View
218
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Volume V | Nomor 6 | Edisi Juni 2015 | www.ekon.go. id
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian - Republik Indonesia
injauan konomi & euanganT E KRAKORNAS VI TPID 2015
Optimalisasi Peran Pemerintah Daerah dalam Percepatan Pembanguna Infrastrukturdan Pembenahan Tataniaga di Daerah
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
DAFTAR ISI
PEMBINA:
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
PENGARAH:
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan
KOORDINATOR:
Bobby Hamzar Rafinus
EDITOR:
Edi Prio Pambudi
Puji Gunawan
Ratih Purbasari Kania
ANALIS:
Puji Gunawan, Thasya Pauline, Sri Purwanti,
Susiyanti, Trias Melia, Desi Maola Ayu Saputri
KONTRIBUTOR:
FISIP UI
02
DAFTAR ISI
03 EDITORIAL
Did You Know?
04 INDUSTRI SEPAK BOLA DAN
DAMPAKNYA BAGI NEGARA
KOORDINASI KEBIJAKAN
EKONOMI
07 INLAND FREE TRADE AREA
INFRASTRUKTUR
08 RAWANNYA INFRASTRUKTUR
PERTANIANINDONESIA
LAPORAN UTAMA
12 RAKORNAS VI TPID: ARAHAN
PRESIDEN PADA KEMENTERIAN
13 ARAHAN PRESIDEN RI DALAM
RAKORNAS VI TPID KEPADA
PEMERINTAH DAERAH
FISKAL
15 MENANTI REGULASI KAWASAN
EKONOMI KHUSUS
INVESTASI
17 EASE OF DOING BUSINESS DI
INDONESIA
EKONOMI DOMESTIK
19 MENATA TENAGA ASING DI
INDONESIA
KEGIATAN MENKO
21 SYMPOSIUM NASIONAL CYBER
SECURITY
ENERGI
22 INFRASTRUKTUR MIGAS DI KAWASAN
TIMUR INDONESIA
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
Semakin kompleksnya produk-produk keuangan, investasi dan perdagangan internasional saat ini
merupakan sumber resiko yang harus dihadapi perekonomian suatu negara. Perbedaan tingkat
pengembalian investasi dan tingkat resiko serta merta dapat membalikkan posisi investasi asing suatu
negara. Turun naiknya harga komoditas juga dapat mempengaruhi ekonomi, terutama untuk negara-
negara yang mengandalkan komoditas sebagai produk ekspornya. Nilai tukar juga memainkan peranan
penting sebagai turbin penarik aliran investasi dan barang/jasa.
Tahun 2014 sampai dengan medio 2015 bisa dikatakan tahun yang sangat tidak menguntungkan bagi
kita. Perlambatan ekonomi global telah mengimbas melalui berbagai transmisi, yang utamanya lewat nilai
tukar dan pedagangan internasional. Perlambatan global yang kini terjadi merupakan imbas dari trend
jangka panjang negara-negara G7 yang melambat secara nominal maupun riil selama periode 1990-
2014. Selain itu, dampak proses transformasi ekonomi Tiongkok dari sebuah negara berbasis investasi
kepada basis konsumsi dalam empat tahun terakhir telah diikuti juga dengan penurunan pertumbuhan
ekonominya. Berbagai pihak memperkirakan kondisi ini belum pulih dalam jangka menengah
mendatang.
.
Dalam mengantisipasi dampak negatif kondisi global ke perekonomian Indonesia, Upaya mitigasi resiko
dan meningkatan ketahanan ekonomi perlu diupayakan bersama-sama antara Pemerintah dan Otoritas
yang ada. Dalam jangka pendek, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan dengan kewenangan
fiskal yang dimiliki dapat memberikan „tambahan tenaga‟ baik dalam bentuk insentif pajak maupun dalam
bentuk defisit fiskal yang lebih lebar dalam APBN. Optimalisasi Penerimaan Negara, pengendalian resiko
pinjaman luar negeri neto positif, dan diversifikasi utang pemerintah melalui peningkatan pinjaman
bilateral dan multilateral bisa dijadikan sebagai tameng tambahan untuk menjaga ketahanan fiskal dalam
jangka menengah. Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia untuk menjaga nilai tukar dan tingkat suku
bunga sesuai dengan fundamental ekonomi serta upaya stabilitasi sistem keuangan Otoritas Jasa
Keuangan perlu sama-sama digulirkan untuk mendukung upaya peningkatan ketahanan ekonomi dari sisi
fiskal.
EDITORIAL
03
MERESPON TANTANGAN GLOBAL MELALUI BAURAN KEBIJAKAN
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
INDUSTRI
SEPAK BOLA
DAN
DAMPAKNYA
BAGI NEGARA
Oleh Susiyanti
Sejak akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an,
sepakbola menjelma menjadi sebuah industri
dengaan profit menjanjikan. Banyak pengamat
menganggap peluncuran Liga Premier Inggris di
masa itu, menjadi tonggak lahirnya industri
sepakbola di Inggris, Eropa, dan bahkan dunia.
Kini, kehadiran Liga Premier Inggris harus diakui
sebagai pendorong ekonomi negeri Ratu
Elizabeth tersebut.
Selama 20an tahun terakhir, siklus pertumbuhan
liga Inggris ini telah berhasil mengembangkan
sepakbola menjadi olahraga yang lebih menarik
dan dapat diakses oleh masyarakat umum. Di
seluruh dunia, Liga Premier setidaknya disiarkan
di 175 negara dan diperkirakan ditonton oleh
645 juta rumah di seluruh dunia. Penggemarnya
pun terus beragam dan lintas negara.
Laporan Liga Inggris musim 2013/2014
menyebutkan, jumlah penonton perempuan
pada pertandingan liga Inggris meningkat
hampir 23%, termasuk penonton kaun minoritas
kulit hitam sebayak 18%. Fenomena ini dapat
dilihat secara tidak langsung bahwa sepak bola
telah berdampak pada keragaman di negara
tersebut. Tak hanya itu, pertandingan liga Inggris
juga telah membuat perjalanan sebayak 115
orang Amerika dan 89 Juta orang Nigeria untuk
DID YOU KNOW?
04
Foto: organize4results.com
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
menyaksikan langsung pertandingan Liga
Premier ini, yang artinya yang mewakili 114%
dan 39% pertumbuhan dari masing-masing.
Seiring berjalannya waktu, pelaksanaan Liga
Premier Inggris terus merangsang pertumbuhan
ekonomi negara persemakmuran tersebut
melalui berbagai sektor. Industri-industri terkait
seperti industri pembuatan souvenir, industri
pertelevisian melalui hak siar, sektor parwisata,
biro perjalanan seolah digerakan oleh roh Liga
Premier Inggris ini. Termasuk sektor investasi
modal dari asing ke sejumlah klub-klub di Liga
Inggris. Sebuat saja misalnya investasi
£390.000.000 yang dihabiskan Emirates untuk
membangun stadium milik Arsenal atau
£14.700.000 dihabiskan oleh Stoke City pada
Stadion Britannia. Singkatnya sepak bola Inggris
terus memberikan kontribusi yang luar biasa
untuk kehidupan di Inggris dalam banyak hal,
ekonomi, investasi, pajak dan lain sebagainya.
Belum lagi manfaat non-keuangan seperti,
popularitas klub dan daerah-daerah atau kota-
kotanya, kontribusi sosial dengan jumlah
lapangan pekerjaan yang luas dan lain
sebagainya.
Laporan terbaru yang dirilis Ernst & Young
memberikan analisi tentang analisis dampak
ekonomi Liga Inggris menyebutkan bahwa
keberaadan liga ini memberikan kontribusi
sebesar £3,4 milliar untuk PDB Inggris dan
memberikan peluang dukungan lebih dari
100.000 pekerjaan di Inggris. Kontribusi pajak
dari Liga dan klub ini pada pendapatan Inggris
bahkan mencapai £2,4 miliar pada musim
2013/2014. Sebuah angka yang cukup besar
bahkan diperkirakan bisa untuk membayar 90%
gaji polisi di Inggris dan Wales.
Ekonomi Mark Gregory yang mengomentari
laporan EY ini sebagai mana dikutip dalam
sebuah laman portal berita asing mengatakan
"Keberhasilan Premier League, didasarkan pada
kualitas kompetisi sepakbola, telah menciptakan
'siklus pertumbuhan' dan hal ini akan
membantu memastikan bahwa kontribusi yang
signifikan terhadap perekonomian dan
masyarakat Inggris yang akan terus meningkat
di tahun-tahun mendatang. "
Laporan keuangan untuk musim 2014/2015
yang baru saja dirilis dalam Deloitte Annual
Review of Football Finance ( merupakan
gambaran tahunan terkemuka pada keuangan
sepak bola di Eropa) menunjukkan 20 klub Liga
Premier Inggris mendapat pemasukan total
senilai £3,26 miliar (Rp66 triliun), atau
meningkat 29% dari pendapatan di musim
2013/2014. Jumlah pemasukan Liga Premiere
Inggris lebih besar £1,4 miliar (Rp28,3 triliun)
dibanding Bundesliga yang jadi pesaing
terdekatnya. Reuters bahkan menyebutkan
pendapatan Liga Premier Inggris masih lebih
besar dibanding jumlah total pendapatan La Liga
Spanyol ditambah Liga Serie A Italia.
Dampak ekonomi dari Liga Premier secara
keseluruhan merupakan hasil dari efek
gabungan antara pendapatan sentral (sebagian
besar dari penyiaran dan sponsor Liga) dan
pendapatan Klub (sebagian besar dari penjualan
tiket, sponsor klub dan barang dagangan
(souvenir). Namun, keduanya terkait erat,
dengan pendapatan daerah yang muncul
sebagai bagian dari statusnya masing-masing
sebagai Club anggota Liga Premier.
Misalnya saja keberhasilan Swansea City dalam
panggung Premier League yang telah
mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah
tersebut. Dalam sebuah penelitian yang terpisah
sebagaimana menyebutkan bahwa tidak hanya
Swansea yang kini terkenal di seluruh dunia,
bahkan kamar dagang South Wales mencatat
kota-kota yang berada dalam radius 50 sampai
05
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
100 mil dari Swansea juga mendapatkan
maanfaat dari keberhasilan klub tersebut berlaga
di liga premier inggris.
Faktor lain yang menyebabkan Liga Premiere
Inggris menjadi yang paling kaya di dunia adalah
peraturan pembatasan gaji pemain atau
„Financial Fair Play‟. Peraturan tersebut
membantu klub-klub Inggris mendongkrak
keuntungan mereka menjadi £614 juta di musim
2014/2015, meningkat dari £82 juta di musim
sebelumnya. Dampak lebih jauh, rasio gaji untuk
setiap pendapatan klub-klub Liga Premier
Inggris turun menjadi 58% di musim 2014/2015,
sehingga kombinasi utang klub-klub juga
menurun hingga 6%.
Kedepannya, jumlah pendapatan klub-klub Liga
Premier Inggris diprediksi akan terus meningkat,
apalagi di awal 2015 pengelola Liga Premiere
Inggris sudah menyepakati paket pejualan hak
siar baru, yang notabene, peningkatan
pendapatan klub di musim 2014/2015, dimana
sebesar 78% berasal dari hak siar. Don Jones dari
Sports Business Group (rekanan Deloitte) bahkan
menyebutkan lima liga sepakbola terbesar di
Eropa sulit mendekati nilai pendapatan Liga
Premiere Inggris, apalagi untuk melebihinya.
Bagaimana dengan Indonesia? Industri sepak
bola di Indonesia pada saat ini tampaknya
semakin menggiurkan. Tak heran banyak taipan
yang mulai memasuki industri ini, apalagi
didukung oleh fanatisme suporter yang sangat
besar. Dalam satu musim saja, bisa
menghadirkan lebih dari 100 kali pertandingan.
Namun pada saat ini, kondisi persepakbolaan
profesional di Indonesia memang sedang
mengalami ketidakpastian karena terhentinya
QNB League yang sempat berjalan sekitar dua
kali pertandingan, dari 150 pertandingan yang
direncanakan. Penyebabnya, pemembekukan
PSSI sejak April lalu. Padahal, nilai kerjasama
antara PT Liga dengan BV Sports—pihak yang
memiliki hak komersial dari ISL pada tahun 2013
hingga tahun 2023—mencapai Rp1,5 triliun.
Jika kita flashback ke era-era sebelumnya, liga
sepakbola di Indonesia telah dimulai dari tahun
1994 hingga tahun 1996, namanya Liga Dunhill.
Sebagai sponsor utama dan cukup melekat di
hati masyarakat pecinta bola pada saat itu.
Kemudian dilanjutkan oleh Liga Kansas yang
berlangsung hanya sekitar satu tahun di tahun
1997. Pada tahun 1998, liga sepakbola Indonesia
vakum karena masalah politik dalam negeri yang
tidak menentu sehingga pada akhirnya PSSI
tidak bisa menjaring sponsor. Baru di tahun
berikutnya (1999) PSSI berhasil menggaet
sponsor Bank Mandiri dengan membentuk Liga
Bank Mandiri hingga tahun 2004. Ini adalah kali
pertamanya sponsor yang berasal dari industri
perbankan. Selepas 2004, begulir liga yang
disponsori perusahaan rokok Djarum, dan
menamakan kompetisi sebagai Liga Djarum dari
tahun 2005-2012.
Jika industri sepakbola Eropa (Inggris khususnya)
berdampak cukup besar bagi perekonomian
negara, Indonesia juga bisa menirunya. Dimulai
dari berbagai pembenahan, baik politik,
ekonomi maupun sosial seperti kultur penonton
terutama simpatisan, manajemen klub yang
ditata harus lebih profesional serta pembinaan
pemain dan lain sebagainya sehingga seluruh
sektor ekonomi yang mengelilingi sepak bola
dapat bergerak.
06
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
[[[
INLAND FREE TRADE AREA Oleh Puji Gunawan
Walaupun selama ini Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong industri
nasional, Namun faktanya hal tersebut belum mampu meningkatkan keunggulan daya saing
Industri lokal dalam perdagangan dunia. Jika dibandingkan negara tetangga di Asia Tenggara.
Indonesia masih tertinggal dalam pemberian kebijakan perdagangan ke pelaku usaha.
Upaya menghasilkan sesuatu yang konkrit untuk peningkatan daya saing industri nasional akan
sangat relevan dengan upaya peningkatan daya saing nasional dalam menghadapi era pasar
bebas kawasan ASEAN di awal tahun 2016. Asean Economic Community tidak hanya
konsekwensi lebih bebasnya aliran barang/jasa dan beberapa profesi yang telah disepakati,
tetapi juga menuntut negara-negara di kawasan meningkatkan daya saing untuk dapat menarik
investasi dan meningkatkan efieiensi.
saat ini, Pemerintah sedang menyusun terobosan baru untuk mendorong keunggulan daya
saing industri, seperti: fasilitas perpajakan untuk mendorong sektor angkutan, pengembangan
pusat logistik berikat, dan inland FTA. Salah satu kebijakan yang sedang disusun, Inland Free
Trade Area (selanjutnya disebut Inland FTA) pada prinsipnya adalah merupakan fasilitas
perdagangan/kepabeanan bagi industri dalam negeri dengan memperlakukan preferensi FTA
untuk proses produksi di dalam wilayah Indonesia. Pengembangan Inland FTA diarahkan kepada
upaya mewujudkan pengaturan perdagangan bebas di dalam negeri, sehingga tercipta produk
yang berdaya saing, melalui upaya peningkatan iklim usaha dan fasilitasi perdagangan yang
terintegrasi dan berkelanjutan dengan memperlakukan preferensi liberalisasi perdagangan
untuk proses produksi di dalam wilayah Indonesia.
Jika melihat peraturan perundangan saat ini, Inland FTA terkait dengan Undang- Undang No.17
Tahun 2006 tentang Kepabeanan, Undang Undang No. 4 24 Tahun 2009 tentang Kawasan
Industri; Kebijakan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) yang diberikan Pemerintah
dalam bentuk pengembalian bea masuk impor komponen bagi sektor industri tertentu yang
belum bisa diproduksi atau dipenuhi di dalam negeri. Ketiga regulasi tersebut bisa dikatakan
sejalan dengan penerapan Inland FTA bahkan saling melengkapi.
Jika melihat kesesuaiannya dengan arah kebijakan industri dalam rencana strategis Kementeiah
Perindustrian tahun 2015-2019, setidaknya terdapat 10 industri prioritas yang layak
mendapatkan fasilitas Inland FTA. Dengan terobosan kebijakan Inland FTA, bisa dipastikan
Indonesia dapat selangkah lebih maju dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya mengingat
baru Indonesia yang menjajaki pemberian fasilitas ini
KOORDINASI KEBIJAKAN
EKONOMI
07
Foto http://www.cfoinnovation.com
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
Rawannya
Infrastruktur
Pertanian
Indonesia
Oleh Desi Maola
Kondisi pertanian di Indonesia masih sangat
memprihatinkan dimana Indonesia yang dikenal
sebagai negara agraris dan maju pertaniannya
justru mengimpor makanan pokoknya dari
negara lain padahal di Indonesia sendiri masih
dapat memenuhi kebutuhan beras sendiri.
Terlepas dari beras, namun hasil pertanian lain
pun tak luput dari impor, mirisnya adalah
Indonesia merupakan negara produsen beras
ketiga dunia setelah China dan India dan
kontribusi Indonesia terhadap produksi beras
dunia sebesar 8,5% atau 51 juta ton.
Dukungan infrastruktur pertanian seperti
bendungan, irigasi saluran pertanian bagi
peningkatan produktivitas pertanian nasional
masih sangatlah minim. Kerusakan saluran irigasi
di beberapa wilayah kurang mendapat perhatian
dari pemerintah baik pusat maupun daerah. Hal
itu dapat dilihat dari rendahnya produktivitas
pertanian dalam akhir-akhir ini. Menjelang
Lebaran tahun ini, ketersediaan pangan menjadi
ancaman halus bagi masyarakat sendiri,
dikarenakan menjelang lebaran biasanya gejolak
kenaikan harga pangan akan terjadi, hal itu yang
menyebabkan kemungkinan besar pangan
menjadi langka.
Pemerintah kembali menegaskan pasokan beras
di dalam negeri masih cukup untuk memenuhi
kebutuhan saat Ramadhan dan Lebaran.
Ketercukupan pasokan itu diperoleh dari data
Kementan soal peningkatan luas tanam padi. Di
jelaskan luas tanam padi pada musim tanam
rendeng (Oktober 2014-Maret 2015) naik
292.781 ha menjadi 8,44 juta ha.
INFRASTRUKTUR
08
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
Pemerintah diharapkan dapat membuktikan
kepada masyarakat bahwa laju inflasi bisa
terkendali sesuai sasaran dalam APBN-P 2015
yang sebesar 5%. Harga beras dipasaran yang
cenderung tinggi bukan disebabkan kekurangan
produksi, melainkan karena sistem distribusi
yang belum sempurna.
Rencana pemerintah menerbitkan perpres
stabilisasi harga kebutuhan pokok tidak bisa
ditunda-tunda. Tentu tujuannya bukan hanya
saat Ramadhan, melainkan juga untuk jangka
panjang. Ada tiga hal yang bisa dilakukan yaitu
Pertama, menentukan komoditas pangan
pokok. Kedua, instrumen harus komplet, mulai
harga, cadangan, pengendalian ekspor-impor,
hingga jaminan sosial dalam bentuk pangan
bersubsidi. Ketiga, sistem distribusi harus lancar
dan tidak ada pelaku dominan yang bisa
mengekploitasi pasar. Stok beras yang dimiliki
Perum Bulog bertambah menjadi 1,5 juta ton.
Jumlah itu cukup untuk memenuhi kebutuhan
hingga Desember 2015. Namun, pemerintah
tetap membuka peluang impor beras tahun ini.
Kementerian Pertanian susun Rencana Strategis
(Renstra) 2015-2019 yang ditetapkan melalui
Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor
19/Permentan/HK.140/4/2015 pada tanggal 6
April 2015. Ada enam sasaran strategis yang
akan dilakukan untuk mempercepat
pembangunan infrastruktur pertanian di
Indonesia
1. swasembasa padi,
2. jagung, dan kedelai serta
3. peningkatan produksi daging dan gula,
juga
4. peningkatan diversifikasi pangan
Sasaran strategis lainnya adalah peningkatan
komoditas bernilai tambah, berdaya saing dalam
memenuhi pasar ekspor dan subtitor
(pengganti) impor. Kemudian, penyediaan bahan
baku bio industri dan bio energi, peningkatan
pendapatan keluarga petani, dan akuntabilitas
kinerja aparatur negara yang baik. Strategi
utama yang ditempuh diantaranya melalui
peningkatan ketersediaan dan pemanfaatan
lahan, peningkatan infrastruktur dan sarana
pertanian, serta pengembangan dan perluasan
logistik benih atau bibit.
Restra tersebut diharapkan dapat menjadi
terobosan terbaru dalam perkembangan sektor
pertanian di Indonesia. Ini sebagai perbaikan
program, khususnya dalam peningkatan
produksi padi, jagung dan kedelai dalam bentuk
upaya khusus (Upsus), serta kebutuhan regulasi
yang harus diwujudkan pada 2016 mendatang
Revitalisasi pertanian ditempuh dengan empat
langkah pokok yaitu peningkatan kemampuan
petani dan penguatan lembaga pendukungnya,
pengamanan ketahanan pangan, peningkatan
produktivitas, produksi dan daya saing produk
pertanian dan perikanan serta pemanfaatan
hutan untuk diversifikasi usaha dan mendukung
produksi pangan. Untuk tetap mempertahankan
dan meningkatkan peran tersebut, sektor
pertanian menghadapi berbagai perubahan
sebagai akibat dari globalisasi yaitu semakin
terbukanya pasar dan meningkatnya persaingan,
meningkatnya tuntutan kebijakan pertanian
yang berlandaskan mekanisme pasar (market
oriented policy) dan semakin berperannya selera
konsumen (demand driven) dalam menentukan
aktivitas di sektor pertanian.
Tantangan pertama dalam sektor pangan di
Indonesia adalah tingginya pertumbuhan
penduduk di Indonesia yang menurut Asian
Developent Bank (ADB 2014) akan mencapai
1.4% dari penduduk dunia pada 2030. Hal ini
berimplikasi pada peningkatan kuantitas
permintaan akan pangan di masa mendatang. Di
09
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
sisi lain, jumlah kelas menengah (middle-income
class) juga mengalami kenaikan hingga dua kali
lipat dalam 10-15 tahun ke depan. Hal ini
mengakibatkan permintaan pangan yang
berkualitas meningkat. Sebaliknya, produksi
pertanian tidak mengalami peningkatan
walaupun pengeluaran di sektor tersebut
mengalami peningkatan yang drastis, dari 3% di
2001 menjadi 6% di 2008.
Hal ini mengisyaratkan bahwa ketergantungan
pangan dan pertanian dari negara lain harus
dikurangi, mengingat kenaikan harga tersebut
akan merugikan neraca perdagangan negara jika
banyak tergantung pada impor. Berkembangnya
sektor pangan dan pertanian juga akan
berdampak pada bertambahnya lapangan
pekerjaan di pedesaan dan berkurangnya angka
kemiskinan.
Berikut langkah-langkah pengembangan sektor
pangan dan pertanian, antara lain :
1. Perbaikan rantai nilai (value chain)
produk pangan dan pertanian;
2. Reformasi kebijakan dukungan langsung
kepada Petani, mencakup riset dan
pengembangan, teknologi, dan
penyuluhan;
3. Perbaikan Skala ekonomi pangan dan
pertanian;
4. Memperbaiki investasi sektor pertanian;
5. Perbaikan supply response petani, dan;
6. Perbaikan pada isu-isu energi,
infrastruktur, ketenagakerjaan,
pertanahan dan keterpaduan
pemerintah pusat-daerah;
Sumber : Kementerian Pertanian, Asosiasi
Pengusaha Indonesia
10
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
L A P O R A N U T A M A
RAKORNAS VI TPID 2015: ARAHAN PRESIDEN KEPADA KEMENTERIAN
ARAHAN PRESIDEN KEPADA DAERAH/UMUM
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
Rakornas VI TPID 2015:
Arahan Presiden kepada
Kementerian
Rapat Koordinasi Nasional Tim Pengendalian
Inflasi Daerah (Rakornas TPID) ke VI telah
dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2015 di
Jakarta. Kegiatan yang diselenggarakan bersama
antara Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, dan
Bank Indonesia selaku Kelompok Kerja Nasional
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID)
ini diikuti oleh 432 TPID dari 34 provinsi dan 398
kabupaten/kota.
Penyelenggaraan Rakornas merupakan wadah
strategis untuk merumuskan strategi
pengendalian inflasi di daerah, dalam rangka
mendukung pencapaian sasaran inflasi nasional.
Oleh karena itu, Presiden menyampaikan
beberapa arahan, baik kepada
Kementerian/Lembaga, Pemerintah daerah, serta
arahan umum. Berikut enam poin arahan
Presiden kepada Kementerian/Lembaga dalam
rangak pengendalian inflasi ke depan.
Pertama, revitalisasi peran Bulog sebagai
penyangga yang tidak hanya dilakukan untuk
komoditas beras tetapi juga untuk komoditas
pangan lainnya. Revitalisasi ini penting agar
dapat melindungi baik petani saat panen raya
maupun konsumen saat pasokan pangan
menipis. Dengan demikian, diharapkan Bulog
dapat berperan optimal dalam menunjang
stabilisasi harga.
Kedua, penguatan Peran KPPU di Pusat
maupun Daerah agar melakukan pengawasan
terhadap pelaku usaha komoditas pangan.
Dalam hal stabilisasi harga di daerah, KPPU
dapat berperan aktif dalam rangka mencegah
penimbunan barang.
Ketiga, Kapolri dan Jaksa Agung agar
memerintahkan jajaran dibawahnya untuk
bekerjasama dengan TPID untuk turut
melakukan pengawasan dan mencegah aksi-
aksi penimbunan atau spekulasi. Saat ini,
koordinasi TPID dengan pihak Kepolisian pada
dasarnya sudah berjalan dan strategis untuk
mencegah terjadinya kelangkaan barang akibat
penimbunan.
Keempat, Kejaksaan Agung dan aparat
penegak hukum lainnya agar tidak
menjadikan kebijakan daerah dalam
stabilisasi harga sebagai objek pemeriksaan
hukum. Hal ini strategis untuk dilakukan agar
Kepala Daerah dapat lebih berani dalam
menggunakan anggaran untuk program-
LAPORAN UTAMA
Foto: www.merdeka.com
oleh Trias Melia
12
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
Arahan PRESIDEN
DALAM RAKORNAS VI
TPID KEPADA
PEMERINTAH DAERAH
oleh Puji Gunawan
program terkait stabilisasi harga, misalnya untuk
pembangunan infrastruktur konektivitas.
Kelima, Pemerintah Pusat akan menginisiasi
dan mengembangkan pasar lelang komoditas
pangan di sejumlah daerah. Pengembangan
pasar lelang komoditas memiliki peran penting
untuk melindungi petani dengan
memperpendek mata rantai perdagangan.
Keenam, Pemerintah Pusat akan menjajaki
besaran penambahan transfer ke daerah yang
dikaitkan dengan upaya daerah dalam
menjaga stabilisasi harga mulai tahun 2016.
Kenaikan transfer daerah dan dana desa di tahun
2016 sudah diakomodasi di dalam RAPBN 2016
yang rencananya akan dialokasikan lebih besar
dari anggaran belanja Kementerian/lembaga.
Keenam arahan Presiden tersebut akan
ditindaklanjuti dan dikoordinasikan dengan
pihak-pihak terkait di dalam forum Tim
Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) dan
Pokjanas TPID. Dengan terciptanya koordinasi
yang baik antar sektor yang terkait, maka
diharapkan sasaran inflasi nasional yang lebih
rendah, yaitu sebesar 4±1% pada tahun 2015-
2017 dan 3 ,5±1% pada 2018, dapat tercapai
LAPORAN
UTAMA
Selain membuka dan memimpin jalannya rapat Rapat
Koordinasi nasional Tim Pengendalian inflasi Daerah
(selanjutkan disebut Rakornas TPID) pada tanggal 27 Mei
2015, Presiden Joko Widodo telah memberikan arahan
kepada Pemerintah Daerah dalam pengendalian Inflasi daerah
dengan rincian sebagai berikut :
1. Wajib membentuk TPID sebagai wadah koordinasi
kebijakan stabilisasi harga di daerah.
Hal ini didasari fakta bahwa Inflasi nasional dibentuk oleh
sekitar 79,85% inflasi daerah (di luar Jakarta) dan
merupakan hasil agregasi dari inflasi sejumlah 82 kota di
Indonesia. Di sisi yang lain sudah terdapat beberapa
kewenangan yang telah dilimpahkan kepada Pemerintah
Daerah berdasarkan UU 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, yang terkait secara langsung
maupun tidak langsung dengan Pengendalian inflasi
daerah.
2. Semakin cermat mengindentifikasi komoditas-
komoditas yang memiliki pengaruh besar dalam
mendorong inflasi
Upaya identifikasi sangat terkait dengan kapasitas
produksi dan ketersediaan yang masih minim dan
masalah rantai pasokan komoditas pangan yang belum
efisien. Forum TPID yang terdiri dari berbagai unsur
kelembagaan, termasuk Kantor Perwakilan Bank
Indonesia di daerah dapat memainkan peran penting
dalam proses ini
13
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
.
3. Memberikan dukungan penuh bagi percepatan
pembangunan infrastruktur pangan seperti irigasi
dan bendungan, serta infrastruktur distribusi.
Tantangan pengendalian inflasi secara spesifik
berkaitan erat dengan keterbatasan infrastruktur
pertanian, maraknya alih fungsi lahan pertanian, dan
keterbatasan konektivitas antar daerah. Peran
Pemerintah Daerah dalam mempercepat
pembangunan infrastruktur perlu terus ditingkatkan,
melalui dukungan kebijakan dan komitmen
pengelolaan anggaran yang tepat sasaran dan waktu.
4. Menggerakkan pertanaman cabe di
pekarangan/halaman rumah dan memperkuat
komunikasi dan kerjasama baik antar kepala
daerah baik di tingkat Provinsi maupun
Kabupaten/Kota
5. Mengalokasikan anggaran yang memadai untuk
stabilisasi harga
Berdasarkan Pembagian urusan dan kewenangan
dalam UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, utamanya yang terkait dengan upaya menjaga
keterjangkauan harga dan pengendalian inflasi di
daerah , maka sesuai prinsip money follow function,
Pemda seharusnya tidak perlu ragu dalam koordinasi
pengalokasian anggaran terkait maupun dalam
koordinasi penggunaannya.
6. TPID bersama-sama dengan aparat penegak
hukum agar secara intensif melakukan
pemantauan langsung di lapangan
Untuk mengendalikan Inflasi daerah yang dipicu oleh
struktur pasar yang belum sempurna dan distorsi
seperti Penimbunan, penyelundupan dan
penyalahgunaan atas komoditas pokok dan penting,
tentunya TPID perlu melakukan koordinasi intensif
dengan aparat penegak hukum setempat.
14
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
Telah enam tahun berlalu sejak pembentukan
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Indonesia
melalui UU No. 39 Tahun 2009 tentang
Kawasan Ekonomi Khusus. Delapan Kawasan
Ekonomi Khusus telah ditetapkan melalui
peraturan pemerintah, di antaranya KEK Sei
Mangkei, KEK Tanjung Api-Api, KEK Tanjung
Lesung, KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan,
KEK Mandalika, KEK Bitung, KEK Palu, dan KEK
Morotai. Namun hingga kini, regulasi yang
mengatur pemberian fasilitas dan kemudahan
bagi pelaku usaha di KEK belum rampung
ditetapkan.
Fasilitas dan Kemudahan
Mengacu pada definisi dalam UU No. 39
Tahun 2009, KEK adalah kawasan dengan batas
tertentu dalam wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan
untuk menyelenggarakan fungsi
perekonomian dan memperoleh fasilitas
tertentu. Kawasan yang memiliki keunggulan
geoekonomi dan geostrategis perlu
dipersiapkan untuk meningkatkan penanaman
modal dalam rangka memaksimalkan kegiatan
industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi
lainnya yang bernilai ekonomi tinggi. Dengan
demikian fasilitas yang diberikan pada KEK
ditujukan untuk meningkatkan daya saing agar
lebih diminati oleh penanam modal.
Fasilitas yang diberikan pada KEK berupa
failitas fiskal maupun non fiskal sebagaimana
dijabarkan dalam tabel berikut ini:
No Insentif Perlakuan di KEK
Fasilitas Fiskal
1 Tax Allowance
Diberikan kepada perusahaan
dan individu yang berada di
KEK
2 PPN dan PPnBM Dibebaskan untuk barang
kena pajak
3 Bea Masuk Penangguhan untuk barang
impor ke KEK
4 Cukai
Dibebaskan untuk barang
mentah dan barang penolong
untuk tujuan produksi.
5 Pajak dalam Rangka
Impor (PDRI) Tidak Dipungut
6 Pajak Bumi dan
Bangunan
Pengurangan sesuai dengan
aturan yang berlaku
Fasilitas Non Fiskal
1 Dukungan Pemerintah
Daerah
Pengurangan Pajak dan
Restribusi Daerah; Komitmen
untuk pengoperasian
administrator KEK
2 Ketenagakerjaan
Izin mempekerjakan tenaga
asing yang mempunyai
jabatan sebagai direksi/
komisaris;
Dewan Pengupahan, Forum
serikat pekerja/buruh, dan
Lembaga Kerjasama Tripartit
(LKS)
3 Imigrasi
Kemudahan & Keringanan
Imigrasi bagi orang asing
pelaku bisnis
4 Hak Atas Tanah dan
Pembebasan Lahan
Bagi Badan Usaha yang telah
memperoleh tanah di lokasi
akan diberikan hak atas tanah
5 Perizinan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP); Kemudahan dan
Keringanan untuk bidang
perizinan usaha, kegiatan
usaha, perindustrian,
perdagangan, kepelabuhan
FISKAL MENANTI REGULASI
KAWASAN EKONOMI KHUSUS
Oleh Thasya Pauline
15
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
Kepastian Hukum bagi Kepastian Usaha
Pembentukan KEK tentu diharapkan
mempunyai peran untuk menarik investasi
sebesar-besarnya, menciptakan lapangan
kerja, meningkatkan kegiatan ekonomi daerah,
dan daya saing produk unggulan daerah
sehingga dapat bersaing di dunia
internasional. Penciptaan iklim investasi yang
kondusif membutuhkan kepastian hukum,
kepastian komitmen dan konsistensi kebijakan.
Hal ini akan menciptakan lingkungan yang
membuat semua pihak merasa pasti dalam
mengambil keputusan (kebijakan).
Payung hukum yang jelas bagi pemberian
fasilitas dan kemudahan fiskal maupun non
fiskal harus segera ditetapkan. Jangan sampai
undang-undang KEK yang sudah ada yang
menyiratkan berbagai kebijakan fiskal akan
berbeda implementasinya dengan realisasi di
lapangan atau malah kemudian tidak selaras
dengan undang-undang perpajakan itu sendiri,
termasuk berbagai peraturan daerah seperti
retribusi daerah. Apalagi dari delapan KEK
yang sudah ditetapkan, dua KEK yaitu Sei
Mangkei dan Tanjung Lesung telah siap
beroperasi.
Belum rampungnya payung hukum terkait
fasilitas dan kemudahan terutama fasilitas
fiskal bisa jadi dikarenakan kehati-hatian
pemerintah agar regulasi yang digulirkan tidak
menimbulkan kerugian bagi negara. Jika
fasilitas fiskal terutama dalam hal pembebasan
pabean maupun keringanan perpajakan
diberikan, dikhawatirkan akan ada potential
loss penerimaan dari sektor pajak. Namun hal
ini jangan diinterpretasikan sebagai suatu
keengganan dari pemerintah untuk
memberikan fasilitas ini sepenuhnya, karena
kemungkinan berkurangnya penerimaan
negara dari sektor perpajakan dalam hal ini
sifatnya jangka pendek. Dalam jangka panjang
justru manfaat yang didapat akan lebih banyak
dengan tingginya minat investor yang akan
menyerap banyak tenaga kerja. Yang
kemudian akan mendorong pertumbuhan
ekonomi di kawasan ini dan pada gilirannya
akan meningkatkan potensi penerimaan pajak.
Rancangan Peraturan Pemerintah menjadi
produk hukum yang dinantikan agar ada
kejelasan detil dan besaran dari insentif fiskal
yang akan diberikan bagi pengusaha dalam
KEK, termasuk kejelasan pemberlakuan insentif
non-fiskal. Tentunya saat ini investor
menantikan terobosan dari pemerintah
utamanya dalam hal fasilitas dan kemudahan
sebagai suatu insentif yang membuat kawasan
ekonomi khusus menjadi sesuatu yang
istimewa.
Referensi: kek.ekon.go.id, Kajian CSIS tentang
Kawasan Ekonomi Khusus.
16
Foto: kek.ekon.go.id
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
Survei Ease of Doing Business (EODB) atau Indeks Kemudahan Berbisnis pada tahun 2015 masih
menempatkan Indonesia pada peringkat 114. Meskipun telah terjadi peningkatan 3 peringkat
dibandingkan tahun 2014, namun peringkat tersebut masih tergolong rendah, jauh di bawah negara-
negara tetangga seperti Malaysia (peringkat 18), Filipina (peringkat 95), bahkan rata-rata kemudahan
berusaha di kawasan Asia Timur dan Pasifik (peringkat 92).
Indeks Kemudahan Berbisnis adalah sebuah indeks yang dibuat oleh Bank Dunia. Peringkat yang tinggi
menunjukkan peraturan untuk berbisnis yang lebih baik (biasanya lebih sederhana), dan kuatnya
perlindungan atas hak milik. Penelitian empiris yang didanai oleh Bank Dunia untuk membuktikan
manfaat dari dibuatnya indeks ini, menunjukkan bahwa efek dari perbaikan berbagai peraturan terhadap
pertumbuhan ekonomi sangat besar
Indikator memulai usaha, perizinan terkait pendirian bangunan, serta pendaftaran properti merupakan
indikator yang terkait langsung dengan daya saing kemudahan berusaha di daerah pemeringkatan
kemudahan berusaha daerah, semakin memacu daerah untuk memperbaiki iklim investasinya.
Bagaimanapun, semakin baik kemudahan berusaha di suatu daerah, semakin meningkat pula investasi di
daerah tersebut yang pada akhirnya berimplikasi terhadap penyerapan tenaga kerja. Doing Business
mempelajari peraturan-peraturan usaha dari perspektif perusahaan perseroan terbatas kecil dan
menengah di dalam negeri.
Indikator-indikator tersebut digunakan untuk menganalisa hasil-hasil ekonomi dan mengidentifikasi
reformasi-reformasi mana yang telah berhasil, di mana dan mengapa reformasi tersebut dapat berhasil.
Bidang-bidang lain yang penting bagi usaha-seperti kedekatan suatu negara dengan pasar-pasar yang
berukuran besar, mutu layanan prasarana (selain dari layanan-layanan yang berkaitan dengan
perdagangan lintas batas), keamanan properti terhadap pencurian dan perampasan, transparansi dalam
proses pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah, kondisi-kondisi makroekonomi atau kekuatan dari
lembaga-lembaga dasar tidak dikaji secara langsung oleh EODB
Terlepas masih rndahnya peringkat EODB Indonesia tahun 2015, Indonesia tercatat sebagai negara yang
konsisten melakukan reformasi EODB sejak 2007, sehingga termasuk 24 negara teratas yang melakukan
reformasi di 3 indikator atau lebih. BKPM telah melaporkan langsung upaya perbaikan tersebut kepada
IFC-World Bank di Washington DC pada bulan Juni 2015. Adapun beberapa upaya yang telah dilakukan:
INVESTASI
EASE OF DOING BUSINESS DI INDONESIA
oleh Puji Gunawan
17
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
NO INDIKATOR EODB UPAYA PERBAIKAN
2015 PENERAPAN DI 2016
1 Starting a business
(indikator memulai usaha) 10 prosedur, 52.5 hari 7 prosedur, 9.2 hari
2 Dealing with construction permit
(indikator perizinan terkait mendirikan angunan) 17 prosedur, 202 hari 10 prosedur, 149 hari
3 Registering property
(pendaftaran property) 5 prosedur, 25 hari 5 prosedur, 11 hari
4 Getting electricity
Indikator penyambungan listrik 5 prosedur, 94 hari 4 prosedur 35 hari
5 Paying taxes and assurance
(pembayaran pajak dan kepastiannya) 65 payments 43 payments
6 Enforcing contract
penegakan kontrak
40 prosedur, 460 hari,
dengan rata-rata biaya USD
118,1% biaya claim
3 prosedur, 56 hari, tanpa biaya
7 Resolving Insolvency
(proses penyelesaian bankrupt)
23 bulan, dengan baya 20-
22% dari total nilai aset
11 bulan dengan baya 5,08% dari
total nilai asset
(SUMBER : BKPM, 2015)
Upaya sitematis pebaikan peringkat EODB sudah merupakan komitmen Pemerintah Indonesia. Jika
melihat perkembangan peringkatnya, maka masing masing indikatornya dapat digambarkan telah
bergerak dinamis, yang secara umum bergerak kearah yang lebih baik, kecuali kriteria protecting minority
investor yang sempat turun di tahun 2013.
(SUMBER : WWW.DOINGBUSINESS.ORG, 2015)
Upaya peningkatan peringkat EODB secara berkelanjutan tentunya merupakan pekerjaan bagi semua
pihak. Kondisi ke depan, seperti dimulainya era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2016,
seharusnya dapat dijadikan sebagai „kondisi yang memaksa‟ kita untuk melakukan upaya lebih keras. MEA
tidak hanya membawa konsekwensi lebih leluasanya pergerakan barang/jasa dan tenaga kerja untuk
profesi tertentu di kawasan ASEAN, tetap juga menciptakan kompetisi daya saing dalam menarik
investasi.
Pemerintah Daerah juga memiliki peran strategis untuk perbaikan daya saing dan penciptaan iklim
investasi. Ketersediaan tenaga kerja, daya beli masyarakat yang terjaga, kondisi infrastruktur, inflasi daerah
yang terkendali, kondisi keamanan yang kondusif serta peraturan daerah yang „investor friendly’ adalah
sebagian area yang dapat diupayakan oleh Kepala Daerah. Undang-undang nomor 23 tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah sudah membagi secara jelas kewenangan yang dilimpahkan.
18
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
Menata
Tenaga Asing
di
Indonesia
oleh Susiyanti
Pemerintah memperbaharui regulasi tentang
penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia
yang tertuang dalam Permenaker No. 16 tahun
2015 tentang Tata cara Penggunaan Tenaga
Kerja Asing. Permenaker yang ditandatangani 29
Juni tersebut, langsung berlaku saat itu juga.
Munculnya peraturan baru ini sekaligus merevisi
dan menggantikan peraturan sebelumnya yakni
Permenakertrans No. 12 tahun 2013 tentang
Tata Cara Penggunaan Tenaga Asing. Dalam rilis
yang dikeluarkan kementerian tenaga kerja dan
transmigrasi, aturan baru ini merupakan langkah
untuk meningkatkan pengendalian tenaga kerja
asing termasuk juga peningkatan pelayanan dan
perlindungan terhadap tenaga kerja asing.
Permenaker No. 16 tahun 2015 ini, menurut
Kemenaker Hanif Dhakiri sangat penting
keberadaannya. Mengingat regulasi yang ada
sebelumnya, dirasa tidak sesuai lagi dengan
perkembangan dan perubahan-perubahan yang
terjadi saat ini. Termasuk di dalamnya adalah
iklim investasi yang ingin dibangun oleh
pemerintah saat ini.
Terkait dengan substansi dari pengaturan yang
termuat dalam permenaker yang baru dan
menjadi pembeda dengan regulasi sebelumnya
adalah terkait kewajiban yang dibebankan
kepada pemberi kerja TKA (Tenaga Kerja Asing).
Permen baru, mewajibkan pemberi kerja wajib
melakukan penyerapan tenaga kerja WNI
sekurang-kurangnya 10 orang untuk
penggunaan satu orang TKA.
Aturan lain adalah permohonan Rencana
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan
Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) yang
dapat dilakukan secara online termasuk
perpanjangan IMTA yang dilakukan oleh
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Provinsi
atau Kabupaten/Kota wajib mendapatkan
rekomendasi dari Dinas Provinsi atau Dinas
Kabupaten/Kota.
Peraturan yang baru juga menyebutkan bahwa
TKA yang sudah bekerja lebih dari enam bulan
harus memiliki NPWP dan ikut dalam
kepesertaan jaminan sosial nasional. Tenaga
kerja asing juga disyaratkan memiliki bukti polis
asuransi pada asuransi yang berbadan hukum
Indonesia.
Transfer teknologi dan keahlian juga menjadi hal
yang dibahas dalam peraturan baru ini.
Peraturan ini mewajibkan tenaga kerja asing
untuk melakukan transfer teknologi dan
membuat surat pernyataan wajib mengalihkan
keahliannya kepada TKI (Tenaga Kerja Indonesia)
pendamping yang dibuktikan dengan laporan
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.
Aturan baru juga mengatur tentang masa
berlaku IMTA dimana masa berlaku IMTA untuk
TKA yang menduduki jabatan sebagai anggota
direksi, anggota komisaris atau anggota
pembina, anggota pengurus dan anggota
pengawas paling lama dua tahun dan dapat di
perpanjang. Adapun penambahan pengaturan
dalam regulasi ini bahwa IMTA dapat digunakan
sebagai dasar penerbitan persetujuan visa,
pemberian dan perpanjangan Izin Tinggal
Terbatas (ITAS), alih status Izin Tinggal
Kunjungan (ITK) menjadi ITAS, alih status ITAS
menjadi ITAP (Izin Tinggal Tetap) dan
EKONOMI DOMESTIK
19
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
perpanjangan ITAP, serta IMTA untuk wilayah
Perairan digunakan sebagai dasar untuk
mengeluarkan izin berlayar dari instansi yang
bertanggung jawab di bidang Perhubungan.
Selain itu, dalam regulasi baru ini juga diatur
terkait izin mempekerjakan TKA untuk pekerjaan
bersifat sementara, pekerjaan darurat dan
mendesak, kawasan ekonomi khusus dan
kawasan pelabuhan bebas dan perdagangan
bebas, wilayah perairan, pemandu
nyanyi/karaoke, dan pemegang izin tinggal
tetap. Berdasarkan regulasi baru ini, pembayaran
Dana Kompensasi Penggunaan Tenaga Kerja
Asing (DKP-TKA) sebesar US$100 per
jabatan/bulan yang dibayarkan dimuka dan
harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam
rupiah.
Meski demikian, permenaker yang baru ini justru
memuat beberapa kelemahan seperti
penghapusan syarat penggunaan bahasa
Indonesia bagi tenaga kerja asing. Syarat ini
dinilai banyak kalangan justru melonggarkan
pekerja asing yang masuk ke Indonesia. Namun,
Menaker Hanif Dhakiri mengatakan pemerintah
memiliki pertimbangan tersendiri dalam
penghapusan syarat bahasa Indonesia bagi
tenaga kerja asing ini. Kebijakan tersebut
menurutnya bertujuan untuk melancarkan arus
investasi asing ke Indonesia sehingga mampu
menumbuhkan lapangan kerja di tanah air.
Dengan syarat-syarat yang lebih detail dan
pasal-pasal yang lebih rinci dalam peraturan
yang baru, maka peraturan baru ini menjadi
sistem kendali yang kuat dalam pengaturan
tenaga kerja asing di Indonesia.
Alasan kuat pemerintah dalam memperbaharui
aturan tenaga kerja asing salah satunya karena
aturan lama yang dinilai sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan jaman. Indonesia
memang bukan satu-satunya yang menghadapi
persoalan tenaga asing. Sejumlah negara lain
pun melakukan hal yang sama, contohnya
Singapura.
Dalam sebuah makalah yang ditulis Yap Mui
Teng tentang sistem pengaturan tenaga kerja
asing di Singapura, Yap menyajikan data terkait
peningkatan jumlah tenaga kerja asing di negeri
singa tersebut yang terus meningkat dari tahun
ke tahun. Sepanjang 1999-2009, jumlah pekerja
asing di Singapura meningkat dari 30,1%
menjadi 35,2%. Jumlah tenaga kerja asing di
Singapura bahkan tidak berhenti di angka
tersebut di atas. Dari laporan sejumlah media
asing, tahun 2013 jumlah tenaga kerja asing di
Singapura jumlahnya mencapai 42,9 persen.
Oleh karena itu, Singapura terus berupaya untuk
membatasi pekerja asing dengan serangkaian
kebijakan termasuk merevisi aturan-aturan
dalam mempekerjakan tenaga asing.
Secara umum, Singapura memberikan syarat
yang berbeda pada dua jenis pekerja asing,
tenaga terampil/profesional/pengusaha/investor
dan tenaga kerja kurang terampil, di negara
tersebut. Aturan ketat diberlakukan untuk kedua
jenis tenaga kerja asing tersebut.
Belakangan, Singapura juga melakukan
pembatasan dengan mengurangi jumlah atau
kuota tenaga asing yang masuk ke Singapura di
kedua jenis pekerja asing tersebut. Serta
memberlakukan pajak lebih besar pada
perusahaan yang mempekerjakan tenaga asing
serta mewajibkan perusahaan yang akan
mempekerjakan tenaga kerja asing untuk
memasang iklan di biro pencari kerja dan
ditujukan kepada warga Singapura.
Sementara itu, dalam skala internasional, aturan
tentang pengaturan pekerja asing dimuat dalam
sejumlah konvensi di bawah badan dunia yang
membawahi tenaga kerja. Namun pada
prinsipnya, aturan-aturan bagi tenaga kerja
asing harus memperhatikan bahwa hak untuk
bekerja adalah hak dasar serta menjadi kunci
untuk melaksanakan hak-hak lainnya.
20
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
SYMPOSIUM NASIONAL CYBERSECURITY
LANGKAH AWAL PERTAHANAN CYBER
INDONESIA
oleh Melanthon Tumpal danTumpak Ferdinand
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia,Sofyan Djalil menghadiri acara Symposium
Nasional Cybersecurity di Hotel Borobudur. Pada kesempatan kali ini acara yang mengusung tema
Simposium Nasional Cybersecurity “Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia melalui Sistem
Cybersecurity Nasional yang Komprehensif dan Holistik” dibuka langsung oleh Menko Perekonomian,
Sofyan Djalil dan Menko Polhulkam, Tedjo Edhi Purdijatno.
Acara tersebut diselenggarakan dengan didasari oleh banyaknya penggunaan teknologi di Indonesia baik
untuk bersosialisasi atau pun kegiatan ekonomi. Acara ini bertujuan untuk mencetuskan pandangan dan
masukan yang komprehensif, serta konstruktif terhadap upaya membangun system cyber security nasional
yang tangguh. Serangan cyber itu sangat masif, bisa perorangan atau bisa oleh negara. Kemampuan cyber
Indonesia nanti menunjukkan ketahanan terhadap serangan cyber dari luar. Sekarang ini masing-masing
instansi seperti bank, badan pe rtahanan, dan perhubungan sudah ada pertahanan masing-masing
terhadap cyber tetapi belum ada yang mengkoordinir secara nasional satuan komando untuk menjaga
ketahanan dari serangan cyber.
Berbagai macam analisa yang mencoba mengkaji mengapa Indonesia berada di posisi tertinggi terhadap
risiko terserang kejahatan cyber. Analisa tersebut mulai dari semakin banyaknya hacker di Indonesia, baik
itu asli Indonesia maupun luar Indonesia yang dengan sengaja melakukan praktiknya di Indonesia.
Selanjutnya analisa yang mengatakan bahwa Indonesia tidak memiliki landasan hukum yang tegas dalam
mengadili kasus kejahatan cyber. Laporan berskala internasional mengenai serangan cyber kerap kali
menempatkan Indonesia dalam posisi puncak, bahkan sampai mengalahkan negara-negara yang memiliki
teknologi internet canggih seperti halnya Amerika Serikat, Tiongkok, hingga Korea Selatan.
Berdasarkan data dari International Telecommunication Union (ITU) dan ABI Research, Indonesia berada di
peringkat ke 13 dalam daftar indeks keamanan cyber global. Daftar yang dirilis tersebut meliputi 193
negara di dunia. Bahkan, 50 ribu serangan cyber diklaim menyerang Indonesia.
Persoalan ini menjadi bukti jika Indonesia masih lemah terhadap ancaman dunia cyber dan Indonesia
belum berdaulat di dunia cyber. Sehingga 'penjajahan' jenis baru yaitu di dunia cyber masih kerap terjadi
dan sangat merugikan Indonesia, di segala bidang terutama politik dan ekonomi.
Pemerintah menyadari pentingya pembentukan Badan Cyber Nasional (BCN), karena pada saat ini
teknologi informasi dan komunikasi telah merambah ke berbagai sektor di masyarakat. Sehingga
keamanan di dunia maya menjadi prioritas dalam keamanan nasional, rencana pemerintah akan
membentuk Badan Cyber Nasional (BCN) diharapkan mampu menjadi wadah yang bisa mengkoordinasi
seluruh ancaman di dunia cyber di Indonesia dan diharapkan tidak ada lagi permasalahan tentang
penyadapan presiden. Nantinya, Badan Cyber akan bekerja sama dengan BIN dan lembaga lainnya dalam
suatu koordinasi. Dengan demikian, Badan Cyber Nasional (BCN) diharapkan mampu menjadi wadah yang
bisa mengkoordinasi seluruh ancaman di dunia cyber hasilnya tentu berdampak bagi ekonomi bangsa.
KEGIATAN MENKO
21
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
foto: www.migasreview.com
Janji Pemerintahan Jokowi-JK untuk lebih
memperhatikan pembangunan di Wilayah
Indonesia Bagian Timur, bisa dikatakan tidak
main-main. Betapa tidak, sejumlah proyek
infrastruktur pendukung kehidupan ekonomi
dan sosial masyarakat di wilayah ini mulai
diwujudkan. Salah satunya adalah pembangunan
Pelabuhan Garongkong, Sulawesi Selatan, yang
anggarannya mencapai USD 42,45 juta.
Alasannya sangat logis, karena berdasarkan data
yang ada, dalam lima tahun terakhir, terjadi
peningkatan jumlah kargo dan penumpang yang
cukup signifikan di Pelabuhan Makassar yang
berkisar 10% pertahunnya. Selanjutnya,
kepadatan arus barang dan bongkar muat di
pelabuhan ini, terutama peti kemas, harus
segera ditanggulangi dengan pembangunan
Pelabuhan Garongkong yang khusus melayani
kedatangan muatan non-makanan dan cairan,
seperti semen, batu bara, clinker, dan lain-lain.
Selain pelabuhan, pembangunan Jalan Tol
Manado-Bitung di Sulawesi Utara yang nilai
anggarannya mencapai USD 353 juta juga
diwujudkan Pemerintah. Tujuan pembangunan
ini adalah untuk menjadikan Manado dan Bitung
menjadi kawasan kota metropolitan yang
disebut Bimindo (Bitung-Minahasa-Manado).
Kawasan ini diproyeksikan menjadi pintu
gerbang perdagangan sekaligus “urat nadi”
perekonomian Indonesia di Bagian Utara, yang
akan menghubungkan Indonesia langsung
dengan kawasan Asia Tenggara. Selain itu, jalan
tol ini diharapkan bisa mengurangi kepadatan
lalu lintas Manado-Bitung.
ENERGI
Infrastruktur
Migas
Di
Kawasan timur indonesia
oleh Susiyanti
22
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
Masih di Wilayah Bagian Timur sebelah Utara
Indonesia, Pemerintah juga bermimpi untuk
mengembangkan Bitung International Hub Port,
Sulawesi Utara, senilai USD 500 juta. Sementara
di bagian Selatan Sulawesi, Pelabuhan Makassar
akan dikembangkan menjadi Makassar New
Port, yang nilai investasinya mencapai USD
421,55 juta. Tujuannya, pelabuhan baru ini
nantinya bisa mengakomodasi kebutuhan lalu
lintas bongkar muat peti kemas, setidaknya pada
tahun 2032 mendatang.
Pelabuhan Baubau di Sulawesi Tenggara, segera
dibangun dengan anggaran USD 20,39 juta.
Lokasi yang sangat strategis, yakni berada di
tengah-tengah jalur barat Indonesia (Jakarta-
Surabaya) dan tengah (Makassar), Pelabuhan
Baubau juga akan menjadi “jembatan” menuju
Kawasan Indonesia Bagian Timur seperti Maluku,
Maluku Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi
Utara. Diharapkan, eksistensi Pelabuhan Baubau
mampu memperlancar pendistribusian potensi
sumber daya alam dan pertambangan yang
terdapat di Wilayah Sulawesi dan sekitarnya.
Data lain yang ada di Sulawesi adalah volume
lalu lintas di Bandara Mutiara Sulawesi Tengah
yang meningkat sekitar 62% dalam delapan
tahun terakhir. Meskipun sempat mengalami
perlambatan pada tahun 2009. Hingga saat ini,
peningkatan volume lalu lintasnya penumpang
meningkat sekitar 31,7% dan lalu lintas kargo
meningkat sekitar 29,1%. Pada tahun 2015
diperkirakan ada 1 juta penumpang pesawat
yang menggunakan Bandara Mutiara. Untuk itu,
Pemerintah menyiapkan anggaran mencapai
USD 103,3 juta untuk perluasan Bandara
Mutiara.
Proyek-proyek tersebut tercantum dalam PPP
Book 2015. Dimana pelaksanaannya merupakan
kerja sama antara Pemerintah bersama dengan
pihak swasta, baik dari dalam maupun luar
negeri sebagai investor.
Jika melihat APBN 2015, Pemerintah
memberikan porsi belanja yan lebih besar
khususnya bagi Kementerian Pekerjaan Umum
dan Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral. Untuk Kementerian PU, pagu anggaran
yang disiapkan berdasarkan APBN-P 2015
adalah sebesar Rp118,546 triliun. Sementara
untuk Kementerian ESDM, pagu yang disiapkan
adalah sebesar Rp15,070 triliun.
Besaran pagu anggaran tersebut sesuai dengan
kebutuhan masyarakat kawasan Indonesia Timur.
Selain itu juga sejalan dengan arah kebijakan
dan strategi percepatan pengembangan
kawasan Indonesia Timur yang disiapkan oleh
Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional.
Gambaran umum tentang kondisi Kawasan
Timur Indonesia direkam oleh Amril Taufik Gobel
dalam tulisannya yang dimuat pada Kompasiana.
Pada acara Simposium Nasional Migas Indonesia
di Makassar, tanggal 25-26 Februari 2015
bertempat di Ballroom Phinisi Hotel Clarion,
yang dilaksanakan oleh Komunitas Migas
Indonesia chapter Sulawesi Selatan, ada
sejumlah catatan penting terkait dengan
prospek pengembangan industri hulu migas di
kawasan Timur Indonesia yang disampaikan
beberapa narasumber. Salah satu yang cukup
menarik adalah uraian dari Patuan Alfon
Simanjuntak, Ditjen Migas Kementerian ESDM.
Menurut Alfon Simanjutak Ditjen Migas
Kementrian ESDM, kecenderungan proyek migas
Indonesia mulai bergeser ke timur Indonesia dan
umumnya didominasi dengan explorasi gas.
Beberapa proyek pengembangan minyak dan
gas bumi yang telah dan akan dilaksanakan di
Kawasan Timur Indonesia antara lain
Pengembangan Gas Masela, Donggi-Senoro,
Tangguh Train 3 Papua, dan Gas Kota (City Gas)
di Kabupaten Wajo. Potensi ini akan menjadi
23
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
"primadona" penghasil devisa dan pemasukan
bagi negara di masa depan.
Kawasan Papua memiliki cadangan sebesar
23,46 triliun kaki kubik (TCF) dan di kawasan
pulau Sulawesi sebelah timur memiliki cadangan
gas sebanyak 2,56 TCF. Sementara itu, cadangan
minyak di Indonesia di pulau Papua 61,7 juta
barel dan pulau Sulawesi mencapai 50,17 juta
barel.
Awang.H.Satyana, staf khusus Kepala SKK Migas
menyebutkan bahwa salah satu tantangan yang
akan dihadapi dalam eksplorasi migas di
Kawasan Timur Indonesia adalah faktor geologis
karena kurang lebih 80% potensi migas di
Indonesia Timur berada di laut, dan tentu
dengan tingkat kesulitan tinggi dibandingkan
eksplorasi di darat.
Hal tersebut tentunya akan berbanding lurus
dengan besaran biaya. Yang mana akan semakin
mahal seiring penggunaan teknologi tinggi yang
menyertainya serta resiko finansial yang
mungkin timbul. Terlebih infrastruktur
pelabuhan dan transportasi relatif belum
memadai untuk menjangkau wilayah kerja migas
yang umumnya berada di daerah terpencil.
Sementara itu dari sisi tantangan sosial dan
politik, otonomi daerah akan semakin dominan
peranannya untuk mendukung proyek-proyek
migas di Indonesia Timur termasuk
mengantisipasi isu-isu keamanan yang kerap
muncul khususnya yang berhubungan dengan
proses pembebasan lahan.
Walikota Makassar, Mohammad Ramdhan
Pomanto menyebutkan bahwa Makasar
berencana untuk membangun kawasan energi
terintegrasi di daerahnya. Pembangunan
Makasar Energy Center (MEC) ini rencananya
akan mulai dibangun tahun 2015. Kawasan
energi ini akan terintegrasi dengan industri-
industri lain. Lokasinya juga berdekatan dengan
pelabuhan sebagai infrastruktur yang bisa
mendukung kawasan tersebut. Pada proyek
tersebut, salah satu kawasan merupakan
reklamasi laut yang berbentuk pulau. Nantinya
seluruh industri yang terkait dengan energi,
seperti gas, minyak, kilang, maupun pembangkit
listrik akan masuk di kawasan tersebut.
Rencananya kawasan tersebut akan dibangun di
daerah muara Sungai Tallo Kecamatan Tallo.
Untuk pembangunan wilayah khusus energi
seperti pembangkit listrik dan kilang dibutuhkan
lahan sekitar 400 hektar. Sementara untuk
pelabuhannya membutuhkan lahan sekitar 500
hektar.
Tidak hanya itu, pada tahun ini pula
direncanakan pembangunan Jeneponto
Integrated Industrial park Sulawesi Selatan yang
dikelola oleh Aintza Group. "Pada kawasan
seluas 5000 hektar yang berlokasi di perbatasan
kabupaten Jeneponto dan Takalar ini akan
dibangun Kilang Minyak, Pembangkit Listrik,
Smelter, Food Processing, dan water front City
yang terintegrasi (Darman Saul dari Aintza
Energy).
Peran Rantai Pasokan (Supply Chain)
Posisi Rantai Supplai memegang peranan yang
sangat penting untuk menjamin kelancaran
operasional industri hulu migas di kawasan
Timur Indonesia. Harus diakui, infrastruktur di
kawasan ini masih relatif minim dibanding
kawasan Barat Indonesia. Untuk itu, inisiatif
untuk menjadikan Makassar sebagai "hub"
(poros) utama dalam strategi rantai supplai
pengembangan industri hulu migas di Indonesia
Timur layak didukung mengingat posisi penting
daerah ini yang secara geografis berada di posisi
strategis juga telah memiliki sarana pendukung
yang relatif memadai.
Pembangunan Makassar New Port (MNP)
misalnya menjadi salah satu momentum terbaik
dalam mendukung hal ini. MNP tidak hanya
mendukung gagasan Tol Laut
Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla yaitu dengan
24
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 6 EDISI JUNI 2015
membangun lima pelabuhan besar peti kemas di
Kuala Tanjung-Sumatera Utara, Tanjung Priok-
Jakarta, Teluk Lamong- Surabaya, Makassar dan
Sorong, tetapi juga kawasan MNP yang akan
menampung peti kemas seluas 16 hektar, dan
mampu memfasilitasi 500.000 peti kemas
pertahun serta dijadwalkan beroperasi pada
tahun 2018. Pembangunan ini akan menjadi
tulang punggung pengembangan industri hulu
migas kawasan Indonesia Timur.
Peningkatan efisiensi di sektor transportasi laut
ini tentunya dibarengi dengan pembangunan
fisik fasilitas pelabuhan (baik pengirim maupun
penerima) seperti dermaga, lapangan
penumpukan, jalan akses, serta penyediaan alat
bongkar muat untuk mendukung operasional
eksplorasi dan produksi hulu migas. Arus supplai
barang melalui laut yang banyak mendominasi
sistem distribusi dan transportasi di kawasan
timur Indonesia bisa lebih lancar dan terjamin,
bahkan menjangkau daerah terpencil.
Dalam konteks pembangunan industri hulu
migas nasional di kawasan timur Indonesia,
elemen insan rantai supplai yang menjalankan
mekanisme tersebut memegang peran yang
sangat penting. Mengingat sekitar dua pertiga
anggaran dibelanjakan melalui fungsi SCM
(Supply Chain Management) maka insan Rantai
Supplai harus harus mengubah paradigma
proses bisnis dari sekedar “tukang antar barang”
dan menjalankan fungsi administratif belaka,
menjadi center of competitive advantage dan
center of excellence.
Industri hulu migas kawasan Timur Indonesia
yang padat modal, padat teknologi dan padat
resiko harus dikaji lebih dalam mekanisme rantai
supplainya secara holistik agar menghasilkan
penghematan yang signifikan. Pengurangan
biaya inventory, peningkatan pemberdayaan
kapasitas nasional serta efisiensi tata kelola SCM
dan tentunya akan mengarah kepada upaya
mendukung pencapaian target produksi migas
nasional.
Tentunya hal ini tidak mudah. Upaya mereduksi
biaya logistik yang kian membengkak dan
kerapkali menjadi kendala serius dalam
penanganan rantai supplai industri hulu migas di
kawasan timur Indonesia, perlu dilakukan
dengan cara “kerja cerdas” guna menghasilkan
keunggulan yang bernilai tambah.
Kebijakan regulasi fiskal melalui insentif pajak
dan bunga, penerapan teknologi informasi dan
komunikasi (misalnya lewat cargo e-tracking
system), peremajaan dan peningkatan kualitas
armada, sinergi dan koordinasi lintas kebijakan
termasuk mekanisme perizinan “satu pintu”
sampai peningkatan kompensasi/ remunerasi
insan Rantai Supplai merupakan beberapa cara
yang bisa diterapkan dan semuanya bisa dimulai
atau dipelopori oleh jajaran insan rantai supply
25
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
REDAKSI TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4
Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2 – 4 Jakarta, 10710
Telp. 021-3521843, Fax. 021-3521836
Email: tinjauan.ekon@gmail.com
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat diunduh pada website
www.ekon.go.id
Recommended