View
36
Download
5
Category
Preview:
Citation preview
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Enterokolitis nekrotikans (EKN) merupakan penyakit saluran cerna pada bayi baru
lahir, ditandai dengan kematian jaringan luas yang terjadi pada dinding usus. Penyakit ini
menjadi salah satu masalah pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR).
Pada umumnya EKN lebih sering ditemukan pada bayi prematur daripada bayi cukup
bulan. Faktor resiko penyebab terjadinya EKN adalah; kelahiran prematur, pemberian
makanan enteral dini, perlukaan mukosa usus, dan adanya bakteri pada usus.1
Angka kejadian EKN mencapai 6 % pada bayi dengan berat badan lahir kurang dari
1500 gram di seluruh dunia, dan cenderung meningkat pada akhir dekade ini. Beberapa
penulis melaporkan angka kejadian berkisar antara 1,5-7,5% pada bayi yang dirawat di
Unit Perawatan Intensif. Angka kejadian EKN berbeda dari satu rumah sakit dengan
rumah sakit lainnya. Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan angka kejadian
penyakit ini adalah kemampuan dalam mendiagnosis dan mengenali gejala dini penyakit
ini.2
Diagnosis EKN di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada tahun
60-an jarang sekali ditegakkan. Kewaspadaan terhadap penyakit ini baru meningkat
sesudah tahun 1972. Pada penelusuran catatan medik di sub bagian Perinatologi
FKUI/RSCM, sejak tahun 1982-1985 menunjukkan 1 kasus pada tahun 1980, 2 kasus
tahun 1982, 3 kasus pada tahun 1983, 4 kasus pada tahun 1984 dan 3 kasus pada tahun
1985. Dari gambaran kejadian ini terlihat bahwa penambahan kejadian justru pada saat
digunakan alat canggih dalam penanganan neonatus.1
Angka kematian EKN cukup tinggi. Pada tahun 1980 angka kematian EKN di
Amerika Serikat adalah 29%. Sedangkan di Rumah Sakit Anak & Bunda Harapan Kita
pada tahun 1988-1989, dari 35 penderita EKN dilaporkan kematian terjadi pada 19 kasus
(54,3%).1
1
B. Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui patogenesis, diagnosis dan
penatalaksanaan enterokolitis nekrotikan pada bayi baru lahir.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Enterokolitis nekrotikans adalah kelainan pada saluran pencernaan berupa bercak atau
nekrosis difus pada mukosa atau submukosa kolon yang didapat dan paling sering terjadi
pada bayi prematur dan dengan berat lahir sangat rendah2.
B. Etiologi
Etiologi EKN hingga saat ini belum dapat dipastikan, namun diyakini erat kaitannya
dengan terjadinya iskemik intestinal, faktor koloni bakteri dan faktor makanan. Iskemik
menyebabkan rusaknya dinding saluran cerna, sehingga rentan pada invasi bakteri. EKN
jarang terjadi sebelum tindakan pemberian makanan dan sedikit terjadi pada bayi yang
mendapat ASI. Bagaimananapun, sekali pemberian makanan dimulai, hal itu cukup untuk
menyebabkan proliferasi bakteri yang dapat menembus dinding saluran cerna yang rusak
dan menghasilkan gas hidrogen. Gas tersebut bisa berkumpul dalam dinding saluran
cerna (pneumotosis intestinalis) atau memasuki vena portal4.
Enterokolitis nekrotikans sering dihubungkan dengan dengan faktor resiko spesifik,
antara lain : pemberian susu formula, asfiksia, Intrauterine Growth Restriction (IUGR),
polisitemia / hiperviskositas, pemasangan kateter umbilikal, gastroskisis, penyakit
jantung bawaan, dan mielomeningokel4.
Enterokolitis nekrotikan bisa timbul sebagai kumpulan penyakit atau penyakit
dominan di Unit Rawat Intensif Neonatus. Beberapa kumpulan tampaknya berhubungan
dengan organisme spesifik (misalnya Klebsiella, Escherichia coli, Staphylococcus
koagulase-negatif), tetapi sering kuman patogen spesifik tidak diketahui4.
C. Epidemiologi
Angka kejadian EKN sangat bervariasi antar negara bagian di Amerika Serikat,
berkisar antara 3–28 % dengan rata-rata 6 -10 % terjadi pada bayi dengan berat lahir
3
kurang dari 1500 gram. Berbanding terbalik antara usia kehamilan saat lahir atau berat
lahir dengan insiden EKN, artinya semakin cukup usia kehamilan atau semakin cukup
berat lahir, semakin rendah resiko terjadinya EKN3.
Enterokolitis Nekrotikans lebih sering terjadi pada bayi laki – laki, dan beberapa
penulis melaporkan angka kejadian lebih banyak pada orang afrika daripada orang kulit
putih ataupun ras hispanik. Walaupun kebanyakan neonatus yang menderita EKN adalah
bayi yang lahir pada usia kehamilan preterm, namun 5-10 % dari kasus yang dilaporkan,
juga terjadi pada bayi yang lahir pada usia kehamilan lebih dari 36 minggu. Dalam tiga
dekade terakhir angka mortalitas yang disebabkan oleh EKN berkisar antara 10-30 %
dengan tren menurun seiring dengan semakin berkembangnya advances neonatal care3
D. Klasifikasi
Kriteria Bell’s menurut Gomella:
Stadium 1 (suspek EKN)
1. kelainan sistemik : tandanya tidak spesifik, termasuk apnu, bradikardia,
letargi dan suhu tidak stabil.
2. kelainan abdominal : termasuk intoleransi makanan, rekuren residual lambung,
dan distensi abdominal.
3. kelainan radiologik : gambaran radiologi bisa normal atau tidak spesifik.
Stadium 2 (terbukti EKN)
1. kelainan sistemik : seperti stadium 1 ditambah dengan nyeri tekan abdominal
dan trombositopenia.
2. kelainan abdominal : distensi abdominal yang menetap, nyeri tekan, edema
dinding usus, bising usus hilang dan perdarahan per rektal.
3. kelainan radiologik : gambaran radiologi yang sering adalah pneumatosis
intestinal dengan atau tanpa udara vena porta atau asites.
4
Stadium 3 (EKN lanjut)
1. kelainan sistemik : termasuk asidosis respiratorik dan asidosis metabolik, gagal
nafas, hipotensi, penurunan jumlah urin, neutropenia dan disseminated intravascular
coagulation (DIC).
2. kelainan abdominal : distensi abdomen dengan edema, indurasi dan diskolorasi.
3. kelainan radiologik : gambaran yang sering dijumpai adalah pneumoperitoneum.
Tabel D.1. Kriteria Bell5
StadiumKelainan sistemik Kelainan abdominal Kelainan radiologik
IA. Tersangka
EKN
Suhu tidak stabil
Apnu
Bradikardia
Residu lambung
meningkat
Distensi abdomen
ringan
Darah samar di dalam
feses
Normal
Ileus ringan
IB. Tersangka
EKN
SDA SDA
+ Darah segar per
rektal
SDA
IIA. EKN
definitif ringan
SDA SDA
+ Peristaltik (-)
+ Nyeri tekan
Ileus
Pneumatosis
intestinal
IIB. EKN
definitif sedang
SDA
+ Asidosis
metabolik ringan
+ Trombositopenia
ringan
SDA
+ Peristaltik (-)
+ Nyeri tekan
+ Selulitis
+ Benjolan kuadran
kanan bawah
SDA
+ Udara vena porta
± Asites
IIIA. EKN lanjut, SDA SDA SDA
5
sakit berat, usus
utuh
+ Hipotensi
+ Bradikardia
+ Asidosis respirasi
+ Asidosis
metabolik
+ DIC
+ Neutropenia
+ Peritonitis
generalisata
+ Nyeri tekan
+ Distensi abdomen
+ Asites
IIIB. EKN lanjut,
sakit berat,
perforasi
SDA SDA SDA
+
Pneumoperitoneum
Dikutip dari: Lavene MI, Tudehope DI, Sinha S.Essensial Neonatal Medicine.Ed 4
E. Patogenesis
Walaupun etiologi EKN masih kontroversi, analisis epidemiologi penyakit ini telah
mengidentifikasi beberapa faktor resiko utama, yaitu prematuritas, makanan enteral,
iskemik ataupun asfiksia intestinal, dan kolonisasi bakteri. Studi terakhir menunjukkan
hubungan faktor resiko ini dengan terjadinya nekrosis usus. Studi ini menggambarkan
bagaimana kerusakan mukosa juga berhubungan dengan terganggunya sistem imun yang
mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi, yang pada akhirnya menimbulkan sindrom
respon inflamasi sistemik7.
1. Prematuritas72
Lebih dari 90 % kasus EKN terjadi pada bayi prematur, berat badan lahir rendah,
dan telah menjadi faktor resiko utama. Walaupun banyak perbedaan antara bayi
prematur dengan bayi cukup bulan, mekanisme yang bertanggung jawab terhadap
predileksi EKN pada kondisi EKN masih belum dipahami sepenuhnya. Penelitian
yang dilakukan pada manusia dan hewan telah mengidentifikasi perubahan dalam
komponen – komponen sistem pertahanan usus, motilitas, kolonisasi bakteri, regulasi
6
aliran darah, dan reaksi inflamasi yang berperan dalam terjadinya kerusakan pada
usus.
2. Iskemik intestinal atau asfiksia7
Hasil suatu studi pada hewan baru lahir menunjukkan perbedaan sirkulasi saluran
cerna yang menjadi predisposisi terjadinya EKN. Resistensi pembuluh darah basal
saluran cerna meningkat pada fetus, dan menurun dengan signifikan segera setelah
lahir, menimbulkan peningkatan kecepatan aliran darah saluran cerna yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan saluran cerna dan somatik yang kuat. Perubahan pada
resistensi vaskular tergantung pada keseimbangan antara molekul dilator (nitrat
oksida) dan konstriktor (endotelin), dan juga respon miogenik. Studi menunjukkan
bahwa bayi baru lahir memiliki penyimpangan respon terhadap stres sirkulasi, yang
menyebabkan penurunan aliran saluran cerna atau resistensi vaskuler. Dalam respon
terhadap hipotensi, hewan baru lahir menunjukkan defek tekanan-autoregulasi aliran
darah, menyebabkan penurunan penyediaan oksigen saluran cerna dan oksigenasi
jaringan. Sebagai tambahan, pada hipoksemia arteri, sirkulasi saluran cerna bayi baru
lahir memiliki respon yang berbeda dari hewan yang lebih tua. Walapun setelah
hipoksemia, terjadi vasodilatasi dan peningkatan perfusi saluran cerna, hipoksemia
berat akan menyebabkan vasokonstriksi dan iskemia atau hipoksia saluran cerna,
dimediasi oleh tidak adanya produksi nitrat oksida. Kebanyakan mediator kimia
(nitrat oksida, endotelin, substansi P, norepinefrin, dan angiotensin) berdampak pada
vasomotor , regulasi abnormal menghasilkan penekanan autoregulasi sirkulasi,
mengarah pada iskemia saluran cerna dan nekrosis jaringan7.
Nekrosis dimulai di mukosa dan dapat berkembang mengenai seluruh lapisan
dinding saluran cerna, menyebabkan perforasi yang berikutnya menyebabkan
peritonitis dan udara bebas intra-abdomen. Perforasi umumnya terjadi di ileum
terminal, kolon dan lebih jarang terjadi di usus kecil bagian proksimal. Sepsis terjadi
pada 33% bayi dan kematian dapat terjadi4.
7
3. Pemberian makanan secara enteral7
Kebanyakan kasus EKN terjadi setelah pemberian makanan secara enteral yang
diberikan kepada bayi prematur. Pada beberapa kasus yang pernah dilaporkan pada
beberapa dekade yang lalu, EKN terjadi beberapa hari setelah pemberian makanan
yang pertama, tapi pada laporan kasus yang terjadi pada 1990-an EKN yang terjadi
pada BBLSR, terdiagnosis setelah beberapa minggu. Adanya perbedaan kasus diatas
telah memberikan pemahaman baru bagaimana perawatan terhadap neonatus, seperti
pemberian makanan hipokalori dengan jumlah sedikit, dan ditingkatkan secara
perlahan, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya EKN. Walaupun hubungan
antara makanan enteral dan EKN masih belum dipahami sepenuhnya, tapi beberapa
studi membuktikan pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI), yang memang berbeda
dengan susu formula, baik dari segi jumlah, komposisi, dan osmolalitas.
Pada penelitian secara prospektif yang pernah dilaporkan, didapatkan penurunan 50%
angka kejadian EKN dengan pemberian ASI, terutama pada bayi BBLR. ASI
mengandung berbagai faktor bioaktif yang mempengaruhi imunitas, inflamasi, dan
proteksi mukosa, termasuk sekresi Immunoglobulin A (IgA), leukosit, laktoferin,
lisozim,musin, sitokin, faktor pertumbuhan, enzim, oligosakarida, dan asam lemak
tak jenuh rantai ganda, yang mana sebagaian besar tidak terkandung pada susu
formula. Sistem pertahanan mukosa saluran cerna didapatkan dari ASI, seperti faktor
pertumbuhan epidermal, asam lemak tak jenuh rantai ganda, platelet activating
factor-acetylhydrolase, IgA dan makrofag yang efektif dalam menurunkan penyakit
ini pada hewan, walaupun belum sepenuhnya terbukti efektif pada percobaan
manusia.
4. Kolonisasi Bakteri2,7
In Utero, usus janin terus dibasahi dalam cairan amnion yang steril, diperkaya
dengan nutrisi, hormon, dan faktor-faktor pertumbuhan yang membantu
perkembangan dari traktus intestinal. Saat lahir, bayi akan meninggalkan lingkungan
yang steril tersebut. Pemberian ASI pada bayi akan membentuk kolonisasi beberapa
8
jenis organisme pada minggu pertama kehidupan, termasuk spesies anaerob seperti
Bifidobacteria dan Lactobacill. Dibandingkan dengan bayi yang dirawat Rumah
Sakit, saluran cerna pada bayi yang prematur memiliki spesies bakteri yang sedikit,
dan bakteri anaerob yang lebih sedikit atau mungkin sama sekali tidak ada.
Kolonisasi oleh bakteri komensal membuat sebuah flora usus yang stabil dan sangat
penting bagi perkembangan struktur intestinal. Bakteri komensal mampu meningkatkan
dan menjaga kesatuan sebagai mukoprotektor dengan menurunkan produksi mukus,
memperkuat Intestinal Tight Junction, memproduksi zat-zat racun yang melawan bakteri
aerobik, dan menurunkan pH intralumen.
Ketidakseimbangan kolonisasi bakteri, dimana terdapat ketidakseimbangan antara
bakteri patogen dan komensal menyebabkan dominasi dan proliferasi patologis yang
dilakukan oleh bakteri patogen. Bukti terakhir menunjukkan bahwa kontaminasi dan
kolonisasi bakteri pada pemberian makanan formula melalui Nasogastric tube (NGT)
pada bayi prematur merupakan predisposisi pada beberapa bayi untuk terjadinya EKN.
Mekanisme spesifik bagaimana inisiasi bakteri dalam kejadian EKN belum sepenuhnya
dimengerti, namun pada kebanyakan kasus ditemukan bahwa dinding sel bakteri patogen
menghasilkan endotoksin, dan beberapa komponen aktif menyerupai reseptor di epitel
usus, dan mengaktivasi mediator inflamasi yang memicu kerusakan usus.
9
Gambar E.1 Hypothetical events in the pathophysiology of neonatal necrotizing
enterocolitis7
F. Gejala klinis
Permulaan penyakit terjadi dua minggu pertama, tetapi paling lambat terjadi pada usia
2 bulan. Gambaran klinis EKN bervariasi tanda dan gejalanya mungkin tidak spesifik
seperti lemah malas minum, regurgutasi atau muntah, tidak mau makan, lebih lanjut akan
timbul kembung tinja berdarah sebagian kasus mengalami diare. Sering juga ditemukan
suhu yang tidak stabil, retargi dan distensi abdomen. Bayi dapat memburuk dengan cepat
dengan memperlihatkan tanda – tanda sepsis, asidosis metabolic, DIC (Diseminated
Intavasculer Coagolation) dan akhirnya meninggal. Gejala klinis EKN tergantung dari
10
stadium penyakit, selain itu gejala klinisnya sangat bervariasi dan tidak ada yang khas.
Ada dua kelompok gejala klinis yang penting, yaitu :
1. Gejala dan tanda sistemik
Distress respirasi
Bradikardi
Suhu tubuh tidak stabil
Kesulitan minum
Diathesis haemoragik
Retargia
Irritable
Apneu
Gejala – gejala diatas selain di jumpai pada EKN bias juga dijumpai pada keadaan
seperti hipoglikemi, perdarahan otak dan gangguan keseimbangan.
2. Gejala dan tanda abnormal
Distensi abdomen
Nyeri pada dinding perut (abdominal tenderness)
Muntah
Ileus(peristaltic menurun atau tidak ada)
Diare dan ascites
Eritema dan indurasi pada dinding abdomen
Distensi lambung
G. Diagnosis
Menurut WHO (2008), tanda-tanda umum pada EKN meliputi2 :
1. Distensi perut atau adanya nyeri tekan
2. Toleransi minum yang buruk
3. Muntah kehijauan atau cairan kehijauan keluar melalui pipa lambung
4. Darah pada feses
5. Tanda-tanda umum gangguan sistemik :
11
Apneu
Terus mengantuk atau tidak sadar
Demam atau hipotermi
Pemeriksaan Laboratorium12
Darah lengkap dan hitung jenis
Hitung jenis leukosit bisa normal, tetapi biasanya meningkat dengan shift to the
left, atau rendah (leukopenia), trombositopenia sering terlihat. 50 % kasus terbukti
EKN, jumlah platelet < 50.000 uL.
Kultur
Specimen darah, urin, feses, dan Cairan serebrospinal sebaiknya diperiksa untuk
kemungkinan adanya virus, bakteri, dan jamur yang patogen.
Elektrolit
Gangguan elektrolit seperti hiponatremia dan hipernatremia serta hiperkalemia
sering terjadi.
Analisa gas darah
Asidosis metabolik, ataupun campuran asidosis metabolic dan respiratorik
mungkin terlihat.
Sistem koagulasi
Jika dijumpai trombositopenia ataupun perdarahan screening koagulopati lebih
lanjut harus dilakukan. Prothrombin Time memanjang, Partial Thromboplastin
time memanjang, penurunan fibrinogen dan peningkatan produk pemecah fibrin,
merupakan indikasi terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC).
C-Reaktif protein
Mungkin tidak meningkat atau pada kasus EKN yang lanjut karena bayi tidak bisa
menghasilkan respon inflamasi yang efektif.
Biomarker
12
Dilakukan untuk mendiagnosis dan memprediksi penyebab EKN seperti gas
hydrogen, mediator inflamasi didalam darah, urin atau feses dan genetic marker,
tetapi semua kerugian membatasi kegunaannya. Penelitian lebih lanjut tentang
genomic dan proteomic marker terus diteliti.
Selain dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis merupakan
pemeriksaan rutin yang sering dilakukan oleh klinisi untuk mendeteksi adanya kelainan.
Pemeriksaan dapat dilakukan secara polos ataupun dengan media kontras. Pada anak
dengan EKN yang umumnya menunjukkan gejala penyakit akut dan berat, perut
kembung, muntah–muntah, menyerupai gejala ileus, maka tidak dilakukan dengan
kontras, foto polos dan tanpa persiapan. Foto dilakukan pada posisi Anteroposterior, erek
atau semierek dengan diafragma terlihat, ataupun left lateral dekubitus (LLD). Beberapa
klinisi menyukai posisi LLD karena dapat menunjukkan fenomena anak tangga pada
ileus, distensi usus, dan adanya udara di luar rongga usus7,8.
Gambaran Radiografik Dini
Gambaran radiografik dini yang mungkin tampak yaitu hilangnya batas dinding usus,
elongasi usus, serta gas intestinal yang terdisorganisasi, dan atonik. Pengenalan gambaran
tersebut sangat penting sehingga dapat dilakukan pengobatan dini dan komplikasi EKN
dapat dihindari7,8.
Gambaran Radiografik Klasik
Adanya Pneumatisasi intestinalis dan gas dalam vena porta merupakan gambaran
radiografik klasik yang dianggap sangat penting dalam diagnosis EKN. Gas dalam
dinding usus bisa berlokalisasi di submukosa akan memberikan gambaran seperti garis
(rel kereta api) pada penampang bujur atau sebagai cincin kembar pada penampang
lintang. Meskipun tanda ini sangat penting, kadang–kadang sukar mengenalinya7,8.
Tanda penting lainnya yang harus diperhatikan yaitu gas dalam vena porta. Gambaran
menunjukkan garis lusen bercabang – cabang sesuai dengan percabangan vena porta di
daerah hepar. Gambaran tersebut bisa juga muncul pada post kateterisasi vena
umbilikalis7,8.13
Gambaran Radiografik Perforasi
Adanya gambaran perforasi merupakan indikasi tindakan bedah, oleh karena itu penting
bagi klinisi dan ahli radiologis untuk mengenali dan menemukan tanda dini perforasi.
Gambaran radiografik perforasi yaitu:
Gas bebas intraperitoneal
Cairan bebas intraperitoneal
Gas usus berkurang dengan lingkar asimetrik,
Lingkar usus melebar persisten7,8
Gambar 2.6.1. Pneumatosis Intestinal9
Gambar 2.6.2. Pneumoperitonium9
14
Gambar 2.6.3. Gas portal10
H. Diffeerential diagnosis
1. Volvulus
2. Malrotasi usus
3. Kolitis pseudomembran
4. Hirschsprung's disease
5. Ileus mekonium
6. Sepsis dengan ileus
I. Komplikasi
1. Perforasi
2. Peritonitis
3. Sepsis
4. DIC
5. Striktur Intestinal
J. Penatalaksanaan
Prinsip dasar Penatalaksanaan EKN yaitu menatalaksananya sebagai akut abdomen
dengan ancaman terjadi peritonitis septik. Tujuannya adalah untuk mencegah
perburukan penyakit, perforasi intestinal, dan syok. Jika EKN terjadi pada kelompok
epidemis, para penderita perlu dipertimbangkan untuk isolasi9.
1. Penatalaksanaan Medis
Pengelolaan Dasar
15
Pasien dipuasakan untuk mengistirahatkan saluran cerna selama 7-14 hari (pada EKN
stadium 1 waktunya lebih singkat). Pemenuhan kebutuhan nutrisi dasar melalui
parenteral total.
Lakukan dekompresi lambung dengan replogle orogastric tube atau lakukan suction
berkelanjutan.
Lakukan monitoring ketat pada vital sign dan kondisi abdomen
Lakukan monitoring perdarahan saluran cerna. Periksa semua cairan aspirasi lambung
dan feses, apakah ada perdarahan
Perbaikan kondisi respiratorik sesuai yang dibutuhkan untuk memelihara parameter
gas darah yang dapat diterima
Perbaikan kondisi sirkulasi. Penggantian cairan mungkin dibutuhkan pada keadaan
yang mengarah kepada syok. Penggunaan inotropik mungkin dibutuhkan untuk
menjaga tekanan darah dalam batas normal
Lakukan monitoring ketat terhadap intake dan output cairan. Usahakan untuk
mempertahankan produksi urin 1-3 mL/KgBB/jam. Hentikan pemberian kalium pada
infus jika pasien dalam keadaan hiperkalemia atau anuria.
Lepas pemasangan kateterisasi pada arteri dan vena umbilikal dan ganti dengan
kateterisasi arteri dan vena perifer, tergantung pada keparahan penyakit.
Lakukan monitoring hasil pemeriksaan laboratorium, Periksa hitung sel darah
lengkap dan elektrolit tiap 12-24 jam hingga stabil. Lakukan kultur darah dan urin
sebelum memulai pemberian antibiotik.
Berikan antibiotik. Berikan antibiotik parenteral selama 10 hari. Mulai dengan
pemberian Ampicillin dan Gentamicin (atau Ceftriaxone). Pertimbangkan pemberian
Vancomycin (sebagai pengganti Ampicillin) pada keadaan penyakit sentral atau
curiga infeksi stafilokokus. Tambahkan Metronidazole atau Clindamycin untuk
meng-cover kuman anaerob, jika curiga terjadi peritonitis atau perforasi usus.
16
Penelitian terbaru tidak menganjurkan ataupun menolak penggunaan laktoferin
sebagai adjuvant terapi antibiotik.
Lakukan monitoring adanya DIC. Bayi pada EKN stadium II dan III dapat mengalami
DIC dan membutuhkan fresh-frozen plasma dan cryoprecipitate. Transfusi PRC dan
trombosit mungkin juga dibutuhkan.
Pemeriksaan radiografik. Abdominal flat plate dengan posisi lateral dekubitus pada
pemeriksaan cross-table lateral tiap 6-8 jam pada stadium akut untuk medeteksi
perforasi usus.
Pengelolaan Berdasarkan Derajat Klinis
- Stadium I
Puasa dan pemberian minum dapat diberikan setelah 3 hari perbaikan. Antibotik
spektrum luas selama 3 hari dan selanjutnya sesuai hasil kultur.
- Stadium IIA dan IIB
Puasa selama 2 minggu.
Pemberian minum dapat dimulai setelah 7-10 hari puasa jika pada pemeriksaan
radiologi tidak tampak pneumatosis. Nutrisi parenteral 90-110 kal/kgBB/hari.
Pemberian oksigen.
Pemberian antibotik spektrum luas selama7-10 hari.
Natrium bikarbonat 2 meq/kgBB jika terjadi asidosis metabolik.
Dopamin dengan dosis rendah untuk memperbaiki sirkulasi darah usus.
- Stadium IIIA dan IIIB
Pengobatan stadium II
Ventilasi mekanik jika dibutuhkan.
17
Jika terdapat syok, segera atasi dengan pemberian cairan.
Pemberian plasma segar dan dopamin untuk mempertahankan tekanan darah10.
2. Tatalaksana Bedah
Pneumoperitonium merupakan indikasi mutlak untuk dilakukan intervensi bedah.
Indikasi relatif pembedahan yaitu gas vena portal, selulitis dinding abdomen, dilatasi
segmen intestinal yang menetap dilihat dari radiografi (sentinel loop), massa
abdomen yang nyeri dan perubahan kondisi klinis yang refrakter terhadap tatalaksana
medis9.
K. Pencegahan
Strategi yang berbeda telah disarankan untuk mencegah EKN. Hal ini termasuk
penggunaan antibiotik enteral, penggunaan cairan parenteral secara bijak, penundaan
atau melambatkan pemberian makanan pendamping ASI, pemberian ASI dan
penggunaan probiotik9.
Peranan ASI dalam pencegahan EKN adalah :
1. ASI bersifat iso-osmoler
2. Mengandung SIgA (Secretory Immunoglobulin A) yang bermanfaat dalam
meningkatkan daya tahan tubuh. SIgA ini dibentuk oleh sel plasma dinding usus,
tahan terhadap enzim usus, dan memiliki fungsi antibakteri, antivirus, dan antitoksin.
3. ASI mengandung laktoferin yang berefek bakteriostatik terhadap E.coli.
L. Prognosis
Manajemen medis gagal pada sekitar 20-40% pasien dengan pneumatosis intestinal saat
didiagnosis, 10-30%nya meninggal dunia. Komplikasi awal post operatif antara lain
infeksi luka, dehiscence dan masalah stoma (prolaps, nekrosis). Komplikasi lanjut antara
lain striktur intestinal yang dapat muncul pada lokasi lesi yang mengalami nekrosis pada
sekitar 10% pasien yang di tatalaksana secara bedah maupun medis. Reseksi dari striktur
18
yang mengalami obstruksi merupakan tindakan kuratif. Setelah reseksi intestinal yang
masif, komplikasi EKN post operatif antara lain short-bowel syndrome (malabsorbsi,
gagal tumbuh, malnutrisi), komplikasi yang berhubungan dengan kateter vena sentral
(sepsis, trombosis), dan cholestatic jaundice. Bayi prematur dengan EKN yang
membutuhkan intervensi bedah atau yang mengalami bakteremia berada dalam resiko
yang tinggi dalam pertumbuhan dan outcome neuro developmental3.
III. KESIMPULAN
19
Enterokolitis Nekrotikan merupakan penyakit yang memiliki angka mortalitas dan
morbiditas yang tinggi pada bayi baru lahir, resiko meningkat pada bayi prematur dan bayi berat
lahir sangat rendah. Kelainan ini diduga muncul sebagai akibat dari respon inflamasi dari suatu
iskemia intestinal, kolonisasi bakteri atau dan pemberian makanan enteral. Bayi prematur
berbeda dibandingkan bayi-bayi aterm dan pasien yang lebih besar dalam beberapa hal antara
lain pertahanan tubuh pada sistem pencernaan, motilitas intestinal, pola kolonisasi bakteri,
autoregulasi aliran darah splanknikus, dan regulasi jalur inflamasi. Bayi prematur menjadi lebih
rentan diakibatkan sistem imun yang imatur yang mana tidak memadai dalam melindungi
terhadap organisme patogen. Mencegah prematuritas, pemberial antibiotik enteral, penggunaan
cairan parenteral secara bijak, pemberian IgG dan IgM enteral, pemberian kortikosteroid
antenatal, penundaan atau melambatkan pemberian makanan pendamping ASI, pemberian ASI
dan penggunaan probiotik dapat menjadi pendekatan yang paling baik dalam mencegah EKN.
DAFTAR PUSTAKA
20
1. Suraatmaja S.Kapita Selekta Gastroentrologi Anak. Jakarta : Sagung seto. 2007; h: 146.
2. Kitterman J. Enterokolitis Nekrotikan. Dalam: Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol. 1. Ed 20.
Jakarta: EGC. 2006; h: 297-300
3. Piazza AJ, Stoll BJ. Digestive System Disorder. Dalam: Kliegman RM, et all. Nelson
Textbook of Pediatric. Ed 18. Philadelphia. Saunders Elsevier. 2007; h: 755-756
4. William J C, 2010. Necrotizing Enterocolitis. Merck Sharp & Dohme Corp. Diunduh
dari: http://www. merck.com tanggal 21 November 2011.
5. Lavene MI, Tudehope DI, Sinha S.Essensial Neonatal Medicine .Ed 4. Australia:
Blackwell Publishing. 2008; h: 254-257
6. Claud EC,Caplan M.Necrotizing Enterocolitis.Dalam:Walker WA,et all. Pediatric
Gastrointestinal Disease. Massachuset: McGrawHill. 2004; h: 873-877
7. Caplan M. Neonatal Necrotizing Enterocolitis. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh
MC. Fanarof and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine Diseases of the Fetus and Infant.
Ed 8. Philadelphia: Mosby Elsevier: 2006 ; h: 1403-1410
8. Daneman A, Woodward S & de Silva M. The radiology of neonatal necrotizing
enterocolitis(NEC): A review of 47 cases and the literature. Pediarl. Radiol. 1978;
h: 70-77
9. Springer SC. Necrotizing Enterocolitis. Diunduh dari
http://www.emedicine.medscape.com/artikel/977956. Diakses tanggal 21 November
2011
10. Gambar diunduh dari http://www.pediatrie.be/NECROT_%20ENTEROCOL.htm.
Diakses tanggal 21 November 2011
11. Kogurt MS. Early rontgen patterns as a guide to prompt diagnosis.Radiology.1979;
h:367-370
12. Gomella TL, Cunningham MD & Eyal FG.Neonatology.Ed
6.Philadelphia:McgrawHill.2010; h:590-594
13. Roy M. Enterokolitis Nekrotikan. Lecture note : Pediatrica. Jakarta. EMS: 2005
21
Recommended