdaya manusia yang dimiliki suatu negara atau
seberapa besar konflik dan harmoni internal dalam masyarakat. Opini publik
juga dapat menjadi faktor dimana penstudi dapat melihat perubahan sentimen
masyarakat terhadap dunia luar.
32
3) Sumber pemerintahan (governmental sources), merupakan sumber internal
yang menjelaskan tentang pertanggung jawaban politik dan struktur dalam
pemerintahan. Pertanggungjawaban politik seperti pemilu, kompetisi partai
dan tingkat kemampuan dimana pembuat keputusan dapat secara fleksibel
merespon situasi eksternal. Sementara dari struktur kepemimpinan dari
berbagai kelompok dan individu yang terdapat dalam pemerintahan.
4) Sumber idiosinkratik (idiosyncratic sources), merupakan sumber internal
yang melihat nilai-nilai pangalaman, bakat serta kepribadian elit politik yang
mempengaruhi persepsi, kalkulasi dan prilaku mereka terhadap kebijakan luar
negeri. Disini tercakup juga persepsi seorang elit politik tentang keadaan
alamiah dari arena internasional dan tujuan nasional yang hendak dicapai.
(Perwita & A. Yani, 2005:57-58)
Para perumus kebijakan luar negeri adalah orang-orang yang dihadapkan
pada situasi-situasi tertentu, yang bertanggung jawab terhadap orang lain, yang
ditekan beragam oleh beragam situasi dan dipaksa untuk mengambil keputusan.
Oleh karena itu sifat politik luar negeri mempengaruhi berbagai problema
keputusan yang dihadapi oleh para pengambil keputusan.
Empat langkah yang perlu diambil sebelum membahas model/strategi dalam
perumusan kebijakan luar negeri:
1) Mendefinisikan situasi yang terjadi dilingkungan eksternal. Hal ini perlu
dilakukan terlebih dahulu agar dapat memberikan arahan yang tepat bagi
keputusan politik luar negeri untuk menjawab tantangan eksternal yang
muncul.
33
2) Memilih tujuan-tujuan politik luar ngeri. Pemilihan tujuan politik luar
negeri yang spesifik dapat menuntun jenis keputusan yang akan
dimunculkan.
3) Menentukan alternatif-alternatif keputusan yang mungkin akan dijalankan
oleh suatu negara sesuai dengan situasi dan tujuan yang ingin dicapai.
4) Memilih alternatif/tindakan dari sekian banyak alternatif yang ada sesuai
dengan situasi dan tujuan yang ingin dicapai. (Coplin, 1992:54-61)
Kebijakan luar negeri adalah upaya suatu negara melalui keseluruhan sikap
dan aktifitasnya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan
eksternalnya. (Rosenau, 1976:27) Kebijakan luar negeri bertujuan untuk
memelihara dan mempertahankan kelangsungan hidup suatu negara. (Rosenau,
1976:32)
Kebijakan luar negeri memiliki tiga konsep untuk menjelaskan hubungan
suatu negara dengan kejadian dan situasi diluar negaranya, yaitu:
1. Kebijakan luar negeri sebagai sekumpulan orientasi (as a cluster of
orientation). Politik luar negeri sebagai sekumpulan orientasi merupakan
pedoman bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi kondisi-kondisi
eksternal yang menuntut pembuatan keputusan dan tindakan berdasarkan
orientasi, yang terdiri dari sikap, persepsi, dan nilai-nilai yang dijabarkan dari
pengalaman sejarah dan keadaan strategisyang menentukan posisi negara
dalam politik internasional.
2. Politik luar negeri sebagai seperangkat komitmen dan rencana untuk
bertindak (as a set of commitments to plan for action). Dalam hal ini kebijakan
34
luar negeri berupa rencana dan komitmen konkrit yang dikembangkan oleh
para pembuat keputusan untuk membina dan mempertahankan situasi
lingkungan eksternal yang konsisten dengan orientasi kebijakan luar negeri.
Rencana tindakan ini termasuk tujuan yang spesifik serta alat atau cara untuk
mencapainya yang dianggap cukup memadai untuk menjawab peluang dan
tantangan dari luar negeri. Rencana tindakan ini merupakan terjemahan dari
orientasi umum dan reaksi terhadap keadaan yang konkret (immediate
context).
Dalam fase ini rencana tindakan politik luar negeri akan memberikan pedoman
bagi: (1) Tindakan yang ditujukan pada situasi yang berlangsung lama, (2)
Tindakan yang ditujukan pada negara-negara tertentu, (3) Tindakan yang
ditujukan pada isu-isu khusus, dan (4) Tindakan yang ditujukan pada berbagai
sasaran lainnya. Politik luar negeri pada fase ini lebih mudah diamati daripada
orientasi umum karena biasanya diartikulasikan dalam pernyataan-pernyataan
formal dalam konferensi pers atau dalam komunitas diplomatik.
3. Kebijakan luar negeri sebagai bentuk perilaku atau aksi (as a form of
behavior). Pada tingkat ini kebijakan luar negeri berada dalam tingkat yang
lebih empiris, yaitu berupa langkah-langkah nyata yang diambil oleh para
pembuat keputusan yang berhubungan dengan kejadian serta situasi di
lingkungan eksternal. Langkah-langkah tersebut dilakuaan berdasarkan
orientasi umum yang dianut serta dikembangkan berdasarkan komitmen dan
sasaran yang lebih spesifik. (Perwita & A. Yani, 2005:53-55)
35
Tujuan politik luar negeri dapat dikatakan pula sebagai citra mengenai
keadaan dan kondisi dimasa depan suatu negara, dimana pemerintah melalui para
perumus kebijaksanaan nasional mampu meluaskan pengaruhnya kepada negara-
negara lain dengan mengubah atau mempertahankan tindakan negara lain.
Ditinjau dari sifatnya, tujuan politik luar negeri dapat bersifat konkret dan
abstrak. Sedangkan dilihat dari waktunya, tujuan politik luar negeri dapat bertahan
lama dalam suatu periode waktu tertentu dan dapat pula bersifat sementara,
berubah sesuai dengan kondisi waktu tertentu. K.J.Holsti memberikan tiga kritria
untuk mengklasifikasikan tujuan-tujuan politik luar negeri suatu negara, yaitu:
1) Nilai (values) yang menjadi tujuan dari para pembuat keputusan
2) Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu tujuan yang
telah ditetapkan. Dengan kata lain ada tujuan jangka pendek (short-term),
jangka menengah (middle term), dan jangka panjang (long term).
3) Tipe tuntutan yang diajukan suatu negara kepada negara lain. (Perwita
& A. Yani, 2005:51)
Proses konversi yang terjadi dalam perumusan politik luar negeri suatu
negara akan mengacu pada pemaknaan situasi, baik yang berlangsung dalam
lingkungan eksternal maupun internal dengan mempertimbangkan tujuan yang
ingin dicapai berdasarkan sarana dan kapabilitas yang dimilikinya.
Setiap strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh para pembuat
keputusan negara didalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional
lainnya, dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional yang dituangkan dalam
terminologi kepentingan nasional.
36
Tujuan dari kebijakan luar negeri merupakan fungsi dari proses dimana
tujuan negara disusun. Tujuan tersebut dipengaruhi oleh sasaran yang dilihat
berdasarkan masa lalu dan aspirasi untuk masa yang akan datang. Tujuan
kebijakan luar negeri sendiri dibedakan atas tujuan jangka panjang, jangka
menengah dan jangka pendek. Pada dasarnya tujuan kebijakan luar negeri jangka
panjang adalah untuk mencapai perdamaian, keamanan dan kekuasaan.
Adapun tujuan nasional yang hendak dijangkau melalui kebijakan luar negeri
merupakan formulasi konkret dan dirancang dengan mangkaitkan kepentingan
nasional terhadap situasi internasional yang sedang dirancang, dipilih dan
ditetapkan oleh pembuat keputusan dan dikendalikan untuk mengubah kebijakan
(revisionist policy) atau untuk mempertahankan kebijakan (status quo policy)
ihwal kenegaraan tertentu dilingkungan eksternal.(Plano & Olton, 1999:5-6)
Konsep kepentingan nasional sendiri merupakan dasar untuk menjelaskan
perilaku luar negeri suatu negara. Kepentingan nasional juga dapat dijelaskan
sebagai tujuan fundamental dan factor penentu akhir yang mengarahkan para
pembuat keputusan suatu negara dalam merumuskan kebijakan luar negerinya.
Kepentingan nasional suatu negara secara khas merupakan unsur-unsur yang
membentuk kebutuhan negara yang paling vital, seperti pertahanan, keamanan,
militer dan kesejahteraan ekonomi. (Plano & Olton, 1999:11)
37
2.3 Politik Internasional
Salah satu kajian pokok dalam Hubungan Internasional adalah politik
internasional yang didalamnya mengkaji segala bentuk perjuangan dalam
memperjuangkan kepentingan dan kekuasaan.
Di dalam politik internasional terdapat elemen-elemen kerjasama dan
konflik, permintaan dan dukungan, gangguan dan pengaturan. Negara membuat
perbedan antara kawan dan lawan. Politik internasional memandang tindakan
suatu negara sebagai respon atas tindakan negara lain. Dengan kata lain, politik
internasional adalah proses interaksi antara dua negara atau lebih. (Perwita & A.
Yani, 2005:40)
Interaksi antar negara, terdapat kemungkinan-kemungkinan dimana negara
satu dengan negara lainnya akan mengalami keeratan hubungan atau
kerenggangan hubungan. Hal tersebut lumrah terjadi sebagai akibat penerapan
suatu kebijakan politik yang diambil oleh masing-masing negara, dengan kata lain
bentuk dan penerapan dari berbagai macam politik luar negeri akan menyebabkan
timbulnya suatu system politik internasional.
Politik internasional merupakan salah satu wujud dari interaksi dalam
hubungan internasional. Politik internasional membahas keadaan atau soal-soal
politik di masyarakat internasional dalam arti yang lebih sempit, yaitu dengan
berfokus pada diplomasi dan hubungan antar negara dan kesatuan-kesatuan politik
lainnya.
Politik internasional seperti halnya politik domestik terdiri dari elemen-
elemen kerjasama dan konflik, permintan dan dukungan, gangguan dan
38
pengaturan. negara membuat perbedaan antara kawan dan lawan. Politik
internasional memandang tindakan suatu negara sebagai respon atau tindakan
negara lain. Dengan kata lain, politik internasional adalah proses interaksi antara
dua negara atau lebih.(Plano dan Olton, 1999:5)
Di dalam politik internasional dipelajari juga mengenai pola tindakan negara
terhadap lingkungan eksternalnya sebagai reaksi atas respon negara lain. Selain
mencakup unsur power, kepentingan dan tindakan, politik internasional juga
mencakup perhatian terhadap sistem internasional, deterrence dan perilaku para
pembuat keputusan dalam situasi konflik.(Holsti, 1995:20)
Politik internasional merupakan proses interaksi yang berlangsung dalam
suatu wadah atau lingkungan, atau suatu proses interaksi, interelasi dan interplay
antar aktor dalam lingkungannya.
Faktor-faktor utama dalam lingkungan internasional dapat diklasifikasikan
dalam tiga hal, yaitu:
(1) Lingkungan fisik, seperti lokasi geografi, sumber daya alam dan teknologi
suatu bangsa;
(2) Penyebaran sosial dan perilaku, yang didalamnya mengandung pengertian
sebagai hasil pemikiran manusia sehingga menghasilkan budaya politik
serta munculnya kelompok-kelompok elit tertentu;
(3) Timbulnya lembaga-lembaga politik dan ekonomi serta organisasi-
organisasi internasional dan perantara-perantara ekonomi serta politik
lainnya.(Maso’ed, 1994: 184)
39
Interaksi antara negara-negara dalam melaksanakan politik luar negeri
mencakup empat klasifikasi situasi yaitu konflik, kompetisi, kooperasi
(kerjasama), dan integrasi.
Objek kajian dalam politik internasional juga merupakan objek kajian kajian
didalam politik luar negeri, dimana keduanya menitik beratkan pada penjelasan
mengenai kepentingan, tindakan, serta power.
2.4 Regionalisasi
Secara praktis, konsep regionalisme sering digunakan secara silih berganti
dengan konsep region/ kawasan, subregion/ subkawasan, atau subsistem. Diantara
para sarjana Hubungan Internasional sendiri terdapat ketidaksepakatan mengenai
definisi baku konsep ini.
Joseph S. Jr. Nye, seorang teoritisi Hubungan Internasional dari Amerika
Serikat menyatakan bahwa suatu pembagian region/ kawasan yang didasarkan
pada aspek keamanan mungkin dapat berbeda dari region/ kawasan ekonomi.
Secara teoritis, pembahasan mengenai keterhubungan konsep keamanan
dengan kawasan dapat ditelusuri melalui konsep ecological Triad yang diberikan
Harold dan Margareth Sprout. Konsep ini terdiri dari aktor/ pelaku; lingkungan
dan hubungan antara actor dan lingkungan. Suatu aktor (negara dan bangsa) akan
selalu berinteraksi dengan lingkungan eksternalnya baik yang secara geografis
berdekatan maupun berjauhan. Ditinjau dari peringkat analisa, Barry Buzan
mengklasifikasikan region sebagai peringkat analisa yang menjembatani antara
peringkat analisa negara dan system internasional.
40
Beberapa teoritisi lain mengklasifikasikan suatu kawasan dalam lima
karakteristik. Pertama, negara-negara yang tergabung dalam suatu kawasan
memiliki kedekatan geografis. Kedua, mereka memiliki pula kemiripan
sosiokultural. Ketiga, terdapatnya kemiripan sikap dan tindakan politik seperti
yang tercermin dalam organisasi internasional. Kempat, kesamaan keanggotaan
dalam organisasi internasional. Dan terakhir, adanya ketergantungan ekonomi
yang diukur dari perdagangan luar negeri sebagai bagian dari proporsi pendapatan
nasional.
Pendapat lain mengenai konsep region diberikan pula oleh Louis Cantori dan
Steven Spiegel. Kedua teoritisi ini mendefinisikan kawasan sebagai dua atau lebih
negara yang saling berinteraksi dan memiliki kedekatan geogrfis, kesamaan etnis,
nahasa, budaya, keterkaitan social dan sejarah dan perasaan identitas yang
seringkali meningkat disebabkan adanya aksi dan tindakan dari negara-negara
diluar kawasan. Lebih jauh, mereka membagi subordinate system kedalam tiga
bagian: core sector (negara inti kawasan), peripheral sector (negara pinggiran
kawasan) dan intrusive system (negara eksternal kawasan yang dapat
berpartisipasi dalam interaksi kawasan).
Interaksi antarnegara dalam kawasan, menurut Cantori dan Spiegel, terdiri
atas empat variabel, yakni sifat dan tingkat kohesivitas aktor yang akan
menentukan tingkat interaksi diantara mereka, sifat komunikasi dalam kawasan;
tingkat power yang dimiliki aktor kawasan dan struktur hubungan antar actor
dalam kawasan.
41
Kerjasama antar negara-negara yang berada dalam suatu kawasan untuk
mencapai tujuan regional bersama adalah salah satu tujuan utama mengemukanya
regionalisme. Dengan membentuk organisasi regional dan atau menjadi anggota
organisasi regional, negara-negara anggota telah menggalang bentuk kerjasama
intra-regional, dengan kata lain negara-negara dalam suatu kawasan telah
melakukan distribusi kekuasaan diantara mereka untuk mencapai tujuan bersama.
(Perwita & A. Yani, 2005:103-108)
Berikut ini adalah kriteria yang paling umum digunakan untuk
mengelompokkan negara-negara kedalam kawasan:
1) Kriteria Geografis: mengelompokkan negara-negara berdasarkan
lokasinya dalam benua, sub-benua, dan lain-lain.
2) Kriteria politik/militer: mengelompokkan negara-negara berdasarkan
keikutsertaannya dalam berbagai aliansi atau berdasarkan orientasi ideology
dan politik.
3) Kriteria ekonomi: mengelompokkan negara-negara berdasarkan
kriteria-kriteria terpilih mengenai perkembangan (pembangunan) ekonomi.
4) Kriteria Transaksional: mengelompokkan negara-negara berdasarkan
jumlah dan frekuensi pertukaran penduduk, barang-barang dan jasa.
(Coulumbis & Wolfe, 1999:312-313)
42
2.5 Militer
Militer dibentuk, diorganisir dan dipersiapkan untuk melawan kekuatan dari
luar. Dengan kata lain militer dipersiapkan untuk melawan musuh dari luar
negara. (Said, 2001:14)
Kekuatan militer adalah untuk melindungi negara terhadap serangan negara
lain, dan bila dianggap perlu digunakan sebagai pengambil keputusan luar negeri
dalam peperangan, peran pasukan militer yang paling penting adalah kapasitasnya
untuk mencegah terjainya kerusuhan sosial dan politik didalam negeri. (Coplin,
1992:128)
Dalam menaksir kapasitas suatu negara dalam menggunakan angkatan
bersenjatanya untuk politik luar negeri, kita perlu menentukan tingkat
“keterikatan” kapasitas militer terhadap ancaman instabilitas didalam negeri,
karena adanya keterikatan militer yang kuat terhadap instabillitas dalam negeri
menyebabkan angkatan bersenjata yang tersedia untuk tujuan politik luar negeri
akan berkurang karena harus mengisi pasukan yang ditujukan untuk
meningkatkan ketertiban internal.
Peran militer didalam negeri biasanya untuk menekan tindak kekerasan
didalam negeri. Tetapi apabila rezim pemerintah dihadapkan pada ketidakstabilan
yang rawan sering terjadi penggunaan angkatan bersenjata sebagai alat untuk
mempertahankan rezim yang berkuasa. Hal yang harus digaris bawahi adalah
bahwa kekuatan militer yang terlalu besar didalam negeri juga bisa menjadi
ancaman bagi rezim yang berkuasa, yaitu kemungkinan terjadinya kudeta militer.
(Coplin, 1992:129)
43
Tiga kriteria dalam menentukan penilaian terhadap kekuatan militer adalah:
1. Jumlah pasukan
2. Tingkat pelatihan
3. Sifat perlengkapan militer (Coplin, 1992:124)
Kekuatan militer adalah gambaran paling jelas mengenai power suatu negara,
dengan kata lain sebuah negara akan memiliki posisi tawar yang diperhitungkan
jika memiliki pasukan militer yang kuat baik secara kualitas maupun kuantitas.
Kesiapsiagaan suatu pasukan militer akan memberi makna aktual terhadap faktor-
faktor geografi, sumber-sumber alam dan kemampuan industry yang dimiliki oleh
suatu negara.
Kemampuan atau kekuatan militer bisa dilihat juga dari alat kelengkapan
militer yang dimiliki dalam mendukung suatu kebijakan luar negeri, dan
kesemuanya tergantung dari inovasi teknologi, sosok pemimpinan yang
memimpin institusi militer, dan kuantitas serta kualitas dari angkatan bersenjata
itu sendiri.
Suatu negara akan dipandang lemah secara militer meski memiliki teknologi
dan kepemimpinan yang handal apabila tidak memiliki jumlah militer yang relatif
besar, karena jumlah personel militer juga menjadi faktor penentu kekuatan
angkatan bersenjata suatu negara.
Jumlah dan mutu militer meliputi persoalan-persoalan antara lain:
1. Memiliki angkatan bersenjata yang besar atau paling sedikit pada masa
damai sekelompok angkatan darat yang terlatih baik dan dipersenjatai secara
khusus dan lengkap.
44
2. Menentukan prioritas mana yang lebih penting, memiliki angkatan siap
tempur dari pada militer yang terlatih.
3. Jumlah angkatan bersenjata sesuai dengan peranan dan tugasnya.
4. Kemampuan secara teknologi dan industri dalam produk senjata, pesawat
udara dan senapan mesin pada masa damai atau mampu mengadakan riset
untuk pembaharuan senjata. (Nasution, 1984:90-92)
Recommended