View
7
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PROFIL SINDROM NEFROTIK
DI POLIKLINIK ANAK RSUP FATMAWATI
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Oleh :
INDRA NUR AKHIR RAHARJANIM 1111103000017
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku
di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 September 2014
Indra Nur Akhir Raharja
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh;
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nyakepada saya dan keluarga, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat dansalam saya sampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga,sahabat dan pengikutnya.
Saya sangat menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, selama masaperkuliahan hingga penyusunan laporan ini, sulit bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini.Oleh karena itu, dengan rasa hormat saya sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaansetinggi-tingginya kepada :
1) Prof. DR.(hc) Dr. M.K Tadjudin, Sp.And selaku dekan Fakultas Kedokteran dan IlmuKesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beserta jajaran wakil dekan Dr. H. M.Djauhari Widjajakusumah, AIF, PFK , DR. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes dan DR.Delina Hasan, Apt, M.Kes.
2) Dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK dan Dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACSselaku ketua dan sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran danIlmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3) Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Dr. Riva Auda, Sp.A,M.Kes dan Dr. Debbie Latupeirissa, Sp.A(K) selaku dosen pembimbing yang telahbanyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dengan tekun dansabar serta memberikan motivasi sejak awal persiapan hingga penulisan laporan akhirpenelitian ini. Beliau tiada henti-hentinya memberikan arahan, pengetahuan, kritik dansaran yang sangat membangun menjadi tempaan bagi saya dan kawan-kawan untukmenyelesaikan penelitian ini. Dedikasi beliau merupakan contoh bagi saya.
4) Dr. Yanti Susianti, Sp.A dan Dr. Risahmawati, Ph.D selaku penguji sidang laporanpenelitian yang memberikan banyak kritik dan saran yang berharga bagi saya.
5) Dr. Flori Ratnasari, Ph.D selaku dosen penanggung-jawab modul riset angkatan 2011yang selalu membantu selama proses penelitian dan memotivasi untuk menyelesaikanpenelitian ini.
6) Rasa hormat untuk semua guru-guru saya, yang telah begitu banyak membimbing danmemberikan saya kesempatan untuk menimba ilmu selama menjalani masa pendidikanpreklinik di Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7) Drg. Setiawaty, M.Kes selaku direktur umum, SDM dan pendidikan RSUP Fatmawatidan Dr. Dewi Lestarini, Sp.KK, MARS selaku kepala bagian Pendidikan dan PenelitianRSUP Fatmawati yang telah berkenan memberi izin untuk melakukan penelitian serta
vi
Drg. Danik H. selaku penanggung-jawab penelitian saya di RSUP Fatmawati yang telahmembantu kelancaran kegiatan penelitian.
8) Kepada seluruh staf bagian Diklit, staf Poliklinik Anak, staf IRNA B gedung Teratai,dan staf IRMPDI terutama kepada Ibu Dian, Bapak Ismail, Bapak Taufik, Bapak Hasan,Bapak Kholil serta Ibu Balqis yang membantu kelancaran selama proses pengambilandata di RSUP Fatmawati.
9) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama Republik Indonesia yang telahmemberikan kesempatan kepada saya menjadi salah satu anggota penerima BeasiswaSantri Berprestasi di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10) Secara khusus saya sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang terdalam kepadakedua orang tua saya Effy Nursifayanti dan Sismantoro, tiada kata yang dapat sayaucapkan, bimbingan, arahan dan contoh adalah kunci teladan utama yang membuat sayadapat menyelesaikan pendidikan ini. Doa dan harapan mereka selalu menyertai sayaselama hidup terutama saat menempuh pendidikan ini. Untuk saudari-saudari saya ArinaWidyasistha dan Alia Fitri Khairunisa Siswati, terima kasih sedalam-dalamnya atasperhatian dan kasih sayang yang selama ini telah diberikan.
11) Kepada para sahabat yang menemani saya dikala susah dan senang selama prosespenelitian yaitu Bentito Zulyan Pamungkas, Diana Nurmalasari dan Ahmad Riza FaisalHerze. Semoga penelitian ini dapat memotivasi kalian untuk dapat terus belajar.
12) Kepada seluruh teman-teman senasib sepenanggungan, PSPD angkatan 2011, yang telahbanyak memberi dukungan baik moril maupun materil selama bersama-sama menjalanipendidikan.
Akhirnya dengan segala hormat saya sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnyakepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, yang telah membantu danmendukung penyelesaian penelitian ini. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nyakepada kita semua. Amin ya rabbal ‘alamin
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 18 September 2014
Penulis
vii
ABSTRAK
Indra Nur Akhir Raharja. Program Studi Pendidikan Dokter. Profil Sindrom Nefrotik diPoliklinik Anak RSUP Fatmawati.
Sindrom nefrotik merupakan kelainan glomerulopati terbanyak yang menimbulkangangguan ginjal pada anak yang terdiri dari kumpulan gejala klinis berupa proteinuria masif,hipoalbuminemia dan edema disertai dengan atau tanpa hiperkolesterolemia. Tujuan penelitianini adalah untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien sindrom nefrotik di Poliklinik AnakRSUP Fatmawati.
Hasil studi deskriptif potong lintang menunjukkan bahwa selama periode 2011-2014,terdapat 64 pasien sindrom nefrotik idiopatik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati. Usiaberkisar 1-15 tahun (median 3 tahun), jenis kelamin laki-laki 37 anak (57,8%) dan jenis kelaminperempuan 27 anak (42,2%) dengan rasio 1,4:1. Sebagian besar pasien datang dengan keluhanedema 61 anak (95,3%), kejang 2 anak (3,1%) dan demam 1 anak (1,6%). Pada sebagian besarpasien ditemukan gejala klinis berupa hipertensi 48 pasien (75%), hematuria 33 pasien (51,6%)dan infeksi 55 pasien (85,9%) dengan frekuensi tipe infeksi tersering adalah infeksi saluranpernapasan akut 36 pasien (65,4%) dan infeksi saluran kemih 8 pasien (14,8%). Sebagian besarpasien menunjukkan respon sensitif terhadap pengobatan dengan steroid 43 pasien (67,2%),respon dependen steroid 7 pasien (10,9%) dan resisten steroid 14 pasien (21,9%). Pasienmengalami kekambuhan sering 37 pasien (57,8%), kekambuhan jarang 18 pasien (28,1%).Kata kunci : sindrom nefrotik, usia, jenis kelamin, hipertensi, hematuria, infeksi, relaps.
ABSTRACT
Indra Nur Akhir Raharja. Undergraduate Medical Education MD Program. NephroticSyndrome Profile in Fatmawati Teaching Hospital Department of Pediatric.
Nephrotic syndrome is the most glomerulopathy disorder in children that affect renalfunction. It is characterized by massive proteinuria, hypoalbuminemia, edema with/withouthypercholesterolemia. There is still a lack in profile study of nephrotic syndrome. The objectiveof this study is to identify the characteristic of nephrotic syndrome in Fatmawati TeachingHospital Department of Pediatric.
A cross sectional descriptive study was done from 2011 until 2014. During this period64 children with nephrotic syndrome who were diagnosed by idiopathic nephrotic syndromeconsecutively selected. There were 37 boys and 27 girls (ratio 1.4:1) with nephrotic syndrome,the age ranged from 1-15 years (median was 3 years). Mostly, patient reason for encounterwere recorded are edema 61 (95.3%), seizure 2 (3.1%) and fever 1 (1.6%). Accompanied byclinical symptoms such hypertension 48 (75%), hematuria 33 (51.6%) and infection 55(85.9%). The most common type of infection were acute respiratory infection 36 (65.4%) andurinary tract infection 8 (14.8%). Most patient showed sensitive response to steroid treatment43 (67.2%). 37 (57.8%) from all the patient observed had frequent relapsed and 18 (28.1%)had infrequent relapse.Key words : nephrotic syndrome, age, gender, hypertension, hematuria, infection, relapse.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ……………………………………………………………………. i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………….. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………………... iii
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………………... iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………... v
ABSTRAK ……………………………………………………………………….…… vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………. viii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………. x
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………. xi
DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………………………... xii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang ...……………………………………………………………… 2
1.2 Rumusan Masalah …...………………………………………………………... 2
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………………... 2
1.3.1 Tujuan Umum …………………………………………………………... 2
1.3.2 Tujuan Khusus …………………………………………………………... 3
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………………….. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..………………………………………………….... 5
2.1 Definisi Sindrom Nefrotik …………………………………………………..... 5
2.2 Etiologi Sindrom Nefrotik ……………………………………………………. 5
2.3 Klasifikasi Sindrom Nefrotik …………………………………………………. 5
2.4 Patogenesis Sindrom Nefrotik ………………………………………………... 6
2.5 Patofisiologi Sindrom Nefrotik ……………………………………………….. 8
2.5.1 Proteinuria ………………………………………………………………. 8
2.5.2 Hipoalbuminemia ……………………………………………………….. 9
2.5.3 Kelainan Metabolisme Lemak ………………………………………….. 9
2.5.4 Edema …………………………………………………………………… 10
2.6 Diagnosis Sindrom Nefrotik ………………………………………………...... 13
2.7 Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik …………………………………………… 14
ix
2.7.1 Pengobatan Dengan Kortikosteroid …………………………………….. 14
2.8 Kerangka Teori ……………………………………………………………….. 16
2.9 Kerangka Konsep ……………………………………………………………... 17
2.10 Definisi Operasional …..…………………………………………………….. 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………………………….. 21
3.1 Desain Penelitian ……………………………………………………………… 21
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………………… 21
3.3 Populasi dan Subjek Penelitian ……...………………………………………... 21
3.4 Besar Sampel Penelitian ………………………………………………………. 21
3.5 Teknik Pemilihan Sampel …………………………………………………….. 22
3.6 Identifikasi Variabel …………………………………………………………... 22
3.7 Kriteria Subjek Penelitian …………………………………………………….. 22
3.9 Cara Kerja Penelitian …………………………………………………………. 23
3.10 Alur Penelitian ………………………………………………………………. 23
3.11 Pengelolaan dan Analisis Data ………………………………………………. 23
3.12 Etika Penelitian ……………………………………………………………… 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...………………………………………….. 25
4.1 Hasil …………………………………………………………………………... 25
4.1.1 Karakteristik Demografis Subjek Penelitian ……………………………. 25
4.1.2 Gambaran Klinis Subjek Penelitian …………………………………….. 26
4.1.3 Gambaran Pasien Sindrom Nefrotik ……………………………………. 27
4.2 Pembahasan …………………………………………………………………… 28
4.3 Keterbatasan Penelitian ………………………………………………………. 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...…………………………………………… 32
5.1 Kesimpulan …………………………………………………………………… 32
5.2 Saran ………………………………………………………………………….. 33
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 34
LAMPIRAN ………………………………………………………………………….. 36
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Karakteristik demografis pasien sindrom nefrotik …………………………. 25
Tabel 4.2 Keluhan Utama pasien ……………………………………………………... 26
Tabel 4.3 Gambaran klinis yang ditemukan pada pasien …………………………….. 26
Tabel 4.4 Frekuensi dan tipe infeksi pada sindrom nefrotik ………………………….. 27
Tabel 4.5 Gambaran respon pengobatan steroid ……………………………………… 27
Tabel 4.6 Gambaran Kekambuhan/relaps pasien sindrom nefrotik …………………... 28
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Beberapa kemungkinan reaksi imun antigen glomerulus yang dapat menyebabkanpeningkatan permeabilitas dinding kapiler ……………………………... 7
Gambar 2.2 Skema ‘underfilled theory’ ……………………………………………… 11
Gambar 2.3 Skema ‘overfilled theory’ ………………………………………………... 12
xii
DAFTAR SINGKATAN
SN Sindrom Nefrotik
ISKDC International Study of Kidney Disease in Children
RSUP Rumah Sakit Umum Pusat
IRMPDI Instalasi Rekam Medik dan Pusat Data Informasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom Nefrotik (SN) merupakan kelainan glomerulopati terbanyak yang
menimbulkan gangguan ginjal pada anak. Penyakit ini merupakan kumpulan sindrom yang
terdiri dari gejala klinis berupa proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan edema disertai dengan
atau tanpa hiperkolesterolemia. 1,2
Angka kejadian SN biasanya lebih tinggi pada anak-anak dari ras Asia dan Afrika.
Insidensi penyakit SN ini 2 kasus per-tahun tiap 100.000 anak berusia kurang dari 16 tahun
dengan prevalensi kumulatif 16 per 100.000 anak. Sementara di Indonesia kejadian SN
dilaporkan terjadi 6 kasus per-tahun tiap 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun, dengan
perbandingan anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Data yang diperoleh dari luar negeri
menunjukkan duapertiga kasus SN dijumpai pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun.1,2
Mayoritas kasus anak dengan SN menderita tipe idiopatik atau primer (90%) yang tidak
disertai penyakit sistemik dan kelainan glomerulus yang disebabkan kelainan/lesi minimal
dengan angka delapan puluh lima persen. SN idiopatik merupakan kelainan kronis yang sering
mengalami kekambuhan (relapse). SN idiopatik dapat diklasifikasikan sesuai dengan kriteria
kekambuhan; penderita yang mengalami kekambuhan ≤ 3 kali dalam satu tahun disebut sebagai
infrequent relapse/kekambuhan jarang, sementara penderita dengan kekambuhan ≥ 4 kali dalam
satu tahun disebut sebagai frequent relapse/kekambuhan sering. International Study of Kidney
Disease in Children (ISKDC) melaporkan bahwa insidensi relaps dapat mencapai 76-90%
dengan persentase frequent relapse mencapai 60%. Sementara di Indonesia didasarkan pada
hasil penelitian yang dilakukan di Departemen Kesehatan Anak RSUP Soetomo Surabaya,
didapatkan prevalensi angka kejadian kekambuhan mencapai 63,6% terdiri dari infrequent
relapse (50,5%) dan frequent relapse (13,3%).1,3
Kekambuhan terus-menerus pada anak penderita SN dapat menimbulkan masalah besar
pada kesehatan anak baik dalam hal kualitas hidup, proses tumbuh-kembang, maupun dampak
2
efek samping dari pengobatan steroid dalam jangka waktu panjang. Oleh karena itu,
penegakkan diagnosis yang tepat dan cepat penting untuk menentukan penatalaksanaan holistik
pada anak dengan SN sehingga risiko kekambuhan dapat ditekan.
Studi mengenai SN pada anak sebenarnya telah banyak dilakukan di berbagai negara
terutama di negara-negara dengan angka prevalensi kejadian SN serta kekambuhannya yang
tinggi termasuk di Indonesia, seperti studi yang dilakukan oleh M. Sjaifullah Noer (2005)
mengenai Predictors of Relapse in Steroid-Sensitive Nephrotic Syndrome dan M.N Sarker et al
(2012) mengenai Risk Factors for Relapse in Childhood Nephrotic Syndrome – A Hospital
Based Retrospective Study. 1,4
Banyaknya penelitian serta tingginya antusiasme peneliti-peneliti untuk
mengidentifikasi SN pada anak didasarkan karena tingginya angka morbiditas anak penderita
SN. Namun studi-studi tersebut dimungkinkan belum cukup memberikan informasi yang
menyeluruh mengenai SN pada anak, karena kebanyakan studi hanya menggunakan data yang
diperoleh dari satu departemen/center di rumah sakit tertentu. Oleh sebab itu, peneliti merasa
penting untuk mengidentifikasi varian data dari gambaran karakteristik populasi yang berbeda
terutama pada pasien SN di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati. Sehingga diharapkan hasil
penelitian dapat melengkapi penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah
bagaimana gambaran karakteristik pasien sindrom nefrotik di poliklinik anak RSUP Fatmawati.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi karakteristik demografis, gambaran klinis ,dan laboratorium pada
pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.
3
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik usia pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak
RSUP Fatmawati.
2. Mengetahui karakteristik jenis kelamin pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik
Anak RSUP Fatmawati.
3. Mengetahui gambaran manifestasi klinis infeksi pada pasien sindrom nefrotik di
Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.
4. Mengetahui gambaran manifestasi klinis hipertensi pada pasien sindrom nefrotik di
Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.
5. Mengetahui gambaran manifestasi klinis hematuria pada pasien sindrom nefrotik di
Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.
6. Mengetahui gambaran keluhan utama yang dijumpai pada pasien sindrom nefrotik di
Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.
7. Mengetahui gambaran karakteristik respon pengobatan steroid pada pasien sindrom
nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.
8. Mengetahui gambaran kekambuhan pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak
RSUP Fatmawati.
4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai salah satu syarat menyelesaikan program studi pendidikan dokter untuk
memperoleh gelar sarjana kedokteran.
Sebagai media pembelajaran dan untuk menambah pengetahuan mengenai
penelitian dalam bidang kedokteran serta profil sindrom nefrotik di Poliklinik
Anak RSUP Fatmawati.
1.4.2 Bagi Institusi
Menjadi referensi penelitian Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan para klinisi untuk mengidentifikasi
anak penderita sindrom nefrotik.
1.4.3 Bagi Pendidikan
Menjadi sumber informasi yang memiliki dasar bukti ilmiah mengenai profil
sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati.
Menjadi pembelajaran dalam melakukan penelitian terutama di bidang
kedokteran
1.4.3 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi bagi masyarakat luas mengenai profil sindrom nefrotik
pada anak.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Sindrom Nefrotik
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan kumpulan gejala
yang terdiri atas proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema, dan dapat disertai
hiperkolesterolemia.2
2.2 Etiologi Sindrom Nefrotik
Setiap penyakit yang menyebabkan perubahan fisiologi glomerulus sehingga
mengakibatkan bocornya albumin plasma ke ruang Bowman dalam jumlah masif dan cukup
lama dapat menimbulkan sindrom nefrotik. Terdapat tiga penyebab SN pada anak antara lain 2 :
1. Kelainan glomerulus akibat kelainan bawaan saat lahir disebut SN kongenital.
Umumnya kasus SN tipe Finlandia yang diturunkan secara autosomal resesif.
2. Penyakit glomerulus primer, penyakit terbatas hanya pada glomerulus sehingga
disebut sebagai SN primer atau idiopatik.
3. Penyakit sistemik dengan ginjal sebagai salah satu organ yang mengikuti
penyakit antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch-
Schӧnlein, amiloidosis dan infeksi dengan HIV, parvovirus B19, serta hepatitis
B atau C sehingga disebut sebagai SN sekunder.
2.3 Klasifikasi Sindrom Nefrotik
Klasifikasi yang dianjurkan oleh Studi International mengenai penyakit ginjal pada
Anak/International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) didasarkan pada gambaran
histopatologi hasil penemuan biopsi dan temuan klinis pada SN dengan kelainan glomerulus
primer seperti yang tertera di bawah ini 2,5 ;
1. Kelainan minimal (SNKM)
2. Glomerulosklerosis (GS)
6
a. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
b. Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
3. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
4. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
5. Glomerulonefritis kresentik (GNK)
6. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
a. GNMP tipe I dengan deposit subendotelial
b. GNMP tipe II dengan deposit intramembran
c. GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial
7. Glomerulopati membranosa (GM)
8. Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)
Selain itu terdapat klasifikasi lain yang didasarkan pada respons terhadap pengobatan
steroid lebih sering digunakan untuk menentukan prognosis dibandingkan klasifikasi
berdasarkan patologi anatomi. Kelompok klasifikasi respons klinis steroid yang termasuk dalam
SN primer atau idiopatik antara lain 6 :
1. SN Sensitif Steroid
2. SN Resisten Steroid
2.4 Patogenesis Sindrom Nefrotik
Mekanisme patogenesis yang dianggap terjadi pada SN dapat dibagi menjadi 3
kelompok besar, (1) akibat proses imunologis dengan faktor lingkungan serta endogen yang
berperan sebagai faktor pencetus dan risiko yang memperberat kelainan glomerulus, (2) akibat
kelainan biokimiawi, biasa pada kelainan kongenital seperti gangguan metabolisme protein,
lipid, dan karbohidrat yang diturunkan secara genetik, (3) akibat kelainan hemodinamik yang
mengganggu integritas sirkulasi kapiler glomerulus.2,7,8-10
Pada dasarnya ketiga proses tersebut menimbulkan gangguan integritas fungsi kapiler
glomerulus sehingga menyebabkan gangguan sawar selektif terhadap muatannya, besarnya
molekul menimbulkan gejala proteinuria. Faktor lingkungan seperti infeksi atau konsumsi obat-
obatan tertentu dapat berperan sebagai pencetus dan ikut menimbulkan kelainan glomerulus.
Sementara faktor-faktor endogen seperti autoantibodi, kompleks imun bersirkulasi, fragmen
7
komplemen reaktif dan protein koagulan dapat berperan sebagai faktor pencetus serta berperan
dalam menentukan karakter, luasnya, dan waktu terjadi kelainan. Mengenai proses imunologis
dapat disebutkan bahwa leukosit polimorfonukleus, monosit, limfosit B, trombosit, aktivitas
jalur komplemen klasik dan alternatif, koagulasi, prostaglandin, kinin, angiotensin II, histamin,
faktor agregasi trombosit, interferon, interleukin, dan metabolit oksigen toksik, semua ikut
menentukan timbulnya gejala pada kelainan.2,8-13
Pada saat ini patogenesis dasar timbulnya SN yang banyak dipakai ialah terutama
berdasarkan kelainan imunologis. Mekanisme reaksi antibodi antigen glomerulus endogen yang
ditemukan pada membran basal dan membentuk deposit linier atau granuler bergantung pada
distribusi lokal merupakan proses yang mempunyai dasar patogenesis penting. Antigen yang
ditemukan mengendap pada membran basal tersebut bukan berasal dari jaringan ginjal itu
sendiri (antigen nonrenal). Deposit granuler pada kerusakan glomerulus jenis kompleks imun
sebenarnya merupakan hasil reaksi in situ antara antibodi dan antigen non-renal yang terikat
pada permukaan glomerulus bukan karena terperangkapnya kompleks imun yang ditemukan
pada sirkulasi. Beberapa faktor yang berperan dalam mekanisme tersebut ialah besarnya ukuran
kompleks imun, muatan sawar glomerulus, dan perbedaan daya difusi.2,7,8,11
Gambar 2.1 Beberapa kemungkinan reaksi imun antigen glomerulus yang dapat
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler (Couser dan Salant,
1982)10
8
2.5 Patofisiologi Sindrom Nefrotik
2.5.1 Proteinuria
Proteinuria merupakan salah satu kelainan utama pada SN. Secara klinis
merupakan kelainan yang paling penting dalam penegakkan diagnosis SN, oleh karena
itu proteinuria pada SN dinyatakan “berat” untuk membedakannya dengan kelainan
proteinuria lain yang bukan disebabkan oleh SN. Proteinuria berat telah ditetapkan
dengan batasan > 40 mg/m2 LPB/jam.2,7
A. Selektivitas protein
Kelainan dasar glomerulus menentukan variasi jenis protein yang diekskresikan
pada penderita SN. Pada SNKM proteinuria yang terjadi bersifat selektif karena
hampir seluruhnya terdiri dari albumin. Sementara pada SN dengan kelainan
glomerulus lain didapatkan proteinuria non-selektif, dengan jenis protein yang
diekskresi terdiri atas campuran albumin dan protein dengan berat molekul (BM)
besar. Derajat selektivitas proteinuria dapat ditetapkan dengan membagi rasio
IgG urin terhadap plasma (BM 150.000) dengan rasio urin plasma transferin
(BM 88.000). Rasio kurang dari 0,2 menunjukkan adanya proteinuria selektif,
biasanya terdapat pada penderita SNKM dan responsif terhadap steroid. Namun
pemeriksaan ini dianggap tidak efektif karena sangat bervariasi untuk
membedakan penderita SN dan bukan SN.2,8-10,12,13
B. Perubahan pada filter kapiler glomerulus
Perubahan permeabilitas membran basal juga tergantung terhadap kelainan dasar
glomerulus. Pada SNKM terdapat penurunan klirens semua protein netral
dengan semua berat molekul, namun terdapat peningkatan klirens protein
bermuatan negatif seperti albumin. Hal inilah yang mendasari kelainan utama
SN berupa hilangnya sawar muatan negatif selektif. Namun pada SN dengan
kelainan glomerulonefritis proliferatif klirens molekul kecil menurun dan
molekul besar meningkat. Keadaan ini menunjukkan bahwa di samping
9
hilangnya sawar muatan negatif juga terdapat perubahan sawar ukuran celah pori
atau kelainan dua-duanya.2,7,8,10
Proteoglikan sulfat heparan yang menimbulkan muatan negatif pada lamina rara
interna dan eksterna merupakan sawar utama penghambat keluarnya molekul
muatan negatif, seperti albumin. Dengan hilangnya proteoglikan sulfat heparan
dengan heparatinase mengakibatkan timbulnya albuminuria.2,12,13
Di samping itu terdapat sialoprotein glomerulus yaitu suatu polianion yang
terdapat pada tonjolan kaki sel epitel, tampaknya berperan sebagai muatan
negatif yang penting untuk mengatur sel viseral epitel dan pemisahan tonjolan-
tonjolan kaki sal epitel suatu protein dengan BM 140.000 disebut podocalyxin
mengandung asam sialat terbanyak di daerah tersebut. pada SNKM, kandungan
sialoprotein kembali normal sebagai respons pengobatan steroid.2,12,13
2.5.2 Hipoalbuminemia
Jumlah albumin ditentukan oleh proses sintesis oleh hepar dan pengeluaran dari
akibat degradasi metabolik, ekskresi renal dan gastrointestinal. Pada anak dengan SN
biasanya terdapat hubungan terbalik antara laju ekskresi protein urin dengan derajat
hipoalbuminemia.2,7,8-10
Meningkatnya katabolisme albumin di tubulus renal dan menurunnya
katabolisme ekstrarenal dapat menyebabkan keadaan laju katabolisme absolut yang
normal atau menurun. Jadi pada keadaan hipoalbuminemia menetap, konsentrasi plasma
yang rendah tampaknya disebabkan oleh meningkatnya ekskresi albumin dalam urin dan
meningkatnya katabolisme fraksi pool albumin (terutama disebabkan karena
peningkatan degradasi di dalam tubulus renal) yang melampaui daya sintesis hati.2,8-10
2.5.3 Kelainan metabolisme lemak
Pada pasien SN primer timbul hiperkolesterolemia dan hiperlipidemia terutama
pada tipe kelainan SNKM. Umumnya terdapat korelasi terbalik antara konsentrasi
albumin serum dan kolesterol. Sementara kadar trigliserida lebih bervariasi bahkan
dapat normal pada pasien dengan hipoalbuminemia ringan. Pada pasien SN konsentrasi
10
lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) dan lipoprotein densitas rendah (LDL)
meningkat, dan terkadang sangat mencolok. Sementara lipoprotein densitas tinggi
(HDL) umumnya normal meskipun rasio kolesterol-HDL terhadap kolesterol total tetap
rendah. Hiperlipidemia dapat disebabkan akibat sintesis yang meningkat atau degradasi
yang menurun. Bukti dapat menjelaskan kedua proses abnormal tersebut meningkatnya
sintesis lipoprotein di hati, akan diikuti oleh peningkatan produksi albumin secara
sekunder melalui jalur yang berdekatan. Namun peningkatan kadar lipid juga dapat
terjadi pada kondisi laju sintesis albumin yang normal. Sementara penurunan degradasi
dapat terjadi akibat menurunnya aktivitas lipase lipoprotein secara sekunder yang
disebabkan hilangnya α-glikoprotein asam sebagai stimulan lipase. Pada dasarnya bila
albumin serum kembali normal maka seharusnya kelainan lipid dapat kembali normal.
Lipid dapat juga ditemukan dalam urin berbentuk titik lemak oval dan maltese cross.2
2.5.4 Edema
Terdapat beberapa teori yang dianggap dapat menjelaskan mekanisme timbulnya
edema pada SN, yaitu underfilled theory dan overfilled theory. Karena proses
pembentukan edema bersifat dinamis memungkinkan kedua proses dari dua teori
berbeda berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama.
Hal ini disebabkan karena kelainan glomerulus dapat timbul akibat lebih dari satu
rangsangan.2,8-10
A. Underfilled theory
Teori klasik pembentukan edema adalah menurunnya tekanan onkotik
intravaskular yang menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Dengan
meningkatnya permeabilitas kapiler glomerulus, albumin keluar menimbulkan
albuminuria dan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia akan menyebabkan
turunnya tekanan onkotik koloid plasma intravaskular. Hal ini yag mendasari
meningkatnya transudasi cairan melewati dinding kapiler dari ruang
intravaskular ke ruang interstisial hingga menyebabkan kondisi edema.2,8-10,12,13
Sebagai akibat pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah
arteri dalam sirkulasi akan menurun dibanding volume sirkulasi efektif.
11
Penurunan tersebut merupakan stimulasi timbulnya retensi natrium dan air di
renal. Kondisi itu ditujukan sebagai kompensasi sekunder tubuh untuk menjaga
volume dan tekanan intravaskular tetap normal. Retensi cairan berkelanjutan
menjaga volume plasma, akan mengencerkan protein plasma sehingga
menurunkan tekanan onkotik plasma. Pada akhirnya akan mempercepat gerak
cairan ke ruang interstisial yang justru memperberat edema hingga tercapai
keseimbangan pada kondisi edema stabil.2,8-10
Berdasarkan teori ini diduga terjadi kenaikan kadar renin plasma dan aldosteron
sekunder. Namun hal tersebut tidak ditemukan pada seluruh penderita SN.
Gambar 2.2 Skema ‘underfilled theory’ (Webb dan Postlethwaite, 2003)8
B. Overfilled theory
Beberapa kondisi pada penderita SN ditemukan meningkatnya volume dengan
penekanan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron. Hal tersebut yang
mendasari timbulnya konsep ini, retensi natrium renal dan air terjadi karena
mekanisme intrarenal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sitemik
12
perifer. Retensi ini yang mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan
ekstraselular. Pembentukan edema sebagai akibat dari peristiwa overfilling
cairan ke ruang interstisial. Teori ini dapat pula menjelaskan adanya volume
plasma yang tinggi dengan kadar renin plasma dan aldosteron yang menurun
secara sekunder terhadap kondisi hipervolemia.2,8-10,12,13
Gambar 2.3 Skema ‘overfilled theory’ (Webb dan Postlethwaite, 2003)8
Selain gambaran dari dua teori di atas, Meltzer dkk mengusulkan bentuk
patofisiologi edema dengan menggunakan istilah berbeda yaitu tipe nefrotik dan tipe
nefritik. Tipe nefrotik ditandai dengan volume plasma rendah dan vasokontriksi perifer
dengan kadar renin plasma dan aldosteron yang tinggi. Laju filtrasi glomerulus (LFG)
masih baik meski dengan kadar albumin rendah yang biasanya terdapat pada SNKM.
Karakteristik patofisiologi ini sesuai dengan teori klasik underfillled yaitu retensi
natrium renal dan air sebagai fenomena sekunder. Tipe nefritik ditandai dengan volume
plasma tinggi, tekanan darah tinggi dan kadar renin plasma serta aldosteron yang rendah
kemudian dapat meningkat sesudah persediaan natrium habis. Biasanya tipe nefritik
ditemukan pada glomerulonefritis kronik dengan LFG yang relatif rendah dan albumin
plasma yang tinggi dibanding tipe nefrotik. Karakteristik patofisiologi tipe ini sesuai
dengan teori overfilled bahwa retensi natrium renal dan air merupakan fenomena primer
intrarenal.2,8-10
13
2.6 Diagnosis Sindrom Nefrotik
Kriteria diagnosis SN antara lain 2,6 :
1. Edema. Sebagai gejala klinis utama edema dapat terjadi mulai dari derajat ringan
dengan pembengkakan tungkai atau kelopak mata sampai yang berat yaitu
pembengkakan seluruh tubuh (anasarka). Umumnya timbul secara perlahan dan
sering timbul di tungkai bawah yang kemudian menghilang pada malam hari dan
berpindah ke daerah wajah atau kelopak mata yang terlihat pada pagi harinya.
Edema perlahan-lahan menjalar ke tempat lain di tubuh sampai ke jaringan
longgarnya seperti pada vulva atau skrotum. Dapat ditemukan asites yang cukup
besar hingga menyebabkan mengganggu pernapasan.
2. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau ≥ 0,05 g/kgBB/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2 +).
3. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL.
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL.
Pemeriksaan penujang yang dilakukan, antara lain 2,5 :
1. Urinalisis. Biakan urin dilakukan jika ada indikasi infeksi saluran kemih.
2. Uji kuantitatif protein urin, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari.
3. Pemeriksaan darah
a. Darah tepi lengkap.
b. Albumin dan kolesterol serum.
c. Ureum, kretinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau Schwartz.
d. Komplemen C3; bila dicurigai SN akibat Lupus Eritematosus sistemik
ditambah pemeriksaan dengan komplemen C4, ANA (Anti Nuclear
Antibody), dan anti ds-DNA.
14
2.7 Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit
degan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan
edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orang tua.6
Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut :
1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan.
2. Pengukuran tekanan darah.
3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti
lupus eritematosus sistemik atau purpura Henoch-Schӧnlein.
4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi
perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama
6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat
antituberkulosis (OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema anasarka
yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring
tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema
tidak berat, anak boleh sekolah.
2.7.1 Pengobatan dengan kortikosteroid
A. Terapi inisial
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid
sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2
mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/ hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi.
Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi
badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi
remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40
mg/m2 LPB (2/3 dosis awal), atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari),
15
satu kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis
penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.6
B. Pengobatan SN relaps
Pengobatan SN relaps yaitu diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4
minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN remisi
yang mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian
prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila
terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang
tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥ ++
disertai edema, maka diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan prednison mulai diberikan.6
16
2.8 Kerangka Teori
17
2.9 Kerangka Konsep
18
2.10 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Pengukuran Skala
Sindrom
Nefrotik
Idiopatik
Suatu kumpulan gejala
yang terdiri dari ;
Edema
proteinuria masif
(proteinuria > 40
mg/m2 LPB/jam atau
≥ 0,05 g/kgBB/hari
atau rasio
protein/kreatinin pada
urin sewaktu > 2
mg/mg atau dipstik ≥
2 +)
hipoalbuminemia
(kadar albumin serum
< 2,5 mg/dL)
hiperkolesterolemia
(kadar kolesterol >
220 mg/dL)
yang timbul tidak
diakibatkan oleh penyakit
sistemik maupun secara
kongenital.
Sesuai tertulis dalam rekam medis
Diagnosis dibagi menjadi remisi,
relaps (frequent dan infrequent)
berdasarkan anamnesis
kekambuhan serta respon
pengobatan steroid (resisten,
sensitif dan dependen)
Remisi : proteinuria negatif atau
trace (proteinuria < 4 mg/m2
LPB/jam) 3 hari berturut-turut
dalam 1 minggu
Relaps : proteinuria ≥ 2 +
(proteinuria > 40 mg/m2
LPB/jam) 3 hari berturut-turut
dalam 1 minggu
Sindrom Nefrotik Frequent
Relapse : relaps ≥ 2 x dalam 6
bulan pertama setelah respons
awal atau ≥ 4 x dalam periode 1
tahun
Sindrom Nefrotik Infrequent
Relapse : relaps kurang dari 2 x
dalam 6 bulan pertama setelah
respon awal atau kurang dari 4 x
per tahun pengamatan
Dependen steroid : relaps 2 x
berurutan pada saat dosis steroid
diturunkan (alternating) atau
Nominal
19
(lanjutan)
Variabel Definisi Cara Pengukuran Skala
dalam 14 hari setelah pengobatan
dihentikan
Resisten steroid : tidak terjadi
remisi pada pengobatan prednison
dosis pennuh (full dose) 2
mg/KgBB/hari selama 4 minggu
Sensitif steroid : remisi terjadi
pada pemberian prednison dosis
penuh selama 4 minggu
Usia Usia pasien ketika
didiagnosis sindrom
nefrotik
Sesuai tertulis dalam rekam medis Interval
Jenis kelamin Indikasi jenis kelamin
ketika lahir sebagai :
Laki-laki
Perempuan
Sesuai tertulis dalam rekam medis Nominal
Infeksi Infeksi saluran kemih
(ISK) adalah keadaan
bertumbuh dan
berkembang biaknya
kuman atau mikroba
di dalam saluran
kemih dalam jumlah
yang bermakna
Infeksi Saluran
Pernapasan Akut
(ISPA) adalah infeksi
saluran pernapasan
Sesuai tertulis dalam rekam medis
Diagnosis klinis ISK dapat
ditegakkan pada anak dengan
demam atau dengan keluhan
gangguan berkemih seperti
disuria, polakisuria, urgency,
frequency, ngompol, nyeri
pinggang disertai kelainan pada
urinalisis seperti leukosituria, uji
nitrit positif, leukosit esterase
positif dan/atau disertai
pemeriksaan standar baku
Nominal
20
(lanjutan)
Variabel Definisi Cara Pengukuran Skala
oleh bakteri atau
virus yang
berlangsung sampai
dengan 14 hari
diagnosis ISK dengan biakan urin
Hipertensi Rata-rata TD Sistolik dan
Diastolik ≥ 95 persentil
menurut umur, jenis
kelamin dan tinggi badan
pada pengukuran tiga kali
berturut-turut
Sesuai tertulis dalam rekam medis
Menggunakan rekomendasi baku
tekanan darah pada anak
berdasarkan The Fourth Report on
the Diagnosis, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure
in Children and Adolescents (The
Fourth Report) tahun 2003
Nominal
Hematuria Adanya darah dalam urin.
Hematuria makroskopis
atau gross dapat terlihat
secara kasat mata,
sementara hematuria
mikroskopis hanya dapat
dideteksi dengan uji
dipstick yang dipastikan
dengan pemeriksaan
mikroskop sedimen urin
Sesuai tertulis dalam rekam medis
Diagnosis hematuria dengan uji
dipstick positif dan/atau disertai
konfirmasi sedimen urin secara
mikroskopis apabila paling sedikit
dalam 3 kali pemeriksaan
urinalisis dalam kurun waktu 2-3
minggu menunjukkan lebih dari 5
sel darah merah per lapang
pandang besar
Nominal
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah studi deskriptif potong lintang. Dengan menggunakan data
sekunder dari rekam medik pasien sindrom nefrotik yang diperoleh dari Poliklinik Anak dan
Instalasi Rekam Medik dan Pusat Data Informasi (IRMPDI) Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di IRMPDI dan Poliklinik Anak Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta Selatan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2014.
3.3 Populasi dan Subjek Penelitian
Populasi target penelitian adalah semua pasien dengan sindrom nefrotik. Populasi
terjangkau adalah semua pasien sindrom nefrotik rawat jalan di Poliklinik Anak RSUP
Fatmawati. Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang telah memenuhi kriteria inklusi
penelitian.
3.4 Besar Sampel Penelitian
Perkiraan besar minimal sampel pada penelitian deskriptif ini diambil berdasarkan
rumus besar sampel deskriptif kategorik untuk menentukan jumlah sampel yang diperlukan.
n=dengan; n = jumlah besar sampel minimal
Zα = deviat baku α, α= kesalahan tipe I
P = proporsi kategori variabel yang diteliti
Q = 1 – P
d = presisi
22
Pada penelitian ini, diasumsikan melalui judgement nilai P (prevalensi) sebesar 50%
serta menetapkan kesalahan tipe I sebesar 5% sehingga Zα = 1,96 dengan nilai presisi (d) 15%.
Besar sampel yang diperoleh melalui perhitungan sebagai berikut. Dari perhitungan tersebut,
jumlah sampel minimal yang diperoleh adalah 43.
3.5 Teknik Pemilihan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara Consecutive Sampling (Non-probablity
Sampling) dari data tahun yang paling aktual 2014 dimulai dari bulan Juli retrospektif ke
belakang hingga data bulan Januari tahun 2011.
3.6 Identifikasi Variabel
Variabel bebas terdiri dari :
1. karakteristik : usia dan jenis kelamin
2. Manifestasi klinis : infeksi, hipertensi, hematuria, keluhan utama
3. gambaran karakteristik respon pengobatan steroid
4. gambaran kekambuhan
Variabel tergantung adalah Sindrom Nefrotik.
3.7 Kriteria Subjek Penelitian
Kriteria inklusi subjek penelitian :
Rekam medik pasien sindrom nefrotik yang didiagnosis tipe idiopatik.
Kriteria eksklusi subjek penelitian :
1. Rekam medik pasien sindrom nefrotik yang didiagnosis tipe kongenital.
2. Rekam medik pasien sindrom nefrotik yang didiagnosis tipe sekunder akibat
penyakit sistemik.
3. Rekam medis pasien sindrom nefrotik yang memiliki data tidak lengkap.
23
3.9 Cara Kerja Penelitian
Data sekunder dikumpulkan berdasarkan catatan rekam medik lengkap sesuai kebutuhan
yang berisi keterangan mencakup data status lengkap pasien, anamnesis, hasil pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan laboratorium penunjang. Pengambilan data rekam medis pasien sindrom
nefrotik dimulai Juli – Agustus 2014, jumlah sampel yang diambil akan dibatasi oleh jadwal
pelaksanaan penelitian.
3.10 Alur Penelitian
3.11 Pengelolaan dan Analisis Data
Pengolahan, analisis serta penyajian data sekunder yang telah terkumpul menggunakan
program SPSS 17.0 for windows. Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat.
Semua data akan diolah menggunakan analisis statistik univariat yang bersifat deskriptif untuk
mengetahui distribusi frekuensi serta persentase setiap variabel yang diteliti.
24
3.12 Etika Penelitian
Ethical clearance penelitian ini telah diajukan kepada Panitia Etik Penelitian
Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Semua data yang didapat dari rekam medis yang
digunakan sebagai sampel penelitian akan dijaga kerahasiaannya.
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Karakteristik Demografis Subjek Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh selama periode 4 tahun terhitung mulai Januari
2011 sampai Juli 2014 pasien sindrom nefrotik yang ditangani di Poliklinik Anak RSUP
Fatmawati tercatat sebanyak 64 kasus. Gambaran karakteristik demografis yang
disajikan dalam penelitian ini meliputi usia dan jenis kelamin pasien.
Tabel 4.1 Karakteristik demografis pasien sindrom nefrotik
Karakteristik Jumlah Persentase (%)
Usia 1-4 tahun 40 62,5
5-9 tahun 13 20,3
≥ 10 tahun 11 17,2
Jenis
Kelamin
Laki-laki 37 57,8
Perempuan 27 42,2
Total 64 (100%) 64 100
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medik dan Poliklinik Anak Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan. Waktu penelitian dilaksanakan pada
bulan Juli – Agustus 2014. Dari gambaran distribusi demografis pasien sindrom nefrotik
di poliklinik anak diketahui mayoritas 40 anak (62,5%) berada pada kelompok usia 1-4
tahun, rentang usia pasien antara 1 tahun sampai 15 tahun dengan median 3 tahun.
Sementara jumlah pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 37 anak (57,8%) dan
pasien perempuan sebanyak 27 anak (42,2%).
26
4.1.2 Gambaran Klinis Subjek Penelitian
Pada gambaran klinis diketahui bahwa sebagian besar pasien datang dengan
keluhan awal berupa gejala klinis edema 61 anak (95,3%), demam 1 anak (1,6%), dan
kejang 2 anak (3,1%).
Tabel 4.2 Keluhan utama pasien
Keluhan utama Jumlah Persentase (%)
Demam 1 1,6
Edema 61 95,3
Kejang 2 3,1
Total 64 100
Selain itu sebagian besar pasien yang diobservasi mengalami gejala klinis berupa
hipertensi, hematuria dan infeksi saat onset sindrom nefrotik.
Tabel 4.3 Gambaran klinis yang ditemukan pada pasien
Manifestasi klinis Ya Persentase (%) Tidak Persentase (%)
Hipertensi 48 75 16 25
Hematuria 33 51,6 31 48,4
Infeksi 55 85,9 9 14,1
Pasien sindrom nefrotik yang mengalami hipertensi sebanyak 48 anak (75%) dan
pasien yang mengalami hematuria sebanyak 33 anak (51,6%). Sementara frekuensi
infeksi pada pasien ditemukan sebanyak 55 anak (85,9%), dengan frekuensi tipe infeksi
terbanyak adalah infeksi saluran napas atas (ISPA) dan infeksi saluran kemih (ISK)
dengan jumlah masing-masing 36 anak (65,4%) dan 8 anak (14,8%).
27
Tabel 4.4 Frekuensi dan tipe infeksi pada pasien sindrom nefrotik
Tipe Jumlah Persentase (%)
Dengan infeksi Diare 1 1,8
Filariasis 1 1,8
ISK 8 14,8
ISK + Selulitis 1 1,8
ISK + ISPA 5 9
ISPA 36 65,4
ISPA + OMA 1 1,8
Tuberkulosis 1 1,8
Peritonitis 1 1,8
Total 55 100
4.1.3 Gambaran Pasien Sindrom Nefrotik
Berdasarkan respon terhadap pengobatan dengan steroid ditemukan bahwa
sebagian besar pasien sindrom nefrotik sensitif terhadap pengobatan steroid dengan
frekuensi sebanyak 43 anak (67,2%) dan pasien sindrom nefrotik dependen steroid
sebanyak 7 anak (10,9%). Sementara pasien yang mengalami resistensi terhadap
pengobatan dengan kortikosteroid sebanyak 14 anak (21,9%).
Tabel 4.5 Gambaran respon pengobatan steroid
Respon pengobatan Jumlah Persentase (%)
Sensitif 43 67,2
Dependen 7 10,9
Resisten 14 21,9
Total 64 100
Berdasarkan kekambuhan/relaps sindrom nefrotik, pada penelitian ini diketahui
jumlah pasien mengalami kekambuhan 55 anak (85,9%) baik frekuensi sering maupun
28
jarang dengan jumlah masing-masing 37 anak (57,8%) dan 18 anak (28,1%). Sementara
pasien yang tidak mengalami kekambuhan diketahui sebanyak 9 anak (14,1%).
Tabel 4.6 Gambaran kekambuhan/relaps pasien sindrom nefroik
Frekuensi kekambuhan Jumlah Persentase (%)
Relaps Sering 37 57,8
Jarang 18 28,1
Non-relaps 9 14,1
Total 64 100
4.2 Pembahasan
Prevalensi sindrom nefrotik di Indonesia dilaporkan terjadi 6 kasus per-tahun tiap
100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan
adalah 2:1. Pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian pasien sindrom nefrotik berada di
kelompok usia 1-4 tahun dengan jumlah 40 (62,5%). Hal tersebut berbeda dengan penelitian
Nilawati GAP (2012) di RSUP Sanglah Denpasar yang melaporkan distribusi pasien sindrom
nefrotik berdasarkan kelompok usia dengan jumlah tertinggi 52 (76,4%) terdapat pada
kelompok usia 5-9 tahun. Sementara hasil sesuai ditujukan pada penelitian Rahi K dkk (2009)
yang melaporkan distribusi usia pada kelompok 1-5 tahun merupakan kelompok dengan
presentase angka kejadian sindrom nefrotik tertinggi dengan jumlah 64 (53,3%). Penelitian lain
yang mendukung hasil yang sesuai juga didapatkan pada penelitian Sarker Mst.N dkk (2012)
dan Noer MS (2005) masing-masing melaporkan kejadian sindrom nefrotik tertinggi pada
kelompok usia ≤ 6 tahun dengan jumlah 67 anak (67%) dan 59 anak (59,6%).1,4,14,15
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin sebagian besar pasien
sindrom nefrotik merupakan anak laki-laki 37 (57,8%) dengan perbandingan laki-laki dan
perempuan berkisar 1,4:1. Pada penelitian lain Nilawati GAP (2012) didapatkan kecenderungan
serupa dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan berkisar 3:1 dengan presentase
jenis kelamin laki-laki 50 (73,5%). Penelitian lain yang medukung hasil sesuai juga dilaporkan
olen Rahi K dkk (2009) dan Constantinescu AR dkk (2000) masing-masing melaporkan
29
presentase pasien sindrom nefrotik berjenis kelamin laki-laki 73 (60,83%) dengan rasio 1,5:1
dan 38 (67,9%) dengan rasio 1,8:1.4,14-17
Gambaran klinis berupa keluhan utama dan gejala klinis lain yang menyertai pada
pasien sindrom nefrotik biasanya berupa edema yang timbul secara lokal saat permulaan
terutama di sekitar preorbita dan pretibia, namun secara progresif dapat menyebabkan edema
yang bersifat anasarka. Pada penelitian ini, didapatkan hampir keseluruhan pasien datang akibat
keluhan timbulnya edema 61 (95,3%) sementara beberapa pasien datang dengan keluhan lain
yang dapat timbul diakibatkan komplikasi dari sindrom nefrotik diantaranya kejang 2 (3,1%)
dan demam 1 (1,6%). Hal serupa dilaporkan oleh Nilawati GAP (2012) pada sebagian besar
pasien datang dengan keluhan bengkak 62 (91%) dan yang lainnya datang dengan keluhan
demam, kejang, dan syok.14
Gejala lain yang timbul menyertai keluhan utama yang ditemukan pada sebagian besar
pasien antara lain hipertensi 48 (75%), hematuria 33 (51,6%), dan infeksi 55 (85,9%). Gejala-
gejala klinis tersebut dapat dihubungkan dengan kecenderungan kejadian dan frekuensi
kekambuhan/relaps.
Manifestasi klinis hipertensi yang ditemukan pada sebagian besar pasien (75%) berbeda
dengan hasil penelitian Subandiyah K (2004) yang melaporkan kejadian hipertensi pada pasien
sindrom nefrotik sebesar 25 (27,47%). Penelitian Noer MS (2005) juga menunjukkan angka
presentase kejadian yang rendah yaitu 22,2% pasien sindrom nefrotik mengalami hipertensi.
Sementara Wisata L (2010) menemukan hipertensi pada 33 (43,42%) pasien.1,18,19
Dari hasil penelitian didapatkan 51,6% pasien menimbulkan menifestasi klinis berupa
hematuria, hal tersebut menunjukkan angka yang lebih tinggi dibanding dengan laporan
penelitian Constantinescu AR dkk (2000) yang mencatat 26 (46,4%) pasien sindrom nefrotik
mengalami hematuria. Presentase kejadian hematuria lebih kecil lagi ditunjukkan oleh
Subandiyah K (2004) yang mencatat hanya sebesar 39 (42,85%). Perbedaan terlihat dari hasil
penelitian Wisata L (2010) yang mencatat sebesar 59 (77,63%) pasien menunjukkan
manifestasi klinis hematuria.16,18,19
Pada penelitian ini ditemukan sebagian besar pasien sindrom nefrotik mengalami
komplikasi infeksi dengan tipe infeksi yang paling sering ditemukan pada pasien adalah infeksi
30
saluran pernapasan atas dan infeksi saluran kemih dengan jumlah masing-masing 36 (65,4%)
dan 8 (14,8%). Secara umum gambaran frekuensi infeksi sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Subandiyah K (2004) yang melaporkan presentase kejadian infeksi sebesar
69,19% dan mayoritas dari total pasien dengan infeksi menderita ISPA (34,1%) dan ISK
(28,6%). Temuan tersebut serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan Moorani KN (2011),
dalam penelitian tersebut didapatkan hasil kejadian ISPA dan ISK pada pasien sindrom nefrotik
adalah 200 anak (54,49%) dan 82 anak (22,34%). Hasil penelitian lain yang berbeda dilaporkan
oleh Sarker Mst.N dkk (2012) yang mencatat presentase tipe infeksi terbanyak yang diderita
pasien sindrom nefrotik adalah ISK 22 anak (44%) dan ISPA 17 anak (34%). Namun hasil
berbeda ditunjukkan oleh Gulati S dkk yang melaporkan kejadian ISPA pada pasien hanya
sebesar 5,2%.4,18,20,21
Gambaran pasien sindrom nefrotik berdasarkan responnya terhadap pengobatan dengan
steroid dan kekambuhannya. Pada penelitian ini didapatkan presentase respon sensitif sebesar
67,2%, hasil tersebut lebih rendah dibanding penelitian Nilawati GAP (2012) yang melaporkan
presentase respon sensitif sebesar 85,2%. Sementara berdasarkan kekambuhannya, pada
penelitian ini didapatkan 55 (85,9%) pasien mengalami kekambuhan/relaps dengan rincian
presentase frekuensi sering 57,8% dan frekuensi jarang 28,1%. Hasil tersebut berbeda dengan
penelitian Noer MS (2005) di RSUP Soetomo Surabaya, yang mendapatkan presentase
kekambuhan/relaps sebesar 63,6% dengan rincian kambuh/relaps sering dan jarang masing-
masing 13,3% dan 50,5%.1,14
31
4.3 Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa kekurangan akibat keterbatasan
penelitian antara lain :
1. Pelaksanaan sampling dibatasi oleh waktu penelitian.
2. Keterbatasan memperoleh sampel yang diambil dari data rekam medik.
3. Tidak semua data yang diperoleh lengkap mencakup seluruh variabel yang ingin diteliti.
4. Desain penelitian terbatas.
Pola waktu potong-lintang dengan uji statistik deskriptif observasional, oleh karena itu
pada penelitian ini hanya didapatkan hasil berupa gambaran karakteristik tanpa
mengetahui hubungan kausalitas antar variabel yang diteliti.
32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Angka kejadian tertinggi pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP
Fatmawati terdapat pada kelompok usia 1-4 tahun dengan persentase sebesar
62,5%.
2. Jenis kelamin dengan angka kejadian sindrom nefrotik terbanyak di Poliklinik
Anak RSUP Fatmawati adalah jenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar
57,8%.
3. Keluhan utama terbanyak pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak
RSUP Fatmawati adalah edema dengan persentase sebesar 95,3%.
4. Persentase angka kejadian hipertensi pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik
Anak RSUP Fatmawati adalah 75%.
5. Persentase angka kejadian hematuria pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik
Anak RSUP Fatmawati adalah 51,6%.
6. Persentase angka kejadian infeksi pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik
Anak RSUP Fatmawati adalah 85,9%, dan tipe infeksi terbanyak adalah ISPA
dengan persentase sebesar 56,3% dari total pasien sindrom nefrotik dengan
gejala infeksi.
7. Respon terhadap pengobatan inisial dengan steroid terbanyak yang ditunjukkan
pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati adalah respon
sensitif steroid dengan persentase sebesar 67,2%
8. Persentase angka kejadian kekambuhan/relaps pada pasein sindrom nefrotik di
RSUP Fatmawati adalah sebesar 85,9%, dengan kecenderungan mengalami tipe
kekambuhan/relaps frekuensi sering dengan persentase sebesar 57,8% dari total
pasien sindrom nefrotik yang mengalami kekambuhan/relaps.
33
5.2 Saran
Berdasarkan keterbatasan penelitian, maka peneliti memberikan saran untuk :
1. Penelitian ini dapat dikembangkan menjadi penelitian lain untuk mengetahui
hubungan kausalitas antar variabel dependen dan independen sebagai faktor
risiko dengan menggunakan analisis bivariat maupun multivariat.
2. Pengambilan sampel terutama bagi penelitian mengenai sindrom nefrotik di
RSUP Fatmawati, sebaiknya tidak dibatasi oleh waktu penelitian. Hal tersebut
dikarenakan sedikitnya kasus baru sindrom nefrotik per tahun dan jumlah sampel
minimal yang dibutuhkan untuk pengolahan data secara bivariat atau multivariat
yang besar.
34
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Noer MS. Predictors of relapse in steroid-sensitive nephrotic syndrome. Southeast Asian
J Trop Med Public Health 2005;36:1313-20.
2. Wila Wirya, IGN. Sindrom Nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, Penyunting. Buku ajar nefrologi anak 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbitan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002. h:381-426.
3. The International Study of Kidney Disease in Children. Early identificationof frequent
relapser among children with minimal change nephrotic syndrome. J Pediatr
1982;101:514-8.
4. Sarker MN, Islam MMSU, Saad T, Shoma FN, Sharmin LS, Khan HA, et al. Risk factor
for relapse in childhood nephrotic syndrome – a hospital based retrospective study.
Faridpur Med Coll J 2012;7:18-22.
5. The International Study of Kidney Disease in Children. Nephrotic syndrome in children.
Prediction of histopathology from clinical and laboratics at time of diagnosis. Kidney Int
1978;13:159.
6. Trihono PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus tata laksana sindrom
nefrotik idiopatik pada anak, ed. 2. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: Badan Penertbit IDAI; 2012. h:1-22.
7. Vogt BA, Avner ED. Condition Particularly Associated With Proteinuria. Dalam:
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics,
ed. 17. Philadelphia: Saunders. 2004. h:2188-95.
8. Haycock, Goerge. The child with idiopathic nephrotic syndrome. Dalam: Webb N,
Postlethwaite R, penyunting. Clinical paediatric nephrology, 3rd ed. Oxford: Oxford
University Press, 2003. h:1-520. h:341-66.
9. Tulassay T, penyunting. The nephrotic syndrome. Dalam: European society for
paediatric nephrology handbook. ESPN, 2002. h:247-62.
10. Clark AG, Barrat TM. Nephrotic Syndrome. Dalam: Barrat TM, Avner ED, Harmon
WE, penyunting. Pediatric nephrology, 4th ed. Baltimore: Lippincott Williams &
Wilkins, 1999. h:731-77.
11. Roth KS, Amaker BH, Chan JCM. Nephrotic syndrome : pathogenesis and
management. Paediatrics in Review 2002;23:237-47.
35
12. Eddy AA, Symons JM. Nephrotic syndrome in childhood. The Lancet 2003;362:629-39.
13. Bagga A, Mantan M. Nephrotic syndrome in children. Indian J Med Res 2005;122:13-
28.
14. Nilawati, GAP. Profil sindrom nefrotik pada ruang perawatan anak RSUP Sanglah
Denpasar. Sari Pediatri 2012;14:269-72.
15. Rahi K, Al-Badri AAS, Salih BJ, Hasan FO. Childhood nephrotic syndrome, frequent
and infrequent relapses and risk factors for relapse. The Iraqi Postgraduate Medical
Journal 2009;8:291-5.
16. Constantinescu AR, Shah HB, Foote EF, Weiss LS. Predicting first-year relapses in
children with nephrotic syndrome. Pediatrics 2000;105:492-5.
17. Andersen RF, Thrane N, Noergaard K, Rytter L, Jespersen B, et al. Early age at debut is
a predictor of steroid-dependent and frequent relapsing nephrotic syndrome. Pediatr
Nephrol 2010;25:1299-1304.
18. Subandiyah, Krisni. Outcome sindrom nefrotik pada anak - penelitian prospektif studi
cohort. Jurnal Kedokteran Brawijaya 2004;20:147-51.
19. Wisata L, Prasetyo D, Hilmanto D. Perbedaan aspek klinis sindrom nefrotik resiten
steroid dan sensitif steroid pada anak. Maj Kedokt Indon 2010;60:559-63.
20. Moorani, Khemchand N. Infection are common cause of relapse in children with
nephrotic syndrome. Pak Paed J 2011;35:213-9.
21. Gulati S, Kher V, Gupta A, et al. Spectrum of infection indian children with nephrotic
syndrome. Pediatr Nephrol 1995;9:431-4.
36
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
37
LAMPIRAN 2
38
(lanjutan)
Recommended